Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Uveitis adalah inflamasi traktus uvea (iris, korpus siliaris, dan koroid) dengan berbagai

penyebabnya. Struktur yang berdekatan dengan jaringan uvea yang mengalami inflamasi

biasanya juga ikut mengalami inflamasi. Peradangan pada uvea dapat hanya mengenai bagian

depan jaringan uvea atau iris yang disebut iritis. Bila mengenai badan tengah disebut siklitis.

Iritis dengan siklitis disebut iridosiklitis atau disebut juga dengan uveitis anterior dan merupakan

bentuk uveitis tersering. Dan bila mengenai lapisan koroid disebut uveitis posterior atau

koroiditis.1,2

Insidensi uveitis sekitar 15 per 100.000 orang.Sekitar 75% merupakan uveitis

anterior.Sekitar 50% pasien dengan uveitis menderita penyakit sistemik terkait. Di Amerika

Serikat,uveitis merupakan penyebab kebutaan nomor tiga setelah Retinopati Diabetik dan

Degenerasi Macular.Umur penderita biasanya bervariasi antara usia prepubertal sampai 50

tahun. 1,3

Uveitis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada dewasa muda dan usia pertengahan.

Ditandai adanya riwayat sakit, fotofobia, dan penglihatan yang kabur, mata merah (merah

sirkumneal) tanpa tahi mata purulen dan pupil kecil atau ireguler. Berdasarkan reaksi radang,

uveitis anterior dibedakan tipe granulomatosa dan non granulomatosa. 2

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum mengenai definisi,

etiologi dan fisiologi anatomi, patofisiologi, gambaran klinis, penegakan diagnosis,

penatalaksanaan serta prognosis dari uveitis anterior.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . Anatomi

Bola Mata terdiri atas dinding bola mata dan isi bola mata, dimana dinding bola mata

terdiri atas sclera dan kornea sedangkan isi bola mata terdiri atas lensa, uvea, badan kaca dan

retina. Uvea merupakan lapisan dinding kedua dari bola mata setelah sclera dan tenon. Uvea

merupakan jaringan lunak, terdiri dari iris, badan siliar dan koroid.7 Bagian ini adalah lapisan

vaskular tengah mata dan dilindungi oleh kornea dan sklera. Bagian ini ikut memasukkan darah

ke retina(2).

a). Iris

Iris adalah perpanjangan korpus siliare ke anterior. Iris berupa suatu permukaan pipih
dengan apertura bulat yang terletak di tengah pupil. Iris terletak bersambungan dengan
permukaan anterior lensa, yang memisahkan kamera anterior dari kamera posterior, yang
masing-masing berisi aqueus humor. Di dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilator.

2
Kedua lapisan berpigmen pekat pada permukaan posterior iris merupakan perluasan neuroretina
dan lapisan epitel pigmen retina ke arah anterior(2).

Pasok darah ke iris adalah dari sirkulus major iris. Kapiler-kapiler iris mempunyai lapisan
endotel yang tidak berlubang sehingga normalnya tidak membocorkan fluoresein yang
disuntikkan secara intravena. Persarafan iris adalah melalui serat-serat di dalam nervus siliares(2).
Iris mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran pupil pada prinsipnya
ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatis yang dihantarkan
melalui nervus kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatik(2).

b). Korpus Siliaris

Korpus siliaris yang secara kasar berbentuk segitiga pada potongan melintang,
membentang ke depan dari ujung anterior khoroid ke pangkal iris (sekitar 6 mm). Korpus siliaris
terdiri dari suatu zona anterior yang berombak ombak,pars plikata dan zona posterior yang datar,
pars plana. Prosesus siliaris berasal dari pars plikata. Prosesus siliaris ini terutama terbentuk dari
kapiler-kapiler dan vena yang bermuara ke vena-vena vortex. Kapiler-kapilernya besar dan
berlobang-lobang sehingga membocorkan floresein yang disuntikkan secara intravena. Ada 2
lapisan epitel siliaris, satu lapisan tanpa pigmen di sebelah dalam, yang merupakan perluasan
neuroretina ke anterior, dan lapisan berpigmen di sebelah luar, yang merupakan perluasan dari
lapisan epitel pigmen retina. Prosesus siliaris dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi
sebagai pembentuk aqueus humor(2).

