Anda di halaman 1dari 6

Monumen Pancasila Sakti

Nama : Hotma Tiarasi Kelas : X - D

Deskripsi Monumen Pancasila Sakti

Monumen Pancasila Sakti dibangun di atas lahan bekas peristiwa G30S-PKI. atas prakarsa Presiden ke-2
RI, Socharto, Monumen ini dibangun untuk mengingat perjuangan para Pahlawan Revolusi yang
berjuang mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi
komunis. Ideologi komunis terutama dibawah pengaruh Partai Komunis Indonesia yang pada era tahun
60-an memiliki kekuatan yang cukup besar karena memiliki pemilih yang banyak pada pemilu.

Monumen yang berada di area seluas 14.3 hektar ini diresmikan Presiden Socharto pada Agustus 1973,
bertepatan dengan peringati Hari Kesaktian Pancasila. Tiga tahun kemudian, berdasar Surat Keputusan
Menpangad No. KEP.977/9/1996 tanggak 17 September 1966, setiap tahun dimulai tradisi memperingati
Hari Peringatan Kesaktian Pancasila. Dan akhirnya, pada 1980, Pusjarah TNI, atau dulu Pusjarah ABRI.
mendapat mandat menjadi pengelola Monumen Pancasila Sakti berdasarkan Kepres No. 51/1980.

Monumen ini terletak Kelurahan Lubang Buaya, Kecamatan Cipayung. Jakarta Timur. Di sebelah selatan
tempat ini terdapat markas besar Tentara Nasional Indonesia. Cilangkap, berbatasan di sebelah utara
adalah Bandar Udara Halim Perdanakusuma, yang pada saat peristiwa G30S-PKI menjadi pusat kekuatan
PKI. sedangkan sebelah timur adalah Pasar Pondok Gede, dan sebelah barat, Taman Mini Indonesia
Indah.

Sebelum menjadi sebuah monumen dan museum, tempat ini merupakan tanah atau kebun kosong yang
dijadikan sebagai pusat pelatihan milik Partai Komunis Indonesia. Kemudian, tempat itu dijadikan
sebagai tempat penyiksaan dan pembuangan mayat para korban Gerakan 30 September 1965
(G30S/PKI). Di kawasan kebun kosong itu terdapat sebuah lubang sumur tua sedalam 12 meter yang
digunakan untuk membuang jenazah para korban G30S/PKI. Sumur tua itu berdiameter 75 cm.

1. Monumen Pancasila Sakti

Monumen Pancasila Sakti berbentuk setengah lingkaran yang diatasnya berdiri 7 patung Jenderal
pahlawan revolusi yang salah satu menunjuk ke arah sumur di depan monumen. Yang menjadi latar
belakang adalah sebuah dinding besar, yang di sisi atasnya terdapat patung garuda pancasila. Terdapat
pula relief yang menceritakan tentang peristiwa gerakan 30 september PKI.

Relief menceritakan mulai dari kekejaman PKI dalam menyiksa para Jenderal, lalu menimbun mayat ke
dalam sumur. PKI juga digambarkan melakukan kekejaman kepada rakya Indonesia. Kemudian relief
menceritakan bagaimana TNI menumpas gerakan PKI di bawah komando Pangkostrad Socharto. PKI
digambarkan telah kalah kepada pasukan TNI.

Terdapat Pesan dalam relief yang berbunyai. "Waspada..... dan mawas diri agar peristiwa sematjam ini
tidak terulang lagi."[1] Pesan ini ditujukan kepada seluruh masyarakat indonesia, agar di kemudian hari
peristiwa pemberontakan PKI tidak terjadi lagi. Bersama pesan disematkan gambaran mengenai
peristiwa penyiksaan Para Jenderal AD di Lubang Buaya.

