Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN MENGENAI GERAKAN G30SPKI

Disusun oleh :

11. Diva Fauziah Ulya XII IPA 6

Laporan ini merupakan bentuk konsekuensi atas aksi penulis yang tidak
tercontoh karena telah melewatkan upacara Pancasila yang berlokasi di SMAN
6 Surabaya dengan secara sengaja.
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Sinopsis : “Film Penumpasan Pengkhianatan G 30 S PKI” atau hanya “Pengkhianatan G


30 S PKI” adalah versi resmi pemerintah Orde Baru tentang peristiwa yang terjadi pada
malam 30 September dan pagi 1 Oktober 1965 di Jakarta. Pemerintahan Soeharto kemudian
memerintahkan satu-satunya stasiun televisi di Indonesia saat itu, TVRI, untuk menayangkan
film ini setiap tahun pada tanggal 30 September malam. Pada saat stasiun-stasiun televisi
swasta bermunculan, mereka juga dikenai kewajiban yang sama. Peraturan ini kemudian
dihapuskan pada tahun 1998 dan sejak saat itu film ini belum pernah lagi diputar di stasiun
televisi Indonesia.

Film ini menggambarkan masa menjelang kudeta dan beberapa hari setelah peristiwa
tersebut. Dalam kala kekacauan ekonomi, enam jenderal diculik dan dibunuh oleh PKI
dan TNI Angkatan Udara, konon untuk memulai kudeta terhadap Presiden Soekarno.
Jenderal Soeharto muncul sebagai tokoh yang menghancurkan gerakan kudeta tersebut,
setelah itu mendesak rakyat Indonesia untuk memperingati mereka yang tewas dan melawan
segala bentuk komunisme.

Film ini menggambarkan gerakan G30S sebagai gerakan kejam yang telah merencanakan
"setiap langkah dengan terperinci", menggambarkan sukacita dalam penggunaan kekerasan
yang berlebihan dan penyiksaan terhadap para jenderal, penggambaran yang telah dianggap
menggambarkan bahwa "musuh negara adalah bukanlah manusia".
1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari makalah ini, antara lain:

1. Menyebutkan dan menjelaskan kejadian-kejadian apa saja yang terjadi di dalam film
G-30S/PKI.
2. Menghubungkan & mengaitkan kejadian-kejadian tersebut dengan Sila-Sila dari
Pancasila.

1.3 TUJUAN PEMBAHASAN

Adapun tujuan dari makalah ini, antara lain:

1. Untuk mengetahui sebab terjadinya G30S/PKI


2. Untuk menguraikan apa saja yang terjadi di dalam peristiwa G30S/PKI
3. Diharapkan mahasiswa mengerti akan kaitan G30S/PKI dengan Sila Pancasila dan
dapat menjadi penerus bangsa yang tidak melupakan sejarah besar di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kejadian-Kejadian yang Terjadi

 Peristiwa Kanigoro

Peristiwa penganiayaan ini terjadi pada tanggal 13 Januari 1965 sekitar Shubuh di desa
Kanigoro yang terletak tidak jauh dari Kota Kediri. Tiba-tiba ribuan orang-orang PKI
berpakaian hitam-hitam termasuk PR (Pemuda Rakyat), BTI (Barisan Tani Indonesia)
menyerbu (TC) Training Center tempat Pelajar Islam Indonesia. Pimpinan penyerbu itu
adalah Suryadi dan Harmono.

Massa gerombolan brutal itu menyerbu seluruh kompleks mental training. Dari sebelah
Barat mereka berteriak-teriak dan mengancam, ‘Hayo, ke Timur! Bunuh! Hayo, masuk!
Awas jangan sampai bisa lari, kalau lari bunuh saja!’. Bermacam teriakan dan ancaman itu
makin mengerikan. Gerombolan itu membawa senjata yang terhunus, di antaranya berupa
pedang, parang, klewang, sabit, clurit, belati, pecok(kapak), golok, linggis, palu-besar, rantai
sepeda, pentung/kentes, doran/luyung (kayu gagang cangkul), alu, dan lain-lain. Bahkan
diketahui ada yangmembawa senjata api. Seluruh peserta dan panitia menjadi panik dan
kacau-balau, sementara gerombolan itu terus melancarkan serangan.

Para peserta diserang oleh ribuan laki-laki yang tidak karuan bentuk coraknya. Mereka
menggeledah dengan paksa dan melanggar kesusilaan bahkan ada yang ditempeleng dan
disiksa. Semua buku dan catatan-catatan, baik buku bacaan, buku agama, maupun Al-Qur’an,
mereka rampas dan dimasukkan ke dalam karung dan diinjak-injak dengan kaki. Dengan
sombong, salah satu di antara mereka menjinjing Al-Qur’an dengan tangan kiri, dan berkata
“Awas ojo didemek lo, marai gudigen! Iki to sing marai gudiken kuwi?” (Awas, jangan
dipegang, ini yang menyebabkan penyakit kudis! Apakah ini yang menyebabkan penyakit
kudis itu?). Mereka juga merampok uang, dan harta benda lainnya milik peserta training.
Kemudian, mereka memaksa para pelajar keluar dan berbaris di halaman. Suara caci-maki
dan hinaan serta ancaman-ancaman dengan kata-kata kotor terdengar tanpa henti.

