Anda di halaman 1dari 12

PAHLAWAN REVOLUSI INDONESIA

Pahlawan Revolusi adalah gelar yang diberikan kepada sejumlah perwira militer yang gugur
dalam tragedi pada tanggal 30 September 1965 malam dan 1 Oktober 1965 dini hari. Sejak
berlakunya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009, gelar ini diakui juga sebagai Pahlawan
Nasional.

Para pahlawan tersebut adalah:

Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani

Beliau merupakan komandan TNI AD yang lahir pada tahun 19 Juni 1922 di Purworejo.
Pembantaian terhadapnya disebabkan beliau sangat menentang keberadaan faham komunis di
tanah air.
Kemudian beliau diculik dari tempat tinggalnya lalu dibantai di Lubang Buaya.
Letnan Jenderal Anumerta Suprapto

Letnan Jenderal Anumerta Suprapto adalah salah satu pahlawan nasional yang lahir di
Purwokerto, 20 Juni 1920.
Belia juga diculik dari rumahnya dan dibantai di Lubang Buaya.
Sebelum akhirnya tewas di tangan PKI, beliau pernah meredam beberapa pemberontakan PKI
di berbagai wilayah seperti Semarang dan Medan.
Letnan Jenderal Haryono

Letnan Jenderal TNI Anumerta atau Mas Tirtodarmo Haryono (MT Haryono) lahir di
Surabaya, 20 Januari 1924.
Letjend yang mengerti 3 bahasa asing ini juga diculik pada saat hari kejadian.
Kemudian dibantai di Lubang Buaya.

Letnan Jenderal Siswondo Parman


Siswondo Parman atau lebih dikenal dengan nama S. Parman adalah salah satu pahlawan
revolusi Indonesia dan tokoh militer Indonesia.
Lahir di Wonosobo, 4 Agustus 1918.
Beliau merupakan perwira intelijen yang dekat dengan PKI serta mengetahui kegiatan rahasia
mereka.
Namun saat ditawari bergabung dengan faham komunis, S Parman menolak.
Karena itulah beliau meninggal dibunuh pada persitiwa Gerakan 30 September dan
mendapatkan gelar Letnan Jenderal Anumerta.
Otak pembantaiannya yakni kakaknya sendiri Ir. Sakirman yang merupakan petinggi PKI saat
itu.’


Mayor Jenderal Pandjaitan

Brigadir Jenderal TNI Anumerta Donald Isaac Panjaitan lahir di Sumatera Utara, 19 Juni
1925.
Beliau dan bersama para pemuda anak bangsa lain yang dulunya merintis pembentukan
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) yang merupakan cikal bakal TNI saat ini.
Saat itu beliau menggunakan seragam militer lengkap ketika tahu bahwa sekelompok anggota
OKI datang ke rumahnya dan telah membunuh pelayan serta ajudannya.
Segera setelah beliau menantang para pemberontak itu, peluru langsung menghujam
tubuhnya dan mayatnya dibawa ke Lubang Buaya.
Mayor Jenderal Sutoyo Siswomiharjo

Mayor Jenderal TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo lahir di Kebumen, 23 Agustus 1922.
Beliaujuga diculik di rumahnya dan dibantai di Lubang Buaya.
Para penculik mengatakan Mayjen Sutoyo dipanggil oleh Presiden Republik Indonesia
pertama Ir. Soekarno, tapi ternyata itu bohong.
Kapten Pierre Tendean

Kapten CZI Anumerta Pierre Andreas Tendean lahir 21 Februari 1939.


Meninggalnya masih sangat terlalu muda, yakni umur 26 tahun.
Beliau merupakan pahlawan revolusi satu-satunya yang tak berpangkat jenderal namun
memiliki keberanian yang membara.
Berkat keberaniannya, atasan beliau dapat lolos dengan mengakui diri sebagai A.H. Nasution.
Kapten Pierre Tendean dibunuh lalu dibantai di Lubang Buaya.
AIP Karel Satsuit Tubun

Ajun Inspektur Polisi Dua Anumerta Karel Satsuit Tubun (KS Tubun) lahir di Maluku
Tenggara, 14 Oktober 1928.
Beliau adalah satu-satunya perwira selain anggota TNI yang menjadi korban pembantaian
PKI.
Saat peristiwa berlangsung, beliau merupakan ajudan dari Johanes Leimena yang saat itu
merupakan menteri di kabinet Soekarno.
Pak Leimena ternyata adalah tetangga dari Jenderal A.H. Nasution yang merupakan target
PKI.
KS Tubun yang mendengar keributan pada saat PKI mengepung rumah A.H. Nasution lalu
melepas tembakannya.
Namun sayang, jumlah anggota PKI yang terlalu banyak membuat KS Tubun pun gugur
seketika setelah peluru menembuh tubuhnya.
Brigadir Jenderal Katamso Darmokusumo

Brigjen Anumerta Katamso Darmokusumo lahir di Sragen, 5 Februari 1923.


Tak seperti pahlawan revolusi sebelumnya, Brigjen Katamso pada hari terjadi pemberontakan
sedang bertugas di Yogyakarta.
Beliau kemudian diculik, dipukuli tubuhnya dengan mortar motor.
Kemudian dimasukkan ke lubang yang sudah disiapkan anggota PKI.
Peristiwa ini terjadi di wilayah Kentungan.
Kolonel Sugiono

Kolonel Anumerta R. Sugiyono Mangunwiyoto, lahir di Gunung Kidul, 12 Agustus 1926.


