Anda di halaman 1dari 22

OTITIS MEDIA

ANATOMI FISIOLOGI TELINGA

Telinga merupakan bagian pancaindra


untuk mendengar dan keseimbangan,
terletak di sisi kepala. Telinga terdiri dari
3 daerah, yaitu telinga luar (auris externa),
telinga tengah (aurismedia), dan telinga
dalam (auris interna).
Telinga luar (auris externa) terdiri dari
daun telinga (auricula), liang telinga
(meatus acusticus externus), dan dipisahkan oleh gendang telinga atau membrana tympani.
Auricula merupakan tulang rawan elastin yang melekat erat dengan kulit, tanpa disertai lapisan
subcutis. Auricula berbentuk seperti cekungan dengan bagian terdalam disebut concha dan
pinggiran bebasnya disebut helix. Pada concha ada lubang masuk liang telinga (meatus
acusticus externus). Liang telinga ini berbentuk melengkung ke depan sehingga untuk dapat
mengamati gendang telinga, daun telinga perlu ditarik ke belakang (untuk meluruskan liang
ini).
Liang telinga (panjangnya sekitar 2-3 cm) mempunyai lapisan epitel dengan bulu halus disertai
kelenjar keringat dan lemak (sebum) yang memproduksi cerumen (wax). Bagian luar liang
telinga dibuat oleh tulang rawan sehingga bersifat mobile, sedangkan bagian dalam dibuat oleh
tulang tengkorak.
Membrana tympani memiliki posisi miring menghadap ke bawah. Bentuknya tidak rata, tetapi
mirip kerucut dengan berukuran diameter sekitar 10 nun. Wilayah tengahnya dinamakan umbo
merupakan kedudukan tulang pendengaran (os maleus). Membrana terdiri atas bagian keras
(pars tensa) yang merupakan bagian terbesar dan bagian lunak (pars flaccida) di bagian atas.
Dalam kondisi normal, penyinaran pada membrana ini akan menghaislkan pantulan berupa
gambaran segitiga di bagian depan bawah dengan bagian atas pada tonjolan umbo.
Ruangan telinga tengah (auris media) terdapat di sebelah dalam membrana tympani yang
berukuran sekitar 3-6 mm. Dindingnya dibatasi dengan gendang telinga (membrana tympani)
beserta tulang di sebelah atas dan dibawahnya. Ke bagian depan rongga ini mempunyai saluran
yang berhubungan dengan kerongkongan (nasophagnx), yaitu melalui tuba auditiva atau tuba
eustachii Saluran ini diperlukan untuk menyesuaikan tekanan di dalam ruangan itu dengan
bagian tekanan udara luar. Penyesuaian tekanan harus dilakukan melalui gerakan menelan
ludah jika seseorang merasa telinganya tidak enak. Orang yang pilek, terutama pada anak-anak,
saluran ini sering tersumbat sehingga pada penderita sering didapat keluhan telinga terasa
penuh. Telinga yang penuh itu jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi dan penyakit otitis
media. Akibat telinga yang terinfeksi dan menghasilkan nanah, gendang telinga akan pecah
bila nanah sudah terlalu banyak terkumpul.
Bagian belakang rongga ini berhubungan dengan rongga dalam tulang yang disebut cellulae
mastoidea, yaitu rongga berisi udara. Nanah yang banyak pada penderita otitis media dapat
mengalir ke sini sehingga ditemukan infeksi pada tulang yang disebut mastoiditis.
Dinding bagian dalam auris media berbatasan dengan tulang pembatas telinga bagian dalam.
Pada tulang ini terlihat ada penonjolan akibat keberadaan bangunan untuk penerina rangsang
keseimbangan bernama canalis semicircularis. Disamping itu, terdapat tempat lekat tulang
pendengaran, yaitu tulang sanggurdi (os stapes). Di bagian bawahnya terdapat lubang bulat
(foramen rotundum) yang tertutup membrana mucosa yang penting dan berfungsi untuk
memelihara keseimbangan tekanan di ruang telinga bagian dalam. Selain itu, ditemukan juga
penonjolan akibat rumah siput (cochlea) penerima rangsang pendengaran di telinga bagian
dalam. Getaran suara yang akan diterima membrana tympani diteruskan melalui tulang
pendengaran di telinga bagian tengah, yaitu os maleus (tukul), incus (landasan), dan stapes
(sanggurdi). Kemudian, tulang ini meneruskan getaran suara pada cairan endolymph dan
setelah melewati reseptor pendengaran getaran dinetralkan kembali oleh getaran membran
pada foramen rotundum.
Rongga telinga dibagian dalam dibatasi sekelilingnya oleh tulang tengkorak. Di dalamnya ada
sistem keseimbangan (vestibular) yang terdiri dari 3 buah saluran setengah lingkaran (canalis
semicircularis) bersama bagian yang bernama sacculus dan utriculus. Disamping itu, ada pula
organ pendengaran yang terdiri atas cochlea. Cochlea ini seperti rumah siput dengan
permukaan dalam yang bentuknya spiral. Tuba auditiva (tuba eustachit) terdiri atas bagian
tulang dan bagian tulang rawan (dua pertiga depan), dengan terdapat penyempitan pada tempat
peralihannya. Bayi dan anak kecil, saluran ini pendek (10 mm) dan lurus, untuk orang dewasa
panjangnya sekitar 30-40 mm dan melengkung. Pada keadaan berbaring, tuba ini pada bayi dan
anak kecil posisinya tegak lurus sehingga memudahkan masuknya lendir (dan infeksi) dari
sekitar hidung sampai ke tuba ini. Kondisi ini memudahkan terjadinya infeksi rongga telinga
tengah pada bayi atau anak kecil (otitis media acuta).
A. DEFINIS OTITIS MEDIA

