Anda di halaman 1dari 31

Laporan Hasil Kunjungan Museum

Pancasila Sakti
Tugas Pendidikan Kewarganegaraan

Kelompok 3:

 Adly Ridwan Hidayat


 Aldo Setiawan
 Eka Putri
 Inas Zharifah
 Lutfi Nur Aulia Hadi
 Miftahudin
 M.Ridho Hafiedz
 Sandra Nurul Aulia Dewi
 Silvia Meilanii
 Tiara Putri Dewi
 Wafiq Rosalin Syifa Azizah
 Zulfikar Ahyani
PERISTIWA G30 S PKI

Gerakan 30 september 1965/PKI atau G30 S/PKI adalah peristiwa


pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia terbesar yang pernah terjadi.
Peristiwa ini terjadi malam hari tepat saat pergantian dari tanggal 30
september menjadi 1 oktober 1965 saat tengah malam. Peristiwa ini
melibatkan anggota PKI dan pasukan Cakrabirawa.

Seperti gambar diatas kita dapat mengetahui pahlawan Revolusi antara lain:

 Letnan Jendral Anumerta Ahmad Yani


 Mayor Jendral Raden Soeprapto
 Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono
 Letnan Jendral Siswondo Parman
 Mayor Jendral D.I.Pandjaitan
 Mayor Jendral Sutoyo Siswomiharjo
 Kapten Pierre Tendean
Peristiwa tiga daerah
( 4 NOVEMBER 1945 )

Sesudah proklamasi kemerdekaan, kelompok komunis mulai muncul.


Mereka memasuki organisasi organisasi masa dan pemuda seperti

Angkatan Pemuda Indonesia (API), Angkatan Muda Republik


Indonesia(AMRI).

Dengan menggunakan organisasi massa pemuda, orang orang


komunis,memimpin aksi penggantian para penjabat pemerintah ditiga
kabupaten Karesidenan Pekalongan yang meliputi kabupaten Brebes,
Tegal, dan Pemalang. Usaha untuk meredam gerakan mereka dilakukan
oleh Komite Nasional Indonesia (KNI) Daerah tegal tetapi gagal. Pada
tanggal 8 oktober 1945 AMRI selawi dibawaah pimpinan Sakirman tokoh
komunis, bawah tanah, dan AMRI talang dipimpin oleh Kutil melakukan
teror. Pada tanggal 4 november 1945 pasukan AMRI dan massa yang
mereka pengaruhi melancarkan penyerbuan kekota Tegal.
AKSI KEKERASAN PASUKAN UBEL UBEL DI SEPATAN,

TANGERANG( 12 DESEMBER 1945 )

PADA TANGGAL 18 OKTOBER 1945. Badan direktorum dewan


pusat dibawah pimpinan Ahmad Khairun engan didampingi oleh tokoh
tokoh komunis bawah tanah berhasil mengambil alih kekuasaan
pemerintah RI di Tangerang dari bupati Abus Patmanegara. Dewan
membentuk laskar hitam atau laskar ubel ubel karna berpakaian serba
hitam dan memakai ikat kepala, laskar ini digunakan untuk melakukan
aksi teror seperti pembunuhan dan perampokan harta benda penduduk
tangerang.
PEMBERONTAKAN PKI DU CIREBON ( 14 FEBRUARI 1946)

Dengan dalih untuk memeriahkan koverensi laskar merah pada


januari 1946, pimpinan PKI Mr. Jossoeph dan Mr. Soeprapto
mendatangkan persatuan laskar merah dari jawa tengah dan jawa timur
ke cirebon sebanyak 3000 orang. Jumlah itu masih ditambah dengan
kekuatan laskar merah cirebon. Pada tanggal 12 februari 1946 laskar
merah melucuti TRI, menguasai kotadan gedung vital yaitu stasiun radio
dan pelabuhan.

Untuk mencegah pertumpahan darah, secara musyawarah dengan


pimpinan PKI dan meminta agar senjata TRI dikeembalikan. Lalu pada 14
februari 1946 TRI nelancarkan serangan untuk merebut dan menguasai
kembali Kota Cirebon.Pos penjagaan PKI berhasil dilumpuhkan dan
marakas besar PKI di hotel Ribbrinck dapat dikusai.sebagian pasukan
Laskar Merah menyerahkan diri dan sebagian lain melarikan diri.pimpian
PKI Mr.joesoeph dan Mr.soeprapto ditangkap,kemudian diajukan ke
pengadilan Militer untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
PERISTIWA REVOLUSI SOSIAL DI LANGKAT (9 Maret 1946)

Lahirnya Republik Indonesia belum sepenuhnya di terima oleh kerajaan


yang masih ada di Sumatera Timur. Akibatnya timbul rasa tidak puas
pada sebagian rakyat dan menuntut agar sistem kerajaan dihapus.Situasi
ini di manfaatkan oleh kelompok komunis (PKI dan PESINDO)untuk
menghapuskan pemerintahan cara kekerasan.Pada tanggal 3 Maret
1946,apa yang disebut revolusi sosial dimulai.Revolusi itu bukan gerakan
massa secara sepontanitas tetapi gerakan yang sudah di rencanakan .