Dan relief berakhir dengan menunjukkan sosok seorang Soeharto. Soeharto dalam relief, digambarkan
sebagai sosok penyelamat yang menyelamatkan rakyat dari kebiadaban PKI. Di depan monumen
terdapat semacam pelataran atau altar yang biasa digunakan pengunjung monumen untuk
mengabadikan gambar di depan monumen.

2. Sumur Lubang Buaya

Terletak persis di depan monumen adalah sumur lubang buaya. Sumur yang digunakan untuk
membuang mayat para Jenderal. Sumur ini berdiameter 75 cm dan memiliki kedalaman sekitar 12
meter. Di kiri kanan sumur terdapat pagar yang membatasi pengunjung untuk menghindarkan
pengunjung untuk membuang sesuatu ke dalam sumur. Di sebelah sumur juga terdapat semacam
prasasti kecil yang menjelaskan tentang sumur maut ini.

Keberadaan sumur ini pada saat terjadi peristiwa 30 September sebenarnya sangat misterius. Sebab
keberadaan sumur tidak diketahui karena PKI menghapus jejak dengan membuat puluhan sumur yang
serupa. Sumur lubang buaya yang asli pada saat peristiwa 30 Semptember ditimbun dengan tanah dan
sampah, kemudian di atasnya dijadikan jalan yang digunakan untuk lalu lalang kendaraan. Itulah yang
membuat keberadaan sumur ini tidak diketahui.

Yang mengetahui letak sumur ini adalah seorang petugas kepolisian yang pada saat peristiwa 30
semtember sempat berkeliling di kompleks lubang buaya. Tanpa diketahui oleh pasukan PKI petugas
kepolisian ini menyaksikan perbuatan kejam PKI ini. Benda-benda kepunyaan petugas kepolisian ini
masih tersimpan di ruang paseban. Diantaranya sepeda yang digunakan untk berkeliling dan senjata api
serta pentungan dari kayu.

3. Rumah Tempat Penyiksaan

Persis di samping sumur lubang buaya terdapat rumah tempat penyiksaan para Jenderal. Rumah ini
dulunya merupakan rumah salah satu simpatisan PKI. Jenderal jenderal yang diculik oleh pasukan
Cakrabirawa dan pasukan PKI ini ditawan di rumah tersebut. Kemudian diinterogasi perihal isu resolusi
dewan Jenderal yang berencana untuk menggulingkan Presiden Soekamo. Hingga akhirnya para Jenderal
ini dibunuh dan mayatnya dimasukkan ke dalam sumur yang digali tepat di samping rumah tersebut.

Rumah yang terdapat pada kompleks monumen pancasila saat ini merupakan rumah tiruan, rumah asli
sudah hancur saat penyerbuan TNI ke lubang buaya. Dalam rumah terdapat diorama yang
menggambarkan tentang penyiksaan yang terjadi pada malam 30 September 1965. Terdapat beberapa
orang yang menginterogasi. Masing masing jenderal ditutup matanya kemudian disiksa. Dalam diorama,
para Jenderal dibawa hanaya mengenakan baju tidur biasa dan ada yg berkain sarung.

4. Museum Pengkhianatan PKI

Musium ini terletak sekitar 300 meter dari lokasi sumur lubang buaya. Museum ini berbentuk
menyerupai sebuah joglo besar. Museum Pengkhianatan PKI ini Berisi diorama-diorama yang
menggambarkan tentang peristiwa G30S PKI. Mulai dari awal sampai akhir. Museum dengan 3 lantai ini
merangkum semua gerak gerik PKI di berbagai tempat. Rangkuman sebagian besar menggunakan
diorama, sebagian lagi menggunakan gacri foto yang dipajang di ruangan terpisah.

Tapi terdapat sedikit kejanggalan dalam museum ini. PKI digambarkan dengan begitu buruk oleh
museum. Pelabelan pengkhianat dicapkan kepada PKI secara menyeluruh, bahkan hingga sampai pada
simpatisan-simpatisan di daerah. Museum ini melupakan beberapa jasa PKI yang tidak bisa
dimunafikkan bahwa mereka juga ikut melawan kapitalisme yang oleh Sockarno dilawan dengan gigih
demi mencapai perekonomian yang berdikari.

