Anda di halaman 1dari 12

Monumen Pancasila Sakti

Deskripsi Monumen Pancasila Sakti


Monumen Pancasila Sakti dibangun di atas lahan bekas peristiwa G30S-PKI,
atas prakarsa Presiden ke-2 RI, Soeharto. Monumen ini dibangun untuk mengingat
perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang mempertahankan ideologi
negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi komunis. Ideologi
komunis terutama dibawah pengaruh Partai Komunis Indonesia yang pada era tahun
60-an memiliki kekuatan yang cukup besar karena memiliki pemilih yang banyak
pada pemilu.
Monumen yang berada di area seluas 14,3 hektar ini diresmikan Presiden
Soeharto pada Agustus 1973, bertepatan dengan peringhati Hari Kesaktian
Pancasila. Tiga tahun kemudian, berdasar Surat Keputusan Menpangad No.
KEP.977/9/1996 tanggak 17 September 1966, setiap tahun dimulai tradisi
memperingati Hari Peringatan Kesaktian Pancasila. Dan akhirnya, pada 1980,
Pusjarah TNI, atau dulu Pusjarah ABRI, mendapat mandat menjadi pengelola
Monumen Pancasila Sakti berdasarkan Kepres No. 51/1980.
Monumen ini terletak Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung,
Jakarta Timur. Di sebelah selatan tempat ini terdapat markas besar Tentara
Nasional Indonesia, Cilangkap, berbatasan di sebelah utara adalah Bandar Udara
Halim Perdanakusuma, yang pada saat peristiwa G30S-PKI menjadi pusat kekuatan
PKI, sedangkan sebelah timur adalah Pasar Pondok Gede, dan sebelah barat,
Taman
Mini
Indonesia
Indah.
Sebelum menjadi sebuah monumen dan museum, tempat ini merupakan
tanah atau kebun kosong yang dijadikan sebagai pusat pelatihan milik Partai
Komunis Indonesia. Kemudian, tempat itu dijadikan sebagai tempat penyiksaan dan
pembuangan mayat para korban Gerakan 30 September 1965 (G30S/PKI). Di
kawasan kebun kosong itu terdapat sebuah lubang sumur tua sedalam 12 meter
yang digunakan untuk membuang jenazah para korban G30S/PKI. Sumur tua itu
berdiameter 75 cm.
1. Monumen Pancasila Sakti
Monumen Pancasila Sakti berbentuk setengah lingkaran yang diatasnya
berdiri 7 patung Jenderal pahlawan revolusi yang salah satu menunjuk ke arah
sumur di depan monumen. Yang menjadi latar belakang adalah sebuah dinding
besar, yang di sisi atasnya terdapat patung garuda pancasila. Terdapat pula relief
yang menceritakan tentang peristiwa gerakan 30 september PKI.
Relief menceritakan mulai dari kekejaman PKI dalam menyiksa para
Jenderal, lalu menimbun mayat ke dalam sumur. PKI juga digambarkan melakukan
kekejaman kepada rakya Indonesia. Kemudian relief menceritakan bagaimana TNI
menumpas gerakan PKI di bawah komando Pangkostrad Soeharto. PKI
digambarkan telah kalah kepada pasukan TNI.
Terdapat Pesan dalam relief yang berbunyai, Waspada ...... dan mawas diri
agar peristiwasematjam ini tidak terulang lagi.[1] Pesan ini ditujukan kepada seluruh
masyarakat indonesia, agar di kemudian hari peristiwa pemberontakan PKI tidak

