NIM: 2227423035
PRODI : HUKUM KELUARGA ISLAM
Ketika subuh pagi pada tanggal 13 januari 1965 di desa kanigoro, terjadi sebuah
penyerangan oleh ribuan kelompok PKI, mereka menyerang pusat clining center
pelajar indonesia yang baru saja melaksanakan shalat subuh kecuali melakukan
pemukulan seorang kiayi dan beberapa staf pengajar meraka menginjak injak kitab
suci Al-Quran.
Aksi- aksi sepihak yang dilakukan oleh PKI ini juga di Indramayu, Klaten,
Boyolali dan berbagai tempat di Indonesia lainnya. Sebenarnya pada bulan desember
1964 terungkap adanya dokumen tentang perebutan kekuasaan yang akan dilakukan
PKI, namun pihak PKI membantahnya dan menuduh ada yang memfitnah dan
menuduh lawan politiknya.
Padatanggal 15 januari 1965 di suatu desa juga di daerah kediri ribuan PKI
menyerang p ara petani sudarno dengan dalih persengketaan tanah sawah, kepala desa
yang berusaha melerai tak luput daripengeroyokan, pada tahun yang sama di Sumatra
Utara pihak PKI yang dikenal sebagai peristiwa bandar bensin, persengketa tanah
dengan milik negara dengan petani yang menggarap tidak sah dan sebenarnya
persoalannya telah diselesaikan dengan baik namun pihak BTIPKI menghasut untuk
meggarap kembali tanah itu secara sepihak melawan pemerintah dalam peristiwa ini
seorang petugas tewas, S.Soedjono tewas karena dikeroyok.
Peristiwa G30S PKI bermula pada tanggal 1 Oktober. Dimulai dengan kasus
penculikan 7 jendral yang terdiri dari anggota staff tentara oleh sekelompok pasukan
yang bergerak dari Lapangan Udara menuju Jakarta daerah selatan. Tiga dari tujuh
jenderal tersebut diantaranya telah dibunuh di rumah mereka masing-masing, yakni
Ahmad Yani, M.T. Haryono dan D.I. Panjaitan.
Sementara itu ketiga target lainya yaitu Soeprapto, S.Parman dan Sutoyo
ditangkap secara hidup-hidup. Abdul Harris Nasution yang menjadi target utama
kelompok pasukan tersebut berhasil kabur setelah berusaha melompati dinding batas
kedubes Irak.
Meskipun begitu, Pierre Tendean beserta anak gadisnya, Ade Irma S. Nasution
pun tewas setelah ditangkap dan ditembak pada 6 Oktober oleh regu sergap. Korban
tewas semakin bertambah disaat regu penculik menembak serta membunuh seorang
polisi penjaga rumah tetangga Nasution. Abert Naiborhu menjadi korban terakhir
dalam kejadian ini. Tak sedikit mayat jenderal yang dibunuh lalu dibuang di Lubang
Buaya
Sekitar 2.000 pasukan TNI diterjunkan untuk menduduki sebuah tempat yang kini
dikenal dengan nama Lapangan Merdeka, Monas. Walaupun mereka belum berhasil
mengamankan bagian timur dari area ini. Sebab saat itu merupakan daerah dari
Markas KOSTRAD pimpinan Socharto.
Jam 7 pagi, Radio Republik Indonesia (RRI) menyiarkan sebuah pesan yang
berasal dari Untung Syamsuri, Komandan Cakrabiwa bahwa G30S/PKI telah berhasil
diambil alih di beberapa lokasi stratergis Jakarta beserta anggota militer lainnya.
Mereka bersikeras bahwa gerakan tersebut sebenarnya didukung oleh CIA yang
bertujuan untuk melengserkan Soekarno dari posisinya.
Tinta kegagalan nyaris saja tertulis dalam sejarah peristiwa G30S/PKI. Hampir
saja pak Harto dilewatkan begitu saja karena mereka masih menduga bahwa beliau
bukanlah seorang tokoh politik.