Beliau bersama Brigjend Katamso merupakan korban penculikan PKI di daerah Yogyakarta.
Keduanya dikuburkan pada lubang yang sama dan mayatnya diketemukan setelah 20 hari
berlalu.
Itulah 10 Pahlawan Revolusi yang menjadi korban keganasan PKI dalam
peristiwa G30S/PKI.
Kisah Ade Irma Suryani, Putri AH Nasution yang jadi Korban G30 S/PKI

Peristiwa G30S/PKI tak bisa dilepaskan dari sejarah Indonesia.Sebanyak tujuh perwira
militer dan beberapa orang lainnya dibunuh secara keji.Peristiwa selewat malam tanggal 30
September sampai di awal 1 Oktober 1965 itu juga merenggut nyawa seorang gadis kecil tak
berdosa.

Namanya Ade Irma Suryani, anak AH Nasution

Kakak Ade Irma, Hendrianti Sahara Nasution menceritakan peristiwa yang merenggut nyawa
adiknya itu dalam wawancara di sebuah stasiun televisi.Hendrianti mengatakan, peluru yang
bersarang di tubuh adiknya ditembakkan dari jarak dekat.Hendrianti menggambarkan
peristiwa berdarah itu di tempat kejadian, kediaman AH Nasution yang telah dijadikan
museum, di Menteng, Jakarta Pusat.Pada pukul 3.30 WIB dinihari, Jenderal AH Nasution dan
Johanna Sunarti Nasution terbangun dari tidur."Pukul 3.30 pagi, ibu saya dan ayah terbangun
gara-gara nyamuk. Terdengar pintu digerebek, ibu saya melihat pasukan Cakrabirawa
masuk," kata Hendrianti.
Menyadari hal tersebut, istri AH Nasution langsung menutup pintu."Itu yang membunuh
kamu sudah datang," kata Johanna kepada suaminya.Kemudian, pasukan Cakrabirawa
menembaki pintu tersebut.
"Lalu bapak (AH Nasution) bangun dan bilang 'biar saya hadapi' tapi ibu bilang jangan," kata
Hendrianti.

Saat penyerbuan terjadi, Ade Irma Suryani bersama ayah dan ibunya

Johanna berusaha melindungi AH Nasution, ia lantas menyerahkan Ade Irma Suryani kepada
adik iparnya."Ibu bilang ke adik bapak, tolong pegang Irma, karena dia harus menyelamatkan
bapak. Sementara ibu beliau nangis lihat ayah ditembak," carita Hendrianti. Adik AH
Nasution menuruti permintaan Johanna, ia menggendong Ade Irma Suryani.Namun, ia panik
dan tak sengaja membuka pintu yang diberondong oleh pasukan Cakrabirawa."Langsung,
(pasukan Cakrabirawa) menembak adik saya. Jaraknya segini (sambil menunjuk diorama
tempat ditembaknya Ade Irma dalam jarak dekat)," katanya.Peluru tersebut akhirnya
menembus badan Ade Irma Suryani.
"Adik saya ditembak, peluru masuk ke tangan tante saya, dan menembus ke badan adik
saya," ujarnya.
Setelah Ade Irma Suryani tertembak, pintu ditutup kembali oleh Johanna Nasution.
Ia langsung menggendong tubuh anaknya yang bersimbah darah, sambil mengantar AH
Nasution utnuk menyelamatkan diri.

Bahkan Hendrianti mengatakan darah versi asli lebih banyak dibandingkan yang ada di
diorama.Melansir dari Intisari, ternyata ada sekitar tiga peluru yang bersarang di punggung
kecil Ade Irma Suryani.Mengutip dari halaman Facebook Museum of Jenderal Besar Dr AH
Nasution, Hendrianti menjelaskan saat peritiwa itu terjadi usianya masih 13 tahun.
Saat rumahnya dikepung Cakrabirawa, ia tidur di kamar seberang kamar orang tuanya.
Ia terbangun saat mendengar suara tembakan.Putri sulung AH nasution itu berusaha
menyelamatkan diri dengan cara melompat dari jendela yang tingginya 2 meter.
"Sampai tulang kaki saya patah yang saya rasakan sakitnya sampai sekarang, paha kaki saya
yang kanan penuh dengan pen penyambung tulang," ucapnya.

Sambil menahan rasa sakit, ia mencari ajudan.Ia kemudian bersembunyi di kamar ajudan dan
diberi tahu keselamatan keluarganya sedang di ujung tanduk."Tak berapa lama terjadi ribut-
ribut di ruang jaga dan ajudan Pak Nas, Lettu Czi Pierre Tendean diculik. Sampai pagi saya
bersembunyi," katanya.
Setelah hari menjelang pagi, Johanna mencari Hendrianti sambil menggendong Ade Irma
yang terluka.AH Nasution menyelamatkan diri dengan cara melompat pagar ke Kedubes Irak
yang ada di sebelah.Ia bersembunyi di belakang tong untuk menyelamarkan diri dari
penculikan dan pembunuhan.Ade Irma dibawa ke RSPAD untuk diberikan pertolongan.
Gadis kecil itu harus menjalani operasi beberapa kali.Hendrianti yang tak kuasa melihat
adiknya yang bersimbah darah hanya bisa menangis."Adik saya bilang, 'Kakak jangan nangis,
adik sehat'," katanya.Selain menenangkan Hendrianti, Ade Irma juga bertanya kepada sang
ibu."Adik tanya ke ibu saya, 'Kenapa ayah mau dibunuh, mama?'"Kalimat tersebut diucapkan
sebelum Ade Irma Sutyani meninggal dunia.Ia menghembuskan napas terakhirnya setelah
beberapa hari dirawat di rumah sakit."Tanggal 6 Oktober adik saya dipanggil Allah. Saya
sebagai manusia sudah memaafkan mereka tapi peristiwa ini tidak boleh dilupakan,"
ucapnya.

Anda mungkin juga menyukai