Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih


merupakan masalah kesehatan dalam masyarakat yang hampir ditemukan
diseluruh dunia, terutama di iklim sup tropis dan tropis. Malaria dapat
menyebabkan kematian terutama pada kelompok yang beresiko tinggi yaitu
bayi, anak balita dan ibu hamil (Depkes RI, 2008; Permenkes RI, 2013).
Setiap tahun, kasusnya berjumlah sekitar 300-500 juta kasus dan
mengakibatkan 1,5-2,7 juta kematian, terutama di Afrika. Malaria hampir
ditemukan di seluruh wilayah Indonesia dengan berbagai jenis plasmodium
dan yang terbanyak plasmodium falciparum dan plasmodium vivax.
Plasmodium malariae dapat ditemukan di lampung, Nusa Tenggara Timur,
dan Papua (Depkes RI, 2008).

Provinsi Lampung merupakan daerah endemis malaria dengan API (Annual


Parasite Incidence) tahun 2010 hingga 2013 yaitu 0,54 % (2010), 0,49
%(2011), 0,18 % (2012), 0,34 % (2013). Teluk Betung Timur merupakan
salah satu wilayah kecamatan di Provinsi Lampung yang banyak penderita
malaria setiap tahunnya. Teluk betung timur terletak di wilayah pesisir dan
dapat dijangkau oleh kendaraan roda empat dan roda dua dengan suhu udara
32 derajat celcius serta curah hujan antara 400-2000 mm/tahun. Teluk betung
timur memilki BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Kota Karang dimana
wilayah kerja nya di Kota Karang, Kota Karang Raya, dan Perwata. Tingkat
pendidikan di wilayah kerja BLUD UPT Puskesmas Rawat Inap Kota Karang
adalah mayoritas lulusan SD. Untuk mata pencaharian pada umumnya adalah
nelayan, tukang dan buruh. Pada Puskesmas Kota Karang didapatkan data
jumlah penderita penyakit malaria di wilayah kerjanya berjumlah 2407, dan

1
yang ditegakkan secara pemeriksaan laboratotrium berjumlah 161( Puskesmas
Rawat Inap Kota Karang, 2016).

Kesehatan manusia tergantung pada interaksi antara manusia dengan


aktivitasnya dengan lingkungan fisik, kimia, serta biologi. Infeksi malaria dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya di masyarakat merupakan interaksi
dinamis antara faktor host (manusia dan nyamuk) , agent (parasit) dan
environment. Faktor resiko individual yang diduga berperan untuk terjadinya
infeksi malaria adalah usia, jenis kelamin, genetik, kehamilan, status gizi,
aktivitas keluar rumah, pada malam hari (perilaku individu) dan faktor resiko
kontekstual adalah lingkungan rumah, keadaan musim, sosial ekonomi, dan
lain-lain ( Ernawati et al., 2011). Penyakit malaria hanya dapat ditularkan
melalui gigitan nyamuk Anopheles betina. Diseluruh dunia terdapat 2000
spesies Anopheles dan di Indonesia sekitar 80 spesies dengan 24nya terbukti
menularkan malaria. Malaria hidup sesuai dengan kondisi lingkungan
setempat. Misalnya, nyamuk yang hidup di air payau (Anopheles sundaicus
dan Anopheles aconitus) dan air bersih pegunungan (Anopheles maculatus)
(Prabowo, 2004).

Kehidupan nyamuk sangat ditentukan oleh keadaan lingkungan yang ada


seperti suhu, kelembaban, curah hujan, sainitas, oksigen terlarut, derajat
kesamaan, tumbuhan air dan hewan air lainnya (Suwito, 2010). Daerah Kota
Karang banyak terdapat rawa-rawa, dan pantai yang terdapat genangan air
yang menjadi tempat ideal untuk perindukan anopheles. Daerah kota karang
merupakan tempat terbanyak untuk kejadian malaria dibanding daerah kota
karang raya dan perwata, dengan jumlah 28 orang pada ibu hamil, 24 orang
pada anak usia < 1tahun, dan119 orang pada anak usia 1-5 tahun.
Pencegahan malaria di daerah endemis dapat dilakukan atas peran serta dan
kesadaran masyarakat setempat. Akan tetapi masyarakat setempat biasanya
menganggap tidak berbahaya sehingga masih sering terdapat kejadi malaria
yang berulang. Pengetahuan yang tidak benar dapat menimbulkan persepsi

2
yang salah sehingga menyulitkan dalam pengobatan. Selain itu, sikap
masyarakat terhadap penyakit malaria harus benar, masyarakat juga harus
peduli terhadap bagaimana cara pencegahan atau memproteksi diri dan
keluarganya untuk menghindari gigitan malaria.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas maka timbul suatu masalah yaitu : apa
makna tindakan pencegahan penyakit malaria bagi masyarakat Kota Karang ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggali makna tindakan pencegahan
penyakit malaria bagi masyarakat Kota Karang?

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Malaria
2.1.1. Definisi Malaria
Malaria adalah penyakit menular endemik di banyak daerah hangat di
dunia, disebabkan oleh protozoa obligat intrasel genus Plasmodium,
biasanya ditularkan oleh gigitan nyamuk Anopheles sp. yang terinfeksi.
Penyakit ini ditandai oleh keadaan lemah dengan demam tinggi
paroksismal, menggigil hebat, berkeringat, anemia, dan splenomegali;
kematian dapat terjadi karena komplikasinya, dengan yang terparah
adalah malaria serebral dan anemia (Dorland, 2010). Plasmodium
falciparum merupakan parasit malaria yang terpenting karena
penyebarannya luas dan mempunyai dampak paling berat terhadap
morbiditas dan mortalitas ibu dan janinnya (Rusjdi, 2012). Determinan
epidemiologi malaria sangat luas, antara lain dapat berasal dari aspek
faktor agen, riwayat alamiah malaria, faktor lingkungan, faktor
pencegahan dan pengobatan, faktor rumah tangga, sosial ekonomi, dan
politik (Direktorat Jendral PP dan PL, 2014).

2.1.2. Transmisi Malaria


Menurut Andi Arsunan Arsin (2012) dalam buku Malaria di Indonesia:
Tinjauan Aspek Epidemiologi, penularan malaria ada dua cara, yaitu
secara alamiah (natural infection) dan penularan yang tidak alamiah (1)
Penularan secara alamiah didapat melalui gigitan Anopheles sp. betina
yang sudah terinfeksi oleh Plasmodium sp (Zulaikhah, et al., 2011).
Sebagian besar spesies menggigit pada senja dan menjelang malam
hari. Beberapa vektor mempunyai waktu puncak pada tengah malam
dan menjelang fajar (2) Penularan secara tidak alamiah dapat berupa
malaria kongenital yang terjadi pada bayi yang baru dilahirkan melalui

4
tali pusat atau plasenta, transfusi darah melalui jarum suntik yang tidak
steril, maupun secara oral (melalui mulut) (Arsin, 2012).

