0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
460 tayangan3 halaman
Tiga kalimat ringkasan dari dokumen tersebut:
Dokumen pertama mengisahkan seorang gadis kecil peminta-minta yang senyumnya terlalu indah untuk mengenal duka, namun hidupnya penuh penderitaan di bawah jembatan. Dokumen kedua menggambarkan tanah air sebagai sumber air mata dan penderitaan rakyat. Dokumen ketiga merupakan puisi tentang seseorang yang ingin hidup bebas meski harus menerima luka
Tiga kalimat ringkasan dari dokumen tersebut:
Dokumen pertama mengisahkan seorang gadis kecil peminta-minta yang senyumnya terlalu indah untuk mengenal duka, namun hidupnya penuh penderitaan di bawah jembatan. Dokumen kedua menggambarkan tanah air sebagai sumber air mata dan penderitaan rakyat. Dokumen ketiga merupakan puisi tentang seseorang yang ingin hidup bebas meski harus menerima luka
Tiga kalimat ringkasan dari dokumen tersebut:
Dokumen pertama mengisahkan seorang gadis kecil peminta-minta yang senyumnya terlalu indah untuk mengenal duka, namun hidupnya penuh penderitaan di bawah jembatan. Dokumen kedua menggambarkan tanah air sebagai sumber air mata dan penderitaan rakyat. Dokumen ketiga merupakan puisi tentang seseorang yang ingin hidup bebas meski harus menerima luka
Senyummu terlalu kekal untuk kenal duka Tengadah padaku, pada bulan merah jambu
Tapi kotaku jadi hilang, tanpa jiwa
Ingin aku ikut, gadis kecil berkaleng kecil Pulang kebawah jembatan yang melulur sosok Hidup dari kehidupan angan-angan yang gemerlapan
Gembira dari kemayaan riang
Duniamu yang lebih tinggi dari menara katedral Melintas-lintas di atas air kotor, tapi begitu yang kau hafal Jiwa begitu murni, terlalu murni Untuk bias membagi dukaku
Kalau kau mati, gadis kecil berkaleng kecil
Bulan diatas itu, tak ada yang punya Dan kotaku, ah kotaku Hidupnya tak punya lagi tanda TANAH AIR MATA
Karya: Sutardji Calzoum Bachri
Tanah airmata tanah tumpah dukaku
mata air airmata kami airmata tanah air kami
di sinilah kami berdiri
menyanyikan airmata kami
di balik gembur subur tanahmu
kami simpan perih kami di balik etalase megah gedung-gedungmu kami coba sembunyikan derita kami
kami coba simpan nestapa
kami coba kuburkan duka lara tapi perih tak bisa sembunyi ia merebak kemana-mana
bumi memang tak sebatas pandang
dan udara luas menunggu namun kalian takkan bisa menyingkir ke manapun melangkah kalian pijak airmata kami ke manapun terbang kalian kan hinggap di air mata kami ke manapun berlayar kalian arungi airmata kami kalian sudah terkepung takkan bisa mengelak takkan bisa ke mana pergi menyerahlah pada kedalaman air mata Aku
karya: Chairil Anwar
Kalau sampai waktuku
‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang Dari kumpulannya terbuang Biar peluru menembus kulitku Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari Hingga hilang pedih peri Dan aku akan lebih tidak perduli Aku mau hidup seribu tahun lagi