terjadi lagi. Bersama pesan disematkan gambaran mengenai peristiwa penyiksaan


Para Jenderal AD di Lubang Buaya.
Dan relief berakhir dengan menunjukkan sosok seorang Soeharto. Soeharto
dalam relief, digambarkan sebagai sosok penyelamat yang menyelamatkan rakyat
dari kebiadaban PKI. Di depan munumen terdapat semacam pelataran atau altar
yang biasa digunakan pengunjung monumen untuk mengabadikan gambar di depan
monumen.
2. Sumur Lubang Buaya
Terletak persis di depan monumen adalah sumur lubang buaya. Sumur yang
digunakan untuk membuang mayat para Jenderal. Sumur ini berdiameter 75 cm dan
memiliki kedalaman sekitar 12 meter. Di kiri kanan sumur terdapat pagar yang
membatasi pengunjung untuk menghindarkan pengunjung untuk membuang
seseuatu ke dalam sumur. Di sebelah sumur juga terdapat semacam prasasti kecil
yang menjelaskan tentang sumur maut ini.
Keberadaan sumur ini pada saat terjadi peristiwa 30 September sebenarnya
sangat misterius. Sebab keberadaan sumur tidak diketahui karena PKI menghapus
jejak dengan membuat puluhan sumur yang serupa. Sumur lubang buaya yang asli
pada saat peristiwa 30 Semptember ditimbun dengan tanah dan sampah, kemudian
di atasnya dijadikan jalan yang digunakan untuk lalu lalang kendaraan. Itulah yang
membuat keberadaan sumur ini tidak diketahui.
Yang mengetahui letak sumur ini adalah seorang petugas kepolisian yang
pada saat peristiwa 30 semtember sempat berkeliling di kompleks lubang buaya.
Tanpa diketahui oleh pasukan PKI petugas kepolisian ini menyaksikan perbuatan
kejam PKI ini. Benda-benda kepunyaan petugas kepolisian ini masih tersimpan di
ruang paseban. Diantaranya sepeda yang digunakan untk berkeliling dan senjata api
serta pentungan dari kayu.
3. Rumah Tempat Penyiksaan
Persis di samping sumur lubang buaya terdapat rumah tempat penyiksaan
para Jenderal. Rumah ini dulunya merupakan rumah salah satu simpatisan PKI.
Jenderal-jenderal yang diculik oleh pasukan Cakrabirawa dan pasukan PKI ini
ditawan di rumah tersebut. Kemudian diinterogasi perihal isu resolusi dewan
Jenderal yang berencana untuk menggulingkan Presiden Soekarno. Hingga
akhirnya para Jenderal ini dibunuh dan mayatnya dimasukkan ke dalam sumur yang
digali tepat di samping rumah tersebut.
Rumah yang terdapat pada kompleks monumen pancasila saat ini merupakan
rumah tiruan, rumah asli sudah hancur saat penyerbuan TNI ke lubang buaya.
Dalam rumah terdapat diorama yang menggambarkan tentang penyiksaan yang
terjadi pada malam 30 September 1965. Terdapat beberapa orang yang
menginterogasi. Masing-masing jenderal ditutup matanya kemudian disiksa. Dalam
diorama, para Jenderal dibawa hanaya mengenakan baju tidur biasa dan ada yg
berkain sarung.
4. Museum Pengkhianatan PKI

Musium ini terletak sekitar 300 meter dari lokasi sumur lubang buaya.
Museum ini berbentuk menyerupai sebuah joglo besar. Museum Pengkhianatan PKI
ini Berisi diorama-diorama yang menggambarkan tentang peristiwa G30S PKI. Mulai
dari awal sampai akhir. Museum dengan 3 lantai ini merangkum semua gerak gerik
PKI di berbagai tempat. Rangkuman sebagian besar menggunakan diorama,
sebagian lagi menggunakan gaeri foto yang dipajang di ruangan terpisah.
Tapi terdapat sedikit kejanggalan dalam museum ini. PKI digambarkan
dengan begitu buruk oleh museum. Pelabelan pengkhianat dicapkan kepada PKI
secara menyeluruh, bahkan hingga sampai pada simpatisan-simpatisan di daerah.
Museum ini melupakan beberapa jasa PKI yang tidak bisa dimunafikkan bahwa
mereka juga ikut melawan kapitalisme yang oleh Soekarno dilawan dengan gigih
demi mencapai perekonomian yang berdikari.
Selepas museum pengkhianatan PKI, terdapat salah satu ruang yakni ruang
paseban. Ruang ini menyimpan benda-benda peninggalan Jenderal yang terbunuh
pada malam 30 September. Diantara benda kebanyakan pakaian atau seragam
yang dipakai pada waktu eksekusi. Banyak benda/pakaian yang dipamerkan masih
memiliki noda darah. Untuk memberi tau bagi semua pengunjung bagaimana kondisi
para perwira ABRI ini pada saat peristiwa G30S-PKI.
Benda-benda yang dipajang diantaranya baju seragam, senjata, peralatan
memancing dan hobi dari perwira-perwira lainnya. Juga terdapat beberapa benda
seperti sepeda yang digunakan oleh seorang polisi jaga yang pertama kali
memergoki peristiwa G30S-PKI. Semua benda tersimpan rapi di dalam sebuah
lemari kaca yang besar.
5. Ruang Pamer Terbuka
Selain ruangan yang tertutup, Monumen Pncasila juga memiliki area pameran
terbuka. Beberapa benda yang memiliki peranan dalam peristiwa G30SPKI dipajang
di beberapa tempat di area di sekitar monumen. Salah satu yang dipamerkan
misalnya kendaraan angkut yang digunakan untuk mengangkut pasukan yang
memberantas pemberontakan PKI di Lubang Buaya. Juga Tank yang diletakkan di
sisi jalan masuk menuju kompleks Monumen.
Beberapa benda yang dipajang merupakan benda benda yang berukuran
besar yang sulit jika harus dimasukkan ke dalam arena Museum. Selain kemdaraan
tempur dan tank, terdapat juga senjata berat seperti senjata artileri. Dari beberapa
benda yang terpajang hampir semuanya sudah tidak berfungsi.
B. Koleksi Museum dan Monumen Pancasila Sakti
Berikut beberapa contoh koleksi Monumen Pancasila Sakti dan Museum
Pengkhianatan Komunis serta ruang pameran Paseban:
a. Ruang Intro
Dalam ruang terdapat 3 mozaik foto yang masing-masing menggambarkan:
1. Kekejaman PKI terhadap bangsa sendiri dalam pemberontakan Madiun.
2. Penggalian jenazah korban keganasan PKI dalam Gerakan 30 September 1965
3. Pengadilan gembong-gembong G.30.S/PKI oleh Mahkamah Militer Luar Biasa.
b. Diorama
Peristiwa Tiga Daerah (4 November 1945)