Segera setelah itu Suryadi dan Harmono sebagai benggol BTI dan Ketua Pemuda Rakyat
memberikan perintah agar semua yang ada di situ berbaris dua-dua. Lalu para korban digiring
ke kantor Polisi Sektor Kras, dengan sengaja mengambil jalan yang jaraknya lebih jauh 4 km.
Kami berangkat dengan disertai ejekan-ejekan, hinaan, dan caci maki yang mendirikan bulu
roma di sepanjang jalan. Tidak cukup dengan itu saja, jalan desa yang becek dan berkubang
harus tetap dilalui. Mereka akan menghardik; jika kami berhenti karena lelah atau kesakitan.
Dan, dalam perjalanan itu setiap bertemu orang yang lewat maupun petani yang ada di
pinggir jalan mereka mengatakan, “Ganyang Masyumi, setuju Pak/Mbok?” Tentu saja
mereka bilang setuju karena tidak tahu, takut atau ngeri melihat senjata yang diacung-
acungkan.

Sebelum sampai kantor polisi, kami dihentikan di suatu tempat dan dihadapkan ke
tembok. Dalam kesempatan itu mereka mencoba menteror mental kami, dengan berpidato
“Bunuh kader-kader Masyumi, bunuh antek-antek kapitalis”. Teriakan-teriakan seperti itu
terus menteror kami. Di antara para pelajar ada yang terkencing-kencing, ketakutan, atau
menangis. Kami menanti dan menanti apa yang bakal terjadi. Kepala siapa yang akan pecah
dulu terkena peluru PKI. Tubuh siapa yang bakal roboh dulu. Alhamdulillah, yang kami
takutkan tak terjadi. Suryadi memerintahkan kami untuk berjalan lagi. Kami menjadi
tontonan para petani itu.

Sesampainya di kantor polisi kurang lebih pukul 06.10 pagi, ternyata Kepala Polisi
Sektor Kras telah siap di kantornya. Para peserta Mentra diserahkan kepada Kepala Polisi
oleh gerombolan tersebut yang diwakili oleh Suryadi dan Harmono. Suryadi berpidato lagi,
penuh agitasi dan yel-yel. Lalu sebelum pergi, para peserta Mentra diperintahkan untuk
masuk halaman belakang kantor polisi sektor Kras.

Dengan tenang dan patuh kami duduk di halaman belakang sambil menantikan keputusan
yang sedang dirundingkan oleh pejabat-pejabat setempat. Hadir dalam kesempatan itu Camat
Kras Bapak Sumadi. Dalam pidatonya, Bapak Sumadi berlinang air mata. Beliau
mengatakan, “Saya minta maaf dan menyesal atas perbuatan orang-orang yang tidak
bertanggungjawab itu. Saya harapkan Saudara sabar dan bertambah tawakal kepada Tuhan
YME atas terjadinya peristiwa ini. Sekarang saya perkenankan kembali ke asrama lagi....”.
Maka akhirnya, kami kembali berjalan kaki ke desa Kanigoro.

 Peristiwa Kediri (Jengkol)

Dua hari setelah pasca teror Kanigoro, pada tanggal 15 Januari 1965 di suatu desa juga di
Kediri, ribuan orang-orang PKI menyerang petani Soedarno dengan dalih Sengketa Sawah
secara paksa karena luasnya dibilang melebihi jatah dengan membawa lembu, alat-alat
pertanian, dan menyatakan perang dengan umat Islam. Kepala desa yang mencoba
meleraikan dan menengahi tidak luput pula dari pengeroyokan dan penganiayaan. Peristiwa
itu kemudian terkenal dengan peristiwa Jengkol, yaitu di perusahaan pabrik kopi Sepawon,
Jengkol, Badek dan Satak.

 Bandar Betsy

Pada tahun yang sama, tanggal 14 Mei di Kec. Bandar Perhuluan, Kabupaten
Simalungun, Sumatera Utara yang berjarak waktu sekitar 4 jam dari kota Medan, disini
terjadi aksi sepihak PKI yang dikenal sebagai “Peristiwa Bandar Betsy”.