2.1.3. Etiologi
Malaria disebabkan oleh protozoa dari kelas Sporozoa, sub-kelas
Haemosporidia dari genus Plasmodium. Dikenal lima spesies dari genus
Plasmodium yang hidup sebagai penyebab penyakit malaria pada
manusia yaitu: P. falciparum, P. vivax, P. malariae, P. ovale, dan P.
knowlesi (Safar, 2010).

Morfologi P. falciparum dapat dilihat pada sediaaan darah tipis dengan


apusan Giemsa. Eritrosit yang terinfeksi P. falciparum tidak membesar,
warnanya sering lebih tua, dan titik Maurer tampak paling jelas pada
trofozoit yang agak lanjut. Trofozoit muda terlihat seperti cincin halus
mirip sayap burung terbang di pinggir eritrosit dengan infeksi yang
multipel dan kromatin kecil. Cincin kemudian membesar dan tidak
teratur baik bentuk dan jumlahnya pada trofozoit tua, selain itu terlihat
plasma mengelilingi vakuol menjadi padat, berinti satu atau dua,
berbentuk bulat atau memanjang, dan berpigmen. Tahap skizon mengisi
dua per tiga eritrosit namun jarang tampak dalam darah tepi. Plasma
dan inti sudah terbagi, tampak 8-24 merozoit, serta pigmen telah
menggumpal sebelum skizon matang. Fase gametosit mempunyai
bentuk khas seperti pisang/bulan sabit dengan makrogametosit lebih
langsing, plasma biru, inti kecil, padat, dan letaknya di tengah,
sementara mikrogametosit lebih gemuk, plasma merah muda, inti besar,
dan pucat (Safar, 2010).

Morfologi P. vivax dapat dilihat pada sediaaan darah tipis dengan


apusan Giemsa yang terlihat eritrosit membesar serta tampak titik
Schuffner yang besarnya teratur dan menyebar rata dalam eritrosit.
Protoplasma pada trofozoit muda (bentuk cincin) berupa cincin

5
berwarna biru yang berinti merah dan mengisi sepertiga eritrosit. Pada
trofozoit tua terlihat plasma amuboid, tampak vakuol yang tumbuh
menjadi besar dengan bentuk tidak teratur, dan berpigmen kuning
tengguli. Tahap skizon muda terjadi perubahan plasma yang menjadi
padat dan tidak bervakuol, inti membelah, plasma menjadi tidak padat,
dan pigmen tersebar. Fase skizon matang mengisi seluruh eritrosit,
plasma dan inti sudah terbagi, serta nampak 12-18 merozoit. Fase
gametosit (makrogametosit) berbentuk lonjong atau bulat, mengisi
hampir seluruh eritrosit, plasma biru berinti kecil, letaknya eksentris,
dan pigmen tersebar, sementara mikrogametosit berbentuk bulat, lebih
kecil dari makrogametosit, plasma lebih pucat, inti besar, pucat, dan
pigmen tersebar (Safar, 2010).

Morfologi P. malariae pada sediaaan darah tipis dengan apusan Giemsa


terlihat eritrosit tidak membesar pada stadium trofozoit muda.
Protoplasma terlihat lebih tebal dan lebih gelap serta terlihat titik
Zieman dalam sel eritrosit. Trofozoit tua bila membulat besarnya kira-
kira setengah eritrosit. Stadium trofozoit dapat melintang sepanjang
eritrosit membentuk seperti pita yang merupakan bentuk khas dari P.
malariae. Skizon muda membagi intinya dan akhirnya terbentuk skizon
matang yang mengandung rata-rata delapan buah merozoit. Skizon
matang mengisi hampir seluruh eritrosit sehingga membentuk bunga
serunai/bunga. Sitoplasma makrogametosit berwarna biru tua berinti
kecil dan padat sementara mikrogametosit berwarna biru pucat dengan
inti difus dan lebih besar (Safar, 2010).

Morfologi P. ovale pada sediaaan darah tipis dengan apusan Giemsa


pada tahap trofozoit berbentuk bulat dan kompak dengan granula
pigmen yang lebih kasar. Eritrosit agak membesar dan sebagian besar
berbentuk oval dan pinggir eritrosit pada salah satu ujungnya bergerigi
dengan titik-titik James yang menjadi lebih banyak. Stadium skizon

6
berbentuk bulat dan bila matang mengantung 8-10 merozoit yang
letaknya teratur di tepi mengelilingi granula pigmen yang berkelompok
di tengah. Makrogametosit berbentuk bulat dengan inti kecil kompak
dan sitoplasma berwarna biru. Mikrogametosit mempunyai inti difus
sitoplasma berwarna pucat kemerahan berbentuk bulat (Safar, 2010).

Morfologi P. knowlesi tahap awal tidak dapat dibedakan dengan P.


falciparum, yaitu titik kromatin ganda, infeksi multipel per eritrosit, dan
tidak ada pembesaran sel darah merah yang terinfeksi. Tahap
selanjutnya mirip dengan P. malariae, yaitu trofozoit yang berbentuk
pita. Kesulitan dalam membedakan morfologi P. knowlesi ini yang
paling banyak menyebabkan kesalahan diagnosis (Paisal dan Indriyati,
2014).

Siklus hidup Plasmodium sp. dibagi menjadi dua yaitu aseksual dalam
tubuh manusia dan seksual di luar tubuh manusia (vektor: nyamuk
Anopheles sp.). Secara sederhana, siklus hidup Plasmodium sp. dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Siklus Hidup Plasmodium Sp.

7
a) Siklus aseksual (skizogoni) dalam tubuh manusia (fase intrinsik)
dimulai dari sporozoit dari liur nyamuk betina yang menggigit hospes
disebarkan ke darah atau sistem limfa. Sporozoit berpindah ke liver dan
menembus hepatosit. Tahap dorman bagi sporozoit dalam hati dikenal
sebagai hipnozoit. Parasit berkembang biak di hepatosit menjadi ribuan
merozoit yang kemudian keluar dari hepatosit dan menyerang eritrosit.
Parasit membesar dari bentuk cincin muda (trofozoit muda) ke bentuk
trofozoit dewasa. Pada tahap skizon, parasit membelah beberapa kali
untuk membentuk merozoit baru. Ketika eritrosit pecah, merozoit
masuk ke aliran darah dan mengulang tiga kali siklus sampai fase
gametositogenik dimulai (Achmadi, 2012).

b) Siklus seksual (sporogoni) dalam tubuh nyamuk (fase ekstrinsik)


diawali dari mikrogametosit dan makrogametosit berubah menjadi
mikrogamet dan makrogamet sebelum terjadi siklus sporogoni.
Mikrogamet akan memasuki badan makrogamet untuk pembuahan.
Makrogamet yang telah dibuahi membentuk zigot motil yang dikenal
sebagai ookinet. Ookinet nantinya menuju dinding lambung nyamuk
dan masuk diantara sel-sel epitel menjadi ookista. Ookista terus
membelah sampai matang dan pecah mengeluarkan sporozoit yang
masuk ke dalam cairan rongga tubuh nyamuk. Akhirnya sporozoit ini
masuk ke dalam kelenjar liur nyamuk yang nantinya akan menginfeksi
manusia (Achmadi, 2012).

