Keberhasilan TNI dan rakyat dalam mematahkan dan menumpas aksi G30S/PKI pada
tanggal 1 Oktober, membuktikan bahwa Ideologi Pancasila tidak mampu dilawan oleh
kekuatan komunis yang berusaha merongrong dan meruntuhkan semangat pancasila di
dalam jiwa rakyat Indonesia. Secara spontan rakyat bangkit untuk membela Pancasila dari
ancaman PKI. Karena kekuatan Pancasila ini, maka tanggal 1 Oktober ditetapkan sebagai
hari Kesaktian Pancasila.
Dengan perkiraan bahwa Madiun tidak mungkin dipertahankan, maka sebelum pasukan
TNI memasuki kota ini pada tanggal 30 September 1948, tokoh-tokoh PKI dan
pasukannya mengundurkan diri ke desa Kresek Kecamatan Wungu, Kawedanan Dungus,
sebelah tenggara kota Madiun. Ternyata daerah ini sudah dipersiapkan sebagai basis
pengunduran serta pertahanan PKI. Dalam pengunduran ini, pasukan PKI membawa
banyak tawanan yang belum sempat dibunuh. Sebelum mereka sempat mengadakan
konsolidasi, siang hari tanggal 1 Oktober 1948, desa Kresek diserang oleh kompi
Sampurno yang bergerak dari arah Sawahan, lereng timur G. Wilis. Pada hari itu juga
TNI berhasil menguasai Dungus. Dalam keadaan terdesak, sebelum melarikan diri orang-
orang PKI membantai hampir semua tawanannya dengan cara ditembak atau dipenggal
lehernya. Pembantaian dilakukan di sebuah rumah milik salah seorang penduduk dan
beberapa tempat di sekitar tempat itu. Mayat para korban dikubur dalam lubang besar
yang dangkal atau dibuang ke sungai. Di antara para korban terdapat beberapa perwira
TNI, dan perwira polisi, pejabat pemerintah dan tokoh-tokoh masyarakat.
Pada tanggal 1 Oktober 1965 di Yogyakarta, G30S/PKI berhasil menguasai RRI, Markas
Korem 072 dan mengumumkan pembentukan Dewan revolusi. Pada sore harinya,
mereka menculik Komandan Korem 072 Kolonel Katamso, dan Kepala Staf Korem Letnan
Kolonel Sugiyono secara terpisah. Selanjutnya kedua perwira dibawa ke kompleks Asrama
Batalton L, Kentungan, kira-kira 6 km di sebelah utara Yogyakarta. Pada dinihari tanggal
2 Oktober 1965 secara bergantian keduanya dibunuh.
Yang pertama menjadi korban adalah Letnan Kolonel Sugiyono. Ia digiring ke pinggir
lubang sedalam satu meter yang sudah dipersiapkan, dan para pembunuh sudah
menunggu. Seorang anggota G30S/PKI memukul tengkuk perwira itu dengan kunci
mortir. Pada pukulan kedua ia terjatuh dan kemudian meninggal dunia. Selanjutnya
Kolonel Katamso, mengalami peristiwa yang sama bahkan lehernya dijerat dengan seutas
kawat. Mayat korban pembunuhan tersebut dimasukkan ke dalam satu lubang yang telah
dipersiapkan. Untuk menghilangkan jejak, di bekas lubang itu dan sekitarnya ditanami
pohon singkong. Kedua jenazah baru ditemukan pada tanggal 21 Oktober 1965 dalam
keadaan rusak, setelah dilakukan pencarian yang intensif.
Sekalipun Madiun jatuh ke tangan TNI, tentara PKI masih melanjutkan kekejamannya
terhadap lawan-lawan politiknya. Di daerah Wonogiri, mereka menteror rakyat dan
menculik pejabat pamong praja antara lain bupati, wedana, anggota polisi dan para
ulama. Para tawanan yang berjumlah 212 orang ditahan dan disekap di dalam ruangan
bekas laboratorium dan gudang dinamit yang terletak di Bukit Tirtomoyo. Secara bertahap
sejak tanggal 4 Oktober 1948 sebagian tawanan dibunuh setelah lebih dahulu disiksa.