Peristiwa ini merupakan sengketa tanah milik negara dengan kaum tani yang menggarap
secara tidak sah dan sebenarnya persoalannya telah diselesaikan secara baik. Tetapi kemudian
kaum tani dihasut oleh orang-orang PTIPKI untuk menduduki kembali tanah itu secara
sepihak melawan pemerintah.
Dalam peristiwa ini seorang petugas Pembantu Letnan Satu (Peltu) Sudjono yang kala itu
bertugas sebagai anggota pengaman Perusahaan Perkebunan Karet Negara IX Bandar Betsy.
Ia gugur karena dikeroyok dan dianiaya oleh massa Barisan Tani Indonesia (BTI) yang
merupakan organisasi sayap Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan menggunakan cangkul
dan peralatan tani lainnya.

Aksi-aksi sepihak PKI dan organ-organ resminya, mencapai klimaks pada tanggal 30
September 1965 dalam bentuk kudeta berdarah. Tujuh jenderal TNI-AD di Jakarta dan
beberapa lainnya di berbagai daerah menjadi korban keganasan PKI. Sejumlah sejarahwan
menyingkap pertikaian sesama anak bangsa itu memakan korban tak kurang dari 300 ribu
nyawa di seluruh negeri. Belakangan, pemerintah Orde Baru menobatkan para jenderal
korban PKI itu sebagai 'Pahlawan Revolusi.'

Sebagai kenangan kepada generasi mendatang, tugu peringatan para pahlawan revolusi
itu didirikan dengan biaya yang tak kecil. Satu di antaranya adalah 'Tugu Sudjono' yang mirip
dengan Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya Jakarta. Melihat keberadaan
monumen itu, diperkirakan miliaran rupiah uang negara mengucur, saat proses pembangunan
berlangsung. Terletak di lahan yang luasnya diperkirakan 0,5 Ha di tengah areal perkebunan
karet milik PT Perkebunan Nusantara III kebun Bandar Betsy, tugu Sudjono di awal
pembangunannya terasa begitu megah dengan latar belakang burung garuda berwarna emas.

Model bangunan Tugu Sudjono sama dengan Monumen Tugu Tujuh Pahlawan Revolusi
di Komplek Lubang Buaya, Jakarta. Bedanya, agak ke depan dari monumen itu ada patung
Letda Sudjono, seolah memimpin ke tujuh jenderal itu. Harus diakui, tugu itu menyimpan
aura mistis dan kharisma bagi khalayak yang mengunjunginya.

Namun cerita itu ada di era Orde Baru. Kini tugu itu bagai monumen tanpa arti sama
sekali. Simbol revolusioner rakyat Sumatera Utara itu, seolah kesepian, karena tak lagi
mendapat perhatian. Di sekitar tugu banyak ditumbuhi rumput dan tanaman liar. Bahkan
beberapa bagian patung juga sudah rusak akibat tangan jahil orang tak bertanggungjawab.

Pada hari hari biasa Tugu Sujono sangat jarang didatangi pengunjung. Selain karena tidak
ada fasilitas umum untuk para pengunjung, jalan menuju lokasi  yang belum diaspal juga
menyebabkan pengunjung enggan datang.
Tugu Sujono biasanya akan ramai dikunjungi setiap tanggal 1 Oktober, karena di lokasi
ini dijadikan tempat upacara Hari Kesaktian Pancasila. Setelah itu Tugu Sujono pun kembali
terlupakan.

 Indramayu, Boyolali dan Klaten

Aksi-aksi sepihak yang didalangi PKI ini juga terjadi di Indramayu, Boyolali, Klaten, dan
berbagai tempat lainnya di Indonesia. Peristiwa Indramayu terjadi pada tanggal 15 Oktober
1964, melakukan penganiayaan tujuh orang polisi hutan. Peristiwa Boyolali terjadi pada
bulan November 1964, melibatkan bentrok antara PKI dan PNI. Lalu Peristiwa Klaten terjadi
pada tanggal 25 Maret 1964 mempermasalahkan sengketa sawah.

Menjelang terjadinya G-30 S/PKI, suasana di sekitar wilayah Klaten dan Solo tegang
sekali. Dimana-mana terdengar pidato dan tersebar slogan-slogan. “Ganyang Tiga Setan
Kota, Ganyang Tujuh Setan Desa, Ganyang Kapitalisme Birokrat,” begitu bunyi slogan yang
sering terdengar.

Kemiskinan di daerah tersebut merata di mana-mana. Kader PKI terlihat menyusup ke


mana-mana. Mereka menyusup masuk ke dalam kelompok buruh, tani, mahasiswa, atau
kelompok masyarakat lainnya.

Berbagai aksi sepihak pun bermunculan. Orang yang menggarap tanah oleh aktivis PKI
diiming-imingi janji manis bahwa setelah nanti menang mereka bisa segera memiliki sawah
itu. Buruh-buruh yang di Solo pun terbelah dua. Mereka yang ikut PKI diberi janji bahwa
suatu waktu nanti pabrik yang menjadi tempat mereka bekerja akan menjadi miliknya.

