Anda di halaman 1dari 4

RESUME OUTING CLASS DI MONUMEN PANCASILA SAKTI

Nama: Dinara Vina Delvia


Kelas: X.2
Mata Pelajaran: Sejarah

Aktivitas Di Monumen Pancasila Sakti


Pada hari selasa 30 januari 2024 SMA Indocement melaksanakan outing
class ke DPR dan Monumen Pancasila Sakti. Setelah ke DPR, kita pergi ke
Monumen Pancasila Sakti yang dimana tempat tersebut menjadi museum saat
pemberontakan 30SPKI.
Pertama kali kita sampai dan turun dari bis, kita perlu jalan sedikit untuk
sampai di area museum, kita diarahkan untuk berbaris dan dibagi menjadi 2
kelompok. Saya dan beberapa teman kelas saya itu berada di kelompok 1. Kami
diarahkan untuk menuju gapura museum untuk penjelasan asal mula terjadinya dan
terbentuknya G30SPKI yang dijelaskan oleh pemandu local yang ada disana.
Setelah itu, pemandu local tesebut mengarahkan untuk ke museum diorama.
Disana terdapat ilustrasi penculikan jendral dan tempat persembunyian anggota PKI
serta penangkapan anggota komunis.
Kemudian kita pergi ke lokasi tempat terjadinya pembantaian jendral,
disana terdapat sumur maut, rumah penyiksaan para jendral, dan monume n
pancasila sakti yang patung 7 jendralnya terbuat dari tembaga sedangkan burung
garudanya perunggu. Monumen tersebut dibuat oleh lulusan UGM yaitu Edhi
Sunarso.
Setelah itu, kita pergi ke dapur umum yang digunakan oleh anggota PKI.
Dapur umum tersebut adalah rumah dari Ibu Amroh dan setelahnya kita meli hat
mobil yang digunakan untuk mengangkut para jendral yang akan diculik. Mobil
tersebut milik PN. Artha Yasa. Namun sekarang mobilnya telah di lenyapkan dan
yang terdapat di museum saat ini hanya duplikat nomernya. Kemudian kita pun
melaksanakan sholat ashar, lalu pulang sesudah foto-foto perkelas.

