Pada masa ini, manusia tinggal di alam terbuka seperti di hutan, di tepi sungai, di gua,
di gunung, atau di lembah-lembah. Tempat tinggal mereka belum menetap, masih
berpindahpindah atau nomaden mengikuti alam yang dapat menyediakan makanan
terutama binatang buruan. Apabila binatang buruan dan bahan makanan sudah habis,
mereka akan mencari dan pindah ke tempat yang lebih subur. Inti dari kehidupan
sehari-hari masyarakat ini adalah mengumpulkan bahan makanan dari alam untuk
dikonsumsi saat itu juga. Kegiatan semacam ini disebut dengan Food Gathering atau
pengumpul makanan tahap awal.
Meskipun dalam kehidupan yang masih sangat sederhana, mereka telah mengenal
adanya pembagian tugas kerja, di mana kaum laki-laki biasanya tugasnya adalah
berburu, kaum perempuan tugasnya adalah memelihara anak serta mengumpulkan
buah-buahan dari hutan. Masingmasing kelompok memiliki pemimpin yang ditaati
dan dihormati oleh anggota kelompoknya.
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan sudah terlihat adanya tanda-tanda
kehidupan sosial dalam suatu kelompok masyarakat walaupun tingkatannya masih
sangat sederhana. Kesederhanaan kehidupan sosial tersebut terlihat dari
ketidaktahuan masyarakat dalam menyimpan sisa makanan, tidak mengenal tata cara
perkawinan, tidak melakukan penguburan terhadap mayat karena belum mengenal
kepercayaan. Hal ini dapat dibuktikan melalui alat-alat kehidupan yang dihasilkan
pada zaman batu tua. Alat komunikasi yang sangat dimungkinkan adalah bahasa
isyarat karena bahasa isyarat adalah bahasa yang diperlukan pada saat berburu.
Perubahan kehidupan yang terjadi secara lambat sangat dimungkinkan karena dilihat
dari bentuk adaptasinya masih berdasarkan berburu dan mengumpulkan makanan,
walaupun sudah memasuki tingkat lanjut atau disebut dengan Food gathering tingkat
lanjut. Kehidupan Food gathering tingkat lanjut terjadi pada saat berlangsungnya
zaman Mesolithikum ditandai dengan kehidupan sebagian masyarakatnya bermukim
dan berladang.
Sistem bercocok tanam dikenal dengan sistem persawahan. Dalam sistem ini
digunakan lahan yang terbatas dan kesuburan tanahnya dapat dijaga melalui
pengolahan tanah, irigasi, dan pemupukan. Hal ini mengakibatkan masyarakat tidak
lagi berpindah-pindah tempat dan selalu berusaha untuk menghasilkan makanan atau
dikenal dengan istilah Food Producing. Kemampuan Food Producing membawa
perubahan yang besar, dalam arti membawa akibat yang mendalam dan meluas bagi
seluruh kehidupan masyarakat pada masa tersebut, karena masyarakat yang sudah
menetap, maka akan tercipta kehidupan yang teratur.
Muncul pula sistem perekonomian dalam kehidupan masyarakat. Hal ini karena
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup, dikenal sistem pertukaran barang dengan
barang (barter).Kemajuan yang dicapai oleh masyarakat pada masa bercocok tanam
dapat dilihat dari alat-alat kehidupannya yang dibuat oleh masyarakat tersebut. Alat-
alat kehidupannya sudah dibuat halus sempurna serta mempunyai nilai seni, bahkan
fungsi beraneka ragam.
Alat-alat kehidupan yang dibuat pada masa ini ada yang digunakan sebagai alat
upacara keagamaan yang didasarkan atas kepercayaan yang berkembang, yaitu
Animisme dan dinamisme. Animisme adalah kepercayaan terhadap roh dan
dinamisme adalah kepercayaan terhadap benda-benda yang memiliki kekuatan gaib.
Dasar dari kepercayaan aninisme dan dinamisme terlihat adanya tradisi Megalith.
Tradisi Megalithikum muncul pada masa Neolithikum dan berkembang pesat pada
zaman perundagian, dan ditandai adanya bangunan-bangunan besar untuk
pemujaan.
3. Masa Perundagian
Masa ini sangat penting artinya dalam perkembangan sejarah Indonesia karena pada
masa ini sudah terjadi hubungan dengan daerah-daerah di sekitar kepulauan
Indonesia. Peninggalan masa perundagian menunjukkan kekayaan dan
keanekaragaman budaya, berbagai bentuk benda seni, peralatan hidup dan upacara
yang menunjukkan kehidupan masyarakat masa itu sudah memiliki selera yang tinggi.
Belajar dari kehidupan manusia pada zaman prasejarah, maka terdapat nilai-nilai
budaya sebagai peninggalan yang dapat kita maknai. Adapun nilai-nilai tersebut
sebagai berikut:
b. Nilai Keadilan
Nilai keadilan sudah diterapkan dalam kehidupan masyarakat prasejarah sejak masa
berburu, yaitu adanya pembagian tugas sesuai dengan kemampuan dan keahliannya.
Tugas antara kaum laki-laki berbeda dengan kaum perempuan. Sikap keadilan ini
berkembang pada masa perundagian. Dari nilai tersebut, mencerminkan sikap yang
adil karena setiap orang akan memperoleh hak dan kewajiban yang berimbang dengan
keahliannya.
c. Nilai Musyawarah
d. Nilai Religius