2.1.4 Patologi Malaria


Antigen Plasmodium sp. yang masuk ke dalam tubuh hospes terdeteksi
oleh sistem imunologi tubuh seperti sel T (CD4+). Dalam perannya
sebagai imunitas terhadap sporozoit, T1 dan T2 sangat penting untuk
menghancurkan parasit yang sudah ada. Produksi interferon gamma
(IFN-Ɣ) oleh sel CD8+ lebih berperan untuk mengontrol replikasi
parasit dibanding dengan aktivasi lisis direk. IFN-Ɣ bersama interleukin

8
2 (IL-2) mengaktivasi makrofag yang nantinya akan mengaktivasi
Tumor Necrosis Factor (TNF) dan IL-1. TNF dan IL-1 dalam ambang
batas rendah berguna sebagai proteksi yang mencegah parasit
berkembang pada tahap hati dan darah. Pada ambang tinggi, TNF dan
IL-1 menyebabkan keadaan patologis seperti diseritropoiesis dan
eritrofagositosis yang berujung pada anemia, meningkatkan sitoadheren
eritrosit dengan parasit ke endotel vaskuler yang mengakibatkan
malaria serebral, dan menimbulkan gejala klinis lainnya seperti sakit
kepala, demam, mialgia, nausea, hipotensi, trombositopenia, dan diare
(Baratawidjaja dan Rengganis, 2012).

Faktor yang mempengaruhi infeksi malaria pada manusia berdasarkan


Direktorat Jendral PP dan PL tahun 2014, antara lain:
a. Ras (suku bangsa), penduduk dengan prevalensi Hemoglobin S
(HbS) tinggi lebih tahan terhadap akibat infeksi P. falciparum
(Direktorat Jendral PP dan PL, 2014).
b. Kekurang enzim tertentu, misalnya Glucose 6 Phosphate
Dehidrogenase (G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi
P. falciparum (Direktorat Jendral PP dan PL, 2014).
c. Kekebalan (imunitas) di daerah endemis malaria, adalah: (1) Anti
parasitic immunity adalah bentuk immunitas yang mampu menekan
pertumbuhan parasit dalam derajat sangat rendah namun tidak
sampai nol sehingga mencegah hiperparasitemia. (2) Anti disease
imunity adalah bentuk imunitas yang mampu mencegah terjadinya
gejala penyakit tanpa ada pengaruh terhadap jumlah parasit. (3)
Premunition adalah keadaan semi-imun dimana respon imun
mampu menekan pertumbuhan parasit dalam jumlah rendah namun
tidak sampai nol, mencegah hiperparasitemia, dan menekan
virulensi parasit, hingga kasus tidak bergejala/sakit (Direktorat
Jendral PP dan PL, 2014).
d. Umur dan jenis kelamin (Direktorat Jendral PP dan PL, 2014).

9
2.1.5. Patofisiologi dan Manifestasi Klinis Malaria
Keluhan dan manifestasi klinis merupakan petunjuk yang penting
dalam diagnosa malaria. Manifestasi klinis ini dipengaruhi oleh strain
Plasmodium sp., imunitas tubuh, dan jumlah parasit yang menginfeksi.
Waktu mulai terjadinya infeksi sampai timbulnya manifestasi klinis
dikenal sebagai waktu inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya
infeksi sampai ditemukannya parasit dalam darah disebut periode
prepaten (Harijanto, 2000).

a. Demam
Sebelum timbulnya demam, biasanya penderita merasa lemah, nyeri
sendi, sakit otot, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, batuk,
merasa mual, muntah, dan diare. Semua gejala awal ini disebut
gejala prodormal (Sutanto dan Pribadi, 2011; Arsin, 2012). Masa
tunas intrinsik pada malaria adalah waktu antara spozozoit masuk
dalam tubuh hospes sampai timbul gejala demam, biasanya
berlangsung 8-37 hari, tergantung pada spesies parasit (P.
falciparum terpendek (12 hari) dan P. malariae terpanjang (30 hari),
beratnya infeksi, dan pengobatan sebelumnya atau derajat imunitas
(Sutanto dan Pribadi, 2011). Manifestasi klinis utama malaria
disebut trias malaria yang ditandai dengan keadaan menggigil yang
diikuti dengan demam dan keluar keringat yang banyak. Demam
periodik berkaitan dengan pecahnya skizon darah yang telah matang
yang berakibat masuknya merozoit, toksin, pigmen, dan kotoran
atau debris sel ke peredaran darah. Hal tersebut memicu
dihasilkannya berbagai antigen yang akan merangsang sel
makrofag, monosit, dan limfosit yang memproduksi sitokin seperti
TNF. TNF akan dibawa ke hipotalamus yang mengatur suhu tubuh.
Demam yang tinggi dan beratnya gejala klinis lainnya mempunyai
hubungan dengan tingginya kadar TNF dalam darah (Arsin, 2012;
Wibisono, et al., 2014).

10
Skizon P.vivax dan P.ovale pecah setiap 48 jam sekali sehingga
demam timbul setiap hari ketiga yang terhitung dari serangan
demam sebelumnya (malaria tertiana). Pada malaria karena
P.malariae pecahnya skizon terjadi setiap 72 jam sekali maka
demam terjadi setiap hari keempat (malaria kuartana). Pada
P.falciparum kejadiannya mirip dengan infeksi oleh P.vivax hanya
interval demamnya tidak jelas (36-48 jam), biasanya panas badan di
atas normal tiap hari,dengan puncak panas cenderung mengikuti
pola malaria tertiana (disebut malaria subtertiana atau malaria
quotidian) (Arsin, 2012; Wibisono, et al., 2014).

Serangan demam yang khas terdiri dari tiga stadium yaitu: (1)
Stadium menggigil dimulai dari perasaan dingin, nadi teraba cepat
namun lemah, bibir dan jari tangan membiru, kulit menjadi kering
dan pucat, dan terkadang disertai muntah. (2) Stadium puncak
demam dimulai ketika berubah menjadi panas. Ditandai dengan
muka memerah, kulit kering dan terasa panas seperti terbakar, sakit
kepala semakin hebat, biasanya mual dan muntah, serta nadi teraba
penuh dan berdenyut keras. Pasien dapat merasakan perasaan haus
yang hebat saat suhu naik sampai 41oC. (3) Stadium berkeringat
dimulai dengan penderita berkeringat banyak. Suhu turun dengan
cepat, kadang sampai di bawah ambang normal. Penderita biasanya
dapat tidur nyenyak (Sutanto dan Pribadi, 2011).

b. Anemia
Anemia terjadi akibat pecahnya eritrosit yang terinfeksi maupun
yang tidak. Anemia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
(1) Penghancuran eritrosit yang mengandung parasit dan yang tidak
mengandung parasit terjadi di dalam spleen. (2) Reduced survival
time yaitu eritrosit normal yang tidak mengandung parasit tidak