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, kelompok komunis bawah tanah


mulai memasuki organisasi massa dan pemuda seperti Angkatan Pemuda Indonesia
(API) dan Angkatan Muda Repubilik Indonesia (AMRI). Dengan menggunakan
organisasi massa, orang-orang komunis memimpin aksi penggantian pejabat
pemerintah di tiga kabupaten Karesidenan Pekalongan yang meliputi Brebes, Tegal
dan Pemalang.
Pemberontakan PKI di Madiun ( 18 September 1948)
Pada saat Pemerintah dan Angkatan Perang memusatkan perhatian untuk
menghadapi Belanda, PKI melakukan pengkhianatan yang didahului dengan
kampanye menyerang politik pemerintah, aksi teror, mengadu domba kekuatan
bersenjata dan sabotase di bidang ekonomi. Dini hari tanggal 18 September 1948
PKI mengadakan pemberontakan di Madiun. Sejumlah tokoh militer, pejabat
pemerintah dan tokoh masyarakat dibunuh. Di gedung Karesidenan Madiun PKI
mengumumkan bcrdirinya Soviet Republik Indonesia dan pembentukan
Pemerintah Front Nasional.
Pembunuhan di Kawedanan Ngawen (Blora) (20 September 1948)
Pada tanggal 18 September 1948 Markas Kepolisian Distrik Ngawen (Blora)
diserang oleh pasukan PKI. Dua puluh empat orang anggota polisi itu ditahan dan
tujuh orang yang masih muda dipisahkan. Kemudian datang perintah dari Komandan
Pasukan PKI Blora agar mereka dihukum mati.
Peristiwa Tanjung Morawa (16 Maret 1953)
Pada tahun 1953 Pemerintah RI Karesidenan Sumatera Timur merencanakan
untuk mencetak sawah percontohan bekas perkebunan tembakau di desa
Perdamaian, Tanjung Morawa. Akan tetapi rencana itu ditentang oleh penggarap liar
yang sudah menempati areal tersebut. Pada tanggal 16 Maret 1953 pemerintah
terpaksa mentraktor areal tersebut dengan dikawal oleh sepasukan polisi. Ketika
itulah massa tani yang didalangi oleh Barisan Tani Indonesia (BTI) orma PKI,
melakukan tindak brutal.
Kampanye Budaya PKI (25 Maret 1963)
Tidak hanya dibidang politik yang ingin dikuasai oleh PKI tetapi juga bidang
Iain seperti sastra dan budaya. Salah satu usaha yang dilaksanakan oleh Lembaga
Kebudayaan Rakyat (Lekra) bersama semua lembaga yang ada di bawahnya adalah
memasukan komunisme ke dalam seni dan sastra, mempolitikan budayawan dan
mendiskreditkan lawan. Pada tanggal 22 sampai 25 Maret 1963 diselenggarakan
Konferensi Nasional I Lembaga Sastra Indonesia di Medan.
Rongrongan PKI terhadap ABRI (1964 -1965) .
Kampanye anti ABRI, khususnya TNI-AD berlatar belakang pada
kecemburuan PKI karena ABRI berhasil membendung pengaruh PKI dikalangan
rakyat. Berbagai macam cara kampanye anti ABRI telah dilakukan PKI seperti
tuduhan, isyu, provokasi, fitnah politik, dan Iain-Iain. Sejak tahun 1964 PKI dengan
Ofensif Revolusionernya secara gencar menyerang ABRI seperti tuntutan
pembubaran aparat teritorial dan puncaknya isyu Dewan Jenderal 1965.
Peristiwa Kanigoro (13 januari 1965)