c). Khoroid

Khoroid adalah segmen posterior uvea, di antara retina dan sklera. Khoroid tersusun dari
tiga lapisan pembuluh darah khoroid; besar, sedang dan kecil. Semakin dalam pembuluh terletak
di dalam khoroid, semakin lebar lumennya. Bagian dalam pembuluh darah khoroid dikenal
sebagai khoriokapilaris. Darah dari pembuluh darah khoroid dialirkan melalui empat vena
vortex, satu di masing-masing kuadran posterior. Khoroid di sebelah dalam dibatasi oleh
membran Bruch dan di sebelah luar oleh sklera. Ruang suprakoroid terletak di antara khoroid
dan sklera. Khoroid melekat erat ke posterior ke tepi-tepi nervus optikus. Ke anterior, khoroid

3
bersambung dengan korpus siliare. Agregat pembuluh darah khoroid memperdarahi bagian luar
retina yang mendasarinya(2).

2.2 Definisi

Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars plicata),
kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan sklera. Peradangan
pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau mengenai badan siliar yang di
sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang disebut iridosiklitis atau uveitis
anterior.3,4

2.3. Epidemiologi

Di Indonesia belum ada data akurat mengenai jumlah kasus uveitis. Di Amerika Serikat
ditemukan angka kejadian uveitis anterior adalah 8-12 orang dari 100.000 penduduk per tahun.
Insidennya meningkat pada usia 20-50 tahun dan paling banyak pada usia sekitar 30-an.4

Menurut American Optometric Association (AOA), berdasarkan etiologinya ada beberapa


factor resiko yang menyertai kejadian uveitis anterior antara lain, penderita toxoplasmosis dan
yang berhubungan dengan hewan perantara toxoplasma. Beberapa penyakit menular seksual juga
meningkatkan angka kejadian uveitis anterior seperti sifilis, HIV, dan sindroma Reiter(3).

2.4. Etiologi

Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen lain dari
luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau
agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herper simpleks. Etiologi uveitis
dibagi dalam :1,3
Berdasarkan spesifitas penyebab :
1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun parasit
yang spesifik.
2. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas

4
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen yang
masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan predileksi pada
traktus uvea.

Berdasarkan asalnya:
1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler,
ataupun iatrogenik.
2. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen lain
dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.

2.5. Klasifikasi

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi
empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa
dan usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.1,3,5

1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis


a) Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau disebut
juga dengan iridosiklitis.

5
b) Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai dengan
peradangan vitreous.
c) Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d) Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.

2. Klasifikasi berdasarkan Klinis


a) Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat
simptomatik.
b) Uveitis kronik
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.

3. Klasifikasi berdasarkan Etiologis


a) Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri
b) Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.

6
4. Klasifikasi berdasarkan patologis
a) Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid.
b) Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

2.6. Patofisiologi
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh
darah yang akan menimbulkan gejala hiperemia silier (hiperemi perikorneal atau pericorneal
vascular injection). Peningkatan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos
humor, sehingga terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan
biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil
dengan gerak Brown (efek Tyndal). Kedua gejala tersebut menunjukkan proses keradangan
akut.5
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di
dalam BMD yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam BMD, dikenal dengan
hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang, maka sel-sel radang
dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate (KP). Ada dua jenis
keratic precipitate,yaitu:6

1. Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.
2. Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat
pada jenis non granulomatosa.

Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus
dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat menimbulkan
perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia posterior, ataupun
dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi perlekatan pada bagian
tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang, disebut
oklusio pupil.

7
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel
radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mat belakang ke bilik mata depan
sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan yang
tampak sebagai iris bombans. Selanjutnya tekanan dalam bola mata semakin meningkat dan
akhirnya terjadi glaukoma sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan lensa
menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas, dapat timbul
endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya dengan
abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh bola mata termasuk sklera
dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).5,6
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani,
dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat. Komplikasi
ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus, terutama yang
mengenai badan silier.