Selang beberapa saat, salah seorang tetangga memberi tahu pada Soeharto
tentang terjadinya aksi penembakan pada jam setengah 6 pagi beserta hilangnya
sejumlah jenderal yang diduga sedang dicuilik. Mendengar berita tersebut, Soeharto
pun segera bergerak ke Markas KOSTRAD dan menghubungi anggota angkatan laut
dan polisi.
Soeharto juga berhasil membujuk dua batalion pasukan kudeta untuk segera
menyerahkan diri. Dimulai dari pasukan Brawijaya yang masuk ke dalam area markas
KOSTRAD. Kemudian disusul dengan pasukan Diponegoro yang kabur menuju
Halim Perdana Kusuma.
Soeharto melayangkan kembali sebuah ultimatum yang kali ini ditujukan khusus
kepada pasukan di Halim. Tak berapa lama kemudian, Soekarno meninggalkan Halim
Perdana Kusuma untuk segera menuju istana Presiden lain yang ada di Bogor.
Ketujuh jasad orang yang terbunuh dan terbuang di Lubang Buaya pada tanggal 3
Oktober berhasil ditemukan dan dikuburkan secara layak pada tanggal 5 Oktober.
1. Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani Juga dieja Achmad Yani; lahir di
Purworejo, Jawa Tengah, 19 Juni 1922 meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1
Oktober 1965 pada umur 43 tahun adalah seorang pahlawan revolusi dan nasional
Indonesia. Beliau dikenal sebagai seorang tentara yang selalu berseberangan dengan
PKI (Partai Komunis Indonesia). Ketika menjabat sebagai Menteri/Panglima
Angkatan Darat sejak tahun 1962, ia menolak keinginan PKI untuk membentuk
Angkatan Kelima yang terdiri dari buruh dan tani. Karena itulah beliau menjadi salah
satu target PKI yang akan diculik dan dibunuh di antara tujuh petinggi TNI AD
melalui G30S (Gerakan Tiga Puluh September). Kronologis singkat korban
kebiadapan PKI. Pada malam hari ditembak di ruang makan di rumahnya, Jalan
Lembang D58,Menteng pada jam 04.35 tanggal 1 Oktober 1965. Mayatnya kemudian
ditemukan di Lubang Buaya
2. Leljend TNI Anumerta Mas Tirtodarmo Haryono (MT Haryono) Beliau lahir di
kota Pahlawan, Surabaya pada tanggal 20 Januari 1924. Letjend MT Haryono
memiliki kemampuan berkomunikasi dalam 3 bahasa asing. Sama halnya dengan DI
Pandjaitan dan tentara-tentara lainnya, beliau diculik lalu dibunuh di Lubang Buaya.
3. Leljend TNI Anumerta Suprapto Terlahir di Purwokerto, 20 Juni 1920, beliau juga
mengalami hal serupa dengan MT Haryono. Diculik lalu dibantai di Lubang Buaya.
Letjen Soeprapto pemah berjasa dalam meredam beberapa pemberontakan PKI di
wilayah-wilayah tertentu, seperti Medan dan Semarang.
4. Kapten Anumerta Pierre Tendean Dari sekian korban tentara korban G30 S PKI
yang ada, Pierre Tendean adalah satu-satunya pahlawan revolusi yang tidak memiliki
pangkat jenderal. Meskipun begitu, keberanian ajudan A.H. Nasution ini patut
diacungi jempol dalam melawan pemberontak komunis. Dengan keberaniannya,
beliau mengaku sebagai A.H. Nasution demi meloloskan ajudannya tersebut.
6. Mayjend. TNI Anumerta Donald Isaac Pandjaitan Beliau merupakan salah satu
perintis dibalik lahirnya TNI. Dibantu dengan sekumpulan anak-anak muda lainnya,
ia menggagas Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebelum TNI.Suatu ketika para
gerombolan PKI menyerbu rumah Donald Issac Pandjaitan. Mereka langsung
membunuh ajudan beserta para pelayannya. Seakan tahu jika detik-detik kematiannya
tiba. Donald Isaac Pandjaitan menemui gerombolan tersebut dengan seragam militer
atribut lengkap. Seketika itu ia langsung diberondong timah panas dan mayatnya
dibuang di Lubang Buaya,