Peristiwa ini terjadi di Kecamatan Kras, Kedtri, tanggal 13 Januari 1965,


dimana para peserta Mental Training Pelajar Islam Indonesia Jawa Timur diserang
oleh masssa Pemuda Rakyat (PR) dan Barisan Tani Indonesia (BTI).
Peristiwa Bandar Betsy (14 Mei 1965)
Untuk menggagalkan rencana pemerintah di bidang landreform, PKI dan
organisasi massanya melancarkan aksi sepihak yakni menguasai secara tidak syah
tanah negara di beberapa tempat. Salah satu di antaranya di Perusahaan
Perkebunan Negara (PPN) Karet IX Bandar Betsi, Pematangan Siantar. Pada
tanggal 14 Mei 1965, kurang lebih 200 anggota Barisan Tani Indonesia (BTI),
Pemuda Rakyat (PR), dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) menanami secara
liar tanah perkebunan karet terscbut.
Pawai Ofensif Revolusioner PKI di Jakarta (23 Mei 1965)
Setelah merasa dirinya kuat, PKI mulai melancarkan ofensif revolusioner
yang bertujuan untuk menggalang dan mempengaruhi massa agar berpihak
kepadanya. Bentuk unjuk kekuatan itu ialah aksi kekerasan. aksi terror tuntutan
pembentukan Kabinet Nasakom dan Angkatan Kelima dan sebagainya. Salah satu
unjuk kekuatan itu ialah penyelenggaraan rapat raksasa di Stadion Utama Senayan
tanggal 23 Mei 1965 dalam rangka peringatan ulang tahun ke-45 PKI.
Penyerbuan Gubernuran .lawa Timur (27 September 1965)
Salah satu usaha mendiskreditkan aparatur pemerintah telah dilakukan PKI
terhadap Gubernur Jawa Timur. Dengan dalih akan menyampaikan resolusi tuntutan
penurunan harga 9 bahan pokok..

c. Koleksi Museum dan Monumen Pancasila Sakti


Didalam Museum Paseban Monumen Pancasila Sakti terdapat beberapa
diorama sebagai berikut:
Rapat-Rapat Persiapan Pemberontakan
Pada bulan September 1965 ketua CC PKI D.N Aidit memerintahkan Syam
Kamaruzaman Pimpinan Biro Khusus untuk menyusun suatu rencana
pemberontakan. Syam mengadakan rapat sebanyak 16 kali dengan Pono dan
Waluyo anggota Pimpinan Biro Khusus Pusat, Kepala Biro Khusus Daerah dan
oknum-oknum ABRI yang sudah dibina PKI.
Latihan Sukarelawan di Lubang Buaya 5 Juli 30 September
Untuk persiapan melancarkan pemberontakan, PKI mengadakan latih
an kemiliteran bagi para anggotanya. Dalih yang dipakai ialah melatih para
sukarelawan dalam rangka konfrontasi terhadap Malaysia. PKI menuntut agar
pemerintah membentuk Angkatan kelima dengan mempersenjatai buruh dan tani.
Anggota-anggota yang dilatih berjumlah kurang lebih 3700 orang terdiri atas
anggota-anggota Pemuda Rakyat (PR), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan
organisasi massa PKI lainya di Lubang Buaya.
Penculikan Men/Pangad Letjen TNI A. Yani (1 Oktober 1965)
Pukul 02.30 tanggal 1 Oktober 1965) pasukan penculik G.30.S/PKI sudah
berkumpul di Lubang Buaya. Pasukan dengan nama Pasopati dipimpin Lettu Dul
Arief. Pasukan penculikan Men/Pangad Letjen TNI A. Yani memakai seragarn