Ada yang langsung disembelih, ditusuk dengan bambu runcing dan bayonet atau
lehernya dijerat dengan kawat. Bahkan ada yang dilempari dengan batu sampai mati
dalam keadaan tangan terikat. Pembunuhan yang sudah menelan korban 56 orang
terhenti karena pasukan PKI disergap oleh Batalyon Nasuhi dan Kompi S. Militaire
Academie (MA) pada sore hari pada tanggal 14 Oktober 1948. Sergapan tersebut
didahului oleh tiga orang kadet MA yang berhasil melumpuhkan penjaga tahanan. Hal ini
membuat Tentara PKI terkejut dan panik sehingga mereka melarikan diri.
3
Mengingat kedatangan Inggris dan situasi mulai tidak aman, pada tanggal 5 Oktober
1945, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan maklumat pembentukan tentara
kebangsaan yang diberinama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pemerintah memanggil
mantan Mayor KNIL Oerip Sumohardjo ke Jakarta. Kemudian ia menerima pengangkatan
dari Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta menjadi Kepala Staf Umum dan ditugasi membentuk
tentara. Mulai saat itu dimana-mana dibentuk TKR untuk memperkuat ketahanan
nasional.
5 Oktober 1951. Peresmian Sapta Marga Sebagai Pedoman Hidup Prajurit TNI
Pada tanggal 5 Oktober 1951, Sapta Marga diresmikan sebagai pedoman hidup dan
pangamalan Pancasila dalam kehidupan prajurit TNI. Doktrin ini digunakan sebagai
pedoman dalam memberikan arah, menyamakan persepsi dan wawasan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi. KSAD membentuk lambaga pendidikan
candradimuka untuk menanamkan dan penghayatan Sapta Marga dalam jiwa setiap
prajurit. Pengembangan doktrin ini digali dari pengalaman bangsa Indonesia sendiri dan
dilaksanakan secara bertahap, sedangkan doktrin asing digunakan sebagai bahan
perbandingan saja.
Pada tanggal 5 Oktober 1964, suatu badan kesejarahan di lingkungan Staf Angkatan
Besenjata (SAB) didirikan dengan Surat Keputusan Menteri Koordinator Kompartemen
Pertahanan Keamanan Kepala Staf Angkatan Bersenjata No. M/B/197/64. Badan tersebut
diberinama Biro Sejarah SAB seperti tercantum dalam SK-nya ialah mengembangkan
moril, esprit de corps, dan mempercepat integrasi mental Angkatan Bersenjata, serta
memperkokoh ketahanan bangsa Indonesia bidang moril dan kejiwaan di kalangan
anggota-anggotanya, dan di kalangan rakyat pejuang, bangsa Indonesia pada umumnya.
4
Dalam perkembangannya, nama Pusjarah beberapa kali silih berganti. Baru tiga bulan
setelah kelahirannya, berubah nama menjadi Pusat Sejarah Angkatan Bersenjata disingkat
Pussejab. Pada tanggal 27 April 1966 diganti dengan nama Lembaga Kesejarahan
Hankam (Lajarah Hankam), yang berada langsung dibawah Kas Hankam. Sesuai dengan
perubahan perkembangan organisasi Dephankam, maka pada tanggal 4 Oktober 1969
Lajarah Hankam diubah menjadi Pusat Sejarah (Pusjarah) ABRI yang langsung
bertanggungjawab kepada Menhankam. Pada tanggal 18 Februari 1974 Pusjarah ABRI
berubah lagi menjadi Pusat Sejarah dan Perpustakaan ABRI. Dan terakhir diganti menjadi
Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI dengan singkatan tetap Pusjarah ABRI sesuai dengan
Keppres No. 60 tahun 1983. Seiring dengan perkembangan era reformasi, Pusjarah ABRI
menjadi Pusat Sejarah TNI berdasarkan Keputusan Panglima TNI No. Kep.13/X/2001
tanggal 25 Oktober 2001 tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Pusjarah TNI.
Ketika Gubernur Sumatera Mr. T.M. Hassan tiba di Medan dari Jakarta dengan membawa
berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, sejumlah pasukan Belanda telah tiba
di Medan, sehingga Proklamasi terpaksa belum dapat disiarkan. Pada tanggal 30
September 1945 di gedung Taman Siswa diadakan rapat oleh para pemuda pejuang
besenjata yang berhasil mendesak Gubernur Sumatera mengumumkan kepada rakyat
Sumatera, bahwa Soekarno-Hatta telah memproklamasikan kemerdekaaan bangsa
Indonesia. Akhirnya pada tanggal 6 Oktober 1945 di lapangan Fukereido (sekarang
lapangan merdeka) diadakan rapat umum untuk mengumumkan Proklamasi kepada
khalayak ramai. Tindakan ini memerlukan keberanian, karena pada waktu itu tentara
Jepang masih berkuasa dan tentara Belanda telah tiba pula di Medan.