11
dapat hidup lama. (3) Diseritropoiesis yaitu gangguan dalam
eritrosit karena depresi eritropoiesis dalam sumsum tulang sehingga
retikulosit tidak dilepaskan ke peredaran perifer (Sutanto dan
Pribadi, 2011).

c. Splenomegali
Splenomegali merupakan gejala malaria kronik. Spleen sebagai
organ retikuloendotel mengeleminasi Plasmodium sp. sebagai
sistem kekebalan tubuh hospes. Pada keadaan akut, spleen
membesar dan tegang, penderita mengalami nyeri di perut kuadran
kiri atas. Bila keadaan ini berlanjut, spleen mengalami kongesti,
menghitam, dan mengeras karena timbunan penghancuran parasit,
pigmen, sel radang, dan jaringan ikat. Ikterus dapat terjadi karena
hemolisis dan gangguan hepar. Dengan meningkatnya imunitas,
spleen menjadi keabuan karena pigmen dan parasit menghilang
perlahan. Hal ini diikuti dengan berkurangnya kongesti spleen
sehingga ukuran mengecil walau dapat menjadi fibrosis (Sutanto
dan Pribadi, 2011; Wibisono, et al., 2014).

2.1.6. Diagnosis Malaria


Malaria dapat terdiagnosis dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Anamnesis dapat berupa pertanyaan meliputi
keluhan utama dan tambahan, riwayat penyakit dahulu, dan riwayat
sosial. Keluhan utama pasien tersering antara lain berupa trias malaria
(demam, menggigil, dan keringat dingin), sakit kepala, mual, muntah,
diare, dan nyeri otot. Bila malaria sudah lama dan berat akan
menimbulkan tanda-tanda berupa gangguan kesadaran, lemah, kejang,
tubuh kuning, perdarahan, sesak napas, oliguria/anuria, dan air seni
gelap (black water fever). Riwayat penyakit dahulu dapat berupa
pertanyaan mengenai riwayat bepergian atau tinggal di daerah endemis

12
malaria, riwayat sakit malaria, minum obat malaria, atau riwayat
transfusi (Wibisono, et al., 2014).

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan pengukuran tanda-tanda


vital, inspeksi keadaan umum pasien, inspeksi-perkusi-auskultasi-
palpasi regio thorax dan abdomen, serta pemeriksaan fungsi neorologis.
Tanda-tanda vital dan inspeksi keadaan umum pasien didapatkan
demam, konjungtiva pucat, dan sklera ikterik. Pemeriksaan regio
abdomen didapatkan splenomegali dan hepatomegali. Bila malaria
sudah lama dan berat akan menimbulkan tanda-tanda berupa suhu rektal
>400C, nadi cepat namun lemah, tekanan darah sistolik <70 mmHg
(dewasa) dan <50 mmHg (anak), takipnea, penurunan kesadaran,
manifestasi perdarahan, tanda dehidrasi, tanda anemia berat, ikterik,
ronki pada paru, hepatomegali, splenomegali, gagal ginjal dengan
oliguria hingga anuria, dan gangguan neurologis (Wibisono, et al.,
2014).

Pemeriksaanpenunjang untuk menegakkan diagnosis malaria dapat


menggunakan alat sederhana berupa mikroskop konvensional sampai
yang mutakhir seperti PCR. Tiga pemeriksaan penunjang yang
umumnya digunakan antara lain: (1) Mikroskop cahaya yang
merupakan baku emas untuk diagnosis rutin, pemeriksaan sediaan darah
tebal dan tipis dengan pulasan Giemsa pada mikroskop untuk
menentukan ada tidaknya spesies, stadium, dan kepadatan Plasmodium
sp. (2) Mikroskopis konvensional juga dapat digunakan dengan teknik
Quantitative Buffy Coat (QBC) dan teknik Kawamoto. (3) Rapid
Diagnostic Test/Rapid Antigen Detection Test (RDT) berdasarkan
immunochomatography pada kertas nitrocellulose. Protein parasit yang
spesifik dapat terdeteksi dalam darah dari ujung jari penderita. Histidine
Rich Protein 2 (HRP-2) yang diproduksi tropozoit, skizon, dan
gametosit muda P. falciparum digunakan sebagai marker. Aldolase dan

13
parasite Lactate Dehydrogenase (p-LDH) yang diproduksi Plasmodium
sp. aseksual dan seksual (Sutanto dan Pribadi, 2011; Cunningham, et
al., 2012; Wibisono, et al., 2014). Pemeriksaan untuk malaria berat
berupa darah perifer lengkap, kimia darah, EKG, foto toraks, analisis
cairan serebrospinalis, biakan darah dan uji serologi, dan urinalisis
(Wibisono, et al., 2014).

2.2. Pengetahuan
Pengetahuan sangat menentukan seseorang dalam berperilaku, sebagian
besar pengetahuan diperoleh melalui indera penghlihatan dan
pendengaran. Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang
didasari dengan pengetahuan terlihat lebih baik dibandingkan perilaku
yang tidak didasari dengan pengetahuan .Menurut Notoatdmojo
pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat
yang berbeda-beda. Secara garis besar pengetahuan dibagi dalam enam
tingkatan, yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang
telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya tahu
bahwa jamban adalah tempat buang air besar.
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan
dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.
Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan penyakit
demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3 M
(mengubur,menutup, dan menguras) tetapi harus dapat
menjelaskan mengapa harus menutup, mengubur dan menguras.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

14
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi-
materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi
masih dalam suatu struktur organisasi dan masih ada kaitannya
satu sama lain.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk melakukan
atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
tetentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku
di masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
seseorang dalam melakukan tindakan antara lain (Notoatmojo,
2010):
a. Pendidikan
Latar belakang pendidikan memberikan kemudahan bagi
seseorang yang terpelajar dalam menerima informasi dalam
melakukan tindakan. Maka semakin tinggi pendidikan seseorang
semakin mudah menerima informasi sehingga makin banyak
pula pengetahuan yang dimiliki.
b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupan dan keluarganya. Lingkungan kerja dapat
memberikan pengetahuan tambahan yang sesuai terjadi
disekeliling pekerjaan seseorang dalam pengetahuan.
c. Usia
Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai saat berulang tahun. Faktor usia dan perilaku ibu

15
mempengaruhi pengambilan keputusan dalam pemeliharaan
kesehatan. Usia yang makin dewasa mengkontribusikan
kematangan berfikir dalam melakukan sebuah tindakan sebagai
respon dalam pengambilan keputusan.
d. Minat
Minat sebagai dorongan rasa ingin untuk berbuat pada diri
sendiri sebagai timbal balik dari pengetahuan yang telah
diterima
e. Pengalaman
Suatu kejadian yang pernah dialami oleh individu yang melekat
sebagai pengetahuan dalam dirinya.