Perkelahian antarkampung juga marak. Pemuda Rakyat, Pemuda Islam, dan Pemuda PNI
saling bertarung. Fitnah bertaburan. Kami waktu itu dituduh sebagai anggota kaum
pemberontak DII/TII. Pokoknya kisruh. Anggota militer yang PKI juga turut andil
memanaskan suasana.

Para kader PKI juga punya jaringan yang luas. Mereka mempunyai hubungan yang
sangat kuat dengan pihak luar negeri. Bahkan, begitu kuat pengaruhnya, wali kota Solo waktu
itu sampai bisa menghadirkan presiden dan kosmonot dari Uni Soviet.

 Dokumen Perebutan Kekuasaan oleh PKI


Sebenarnya pada bulan Desember 1964 terungkap adanya dokumen tentang rencana
perebutan kekuasaan yang akan dilakukan oleh PKI. Namun oleh PKI dokumen itu dikatakan
palsu dan malah menuduh balik bahwa fitnah itu sengaja disebarkan oleh lawan politiknya
yaitu partai Murba. Juga dokumen yang pernah tersiar jelang pemberontakan di Madiun
tahun 1948 yang juga disanggahnya namun kemudian terbukti benar.

Pada tanggal 12 Desember 1964 sebuah dokumen ditunjukkan oleh Chaerul Saleh kepada
Ir Sukarno dalam pertemuan bersama pemimpin semua Parpol di Istana Bogor. Dokumen itu
bertanggalkan akhir Desember 1963 memuat garis-garis besar strategi PKI, antara lain:

1. Menggulingkan pemimpin yang borjuis, 

2. Mengucilkan kelompok “Nasutionis” dan “orang-orang berkepala batu”, 

3. Menolak pernyataan presiden Sukarno mengenai tidak adanya kelas-kelas dalam


masyarakat Indonesia, 

4. Menilai Nasakom sebagai “impian seorang idealis” yang pada hakekatnya bersifat
“revisionisme”, dan

5. Militer harus diindoktrinasi dan meningkatkan pembentukan sel-sel di dalam tubuh militer.

Namun dokumen itu ditolak oleh DN Aidit, sehingga terjadi perdebatan yang seru hingga
kemudian bisa diselesaikan secara musyawarah oleh Ir Soekarno.

 Angkatan Kelima & Dewan Jenderal

Dalam rangka persiapan gerakan perebutan kekuasaan negara, Partai Komunis Indonesia
(PKI) membentuk biro khusus pada tahun 1964. Tugas biro khusus ini adalah menyusun
rencana pemberontakan Gerakan yang akan dilakukan PKI pada tanggal 30 September 1965.
Sementara itu pula atas saran Menteri Republik Rakyat Cina Zhou Enlai, PKI melancarkan
tuntutan pembentukan angkatan kelima yaitu agar buruh tani dipersenjatai.

Tuntutan PKI ini tidak mendapat dukungan kecuali dari Kepala Angkatan Udara dan
Angkatan Laut. Sebaliknya menteri panglima AD, Letnan Jenderal Ahmad Yani secara tegas
menolaknya karena menurut perhitungannya pembentukan angkatan kelima akan
menimbulkan keruwetan dalam garis komando maupun pengawasan kekuasaan di Indonesia.
Perlu dicatat, gagasan ini sebenarnya tidak lepas dari kesanggupan Zhou Enlai yang
menjanjikan 100.000 pucuk senjata ringan secara cuma-cuma.

Dalam kenyataannya kemudian meskipun pembentukan angkatan kelima tidak terwujud,


namun pemberian senjata dari RRC ini tidak terlepas dari penyusunan kekuatan bersenjata
yang digunakan oleh PKI dalam Gerakan 30 September 1965.

Karena sikap pimpinan AD yang tidak mau mendukung tuntutan-tuntutan PKI tersebut
dan juga karena PKI selalu mencurigai pimpinan AD sebagai kekuatan utama yang akan
merintangi perjuangan PKI sebagaimana pengalaman-pengalaman sejarah peristiwa Madiun
tahun 1948 maka diciptakan isu ‘Dewan Jenderal’ yang dikatakan akan melancarkan gub.
Jadi, isu Dewan Jenderal sebenarnya bersumber dari Angkatan Kelima.

Menjelang G30S meletus, Presiden memanggil Yani agar menghadap ke Istana. Yani
rupanya merasa bahwa ia akan dimarahi oleh Bung Karno karena tidak menyetujui Angkatan
Kelima. Yani malah sudah siap kursinya (Menpangad) akan diberikan kepada orang lain. Saat
itu juga beredar isu kuat bahwa kedudukan Yani sebagai Menpangad akan digantikan oleh
wakilnya, Mayjen Gatot Subroto. Presiden Soekarno memerintahkan agar Yani menghadap
ke Istana pada 1 Oktober 1965 pukul 08.00 WIB. Tetapi hanya beberapa jam sebelumnya
Yani diculik dan dibunuh.