6 Oktober
Oktober 1948. Mempertahankan Ponorogo dari Serangan PKI
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 6 Oktober 1948 ketika Kompi Mobile Brigade yang
dipimpin oleh Pembantu Inspektur Polisi Abdul Rachman menduduki Desa Jenangan,
tempat kedudukan pemberontak PKI yang dipimpin oleh Mayor Abdul Rachman. Dari
tempat inilah PKI melakukan serangan ke kota Ponorogo. Ketika Markas pemberontak
diduduki ada orang yang menyampaikan surat ditujukan kepada Mayor Abdulrachman
yang sudah melarikan diri. Setelah surat dibaca, isinya tentang rencana PKI menyerang
Ponorogo. Dengan diketahuinya rencana PKI ini, maka dengan persiapan yang matang
Mobile Brigade mengadakan jebakan. Rupanya serangan besar-besaran itu dilakukan
pada tanggal 8 Oktober 1948 dan dalam pertempuran yang hampir berlangsung hampir
satu hari penuh, PKI dapat dipikul mundur dan Ponorogo dapat dipertahankan.
14-
14-19 Oktober
Oktober 1945. Pertempuran Lima Hari di Semarang
Pada tanggal 14 Oktober 1945 pemuda-pemuda Semarang bergerak merebut gedung-
gedung yang diduduki oleh tentara Jepang khususnya di daerah Candi Baru. Keesokan
harinya, Komandan tentara Jepang Mayor Jenderal Nakamura dengan pasukannya yang
berkekuatan ± 1.500 orang dari Jatingaleh bergerak dan menyerang kota Semarang dari
tiga jurusan. Mereka menangkapi para pemuda yang bergabung dalam BKR, Polisi
Istimewa, Angkatan Muda dan lain-lain, hingga pecah pertempuran hebat di dalam kota,
antara lain di Kantor Besar Jawatan Kereta Api, Gedung Kempetei, Bojong, Bulu, dan
Pendirikan. Pihak Jepang berhasil menguasai kota. Beberapa kampung dibakar, Gubernur
Jawa Tengah ditawan dan dipaksa untuk menyatakan penghentian pertempuran.
Penghentian pertempuran dipercepat dengan datangnya pasukan Serikat dibawah
pimpinan Brigadir Jenderal Bethel pada tanggal 19 Oktober 1945, yang langsung
melucuti Jepang. Salah satu pertempuran terjadi di sekitar Hotel Du Pavillion (sekarang
Hotel Dibya Puri) yang dipertahankan mati-matian oleh para pemuda dan BKR.
Demonstrasi ini direncanakan Markas Besar Angkatan Darat atas inisiatif Letnan Kolonel
Sutoko dan Letnan Kolonel S. Parman. Pelaksanaannya diorganisasi oleh Kolonel dr.
Mustopo Kepala Kedokteran Gigi Angkatan Darat dan Perwira Penghubung Presiden, dan
Letnan Kolonel Kemal Idris, Komandan Garnisun Jakarta. Seksi Intel Divisi Siliwangi
mengerahkan demonstran dari luar Ibukota dengan menggunakan kendaraan truk
militer. Pada waktu itu, Pasukan Tank muncul di Lapangan Merdeka, dan beberapa pucuk
meriam diarahkan ke Istana Presiden. Peristiwa 17 Oktober 1952 ini diupayakan
diselesaikan melalui pertemuan Rapat Collegial (Raco) tanggal 25 Februari 1955 yang
melahirkan kesepakatan Piagam Keutuhan Angkatan Darat yang ditandatangani oleh 29
perwira senior Angkatan Darat.
Pada waktu Indonesia sedang bermusuhan dengan Malaysia dan Singapura, tiga orang
sukarelawan Indonesia berhasil menyusup ke Singapura. Pada tanggal 8 Maret 1965,
mereka berhasil melakukan sabotase dan meledakkan obyek vital yaitu Gedung
McDonald di Singapura. Namun Usman dan Harun tertangkap dan kemudian diadili
sebagai penjahat perang. Pemerintah Indonesia berusaha menyelamatkan jiwa mereka
justru pada saat permusuhan antara Indonesia dengan Malaysia sudah berakhir, namun
pengadilan Singapura tetap pada vonisnya. Pada tanggal 17 Oktober 1968 keduanya
menjalani hukuman mati di penjara Changi, Singapura. Jenazah mereka dibawa ke
Indonesia dan sebelum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, kedua jenazah
disemayamkan di Markas Besar Hankam/TNI, Jakarta, yang mendapat sambutan besar
dari TNI dan masyarakat.
Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) lahir tanggal 20 Oktober 1964.
Sekber Golkar ini lahir karena rongrongan dari PKI beserta ormasnya dalam kehidupan
politik baik di dalam maupun di luar Front Nasional yang makin meningkat. Sekber
Golkar ini merupakan wadah dari golongan fungsional/golongan karya murni yang tidak
berada dibawah pengaruh politik tertentu. Jumlah anggota Sekber Golkar ini bertambah
dengan pesat, karena golongan fungsional lain yang menjadi anggota Sekber Golkar
dalam Front Nasional menyadari bahwa perjuangan dari organisasi fungsional Sekber
Golkar adalah untuk menegakkan Pancasila dan UUD 1945. Semula anggotanya
berjumlah 61 organisasi yang kemudian berkembang hingga mencapai 291 organisasi.
Pada awal kemerdekaan RI, hampir semua pangkalan udara dengan pesawat Jepang yang
masih ada dapat dikuasai setelah melalui pertempuran-pertempuran. Sedikit sekali yang
kita ketahui tentang pesawat-pesawat terbang Jepang. Buku-buku penuntun tidak ada.
Jika ada, belum tentu bisa dibaca karena semua ditulis dengan huruf Jepang, sedangkan
bagian-bagian pesawat serta perkakasnya tidak lengkap karena sengaja disabot oleh pihak
Jepang. Oleh karena kebutuhan mendesak akan pesawat terbang, para juru teknik kita di
Maguwo, Yogyakarta berhasil menyiapkan sebuah pesawat terbang latih lanjutan
bersayap dua yang terkenal dengan nama Curen. Pada tanggal 27 Oktober 1945 seorang
perwira penerbang Indonesia, Agustinus Adisutjipto telah mencoba untuk pertama
kalinya menerbangkan pesawat Curen yang berbendera merah putih. Peristiwa ini
menimbulkan semangat juang para pemuda kita di bidang penerbangan.
Untuk menyatakan kebulatan tekad atas inisiatif Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia
(PPPI), pemuda-pemuda Indonesia mengadakan kongresnya yang kedua yang
dilangsungkan pada tanggal 26-28 Oktober 1928. Kongres dihadiri oleh wakil-wakil dari
organisasi pemuda PPPI, Jong Sumatera, Pemuda Indonesia, Jong Batakse, Sekar Rukun,
Pemuda Kaum Betawi, Jong Islamiten Bond, Jong Java, Jong Ambon, Jong Celebes dan
lain-lain. Pada sidangnya tanggal 28 Oktober 1928 yang berlangsung di Jalan Kramat
106 Jakarta, dihasilkan ikrar pemuda yang berbunyi pertama, Kami putera dan puteri
Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah Indonesia, kedua, Kami putera dan
puteri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, ketiga, Kami putera
dan puteri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ikrar tersebut
dikenal dengan nama Sumpah Pemuda. Dalam kongres tersebut, dinyanyikan untuk
pertama kali lagu Indonesia Raya yang kemudian menjadi lagu kebangsaan Indonesia dan
dikibarkannya bendera Sang Merah Putih.
Pada tanggal 28 Oktober 1948 berdiri Markas Besar Komando Djawa (MBKD) dengan
panglimanya Kolonel A.H. Nasution. Tugas MBKD ialah mengadakan konsolidasi dan
mengatur siasat untuk menghadapi agresi Belanda. Pada waktu Belanda mengadakan
serbuan terhadap Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948, Panglima Tentara &
Teritorium Djawa (PTTD) beserta sebagian besar stafnya sedang mengadakan perjalanan
ke Jawa Timur untuk melakukan inspeksi terhadap persiapan-persiapan yang telah
dilaksanakan oleh teritorium Jawa Timur. Setelah PTTD menerima laporan, bahwa
Yogyakarta telah dibom oleh Belanda, Kolonel A.H. Nasution memerintahkan kepada
seluruh rombongan untuk segera menuju ke arah utara lereng Gunung Merapi. Akhirnya
rombongan tiba di desa Kepurun daerah Manisrenggo. Selanjutnya desa ini dijadikan
pusat kegiatan MBKD. Disinilah diatur taktik perang gerilya melawan Perang Rakyat
Semesta, yang kini cukup terkenal di luar negeri.
8