Anda di halaman 1dari 120

PANDUAN PRAKTIKUM

GEOLOGI STRUKTUR

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK GEOLOGI


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS TADULAKO

PALU
2018
KATA PENGANTAR

Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur ini disusun agar menjadi


pedoman penyelesaian masalah-masalah praktis dalam analisis geologi struktur,
terutama bagi mahasiswa peserta praktikum geologi struktur di Program Studi
Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Tadulako. Semoga buku ini dapat
memberi manfaat bagi para pembaca.

Palu, Agustus 2018


Harly Hamad, S.T, M.T.
Tim Asisten Geologi Struktur
DAFTAR ISI
MODUL I
STRUKTUR BIDANG DAN METODE TIGA TITIK

1.1. Kedudukan (Attitude) Struktur Bidang

Kedudukan sebuah struktur bidang dapat diwakili oleh sepasang


angka. Terdapat dua cara penulisan yang dapat digunakan untuk
menuliskan sepasang angka tersebut, yaitu :
1. Cara penulisan jurus (strike) dan kemiringan (dip).
2. Cara penulisan kemiringan (dip) dan arah kemiringan (dip direction).

1.2. Jurus (Strike) Struktur Bidang

Sebuah garis jurus (stike line) dapat didefinisikan sebagai sebuah


garis horizontal yang terletak pada suatu struktur bidang. Sebuah garis jurus
pada suatu struktur bidang dapat dibayangkan sebagai perpotongan antara
bidang horizontal imajiner dengan struktur bidang tersebut (ingat bahwa
perpotongan antara dua buah bidang adalah sebuah garis).
Di beberapa lokasi tertentu di lapangan, garis jurus dapat dilihat
secara langsung, misalnya di tebing-tebing yang berada di pinggir laut yang
tenang (Gambar 1). Perpotongan antara permukaan laut dengan permukaan
tebing merupakan garis jurus pada permukaan tebing tersebut.

Gambar 1.1 Perpotongan antara permukaan laut (bidang horizontal) dan


permukaan tebing adalah garis pantai. Garis pantai ini dapat
mewakili garis jurus pada permukaan tebing tersebut. Tebing A
memiliki jurus N-S, Tebing B memiliki jurus NE-SW, and Tebing C
memiliki jurus E-W

Jurus suatu struktur bidang pada lokasi tertentu adalah sudut antara
garis jurus dengan utara sebenarnya. Dengan kata lain, jurus adalah sudut
antara garis horizontal pada suatu struktur bidang dengan utara sebenarnya.
Jurus merupakan besaran sudut yang diukur dalam satuan derajat (0) dengan
menggunakan kompas. Setiap sudut yang diukur dengan menggunakan
kompas disebut arah (baearing atau azimuth).
Jurus suatu struktur bidang dapat dideskripsikan dengan dua cara.
Cara pertama dikenal sebagai konvensi kuadran. Dalam konvensi ini,
seluruh kemungkinan arah dibagi ke dalam empat kuadran (NE, SE, NW,
dan SW) yang masing-masing kuadran memiliki besar 900 (Gambar 1.2.a),
dan jurus ditentukan dengan memberikan angka dalam derajat yang
mewakili besar sudut (bisa ke arah barat atau timur) antara garis jurus
dengan utara sebenarnya. Beberapa contoh penentuan dan penulisan jurus
dalam konvensi kuadran adalah sebagai berikut :
• Jika garis jurus pada suatu struktur bidang tepat berarah N-S, dalam
konvensi kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N00E atau N00W,
dan dibaca "north nol derajat east" atau "north nol derajat west".
• Jika garis jurus pada struktur bidang tepat berarah NW-SE, dalam
konvensi kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N450W atau S450E
dan dibaca "north empat puluh lima derajat west" atau "south empat puluh
lima derajat east".
• Jika garis jurus pada struktur bidang tepat berarah NE-SW, dalam
konvensi kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N450E atau S450W
dan dibaca "north empat puluh lima derajat east" atau "south empat puluh
lima derajat west".
Gambar 1.1 Konvensi untuk mendeskripsikan jurus. (a) Konvensi
kuadran. (b)Konvensi azimuth.

Dari contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwa penulisan dan


penyebutan jurus dengan mengacu terhadap arah utara selalu memiliki
pasangan yang sama dengan penulisan dan penyebutan jurus dengan
mengacu terhadap arah selatan. Hal ini disebabkan karena tidak ada
keharusan untuk membedakan titik-titik ujung dari sebuah garis horizontal.
Namun, jika konvensi kuadran harus digunakan, telah menjadi kebiasaan
bagi para ahli geologi untuk selalu menulis dan menyebut jurus dengan
mengacu terhadap arah utara.
Cara kedua untuk mendeskripsikan jurus dikenal sebagai konvensi
azimuth. Dalam konvensi ini, seluruh kemungkinan arah dibagi ke dalam
3600, dengan arah utara ditetapkan memiliki nilai 00 atau 3600 (Gambar
1.2b). Karena pengukuran jurus selalu berputar dari arah utara ke timur
(searah jarum jam), maka jurus dalam konvensi azimuth sebenarnya dapat
dideskripsikan secara keseluruhan dalam angka, tanpa harus menyebutkan
singkatan mata angin. Namun, untuk membedakan pengukuran jurus
dengan pengukuran besaran lainnya yang menggunakan satuan derajat,
dalam konvensi azimuth singkatan mata angin tetap disertakan dalam
penulisan jurus. Sebagai contoh :
• Jika garis jurus tepat berarah N-S, maka jurusnya adalah N00E atau
N1800E.
• Jika garis jurus tepat berarah E-W, maka jurusnya adalah N900E atau
N2700E.
• Jika garis jurus tepat berarah NW-SE, maka jurusnya adalah N1350E atau
N3150E.
• Jika garis jurus tepat berarah NE-SW, maka jurusnya adalah N450E atau
N2250E.

1.3. Kemiringan (Dip) Struktur Bidang

Kemiringan sebenarnya (true dip) dari suatu struktur bidang adalah


sudut antara struktur bidang tersebut dan sebuah bidang horizontal yang
diukur pada bidang vertikal tertentu. Bidang vertikal yang tertentu ini
memiliki orientasi yang tepat tegak lurus dengan garis jurus (Gambar 1.3a).
Pada sebuah struktur bidang, kemiringan sebenarnya selalu merupakan
kemiringan lereng yang paling besar, dan arah kemiringan sebenarnya
merupakan arah yang tepat tegak lurus jurus. Arah kemiringan sebenarnya
selalu ditentukan pada arah turun lereng (downslope).

Gambar 1.3 Diagram blok yang memperlihatkan arti dari kemiringan.


(a) Kemiringan sebenarnya (δ), dengan arah panah
menunjukkan arah kemiringan. (b) kemiringan semu (α).
Kemiringan yang diukur pada bidang vertikal yang tidak tegak lurus
garis jurus disebut sebagai kemiringan semu (apparent dip) (Gambar 1.3b).
Besar kemiringan semu harus selalu lebih kecil dari pada besar kemiringan
sebenarnya. Besar kemiringan semu yang diukur pada bidang vertikal yang
mengandung garis jurus adalah nol derajat (00).
Kemiringan dideskripsikan sebagai sudut yang memiliki besar
antara 00 dan 900. Bidang dengan kemiringan 00 adalah bidang horizontal,
sedangkan bidang dengan kemiringan 900 adalah bidang vertikal. Pada
umumnya, kemiringan antara 00 dan 200 dianggap sebagai kemiringan
landai (shallow), kemiringan antara 200 dan 500 dianggap sebagai
kemiringan sedang (moderate), dan kemiringan antara 500 dan 900 dianggap
sebagai kemiringan terjal (steep) (Gambar 1.3b). Untuk lapisan terbalik
(overturned), kemiringan tetap dideskripsikan sebagai sebuah sudut yang
lebih kecil daripada 900, tetapi pada peta digunakan simbol yang berbeda.

Gambar 1.4 Klasifikasi untuk kemiringan sebuah lapisan. Gambar ini


menunjukkan adanya lipatan terbalik (overturned).
Panah-panah di dalam lapisan menunjukkan stratigrafi ke
arah muda.