Selepas museum pengkhianatan PKI, terdapat salah satu ruang yakni ruang paseban. Ruang ini
menyimpan benda-benda peninggalan Jenderal yang terbunuh pada malam 30 September. Diantara
benda kebanyakan pakaian atau seragam yang dipakai pada waktu eksekusi. Banyak benda/pakaian
yang dipamerkan masih memiliki noda darah. Untuk memberi tau bagi semua pengunjung bagaimana
kondisi para perwira ABRI ini pada saat peristiwa G30S-PKI.

Benda-benda yang dipajang diantaranya baju seragam, senjata, peralatan memancing dan hobi dari
perwira-perwira lainnya. Juga terdapat beberapa benda seperti sepeda yang digunakan oleh seorang
polisi jaga yang pertama kali memergoki peristiwa G30S-PKI. Semua benda tersimpan rapi di dalam
sebuah lemari kaca yang besar.

5. Ruang Pamer Terbuka

Selain ruangan yang tertutup. Monumen Pncasila juga memiliki area pameran terbuka. Beberapa benda
yang memiliki peranan dalam peristiwa G30SPKI dipajang di beberapa tempat di area di sekitar
monumen. Salah satu yang dipamerkan misalnya kendaraan angkut yang digunakan untuk mengangkut
pasukan yang memberantas

pemberontakan PKI di Lubang Buaya. Juga Tank yang diletakkan di sisi jalan masuk menuju kompleks
Monumen. Beberapa benda yang dipajang merupakan benda benda yang berukuran besar yang sulit jika
harus dimasukkan ke dalam arena Museum. Selain kendaraan tempur dan tank, terdapat juga senjata
berat seperti senjata artileri. Dari beberapa benda yang terpajang hampir semuanya sudah tidak
berfungsi.

B. Koleksi Museum dan Monumen Pancasila Sakti Berikut beberapa contoh koleksi Monumen
Pancasila Sakti dan Museum Pengkhianatan Komunis serta ruang pameran Paseban: a. Ruang Intro

Dalam ruang terdapat 3 mozaik foto yang masing-masing menggambarkan: 1. Kekejaman PKI terhadap
bangsa sendiri dalam pemberontakan Madiun. 2. Penggalian jenazah korban keganasan PKI dalam
Gerakan 30 September 1965 3. Pengadilan gembong-gembong G.30.S/PKI oleh Mahkamah Militer Luar
Biasa.

b. Diorama

Peristiwa Tiga Daerah (4 November 1945)

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, kelompok komunis bawah tanah mulai memasuki
organisasi massa dan pemuda seperti Angkatan Pemuda Indonesia (API) dan Angkatan Muda Repubilik
Indonesia (AMRI). Dengan menggunakan organisasi massa, orang-orang komunis memimpin aksi
penggantian pejabat pemerintah di tiga kabupaten Karesidenan Pekalongan yang meliputi Brebes, Tegal
dan Pemalang.

Pemberontakan PKI di Madiun ( 18 September 1948)

Pada saat Pemerintah dan Angkatan Perang memusatkan perhatian untuk menghadapi Belanda, PKI
melakukan pengkhianatan yang didahului dengan kampanye menyerang politik pemerintah, aksi teror,
mengadu domba kekuatan bersenjata dan sabotase di bidang ekonomi. Dini hari tanggal 18 September
1948 PKI mengadakan pemberontakan di Madiun. Sejumlah tokoh militer, pejabat pemerintah dan
tokoh masyarakat dibunuh. Di gedung Karesidenan Madiun PKI mengumumkan berdirinya "Soviet
Republik Indonesia" dan pembentukan Pemerintah Front Nasional. Pembunuhan di Kawedanan Ngawen
(Blora) (20 September 1948)