Yang paling serius menanggapi isu Dewan Jenderal itu adalah Letkol Untung Samsuri.
Sebagai salah satu komandan Pasukan Kawal Istana – Cakra Birawa, ia memang harus
tanggap terhadap segala kemungkinan yang membahayakan keselamatan Presiden. Untung
gelisah. Lantas Untung punya rencana mendahului gerakan Dewan Jenderal dengan cara
menangkap mereka. Rencana ini disampaikan Untung kepada Soeharto. Menanggapi itu
Soeharto mendukung. Malah Untung dijanjikan akan diberi bantuan pasukan.

 Isu sakitnya Bung Karno

Pada 1958, Presiden Soekarno sedang sakit dan tim dokter dari RRC di Istana Bogor
mendiagnosa bahwa Presiden Soekarno dalam kondisi kritis, ada 2 kemungkinan yang akan
terjadi terhadap kesehatan Presiden Soekarno yaitu lumpuh atau meninggal dunia. Versi lain
mengenai sakitnya Presiden Soekarno menjelang meletusnya Peristiwa 30 Oktober 1965,
diungkapkan oleh Soebandrio.
”Pada saat itu Bung Karno diperiksa oleh seorang dokter Cina yang dibawa oleh Aidit,
tetapi dokternya bukan didatangkan dari RRT, melainkan dokter Cina dari Kebayoran Baru,
Jakarta, yang dibawa oleh Aidit. Fakta lain: Bung Karno sebelum dan sesudah diperiksa
dokter itu juga saya periksa. Pemeriksaan yang saya lakukan didampingi oleh dr. Leimena.
Jadi ada tiga dokter yang memeriksa Bung Karno. Penyakit Bung Karno saat itu adalah:
masuk angin. Ini jelas dan dokter Cina itu juga mengatakan kepada Bung Karno di hadapan
saya dan Leimena bahwa Bung Karno hanya masuk angin. DN Aidit juga mengetahui
penyakit Bung Karno ini. Tetapi kabar yang beredar adalah bahwa Bung Karno sakit parah.”

 Kemiskinan Indonesia

Indonesia berada dalam kekacauan. Bisa dibilang keadaan demokrasinya sedang gagal.
Rakyat hidup dalam kemiskinan, sementara yang kaya memamerkan kekayaan mereka.
Presiden Soekarno sedang sakit dan hampir mati. "di gambarkan dengan gelandangan sana
sini yang tidur di pinggir jalan" dengan keadaan membludaknya kemiskinan inilah PKI yang
mempunyai kekuatan politik besar mendapat dukungan dari rakyat politik dan dengan cepat
mempunyai jutaan anggota pada tahun 1965.

 Pemanipulasian PKI

Konsep politiknya, Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme) telah menyebabkan


pertumbuhan besar anggota PKI. Partai yang mencoba melakukan kudeta pada tahun 1948 ini
telah menyerang dan membunuh orang di seluruh negeri. Presiden yang telah melemah juga
dimanipulasi oleh partai ini. PKI telah merekayasa cerita, berdasarkan Dokumen
Gilchrist yang palsu, bahwa Dewan Jenderal sedang mempersiapkan kudeta bila Soekarno
mati, kemudian PKI berencana melakukan ini sebagai alasan dalam menjalankan kudetanya.

PKI berada dibawah pimpinan D.N Aidit dan tempat latihannya di daerah Lubang Buaya,
Kolonel Untung Suyatno dan Kolonel A.Latief juga ikut dalam gerakan tersebut. PKI melatih
Sukwan dan Sukwati (anggota Pemuda Rakyat dan Gerwani). Pada tanggal 08-12 Agustus
1965 di Rumah DN Aidit, menurut Aidit yang berhasil hembuskan danmenyebarkan kepada
masyarakat tentang isu bahwa Dalam TNI-AD terdapat suatu “Dewan Jendral” yang
mengadakan coup atau perebutan dan mendesak bung karno agar tutup mulut terhadap
musuh-musuh PKI. Mereka juga membicarakan mengenai kelangsungan politik mereka jika
kekuasaan bung karno tergeser. Dan lagi AD akan menyerang angkatan progresif revolusi.
Untuk itu Aidit harus bertindak “siapa cepat dia dapat, siapa tepat dia selamat”. Dan dia
memerintahkan kepada temannya untuk menghubungi seluruh perwira yang mendukung PKI
dan mengumpulkan pasukan baik pusat maupun daerah.

 Rapat PKI

Pada tanggal 14 Agustus 1965, diadakan rapat PKI di rumah Syam yang dihadiri oleh
(Waluyo, Poco, dll ). Berikut pesan DN Aidit kepada peserta rapat : 

1. Gerakan yang akan dilancarkan bersifat terbatas

2. Sasaran utama gerakan adalah para jenderal yang tergabung dalam apa yang dinamakan
Dewan Jenderal dan tokoh-tokoh anti PKI.