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius,
atrum mastoid dan sel-sel mastoid. Banyak ahili membuat pembagaian dan klasifikasi otitis
media. Secara mudah, otitis media terbagi atas otitis media superatif dan otitis media non
superatif ( otititis media serosa, otitis media sekretoria, otitis media musinosa, otitis media
efusi/OME). Pembagian tersebut dapat terlihat pada gambar 2.

Otitis Media

Otitis Media Akut Otitis Media Sub Otitis Media


Akut Kronik

Resiko rendah, Tipe aman, Tipe


resiko tinggi bahaya.

Gambar 2. Skema Pembagian Otitis Media

Masing-masing golongan mempunyai bentuk akut dan kronik, yaitu otitis media supuratif akut
(otitis media akut = OMA ) dan otitis media superatif (OMSK/OMP).begitu pula otitis media
serosa terbagi menjadi otitis media serosa akut (baratrauma = aerotitis ) dan otitis media serosa
kronik. Selain itu terdapat juga otitis media spesifik, seperti otitis media tuberkulosa atau otitis
media sifilitika. Otitis media yang lain ialah otitis media adhesiva.

B. KLASIFIKASI

1. Otitis Media Akut

Otitis media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utama otitis media akut adalah
masuknya bakteri patogenik kedalam telinga tengah yang normalnya steril. Paling sering
terjadi bila terjadi disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi yang diakibatkan oleh infeksi
saluran pernapasan atas, inflamasi jaringan disekitarnya (mis, sinusitis, hipertropi adenoid)
atau reaksi alergi (mis,rinitis alergika) bakteria yang umum ditemukan sebagai organisma
penyebab adalah Sterptococcus pneumoniae, Hemophylus influenzae, dan Moraxella
catarrhalis. Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba eustachii
akibat kontaminasi sekresi dalam nasofaring. Bakteri juga dapat masuk telinga tengah bila ada
perforasi membrana timpani. Eksudat purulen biasanya ad dalam telinga tengah dengan
mengakibatkan kehilangan pendengaran konduktif.

Otitis media akut adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah dan
terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu (Kapita selekta kedokteran, 1999).

Otiitis media akut adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau
gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnay tergantung berat ringannya penyakit, antara lain
: demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana tympani
yang dapat diikuti dengan drainase purulen.

2. Otitis media kronik

Otitis media kronik adalah kondisi yang berhubungan dengan patoligi jaringan ireversibel dan
biasanya disebabkan karena episode berulang otitis media akut.

Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah. Kondisi yang berhubungan
dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang otitis
media akut yang tak tertangani. Otitis media adalah Proses peradangan di telinga tengah dan
mastoid yang menetap > 12 minggu.

Sering berhubungan dengan perforasi menetap membrana timpani. Infeksi kronik telinga
tengah tak hanya mengakibatkan kerusakan membrana timpani tetapi juga dapat
menghancurkan osikulus dan hampir selalu melibatkan mastoid. Sebelum penemuan
antibiotika, infeksi mastoid merupakan infeksi yang mengancam jiwa sekarang, penggunaan
antibiotika yang bijaksana pada otitis media akut telah menyebabkan mastoiditis koalesens akut
menjadi jarang. Kebanyakan kasus mastoiditis akut sekarang ditemukan pada pasien tidak
mendapatkan perawatan telinga yang memadai dan mengalami infeksi telinga yang tak
ditangani. Mastoiditis kronik lebih sering, dan beberapa ahli infeksi kronik ini dapat
mengakibatkan pembentukan kolesteatoma, yang merupakan pertumbuhan kulit kedalam
(epitel squamosa) dari lapisan luar membrana timpasi ketelinga tengah. Kulit dari membrana
timpani lateral membentuk kantong luar, yang akan berisi kulit yang telah rusak dah bahan
sebaseus. Kantong dapat melekat ke stuktur telinga tengah dan mastoid. Bila tidak ditangani,
kolesteatoma dapat tumbuh terus dan menyebabkan paralisis nervus facialis, kehilangan
pendengaran sensorineural dan / atau gangguan keseimbangan (akibat erosi telingan dalam)
dan abses otak.