Pada hari pertama aksi teror dan pembunuhan terjadi di


sunggal,Tanjung Balai,Rantau Prapat dan Pemantang Siantar.Walau pun
pada tanggal 5 Maret 1946 Kerajaan Langkat secara resmi di bubarkan
dan di tempatkan di bawah pemerintah RI di Sumatera Timur,namun
Sultan Langkat dan keluarganya tidak luput dari tindak kekerasan.
PEMOGOKAN BURUH SARBUPRI DI DELANGGU
(23 Juni 1948)

Salah satu usaha PKI untuk menjatuhkan wibawa pemerintah RI, adalah
mengacaukan perekonomian melalui aksi pemogokan buruh. Pada
tanggal 23 Juni 1948, lebih kurang 15.000 buruh paprik goni dan 7
perusahaan perkebunan kapas milik pemerintah di Delanggu, Klaten
melancarkan aksi mogok total. Mereka adalah anggota Serikat Buruh
Perkebunan Rebuplik Indonesia (Sarbupri) organisasi buruh dibawah
naungan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) , organisasi
massa PKI mereka mengajukan tuntutan kenaikan upah. Hal ini sulit
untuk diterima oleh pemerintah sebab negara sedang mengalami
kesulitan ekonomi yang parah. Dalam masa mogok itu, salah seorang
pimpinan SOBSI menyetujui aksi itu bahkan menghasut kaum buruh
untuk melanjutkan pemogokan sampai tuntutan mereka berhasil. Aksi
mogok yang sangat merugikan negara itu berakhir pada tanggal 18 Juli
1948 setelah partai-partai politik pada tanggal 14 Juli 1948
mengeluarkan pernyataan menyetujui Program Nasional.
PENGACAUAN SURAKARTA

(19 Agustus 1948)

Untuk mengalihkan perhatian RI terhadap kegiatan di Madiun, PKI


dengan sengaja menciptakan suasana kacau di kota Yogyakarta pusat
pemerintahan RI. Terbunuhnya Kolonel Sutarto, Panglima Divisi
IV/Penembakan Senopati, oleh orang yang tidak dikenal pada tanggal 2
Juli 1948 semakin memanaskan situasi. Dengan menyebarkan isyu
bahwa, Kolonel Sutarto dibunuh oleh anggota Siliwangi, PKI berhasil
menghasut Pasukan Siliwangi. Akibatnya terjadi penculikan,
pembunuhan, dan bentrokan bersenjata. Selain itu juga PKI berusaha
menciptakan suasana tidak aman dan tidak tentram dikalangan
masyarakat. Malam hari tanggal 19 Agustus 1948, ketika berlangsung
Pasar Malam Sriwedari dalam rangka ulang tahun kemerdekaan RI, PKI
membakar ruang pameran jawatan pertambangan, namun api dapat
dicegah, sehingga tidak merembet ketempat lain. Akibat kebakaran itu
timbul suasana panik dikalangan pengujung dan jatuh korban 22 orang
menderita luka-luka.
Pemberontakan PKI di Madiun
(18 September 1948)

Setelah gagal menjatuhkan kabinet hatta melalui cara parlementer,


maka organisasi yang berhaluan komunis menghimpun diri dalam front
demokrasi rakyat (FDR). FDR melakukan aksi-aksi politik dan tindak
kekerasan. Musso yang baru kembali dari Moscow mengambil alih
pimpinan PKI Musso menuduh Soekarno Hatta menyelewwngkan
perjuangan bangsa Indonesia.
Pada saat pemerintah dan angkatan perang memusatkan perhatian
untuk menghadapi Belanda, PKI melakukan pengianatan. Yang didahului
dengan kampanye menyerang politik pemerintah, aksi teror, mengadu
domba. Dini hari tanggal 18 September 1948 ditandai dengan 3 kali
letusan pistol PKI mengadakan pemberontakan di Madiun. Pasukan
seragam hitam segera bergerak menguasai objek-objek vital di dalam
kota. Sejumlah tokoh militer, pejabat pemerintah dan tokoh masyarakat
dibunuh. Di gedung inilah PKI mengumumkan : “Soviet Repuplik
Indonesia”.
PEMBUNUHAN DI KAWEDENAN NGAWEN
(20 SEPTEMBER 1948)