16
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Studi


Jenis penelitian yang dilakukan adalah kualitatif. Peneilitian kualitatif adalah
penelitian yang lebih mengutamakan pada masalah, proses, dan makna/
persepsi, dimanan penelitian ini dhiarapkan dapat mengungkap berbagai
informasi kualitatif dengan deskripsi-analisis yang teliti dan penuh makna
yang juga tidak menolak informasi kuantitatif dalam bentuk angka maupun
jumlah (Muhadjir,1996) Penelitian ini menggunakan metode pendekatan
fenomenologi yaitu suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok
seseorang. Pendekatan fenomenologi pada penelitian ini menekankan pada
pengalaman masyarakat Kelurahan Kota Karang dalam perilaku pencegahan
penyakit malaria.

3.2 Waktu dan Lokasi


Penelitian dilaksanakan mulai tanggal 27 Februari – 1 Maret 2018 bertempat
di Posyandu Kelurahan Kota Karang.

3.3 Informan Penelitian


Dalam penelitian kualitatif, hal yang menjadi bahan pertimbangan utama
dalam pengumpulan data adalah keterangan dari informan. Informan utama
dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Kota Karang yang
berjumlah 5 orang. Sedangkan informan triangulasi dalam penelitian ini
adalah pemegang program malaria di Puskesmas Kota Karang yang
berjumlah 1 orang.

17
Tabel.1. Informan Penelitian
Informan Teknik jumlah Kriteria Tempat
Wawancara
Pemegang Wawancara 1 Pemegang Puskesmas
program dan laporan program Kota Karang
malaria data tahunan malaria di
malaria Puskesmas
Kota Karang
Resonden Wawancara 5 Masyarakat Kota Karang
yang
mengikuti
posyandu di
Kota Karang

3.1 Cara Penumpulan Data


Pengumpulan data diperoleh dari hasil wawancara, dokumentasi, dan
gabungan/triangulasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data dengan cara dokumentasi, wawancara, sertatriangulasi.

1. Wawancara
Dalam teknik pengumpulan menggunakan wawancara, hampir sama dengan
kuesioner. Wawancara ini sendiri dibagimenjadi 3 kelompok, yaitu
wawancara terstruktur, wawancara semi-terstruktur, dan wawancara
mendalam (indepth interview). Pada penulisan ini, kami memilih melakukan
wawancara mendalam (indepth interview) yang bertujuan untuk
mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi
pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi informan.

Penelitian fenomenologi deskriptif diidentifikasi melalui empat tahapan


proses, yaitu bracketing, intuiting, analyzing, dan describing. (Polit, Beck,
&Hungler, 2001) Tahapan bracketing merupakan langkah awal peneliti

18
untuk menyatakan asumsi berdasarkan konsep pengetahuan sebelumnya
mengenai fenomena yang akan diteliti, kemudian merefleksikan lalu
mengesampingkan sejenak asumsi tersebut, sehingga tidak akan
menghalangi pemahaman terhadap pengalaman partisipan. Tahap
bracketing dilakukan selama pengumpulan data, dimana pada setiap
partisipan, peneliti berusaha membangun rapport sambil memahami situasi,
kondisi, dan karakteristik setiap partisipan, lalu mulai mengajukan
pertanyaan eksplorasi/probing yang bersifat terbuka.Pada awal wawancara
dengan para partisipan, yang dibicarakan adalah hal-hal yang bersifat
umum, lalu menindak lanjuti poin-poin tertentu dari ungkapan pernyataan
partisipan yang mengarah kepada tujuan penelitian.Dengan demikian, data
yang diperoleh merupakan ungkapan pernyataan berdasarkan pikiran dan
perasaan para partisipan (Daymon & Holloway, 2008; Prastowo, 2011).

Tahapan intuiting, merupakan proses menyatukan dan memahami


keseluruhan fenomena penelitian dengan melihatnya melalui sudut pandang
partisipan, sehingga peneliti mulai mengetahui persepsi dan maka dari
setiap partisipan, sehingga peneliti mulai mengetahui pengetahuan, sikap
dan perilaku partisipan terhadap penyakit malaria (Speziale& Carpenter,
2003). Pada tahap ini, peneliti berusaha untuk menyimak secara aktif selama
wawancara berlangsung dengan bersikap tidak mengarahkan atau
menghakimi, serta menghargai informasi yang dikomunikasikan oleh setiap
partisipan.

Tahapan analyzing, merupakan proses identifikasi makna fenomena


berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan partisipan dalam bentuk
transkrip verbatim dan melakukan analisis data tematis melalui telaah data
secara berulang kali terhadap hasil wawancara tersebut (Santoso & Royanto,
2009).

19
Tahan describing, merupakan proses mendeskripsikan temuan hasil
penelitian secara tertulis, dalam bentuk narasi yang tertuang dalam
pelaporan hasil penelitian kualitatif secara sistematis. Sehingga melalui
tahapan ini, peneliti memperoleh pemahaman yang mendalam tentang inti
dari fenomena yang diteliti dan dapat menguraikan hubungan antar tema
yang teridentifikasi dalam penelitian ini, serta dapat memberikan gambaran
dan pemahaman yang jelas tentang laporan penelitian bagi para pembaca
hasil penelitian (Santoso & Royanto, 2009; Bungin, 2005).

2. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen
yang kami gunakan berupa data laporan data tahunan malaria.

3. Triangulasi/Gabungan
Data yang telah dikumpulkan dilakukan validasi data. Untuk menjaga
validitas data maka dilakukan triangulasi. Triangulasi adalah pendekatan
multimetode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan
menganalisis data. Ide dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat
dipahami dengan baik sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika
didekati dari berbagai sudut pandang.

4. Studi Pustaka
Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari buku-
buku referensi, laporan-laporan, majalah-majalah, jurnal-jurnal dan media
lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.

3.1 Instrumen Pengumpulan Data


Untuk mengumpulkan data, penulis menggunakan instrument seperti alat tulis
(pena dan buku) dan kuisioner tentang, pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarkat tentang penyakit malaria. Penulis menggunakan alat perekam audio.

20
BAB IV
PROFIL KOMUNITAS

4.1 Profil Umum Komunitas


Kelurahan kota karang merupakan salah satu kelurahan yang terletak di
Kecamatan Teluk Betung Timur Kota Bandar Lampung. Pemerintahan
Kecamatan Teluk Betung Timur terbentuk berdasarkan Peraturan Daerah
Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun 2012, tentang Penataan dan
Pembentukan Kelurahan dan Kecamatan. Wilayah Kecamatan Teluk Betung
Timur dibagi menjadi 6 (enam) kelurahan, yaitu : Kelurahan Kota Karang,
Kelurahan Kota Karang Raya, Kelurahan Perwata, Kelurahan Keteguhan,
Kelurahan Sukamaju, dan Kelurahan Way Tataan. Kota karang berasal dari
kata asli kuta kakhang (berasal dari bahasa lampung) yang diartikan sebagai
Pagar Karang, sebab pada zaman dahulu kelurahan ini terletak dipinggir
pantai Teluk Lampung, yang pada saat itu menjadi tempat bersandarnya
gerombolan bajak laut. Maka untuk pengamanannya dipagar dengan batu
karang, sehingga hingga saat ini kelurahan ini dinamakan kota karang.
Kelurahan ini terdiri dari 3 lingkungan dan 36 RT.