Pembahasan Yang Telah Disampaikan Oleh Pemandu Lokal Monumen


Pancasila Sakti
Pemandu local menjelaskan bahwa gerakan 30 september (G30S) yang
dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dan di pimpin oleh Dipa Nusantara
Aidit. G30S PKI dilatar belakangi oleh ideologi nasionalisme, agama, dan
komunisme yang berlangsung sejak era demokrasi.
Tujuan G30S PKI adalah untuk menggulingkan pemerintahan era Soekarno,
mengganti negara Indonesia menjadi negara komunis, menyingkirkan TNI
Angkatan Darat dan merebut kekuasaan pemerintahan, mewujudkan cita-cita PKI
yakni menjadikan ideologi komunis dalam membentuk sistem pemerintahan yang
digunakan sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis, mengganti
ideologi Pancasila menjadi ideologi komunis, kudeta yang dilakukan kepada
Presiden Soekarno tak lepas dari rangkaian kegiatan komunisme internasional.
D.N. Aidit mendukung konsep Khrushchev, yakni "If everything depends
on the communist, we would follow the peaceful way (bila segalanya bergantung
pada komunis, kita harus mengikuti dengan cara perdamaian)." Pandangan itu
disebut bertentangan dengan konsep Mao Ze Dong dan Stalin yang secara terbuka
menyatakan bahwa komunisme dikembangkan hanya dengan melalui perang.
G30S PKI terjadi pada malam hingga dini hari, tepat pada akhir tanggal 30
September dan masuk 1 Oktober 1965. Gerakan pemberontakan yang dilakukan
oleh PKI mengincar perwira tinggi TNI AD Indonesia. Tiga dari enam orang yang
menjadi target langsung dibunuh di kediamannya. Sedangkan lainnya diculik dan
dibawa menuju Lubang Buaya.
Keenam perwira tinggi yang menjadi korban G30S PKI antara lain Letnan
Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Mayor Jenderal Raden Soeprapto, Mayor Jenderal
Mas Tirtodarmo Haryono, Mayor Jenderal Siswondo Parman, Brigadir Jenderal
Donald Isaac Panjaitan dan Brigadir Jenderal Sutoyo Siswomiharjo.
Selain enam jenderal yang gugur, ada pula ajudan Menhankam/Kasab
Jenderal Nasution, Letnan Satu Pierre Andreas Tendean, dan Pengawal Wakil
Perdana Menteri II Dr. J. Leimena, Brigadir Polisi Satsuit Tubun. Salah satu
jenderal yang berhasil selamat dari serangan adalah AH Naustion. Namun, putrinya
yang bernama Ade Irma Suryani Nasution tidak dapat diselamatkan.
Sementara itu, G30S PKI di Yogyakarta dipimpin oleh Mayor Mulyono
menyebabkan gugurnya TNI Angkatan Darat, Kolonel Katamso, dan Letnan
Kolonel Sugiyono. Keduanya diculik dan gugur di Desa Keuntungan, Utara
Yogyakarta.
Anggota PKI menggunakan rumah sederhana milik Ibu Amroh untuk
dijadikan dapur umum. Anggota PKI juga menggunakan mobil milik P.N. Artha
Yasa untuk mengangkut para jendral yang akan diculik.
operasi penumpasan G.30.S/PKI dilancarkan pada hari Jumat tanggal 1
Oktober 1965. Mayor Jenderal Soeharto yang menjabat Panglima Komando
Strategis Angkatan Darat (Kostrad) mengambil alih Komando Angkatan Darat.
Mayat-mayat korban ditemukan dua hari berselang, 3 Oktober 1965. Jasad-
jasad Pahlawan Revolusi itu didapati di dalam sumur di daerah Lubang Buaya,
Jakarta Timur. Ditemukannya jasad-jasad tersebut akibat seorang warga yang
menemukan gundukan tanah dibawah area kebun pohon pisang. Tempat itu berupa
sumur tua yang sudah ditimbun dan disamarkan. Korban adalah Jenderal Ahmad
Yani, Letjen Suprapto, Letjen S. Parman, Letjen M. T. Haryono, Mayjen D. I.
Panjaitan, Mayjen Sutoyo Siswomiharjo, dan Kapten Pierre Tendean. Lokasi para
jenazah tersebut ditemukan oleh Resimen Para Anggota Komando Angkatan Darat
alias RPKAD. Namun, sebab keterbatasan alat, proses evakuasi membutuhka n
waktu tak sebentar. Para korban baru diangkat pada keesokan harinya, 4 Oktober
1965.
Kemudian gerakan G30S PKI berhasil dibubarkan pada tanggal 12 maret
1966, dengan mengatas namakan Presiden Soekarno, Soeharto mengeluarka n
keputusan Presiden Nomor 131966 yang berisi tentang pembubaran Partai Komunis
Indonesia ( PKI ) sekaligus menyatakan PKI sebagai organisasi terlarang diseluruh
wilayah kekuasaan Republik Indonesia.
Pada tanggal 28 Oktober 1948, pemerintah menangkap 1.500
orang. Tanggal 31 Oktober 1948, Musso dikejutkan oleh pasukan Mobile Brigade
(Mobrig) yang tengah melakukan pengejaran pasukan Front Demokrasi Rakyat
(FDR)/Partai Komunis Indonesia (PKI), di Desa Balong, Ponorogo. Musso nekat
melawan saat pasukan TNI hendak meringkusnya. Sempat terjadi insiden baku
tembak. Musso terkepung di sebuah kamar mandi, tempatnya bersembunyi, tapi
tetap menolak menyerah. Musso ditembak mati. Mayat Musso kemudian dibawa ke
Ponorogo untuk dipertontonkan ke publik dan dibakar. Pada 29 November 1948,
Djoko Sujono dan Naruto Darusman juga di tangkap.

Dokumentasi Kunjungan Monumen Pancasila Sakti

Anda mungkin juga menyukai