Pada tanggal 18 September 1948 Markas Kepolisian Distrik Ngawen (Blora) diserang oleh pasukan PKI.
Dua puluh empat orang anggota polisi itu ditahan dan tujuh orang yang masih muda dipisahkan.
Kemudian datang perintah dari Komandan Pasukan PKI Blora agar mereka dihukum mati. Peristiwa
Tanjung Morawa (16 Maret 1953)

Pada tahun 1953 Pemerintah RI Karesidenan Sumatera Timur merencanakan untuk mencetak sawah
percontohan bekas perkebunan tembakau di desa Perdamaian. Tanjung Morawa. Akan tetapi rencana
itu ditentang oleh penggarap liar yang sudah menempati areal tersebut. Pada tanggal 16 Maret 1953
pemerintah terpaksa mentraktor areal tersebut dengan dikawal oleh sepasukan polisi. Ketika itulah
massa tani yang didalangi oleh Barisan Tani Indonesia (BTI) oma PKI, melakukan tindak brutal.

Kampanye Budaya PKI (25 Maret 1963)

Tidak hanya dibidang politik yang ingin dikuasai oleh PKI tetapi juga bidang lain seperti sastra dan
budaya. Salah satu usaha yang dilaksanakan oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) bersama semua
lembaga yang ada di bawahnya adalah memasukan komunisme ke dalam seni dan sastra, mempolitikan
budayawan dan mendiskreditkan lawan. Pada tanggal 22 sampai 25 Maret 1963 diselenggarakan
Konferensi Nasional I Lembaga Sastra Indonesia di Medan. Rongrongan PKI terhadap ABRI (1964-1965)

Kampanye anti ABRI, khususnya TNI-AD berlatar belakang pada kecemburuan PKI karena ABRI berhasil
membendung pengaruh PKI dikalangan rakyat. Berbagai macam cara kampanye anti ABRI telah
dilakukan PKI seperti tuduhan, isyu, provokasi, fitnah politik, dan lain-lain. Sejak tahun 1964 PKI dengan
"Ofensif Revolusionernya secara gencar menyerang ABRI seperti tuntutan pembubaran aparat teritorial
dan puncaknya isyu Dewan Jenderal 1965.

Peristiwa Kanigoro (13 januari 1965) Peristiwa ini terjadi di Kecamatan Kras, Kedtri, tanggal 13 Januari
1965, dimana para peserta Mental Training Pelajar Islam Indonesia Jawa Timur diserang oleh masssa
Pemuda Rakyat (PR) dan Barisan Tani Indonesia (BTI). Peristiwa Bandar Betsy (14 Mei 1965)

Untuk menggagalkan rencana pemerintah di bidang landreform, PKI dan organisasi massanya
melancarkan aksi sepihak yakni menguasai secara tidak syah tanah negara di beberapa tempat. Salah
satu di antaranya di Perusahaan Perkebunan Negara (PPN) Karet IX Bandar Betsi, Pematangan Siantar.
Pada tanggal 14 Mei 1965, kurang lebih 200 anggota Barisan Tani Indonesia (BTI), Pemuda Rakyat (PR).
dan Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) menanami secara liar tanah perkebunan karet tersebut.

Pawai Ofensif Revolusioner PKI di Jakarta (23 Mei 1965) Setelah merasa dirinya kuat, PKI mulai
melancarkan ofensif revolusioner yang bertujuan untuk menggalang dan mempengaruhi massa agar
berpihak kepadanya. Bentuk unjuk kekuatan itu ialah aksi kekerasan. aksi terror tuntutan pembentukan
Kabinet Nasakom dan Angkatan Kelima dan sebagainya. Salah satu unjuk kekuatan itu ialah
penyelenggaraan rapat raksasa di Stadion Utama Senayan tanggal 23 Mei 1965 dalam rangka peringatan
ulang tahun ke-45 PKI.
Penyerbuan Gubernuran Jawa Timur (27 September 1965) Salah satu usaha mendiskreditkan aparatur
pemerintah telah dilakukan PKI terhadap Gubernur Jawa Timur. Dengan dalih akan menyampaikan
resolusi tuntutan penurunan harga 9 bahan pokok..