Pada tanggal 18 September 1948,Markas Kepolisian Distrik Ngawen di


serbu oleh pasukan PKI. 24 orang anggota polisi di tahan dan 7 orang
yang masih muda di pisahkan,mereka di telanjangi kemudian di sekap di
sebuah ruang sempit di belakang kawedangan Ngawen.
Tanggal 20 September 1948,7 orang anggota polisi di keluarkan dari
tahanan di bawa ke suatu tempat terbuka dekat kakus di belakang
kawedanan. 2 orang PKI datang membawa 2 batang bambu yang sudah
diikat ujungnya. 2 batang bambu di pegang ujungnya oleh 2 orang PKI
kemudian di jepitkan ke leher polisi. Pasukan PKI bersorak sorak ketika
tawanan mengerang kesakitan. Setelah tawanan mati,jenazahnya di
angkat beramai ramai di lempar ke dalam lubang kakus. Untuk
meyakinkan bahwa para tawanan sudah mati,tembakan salvo di arahkan
ke dalam lubang tersebut. Pembebasan gorang gareng (28 september
1948).
Pada waktu pki melakukan pemberontakan di Madiun, mereka menculik
lawan lawan politik nya seperti alim ulama,tokoh masyarakat, dan polisi.
Di daerah gorang gareng sebelah barat daya madiun tempat ini terdapat
pabrik gula Rejosari yang menjadi markas komunis. Pemerintah dan
rakyat setempat tidak berdaya untuk melakukan perlawanan terhadap
tindakan komunis.
Pada tanggal 28 september 1948, Batalion sambas yang sedang bergerak
untuk membebaskan kota madiun tiba di Gorang gareng.
Mereka berhasil menghadang perlawanan pasukan pki yang mencoba
mengahadang gerak maju pasukan pki.
Di Gorang gareng ini pasukan sambas menemukan puluhan orang yamg
sudah dibnuh pki, termasuk yang dibunuh di pabrik Rejosari.
PENGHANCURAN PKI DI SOKOO (28 SEPTEMBER 1948)

Setelah gagal merebut kota Trengalek, Batalyon maladi yusuf, membuat


kubu pertanian di desa sooko, di kaki gunung wilis, Ponorogo.Disini
terdapat pula pasukan PKI lainnya dibawah pimpinan Soebardi, dan
Pasukan Panjang Djokopriyono sehingga pertahanan pasukan PKI
bertambah kuat lawan lawan politik nya, antara lain antara lain asisten
wedana (camat) sokoo, sudah lebih dulu dibersihkan.
Pada tanggal 28 september 1948 Kompi Sumadi dari Batalyon
Sunandar dan Kompi Sabirin Muchtar dari Batalyon mujain melakukan
serbuan terhadap kubu pertahanan pasukan PKI tersebut dari dua arah.
Kompi sumadi menyerbu dari arah selatan berhasil merebut Thuk
Puyangan sebuah bukit yang tidak jauh dari markas komando pasukan.
Pertempuran yang mulai berkobar sejak pukul 10:00 pagi baru berakhir
pada senja hari setelah pasukan maladi yusuf di komando dengan
meninggalkan banyak korban dan senjata .
PEMBANTAIAN DI DUNGUS(1 OKTOBER 1948)
Pasukan TNI menasuki kota pada tanggal 30 september 1948, tokoh PKI
dan pasukannya mengundurkan diri ke desa Kresek ,kecamatan
wungu,Kawedanan dungus,sebelah tenggara kota madiun.dalam
pengunduran ini,pasukan PKI membawa banyak tahanan yang belum
sempat dimengerti.
Siang hari tanggal 1 oktober1948,Kresek diserang oleh kompisampurno
yang bergerak dari arah sawahan,lereng timur G.wilis. pada har itu juga
TNI berhasil menguasai Dungus.pembantaan di lakukan disebuah rumah
milik salah seorang penduduk,dan beberapa tempat disekitar rumah
itu.mayat para korban dikubur alam Lubang besar yang dangkal/dibuang
kesungai.
MUSSO TERTEMBAK MATI
(31 Oktober 1948)

Pada tanggal 1 oktober 1948 TNI berhasil menguasai dungus yang


dijadikan PKI sebagai daerah pengunduran PKI setelah kekalahan mereka
di Madiun. Para pimpinan PKI dan pasukannya melarikan diri ke arah
selatan dan berusaha menguasai Ponorogo. Serangan mereka ke kota
ini, 8 Oktober 1948,gagal. Pimpinan PKI terpecah menjadi beberapa
rombongan yang berusaha menyelamatkan diri masing masing. Musso
dan Amir Sjarifudin dikawal oleh dua batalyon yang cukup kuat
melarikan diri menuju Gunung Gambes. Dengan dua orang pengawalnya
dan menyamar sebagai penduduk desa, pagi tanggal 31 Oktober 1948
Musso tiba di Balong. Ditempat ini dia menembak mati seorang anggota
polisi yang memeriksanya. Seorang perwira TNI yang mencegatnya
ditembak, tetapi tidak mengenai sasarannya. Pasukan TNI yang
menegpungnya memerintahkan supaya dia menyerah. Musso menolak,
bahkan melawan sehingga terjadi tembak menembak. Dalam peristiwa
itu tertembak mati.