Cakrabirawa tiba disasaran pukul 04.00 dan berhasil melucuti regu pengawal.
Kemudian segera membawa ke kawasan Lubang Buaya
Penganiayaan di Lubang Buaya (1 Oktober 1965)
Dini hari tanggai 1 Oktober 1965 gerombolan G.30.S/PKI menculik 6 pejabat
teras TNI AD dan seorang perwira pertama. Di Lubang Buaya tubuh mereka dirusak
dengan benda-benda tumpul dan senjata tajam yan masih hidup disiksa satu demi
satu kemudian kepalanya ditembak. Sesudah disiksa para korban dilemparkan
kedalam sumur tua sempit. Penyiksaan dan pembunuhan itu dilakukan oleh anggota
Pemuda Rakyat (PR), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan ormas-ormas PKI
lainnya.
Pengamanan Lanuma Halim Perdanakusuma (2 Oktober 1965)
Panglima Kostrad Mayjen TNI Seoharto rnengeluarkan perintah untuk segera
mengamankan Lapangan Udara Halim Perdanakusuma mengingat kekuatan
G.30.S/PKI berpusat dipangkalan tersebut.Pasukan yang akan melaksanakan tugas
pengamanan terdiri atas 1 Yon RPKAD, 1 Yon Para Kujang Siliwangi yang diperkuat
1 kompi panser. Pasukan bergerak pukul 03.00 tanggal 2 Oktober 1965 dari Markas
Kostrad menuju Lapangan Udara Halim Perdanakusuma dari arah timur. Mereka
tiba dilempat sasaran pukul 06.00 pagi tanggal 2 Oktober 1965. Lapangan Halim
Perdanakusuma dijaga oleh Yon 454/Diponegoro yang diperalat G.30.S/PKI.
Beberapa orang anggota RPKAD berhasil menyusup sampai ketempat parkir
pesawat-pesawat terbang, sedang anggota lainya sudah berada didepan Yon 454.
Dengan gerakan pendadakan, maka pasukan RPKAD dan Kujang berhasil
melumpuhkan pasukan Yon 454. Pukul 06.10 Halim berhasil dikuasai oleh RPKAD
dan Yon Para Kujang dan gerakan selanjutnya ialah menguasai Lubang Buaya.
Pengangkatan Jenazah (4 Oktober 1965)
Setelah menguasai Halim Perdanakusuma, pasukan RPKAD melanjutkan
gerakan ke Lubang Buaya. Setelah daerah iu diamankan, mulai melakukan
pencarian jenazah perwira-perwira TNI-AD yang diculik oleh gerombolan
G.30.S/PKI. Sore hari tanggal 3 Oktober 1965 diperolah pentunjuk dari anggota
POLRI yang pernah ditawan oleh gerombolan G.30.S/PKI. la memberitahu bahwa
perwira-perwira tersebut jenazahnya dikubur di sekitar tempat pelatihan musuh.
Tindak Lanjut Pelarangan Partai Komunis Indonesia (26 Jnni 1982)
Pada tanggal 12 Maret 1966, Partai Komunis Indonesia berikut semua
organisasinya yang seazaz/berlindung/bernaung dibawahnya, dibubarkan oleh
Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/I966. Untuk mengantisipasi munculnya bahaya
laten komunis, berdasarkan Intruksi Presiden No. 10 tahun 1982, Komando Operasi
Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) berkerja sama dengan Lembaga
Pertahanan Nasional mengadakan Penataran Kewaspadaan Nasional (Tarpadnas).
Sejak tanggal 19 September 1991 Tarpadnas diikuti oleh wakil-wakil pemuda dari 27
Provinsi dan berbagai organisasi massa pemuda.
Foto Para Pahlawan Revolusi
Tujuh foto pahlawan revolusi setengah badan dalam ukuran besar yaitu foto
Letjen TNI Ahtnad Yani, Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI M. T. Harjono, Mayjen
TNI S. Parman, Brigjen D.I. Pandjaitan, Brigjen TNI Soetojo Siswomihardjo, dan
Lettu Pierre Andries Tendean.

Ruang Relik
Ruang Relik berisi barang-barang peninggalan para pahlawan revolusi
terutama pakaian yang dikenakan pada saat beliau gugur, petikan visum dokter,
peluru yang diketemukan dalam tubuhnya, tali pengikat dan lain-lain. Di ruangan ini
disajikan pula Aqualung (alat bantu pernafasan) dan sebuah radio lapangan yang
pernah digunakan Jenderal Soeharto pada waktu memimpin penumpasan
G.30.S/PKI,
Ruang Teater
Di ruangan ini disajikan pertunjukan video cassette digital (VCD) yang berisi
rekaman bersejarah sekitar pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi dari sumur
tua Lubang Buaya, pemakaman ke Taman Makam Pahlawan Kalibata, Sidang
Mahmillub serta pengangkatan Jenderal Soeharto menjadi pejabat Presiden RI pada
tanggal 12 Maret 1967. Masa putar VCD ini kurang lebih 30 menit.
Ruang Pameran Foto
Ruang ini menyajikan foto-foto pengangkatan dan pemakaman jenazah
Pahlawan Revolusi ke Taman Makam Pahlwan Kalibata Jakarta.