OMK dibagi dapat dibagi menjadi 2 tipe, yaitu:

1. Tipe tubotimpani (tipe benigna/ tipe aman/ tipe mukosa)

Tipe ini ditandai adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari
luas dan keparahan penyakit. Proses peradangan pada OMK posisi ini terbatas pada mukosa
saja, biasanya tidak mengenai tulang, umumnya jarang menimbulkan komplikasi yang
berbahaya dan tidak terdapat kolesteatom. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan
ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, kegagalan pertahanan mukosa
terhadap infeksi pada penderita dengan daya tahan tubuh yang rendah, campuran bakteri aerob
dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa serta migrasi sekunder dari epitel squamosa.
Sekret mukoid berhubungan dengan hiperplasi sel goblet, metaplasi dari mukosa telinga tengah

OMK tipe benigna berdasarkan aktivitas sekret yang keluar dikenal 2 jenis,yaitu

 OMK aktif ialah OMK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara
aktif .
 OMK tenang apabila keadaan kavum timpani terlihat basah atau kering.

2. Tipe Atikoantral (tipe malignan/ tipe bahaya)

Tipe ini ditandai dengan perforasi tipe marginal atau tipe atik, disertai dengan kolesteatom dan
sebagian besar komplikasi yang berbahaya dan fatal timbul pada OMK tipe ini.

Kolesteatom adalah suatu kista epitelial yang berisi deskuamasi epitel (keratin). Deskuamasi
terbentuk terus lalu menumpuk sehingga kolesteatom bertambah besar. Banyak teori mengenai
patogenesis terbentuknya kolesteatom diantaranya adalah teori invaginasi, teori migrasi, teori
metaplasi, dan teori implantasi. Kolesteatom merupakan media yang baik untuk pertumbuhan
kuman (infeksi), terutama Proteus dan Pseudomonas aeruginosa. Infeksi akan memicu proses
peradangan lokal dan pelepasan mediator inflamasi yang dapat menstimulasi sel-sel keratinosit
matriks kolesteatom bersifat hiperproliferatif, destruksi, dan mampu berangiogenesis. Massa
kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ disekitarnya sehingga dapat terjadi
destruksi tulang yang diperhebat oleh pembentukan asam dari proses pembusukan bakteri.
Proses nekrosis tulang ini mempermudah timbulnya komplikasi seperti labirinitis, meningitis
dan abses otak.

Kolesteatom dapat diklasifikasikan atas dua jenis:

a. Kolesteatom kongenital.

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital menurut Derlaki dan Clemis (1965) adalah
:

1. Berkembang dibelakang membran timpani yang masih utuh.

2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel
undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan.

Kongenital kolesteatom lebih sering ditemukan pada telinga tengah atau tulang temporal,
umumnya pada apeks petrosa. Kolesteatom ini dapat menyebabkan parese nervus fasialis, tuli
saraf berat unilateral, dan gangguan keseimbangan.1,2

b. Kolesteatom akuisital atau didapat

 Primary acquired cholesteatoma.

Kolesteatom yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani.


Kolesteatom timbul akibat proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida akibat
adanya tekanan negatif pada telinga tengah karena adanya gangguan tuba (teori
invaginasi). Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida1,2

 Secondary acquired cholesteatoma.

Terbentuk setelah perforasi membran timpani. Kolesteatom terjadi akibat masuknya


epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga
tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi
infeksi yang berkangsung lama (teori metaplasi).

C. ETIOLOGI
 OTITIS MEDIA AKUT
Beberapa bakteri tersering penyebab otitis media akut adalah bakteri-bakteri saluran
pernafasan bagian atas seperti streptokokus, stafilokokus dan hemofilus influenza.

Beberapa perubahan yang terjadi dalam proses terjadinya Otitis media akut

1. Stadium penyumbatan tuba eustachius, tanda yang khas pada stadium ini adalah penarikan
membran timpani pada telinga ke arah dalam akibat tekanan negatif yang ditimbulkan oleh
sumbatan

2. Stadium Hiperemis, tampak pembuluh darah yang melebar di membran timbani atau
seluruh membran timpani.

3. Stadium Supurasi, bengkak yang hebat pada selaput permukaan telinga tengah dan
hancurnya sel-sel di dalam telinga tengah menyebabkan cairan yang kental tertimbun di
telinga tengah

4. Stadium Perforasi, pecahnya membrane timpani, dan keluar cairan putih

5. Stadium Resolusi, perlahan-lahan membrane timpani akan menyembuh jika robekan tidak
terlalu lebar, tetapi jika robekan lebar, stadium perforasi dapat menetap dan berubah
menjadi Otitis Media Supuratif Kronik.