3. Gerakan ini harus menguasai instalasi-instalasi vital seperti Telkom, RRI, Kereta Api.

4. Untuk memimpin gerakan ini kita sepakat mengajukan 3 nama calon yaitu Letnan Kolonel
Untung, Kolonel A. Latief, dan Mayor Udara Suyono.

 Rencana Diam-Diam

Pada tanggal 28 Agustus 1965, dilaksanakannya Sidang Politbiro PKI yang dihadiri oleh
DN.Aidit, Ir. Soekirman, Anwar, Nyono, Sanusi, Sakirman, Lukman, dll. Ir. Sakirman
menanyakan darimana DN Aidit mendengar isu tentang Dewan Jenderal, tentang masa depan
partai, dan agar Aidit menguraikan dengan lengkap mengenai perimbangan ABRI terutama
apabila nanti perwira-perwira yang progresif bertindah mendahului dewan jenderal. DN Aidit
menegaskan agar anggotanya tidak gegabah dalam bertindak membocorkan nama-nama demi
keselamatan partai PKI.

DN Aidit mengatakan bahwa “Pengaruh partai dalam kalangan angkatan bersenjata


umumnya dicerminkan oleh kekuatan partai di daerah itu, jadi pengaruh di Jawa adalah baik,
kecuali daerah Jakarta Raya dan yang terbaik adalah Jawa Tengah”. Dan Aidit mengatakan
bahwa dalam Dewan Jenderal ada ketidakkompakan antara Jenderal Ahmad Yani dan
Nasution dalam perebutan kekuasaan. Kala itu ada yang menyanggah apakah dengan
menguasai Pulau Jawa akan berhasil, lalu Aidit mengatakan dengan tegas “kunci
kemenangan adalah Jawa. Siapa yang bisa menguasai Jawa, itulah yang menang”. Sidang
tersebut menyimpulkan bahwa :
1. Sidang sepakat kemungkinan gub dewan jenderal lebih baik mendahului aksi dalam
bentuk operasi militer, serta membentuk dewan revolusi guna mengganti kandidat
dwikora
2. Menetapkan dewan kerja.
a. Soal-soal yang berhubungan dengan operasi militer termasuk penentuan hari H
diserahkan kepada ketua
b. Soal-soal politik terutama komposisi dewan revolusi diserahkan dewan harian
politik biro.
c. Pengelompokan kader-kader untuk dikirim ke daerah-daerah terutama di luar
Jawa yang diserahkan kepada Sutisman
d. Penentuan tenaga cadangan sebanyak 2000 orang yang diserahkan kepada Nyono,
termasuk koordinatnya untuk dilatih di Lubang Buaya
e. Agar semua berada di pos-pos masing-masing mendengarkan instruksi sesuai
dengan perkembangan.

 Isu Bung Karno telah wafat

Pada tanggal 6, 9, 13, dan 19 September 1965 di Rumah Kolonel Latif, diadakan rapat
PKI. PKI menyebarkan isu adanya Dewan Jenderal yang akan melakukan suatu gerakan
apabila Bung Karno wafat. Untuk itu dia mengajak untuk merapa barisan yang progresif
revolusioner saling bekerjasama dalam menyikapi hal tersebut. Mereka menggandeng Brigen
1 Kodam Raya yang optimis bahwa pasukan tersebut akan ikut demi gerakan itu, dalam
pasukan pengawal pimpinan Bung Kawno juga siap ada 2 kompi yang pemimpin gerakan
militernya adalah Letnan Kolonel Untung. Kekuatan Jakarta Raya ada 60.000 orang terdiri
dari kodam, kodim, kostart, termasuk RPKD. Juga bantuan dari pasukan Sukirno dari
Batalyon A4 54 dan Batalyon 30 juga akan ikut dikerahkan. Letkot Untung dipercaya untuk
memimpin gerakan tersebut karena ia adalah orang baru di Jakarta dan tidak banyak yang
mengenalnya dan dia juga sebagai pimpinan pasukan satwa cakra dengan tema
menyelamatkan pemimpin revolusi.

 Susunan rencana

Pada tanggal 21, 23, 26 & 27 Septembet 1965 di rumah Syam, PKI sudah menyusun
rencana untuk memerintahkan untuk membawa ketujuh jenderal dalam keadaan hidup atau
mati. Sasaran penculikan PKI adalah:
1. Jenderal TNI Abdul Harris Nasution
2. Letjen TNI Ahmad Yani
3. Mayjen TNI Raden Suprapto
4. Mayjen TNI Siswondo Parman
5. Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono
6. Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan
7. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo

Dalam operasi ini pasukan terdiri atas 3 komando yaitu komando penculikan dan
penyergapan disebut Pasukan Pasopati yang dipimpin oleh Letnan Satu Dul Arief yang
tugasnya mengambil para Jenderal hidup atau mati, komando penguasaan kota disebut
Pasukan Bimasakti yang dipimpin oleh Suradi, dan komando kopasus dipimpin oleh Jenderal
Mayor Udara Sukrisno disebut Pasukan Gatot Kaca atau Tri koro darmo. Semua itu dibawah
pimpinan Letkol Untung yang dibantu oleh Suparjo, Letkol Heru Atmojo, Kolonel Sukardi,
dan Ajeng Komesaris Polisi.