1.4. Cara Penulisan Jurus Dan Kemiringan Untuk Struktur Bidang

Dengan menggunakan cara penulisan jurus dan kemiringan,


pendeskripsian kedudukan struktur bidang dengan angka jurus dan angka
kemiringan saja tidak dapat secara unik mendefinisikan kedudukan suatu
struktur bidang. Sebagai contoh, sebuah struktur bidang dengan jurus E-W
dapat miring ke arah N atau S, dan sebuah struktur bidang dengan jurus
N400E dapat miring ke arah SE atau NW. Karena itu, untuk cara penulisan
jurus dan kemiringan, arah umum dari kemiringan harus disertakan dalam
pendeskripsian suatu struktur bidang.
Dalam pendeskripsian kedudukan struktur bidang, arah pasti dari
kemiringan tidak diperlukan karena arah kemiringan selalu tepat 900 dari
jurus. Sebagai contoh, adalah cukup untuk menuliskan dan menyebutkan
bahwa struktur bidang dengan jurus N300E memiliki kemiringan, misalnya,
240NW. Arah kemiringan dari struktur bidang ini secara otomatis dapat
diketahui, yaitu N600W.
Kedudukan suatu struktur bidang secara lengkap terdeskripsikan
jika (i) jurus, (ii) kemiringan, dan (iii) arah umum dari kemiringan,
ditunjukkan. Sebagai contoh :
• Kedudukan struktur bidang yang tepat berarah N-S dengan kemiringan
800E ditulis sebagai : N00E/800E, N00W/800E, atau N1800E/800E.
• Kedudukan struktur bidang yang tepat berarah E-W dengan kemiringan
300N ditulis sebagai : N900E/300N, N900W/300N, atau N2700E/300N.
• Kedudukan struktur bidang yang tepat berarah NW-SE dengan kemiringan
600SW ditulis sebagai: N450W/600SW, N1350E/600SW, atau
N3150E/600SW.
• Kedudukan struktur bidang yang tepat berarah NE-SW dengan kemiringan
150NW ditulis sebagai : N450E/150NW atau N2250E/150NW.
Pada kebanyakan pengukuran, kita harus menuliskan arah umum
kemiringan dalam bentuk kuadran (NE, SE, SW, dan NW), namun jika jurus
struktur bidang berada pada cakupan 100 dari arah N-S dan arah E-W, arah
umum kemiringan cukup ditulis dalam bentuk mata angin (N, E, S, dan W).
Sebagai contoh :
• N30E/200W atau N1830E/200W.
• N820W/850N, N980E/850N, atau N2780E/850N.
1.5. Cara Penulisan Kemiringan dan Arah Kemiringan Untuk Struktur

Bidang

Kedudukan struktur bidang juga dapat dideskripsikan dengan cara


penulisan kemiringan dan arah kemiringan. Cara penulisan ini, untuk
contoh-contoh kedudukan struktur bidang di atas, diperlihatkan pada Tabel
1.1 berikut ini.
Tabel 1.1 Contoh cara penulisan kemiringan dan arah kemiringan
untuk struktur bidang.
Cara Penulisan Jurus dan Kemiringan Cara Penulisan
Konvensi Kemiringan dan Arah
Konvensi Azimuth
Kuadran Kemiringan

N00E/800E atau N00E/800E atau


800, N900E
N00W/800E N1800E/800E
N900E/300N atau N900E/300N atau
300, N00E
N900W/300N N2700E/300N
N1350E/600SW atau
N450W/600SW 600, N2250E
N3150E/600SW
N450E/150NW atau
N450E/150NW 150, N3150E
N2250E/150NW
N30E/200W atau
N30E/200W 200, N2730E
N1830E/200W
N980E/850N atau
N820W/850N 850, N80E
N2780E/850N

1.6. Aturan Tangan Kanan (Right-Hand Rule)

Dalam konvensi azimuth, jurus harus selalu dituliskan dengan tiga


digit angka dan kemiringan harus selalu dituliskan dengan dua digit angka
ditambah dengan arah kemiringan. Banyak ahli geologi menggunakan
sistem yang lebih cepat untuk dituliskan, dan sistem ini dikenal sebagai
aturan tangan kanan (right-hand rule).
Jika kita mengikuti aturan tangan kanan, kita harus memilih arah
jurus sehingga, jika kita menghadap pada arah jurus tersebut, struktur
bidang miring ke arah kanan (Gambar 1.5a). Dengan demikian, dari setiap
pengukuran struktur bidang dengan menggunakan kompas, arah kemiringan
akan selalu dapat ditentukan dengan menambahkan 900 searah perputaran
jarum jam (clockwise) terhadap besar jurus (Gambar 1.5b). Salah satu
keuntungan dari penerapan aturan ini adalah kedudukan strutur bidang
dapat dideskripsikan secara keseluruhan dalam angka.

Gambar 1.5 Ilustrasi aturan tangan kanan (right-hand rule) untuk


mendeskripsikan jurus dan kemiringan. (a) Struktur bidang
miring ke arah kanan terhadap garis pandang. (b) Angka
dip ditentukan dengan menambahkan 900 searah
perputaran jarum jam (clockwise) terhadap besar jurus.
1.7. Penggambaran Struktur Bidang

Selain dengan angka, kedudukan struktur bidang dapat pula


dideskripsikan dengan menggunakan simbol pada peta. Penggunaan simbol
ini menjadikan geometri dari sebuah struktur pada peta lebih mudah
dibayangkan. Simbolsimbol untuk berbagai jenis struktur bidang
diperlihatkan pada Gambar 1.6
Pada peta, jurus ditandai dengan garis yang digambarkan sejajar
dengan garis jurus. Garis jurus sebaiknya digambarkan dengan panjang
yang cukup (± 10 mm) sehingga arahnya dapat ditentukan secara akurat di
peta. Tanda kemiringan diterakan pada titik tengah garis jurus, digambar
menunjukkan arah kemiringan dengan panjang 1/3 panjang garis jurus.
Besar kemiringan dicantumkan di ujung tanda kemiringan, ditulis dengan
orientasi sejajar garis batas bawah/atas peta.

Gambar 1.6 Simbol-simbol peta untuk struktur bidang.

1.8. Kemiringan Sebenarnya dan Kemiringan Semu

Pada beberapa kasus di lapangan, kemiringan sebenarnya dari


sebuah struktur bidang tidak dapat diukur secara langsung, tetapi
kemiringan semunya dapat diukur. Sebagai contoh, Gambar 1.7
memperlihatkan daerah penambangan (quarry) di mana korok (dike) yang
miring tersingkap pada dinding vertikal. Sudut yang dibentuk oleh korok
dan garis horizontal pada bidang penambangan yang tidak tegak lurus jurus
merupakan kemiringan semu. Jika bidang penambangan sejajar dengan
jurus korok, maka kemiringan semu = 00.

Gambar 1.7 Perpotongan antar korok (garis tebal) dengan dinding


penambangan. Jurus korok tidak tegak lurus dinding
penambangan, karena itu sudut yang dibentuk oleh jejak
(trace) korok pada dinding penambangan dengan garis
horizontal adalah kemiringan semu. φ adalah kemiringan
sebenarnya, µ adalah kemiringan semu pada bidang
penambangan berarah E-W, dan δ adalah kemiringan
semu pada bidang penambangan berarah N-S.

1.9. Kemiringan Sebenarnya dari Jurus dan Kemiringan Semu

Sebagai perbandingan, pada Gambar 1.7, potongan bidang


penambangan yang horizontal di bagian atas memungkinkan jurus korok
untuk diukur. Dengan menggunakan data jurus dan salah satu kemiringan
semu, maka kemiringan sebenarnya dari korok tersebut dapat diukur.
Masalah 2-1
Dengan menggunakan geometri deskriptif, tentukan kemiringan
sebenarnya dari sebuah bidang perlapisan jika diketahui jurus bidang
perlapisan = 3300 dan kemiringan semu pada arah 2600 = 250.
Pemecahan 2-1 (Gambar 1.8)
1. Bayangkan (tidak perlu digambar!) permasalahan dalam tiga dimensi
(Gambar 1.8a). d adalah beda tinggi antara jurus PA dan jurus B'C'. φ
adalah kemiringan sebenarnya, δ adalah kemiringan semu, β adalah sudut
horizontal antara arah kemiringan dan arah kemiringan semu.
2. Buat konstruksi grafis. Mulai dengan menggambar sumbur koordinat N-S
dan E-W (Gambar 1.8b). Letakkan titik A pada perpotongan sumbu-
sumbu koordinat. Gambar garis PQ yang mewakili garis jurus, yang
dibayangkan memiliki ketinggian yang sama dengan titik A. Gambar garis
AB yang sejajar dengan arah kemiringan semu.