 OTITIS MEDIA KRONIK

Sebagian besar ototis media kronik merupakan kelanjutan OMA yang prosesnya sudah berjalan
lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor penyebabnya adalah terapi yang terlambat, terapi tidak
adekuat,dya tahan tubuh rendah atau kebersihan buruk. Bila kurang dari 2 bulan disebut sub
akut. Sebagian kecil perforasi membran timpani terjadi akibat trauma telinga tengah. Kuman
penyebab biasanya gram positif aerob, sedangkan pada infeksi yang telah berlangsung lama
sering juga terdapat kuman gram negatif dan anaeron.

D. PATOFLOW
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Otitis media inteksiosa (akut) akan tampak sebagai penonjolan gendang
telinga yang merah pada pemeriksaan autoskop. Gambaran tulang dan reflek
cahaya mungkin kabur.
2. Otitis media seroti akan tampak sebagai gendang telinnga yang berwarna abu-
abu dan menonjol atau cekung kedalam.
3. Pemeriksaan audiologi mungkin memperlihatkan penurunan pendengaran.
4. Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar.
5. Timpanogram untuk mengukur kesesuaian dan kekakuan membrane timpani.
6. Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi
jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
7. Otoskopi pneumatik (pemeriksaan telinga dengan otoskop untuk melihat
gendang telinga yang dilengkapi dengan udara kecil). Untuk menilai respon
Gendang telinga terhadap perubahan tekanan udara.

F. KOMPLIKASI
 Otitis media akut
1.Abses subperiosteal
2. Abses otak dapat timbul di serebellum di fossa kranii posterior, atau pada lobus temporal
di fossa kranii media. Abses otak biasanya terbentuk sebagai perluasan langsung infeksi
telinga atau tromboflebitis. Suatu abses epidural biasanya terbentuk mendahului abses otak.
Serebritis lokal (ensefalitis), menyebabkan timbulnya nekrosis dan liquefaksi, dimana pada
dindingnya terbentuk fibrosis dan jaringan granulasi. Abses dapat mengalami ruptur ke
daerah ventrikel dan rongga subarachnoid, akibatnya terjadi meningitis dan berakhir dengan
kematian. Pada umurnnya organisme penyebab abses sangat beragam, diantaranya yaitu dari
spesies streptokokus dan stapilokokus, bakteri gram negatif seperti pseudomonas, proteus dan
Escherichia coli serta bakteri -bakteri anaerob
3. Meningitis dapat terjadi disetiap saat dalam perjalanan komplikasi infeksi telinga. Jalan
penyebaran yang biasa terjadi yaitu melalui penyebaran langsung, jarang melalui
tromboflebitis. Pada waktu kuman menyerang biasanya streptokokkus, pneumokokkus, atau
stafilokokkus atau kuman yang lebih jarang H. Influenza, koliform, atau piokokus,
menginvasi ruang sub arachnoid, pia-arachnoid bereaksi dengan mengadakan eksudasi cairan
serosa yang menyebabkan peningkatan ringan tekanan cairan spinal
4. OMSK (Otitis Media Supuratif Kronik)
(Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid I)

 Otitis media kronis


1. Membran timpani pecah. Salah satu kemungkinan komplikasi infeksi telinga adalah
pecahnya gendang telinga atau membran timpani. Membran timpani dapat pecah
ketika cairan menekannya yang mengurangi aliran darah dan menyebabkan
jaringannya melemah. Pecahnya membran ini tidak sakit dan banyak orang bahkan
merasa lebih baik karena tekanan dilepaskan. Untungnya, membran timpani biasanya
pulih dengan cepat setelah pecah dalam beberapa jam atau hari.
2. Penumpukan cairan. Cairan yang mengumpul di belakang gendang telinga (efusi)
dapat bertahan selama berminggu-minggu sampai berbulan-bulan setelah rasa sakit
dan infeksi menghilang. Efusi menyebabkan gangguan pendengaran sementara,
namun biasanya hilang sendiri tanpa pengobatan. Efusi ini perlu dipantau dari waktu
ke waktu, yang mencakup pengujian telinga dan pendengaran oleh dokter setiap tiga
sampai enam bulan sampai menghilang. Jika efusi tetap ada sampai waktu lama, anak
Anda mungkin perlu perawatan. Keputusan perawatan didasarkan pada seberapa
banyak efusi memengaruhi pendengaran dan menimbulkan masalah berbicara.