d. Rumah-Rumah Bersejarah
Rumah Diorama Penyiksaan
Menggambarkan penyiksaan para korban yang masih dalam keadaan hidup.
Mereka adalah Mayor Jenderal TNI S. Parman, Brigjen TNI Soetojo Siswomihardjo,
dan Lettu Pierre Andries Tendean.
Rumah Pos Komando
Rumah ini milik seorang penduduk RW 02 Lubang Buaya bernama Haji Sueb.
Pada waktu meletusnya G.30.S/PKI tahun 1965, dipakai oleh pimpinan gerakan
yaitu eks Letkol Untung dalam rangka mempersiapkan penculikan terhadap 7
perwira TNI-AD.
Dapur Umum
Rumah Dapur Umum merupakan salah satu rumah bersejarah yang ada di
lokasi Monumen Pancasila Sakti Lubang Buaya. Rumah tersebut dilestarikan
sebagai koleksi benda bersejarah karena merupakan bagian dari sarana yang
dipakai oleh PKI untuk menunjang terlaksananya kegiatan penganiayaan dan
pembunuhan terhadap 7 orang perwira TNI AD dalam peristiwa G.30.S/PKI. Rumah
yang statusnya milik ibu Amroh itu dipakai oleh PKI sebagai tempat penyediaan
sarana konsumsi gerombolan G.30.S/PKI di Lubang Buaya.
Mobil Dinas Pangkostrad Mayor Jenderal TNI Soeharto
Dengan menggunakan Jeep Toyota Kanvas Nomor : 04-62957/44-01, Mayor
Jenderal TNI Soeharto segera bertindak untuk menumpas G.30.S/PKI, yang
didalangi oleh eks Letkol Untung dan tokoh PKI yang lain. Mayor Jenderal TNI
Soeharto dari rumahnya di jalan Agus Salim menuju Markas Kostrad menggunakan
kendaraan dinas Jeep Toyota Kanvas yang disetir oleh Pra Soewondo.
Truk Dodge
Mobil truk yang digunakan olehntak G.30.S/PKI untuk membawa jenazah
Brigjen TNI D.I Pandjaitan, yang dipamerkan di lokasi Museum Pancasila Sakti
(pameran taman), adalah mobil truk Dodge tahun 1961 buatan Amerika Serikat

dengan nomor polisi B. 2982.L merupakan replika kendaraan jemputan P. N. Arta


Yasa, yang sekarang divisi cetak uang logam Perum Peruri. Kendaraan tersebut
dirampas oleh pemberontak G.30.S/PKI disekitar jalan Iskandar Syah daerah Blok.
M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Panser Saraceen
Kendaraan yang dipakai untuk membawa jenazah adalah jenis panser.
Panser dengan tipe PCMK -2 Saraceen adalah sebuah kendaraan lapis baja yang
berasaI dari Negara Inggris. Kendaraan tersebut dipakai oleh Organik Batalyon
Kaveleri 7 Kodam V/Jaya. Pada tahun 1976 dipindahkan ke Batalyon Kaveleri 3
Kodam VIII/Brawijaya dipakai untuk mendukung penugasan operasi militer di Timor
Timur. Pada bulan Juli 1985 ditarik dari penugasan di Timor Timur untuk diabadikan
di Monumen Pancasila Sakti.
********************************************************************