Gambar 1.8 Konstruksi grafis

3. Jadikan AB sebagai garis lipat F1, dan putar proyeksi penampang (bidang
penambangan) ke bidang proyeksi peta. Gambar garis AN yang memiliki
sudut δ terhadap AB, dan gambar garis yang tegak lurus AB dan
memotong AN (garis BB'). Sedapat mungkin, jadikan panjang BB'
memiliki angka yang bulat dalam satuan milimeter. Beda tinggi (jarak)
antara B dan B' adalah sebesar d.
4. Gambar garis XY yang sejajar garis jurus dan melalui titik B. Gambar
garis dari A yang tegak lurus garis jurus dan memotong XY. Namakan
perpotongan ini sebagai titik C. Dapat dilihat bahwa garis AC sejajar
dengan arah kemiringan sebenarnya.
5. Tentukan titik C' yang terletak di bawah titik C sejauh d. Penentuan ini
dilakukan dengan cara memplot titik C' di sepanjang garis XY dan
memiliki jarak sejauh d dari titik C. Gambar garis AC'. Sudut CAC' adalah
kemiringan sebenarnya (φ) dari bidang perlapisan. Pengukuran dengan
busur derajat menghasilkan φ = 260.

1.10. Kemiringan Sebenarnya dari Dua Buah Kemiringan Semu

Sebagai perbandingan, pada Gambar 1.7, jika potongan bidang


penambangan yang horizontal di bagian atas tidak dibuat, maka jurus korok
tidak dapat ditentukan. Namun demikian, jika kemiringan semu pada
bidang-bidang penambangan yang tidak sejajar (dalam hal ini bidang
penambangan berarah N-S dan E-W) dapat diukur, maka jurus dan
kemiringan korok dapat ditentukan.
Masalah 2-2
Dua buah kemiringan semu terletak pada sebuah struktur bidang.
Kemiringan semu pertama berarah 2400 dengan besar 250, kemiringan semu
kedua berarah 1700 dengan besar 200. Tentukan jurus dan kemiringan
struktur bidang tersebut. Kemiringan semu ditentukan dari kemiringan
sebenarnya diagram garis (alignment diagram) dan tabel koreksi
kemiringan.
Pemecahan 2-2 (Gambar 1.9)
1. Bayangkan (tidak perlu digambar!) permasalahan dalam tiga dimensi
(Gambar 1.9a). Garis AC tegak lurus jurus (arah garis ini merupakan arah
kemiringan sebenarnya). Garis AB dan AD adalah arah kemiringan semu.
Λ adalah sudut horizontal antara AB dan jurus, dan Δ adalah sudut
horizontal antara AB dan AD. δ adalah kemiringan semu pada arah AB, μ
adalah kemiringan semu pada arah AD, dan φ adalah kemiringan
sebenarnya.
2. Gambar sumbu kooordinat N-S dan E-W berpotongan di titik A (Gambar
1.9b). Gambar garis AB sejajar arah kemiringan semu pertama dan garis
AL sejajar arah kemiringan semu kedua. Panjang kedua garis ini pada
dasarnya dapat ditentukan secara bebas.
3. Jadikan AB sebagai garis lipat F1, dan putar bidang penampang yang
mengandung kemiringan semu pertama ke bidang proyeksi peta. Gambar
garis AN yang memiliki sudut δ (=250) terhadap AB, dan gambar garis
yang tegak lurus AB dan memotong AN (garis BB'). Sedapat mungkin,
jadikan panjang BB' memiliki angka yang bulat dalam satuan milimeter.
4. Dengan menggunakan AL sebagai garis lipat F2, putar bidang penampang
yang mengandung kemiringan semu kedua ke bidang proyeksi peta.
Gambar garis AM yang memiliki sudut μ (=200).
5. Tentukan posisi titik D. Untuk menentukan titik D, gambar garis antara
AL dan AM yang tegak lurus AL dan memiliki panjang yang sama dengan
BB'. Perpotongan garis ini dengan garis AL adalah titik D.
6. Gambar garis jurus BD. Orientasi BD terhadap sumbu koordinat utara
adalah jurus. Pengukuran dengan busur derajat menghasilkan jurus = 3050.
7. Gambar garis AC (yang merupakan arah kemiringan sebenarnya) tegak
lurus dengan garis jurus. Jadikan AC sebagai garis lipat, dan putar bidang
penampang yang mengandung kemiringan sebenarnya ke bidang proyeksi
peta. Gambar garis CC' di sepanjang garis jurus BD dengan panjang yang
sama dengan BB' dan DD'. Sudut CAC' adalah kemiringan sebenarnya.
Pengukuran dengan busur derajat menghasilkan kemiringan = 270.

1.11. Kemiringan Semu Ditentukan dari Kemiringan Sebenarnya

Pada peta geologi, jurus dan kemiringan sebenarnya dari struktur-


struktur bidang diplot. Penampang geologi pada peta seringkali tidak tegak
lurus jurus, sehingga kemiringan yang harus diplot pada penampang
geologi adalah kemiringan semu. Karena itu, dalam banyak kasus, kita
perlu untuk menentukan kemiringan semu pada arah tertentu berdasarkan
jurus dan kemiringan sebenarnya.
Masalah 2-3
Pada bidang perlapisan dengan kedudukan N450W/300SW, tentukan
kemiringan semu pada arah N800W.
Pemecahan 2-3 (Gambar 1.10)
1. Bayangkan (tidak perlu digambar!) permasalahan dalam tiga dimensi
(Gambar 1.10a). Kita diminta untuk menentukan δ berdasarkan φ
(kemiringan sebenarnya) = 300 dan β (sudut antara arah kemiringan
sebenarnya dan arah kemiringan semu) = 550.

Gambar 1.10

1.12. Problem Tiga Titik (Three-Point Problem)


Pada prinsipnya sebuah bidang dapat digambarkan dari sebuah titik dan
sebuah garis, atau tiga buah titik. Dalam pengertian geologi titik ini dapat
berupa singkapan, sehingga kedudukan batuan dan penyebarannya pada peta
dapat diketahui.
Masalah 2-4
Titik A, B, dan C merupakan batas suatu lapisan batuan dengan ketinggian
masing-masing titik 100, 50 dan 25 meter. Koordinat geografis ketiga titik ini
sudah diukur dan yang diketahui. Tentukan kedudukan bidang lapisan batuan
tersebut.
Pemecahan 2-4 (Gambar 2.12)
Dengan melihat bagan Gambar 2.12a, dapat disusun tahapan pengerjaan
sebagai berikut (Gambar 2.12b) :

(a) (b)
Gambar 2.12.

9. Gambarkan posisi titik A, B, dan C berdasarkan koordinatnya.


10. Tentukan titik B’ pada garis AC dengan titik sama dengan titik B (50 m). Posisi
B’ didapatkan dari perbandingan AC : AB’ = 75 : 50. B'' dan B''' berturut-turut
merupakan proyeksi titik B dan B' pada bidang peta.
11. Gambar garis BB’. Garis ini mengandung dua titik yang sama tinggi (B dan B') ,
karena itu merupakan garis horizontal. Garis BB' terletak pada bidang lapisan
batuan yang dimaksud, karena itu garis ini merupakan garis jurus dari bidang
lapisan batuan. Orientasi BB' terhadap sumbu koordinat utara adalah jurus
bidang lapisan batuan.

12. Gambarkan garis-garis jurus melalui A dan C sejajar BB'.


13. Buat garis OD tegak lurus jurus. Buat garis DE sejajar jurus dan dengan jarak
yang sama dengan beda tinggi antara titik A dan titik B (50 meter). Pada bidang
gambar, jarak DE ini tergantung dari skala peta yang digunakan.
14. Buat garis OE. Kemiringan dari bidang lapisan batuan adalah sudut DOE (α).
15. Kedudukan bidang lapisan batuan adalah N450E/150SE.

Soal Struktur Bidang


1. Gambarkan simbol peta untuk kedudukan struktur bidang pada Tabel 2.1 di
atas.
2. a) Dari dua lokasi singkapan yang berdekatan dan pada batuan yang sama
hanya dapat diukur besar dan arah kemiringan semu yaitu : lokasi 1, 200,
N800W dan lokasi 2, 400, S450E. Tentukan kedudukan dari singkapan
tersebut, dan tuliskan kedudukannya dengan konvensi azimuth maupun
kwadran.
b). Idem dengan a, tetapi dengan kemiringan semu pada lokasi 1, 300,
N600E dan pada lokasi 2, 500, S450E.
Penyelesaian dilakukan dengan metoda grafis (geometri deskriptif).
3. Tentukan kemiringan sebenarnya dari suatu lapisan batuan apabila
diketahui :
Jurus ke barat, kemiringan semu dan arahnya adalah : 320, N150W.
Jurus ke selatan, kemiringan semu dan arahnya adalah : 240,
N2850E. Penyelesaian dilakukan dengan metoda grafis (geometri
deskriptif).
4. Diketahui kedudukan bidang lapisan batuan S300W/600SE. Tentukan besar
kemiringan semu pada arah berikut :
a. 1650.
b. S450W.
c. 300.
d. S10oW.
5.Dari suatu penyelidikan geologi disuatu daerah, diketahui bahwa lapisan
serpih berada diatas konglomerat dan mempunyai hubungan kontak
selaras. Daerah ini tidak mengalami perlipatan. Bidang kontak antara
konglomerat dan serpih tersebut dijumpai pada singkapan di 3 lokasi
sebagai berikut :
 Lokasi a, sebagai titik referensi, ketinggiannya 700 m.
 Lokasi b, 700 m dari a dengan arah N500W, ketinggiannya 400 m.
 Lokasi c, 800 m dari a dengan arah N100E, ketinggiannya 500 m.
Tentukan kedudukan lapisan batuan di daerah ini dengan menggunakan
metoda tiga titik. Gunakan skala mendatar = skala tegak = 1:10.000.

