Saat penjajah menginjakkan kaki di tanah air ini, para pahlawan Indonesia tidak
akan pernah tinggal diam diinjak oleh penjajah meski senjata hanyalah bambu
runcing. Perlawanan demi perlawanan terus berlanjut. Kini, sebentar lagi bangsa
Indonesia akan terbebas dari para penjajah.
Namaku Sumanto, ini kisahku sebagai seorang pejuang yang menjadi saksi
peristiwa 10 November. Bertempur habis-habisan dan meninggal sebagai
pahlawan tanpa nama.
Aku sangat yakin sekali para penjajah sialan itu tidak akan berani mengganggu
kami lagi. Setelah selesai, kami langsung pulang dan merayakan hari
kemerdekaan Indonesia.
Kini aku ikut bergerak maju bersama para pejuang lainnya. Kutusukkan bambu
runcingku di tubuh para keparat itu. Tak peduli meski senjata mereka lebih
canggih, namun tak ada yang bisa mengalahkan senjata bambu kami!
Suara tembakan tank tidak kupedulikan. Aku terus menerobos dan menusuk
para tentara Inggris ibarat banteng mengamuk. Menancapkan bambu dengan
brutal di daging tubuh mereka. Bahkan, aku tidak tahu dimana Sutisno
sekarang.
Aroma cairan merah kental yang seperti besi tercium pekat. Mayat-mayat
bergelimpangan dimana-mana. Jumlah korban jiwa terus bertambah. Rata-rata
kulihat mereka adalah sesama pejuang bangsa sepertiku.
Tiba-tiba, rasa terbakar terasa di lengan kiriku. Aku baru tersadar diriku
tertembak timah panas tentara lawan. Namun aku tak peduli. Kuteruskan
perjuanganku menghabisi tentara sialan itu. Semua ini kulakukan demi tanah
airku, bangsa Indonesia. Seperti yang dikatakan Bung Tomo saat berpidato.
Merdeka atau mati!
Setidaknya aku sudah berusaha berjuang demi bangsa Indonesia. Tidak peduli
harta, jiwa, dan raga kukorbankan. Meski ragaku sudah mati, jiwaku tetap
terbakar api patriotisme sampai titik darah penghabisan.