PENANGKAPAN AMIR SJARIFUDIN


(29 November 1948)
Usaha PKI untuk mengadakan konsolidasi di daerah Gunung liman yang
sudah dipersiapkan sebagai pusat pertahanan setelah kekalahan mereka
di Madiun, berhasil digagalkan TNI. Serangan mereka ke Ponorogo,
pimpinan pemberontak terpecah menjadi beberapa rombongan yang
berusaha menyelamatkan diri masing-masing. Amir Sjarifuddin dan
Musso dikawal oleh dua Batalyon yang cukup kuat, melarikan diri ke
Gunung Gamber disebelah barat Madiun. Ia dan rombongan
bersembunyi di Gua Macan di Gunung Pegat Kecamatan Kambu. Pada
tanggal 22 November 1948 pasukan awalnya menyerah, lalu senin sore
tanggal 29 November 1948 tempat persembunyiannya di kepung oleh
TNI, Amir Sjarifuddin dan beberapa tokoh lainnya menyerah dan
diserahkan kepada komandan Brigade 12 di Kudus.
PEMBUNUHAN MASAL DI TIRTOMOYO

(4 Oktober 1948)

Sekalipun Madiun jatuh ketangan TNI, tentara PKI maih melanjutkan


kekejaman terhadap lawan lawan politiknya. Di daerah Wonogiri
menteror rakyat dan menculik penjabat pamong praja antara lain
Bupati, Wedana, Anggota polisi dan Para Ulama. Para tawanan yang
berjumlah 212 orang ditahan dan disekap didalam ruangan bekar
Laboratorium dan gudang Dinamit yang terletak di Bukit Tirtomoyo.
Secara bertahap sejak tanggal 4 Oktober 1948 sbagian tawanan
dibunuh setelah lebih dahulu disiksa. Ada yang langsung disembelin,
ditusuk dengan bambu runcing dan bayonet atau lehernya dijerat
dengan kawan. Bahkan ada yang dilempari dengan batu sampai mati dan
dalam keadaan tangan terikat. Pembunuhan yang sudah menelan
korban 56 orang terhenti karerna pasukan PKI disergap oleh Batalyon
Nasuhi dan Kompi S Militaire Academic (MA) pada sore hari tanggal 14
Oktober 1948. Sergapan tersebut didahului oleh 3 orang kadet MA yang
berasil melumpuhkan penjaga tahanan. Hal ini membuat tentara PKI
terkejut panik sehingga mereka melarikan diri.
SERANGAN GEROMBOLAN PKI KE ASRAMA POLISI
(16 Agustus 1951)
Sesudah pengakuan kedaulatan sisa-sisa kekuatan bersenjata PKI
membentuk gerombolan bersenjata seperti gerombolan Sunari di Jawa
Timur, merapi merbabu kompleks di Jawa Tengah. Untuk menimbulkan
rasa tidak percaya rakyat terhadap pemerintah, mereka menteror rakyat
dengan cara perampokan, pembakaran dan pembunuhan bahkan berani
melawan pejabat tinggi negara dan aparat keamanan.
Pada tanggal 16 Agustus 1951 pukul 19.00 WIB gerombolan ehteh
berkekuatan puluhan orang bersenjata tajam dan senjata api serta
memakai ikat kepala bersimbol burung merpati palu arit menyerang
asrama mobile Brigade polisi di Tanjung Priok dengan tujuan mengambil
senjata. Peristiwa ini diawali ketika seorang anggota gerombolan dengan
alasan menjenguk rekannya tiba-tiba menyerang anggota polisi di
asrama, kedua anggota polisi mengalami luka-luka parah, seorang
wanita penghuni asrama juga menderita luka-luka, dalam serangan ini
gerombolan berhasil menumpas satu bren tujuh karaben mauser dan
dua pistol.
PERISTIWA TANJUNG MORAWA
( 16 Maret 1953)
Pada tahun 1953 pemerintah RI Karasidenan Sumatera Timur,
merencanakan untuk mencetak sawah percontohan didekat areal
perkebunan tembakau didesa Perdamaian Tanjung Morawa. Akan tetapi
area perkebunan itu sudah di tempati oleh penggarap liar. Usaha
pemerintah untuk memindahkan para penggarap dengan memberi ganti
rugi dan menyediakan lahan pertanian, dihalang-halangi oleh Barisan
Tani Indonesia (BTI), organisasi masa PKI. Pada tanggal 16 Maret 1953
pemerintah terpaksa mentraktor area tersebut dengan dikawal oleh
sepasukan polisi. Untuk menggagalkan usaha pentraktoran BTI
mengerahkan masa yang sudah mereka pengaruhi dari berbagai tempat
sekitar Tanjung Morawa. Polisi melepaskan tembakan peringatan ke
atas,tetapi tidak di hiraukan,bahkan mereka berusaha merebut senjata
polisi. Dalam suasana kacau,jatuh korban meninggal dan luka luka.
D.N AIDIT DIADLI (25 Februari 1955)