MODUL II
Kedudukan Struktur Garis

Kedudukan sebuah struktur garis diwakili oleh sepasang angka :


penunjaman (plunge) dan arah penunjaman (trend). Jika struktur garis tersebut
terbentuk pada sebuah struktur bidang yang kedudukannya diketahui, maka
orientasi struktur garis tersebut dapat diwakili oleh sebuah angka yang disebut
pitch1.

Dalam pengertian geologi, suatu struktur garis dapat berdiri sendiri, misalnya
struktur garis berupa arah butiran mineral dan arah memanjangnya suatu tubuh
batuan. Pada umumnya struktur garis berada pada suatu struktur bidang, misalnya
sumbu perlipatan pada bidang perlapisan, gores-garis pada bidang sesar, lineasi
mineral pada bidang foliasi, dan perpotongan dua buah bidang.

2.1 Penunjaman (Plunge) Dan Arah Penunjaman (Trend) Struktur Garis

Penunjaman sebuah struktur garis adalah sudut yang dibentuk oleh


struktur garis tersebut dengan bidang horizontal, diukur pada bidang vertikal
(Gambar 2.1). Nilai dari penunjaman berkisar antara 00 dan 900, penunjaman
00 dimiliki oleh garis horizontal, dan penunjaman 900 dimiliki oleh garis
vertikal. Secara umum, penunjaman yang berkisar antara 00 dan 200 dianggap
landai (shallow), penunjaman yang berkisar antara 200 dan 500 dianggap
sedang (moderate), dan penunjaman yang berkisar antara 500 dan 900 dianggap
terjal (steep).

1
Istilah sinonim dari pitch adalah ”rake”, tetapi istilah rake ini jarang digunakan.
Gambar 2.1. Definisi penunjaman (plunge) dan arah penunjaman (trend) dari
struktur garis. b adalah sudut arah penunjaman. (a) Struktur garis
menunjam ke timur. (b) Struktur garis menunjam ke barat. Arah
penunjaman kedua struktur garis berbeda meskipun kedua struktur
garis tersebut memiliki besar yang sama (φ), dan keduanya terletak
pada bidang yang sama.

Arah penunjaman sebuah struktur garis adalah arah dari proyeksi struktur
garis tersebut ke bidang horizontal. Struktur garis dan proyeksinya harus
terletak pada bidang vertikal yang sama (Gambar 4.1). Arah penunjaman dapat
dideskripsikan dengan menggunakan konvensi kuadran ataupun konvensi
azimuth. Arah penunjaman harus menunjuk pada arah ke mana struktur garis
tersebut menunjam. Struktur garis yang menunjam ke timur tidak sama dengan
struktur garis yang menunjam ke barat. Kedua struktur garis ini berlawanan
arah.

2.2 Pitch Struktur Garis


Pitch sebuah struktur garis adalah sudut antara struktur garis tersebut
dengan horizontal, diukur pada bidang di mana struktur garis tersebut
terbentuk (Gambar 4.2). Kisaran nilai pitch adalah antara 000 dan 900. Jika
arah penunjaman sejajar dengan garis jurus, maka pitch = 00. Jika arah
penunjaman tegak lurus garis jurus, maka pitch = 900.
(c)

Gambar 2.2. Diagram blok menggambarkan : (a) Penunjaman. (b) Pitch. (c)
Pengertian pitch dan hubungannya dengan penunjaman dan arah
penunjaman. r = pitch (diukur pada bidang miring), β = arah
penunjaman (diukur pada bidang horizontal), φ = kemiringan
sebenarnya dari struktur bidang, dan θ = penunjaman struktur garis.

Arah pitch harus harus dideskripsikan. Bayangkan jika struktur bidang


pada Gambar 4.2c berjurus NE-SW, yaitu jika garis dari O ke A mengarah ke
NE. Arah pitch untuk garis pada bidang miring dari O ke D adalah NE,
sedangkan arah pitch untuk garis pada bidang miring dari A ke C adalah SW.

2.3 Cara Penulisan dan Penggambaran Struktur Garis

Kedudukan struktur bidang secara lengkap dideskripsikan oleh


penunjaman dan arah penunjaman. Penunjaman (dua digit angka) ditulis
terlebih dahulu, diikuti dengan arah penunjaman (tiga digit angka), keduanya
dipisahkan oleh tanda koma. Sebagai contoh, struktur garis yang menunjam
480 pada arah N3000E ditulis 480, N3000E atau 480, N600W.

Simbol peta untuk suatu struktur garis adalah sebuah panah yang digambar sejajar
dengan arah penunjaman struktur garis tersebut (Gambar 4.3). Sebuah angka
dituliskan di dekat simbol panah untuk menandakan sudut penunjamannya.
Seringkali, simbol panah untuk struktur garis digambarkan bersamaan dengan
struktur bidang di mana struktur garis tersebut diamati dan diukur.
2.4 Penyelesaian Problem Struktur Garis Dengan Geometri Deskriptif

Di dalam banyak kasus, kita berhadapan dengan struktur garis yang


berhubungan dengan struktur bidang. Hal ini menunjukkan bahwa, untuk
setiap struktur garis, besaran penunjaman struktur garis sama dengan besaran
kemiringan semu dari struktur bidang yang memuat struktur garis tersebut.
Geometri deskriptif yang digunakan untuk memecahkan masalah ini sama
dengan metode-metode yang dibahas pada Sub Bab 3.2.

Gambar 2.3 Simbol struktur garis pada peta


Masalah 4-1 : menentukan kedudukan struktur garis dan pitch pada struktur
bidang
Suatu struktur bidang memiliki kedudukan N450E/300SE. Pada bidang
tersebut terdapat struktur garis berarah N1800E. Tentukan kedudukan2 dan pitch
struktur garis tersebut.

2
Untuk kedudukan struktur garis (penunjaman dan arah penunjaman), kita hanya tinggal menentukan
penunjamannya saja, karena arah penunjamannya sudah diketahui, yaitu N180 0E.
Pemecahan 2-1 (Gambar 2.4)
1. Bayangkan (tidak perlu digambar!) permasalahan dalam tiga dimensi
(Gambar 2.4a). COED adalah bidang miring. Beda tinggi antara garis jurus
CO dan garis jurus DE adalah t (t dapat ditentukan secara bebas). Garis FG
adalah proyeksi garis DE pada bidang peta. Dari Gambar 2.5a dapat dilihat
bahwa untuk dapat mengukur besar penunjaman, kita harus memutar
bidang OAB ke bidang peta dengan menggunakan garis OA sebagai garis
lipat. Untuk dapat mengukur sudut besar pitch, kita harus memutar bidang
COED ke bidang peta dengan menggunakan garis CO (garis jurus) sebagai
garis lipat.
2. Gambar garis jurus pada arah N450E dengan panjang bebas (pada gambar
2.4c garis dengan panjang bebas ditandai dengan lingkaran hitam kecil).
Tentukan posisi titik C pada garis ini (bebas). Gambar garis CI tegak lurus
jurus (searah dengan arah kemiringan sebenarnya).
3. Jadikan garis CI sebagai garis lipat F1, putar bidang penampang ke bidang
peta. Gambar garis CJ yang membentuk sudut 300 (kemiringan struktur
bidang) dengan CI.
4. Buat garis KL tegak lurus CI (sejajar jurus). Garis ini memotong garis CI
dan CJ di titik F dan D'. Dalam pembuatan garis KL ini, usahakan agar
panjang FD' memiliki angka yang bulat dalam satuan milimeter. Garis KL
ini merupakan proyeksi garis jurus DE (lihat Gambar 2.4a) pada bidang
peta. Dalam penggambaran yang baru saja dilakukan, beda tinggi antara
garis jurus CO dan garis jurus DE adalah sebesar panjang FD' (t).