2.7 Gambaran Klinis

Gejala akut dari uveitis anterior adalah mata merah, fotofobia, nyeri, penurunan tajam
penglihatan dan hiperlakrimasi. Sedangkan pada keadaan kronis gejala uveitis anterior yang
ditemukan dapat minimal sekali, meskipun proses radang yang hebat sedang terjadi.1,6,7
1). Uveitis Anterior Jenis Non-Granulomatosa

Pada bentuk non-granulomatosa, onsetnya khas akut, dengan rasa sakit, injeksi, fotofobia
dan penglihatan kabur. Terdapat kemerahan sirkumkorneal atau injeksi siliar yang disebabkan
oleh dilatasi pembuluh-pembuluh darah limbus. Deposit putih halus (keratic presipitate/ KP)
pada permukaan posterior kornea dapat dilihat dengan slit-lamp atau dengan kaca pembesar. KP
adalah deposit seluler pada endotel kornea. Karakteristik dan distribusi KP dapat memberikan
petunjuk bagi jenis uveitis. KP umumnya terbentuk di daerah pertengahan dan inferior dari
kornea. Terdapat 4 jenis KP yang diketahui, yaitu small KP, medium KP, large KP dan fresh KP.
Small KP merupakan tanda khas pada herpes zoster danFuch’s uveitis syndrome. Medium
KP terlihat pada kebanyakan jenis uveitis anterior akut maupun kronis. Large KPbiasanya
jenis mutton fat biasanya erdapat pada uveitis anterior tipe granulomatosa. Fresh KP atau KP

8
baru terlihat berwarna putih dan melingkar. Seiring bertambahnya waktu,akan berubah menjadi
lebih pucat dan berpigmen. Pupil mengecil dan mungkin terdapat kumpulan fibrin dengan sel di
kamera anterior. Jika terdapat sinekia posterior, bentuk pupil menjadi tidak teratur.

2). Uveitis Anterior Jenis Granulomatosa

Pada bentuk granulomatosa, biasanya onsetnya tidak terlihat. Penglihatan berangsur


kabur dan mata tersebut memerah secara difus di daerah sirkumkornea. Sakitnya minimal dan
fotofobianya tidak seberat bentuk non-granulomatosa. Pupil sering mengecil dan tidak teratur
karena terbentuknya sinekia posterior. KP mutton fat besar-besar dapat terlihat dengan slit-
lamp di permukaan posterior kornea. Tampak kemerahan, flare dan sel-sel putih di tepian pupil
(nodul Koeppe). Nodul-nodul ini sepadan dengan KP mutton fat. Nodul serupa di seluruh stroma
iris disebut nodul Busacca.

2.8. Diagnosis

Diagnosis uveitis anterior dapat ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan


oftalmologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1). Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan menanyakan riwayat kesehatan pasien, misalnya pernah


menderita iritis atau penyakit mata lainnya, kemudian riwayat penyakit sistemik yang mungkin
pernah diderita oleh pasien.3,8

Keluhan yang dirasakan pasien biasanya antara lain:

 Nyeri dangkal (dull pain), yang muncul dan sering menjadi lebih terasa ketika mata

disentuh pada kelopak mata. Nyeri tersebut dapat beralih ke daerah pelipis atau daerah
periorbital. Nyeri tersebut sering timbul dan menghilang segera setelah muncul.
 Fotofobia atau fotosensitif terhadap cahaya, terutama cahaya matahari yang dapat
menambah rasa tidak nyaman pasien
 Kemerahan tanpa sekret mukopurulen
 Pandangan kabur (blurring)

9
 Umumnya unilateral

2). Pemeriksaan Oftalmologi

 Visus : visus biasanya normal atau dapat sedikit menurun


 Tekanan intraokular (TIO) pada mata yang meradang lebih rendah daripada mata
yang sehat. Hal ini secara sekunder disebabkan oleh penurunan produksi cairan akuos
akibat radang pada korpus siliaris. Akan tetapi TIO juga dapat meningkat akibat
perubahan aliran keluar (outflow)cairan akuos.
 Konjungtiva : terlihat injeksi silier/ perilimbal atau dapat pula (pada kasus yang
jarang) injeksi pada seluruh konjungtiva
 Kornea : KP (+), udema stroma kornea
 Camera Oculi Anterior (COA) : sel-sel flare dan/atau hipopion. Ditemukannya sel-sel
pada cairan akuos merupakan tanda dari proses inflamasi yang aktif. Jumlah sel yang
ditemukan pada pemeriksaan slitlamp dapat digunakan untuk grading. Grade 0
sampai +4 ditentukan dari:
 0 : tidak ditemukan sel
 +1 : 5-10 sel
 +2 : 11-20 sel
 +3 : 21-50 sel
 +4 : > 50 sel