PKI di bawah pimpinan D.N AIDIT DIADLI sejak tahun 1952


meningkatkan agitusi dan propagandanya di segala bidang. Dengan
mengeluarkan statement Polit Biro CC PKI pada tanggal 13 September
1953,yang berjudul “Peringati Peristiwa Madiun secara Intren!” dalam
statement yang di muat dalam surat kabar PKI Harian Rakyat. Tanggal 14
September 1953,PKI secara terang terangan dan sengaja menghina
pemerintah RI dengan menyatakan bahwa pmberontakan Madiun tahun
1958 bukan di lakukan oleh PKI tetapi akibat provokasi pemerintah
hatta. Untuk mempertanggung jawabkan statement tersebut,Sekretaris
Jendral Polit Biro CC PKI D.N AIDIT DIADLI di hadapkan ke pengadilan
Negeri Jakarta. Sidang berlangsung selama 4 bulan,di mulai tanggal 25
November 1954 dan berakhir 31 Maret 1995,D.N AIDIT di nyatakan
bersalah dan di jatuhi hukuman.
RONGRONGAN PKI TERHADAP ABRI
(1964-1965)

Kampanye mendiskreditkan ABRI sudah di lakukan PKI sejak masa


perang kemerdakaan,tujuannya adalah untuk memecah belah
kekompakkan ABRI,memandulkan peranan sosial politik
ABRI,menghapuskan jati diri ABRI sebagai pejuang,prajurit yang ada
akhirnya menguasai ABRI. Salah satu aksi kampanye dari bawah,antara
lain di sampaikan pada Kongres Persatuan pamong Desa Indonesia(PPDI)
suatu organisasi masa PKI,pada tanggal 3 Agustus 1964 di Gedung
Serikat Buruh Kereta Api Manggarai,Jakarta.
PENANGKAPAN D.N. AIDIT
(22 NOVEMBER 1965)

Setelah G 30 S PKI mengalami kegagalan di Jakarata, pada tanggal 1


Oktober 1965 tengah malam ketua CC PKI D.N AIDIT melarikan diri ke
Jawa Tengah merupakan basis utama PKI. Pada tanggal 2 Oktober 1965
ia berada di Yogyakarta, kemudian berpindah-pindah tempat dari
Yogyakarta ke Semarang. Selanjutnya ia ke Solountuk menghindari
operasi pengejaran yang dilakukan oleh RPKAD. Tempat
persembunyiannya yang terakhir disebuah rumah di kampung Sambeng
Gede. Melalui operasi Inteligen, tempat persembunyiannya D.N. AIDIT
dapat diketahui oleh Abri. Tengah malam tanggal 22 November 1965
pukul 01.30 rumah tersebut digrebek dan digeledah oleh anggota
Komando Pelaksanaan Kuasa Perang (PEKUPER) Surakarta. Penangkapan
hampir gagal ketika pemilik rumah mengatakan bahwa D.N AIDIT telah
meninggalkan rumahnya. Anggota PEKUPER curiga karena menemukan
sandal yang masih baru, koper dan radio yang menandakan hadirnya
seseorang yang lain dalam rumah itu. Penggeledahan di lanjutkan. Dua
orang anggota PEKUPER menemukan D.N AIDIT yang bersembunyi
dibalik almari. Ia langsung ditangkap dan kemudian dibawa ke Markas
PEKUPER Surakarta di Loji Gandrung, Solo.
RAKYAT JAKARTA MENYAMBUT PEMBUBARAN PKI
(12 MARET 1966)

Pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 Menteri atau Panglima


Angkatan Darat Letjen TNI Soeharto menerima surat perintah yang
dikenal dengan nama Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar
dari Presiden Soekarno. Surat perintah tersebut berisi wewenang untuk
mengambil tindakan yang dianggap perlu guna menjamin keamanan dan
ketertiban. Untuk memenuhi aspirasi dan tuntutan masyarakat,
berdasarkan surat perintah tersebut pada tanggal 12 Maret 1966 Letjen
TNI Soeharto atas nama Presiden/Panglima tertinggi ABRI/Mandataris
MPRS/ Pemimpin Besar Revolusi, mengeluarkan keputusan tentang
pembubaran PKI dan Organisasi Massa yang seazas, bernaung dan
berlindung dibawah PKI. Keputusan ini diambil setelah melihat
kenyataan bahwa PKI baik secara faktual maupun yuridis telah
melakukan pemberontakan terhadap Pemerintah yang syah melalui G 30
S PKI.