Penentuan penunjaman struktur garis


5. Gambar garis OA pada arah N1800E. Garis OA ini merupakan proyeksi
struktur garis pada bidang peta.
6. Jadikan OA sebagai garis lipat F2, putar bidang penampang ke bidang
peta. Gambar garis AB'' tegak lurus OA sepanjang t.
7. Gambar garis OB''. Sudut AOB'' merupakan penjunjaman struktur garis.
Penentuan pitch
8. Jadikan garis jurus CO sebagai garis lipat F3, putar bidang miring COED
ke bidang peta. Dengan menggunakan jangka, gambar busur penghubung
dari titik D' ke D'', di mana D'' terletak di sepanjang garis lipat CI dan titik
C sebagai pusat busur penghubung. Panjang CD'' sama dengan panjang
CD'.
9. Gambar segi empat COE'D''. Segi empat ini adalah bidang miring COED
yang telah diputar ke bidang peta dengan menggunakan garis CO sebagai
garis lipat. Setelah perputaran ini, titik B yang sebelumnya berada di
bidang miring, akan terputar ke B' di bidang peta (Gambar 4.4b).
10. Gambar garis OB'. Garis ini adalah struktur garis OB yang telah diputar ke
bidang peta dengan menggunakan garis CO sebagai garis lipat. Sudut COB
adalah pitch.
11. Pengukuran dengan menggunakan busur menghasilkan kedudukan struktur
garis 230, N1800E, dan besarnya pitch 500.
Gambar 2.4 Dua buah bidang yang saling berpotongan akan menghasilkan satu
garis potong yang merupakan unsur dari kedua bidang tersebut.
Pengertian ini dapat diterapkan untuk beberapa unsur struktur
geologi, misalnya perpotongan suatu lapisan batuan dengan sesar,
intrusi suatu korok (dike), urat-urat (veins), dan sebagainya.

Masalah 2-2 : struktur garis yang terbentuk dari perpotongan dua struktur bidang
Suatu zona mineralisasi dianggap sebagai satu zona atau garis lurus, yang
merupakan perpotongan antara lapisan batugamping dengan kedudukan
N700E/400SE, dengan suatu korok andesit dengan kedudukan N1400E/250SW.
Tentukan kedudukan struktur garis yang merupakan zona mineralisasi
tersebut.
Pemecahan 2-2 (Gambar 2.5)
1. Gambar jurus kedua struktur bidang pada skala yang cocok dan saling
berpotongan di titik K. Tandai arah kemiringan pada kedua garis jurus.
2. Gambar garis lipat F1 tegak lurus jurus lapisan batugamping dan garis
lipat F2 tegak lurus jurus korok andesit, putar bidang-bidang penampang
ke bidang peta. Gambar garis PX dan BI yang masing-masing membentuk
sudut 400 dan 250 terhadap F1 dan F2.
3. Gambar garis YV tegak lurus F1. Garis ini memotong F1 dan PX di titik U
dan S'. Dalam pembuatannya, usahakan agar US' memiliki panjang yang
bulat dalam satuan milimeter, dan dalam hal ini dicontohkan panjangnya t.
4. Gambar garis JG tegak lurus F2. Garis ini memotong F2 dan BI di titik F
dan C'. Dalam pembuatannya, FC' harus memiliki panjang t.
5. Garis YV dan JG berpotongan di titik M. Gambar garis KM yang
merupakan proyeksi zona mineralisasi pada bidang peta. Karena itu, arah
KM merupakan arah penunjaman zona mineralisasi.
6. Jadikan KM sebagai garis lipat, putar bidang penampang ke bidang peta.
Gambar garis MZ' tegak lurus KM dengan panjang t. Gambar garis KZ'.
Sudut MKZ' adalah penunjaman zona mineralisasi.
7. Pengukuran dengan menggunakan busur menghasilkan kedudukan zona
mineralisasi 200, N2160E. Pitch dari zona mineralisasi terhadap lapisan
batugamping dan korok andesit dapat ditentukan dengan menggunakan
metode seperti pada Gambar 4.4. Pitch zona mineralisasi terhadap lapisan
batugamping = 410 dan terhadap korok andesit = 780.
Gambar 2.5.
Jika sebuah struktur garis ingin diproyeksikan pada penampang vertikal
yang tidak sejajar struktur garis tersebut, maka kita harus menggambarkan
penunjaman semu (apparent plunge) pada penampang tersebut. Hal ini mirip
dengan penggunaan kemiringan semu pada penampang yang tidak sejajar
dengan arah kemiringan sebenarnya. Namun berkebalikan dengan hubungan
antara kemiringan semu dan kemiringan sebenarnya, penunjaman semu selalu
lebih besar daripada penunjaman sebenarnya. Nilai maksimal penunjaman
semu adalah 900, didapatkan jika penampang berarah tegak lurus struktur garis.
Nilai minimum penunjaman semu adalah sebesar penunjaman sebenarnya,
didapatkan jika penampang berarah sejajar dengan struktur garis.
Salah satu situasi di mana penentuan penunjaman semu dibutuhkan adalah
jika lubang bor yang tidak vertikal dan satuan-satuan batuan yang ditembusnya
ingin ditampilkan (diproyeksikan) pada penampang vertikal.
Masalah 2-3 : penunjaman semu, proyeksi lubang bor miring pada penampang
vertikal Lubang bor memiliki kedudukan 300, N450E. Tentukan kedudukan
proyeksi lubang bor ini pada penampang vertikal berarah E-W.

Pemecahan 2-3 (Gambar 2.6)


1. Gambar 2.6a memperlihatkan permasalahan yang ada. Kita ingin
menentukan kedudukan proyeksi lubang bor pada penampang. Dari
Gambar 4.6a dapat dibayangkan bahwa proyeksi lubang bor pada
penampang akan memiliki arah penunjaman N900E.
2. Gambar ulang garis penampang dan garis proyeksi lubang bor pada peta.
Tentukan titik X pada garis proyeksi lubang bor.
3. Gunakan garis OX sebagai garis lipat F1, putar bidang penampang ke
bidang peta. Buat garis OA yang membentuk sudut 300 (penunjaman
struktur garis) dengan OX.
4. Buat garis dari titik X yang tegak lurus OX. Garis ini memotong OA di
titik W. Ukur jarak XW, misalkan jarak ini adalah d.
5. Proyeksi titik X pada penampang adalah titik Y.
6. Gunakan garis OY sebagai garis lipat F2, putar bidang penampang ke
bidang peta. Buat garis dari titik Y yang tegak lurus OY dengan panjang d,
menghasilkan titik Z. Buat garis OZ.
7. Sudut YOZ adalah penunjaman semu yang dicari. Pengukuran dengan
busur menghasilkan penunjaman semu = 390. Dengan demikian,
kedudukan proyeksi lubang bor pada penampang adalah 390, N900E.
Gambar 2.6.
2.5 Soal Struktur Garis

1. a) Suatu urutan batuan terkena sesar dan kedudukan bidang sesar tersebut
adalah N250 E/300. Cermin gores-garis pada bidang tersebut mempunyai
pitch sebesar 400. Diukur dari jurus bidang sesar ke cermin gores-garis
berlawanan arah dengan jarum jam. Ditanyakan kedudukan dari cermin
gores-garis tersebut (trend dan plunge).
b) Idem 1 a). Tetapi pitchnya sebesar 55 diukur dari jurus bidang sesar ke
cermin gores-garis searah dengan jarum jam.

2. a). Kedua sayap antiklin mempunyai kedudukan N500 E/450 NW dan


N3200 E/600. Dinyatakan kedudukan dari sumbu antiklin tersebut.
b) Idem 2a. tetapi pitchnya sebesar 55 diukur dari jurus bidang sesar ke
cermin gores-garis searah dengan jarum jam..

2. a) Kedua sayap antiklin mempunyai kedudukan N50 E/450 NW dan


N3200 E/600. Dinyatakan kedudukan dari sumbu antiklin tersebut.
b).idem 2a. tetapi kedudukan sayap antiklin tersebut adalah N1500 E/450
dan N740 E/650 NW.

3. a) Urat vertikal dengan jurus N75 W dipotong oleh urat lain dengan
kedudukan N500 E/300 dan menghasilkan ore shoot (mineralisasi pada
perpotongan kedua urat). Dinyatakan kedudukan ore shoot dan berapa
besar pitch ore shoot tersebut terhadap urat vertikal.
b) idem 3a. tetapi kedudukan urat dalah N220 E/400 dan urat vertikal
mempunyai jurus N400 W.

