Nama : FebiMulyasih
Kelas : X AP-1
1. Serambi Penyiksaan
Alat ini digunakan sebagai sarana oleh IPAM KKO TNI-AL untuk
mengangkat jenazah para pahlawan revolusi dari sumur tua di Lubang
Buaya.
7.Proses Penggalian Jenazah
8. Panser Saraceen
Panser dengan tipe PCMK-2 Saraceen pada tanggal 5
Oktober 1965 digunakan untuk membawa jenazah pahlawan
revolusi dari markas besar Angkatan Darat ke Makam Pahlawan
Kalibata.
Pada tanggal 1 Oktober 1948, TNI berhasil menguasai Dungus yang dijadikan
PKI daerah pengunduran PKI setelah kekalahan mereka di Madiun. Para pimpinan PKI
dan pasukannya melarikan diri ke arah selatan dan berusaha menguasai Ponorogo.
Serangan mereka ke kota ini, 18 Oktober 1948, gagal. Pimpinan PKI terpecah menjadi
beberapa rombongan yang berusahan menyelamatkan diri masing-masing. Musso
dan Amir Sjahrifuddin dikawal oleh 2 batalyon yang cukup kuat melarikan diri
menuju Gunung Gambes. Ditengah perjalanan, mereka terpisah. Dengan 2 orang
pengawalnya dan menyamar sebagai penduduk desa, pagi tanggal 21 Oktober 1948,
Musso tiba di Balong. Ditempat ini ia menembak mati seorang anggota polisi yang
memeriksanya. Dengan dokar rampasan dan diiringi pengawal yang bersepeda, hari
itu juga ia tiba di desa Semanding, kecamatan Somoroto. Seorang perwira TNI yang
mencegatnya ditembaknya tetapi tidak mengenai sasaran. Ia berhasil merampas
kendaraan TNI, namun tidak dapat menjalankannya. Sesudah itu ia melarikan diri
masuk desa dan bersembunyi di sebuah Blandong (tempat mandi) milik seorang
penduduk. Pasukan TNI yang mengepungnya memerintahkan supaya ia menyerah.
Muso menolah, bahkan melawan sehingga terjadi tembak-menembak. Dalam
peristiwa itu ia tertembak mati.
Letjen A. Yani yang masih mengenakan piyama biru kemudian menemui para
penculik. Sersan Raswad mengatakan bahwa Letjen diperintahkan segera
menghadap presiden. Letjen A. Yani menyanggupinya dan akan mandi terlebih
dahulu. Saat membalikkan tubuhnya, salah seorang penculii mengatakan tidak perlu,
sehingga menimbulkan kemarahan Letjen A. Yani yang langsung menampar Praka
Dokrin dan kembali ke dalam rumah dan menutup pintu. Saat itulah Sersan Raswad
memerintahkan Kopda Gijadi yang berdiri disamping Praka Dokrin untuk menembak
Letjen A. Yani dengan senapan Thomson hingga tewas. Jenazah Letjen A. Yani diseret
keluar rumah dan dilemparkan ke dalam salah satu truk, selanjutnya dibawa ke Desa
Lubang Buaya.