Keputusan pembubaran dan pelarangan PKI diumumkan melalui siaran


RRI pada pukul 06.00 tanggal 16 Maret 1966. Keputusan ini disambut
hangat dari seluruh masyarakat Indonesia.
OPERASI TRISULA DI BLITAR SELATAN
(20 JULI 1968)

Setelah PKI dibubarkan, sisa-sisa pimpinan PKI berusaha membangun


kembali partai dengan cara membentuk basis-basis gerilya yang disebut
Comite Proyek (Compro). Melalui Compro Blitar Selatan, PKI membentuk
Central Comite (CC) dan Comite Daerah Besar (CDB) Jawa Timur. Sebagai
persiapan gerilya, mereka menyusun kekuatan bersenjata,
mengintensifkan latihan kemiliteran dan membangun kubu pertahanan
yang berupa ruangan bawah tanah (Ruba) memanfaatkan gua-gua alam
sebagai tempat persembunyian dan kubu pertahanan. Mereka juga
melakukan kegiatan Agitasi dan Propaganda untuk mempengaruhi
rakyat secara ilegal.

Dengan diketahuinya kegiatan mereka, Kodam VIII/Brawijaya segera


membentuk Komando Satuan Tugas Trisula yang diperkuat oleh
Kesatuan TNI AU, Polri dan Hansip. Pada tanggal 20 Juli 1968 salah satu
bagian dari Satuan Tugas Trisula ini dengan dibantu oleh Hansip/Wanra
melancarkan operasi pembersihan di Desa SumberJati, Kecamatan
Lodoyo, Blitar Selatan. Sasaran operasi ialah gua alam yang terdapat di
Desa teersebut. Dalam operasi ini berhasil ditangkap 11 orang PKI yang
bersembunyi didalam Gua. Salah seorang diantaranya Rewang anggota
CC PKI Gaya Baru.
PENUMPASAN GERAKAN PKI ILEGAL DI PURWODADI
(27 JANUARI 1973)

Samsudin alias Iramani, seorang Kader PKI sejak tahun 1968 membina
sejumlah mantan tahanan G 30 S PKI dan membentuk Komite Pangkalan
Mobil (CPM) dan Prajurit Gerilya atau Peraga. Untuk menjaga
kerahasiaan, mereka dibagi menjadi kelompok kecil. Aksi-aksi mereka
adalah perampokan, pembunuhan dan intimidasi terhadap penduduk
dan mantan tahanan G 30 S PKI. Gerakan yang dipimpin oleh Iramani ini
bernama “Gerakan Pembangunan Kembali PKI”, berhasil membina 7000
orang.

Berkat operasi intel dan teritorial yang dilaksanakan oleh ABRI bersama
rakyat di Kabupaten Grobogan, Sragen dan Boyolali berhasil
mempersempit ruang gerak mereka. Oleh karena didaerah Purwodadi
tidak mungkin bertahan, mereka bergerak pindah ke Boyolali. Pada dini
hari tanggal 27 Januari 1973, mereka keluar dari hutan perahu menuju
ke Hutan Bubak, melintasi Jalan Raya Solo-Purwodadi. Di dusun Ngasem
Desa Monggol, sejumlah penduduk dibawah pimpinan Mustika Geyer
dan Lurah Monggol menghadang mereka, setelah rahasia mereka bocor.
Dalam penghadapan ini berhasil ditangkap 29 orang Anggota
Gerombolan Iramani.
TERTEMBAKNYA MATINYA S.A SOFYAN
(12 Januari 1974)

Di bawah pimpinan S.A Sofyan,sisa sisa PKI Kalimantan Barat berhasil


mendirikan PKI gaya baru. Walaupun secara militer kekuatan mereka
tidak berarti,namun secara politik tetap merupakan bahaya. S.A Sofyan
di dukung oleh Pasukan Gerilya Rakyat Serawak(PGRS) dan Pasukan
Rakyat Kalimantan Utara(Paraku)yang berhaluan komunis. Untuk
mengantisipasi serangan dari PKI gaya baru,maka bulan februari 1969 di
lancarkan Operasi Sapu Bersih III. Operasi ini berhasil menghancurkan
kekuatan para pendukung PKI gaya baru.
Operasi militer selanjutnya dengan dukungan rakyat berhasil
menghancurkan pengikut S.A Sofyan pada bulan Juni 1973. Setelah
anggota keluarga dan beberapa pengikutnya tertangkap,S.A sofyan
menyelamatkan diri dan bersembunyi di daerah rawa rawa
Tarentang,Sebelah Tenggara Pontianak. Pada tanggal 12 Januari 1974
pasukan RPKAD berhasil menemukan tempat persembunyiannya. Ketika
di sergap,S.A Sofyan tertembak mati.
Di samping itu operasi operasi pembersihan,termasuk operasi
gabunggan dengan pasukan Malaysia,berhasil menumpas Gerakan
Pengacau Keamanan (PGRS-Paraku). Sejak tanggal 20 November 1982
daerah Kalimantan Barat di nyatakan aman dan bersih dari sisa sisa
gerombolan pengacau keamanan.
PENCULIKKAN MAYOR JENDRAL S.PARMAN