4. Pada peta ini, bidang A adalah jalur sesar N660 E/50 S, bidang top dari
batugamping. Tentukan kedudukan perpotongan kedua bidang ini, pitch pada
biang B, titik singkapannya pada permukaan, dan kedalaman dimana dapat
dijumpai, bila dilakukan pemboran di Boulder Creek.
MODUL III
KEDALAMAN DAN KETEBALAN

3.1 Ketebalan dan Kedalaman


Ketebalan tegak lurus antara dua bidang sejajar yang merupakan batas
lapisan batuan (gambar 3.1). Kedalaman adalah jarak vertikal dan ketinggian
tertentu (umumnya permukaan bumi) kearah bawah, terhadap suatu titik,
garis atau bidang (gambar 3.1).

t = ketebalan
d = kedalaman

Gambar 3.1 : Blok diagram yang memperlihatkan ketebalan dan kedalaman

3.2 Ketebalan Lapisan


Ketebalan lapisan dapat ditentukan dengan beberapa cara, baik secara
langsung maupun tidak lanngsung. Pengukuran secara langsung dapat
dilakukan pada suatu keadaan tertentu, misalnya lapisan horizontal yang
tersingkap pada tebing vertikal (gambar 3.2a), lapisan vertikal yang
tersingkap pada topografi datar (gambar 3.2b) sedangkan pada topografi
miring dapat digunakan alat “Jacob’s staff”, yaitu tongkat yang dilengkapi
dengan “handlevel”, klinometer atau kompas pada bagian atasnya (gambar
3.2c).
Gambar 3.2 pengukuran ketebalan secara langsung
Apabila keadaan medan, struktur yang rumit, atau keterbatasan alat
yang dipakai tidak memungkinkan pengukuran secara langsung, diadakan
pengukuran secara tidak langsung. Tetapi sebaiknya diusahakan pengukuran
mendekati secara langsung.
Pengukuran tidak langsung yang paling sederhana adalah pada
lapisan miring, tersingkap pada permukaan horizontal (gambar 5.3), dimana
lebar singkapan diukur tegak lurus jurus, yaitu W. Dengan mengetahui
kemiringan lapisan (δ) maka ketebalannya.

t = W sin δ
w = lebar singkapan
l = panjang pengukuran
δ = besar kemiringan lapisan

Gambar 3.3 blok diagram memperlihatkan ketebalan suatu ;lapisan


Apabila pengukuran lebar singkapan tidak tegak lurus jurus (1), maka
lebar sebenarnya harus dikoreksi lebih dahulu, w =1 sin β, dimana β adalah
sudut antara jurus dengan arah pengukuran. Ketebalan yang didapat adalah :

t = 1 sin β sin δ δ = besar kemiringan lapisan

Dengan cara pengukuran dapat dipakai, apabila pengukuran lebar


singkapan dilakukan pada permukaan miring. Dalam hal ini ketebalan
merupakan fungsi sudut kemiringan (δ) dan sudut lereng (σ).
Beberapa kemungkinan posisi lapisan terhadap lereng dan perhitungan
ketebalannya, ditunjukkan dalam gambar 3.4.

Gambar 3.4 : Beberapa posisi pengukuran dan perhitungan ketebalan


Pendekatan lain untuk mengukur ketebalan secara tidak langsung dapat
dilakukan dengan mengatur jarak antara titik, yang merupakan batas lapisan
sepanjang lintasan tegak lurus jurus. Pengukuran ini dilakukan apabila bentuk
lereng tidak teratur. Bisa juga menghitung ketebalan lapisan dari peta geologi.
Beberapa kemungkinan posisi terhadap lereng dan perhitungan ketebalannya,
ditunjukkan dalam gambar 3.5.

t = νcos -δλsin δ t = λsin +δνcos δ t = sin δν


- cos δ

λ λ
c
t1

c ν t2 ν ν

Gambar 3.5 : Beberapa posisi pengukuran dan perhitungan ketebalan

Untuk mengukur ketebalan pada lereng, apabila pengukuran tidak


tegak lurus jurus, digunakan persamaan trigonometri (gambar 5.6) :
t = 1[| sin δ cos σ sin β ± sin σ cosδ |]
σ = kemiringan lereng terukur.

Gambar 3.6 : Pengukuran ketebalan pada lereng yang tidak tegak lurus jurus

Perhitungan dengan cara yang lain dapat juga dilakukan dengan


mencari lebih dahulu kemiringan lereng yang tegak lurus jurus lapisan
(gambar 3.7). Untuk mencari kemiringan lereng yang tegak lurus jurus lapisan
(φ), dapat dilakukan beberapa cara :
Gambar 3.7 : Metoda pengukuran ketebalan dengan cara yang lain

Dengan menggunakan “Tabel Koreksi” atau “Aligment nomograph”,


yaitu dengan menganggap kemiringan lereng terukur sebagai kemiringan semu
dan kemiringan lereng tegak lurus jurus sebagai kemiringan sebenarnya
(gambar 3.7 dan tabel 3.1).

Dengan menggunakan persamaan


tan σ = sin βtan φ
β = sudut antara jurus dengan arah pengukuran
σ= sudut lereng terukur sehingga φ dapat
ditentukan.
Dari perhitungan di atas dapat diperoleh lebar singkapan yang tegak
lurus jurus (w), dengan menggunakan persamaan :
1 sin σ w = ---------- sin φ

Dengan menggunakan salah satu persamaan pada gambar 3.4 dapat


ditentukan ketebalan.

3.3 Kedalaman

Menghitung kedalaman lapisan ada beberapa cara, diantaranya :


- perhitungan secara geometri dengan “Alignment nomograph”
- dengan kurva
Dengan cara perhitungan geometri, yang perlu diperhatikan ialah :
kemiringan lereng, kemiringan lapisan dan jarak jurus dari singkapan ke titik
tertentu.
Pada permukaan horizontal, kedalaman lapisan (d) dapat dihitung
dengan rumus (gambar 3.8) :

d = m tan δ
m = jarak tegak lurus dari singkapan ketitik
tertentu
δ = kemiringan lapisan

Gambar3.8 : Cara perhitungan ke dalam suatu lapisan

Apabila m tidak tegak lurus jurus, maka kemiringan lapisan yang


dipakai adalah kemiringan semu (α)

d = m tan α

Untuk kemiringan lapisan dan kemiringan lereng tertentu, kedalaman


dapat dicari dengan menggunakan rumus pada gambar 5.9. Sedangkan rumus
umumnya :
Gambar 3.9 : Beberapa posisi kedudukan lapisan dalam perhitungan
kedalamannya

Untuk mengetahui kedalaman bisa juga dipergunakan “Alignment


nomograph” (gambar 3.10) atau dengan “kurva”, yang penggunaannya
diperlihatkan pada gambar 3.11.
Gambar 3.10 : Alignment nomograph untuk penentuan kedalaman
Gambar 3.11 : Some typical field problems with solutions
Gambar 3.12 : Diagram Stratigraph
Soal Ketebalan dan kedalaman

1. Suatu formasi batugamping dengan kedudukan N150W/260SW tersingkap pada


lereng timur. Panjang pengukuran dari dasar lapisan yang membuat bearing
N900E adalah 653 meter dengan sudut lereng +150.
Tentukan :
a. Ketebalan batugamping
b. Kedalaman dari dasar lapisan sampai ke titik akhir pengukuran.

2. Data yang diberikan : sebuah bidang dengan kedudukan N600E/450SE, dengan


ketebalan = 200 meter. Skala 1 : 10.000.

Tentukan :
a. apparent dip (kemiringan semu)
b. ketebalan semu
c. lebar singkapan
d. lebar singkapan semu dalam sebuah penampang vertikal dari Barat-Timur dari
sebuah tambang dengan kedalaman 500 meter.

3. Dari peta geologi ; pada suatu garis dengan bearing S850W tegak lurus strike
dari sill N50W/380SW didapat dua titik lokasi. Titik P pada bagian Timur
merupakan dasar lapisan dengan ketinggian 900 meter. Titik Q yang jaraknya
550 meter dari P merupakan top dari satuan ini terletak pada ketinggian 1025
meter.

Tentukan :
a. Tebal dari sill ini
b. Kedalaman dari Q ke dasar lapisan

4. Data-data berikut didapat dari traverse sepanjang singkapan batupasir, antara


bagian bawah lapisan dan bagian atas lapisan.
Statsiun Jarak Bearing Strike Dip Beda tinggi
horisontal
1-2 250 meter selatan N400E 360SE -27,4 m
2-3 110 meter S800 N400E 360SE -18,1 m
3-4 165 meter N210E N400E 360SE +25,4 m
4-5 375 meter S250E N400E 360SE +41,3 m
Tentukan ketebalan lapisan :
a. dengan penyelesaian grafik, skala 1 : 5000
b. dengan menggunakan rumus:

t = ± d sin δ sin σ sin β ± h * cos δ

dimana

t = ketebalan
d = jarak horisontal (> 0 bila traverse searah dengan dip dan <0 bila
traverse berlawamana dengan arah dip)
δ = dip
β = sudut antara traverse dengan strike lapisan
h = beda tinggi (> jika traverse naik dan < o bila traverse turun)
MODUL IV
PROYEKSI STREOGRAPH

4.1. Prinsip
Proyeksi stereografi merupakan cara pendekatan deskripsi geometri
yang efisien untuk menggambarkan hubungan sudut antara garis dan bidang
secara langsung. Pada proyeksi stereografi, unsur struktur geologi
digambarkan dan dibatasi didalam suatu permukaan bola (sphere).
Bila pada suatu bidang miring (gambar 6.1a) ditempatkan pada suatu
permukaan bola melalui pusat bola, maka bidang tersebut akan memotong
permukaan bola sebagai lingkaran besar (great circle) atau disebut sebagai
proyeksi permukaan bola (spherical projection). Pada umumnya dasar
proyeksi yang akan dipakai adalah proyeksi sferis pada belahan bola bagian
bawah (lower hemisphere), akan tetapi ada pula yang memakai bagian
atasnya (upper hemisphere). Proyeksi permukaan bola ini digambarkan pada
setiap titik pada lingkaran besar melalui titik puncak zenith (gambar 6.1 b).
Hasil proyeksi pada bidang equator dinamakan stereogram atau proyeksi
stereografi.