Pada tanggal 29 September 1965, Bricling Lubang Buaya, sebelum mereka melancarkan
aksi tersebut PKI kembali rapat mengenai teknis gerakan yaitu tugas pasukan Pasopati yang
dipimpin Letnan Dul Aried yaitu suatu kunci dari suatu gerakan yaitu menculik para dewan
jenderal hidup atau mati. Apabila gerakan ini gagal maka gerakan yang lain tak ada artinya.

Disebut juga pertemuan terakhir sesaat sebelum penculikan dilaksanakan yang


menegaskan bahwa gerakan PKI tersebut dinamai Gerakan 30 September dan menetapkan
hari H adalah tanggal 1 Oktober dan jam T pukul 04.00.

 Tragedi G-30S/PKI

PKI sudah mulai beraksi. Mereka mendatangi kediaman Dewan Jenderal satu persatu dan
dibunuh. Mereka dijemput oleh tentara-tentara PKI dengan dalih agar segera mengharap
Presiden karena keadaan darurat. Jika mereka tidak mau maka menggunakan cara kasar,
melakukan penembakan dan mengobrak-abrik rumah para Dewa Jenderal.

Pada 1 Oktober 1965, para dewan jenderal yang sudah tertangkap yaitu 4 orang yang
masih hidup yaitu Brigjen Sutoyo Siswomiharjo, Mayjen S. Parman, Mayjen Suprapto, dan
Jenderal A.H. Nasution namun berhasil melarikan diri melompati tembok, sementara Lettu
CZI Pierre Andreas Tendean datang berlari keluar dengan memegang pistol. Tendean dengan
cepat ditangkap, dan ketika ditanya di mana Nasution, mengaku dirinya adalah jenderal
tersebut.

Tiga orang yang sudah dalam keadaan terbunuh yaitu Mayjen MT.Haryono, Brigjen DI
Panjaitan dan Letjen Ahmad Yani. Seorang ajudan dari A.H Nasution, Lettu CZI Pierre
Andreas Tendean diculik oleh PKI karena berusaha menyembunyikan keberadaan Jenderal
AH.Nasution. sementara putri bungsu dari AH.Nasution, Ade Irma Suryani Nasution menjadi
korban penembakan dalam peristiwa ini. Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi
korban, yaitu Bripka Karel Satsuit Tubun, Kolonel Katamso Darmokusumo, dan Letkol
Sugiyono Mangunwiyoto.

Mayat dan tahanan yang dibawa ke kamp G30S/PKI di Lubang Buaya, di mana para
korban yang tersisa disiksa dan dibunuh. Tubuh mereka kemudian dilemparkan ke dalam
sumur.

Para pengikut PKI senang sekali. Mereka bersuka ria dengan menyanyikan lagu Genjer-
Genjer. Lagu ini dinyanyikan ketika mereka akan menyiksa tawanan mereka. Kemudian
salah seorang Gerwani mengatakan bahwa “penderitaan ini sangat pedih Jendral, sepedih
sayatan silet ini, tapi tak sepedih penderitaan rakyat”, kemudia sang Gerwani menyayat muka
sang Jenderal dengan siletnya. Ada juga yang dipaksa untuk mengakui bahwa Dewan
Jenderal itu ada dan menanyakan dimana keberadaan Jenderal Nasution. Mereka disiksa
habis-habisan, dipukuli, dan di tembak hingga mati seperti tidak memiliki sifat kemanusiaan,
tapi para Jenderal tetap tutup mulut.

 Pasca Tragedi

Pagi berikutnya, anak buah Letnan Kolonel Untung mengambil alih kantor RRI dan
memaksa staf disana untuk membaca pidato Untung yang menyatakan bahwa G30S telah
bergerak dan Letkol Untung menyelamatkan Soekarno dari Dewan Jenderal dan
mengumumkan pembentukan “Dewan Revolusi” yang diketuai Letkol Untung Sutopo. Anak
buah G30S/PKI lain pergi ke istana untuk mengamankan presiden tapi menemukan bahwa ia
telah pergi meninggalkan istana.
Di Bandara Halim, Presiden berbicara dengan para pemimpin G30S dan menyatakan
bahwa ia akan mengambil kontrol penuh dari Angkatan Darat. Pidato radio lain kemudian
segera dibacakan, menguraikan komposisi Dewan Revolusi yang baru dan mengumumkan
perubahan hirarki Angkatan Darat. Para pemimpin G30S mulai merencanakan pelarian
mereka dari Halim, yang harus dilakukan secepatnya. Soeharto memerintahkan pasukannya
untuk merebut kembali Telkom dan RRI pada malam hari dan memerintahkan berjaga-jaga di
Bandara Halim karena Presiden Soekarno dan beberapa menteri termasuk Jenderal AH
Nasution juga ada disana.