c. Koleksi Museum dan Monumen Pancasila Sakti

Didalam Museum Paseban Monumen Pancasila Sakti terdapat beberapa

diorama sebagai berikut:

Rapat-Rapat Persiapan Pemberontakan Pada bulan September 1965 ketua CC PKI D.N Aidit
memerintahkan Syam Kamaruzaman Pimpinan Biro Khusus untuk menyusun suatu rencana
pemberontakan. Syam mengadakan rapat sebanyak 16 kali dengan Pono dan Waluyo anggota Pimpinan
Biro Khusus Pusat, Kepala Biro Khusus Daerah dan oknum-oknum ABRI

yang sudah dibina PKI.

Latihan Sukarelawan di Lubang Buaya 5 Juli - 30 September Untuk persiapan melancarkan


pemberontakan, PKI mengadakan latihan kemiliteran bagi para anggotanya. Dalih yang dipakai ialah
melatih para sukarelawan dalam rangka konfrontasi terhadap Malaysia. PKI menuntut agar pemerintah
membentuk Angkatan kelima dengan mempersenjatai buruh dan tani. Anggota-anggota yang dilatih
berjumlah kurang lebih 3700 orang terdiri atas anggota-anggota Pemuda Rakyat (PR), Gerakan Wanita
Indonesia (Gerwani) dan organisasi massa PKI lainya di Lubang Buaya. Penculikan Men/Pangad Letjen
TNI A. Yani (1 Oktober 1965)

Pukul 02.30 tanggal 1 Oktober 1965) pasukan penculik G.30.S/PKI sudah berkumpul di Lubang Buaya.
Pasukan dengan nama Pasopati dipimpin Lettu Dul Arief. Pasukan penculikan Men/Pangad Letjen TNI A.
Yani memakai seragarn Cakrabirawa tiba disasaran pukul 04.00 dan berhasil melucuti regu pengawal.
Kemudian segera membawa ke kawasan Lubang Buaya Penganiayaan di Lubang Buaya (1 Oktober 1965)

Dini hari tanggai 1 Oktober 1965 gerombolan G.30.S/PKI menculik 6 pejabat teras TNI AD dan seorang
perwira pertama. Di Lubang Buaya tubuh mereka dirusak dengan benda-benda tumpul dan senjata
tajam yan masih hidup disiksa satu demi satu kemudian kepalanya ditembak. Sesudah disiksa para
korban dilemparkan kedalam sumur tua sempit. Penyiksaan dan pembunuhan itu dilakukan oleh
anggota Pemuda Rakyat (PR), Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani) dan ormas-ormas PKI lainnya.
Pengamanan Lanuma Halim Perdanakusuma (2 Oktober 1965)

