Anda di halaman 1dari 2

Demi Bangsa

Cerpen Karangan : Ererigado


Kategori : Cerpen Nasionalisme, Cerpen Perjuangan, Cerpen Sejarah
Lolos moderasi pada: 17 March 2019

Saat penjajah menginjakkan kaki di tanah air ini, para pahlawan Indonesia tidak
akan pernah tinggal diam diinjak oleh penjajah meski senjata hanyalah bambu
runcing. Perlawanan demi perlawanan terus berlanjut. Kini, sebentar lagi bangsa
Indonesia akan terbebas dari para penjajah.

Namaku Sumanto, ini kisahku sebagai seorang pejuang yang menjadi saksi
peristiwa 10 November. Bertempur habis-habisan dan meninggal sebagai
pahlawan tanpa nama.

Jakarta, 17 Agustus 1945


Aku rela datang jauh-jauh dari Surabaya hanya ingin menyaksikan proklamasi
yang dibacakan Soekarno. Sudah lama aku menantikan ini.

“Sumanto, lihatlah! Sebentar lagi proklamasi akan dikumandangkan!” teriak


teman akrabku, Sutisno.

Aku hanya tersenyum simpul mendengar teriakkan temanku. Kuperhatikan


Soekarno yang berdiri sambil membawa sehelai kertas. Kertas yang akan
menjadi tanda bahwa Indonesia sudah merdeka. Dadaku terbakar api semangat
ketika Soekarno membacakan teks proklamasi. Pria itu memang terlihat sangat
berwibawa, apalagi saat berpidato dan membaca teks seperti sekarang.

Aku sangat yakin sekali para penjajah sialan itu tidak akan berani mengganggu
kami lagi. Setelah selesai, kami langsung pulang dan merayakan hari
kemerdekaan Indonesia.

Surabaya, 10 November 1945


Mataku menatap tajam para tentara Inggris dan Belanda itu. Kupegang erat
bambu runcing yang sudah diolesi racun.

“Cih! Masih beraninya mereka mengganggu kami! Padahal Indonesia sudah


merdeka!” ucap Sutisno di sebelahku. Matanya memandang marah semua
bongkahan besi berjalan milik bangsa asing itu.

Aku mengangguk setuju. Sudah kuduga kalau kedatangan Inggris ke Surabaya


pada 25 Oktober sangat mencurigakan. Inggris membonceng Belanda untuk
merebut Indonesia. Pertempuran terus terjadi sampai tewasnya Brigjen dari
Inggris itu pada 30 Oktober. Ah, kalau tidak salah Brigjen A.W.S. Mallaby.
Aku hanya mendengar kisah tewasnya Mallaby dari Sutisno. Buick jenderal itu
berpapasan dengan sekelompok milisi Indonesia. Kesalahpahaman
menyebabkan terjadinya tembak menembak yang berakhir dengan tewasnya
Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang
tak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil tersebut terkena ledakan
granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Pihak Inggris marah
besar dan mengultimatum kami untuk menyerahkan diri. Namun, kami sebagai
rakyat Indonesia tidak menyerah. Apalagi setelah mendengar pidato Bung
Tomo.

Kini aku ikut bergerak maju bersama para pejuang lainnya. Kutusukkan bambu
runcingku di tubuh para keparat itu. Tak peduli meski senjata mereka lebih
canggih, namun tak ada yang bisa mengalahkan senjata bambu kami!

Suara tembakan tank tidak kupedulikan. Aku terus menerobos dan menusuk
para tentara Inggris ibarat banteng mengamuk. Menancapkan bambu dengan
brutal di daging tubuh mereka. Bahkan, aku tidak tahu dimana Sutisno
sekarang.

Aroma cairan merah kental yang seperti besi tercium pekat. Mayat-mayat
bergelimpangan dimana-mana. Jumlah korban jiwa terus bertambah. Rata-rata
kulihat mereka adalah sesama pejuang bangsa sepertiku.

Tiba-tiba, rasa terbakar terasa di lengan kiriku. Aku baru tersadar diriku
tertembak timah panas tentara lawan. Namun aku tak peduli. Kuteruskan
perjuanganku menghabisi tentara sialan itu. Semua ini kulakukan demi tanah
airku, bangsa Indonesia. Seperti yang dikatakan Bung Tomo saat berpidato.
Merdeka atau mati!

Tiba-tiba, dada kiriku terasa panas. Ternyata aku tertembak. Pandanganku


perlahan mulai mengabur, bambu runcing digenggamanku terlepas. Aku sudah
tidak merasakan napas dan detak jantungku lagi. Bibir dinginku
menyunggingkan senyum tulus untuk terakhir kali.

Setidaknya aku sudah berusaha berjuang demi bangsa Indonesia. Tidak peduli
harta, jiwa, dan raga kukorbankan. Meski ragaku sudah mati, jiwaku tetap
terbakar api patriotisme sampai titik darah penghabisan.

Cerpen Karangan: Ererigado

Anda mungkin juga menyukai