G. PENATALAKSAAN

1 Otitis Media Akut

Terapi bergantung pada stadium penyakitnya. Pengobatan pada stadium awal


ditujukan untuk mengobati infeksi saluran napas, dengan pemberian antibiotik,
dekongestan lokal atau sistemik, dan antipiretik.

a. Stadium Oklusi

Terapi ditujukan untuk membuka kembali tuba Eustachius sehingga tekanan negatif
di telinga tengah hilang. Diberikan obat tetes hidung HCl efedrin 0,25 % untuk anak <
12 tahun atau HCl efedrin 0,5 % dalam larutan fisiologis untuk anak diatas 12 tahun
dan dewasa. Sumber infeksi lokal harus diobati. Antibiotik diberikan bila penyebabnya
kuman.

b. Stadium Presupurasi

Diberikan antibiotik, obat tetes hidung dan analgesik. Bila membran timpani sudah
terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Dianjurkan pemberian
antibiotik golongan penisilin atau eritromisin. Jika terjadi resistensi, dapat diberikan
kombinasi dengan asam klavulanat atau sefalosporin. Untuk terapi awal diberikan
penisilin intramuskular agar konsentrasinya adekuat di dalam darah sehingga tidak
terjadi mastoiditis terselubung, gangguan pendengaran sebagai gejala sisa dan
kekambuhan. Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari.

c. Stadium Supurasi

Selain antibiotik, pasien harus dirujuk untuk melakukan miringotomi bila membran
timpani masih utuh sehingga gejala cepat hilang dan tidak terjadi ruptur.

d. Stadium Perforasi

Terlihat sekret banyak keluar, kadang secara berdenyut. Diberikan obat cuci telinga
H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu. Biasanya
sekret akan hilang dan perforasi akan menutup sendiri dalam 7-10 hari.

e. Stadium Resolusi

Membran timpani berangsur normal kembali, sekret tidak ada lagi, dan perforasi
menutup. Bila tidak, antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila tetap, mungkin
telah terjadi mastoiditis.

a. Pemberian Antibiotik

1. OMA umumnya adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.


2. Sekitar 80% OMA sembuh dalam 3 hari tanpa antibiotik. Penggunaan antibiotik
tidak mengurangi komplikasi yang dapat terjadi, termasuk berkurangnya pendengaran.
3. Observasi dapat dilakukan pada sebagian besar kasus. Jika gejala tidak
membaik dalam 48-72 jam atau ada perburukan gejala, antibiotik diberikan.
American Academy of Pediatrics (AAP) mengkategorikan OMA yang dapat
diobservasi dan yang harus segera diterapi dengan antibiotik sebagai berikut:

Usia Diagnosis pasti Diagnosis meragukan


< 6 bln Antibiotik Antibiotik
6 bln – 2 th Antibiotik Antibiotik jika gejala
berat, observasi jika
gejala ringan
2 thn Antibiotik jika gejala Observasi
berat, observasi jika
gejala ringan

Yang dimaksud dengan gejala ringan adalah nyeri telinga ringan dan demam
<39°C dalam 24 jam terakhir. Sedangkan gejala berat adalah nyeri telinga sedang –
berat atau demam 39°C.

Pilihan observasi selama 48-72 jam hanya dapat dilakukan pada anak usia enam bulan
– dua tahun dengan gejala ringan saat pemeriksaan, atau diagnosis meragukan pada
anak di atas dua tahun. Untuk dapat memilih observasi, follow-up harus dipastikan
dapat terlaksana. Analgesia tetap diberikan pada masa observasi.

British Medical Journal memberikan kriteria yang sedikit berbeda untuk menerapkan
observasi ini.10 Menurut BMJ, pilihan observasi dapat dilakukan terutama pada anak
tanpa gejala umum seperti demam dan muntah.

Jika diputuskan untuk memberikan antibiotik, pilihan pertama untuk sebagian besar
anak adalah amoxicillin.

