Penumpasan penghianatan G 30 S/PKI(Partai Komunis Indonesia) merupapakan salah
satu peristiwa yang bersejarah di Indonesia, yang digambarkan oleh sebuah film dokumenter dimana film ini menceritakan pergantian rezim pemerintahan Indonesia dari Presiden Soekarno ke Soeharto menurut versi pemerintahan Orde Baru.Dalam film ini terjadi beberapa aksi-aksi anarkis ketidakmanusiawian oleh para PKI,karena mereka menginginkan bahwasanya hanya mereka yang lebih pantas dalam berkuasa. Pagi hari tepatnya pada tanggal 13 Januari 1965 didesa Kanigoro terjadi sebuah penyerangan oleh ribuan kelompok PKI, mereka menyerang pusat clining center pelajar Indonesia yang baru saja selesai melakukan sholat subuh, kecuali melakukan pemukulan terhadap seorang Kiyai dan beberapa staf pengajar. Selain itu mereka(PKI) juga menginjak-injak kitab suci Al-Qur'an. Aksi-aksi sepihak yang dilakukan oleh kawanan PKI ini juga berlaku di Indramayu, Klaten, Boyolali,dan beberapa wilayah lain di Indonesia. Sebenarnya pada bulan Desember 1964 telah terungkap adanya dokumen tentang perebutan kekuasaan yang akan dilakukan oleh kawanan PKI, namun pihak mereka membantahnya dan menuduh lawan politiknya. Pada tanggal 15 Januari 1965 di suatu desa di daerah Kediri ribuan PKI menyerang para petani Sudarno dengan dalih persengketaan tanah sawah, kepala desa yang berusaha melerai tak luput dari pengeroyokan. Pada tahun yang sama di Sumatra Utara pihak PKI yang dikenal sebagai peristiwa "Bandar Bensin", persengketa tanah milik negara dengan petani yang tidak menganggap tidak sah dan sebenarnya persoalannya telah diselesaikan dengan baik, namun pihak BITPKI telah menghasut untuk menggarap kembali tanah itu secara sepihak dengan pemerintah, dalam peristiwa ini seorang petugas tewas yang bernama S.Soedjono karena dikeroyok. Di Istana Negara Bogor, rombongan team dokter RRC sedang mengobati Presiden Soekarno,karena beliau sedang sakit. Setelah selesai dokter RRC mengatakan kepada D.N Aidit bahwa sang Presiden dalam keadaan yang kritis, yang memiliki dua kemungkinan yaitu lumpuh atau meninggal, dan pada masa itu juga mengalami krisis ekonomi. Di daerah lubang buaya, ada latihan militer yang dipimpin oleh sukwan, sukwati, anggota pemuda rakyat, dan gerwani. Peristiwa G 30 S/PKI bermula pada tanggal 30 September-1 Oktober 1965. Tentara Nasional Indonesia yang menyebut diri mereka "Gerakan 30 September" yang bergerak dari Lapangan Udara menuju ke daerah Jakarta Selatan. Mereka menangkap dan membunuh tujuh jenderal Angkatan Darat yang diduga anggota gerakan anti-revolusioner "Dewan Jenderal", termasuk Panglima Angkatan Darat. Tiga dari tujuh jenderal tersebut diantaranya telah dibunuh dikediamannya masing-masing, yakni Ahmad Yani, M.T Haryono, dan D.I Panjaitan. Sementara itu tiga lainnya seperti Soeprapto, S.Parman, dan Sutoyo ditangkap hidup-hidup. Abdul Harris Nasution yang menjadi target utama pasukan tersebut telah berhasil kabur setelah berusaha melewati dinding batas Kedubes Irak. Meskipun begitu Pierre Tendean beserta anak gadisnya yang bernama Ade Irma S.Nasution tewas setelah ditangkap dan di tembak pada 6 Oktober oleh regu sergap. Korban tewas semakin bertambah disaat regu penculik menemebak serta membunuh seorang polisi penjaga rumah tetangga Nasution. Abert Naiborhu menjadi korban terakhir dikejadian ini. Tak sedikit mayat jenderal yang telah dibunuh kemudian dibuang ke dalam sumur yang disebut dengan "Lubang Buaya". Sekitar 2.000 pasukan TNI diterjunkan untuk menduduki sebuah tempat yang kini dikenal dengan nama Lapangan Merdeka, Monas. Walaupun mereka belum berhasil mengamankan bagian timur dari area tersebut. Sebab saat itu merupakan daerah Markas KOSTRAD pemimpinan Soeharto. Pada akhir cerita, PKI yang berusaha menggeser ideologi Indonesia, yaitu Pancasila dengan komunis namun, berhasil digagalkan oleh TNI dan rakyat Indonesia yang tidak menghendaki perpecahan di Indonesia. Meski usaha PKI ini berhasilkan menewaskan jenderal-jenderal TNI yang dianggap menghalangi PKI ,tetapi PKI tetap tidak berhasilkan menanamkan komunisme di Indonesia.