Visi dan Misi


a. Visi
Terwujudnya Peningkatan Pelayanan Masyarakat Menuju Masyarakat
Sejahtera.
b. Misi
1) Meningkatkan kualitas aparatur Kelurahan Kota karang Kecamatan
Teluk Betung Timur.
2) Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat melalui peningkatan
sarana prasarana.

21
3) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di wilayah
Kecamatan Teluk Betung Timur Kelurahan Kotakarang melalui
Program Pemerintah Kota Bandar Lampung.

Secara geografis Kelurahan Kota Karang merupakan dataran rendah


terletak di sisi bantaran Sungai Way Belau yang langsung bermuara ke
Laut Teluk Lampung serta diseberangi oleh jembatan menuju Pulau
Pasaran sebagai sentra pengolahan ikan asin dan ikan teri yang
merupakan produk unggulan Pemerintah Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 04 Tahun
2012, tentang Penataan dan Pembentukan Kelurahan dan Kecamatan,
letak geografis dan wilayah administratif Kecamatan Teluk Betung
Timur berasal dari sebagian wilayah geografis dan administratif
Kecamatan Teluk Betung Barat dengan batas-batas sebagai berikut:
 Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Barat
 Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Lampung
 Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Barat
dan Kecamatan Teluk Betung Selatan
 Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Teluk Betung Barat

Luas wilayah Kelurahan Kotakarang ± 35 Ha, terdiri dari 2 Lingkungan


dan 21 Rukun Tetangga (RT). Kelurahan Kotakarang mempunyai jumlah
penduduk 10.186 jiwa. terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 5.440
jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 5,180 jiwa. Jumlah kepala
keluarga pada Kelurahan Kotakarang adalah 2.642 KK. Topografi
Kelurahan Kotakarang sebagian besar adalah dataran rendah. Ketinggian
tanah Kelurahan Kotakarang dari permukaan laut sebesar 2 meter. Curah
hujan di kelurahan ini sebesar 25 mm/tahun, sedangkan suhu rata-ratanya
sebesar 370 C.

22
4.2 Data jumlah penduduk kelurahan kota karang
Berikut adalah data penduduk di wilayah Puskesmas Kota Karang pada bulan
Januari tahun 2018:
Data Desa Jumlah
Jumlah ibu Jumlah
Jumah anak usia
Nama hamil anak
N0 penduduk 1 s/d 5
Desa/kelurahan tahun
tahun ini tahun
1 Kota Karang 12256 28 24 119
2 Kota Karang 5629 13 11 54
Raya
3 Perwata 4849 11 10 47

4.3 Data jumlah penderita malaria di wilayah Puskesmas Kota Karang


Berikut adalah data penduduk di wilayah Puskesmas Kota Karang yang
menderta malaria pada bulan Januari-Februari tahun 2018:
No Nama penderita umur Jenis alamat Jenis Pekerjaan
malaria kelamin malaria
Januari 2018
1 Kasjuni 29 th P Kota karang Mix Nelayan
2 Bandi 25 th L Kota Karang Mix Nelayan
3 Nurhasanah 38 th P Kota karang Vivax IRT
4 Rochim 64 th L Luar wilayah Falciparum Tak bekerja
(Sukamaju)
5 Rohim 53 th L Kota Karang Vivax Nelayan
6 Amalia 38 th P Luar wilayah Vivax IRT
(Sukamaju)
7 Agustina 20 th P Luar wilayah Vivax IRT
(Sukamaju)
8 Aan Suhami 24 th L Luar wilayah Vivax Nelayan
(Sukamaju)

23
9 Nopan Alfandi 17 th L Kota karang Falciparum Pelajar
raya
10 Dewi 37 th P Kota Karang Falciparum IRT
11 Jassean 9 th L Perwata Falciparum Pedagang
12 Nasrullah 30 th L Kota Karang Mix Nelayan
Februari 2018
1 Heriyanto 37 th L Kota karang mix
2 Zalina 7 th P Kota karang mix
raya
3 Sepriyadi 27 th L Kota Karang mix
4 Tukino 37 th L Perwata
5 Adzkia Samha 3 th L Sukamaju falciparum
6 Diki sepriyanto 20th P Kota Karang mix
7 Lilis 35 th P Kota karang falciparum
8 Khandi 30 th Bakung mix
9 Adi 22 th L Way tataan mix
10 Ami 35 th P Kota Karang falciparum
11 Mustari 40 th L Kta karang mix
12 MBungadiahariah 57th P Kota karang
13 Joni 22 th L Kota Karang vivax
14 Rafik 42 th K Kota Karang mix
15 Bungadiah 58 th L Kota karang mix
raya

24
BAB V
ANALISIS PENELITIAN

5.1 Identifikasi Masalah


a. Gambaran Umum Penelitian
Penelitian dilakukan dengan melakukan indepth interview pada anggota
komunitas yang pernah terkena malaria dan yang tidak pernah terkena
malaria dengan menggali perilaku mereka mengenai penyakit malaria dan
pencegahanya. Indepth interview merupakan proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dan responden dengan atau tanpa
menggunakan pedoman wawancara. Indepth interview dilakukan di
Puskeskel kelurahan kota karang dengan menggunakan ruangan khusus
yang sangat menjunjung tinggi privasi informan (I). Pengambilan sampel
secara purposive sampling (ditetapkan secara langsung) sesuai dengan
jumlah warga yang pernah menderita malaria dan mengisi kuisioner
sebanyak 3 orang serta 2 orang warga yang tidak pernah terkena malaria
yang dipilih secara acak dari sampel yang mengisi kuisioner. Wawancara
dilakukan selama kurang lebih 1 hari. Setelah dilakukan indepth
interview, dilakukan prioritas masalah dan pemecahan masalah
komunitas.

b. Makna Tindakan Pencegahan Penyakit Malaria Kelompok


Masyarakat Kelurahan Kota Karang.
a. Apakah Anda pernah mendengar tentang penyakit malaria?
dan bagaimana pencegahannya?
Berdasarkan wawancara dengan informan pernah mendengar
tantang penyakit malaria yang diakibatkan gigitan nyamuk dan