 Sumber seperti AAFP (American Academy of Family Physician) menganjurkan


pemberian 40 mg/kg berat badan/hari pada anak dengan risiko rendah dan 80 mg/kg
berat badan/hari untuk anak dengan risiko tinggi.
 Risiko tinggi yang dimaksud antara lain adalah usia kurang dari dua tahun, dirawat
sehari-hari di daycare, dan ada riwayat pemberian antibiotik dalam tiga bulan
terakhir.
 WHO menganjurkan 15 mg/kg berat badan/pemberian dengan maksimumnya 500
mg.
 AAP menganjurkan dosis 80-90 mg/kg berat badan/hari.6 Dosis ini terkait dengan
meningkatnya persentase bakteri yang tidak dapat diatasi dengan dosis standar di
Amerika Serikat. Sampai saat ini di Indonesia tidak ada data yang mengemukakan
hal serupa, sehingga pilihan yang bijak adalah menggunakan dosis 40 mg/kg/hari.
Dokumentasi adanya bakteri yang resisten terhadap dosis standar harus didasari hasil
kultur dan tes resistensi terhadap antibiotik.
 Antibiotik pada OMA akan menghasilkan perbaikan gejala dalam 48-72 jam.
 Dalam 24 jam pertama terjadi stabilisasi, sedang dalam 24 jam kedua mulai terjadi
perbaikan. Jika pasien tidak membaik dalam 48-72 jam, kemungkinan ada penyakit
lain atau pengobatan yang diberikan tidak memadai. Dalam kasus seperti ini
dipertimbangkan pemberian antibiotik lini kedua. Misalnya:
 Pada pasien dengan gejala berat atau OMA yang kemungkinan disebabkan
Haemophilus influenzae dan Moraxella catarrhalis, antibiotik yang kemudian dipilih
adalah amoxicillin-clavulanate.6 Sumber lain menyatakan pemberian amoxicillin-
clavulanate dilakukan jika gejala tidak membaik dalam tujuh hari atau kembali
muncul dalam 14 hari.
 Jika pasien alergi ringan terhadap amoxicillin, dapat diberikan cephalosporin seperti
cefdinir, cefpodoxime, atau cefuroxime.
 Pada alergi berat terhadap amoxicillin, yang diberikan adalah azithromycin atau
clarithromycin
 Pilihan lainnya adalah erythromycin-sulfisoxazole atau sulfamethoxazole-
trimethoprim.
 Namun kedua kombinasi ini bukan pilihan pada OMA yang tidak membaik dengan
amoxicillin.
 Jika pemberian amoxicillin-clavulanate juga tidak memberikan hasil, pilihan yang
diambil adalah ceftriaxone selama tiga hari.
 Perlu diperhatikan bahwa cephalosporin yang digunakan pada OMA umumnya
merupakan generasi kedua atau generasi ketiga dengan spektrum luas. Demikian
juga azythromycin atau clarythromycin. Antibiotik dengan spektrum luas, walaupun
dapat membunuh lebih banyak jenis bakteri, memiliki risiko yang lebih besar.
Bakteri normal di tubuh akan dapat terbunuh sehingga keseimbangan flora di tubuh
terganggu. Selain itu risiko terbentuknya bakteri yang resisten terhadap antibiotik
akan lebih besar. Karenanya, pilihan ini hanya digunakan pada kasus-kasus dengan
indikasi jelas penggunaan antibiotik lini kedua.
 Pemberian antibiotik pada otitis media dilakukan selama sepuluh hari pada anak
berusia di bawah dua tahun atau anak dengan gejala berat.

 Pada usia enam tahun ke atas, pemberian antibiotik cukup 5-7 hari. Di Inggris,
anjuran pemberian antibiotik adalah 3-7 hari atau lima hari.
 Tidak adanya perbedaan bermakna antara pemberian antibiotik dalam jangka
waktu kurang dari tujuh hari dibandingkan dengan pemberian lebih dari tujuh
hari. Dan karena itu pemberian antibiotik selama lima hari dianggap cukup pada
otitis media. Pemberian antibiotik dalam waktu yang lebih lama meningkatkan
risiko efek samping dan resistensi bakteri.

b. Pemberian Analgesia/pereda nyeri

 Penanganan OMA selayaknya disertai penghilang nyeri (analgesia).


 Analgesia yang umumnya digunakan adalah analgesia sederhana seperti
paracetamol atau ibuprofen.
 Namun perlu diperhatikan bahwa pada penggunaan ibuprofen, harus dipastikan
bahwa anak tidak mengalami gangguan pencernaan seperti muntah atau diare
karena ibuprofen dapat memperparah iritasi saluran cerna.

c. Obat lain

 Pemberian obat-obatan lain seperti antihistamin (antialergi) atau dekongestan


tidak memberikan manfaat bagi anak.
 Pemberian kortikosteroid juga tidak dianjurkan.
 Myringotomy (myringotomy: melubangi gendang telinga untuk mengeluarkan
cairan yang menumpuk di belakangnya) juga hanya dilakukan pada kasus-kasus
khusus di mana terjadi gejala yang sangat berat atau ada komplikasi.
 Cairan yang keluar harus dikultur.
 Pemberian antibiotik sebagai profilaksis untuk mencegah berulangnya OMA
tidak memiliki bukti yang cukup.

2 .Otitis Media Kronis

Penyebab penyakit telinga kronis yang efektif harus didasarkan pada faktor-
faktor penyebabnya dan pada stadium penyakitnya. Dengan demikian pada waktu
pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit menjadi
kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat ditelinga. Bila didiagnosis
kolesteatom, maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan
untuk mengontrol infeksi sebelum operasi.

Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas : Konservatif dan Operasi.