C. Latar Belakang Dibangunnya Monumen dan Peristiwa G30S-PKI


Salah satu misteri terbesar bagi sejarah bangsa Indonesia adalah peristiwa
G30S-PKI. G30S-PKI adalah sebutan bagi peristiwa yang terjadi pada tahun 1965
bulan September tanggal 30 malam. Sebuah usaha kudeta yang gagal total dari
kelompok kecil di PKI. Disebut kelompok kecil karena rencana kudeta ini hanya
diketahui oleh sedikit simpatisan PKI. Para eksekutor dari rencana ini sendiri berasal
dari simpatisan PKI yang berasal dari angkatan darat dan pasukan Cakrabirawa.
Sedangkan petinggi PKI tidak bertindak langsung turun ke lapangan.
Fakta di atas dibuktikan oleh pengakuan-pengakuan pelaku dan pemimpin
G30S-PKI seperti Letkol Untung, Letkol Syarief, Brigjen M.A Supardjo dll dalam
mahmilub. Dalam persidangan mereka mengakui bahwa telah terjadi pembunuhan
terhadap Beberapa perwira angkatan darat yang berpangkat Jenderal.[2] Peristiwa
penculikan dan pembunuhan ini sendiri tidak bisa dijelaskan secara terperinci
maksud tujuan dan latar belakangnya.
Dalam siaran radio pasca penculikan beberapa perwira senior berpangkat
Jenderal, PKI mengumumkan bahwa tindakan yang diambil oleh pelaku G30S-PKI
adalah untuk melindungi kepentingan revolusi bangsa dari kudeta yang akan
dilakukan oleh Dewan Jenderal. Dewan Jenderal disebutkan telah menyusun
rencana untuk melakukan tidakan kontra-revolusi pada tanggal 5 oktober dengan
mengambil alih kekuasaan dari tangan Presiden Soekarno. Secara tersirat, PKI
meninginkan pembentukan opini publik bahwa tindakan G30S-PKI adalah demi
melindungi Banga Indonesia dari kudeta dewan Jenderal.[3]
PKI kemudian juga mengumumkan pembentukan Dewan Revolusioner yang
bertugas untuk membersihkan benih-benih makar dalam ABRI sebagai pengaruh
dari adanya Dewan Jenderal. Dewan revolusioner setia kepada Soekarno, demikian
salah satu bunyi pengumuman dalam radio RRI. Dewan revolusioner menunjuk
Letkol Untung sebagai pemimpin tertingginya. Semua petinggi militer harus tunduk
pada dewan revolusi ini, karena dewan revolusi mengklaim bahwa tindakan mereka
telah disetujui oleh Presiden Sokearno demi kepentingan Negara.

PKI juga menyebarkan perintah kepada simpatisan di daerah untuk ikut


mendukung gerakan G30S-PKI dengan ikut menumpas adanya bibit-bibit
pemberontakan yang akan dilakukan oleh dewan Jenderal. Beberapa wilayah di
Jawa Tengah dan Yogyakarta sempat mengalami peristiwa yang serupa dengan
G30S-PKI. Begitu juga di Surakarta, namun hanya di Yogyakarta yang mengalami
peristiwa pembunuhan perwira yang disangka bagian dari Dewan Jenderal.
Titik balik gerakan G30S-PKI adalah langkah balasan yang dilancarkan oleh
Mayjen Soeharto selaku Jenderal Senior yang tidak termasuk dalam daftar
penculikan. Soharto mengambil langkah awal dengan mengambil alih kekuasaan
atas militer selaku jabatannya sebagai Pangkostrad. Dengan langkah awal ini
Soeharto mulai melakukan upaya pembersihan PKI.
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan menyerang Radio RRI yang
sebelumnya dikuasai oleh Dewan Revolusioner. Lewat pengumuman radio
menyatakan bahwa gerakan Dewan Revolusioner adalah gerakan kudeta yang
direncanakan akan merebut kekuasaan dari Presiden Soekarno untuk kemudin
membentuk negara Komunis di Indonesia. Soeharto menyatakan bahwa perwiraperwira yang diculik PKI telah dibunuh dengan keji.[4] Pernyataan Soeharto ini mulai
membangkitkan kemarahan Rakyat.
Rakyat mulai bergerak memusuhi PKI, kabar penyiksaan dan pembunuhan di
Lubang Buaya menjadi salah satu pemicu, selain propaganda yang juga dilakukan
oleh Soeharto. Terlebih berita yang disampaikan diwarnai pula dengan penyerbuan
ke kantor RRI dan menyiarkan siaran darurat yang beritanya berisi tentang kudeta
yang dilakukan oleh Dewan Revolusi.
Soeharto mulai merencanakan serangan ke basisi kekuatan utama G30S-PKI
yakni di daerah Halim dan Lubang Buaya. Dengan menggunakan kekuatan penuh
Lubang Buaya akhirnya dapat dikuasai setelah sebelumnya Lanud Halim
Perdanakusuma juga telah dikuasai. Sedangkan untuk di dalam kota, diadakan
pengawalan yang melibatkan beberapa kendaraan lapis baja.
Soeharto akhirnya bisa menguasai keadaan setelah berhasil menumpas
kekuatan PKI di dua basis pentingnya. Peristiwa yang terjadi dengan begitu cepat
dan tertutup ini membuat tidak banyak orang yang mengetahui apa sebenarnya
yang telah terjadi. Tidak adanya keseimbangan informasi membuat banyak
masyarakat yang tidak mendapatkan informasi yang benar. Diantaranya adalah tidak
adanya penjelasan tentang kebenaran isu Dewan Jenderal.
Hal tersebut membuat peristiwa G30S-PKI menjadi peristiwa yang misterius.
Barang-barang bukti serta kesaksian tidak dibuka kepada publik, sehingga publik
hanya menerima apa-apa yang dikatakan oleh Mayjen Soeharto selaku Pangkostrad
yang bertugas mengambil alih komando jika tidak ada lagi Jenderal yang memimpin.
Para pelaku gerakan ini juga diadili secara tertutup di Mahmilub.
Langkah inilah yang kelak di kemudian hari akan membawa Soeharto kepada
kekuasaan sebagai presiden. Soeharto telah mendapat kepercayaan dari
masyarakat karena telah dianggap berhasil dalam meredam peristiwa G30S-PKI.
Soeharto secara halus sebenarnya telah melakukan kudtea kepada Presiden
Soekarno dengan tidak mematuhi perintahnya. Dengan pembangkangan ini serta
lebih memilih untuk melaksanakan inisiatifnya sendiri.[5]