 Ditemukan tempat penguburan para korban

Sukitman, anggota polisi yang ditangkap pasukan penculik pada saat dilakukannya
penculikan terhadap Brigjen TNI D.I.Panjaitan, yang berhasil melarikan diri melaporkan
kepada pasukan keamanan bahwa ia menyaksikan sendiri penyiksaan dan membunuhan yang
dilakukan terhadap korban penculikan. Perintah Mayjen Soeharto dengan bantuan Sukitman
tanggal 3 Oktober 1965 dapat ditemukan timbunan tanah dan sampah yang diperkirakan
sebagai tempat penguburan ternyata adalah sebuah sumur tua. Hasil penggalian
membenarkan bahwa sumur tua tersebut ditemukan  tanda-tanda adanya janazah sesuai
dengan laporan dari Sukitman. Atas perintah Kolonel Inf Sarwo Edhie Wibowo, penggalian
timbunan tanah dihentikan karena mengalami kesulitan teknis, dan lagi hal tersebut perlu
dilaporkan terlebih dahulu kepada Mayjen Soeharto. Keesokan harinya Mayjen Soeharto
kemudian menuju sumur tua itu dan penggalian mulai dilakukan, yang pelaksanaan teknisnya
dilakukan oleh anggota kesatuan Intai para Ampibi (KIPAM) dari KKU AD ( Marinir)
bersama-sama anggota RPKAD dengan disaksikan kembali oleh mayjen Soeharto.

2.2 Hubungan Dengan Sila-Sila Pancasila

“Pada tanggal 30 September 1965, adalah awal dari Gerakan 30 September


(G30S/PKI). Pemberontakan ini merupakan wujud usaha mengubah unsur Pancasila
menjadi ideologi komunis. Hari itu, enam Jenderal dan beberapa orang lainnya dibunuh
sebagai upaya kudeta. Namun berkat kesadaran untuk mempertahankan Pancasila maka
upaya tersebut mengalami kegagalan. Maka 30 September diperingati sebagai Hari
Peringatan Gerakan 30 September G30S-PKI dan tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai
Hari Kesaktian Pancasila, memperingati bahwa dasar Indonesia, Pancasila, adalah sakti,
tak tergantikan.” (http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila)
Gerakan 30 September sendiri jelas-jelas menyimpang dan tidak mencerminkan dari
lima sendi utama penyusun Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang
adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Gerakan 30 September dianggap sebagai usaha dari sebuah Partai Komunis


Indonesia untuk menggantikan Ideologi Bangsa Indonesia yaitu Pancasila, Namun usaha itu
mengalami kegagalan itulah sebabnya 1 Oktober diperingati sebagai Hari Kesaktian
Pancasila. PKI dianggap melakukan sebuah gerakan kudeta untuk mengambil alih tampuk
kekuasaan di negeri ini, yang dimana saat itu kekuatan politik dikuasai oleh tiga kekuatan
besar yakni Nasionalis, Agamais, dan Komunis. Kondisi yang sangat gaduh ditambahnya
tingkat inflasi negara yang merajalela memperburuk keadaan.

BAB III

PENUTUP

Sejarah Gerakan 30 September ini sangat diharuskan oleh para siswa/i untuk bisa
memahami secara benar-benar agar menjadi penerus bangsa yang tidak melupakan kejadian
besar di Indonesia pada era Kemerdekaan terutama tahun 1965 apalagi kini pada tanggal 30
September setiap tahunnya selalu diperingati sebagai Hari Peringatan G-30S/PKI lalu pada
hari kemudian, tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Penulis mengharapkan agar semua penjelasan di dalam laporan makalah yang telah
tersusun dengan rapi sesuai dengan tujuan siswa / i ini. Penulis telah berusaha dapat mudah
dimengerti serta dipahami bagi para pembacanya.

Penulis juga berjanji untuk tidak mengulangi aksi tercela si Penulis dan akan berusaha
lebih menghargai perjuangan para pahlawan-pahlawan di masa lalu lebih banyak lagi.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak
membantu dan membimbing dalam menyelesaikan makalah ini, serta besar harapan penulis
agar makalah yang telah penulis susun dapat bermanfaat bagi pihak manapun. Aamiin
TTD TTD TTD TTD

Orangtua Wali kelas Wakasek

Anda mungkin juga menyukai