Aqueous flare adalah akibat dari keluarnya protein dari pembuluh darah iris yang
mengalami peradangan. Adanya flare tanpa ditemukannya sel-sel bukan indikasi bagi
pengobatan.9 Melalui hasil pemeriksaan slit-lamp yang sama dengan pemeriksaan sel, flare juga
diklasifikasikan sebagai berikut:

 0 : tidak ditemukan flare


 +1 : terlihat hanya dengan pemeriksaan yang teliti
 +2 : moderat, iris terlihat bersih
 +3 : iris dan lensa terlihat keruh
 +4 : terbentuk fibrin pada cairan akuos

10
Hipopion ditemukan sebagian besar mungkin sehubungan dengan penyakit terkait HLA-
B27, penyakit Behcet atau penyakit infeksi terkait iritis.

 Iris : dapat ditemukan sinekia posterior


 Lensa dan korpus vitreus anterior : dapat ditemukan lentikular presipitat pada
kapsul lensa anterior. Katarak subkapsuler posterior dapat ditemukan bila pasien
mengalami iritis berulang.

3). Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium mendalam umumnya tidak diperlukan untuk uveitis anterior,


apalagi bila jenisnya non-granulomatosa atau menunjukkan respon terhadap pengobatan non spesifik.
Akan tetapi pada keadaan dimana uveitis anterior tetap tidak responsif terhadap pengobatan maka
diperlukan usaha untuk menemukan diagnosis etiologiknya. Pada pria muda dengan iridosiklitis akut
rekurens, foto rontgen sakroiliaka diperlukan untuk mengeksklusi kemungkinan adanya spondilitis
ankilosa. Pada kelompok usia yang lebih muda, artritis reumatoid juvenil harus selalu
dipertimbangkan khususnya pada kasuskasus iridosiklitis kronis. Pemeriksaan darah
untuk antinuclear antibody dan rheumatoid factor serta foto rontgen lutut sebaiknya dilakukan.
Perujukan ke ahli penyakit anak dianjurkan pada keadaan ini. Iridosiklitis dengan KP mutton
fatmemberikan kemungkinan sarkoidosis. Foto rontgen toraks sebaiknya dilakukan dan pemeriksaan
terhadap enzim lisozim serum serta serum angiotensineconverting enzyme sangat membantu.9,10

Pemeriksaan terhadap HLA-B27 tidak bermanfaat untuk penatalaksanaan pasien dengan


uveitis anterior, akan tetapi kemungkinan dapat memberikan perkiraan akan suseptibilitas untuk
rekurens. Sebagai contoh, HLA-B27 ditemukan pada sebagian besar kasus iridosiklitis yang terkait
dengan spondilitis ankilosa. Tes kulit terhadap tuberkulosis dan histoplasmosis dapat berguna,
demikian pula antibodi terhadap toksoplasmosis. Berdasarkan tes-tes tersebut dan gambaran
kliniknya, seringkali dapat ditegakkan diagnosis etiologiknya. Dalam usaha penegakan diagnosis
etiologis dari uveitis diperlukan bantuan atau konsultasi dengan bagian lain seperti ahli radiologi
dalam pemeriksaan foto rontgen, ahli penyakit anak atau penyakit dalam pada kasus atritis
reumatoid, ahli penyakit THT pada ksus uveitis akibat infeksi sinus paranasal, ahli penyakit gigi dan
mulut pada kasus uveitis dengan fokus infeksi di rongga mulut, dan lain-lain.7