Gambar 4.1 : Gambaran geometri proyeksi stereografi


a. Proyeksi biang dan garis pada permukaan bola
b.Proyeksi dari titik-titik potong garis pada permukaan bola pada
equator melalui zenith
Struktur bidang atau garis diproyeksikan dengan cara yang sama yaitu
melalui perpotongannya dengan permukaan bola sebagai proyeksi sferis atau
titik, dan diproyeksikan pada bidang horizontal melalui Zenith. Beberapa
contoh proyeksi bidang dan garis, serta gambaran pada bidang equator nya
(proyeksi stereografi), ditunjukkan pada gambar 4.2.
Suatu garis atau bidang dengan kecondongan yang kecil, proyeksinya
akan mendekati lingkaran equator, sedangkan garis atau bidang yang sangat
menunjam, proyeksinya akan mendekati pusat lingkaran.

ZENITH
A

Proyeksi
Stratigrafi
Garis B.

Proyeksi
Stratigrafi
Garis A.

N
BIDANG EQUATOR

N
B

Proyeksi
Stereografi
Bidang
BIDANG EQUATOR
Proyeksi speris N
C

Proyeksi
Stereografi
Bidang

Gambar 4.2 : Beberapa contoh proyeksi stereografi garis dan bidang

4.2. Jaring stereografi meridional (Wulf Net)


Dalam pekerjaan praktis, proyeksi dan garis dilakukan dengan
bantuan jaring stereografi. Jaring stereografi Wulf Net, dibuat berdasarkan
pembagian sudut yang sama dari garis yang ditarik melalui Zenith ke
setiap titik pada lingkaran besar, yang proyeksinya pada bidang equator
berupa stereogram. Dengan memproyeksikan berbagai bidang dengan jurus
Utara - Selatan (Gambar 6.3) dengan arah kemiringan ke Barat dan Timur
akan didapat berbagai jaring meredian (stereogram). Dengan demikian
besaran tiap sudut pada proyeksi stereografi merupakan gambaran sudut
pada permukaan bola. Pusat dari lingkaran besar didapatkan secara grafis
(gambar 4.3 b) atau dengan hubungan d = r tan δ (d = jarak ke pusat
lengkungan O ; r = jari-jari lingkaran ; δ = kemiringan bidang)
Gambar 4.3 b menunjukkan beberapa meredional lingkaran besar
yang menggambarkan seri bidang dengan jurus utara-selatan dengan
kemiringan ke barat pada selang 100.
Gambar 4.3 Proyeksi stereografi dari bidang miring
a. Tempat kedudukan titik-titik pada suatu bidang
b. Cara pembuatan lingkaran besar (stereogram) pada jaring Wulf

Lingkaran kecil merupakan perpotongan antara permukaan bola


dengan bidang yang tidak melalui pusat bola. Setiap lingkaran kecil dapat
dianggap sebagai perpotongan antara permukaan bola dan kerucut tegak
melalui pusat lengkungan O. Suatu kerucut dapat digambarkan dengan cara
menentukan tempat kedudukan dari garis dengan pitch yang tetap pada
suatu bidang, dengan berbagai kemiringan (gambar 4.4 a). Bila arah Utara-
Selatan merupakan tempat kedudukan pusat lingkaran kecil bagian bawah
bola diproyeksikan ke titik zenith, maka akan menghasilkan stereogram
yang disebut garis lengkung lingkaran kecil.
Pusat-pusat lingkaran kecil ini dapat digambarkan secara grafis
(gambar 4.4 b) yang didapat dari hubungan d = r / cos α
Gambar 4.4 : Proyeksi stereografi dari kerucut
a. Tempat kedudukan dari titik-titik yang merupakan garis pada
berbagai bidang
b. Pembuatan lingkaran kecil

Perpotongan antara garis lengkung lingkaran kecil dengan garis


lengkung meredian membentuk Jaring Stereografi Meredian atau disebut
juga Wulff Net (gambar 4.5). Jaring stereografi ini disebut juga jaring
stereografi proyeksi sama sudut (equal angle projection), karena dibuat
berdasarkan proyeksi dari bidangbidang yang bersudut sama. Jaring
stereografi Wulf Net, dibuat pada setiap selang 20 dan 100.

4.3. Cara penggambaran unsur struktur dengan Wulf Net


Jaring Wulf menggambarkan proyeksi stereografi dari berbagai
kemiringan dari suatu bidang dengan arah jurus Utara - Selatan. untuk
menggambarkan stereogram dari suatu bidang, selalu digunakan arah jurus
pada garis Utara - Selatan, dan kemiringannya diukur pada arah Barat -
Timur.
Untuk penggambaran praktis, umumnya digunakan kertas transparan
atau kalkir.

Gambar 4.5 : Jaring stereografi Wulf

Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut (>> lihat gambar 4.6) :
- Letakkan kertas kalkir di atas jaring dan gambarkan lingkaran
luarnya, dan beri tanda titik-titik utara - selatan dan pusat lingkaran.
- Gambarkan garis jurus melalui pusat lingkaran sesuai dengan harga
jurusnya.
- Putar kalkir sehingga garis jurus berimpit dengan garis utara-selatan,
dimana titik utara jaring berimpit dengan harga jurusnya.
- Gambarkan garis lengkung stereogram sesuai dengan besarnya
kemiringan, dengan besaran 0 di pinggir dan 90 di pusat lingkaran,
dengan mengikuti lengkung lingkaran besar pada jaring.
- Apabila stereogram bidang telah digambarkan, posisi kalkir
dikembalikan pada kedudukan sebenarnya.

Hal yang perlu diperhatikan adalah arah kemiringan bidang, dan ini
akan sangat tergantung pada cara pengukuran dan jenis kompas yang
dipakai. Oleh karena itu mutlak disebutkan arah kemiringannya apakah
cenderung kearah Timur atau ke Barat, dengan pengertian apakah
stereogramnya digambarkan disebelah kanan (E) atau kiri (W) dari garis
utara-selatan jaring.
Cara penggambaran struktur garis pada dasarnya sama (>> lihat
gambar 4.7), proyeksi stereografinya berupa titik atau garis menurut
besaran arah dan penunjamannya. Besaran sudut penunjaman dapat
dilakukan pada arah N-S atau E-W dari jaring Wulf.
Gambar 4.6 : Cara penggambaran struktur bidang
N 40 0 W/ 30 0SW
a. Ukurkan besaran jurus 40 0 ke barat
(W) dari utara (N)
b. Gambarkan garis jurus.
c. Ukur sudut kecondongan 30 se-
panjang garis barat-timur pada sisi W
d. Kembalikan pada posisi semula
Gambar 4.7 Cara penggambaran struktur garis 26 0, N 40 0 E
a. Ukurkan besaran trand 40
0ke timur (E) dari utara (N)
Tandai arah garis (trend)
b. Putarkan trend garis kearah garis barat-timur, ukur
sudut penunjaman 26 0.
c. Kembalikan pada posisi semula, proyeksi digambarkan
sebagai titik atau garis
d. Cara lain dengan pengukuran penunjaman
pada arah utara selatan
4.4. Beberapa penyelesaian problem struktur dengan proyeksi stereografi
4.4.1 Menentukan besar kemiringan semu pada arah N 800 E dari suatu
bidang N 500 E/500 SE

Gambar 4.8

1. Gambarkan kedudukan bidang ; putar transparan 500 searah garis barat


timur pada sisi E, gambarkan stereogramnya.
2. Kembalikan transparan pada posisi semula, tandai arah N 800 E.
3. Putar tanda arah ini pada sisi E, baca besaran sudut dimana garis
stereogram memotong arah garis barat-timur. Didapat kemiringan semu
310

4.4.2 Menentukan kedudukan lapisan dari dua kemiringan semu ; 28 0, N


56 0 W dan 22 0, N14 0 E

Gambar 4.9
1. Gambarkan kedudukan dua garis tersebut : Garis 1, putar transparan
searah jarum (arah N-W) sebesar 56 dari utara, tandai kedudukan garis
pada penunjaman 30 pada sisi utara (N) ; Garis 2, putar berlawanan jarum
jam (arah-N-E) sebesar 140 , dan tandai pada penunjaman 220 pada sisi N.
2. Putar transparan, hingga garis 1 dan 2 berada pada satu lingkaran besar
yang sama, gambarkan stereogramnya. Kemiringan sebenarnya dapat
langsung dibaca pada arah barat timur. Besarnya jurus dapat dibaca
dengan mengembalikan transparan pada posisi semula. Didapatkan N560
E/30 NW. Sudut antara dua garis tersebut didapatkan 620.