25
pencegahannya dengan memakai kelambu, menggunakan lotion
anti nyamuk, dan menggunakan obat nyamuk.
I1 : “Iya pernah. Kalo mencegahnya sih tidur pakai kelambu
misalnya”
I2 : “Tahu kok, karena nyamuk kan? pake lotion anti nyamuk
biar gak digigt nyamuk lah”
I3 : “iya pernah kok, malaria itu karena gigitan nyamuk. Jadi
ya pakai obat nyamuk disemprot, pakai autan bisa juga””
I4 : “pernah denger. Penyakit malaria itu kalau kita digigit
nyamuk malaria kan. Berarti jangan sampai digigit nyamuk,
misalnya pakai autan, apa nggak pakai kelambu tidurnya
yah.”
I5 : “Iya tahu kok, yang digigit nyamuk. Ya pakai obat
nyamuk”

b. Apa gejala penyakit malaria yang anda tahu? dan bagaimana


penanggulangannya?
Berdasarkan wawancara dengan informan, gejala malaria antara
lain demam pada malam hari, mengigil, muntah, dan nyeri kepala.
Kemudian tindakan penanggulangannya adalah istirahat, minum
obat, dan ke Puskesmas.
I1 : “Panas dingin terus muntah-muntah, paling ke puskesmas
minta obat”
I2 :“Demam tinggi kalo malem sampe mengigil, rasanya
gaenak badannya. Kalau sudah begitu ya dikompres minum
obat”
I3 : “Biasanya badannya panas, nyeri kepala. Nanti minum
obat ”
I4 : “Panas badannya terus minum obat penurun panas”
I5 : “Demam bisa sampe mengigil juga, biasanya istirahat aja
sama minum obat”

26
c. Apakah anda mengetahui bahaya dari penyakit malaria? Dan
bagaimana mencegahnya?
Berdasarkan wawancara dengan informan, penyakit malaria
berbahaya karna bisa semakin parah penyakitnya, menyerang
otak, dan menyebabkan kematian. Kemudian tindakan
pencegahan agar tidak semakin parah adalah minum obat, dirawat
di rumah sakit atau puskesmas bila sakitnya parah, dan menuruti
apa kata dokter.
I1 : “Hmmm kurang tau sih bahayanya apa.”
I2 : “Bisa sampe menyerang otak ya katanya? Ya biar ga gitu
ya minum obat lah dok”
I3 : “Bahaya, karna bisa sampai meninggal. Makannya kalau
udah parah mending di rawat di puskesmas atau rumah sakit”
I4 : “Bahaya kalau sakitnya makin parah. Makanya kalo udah
kena malaria harus nurut apa kata dokter ”
I5 : “Nggak tahu saya bahanya apa, saya cuma tau katanya
malaria berbahaya”

d. Apakah penyakit malaria bisa kambuh? Jika iya bagaimana


pencegahannya agar tidak kambuh?
Berdasarkan wawancara dengan informan, penyakit malaria bisa
kambuh. Kemudian cara mencegahnya yaitu menjaga kesehatan
dan mencegah gigitan nyamuk.
I1 : “Mungkin bisa. Kalau mencegahnya sih ya menjaga
kesehatan ajalah ”
I2 : “Bisa sih sepertinya, ya jaga kesehatan aja biar ngga
kambuh lagi”
I3 : “Saya nggak tahu”
I4 : “Mungkin bisa kambuh, biar ngga kambuh ya jangan
digigit nyamuk lagi mungkin”

27
I5 : “Kalo ga salah bisa deh. Kalau biar ngga kambuh ya jaga
kesehatan, jaga lingkungan”

e. Apakah anda setuju ada penyuluhan kesehatan tentang


penyakit Malaria?
Berdasarkan wawancara dengan informan, Setuju mengikuti
Program Pemerintah dalam Pemberantasan Penyakit Malaria
I1 : “iya setuju”
I2 : “ya setuju aja saya mah”
I3 : “setuju lah”
I4 : “iya lah bagus kalo diadain”
I5 : “ya setuju dong”

f. Apakah anda setuju mengikuti Program Pemerintah dalam


Pemberantasan Penyakit Malaria? Harapan terhadap
proram penanggulangan malaria?
Berdasarkan wawancara dengan informan, setuju mengikuti
program pemerintah dalam pemberantasan penyakit malaria.
Kemudian harapannya adalah sosialisasi mengenai penyakit
malaria, pembagian kelambu dan lotion anti nyamuk, laut yang
bersih, penanaman bunga lavender.
I1 : “iya setuju, hmmm kayanya perlu kali yah disosialisasi ke
rumah-rumah lagi tentang malaria, soalnya kurang tau banget
tentang penyakitnya”
I2 :“ya setuju aja saya mah apa yah? Nggak tau mba.
Diberantas aja pokoknya nyamuk malarianya”
I3 :“setuju lah maunya sih lingkungannya bersih, kaya
larangan buang sampah di laut, soalnya bikin banyak nyamuk.
Sudah dibersihkan tetep aja ada lagi sampah yang dateng”

28
I4 : “iya boleh. Apa ya? Hmm..mungkin bisa pemerintah
bagiin kelambu tidur atau bagiin autan. Soalnya nggak punya
kelambu terus jarang juga pakai autan”
I5 : “ya setuju dong“kalau kaya kampung sebelah tuh pada
nanem bunga lavender katanya biar nyamuk pergi”

Berdasarkan indepth interview, responden pernah mendengar tentang


penyakit malaria dan mengetahui gejala malaria antara lain demam malam
hari, mengigil, muntah, nyeri kepala. Responden juga memiliki persepsi
bahwa malaria merupakan penyakit berbahaya karna akan semakin parah
penyakitnya, dan dapat menyerang otak, serta mengakibatkan kematian.
Penyakit malaria juga bisa kambuh. Pencegahan malaria yang diketahui
oleh responden antara lain menggunakan kelambu, menggunakan lotion anti
nyamuk, dan menggunakan obat nyamuk. Sikap responden terhadap
Program Pemerintah dalam Pemberantasan Penyakit Malaria yaitu setuju
dan mau mengikuti program tersebut. Apabila terserang penyakit malaria,
responden mengaku akan bersikap segera pergi berobat ke puskesmas.
Harapan responden terhadap penyakit malaria adalah diadakan sosialisasi
mengenai penyakit malaria, pembagian kelambu dan lotion anti nyamuk,
laut yang bersih, dan penanaman bunga lavender.

29
MAN

MATERIAL

Tingkat Tingkat pendidikan


Lokasi di kesadaran masyarakat yang
pinggir laut yang kurang rendah

Perilaku pencegahan
Lingkungan penyakit malaria yang
Fungsi petugas
yang kumuh kurang
kesehatan Angka
Kejadian
Penyakit
Malaria di
Kurangnya Kota Karang
sosialisasi Keterbatasan
mengenai malaria biaya Kurangnya
dukungan
operasional
pemerintah

Kurangnya
kerjasama lintas
sektor MONEY MACHINE

METHOD

Gambar 1. Diagram Fishbone

5.2 Prioritas Masalah Kesehatan Komunitas


Berdasarkan diagram fishbone diatas di dapatkan beberapa masalah-masalah
sebagai berikut :
1. Tingkat pendidikan yang rendah
2. Fungsi petugas kesehatan
3. Tingkat kesadaran yang kurang
4. Perilaku pencegahan penyakit malaria yang kurang
5. Lokasi pinggir pantai
6. Lingkungan yang kumuh
7. Kurangnya sosialisasi mengenai malaria dan pencegahannya
8. Kurangnya kerjasama lintas sektor
9. Kurangnya dukungan pemerintah
10. Keterbatasan biaya operasional

30
Menilai dan meninjau angka kejadian malaria pada wilayah kerja Puskesmas
Rawat Inap Kota Karang perlu untuk dilakukan pengukuran priotitas masalah.
Metode yang digunakan untuk menentukan prioritas masalah kesehatan
dalam hal ini peneliti memilih menggunakan metode USG (Urgency, Growth,
Seriousness).