11
2.9 Diagnosis Banding

Berikut adalah beberapa diagnosis banding dari uveitis anterior:


a. Konjungtivitis.
Pada konjungtivitis penglihatan tidak kabur, respon pupil normal, ada kotoran mata
dan umumnya tidak ada rasa sakit, fotofobia atau injeksi siliaris.
b. Keratitis atau keratokonjungtivitis.
Pada keratitis atau keratokonjungtivitis, penglihatan dapat kabur dan ada rasa sakit
dan fotofobia. Beberapa penyebab keratitis seperti herpes simpleks dan herpes zoster
dapat menyertai uveitis anterior sebenarnya.
c. Glaukoma akut.
Pada glaukoma akut pupil melebar, tidak ditemukan sinekia posterior dan korneanya
“beruap”.

2.10 Penatalaksanaan

Tujuan utama dari pengobatan uveitis anterior adalah untuk mengembalikan atau
memperbaiki fungsi penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak
dapat lagi dipulihkan seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah
memburuknya penyakit dan terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan. Adapun terapi uveitis
anterior dapat dikelompokkan menjadi :6,8,9

Terapi non spesifik


1. Penggunaan kacamata hitam
Kacamata hitam bertujuan untuk mengurangi fotofobi, terutama akibat pemberian
midriatikum.
2. Kompres hangat
Dengan kompres hangat, diharapkan rasa nyeri akan berkurang, sekaligus untuk
meningkatkan aliran darah sehingga resorbsi sel-sel radang dapat lebih cepat.
3. Midritikum/ sikloplegik
Tujuan pemberian midriatikum adalah agar otot-otot iris dan badan silier relaks, sehingga
dapat mengurangi nyeri dan mempercepat panyembuhan. Selain itu, midriatikum sangat

12
bermanfaat untuk mencegah terjadinya sinekia, ataupun melepaskan sinekia yang telah
ada. Midriatikum yang biasanya digunakan adalah:
- Sulfas atropin 1% sehari 3 kali tetes
- Homatropin 2% sehari 3 kali tetes
- Scopolamin 0,2% sehari 3 kali tetes

4. Anti inflamasi
Anti inflamasi yang biasanya digunakan adalah kortikosteroid, dengan dosis sebagai
berikut:
Dewasa : Topikal dengan dexamethasone 0,1 % atau prednisolone 1 %.
Bila radang sangat hebat dapat diberikan subkonjungtiva atau periokuler :
- Dexamethasone phosphate 4 mg (1 ml)
- Prednisolone succinate 25 mg (1 ml)
- Triamcinolone acetonide 4 mg (1 ml)
- Methylprednisolone acetate 20 mg
Bila belum berhasil dapat diberikan sistemik Prednisone oral mulai 80 mg per hari
sampai tanda radang berkurang, lalu diturunkan 5 mg tiap hari.
Anak : prednison 0,5 mg/kgbb sehari 3 kali.
Pada pemberian kortikosteroid, perlu diwaspadai komplikasi-komplikasi yang mungkin
terjadi, yaitu glaukoma sekunder pada penggunaan lokal selama lebih dari dua minggu,
dan komplikasi lain pada penggunaan sistemik.

Terapi spesifik

a. Terapi yang spesifik dapat diberikan apabila penyebab pasti dari uveitis anterior telah
diketahui. Karena penyebab yang tersering adalah bakteri, maka obat yang sering
diberikan berupa antibiotik, yaitu :
Dewasa : Lokal berupa tetes mata kadang dikombinasi dengan steroid
Subkonjungtiva kadang juga dikombinasi dengan steroid secara per oral dengan
Chloramphenicol 3 kali sehari 2 kapsul.
Anak : Chloramphenicol 25 mg/kgbb sehari 3-4 kali.

13
Walaupun diberikan terapi spesifik, tetapi terapi non spesifik seperti disebutkan diatas
harus tetap diberikan, sebab proses radang yang terjadi adalah sama tanpa memandang
penyebabnya.