Peristiwa G30S-PKI lebih jauh lagi, telah mampu mengantarkan Soeharto


menjadi Presiden. Pada masa kepemimpinannya, lokasi lubang buaya menjadi
tempat yang begitu sakral. Lubang buaya dianggap sebagai tempat permulaan bagi
jalan mulus Soeharto sebagai Presiden. Maka tak heran lokasi ini begitu
diperhatikan sampai sampai Soeharto mendirikan sebuah monumen di lokasi ini.
Tidak hanya monumen, museum dan beberapa ruang pameran juga dibangun disini
dengan tujuan agar masyarakat Indonesia akan selalu mengingat peristiwa G30SPKI.
Beberapa pendapat mewarnai kontroversi mengenai Monumen Pancasila
Sakti. Beberapa berpendapat bahwa Monumen ini hanyalah propaganda Soeharto
untuk melegitimasi kekuasaannya karena dulu pernah sangat berjasa bagi negara.
Selain itu, penimpaan kesalahan pada PKI juga menuai beberapa pertanyaan dari
banyak pihak. Ada anggapan bahwa peristiwa G30S-PKI hanyalah gerakan kup oleh
tentara junior angkatan darat kepada para seniornya.[6]
Pada masa pemerintahan Soeharto, monumen ini digunakan untuk menarik
sumpah setia kepada pancasila para menteri-menteri kabinetnya. Tiap tahun juga
selalu diperingati hari kesaktian Pancasila setiap tanggal 1 Oktober. Pada masa
orde baru, hari kesaktian pancasila merupakan salah satu hari yang sakaral dimana
pada hari itu semua instansi pemerintah wajib melakkan upacara bendera.
D. Arti Penting Monumen Pancasila Bagi Masyarakat Indonesia.
Sebagai monumen, Monumen Pancasila Sakti memiliki fungsi untuk
mengenang kejadian yang menjadi latar belakang pembangunannya. Dalam hal ini
Monumem Pacasila Sakti dibangun untuk mengenang jasa pahlawan revolusi yang
gugur dalam peristiwa G30S-PKI. Selain untuk mengenal pahlawan secara personil,
Monumen ini juga menjadi pengingat atas jasa ABRI yang telah menumpas gerakan
PKI dan jasa Soeharto.
Monumen Pancasila Sakti juga memiliki manfaat sebagai pengiingat untuk
lebih waspada. Terutama kewaspadaan terhadap gerakan PKI. Pada salah satu
relief tertulis pesan kewaspadaan akan bahaya laten komunis di Indonesia. Dalam
relief disebutkan, jika PKI hadir kembali di Indonesia maka kekacauan dan
kekejaman pasti akan terjadi. Karena itulah pemerintah orde baru begitu menjaga
agar PKI tidak hadir lagi di Indonesia.
Monumen Pancasila Sakti juga bisa dijadikan referensi sejarah. Banyak
benda benda bersejarah yang ada di sini. Terutama benda-benda dari peristiwa
G30S-PKI. Monumen ini sendiri bisa membantu dalam visualisasi kejadian pada
peristiwa G30S-PKI karena dalam monumen setting tempat diseseuaikan dengan
keadaan aslinya. Salah satunya bangunan rumah dan sumur lubang buaya yang
keadaannya masih sama dengan yang ada di tanggal 30 September 1965.
Selain itu, Monumen Pancasila juga menjadi alternatif tempat rekreasi bagi
warga ibukota khususnya, serta masyarakat Indonesia pada umumnya. Suasana
tempat yang asri, masih rimbun dengan banyak pepohonan membuat tempat ini
enak dikunjungi untuk sekedar melepas penat dari suasana di kota yang pengap
suasana yang tenang juga bisa menyegarkan pikiran. Juga bisa menjadi tempat

liburan bagi seluruh keluarga yang terjangkau, baik untuk masalah waktu maupun
masalah biaya.

Anda mungkin juga menyukai