Anda di halaman 1dari 5

Di Balik Kelamnya Lubang Buaya

Feature Kelompok B
Alfito Desta Nurvianto (2021615004)
Tugas VI
Foto : Patung 7 Pahlawan Revolusi (Alfito Desta)

Jakarta - Indonesia mengalami peristiwa bersejarah pada 30 September - 1 Oktober 1965.

Enam jenderal TNI Angkatan Darat dan satu perwira menjadi korban dari kejinya peristiwa

ini yang dilakukan oleh organisasi yang disebut PKI.  Museum Lubang Buaya atau dikenal

juga dengan Museum Monumen Pancasila Sakti adalah museum untuk memperingati

peristiwa G30S PKI 1965. Museum ini terletak di Desa Lubang Buaya, Kabupaten Cipayung,

Jakarta Timur. Tempat yang menjadi saksi bisu kejadian G30S PKI pada pertengahan

Agustus 1965 dibangun di atas lahan 14,6 hektar. Pembangunannya selesai dan diresmikan

oleh Presiden Soeharto pada tanggal 1 Oktober 1973. Peresmiannya bertepatan dengan Hari

Peringatan Kesaktian Pancasila. Penamaan Lubang Buaya berdasarkan adanya Lubang Buaya

dikawasan itu juga yang dikenal masyarakat sejak abad 19. Peristiwa yang dikenal dengan

sebutan G30S/PKI atau Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia membuat

terjadinya krisis nasional sehingga berujung dengan jatuhnya kekuasaan Presiden Soekarno

yang menjabat sebagai presiden kala itu, ketika peristiwa tersebut terjadi. Peristiwa yang

terjadi pada 57 tahun silam ini tepatnya pada tahun 1965 ini menjadi salah satu catatan kelam
sejarah Indonesia. Peristiwa ini mengakibatkan tewasnya pejuang – pejuang terbaik Angkatan

Darat yang terdiri dari enam jenderal dan satu perwira, para pejuang tersebut diantaranya,

Jenderal Ahmad Yani, Letnan Jenderal M.T. Haryono, Lettu Pierre Tendean, Letnan Jenderal

S Parman, Mayor Jenderal D.I. Panjaitan, Mayor Jenderal Sutoyo Siswomihardjo, dan Letnan

Jenderal Suprapto, ketujuh pejuang tersebut disematkan gelar pahlawan revolusi. Gerakan ini

merupakan sebuah aksi kekerasan yang sangat brutal dan jauh dari kata perikemanusiaan,

Gerakan yang bertujuan untuk mengkudeta atau merebut kekuasaan pemerintah Indonesia

yang pada saat itu dipimpin oleh Presiden Soekarno, dilakukan oleh Partai Komunis

Indonesia yang dipimpin oleh DN. Aidit dengan cara memperalat pasukan cakrabirawa atau

pasukan pengaman presiden. Gerakan ini juga dibantu oleh organisasi satelit atau organisasi

yang bersekutu dengan PKI, organisasi tersebut adalah Pemuda Rakyat dan Gerwani.

Kejadian bermula pada 1 Oktober 1965 dini hari, pasukan-pasukan PKI bergerak dari markas

mereka yang saat itu bernama Desa Lubang Buaya menuju kediaman para pejuang negara

yang telah menjadi target mereka, pasukan yang bertugas untuk menculik para perwira tinggi

ini disebut dengan pasukan pasopati yang dipimpin oleh Letnan Satu Dul Arief. Pasukan PKI

bergerak tersusun rapi dan cepat untuk menculik para perwira tinggi ini, total ada 7 perwira

yang berhasil diculik oleh pasukan pasopati dimana empat diantaranya diculik dalam keadaan

masih hidup sedangkan yang lainnya sudah dalam keadaan tewas. Empat perwira yang masih

dalam keadaan hidup ini dibawa ke dalam sebuah rumah yang berukuran 8 m x 15,5 m.

Didalam rumah tersebut empat pahlawan yaitu Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI S.

Parman, Brigjen TNI Soetoyo Siswomihadjo dan Lettu Pierre Tendean, disiksa secara brutal

oleh para anggota pemuda rakyat dan gerwani, karena penyiksaan yang begitu kejam itu

mengakibatkan keempat perwira tersebut tewas dalam kondisi yang mengenaskan. Setelah

puas menyiksa para pahlawan dengan kejam, semua jenazah pahlawan tersebut dimasukan
kedalam sebuah sumur tua yang berada di markas PKI. Sumur tua tersebut berukuran

diameter 75 cm dengan kedalaman 12 meter.

Foto : Sumur tua tempat para jenazah perwira dikubur (Alfito Desta)

Para Pahlawan dijebloskan ke sumur dengan posisi kepala dibagian bawah. Setelah ketujuh

jenazah tersebut dimasukan kedalam sumur tua tersebut, PKI menutupi sumur dengan

timbunan batang-batang pohon pisang dan sampah yang diletakan secara berselang-seling

dengan jumlah yang begitu banyak selanjutnya mereka menutupi sumur tersebut dengan

timbunan tanah diatasnya. Hal itu dilakukan oleh mereka untuk menutupi jejak-jejak bekas

penyiksaan. Semua usaha yang dilakukan PKI untuk menutupi bangkainya sia-sia

dikarenakan sumur tersebut akhirnya berhasil ditemukan pada 3 Oktober 1965 berkat seorang

polisi bernama Sukitman yang berhasil melarikan diri dari Lubang Buaya. Tetapi, akibat

adanya kendala teknis dalam proses evakuasi, satu hari kemudian tepatnya tanggal 4 Oktober

1965 seluruh jenazah baru dapat dikeluarkan dari sumur tua tersebut. Selanjutnya jenazah

para perwira disemayamkan terlebih dahulu di aula markas departemen Angkatan Darat di
Jalan Medan Merdeka Utara dan tepat pada tanggal 5 Oktober 1965 yang bertepatan dengan

hari TNI, tujuh jenazah tersebut di makamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata, Jakarta

Selatan. Saat ini tempat kejadian disulap menjadi sebuah Museum yang dinamakan Museum

Lubang Buaya atau Museum Monumen Pancasila Sakti. Monumen ini terbuka untuk umum

dengan harga tiket masuk Rp. 10.000,-. Lubang Buaya memang mencekam, dengan diorama

yang terlihat nyata dan suasana yang senyap dan suram menambah rasa mencekam di

dalamnya, tapi ada sebuah titik terang perjalanan Bangsa Indonesia di dalamnya, terdapat

sebuah sejarah yang harus diketahui. Lubang Buaya sekarang sudah berpadu dengan

kehidupan urban yang modern di Ibukota, akan tetapi Lubang Buaya tetaplah saksi bisu

peristiwa sejarah, siapapun yang datang ke Lubang Buaya akan merasakan sesuatu yang

terasa berbeda dibalik lalu lalang warga Ibukota. 

Anda mungkin juga menyukai