Tabel 5. Prioritas masalah dengan menggunakan metode USG


Masalah Urgency Seriousness Growth Total
1. Tingkat kesadaran yang 4 4 4 64
kurang
2. Tingkat pendidikan 4 4 4 64
yang rendah
3. Kurangnya sosialisasi 4 5 3 60
mengenai malaria dan
pencegahannya
4. Perilaku pencegahan 4 4 5 80
penyakit malaria yang
kurang
5. Fungsi petugas 4 4 4 64
kesehatan
6. Kurangnya dukungan 2 3 2 12
pemerintah
7. Lingkungan yang 4 5 3 60
kumuh
8. Kurangnya kerjasama 4 3 3 36
lintas sektor
9. lokasi dipinggir laut 4 5 3 60
10. keterbatasan biaya 4 4 3 48
operasional

31
Berdasarkan pada penentuan prioritas masalah di atas, dapat disimpulkan
bahwa perilaku pencegahan penyakit malaria yang kurang merupakan masalah
utama yang mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap malaria.

5.3 Penyusunan Upaya Perbaikan Komunitas


Berdasarkan dari prioritas masalah yang ada, maka dapat dilakukan
penyusunan upaya dalam rangka untuk perbaikan komunitas kedepannya,
dengan upaya untuk menurunkan angka kejadian malaria pada komunitas ini.
Tabel 6. Penyusunan upaya perbaikan komunitas
Masalah Alternatif Pemecahan Masalah
Membentuk kader malaria

Membuat peraturan tentang pencegahan malaria

Perilaku pencegahan
Membuat jadwal rutin untuk gotong-royong
penyakit malaria yang
membersihkan lingkungan
kurang
Menggalakkan penanaman tumbuhan lavender

Penyediaan lotion antinyamuk dan kelambu

32
5.4 Cara Pemecahan Terpilih
Berdasarkan dari penyusuan dari upaya perbaikan komunitas didapatkan 5
upaya, maka dapat dilakukan kembali prioritas dari cara pemecahan masalah
tersebut.

Tabel 7. Cara pemecahan terpilih


Pemecahan masalah Efektivitas Efisiensi Jumlah
M I V C MIV/C
Membuat peraturan tentang 4 4 4 2 32
pencegahan malaria

Membentuk kader malaria 4 4 3 2 24

Membuat jadwal rutin 4 4 3 2 24


untuk gotong-royong
membersihkan lingkungan
Menggalakkan penanaman 4 3 4 2 24
tumbuhan lavender
Penyediaan lotion 5 4 3 3 20
antinyamuk dan kelambu
Keterangan :
M = Magnitude (besarnya masalah yang dapat diselesaikan)
I = Importance (pentingnya jalan keluar)
V = Vulnerability (sensitivitas jalan keluar )
C = Cost (efisiensi jalan keluar)

Berdasarkan tabel pemecahan masalah yang terpilih, didapatkan poin


tertinggi (32) pada upaya membuat peraturan tentang pencegahan malaria
sebagai upaya untuk mengatasi angka kejadian malaria di Kelurahan Kota
Karang. Peraturan ini dimaksudkan untuk mewajibkan setiap penduduk
untuk melakukan kegiatan 3M (menutup, mengubur dan menguras)
terutama pada musim hujan, mewajibkan penduduk untuk menggunakan

33
alat yang sudah dibagiakn pemerintah antara lain lotion anti nyamuk dan
kelambu, puskesmas setempat rutin melakukan monitoring sesuai jadwal.

5.5 Advokasi
Advokasi diartikan sebagai suatu upaya pendekatan terhadap orang lain
yang dianggap mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan suatu program,
atau kegiatan yang dilaksanakan. Oleh karena itu orang yang menjadi
sasaran atau target advokasi ini adalah para pimpinan suatu organisasi atau
institusi kerja di lingkungan pemerintah maupun swasta dan organisasi
kemasyarakatan.

Pada kasus ini, perlu dilakukan advokasi pada:


1. Pemerintah (walikota dan jajaran)
Pada advokasi terhadap pemerintah berupa walikota dan jajarannya, yaitu
dengan membuat peraturan mengenai pencegahan malaria. Dan
menyediakan dana untuk pemberian lotion antinyamuk dan kelambu.
2. Dinas Lingkungan Hidup
Pada advokasi terhadap dinas sosial, yaitu menggunakan metode
seminar/presentasi yang dihadiri oleh para pejabat lintas program dan
sektoral. Petugas kesehatan menyajikan masalah kurangnya perilaku
pencegahan malaria sehingga angka kejadian malaria masih ada di
kelurahan kota karang. Kemudian mengusulkan rencana penanaman
tanaman lavender.
3. Dinas Pekerjaan Umum
Advokasi media dapat ditujukan terhadap dinas Pekerjaan Umum dengan
untuk berperan dalam Penataan lingkungan pemukiman dan pemeliharaan
drainase.
4. Tokoh Masyarakat
Advokasi terhadap tokoh masyarakat yaitu dengan membentuk FGD
(Focus Group Discussion) mengenai permasalahan angka kejadian malaria
dan upaya pencegahannya oleh kelompok masyarakat kelurahan kota

34
karang dan meminta tokoh masyarakat untuk mengajak masyarakat untuk
berpartisipasi dalam upaya pengendalian vektor malaria.

35
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari diagnosis komunitas pada persepsi kelompok malaria
terhadap penyakit malaria di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang adalah:
1. Terdapat 3 warga yang pernah menderita malaria dari 20 orang di
Kelurahan Kota Karang yang mengisi kuisioner tersebut, yang selanjutnya
di lakukan wawancara terhadap partisipan
2. Penyebab utama tingginya angka kejadian malaria adalah Perilaku
pencegahan penyakit malaria yang kurang yang selanjutnya akan
mempengaruhi angka kejadian malaria.
3. Alternatif pemecahan masalah terhadap masalah Perilaku pencegahan
penyakit malaria yang kurang adalah dengan membuat peraturan tentang
pencegahan malaria

6.2 Saran
Saran yang dapat diberikan dari diagnosis komunitas pada persepsi kelompok
malaria terhadap penyakit malaria di Puskesmas Rawat Inap Kota Karang
adalah:
1. Membentuk kader malaria
2. Membuat jadwal rutin untuk gotong-royong membersihkan lingkungan
3. Membuat peraturan tentang pencegahan malaria
4. Menggalakkan penanaman tumbuhan lavender
5. Mengoptimalkan kerjasama lintas sektor

36

Anda mungkin juga menyukai