Panglima Kostrad Mayjen TNI Seoharto mengeluarkan perintah untuk segera mengamankan Lapangan
Udara Halim Perdanakusuma mengingat kekuatan G.30.S/PKI berpusat dipangkalan tersebut.Pasukan
yang akan melaksanakan tugas pengamanan terdiri atas 1 Yon RPKAD, 1 Yon Para Kujang Siliwangi yang
diperkuat I kompi panser. Pasukan bergerak pukul 03.00 tanggal 2 Oktober 1965 dari Markas Kostrad
menuju Lapangan Udara Halim Perdanakusuma dari arah timur. Mereka tiba dilempat sasaran pukul
06.00 pagi tanggal 2 Oktober 1965. Lapangan Halim Perdanakusuma dijaga oleh Yon 454/Diponegoro
yang diperalat G.30.S/PKI. Beberapa orang anggota RPKAD berhasil menyusup sampai ketempat parkir
pesawat-pesawat terbang, sedang anggota lainya sudah berada didepan Yon 454. Dengan gerakan
pendadakan, maka pasukan RPKAD dan Kujang berhasil melumpuhkan pasukan Yon 454. Pukul 06.10
Halim berhasil dikuasai oleh RPKAD dan Yon Para Kujang dan gerakan selanjutnya ialah menguasai
Lubang Buaya. Pengangkatan Jenazah (4 Oktober 1965)
Setelah menguasai Halim Perdanakusuma, pasukan RPKAD melanjutkan gerakan ke Lubang Buaya.
Setelah daerah iu diamankan, mulai melakukan pencarian jenazah perwira-perwira TNI-AD yang diculik
oleh gerombolan G.30.S/PKI. Sore hari tanggal 3 Oktober 1965 diperolah pentunjuk dari anggota POLRI
yang pernah ditawan oleh gerombolan G.30.S/PKI. la memberitahu bahwa perwira-perwira tersebut
jenazahnya dikubur di sekitar tempat pelatihan musuh. Tindak Lanjut Pelarangan Partai Komunis
Indonesia (26 Jnni 1982)

Pada tanggal 12 Maret 1966, Partai Komunis Indonesia berikut semua organisasinya yang
seazaz/berlindung/bernaung dibawahnya, dibubarkan oleh Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966.
Untuk mengantisipasi munculnya bahaya laten komunis, berdasarkan Intruksi Presiden No. 10 tahun
1982. Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) berkerja sama dengan
Lembaga Pertahanan Nasional mengadakan Penataran Kewaspadaan Nasional (Tarpadnas). Sejak
tanggal 19 September 1991 Tarpadnas diikuti oleh wakil-wakil pemuda dari 27 Provinsi dan berbagai
organisasi massa pemuda. Foto Para Pahlawan Revolusi

Tujuh foto pahlawan revolusi setengah badan dalam ukuran besar yaitu foto Letjen TNI Ahtnad Yani,
Mayjen TNI Soeprapto, Mayjen TNI M. T. Harjono, Mayjen TNI S. Parman, Brigjen D.I. Pandjaitan, Brigjen
TNI Soetojo Siswomihardjo, dan Lettu Pierre Andries Tendean.

Ruang Relik

Ruang Relik berisi barang-barang peninggalan para pahlawan revolusi terutama pakaian yang dikenakan
pada saat beliau gugur, petikan visum dokter. Peluru yang diketemukan dalam tubuhnya, tali pengikat
dan lain-lain. Di ruangan ini disajikan pula Aqualung (alat bantu pernafasan) dan sebuah radio lapangan
yang pernah digunakan Jenderal Socharto pada waktu memimpin penumpasan G.30.S/PKI. Ruang Teater

Di ruangan ini disajikan pertunjukan video cassette digital (VCD) yang berisi rekaman bersejarah sekitar
pengangkatan jenazah Pahlawan Revolusi dari sumur tua Lubang Buaya, pemakaman ke Taman Makam
Pahlawan Kalibata, Sidang Mahmillub serta pengangkatan Jenderal Soeharto menjadi pejabat Presiden
RI pada tanggal 12 Maret 1967. Masa putar VCD ini kurang lebih 30 menit. Ruang Pameran Foto

Ruang ini menyajikan foto-foto pengangkatan dan pemakaman jenazah

Pahlawan Revolusi ke Taman Makam Pahlwan Kalibata Jakarta.

d. Rumah-Rumah Bersejarah Rumah Diorama Penyiksaan

Menggambarkan penyiksaan para korban yang masih dalam keadaan hidup. Mereka adalah Mayor
Jenderal TNI S. Parman, Brigjen TNI Soetojo Siswomihardjo, dan Lettu Pierre Andries Tendean.

Rumah Pos Komando

Anda mungkin juga menyukai