Pemimpin penculik menyampaikan bahwa Mayjen S.Parman di


perintahkan segera menghadap presiden,karena keadaan negara sedang
genting. Melihat tingkah laku yang tidak wajar istri S.Parman curiga dan
menanyakan surat perintah mereka. Mayjen S.Parman berpesan kepada
istrinya agar melaporkan kepada Letjen A.Yani. namun,ketika istri
Mayjen S.Parman menelpon salah penculik mendahuluinya dengan
mengambil pesawat telfon secara paksa hingga kabelnya putus.
Akhirnya,pasukan penculik memaksa Mayjen S.Parman kekendaraan
untuk di bawa ke Desa Lubang Buaya.
PENCULIKKAN MAYOR JENDERAL M.T HARYONO

Pemimpin penculik mengetuk pintu rumah dan istri Mayjen M.T


Haryono membukakannya. Dan menyampaikan bahwa ia di perintahkan
untuk segera menghadap presiden. Tetapi M.T Haryono menolak para
penculik pun marah dan berteriak agar Mayjen M.T Haryono keluar
karena permintaannya tidak di penuhi,para penculik mendobrak dan
menembaki pintu kamar,para penculik masuk dengan senjata siap
tembak. Lalu M.T Haryono pun di tikam dengan sangkur oleh
penculik,tembakkan sekap bungkus menyebabkan M.T Haryono tewas.
Lalu jenazah di seret dan di lempar ke atas truk untuk di bawa ke Desa
Lubang Buaya.

PENCULIKKAN JENDERAL A.H.NASUTION

Pada pukul 03.00 WIB 1 Oktober 1965 30 orang penculik masuk ke


pekarangan dan menyergap para pengawal rumah Jenderal Nasution
yang kemudian istri Jenderal A.H.Nasution memberitahu kepadanya lalu
Jenderal itu membuka pintu,beberapa tembakan di arahkan
kepadanya,kemudian ia menjatuhkan diri ke lantai untuk menghindari
tembakan.
Dalam keadaan demikian istri Jenderal A.H.Nasution menyarankan
suaminya untuk segera lari ke luar melalui pintu lain. Kemudian Jenderal
Nasution berusaha melompat ke tembok yang berbatasan dengan
Kedutaan besar,namun anaknya tertembak tetapi istrinya memberi
isyarat agar ia menyelamatkan diri,dan akhirnya ia melompat dan
berhasil menyelamatkan diri.
JENAZAH PARA PERWIRA ANGKATAN DARAT DI MASUKKAN KEDALAM
SUMUR MAUT
(1 Oktober 1965)
Dini hari 1 Oktober 1965,7 perwira TNI AD di culik dan di bunuh oleh
G30SPKI yang kemudian di bawa ke Desa Lubang Buaya. 3 diantaranya di
bunuh di kediamannya,yaitu Letjen Ahmad Yani,Mayjen M.T.Haryono
dan Brigjen D.I.Pandjaitan. sedangkan 4 lainnya di culik dan di bawa
dalam keadaan masih hidup dan tangan di ikat ke belakang dengan mata
di tutup. Ke empatnya kemudian disiksa dan di bunuh secara kejam.
Mereka itu adalah Mayjen R.Soeprapto,Mayjen S.Parman,Brigjen
Soetojo S,dan Lettu P.A.Tendean.
Selanjutnya semua jenazah di seret dan di masukkan ke sebuah sumur
berdiameter 75cm dan kedalaman 12m dengan posisi kepala di bawah.
Setelah semua jenazah di masukkan ke dalam sumur,kemudian di
tembaki secara beruntun. Selanjutnya untuk menghilangkan jejak sumur
di timbun dengan tanah dan sampah.
PENGANGKATAN JENAZAH DARI SUMUR MAUT
(4 OKTOBER 1965)
Proses pencarian 7 perwira TNI AD yang di culik dan di bunuh oleh
G30SPKI berhasil di temukan di Desa Lubang Buaya. Penemuan lokasi
penculikkan ini atas informasi dari Agen Polisi Tingkat II Sukitman,yang
ikut di culik G30SPKI namun berhasil meloloskan diri. Santosa
menemukan lokasi sumur tua pada 3 Oktober 1965 sekitar pukul 16.00
WIB.
Selanjutnya dengan di bantu warga sekitar di laksanakan penggalian.
Proses pengangkatan jenazah 7 perwira TNI AD dari dalam sumur tua
oleh pasukan RPKAD dan KIPAM,KAKAO AL Pimpinan Kapten KAKAO
Winanto. Peralatan utama yang di pakai untuk mengangkat jenazah dari
dalam sumur tua berupa peralatan selam(Masker dan tabung gas) dan
tali tambang. Jenazah yang berhasil di angkat pertama kali yaitu jenazah
Lettu P.A.Tendean pada pukul 12.05 WIB. Pukul 12.30 2 jenazah berhasil
di angkat sekaligus karena dalam keadaan terikat menjadi 1 yaitu
jenazah Mayjen S.Parman dan Mayjen R.Soeparto selanjutnya berturut
turut di angkat jenazah Mayjen M.T.Haryono,Brigjen Soetojo dan Letjen
A.Yani pada pukul 13.20 WIB dan yang paling terakhir di angkat yaitu
jenazah Brigjen TNI D.I Pandjaitan pada pukul 13.40 WIB.
UPACARA PEMBERANGKATAN JENAZAH KE TMP KALIBATA JAKARTA
(5 OKTOBER 1965)
Setelah 7 jenazah perwira TNI AD selesai di visum dan di mandikan di
Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat(RSPAD)Gatot Subroto,Jakarta,pada
malam hari 4 Oktober 1965 ke 7 jenazah di semayangkan di ruang
bawah sebelah kanan MBAD. Selanjutnya pada tanggal 5 Oktober 1965
di adakan upacara pemberangkatan 7 jenazah perwira TNI AD di MBAD
dengan inspektur upacara Menko Hankam Jenderal A.H.Nasution atas
jasa jasanya pemerintah di anugerahkan gelar Pahlawan Revolusi dan
menaikkan pangkatnya 1 tingkat lebih tinggi dari pangkat semula.
Pemberangkatan jenazah tersebut ke TMP Kalibata dengan di tempuh
dengan jarak selama lebih kurang 2 jam,dan memberikan penghormatan
terakhir kepada Pahlawan Revolusi masyarakat memenuhi sepanjang
jalan yang di lalui iringan jenazah tersebut.
Pemakaman pahlawan revolusi di lakukan dengan upacara kebesaran
Militer dan bertindak sebagai inspektur upacara Pangkostrad Mayjen
Soeharto. Pemakaman di awali dengan tembakan salvo,kemudian secara
perlahan satu persatu peti jenazah pahlawan revolusi di turunkan ke
liang lahat.
RUMAH RUMAH BERSEJARAH
A. RUMAH PENYIKSAAN
Pertemuan pada tanggal 22 Desember 1965 di selenggarakan
dirumah Syam di jalan Pramuka,Jakarta. Pertemuan tersebut
membahas tentang penetapan sasaran gerakan bagi masing masing
pasukan. Pasukan tersebut bergerak dari Lubang Buaya pada dini hari
tanggal 1 Oktober 1965 yang di dahului dengan gerakan penculikkan.
Mereka yang di culik,adalah :
1. Letnan Jenderal TNI Ahmad Yani
2. Mayor Jenderal TNI Mas Tirtodarmo Harjono
3. Mayor Jenderal TNI Raden Soeprapto
4. Mayor Jenderal TNI Siswondo Parman
5. Brigadir Jenderal TNI Donald Isaccus Pandjaitan
6. Brigadir Jenderal TNI Soetojo Siswomihardjo
7. Letnan 1 Czi Pierre Andreas Tendean