Terapi terhadap komplikasi

a. Sinekia posterior dan anterior


Untuk mencegah maupun mengobati sinekia posterior dan sinekia anterior, perlu
diberikan midriatikum, seperti yang telah diterangkan sebelumnya.

b. Glaukoma sekunder
Glaukoma sekunder adalah komplikasi yang paling sering terjadi pada

Terapi konservatif :
Timolol 0,25 % - 0,5 % 1 tetes tiap 12 jam
Acetazolamide 250 mg tiap 6 jam

Terapi bedah :
Dilakukan bila tanda-tanda radang telah hilang, tetapi TIO masih tetap tinggi.
 Sudut tertutup : iridektomi perifer atau laser iridektomi, bila telah terjadi
perlekatan iris dengan trabekula (Peripheral Anterior Synechia atau PAS)
dilakukan bedah filtrasi.
 Sudut terbuka : bedah filtrasi

2.11 . Komplikasi

Berikut ini adalah beberapa komplikasi dari uveitis anterior:2,10

a. Sinekia anterior perifer.


Uveitis anterior dapat menimbulkan sinekia anterior perifer yang menghalangi humor
akuos keluar di sudut iridokornea (sudut kamera anterior) sehingga dapat
menimbulkan glaucoma.

14
b. Sinekia posterior
Dapat menimbulkan glaukoma dengan berkumpulnya akuos humor di belakang iris,
sehingga menonjolkan iris ke depan.
c. Gangguan metabolisme lensa dapat menimbulkan katarak
Katarak merupakan komplikasi lebih lanjut yang serius, yang dapat dilihat setelah
serangan uveitis anterior yang berulang. Hal ini selalu memberikan efek awal pada
daerah subcapsular posterior dari lensa dan sayangnya, dapat menganggu penglihatan
pada stadium dini. Katarak juga dapat terjadi pada penggunaan steroid topical dan
sistemik jangka panjang.
d. Edema kistoid makular dan degenerasi makula
Dapat timbul pada uveitis anterior yang berkepanjangan.

2.12 Prognosis

Kebanyakan kasus uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan
diberi pengobatan. uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab sistemiknya.
Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap tanda dan mengobati dengan
segera. Prognosis visual pada iritis kebanyakan akan pulih dengan baik, tanpa adanya katarak,
glaucoma atau posterior uveitis.7,10

15
BAB III
KESIMPULAN

Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang

meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi

empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.

Penyakit ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen, endogen, infeksi maupun noninfeksi. Tujuan

utama dari pengobatan uveitis adalah untuk mengembalikan atau memperbaiki fungsi

penglihatan mata. Apabila sudah terlambat dan fungsi penglihatan tidak dapat lagi dipulihkan

seperti semula, pengobatan tetap perlu diberikan untuk mencegah memburuknya penyakit dan

terjadinya komplikasi yang tidak diharapkan.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Moorthy RS. 2008-2009 Basic and Clinical Science Course Section 9: Intraocular
Inflamation and uveitis. American Academy of ophthalmology. 2007.\
2. Vaughan DG. Anatomi & Embriologi Mata: Oftalmologi Umum (General Opthalmology).
Edisi 14. Widya Medica. Jakarta.
3. Vaughan DG. Traktus Uvealis & Sklera In: Oftalmologi Umum (General Opthalmology).
Edisi 14. Widya Medica. Jakarta.
4. Ming, Stew., Constable, I., Color Atlas of Ophtamology. 3th Edition. World Sciens. New
York. 2004.p.65.
5. Paramita, Galuh P. 2010. Uveitis Anterior. Available from
URL: http://www.fkumycase.net/wiki/index.php?page=mata+%22+uveitis+anterior%22.ht
ml
6. Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta. Hal. 172-4.
7. Trad MJ. Anterior uveitis. [Serial online]. [march, 24 2000]. Available
from:URL:http://www.optometry.co.uk./journal/23564/anterior_uveitis.html
8. Lang, GK. Ophthalmology A Short Textbook. Thieme. Stuttgart-New York. 2000. hal 211.
9. Teoh PC. Anterior uveitis as a clinical presentation of orbital inflammatory disease in an
adult. Vol 50. Edisi 229 [serial online]. [Januari 2009]. Available
from: URL:http://www.singaporemedj.com/2009/50/e229.html
10. Amoaku and Browning. Common Eye Diseases and their Management. 3th edition.
Springer-Verlag. London. 2006.p.143.
11.

17

Anda mungkin juga menyukai