1. OMK BENIGNA

a. OMSK BENIGNA TENANG

Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera
berobat bila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan
sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti,timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.

b. OMSK BENIGNA AKTIF

Prinsip pengobatan OMSK adalah :

1. Pembersihan liang telinga dan kavum timpan ( toilet telinga)

Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme ( Fairbank, 1981).

Cara pembersihan liang telinga ( toilet telinga) :


• Toilet telinga secara kering ( dry mopping).

Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan diklinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari
sampai telinga kering.

• Toilet telinga secara basah ( syringing).

Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif
untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke
bagian lain dan kemastoid ( Beasles, 1979). Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka
panjang dapat menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti
dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan Iodine.

• Toilet telinga dengan pengisapan (suction toilet)

Pembersihan dengan suction pada nanah, dengan bantuan mikroskopis operasi adalah
metode yang paling populer saat ini. Kemudian dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya
terjadi drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang koperatif cara
ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anakanak diperlukan anastesi. Pencucian telinga
dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “ displacement
methode” seperti yang dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotik topikal

Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotik topikal untuk


OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa
dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi
diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid.

Rif menganjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan
merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakannya, bahwa
tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan
Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus dengan hasil
cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis yang menetap pada telinga
tengah dan kavum mastoid. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar
masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya
neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1 minggu.Cara pemilihan antibiotik yang paling
baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistesni.

Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang biasanya dipakai
setelah telinga dibersihkan dahulu.

Bubuk telinga yang digunakan seperti :

a. Acidum boricum dengan atau tanpa iodine

b. Terramycin.

c. Asidum borikum 2,5 gram dicampur dengan khloromicetin 250 mg

Pengobatan antibiotik topikal dapat digunakan secara luas untuk OMK aktif yang
dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun dewasa. Neomisin
dapat melawan kuman Proteus dan Stafilokokus aureus tetapi tidak aktif melawan gram
negatif anaerob dan mempunyai kerja yang terbatas melawan Pseudomonas karena
meningkatnya resistensi. Polimiksin efektif melawan Pseudomonas aeruginosa dan
beberapa gram negatif tetapi tidak efektif melawan organisme gram positif (Fairbanks,
1984). Seperti aminoglokosida yang lain, Gentamisin dan Framisetin sulfat aktif
melawan basil gram negatif dan gentamisin kerjanya “sedang” dalam melawan
Streptokokus. Tidak ada satu pun aminoglikosida yang efektif melawan kuman
anaerob.

Biasanya tetes telinga mengandung kombinasi neomisin, polimiksin dan hidrokortison,


bila sensitif dengan obat ini dapat digunakan sulfanilaid-steroid tetes mata.

Kloramfenikol tetes telinga tersedia dalam acid carrier dan telinga akan sakit bila
diteteskan. Kloramfenikol aktif melawan basil gram positif dan gram negative kecuali
Pseudomonas aeruginosa, tetapi juga efektif melawan kuman anaerob, khususnya B.
fragilis ( Fairbanks, 1984). Pemakaian jangka panjang lama obat tetes telinga yang
mengandung aminoglikosida akan merusak foramen rotundum, yang akan
menyebabkan ototoksik.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada ot itis media kronik adalah :

1. Polimiksin B atau polimiksin E

Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif, Pseudomonas, E. Koli
Klebeilla, Enterobakter, tetapi resisten terhadap gram positif, Proteus, B. fragilis Toksik
terhadap ginjal dan susunan saraf.

2. Neomisin

Obat bakterisid pada kuma gram positif dan negatif, misalnya : Stafilokokus aureus,
Proteus sp. Resisten pada semua anaerob dan Pseudomonas. Toksik terhadap ginjal dan
telinga.

3. Kloramfenikol

Obat ini bersifat bakterisid terhadap :

Stafilokokus, koagulase positif, 99%

Stafilokokus, koagulase positif, 95%

Stafilokokus group A, 100%

E. Koli, 96%

Proteus sp, 60%

Proteus mirabilis, 90%

Klebsiella, 92%

Enterobakter, 93%

Pseudomonas, 5%
Dari penelitian terhadap 50 penderita OMSK yang diberi obat tetes telinga dengan
ofloksasin dimana didapat 88,96% sembuh, membaik 8,69% dan tidak ada perbaikan
4,53%

3. Pemberian antibiotik sistemik

Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai
pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan , perlu diperhatikan
faktor penyebab kegagalan yang ada pada penderita tersebut.

Dalam pengunaan antimikroba, sedikitnya perlu diketahui daya bunuhnya terhadap


masing- masing jenis kuman penyebab, kadar hambat minimal terhadap masing-masing
kuman penyebab, daya penetrasi antimikroba di masing jaringan tubuh, toksisitas obat
terhadap kondisi tubuhnya . dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya
terhadap mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama
daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman
terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dengan kuinolon. Golongan kedua adalah
antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya paling baik. Peninggian
dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta
laktam.

Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik adalah

Kuman aerob Antibiotik sistemik

Pseudomonas Aminoglikosida atau karbenisilin

P. Mirabilis Ampisilin atau sefalosforin

P. Morganii Aminoglikosida atau Karbenisilin

P. Vulgaris

Klebsiella Sefalosforin atau aminoglikosida

E. Koli Ampisilin atau sefalosforin


S. Aureus Anti-stafilikokus penisilin, Sefalosforin,

eritromosin, aminoglikosida

Streptokokus Penisilin, sefalosforin, eritromisin

Aminoglikosida

B. fragilis Klindamisin

Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin, dan ofloksasin) yaitu dapat derivat


asam nalidiksat yang mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan
peroral. Tetapi tidak dianjurkan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun. Golongan
sefalosforin generasi III ( sefotaksim, seftazidinm dan seftriakson) juga aktif terhadap
pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral. Terapi ini sangat baik untuk
OMA sedangkan untuk OMK belum pasti cukup, meskipun dapat mengatasi OMK.

Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob. Menurut Browsing


dkk metronidazol dapat diberikan dengan dan tanpa antibiotik ( sefaleksin dan
kotrimoksasol) pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200
mg per 8 jam selama 2-4 minggu1.

2. OMK MALIGNA

Pengobatan yang tepat untuk OMK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan
pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan
tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.

Ada beberapa jenis pembedahan atau tehnik operasi yang dapat dilakukan pada OMK
dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain (Soepardi, 2001):

• Mastoidektomi sederhana

Dilakukan pada OMK tipe benigna yang tidak sembuh dengan pengobatan konservatif.
Pada tindakan ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik, dengan
tujuan agar infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi.
• Mastoidektomi radikal

Dilakukan pada OMK maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah
meluas.Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum timpani dibersihkan dari semua
jaringan patologik. Dinding batas antara liang telinga luar dan telinga tengah dengan
rongga mastoid diruntuhkan, sehingga ketiga daerah anatomi tersebut menjadi satu
ruangan. Tujuan operasi ini adalah untuk membuang semua jaringan patologik dan
mencegah komplikasi ke intrakranial.

• Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (Operasi Bondy)

Dilakukan pada OMK dengan kolesteatom di daerah attic, tetapi belum merusak kavum
timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan dan dinding posterior liang telinga
direndahkan. Tujuan operasi adalah untuk membuang semua jaringan patologik dari
rongga mastoid dan mempertahankan pendengaran yang masih ada.

• Miringoplasti

Dilakukan pada OMK tipe benigna yang sudah tenang dengan ketulian ringan yang
hanya disebabkan oleh perforasi membran timpani. Operasi ini merupakan jenis
timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe 1.
Rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi adalah untuk
mencegah berulangnya infeksi telinga tengah ada OMSK tipe benigna dengan perforasi
yang menetap.

• Timpanoplasti

Dikerjakan pada OMK tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe
benigna yang tidak bisa diatasi dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi
adalah menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran. Pada operasi ini
selain rekonstruksi membran timpani seringkali harus dilakukan juga rekonstruksi
tulang pendengaran. Berdasarkan bentuk rekonstruksi tulang yang dilakukan maka
dikenal istilah timpanoplasti tipe II, III, IV dan V.

• Timpanoplasti dengan pendekatan ganda (Combined Approach Tympanoplasty)


Dikerjakan pada kasus OMK tipe maligna atau OMK tipe benigna dengan jaringan
granulasi yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki
pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal (tanpa meruntuhkan
dinding posterior liang telinga). Yang dimaksud dengan combined approach di sini
adalah membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani melalui dua
jalan, yaitu liang telinga dan rongga mastoid dengan melakukan timpanotomi posterior.
Namun teknik operasi ini pada OMK tipe maligna belum disepakati oleh para ahli
karena sering timbul kembali kolesteatoma.

H. PENCEGAHAN
Radang telinga bisa dihindari dengan cara menjaga pola hidup sehat dan rajin
berolahraga. Usahakan supaya jangan sampai terjadi Infeksi Saluran Pernapasan Atas
(ISPA). Karena itu diajurkan rajin rajin mencuci tangan karena ISPA mudah menyebar
melalui tangan. Jangan membersihkan telinga dengan benda yang ujungnya keras. "Di
samping itu, kurangi tingkat polusi udara terutama di dalam rumah dengan tidak
merokok, perbaiki sarana sanitasi, gunakan air bersih, serta kecukupan ventilasi ruangan,
memperbaiki daya tahan tubuh dengan mengonsumsi makanan yang bergizi,
meningkatkan kebersihan diri dan jangan terlalu lama berada dalam air ketika berenang
kalau tidak menggunakan pelindung telinga.

Anda mungkin juga menyukai