Mereka yang masih hidup di masukkan ke dalam sebuah rumah


berukuran 8m x 15,5m. Secara kejam mereka di aniaya dan di
bunuh oleh anggota pasukan PKI. Sebelum meletus pembrontakan
G30SPKI,rumah tersebut di gunakan sebagai tempat belajar
Sekolah Rakyat.

B. DI RUMAH PENYIKSAAN

Menggambarkan penyiksaan para korban yang masih dalam keadaan


hidup.
C. RUMAH POS KOMANDO

Rumah ini milik seorang penduduk RW 02 Lubang Buaya bernama Hj.Sueb.


pada waktu meletusnya G30SPKI tahun 1965,rumah ini di pakai oleh pimpinan
gerakan yaitu Letkol Untung dalam rangka mempersiapkan penculikkan
terhadap 7 Jenderal TNI AD. Di dalam rumah pos komando masih terdapat
peninggalan barang barang asli antara lain mesin jahit,3 buah lampu petromax
dan lemari kayu

D. RUMAH DAPUR UMUM

Rumah dapur umum merupakan salah satu rumah bersejarah, rumah


tersebut dilestarikan sebagai rumah bersejarah karena merupakan bagian dari
sarana yang dipakai PKI untuk menunjang pelaksanaan kegiatan penganiayaan
dan pembunuhan 7 orang perwira TNI AD dalam peristiwa G30SPKI. Rumah ini
milik ibu Imron yang berada di Lubang Buaya.
“BANGSA BESAR ADALAH BANGSA YANG TIDAK AKAN MELUPAKAN JASA PARA
PAHLAWANNYA.”

“WAHAI PARA PAHLAWANKU YANG KINI TELAH TERBARING DIBAWAH BUMI


INI

YANG KINI TELAH TERGELETAK DILEMBAH-LEMBAH

YANG KINI TELAH BERSEMAYAM DIKUBUR TAK BERNISAN

YANG KINI TELAH TERBARING DIDASAR LAUTAN

TERIMAKASIH UNTUK SEMUA JASAMU PADA NEGERI INI

SEMOGA KAMI DAPAT MENERUSKANNYA.”

SEKIAN DARI KAMI

WASSALAMUALAIKUM. WR. WB

Anda mungkin juga menyukai