4.4.3 Menentukan kedudukan garis perpotongan dari dua buah bidang ;


N40 E/60 SE dan N60 0 W/30 0 SW
N

P1
59º P2

35º 82º
30º

21º

Ganbar 4.10

1. Gambarkan stereogram dari dua bidang : Bidang 1, putar transparan 40 0


berlawanan jarum jam (arah N-E), tentukan besar kemiringan 600 pada sisi
E ; Bidang 2, putar transparan 600 searah jarum jam (arah N-W), tentukan
kemiringannya 300 pada sisi W.
2. Titik potong antara dua stereogram atau lingkaran besar merupakan
kedudukan garis potong dua bidang tersebut. Putar garis ini pada arah
utara selatan, dan beri tanda pada lingkaran pinggirnya. besaran
penunjaman dapat langsung dibaca, dan arah garisnya dapat dibaca
dengan mengembalikan posisi transparan pada arah yang semula.
Kedudukan garis potong adalah 300, N210 E.
Proyeksi stereografi juga dapat dipakai untuk persoalan menentukan
besaran sudut antara dua bidang, garis dan bidang bagi dan sebagainya.
Problem ini akan dibahas pada proyeksi kutub.

4.5. Perputaran Bidang


Perputaran bidang dalam jaring stereografi dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu:
- Perputaran dengan sumbu putar vertikal.
Perputaran ini akan merubah komponen arah atau jurus, tanpa
perubahan pada komponen kemiringan atau penunjaman. Sebagai contoh,
suatu bidang dengan kedudukan N00 E/450 SE, diputar sebesar 45 searah
jarum jam (gambar 6.11 a), kedudukan bidang itu akan menjadi N450
E/450 SE.
- Perputaran dengan sumbu putar horizontal.
Perputaran ini akan merubah komponen kemiringan atau penunjaman.
Pada dasarnya perputaran ini menjadikan setiap titik pada stereogram
bergeser sesuai besar sudut putar dan arah perputarannya. Sebagai contoh,
suatu bidang N00E/600E diputar sebesar 300 ke arah horizontal.
Kedudukan bidang menjadi N00E/30E. Perlu diperhatikan bahwa
pergeseran sudut kemiringan akan selalu mengikuti atau searah dengan
garis lingkaran kecil. Apabila pada bidang tersebut terdapat struktur garis
atau ada bidang lain yang kedudukannya terkait terhadap bidang yang
diputar, maka perputarannya juga akan mengikuti garis lingkaran kecil
sesuai dengan perputaran bidang tersebut.
45º

N
(a) S

N.0ºE / 60º
N.0ºE / 30º

60º
30º

(b)

Gambar 4.11 Perpuaran bidang


a) Perputaran bidang dengan sumbu putar vertikal ; Suatu bidang
N00E/450E diputar 45 0searah jarum jam, kedudukan bidang
menjadi N00E/350E.
b) Perputaran dengan sumbu horisontal ; Suatu bidang N0° E/60° E,
diputar 30° kearah horisontal, kedudukan bidang menjadi N0°
E/30° E. Setiap titik pada lengkungan besar akan terputar 300
mengikuti lengkungan kecil.

Didalam persoalan geologi struktur, perputaran bidang dipakai untuk


menentukan kedudukan suatu unsur bidang atau garis yang harus
dikembalikan pada kedudukan awalnya, atau pada saat pembentukannya.
Misalnya arah arus purba, kedudukan bidang dibawah ketidakselarasan dan
sebagainya.

4.5.1 Ketidakselarasan
Suatu seri batuan A dengan kedudukan N1100E/600SW terletak di
bawah seri batuan B dengan kedudukan N400E/300. Seri batuan B tidak
selaras terhadap batuan A. Akan ditentukan kedudukan seri batuan A
pada saat pembentukan batuan B pada saat batuan B belum mengalami
perlipatan (Gambar 4.12).

Gambar 4.12
Tahapan penyelesaiannya sebagai berikut (Gambar 4.12) :
1. Gambarkan masing-masing stereogram bidangnya.
2. Tempatkan jurus batuan B pada arah utara-selatan.
3. Putar stereogram B sebesar kemiringannya (300) ke arah horizontal,
setiap titik pada stereogram A akan terputar mengikuti lingkaran
kecilnya sebesar 300 ke arah yang sama. Stereogram A yang telah
tergeser adalah kumpulan titik-titik tersebut.
4. kedudukan lapisan A dapat ditentukan dengan menentukan besaran
kemiringan dan mengembalikan posisi kertas transparant pada arah
semula.
4.5.2 Menentukan arah arus purba
Arah arus purba dapat dikenali dari struktur sedimen berupa
flutecast, current ripple, crossbedding atau jejak lain yang menunjukkan
arah sedimentasi.
Pada dasarnya struktur tersebut mencerminkan arah, yang dapat
diwakili sebagai struktur garis yang berdiri sendiri, dan secara umum
terletak pada struktur bidang yaitu perlapisan batuan. Untuk mengetahui
arah arus sebenarnya, atau pada saat keadaan pembentukannya, maka
kedudukan lapisan batuan tersebut harus dikembalikan pada posisi
horizontal, yaitu posisi pada saat sedimentasi.
Sebagai contoh, pada suatu perlapisan N450 E/600SE, terdapat
struktur flutecast yang dapat dikenali arahnya yaitu pada arah N650E.
Akan ditentukan arah sebenarnya dari sedimentasinya (gambar 4.13).
N65ºE
N45ºE

N N
N45ºE
Arah sebenarnya

N65ºE

W E W E

S S
N

Arah sebenarnya
W E

Gambar 4.13
Tahapan pengerjaannya adalah sebagai berikut :
1. Gambarkan kedudukan bidang dan arah terukur pada perlapisan.
2. Tentukan titik potong arah tersebut dengan bidang pada stereogramnya
(merupakan kedudukan garis flutecast)
3. Putar bidang kearah horisontal, garis flutecast akan ikut terputar.
4. Kedudukan garis yang telah diputar dibaca dengan mengembalikan
pada posisi sebenarnya.

4.6 Soal Proyeksi Stereografi


1. Sayap suatu lipatan mempunyai kedudukan N70E/30SE dan sayap yang
lain adalah N50W/40SW.
a. Tentukan kedudukan dari sumbu lipatan tersebut.
b. Berapa besar kemiringan semu pada masing-masing sayap pada arah
S600W.
c. Berapa besar kemiringan semu pada masing-masing sayap pada arah
S250E.

2. Apperent dip pada suatu lapisan batupasir diukur pada kedua kekar yang
berkedudukan vertikal. Salah satu kekar berjurus N300E, pitch dengan
kemiringan semu terhadap jurus kekar, 600 dihitung dari Utara jaring.
Kekar lain berjurus ke Utara dan picth kemiringan semu terhadap jurus
kekar tersebut 400 dihitung dari Selatan jaring.
a. Tentukan kedudukan batupasir tersebut.
b. Besar kemiringan semu dari batupasir pada arah N600E.
c. Besar kemiringan semu dari batupasir pada arah N1500E

3. Sesar A berjurus ke Barat dengan kemiringan sebesar 600, sesar B dengan


kedudukan N450W/350SW
a. Tentukan kedudukan garis potong antara kedua bidang sesar tersebut.
b. Besar sudut antara bidang sesar A dengan bidang sesar B.
c. Besar penunjaman cermin gores-garis pada arah N650E dan besar pitch pada
bidang sesar A.
d. Besar penunjaman cermin gores garis pada arah S550W dan besar picth
pada bidang jarum jam.
e. Besar penunjaman cermin gores garis pada arah S550W dan besar picth
pada bidang sesar B.

4. Diketahui bidang dengan kedudukan N120E/30SW. Ditanyakan kedudukan


bidang tersebut bila diputar dengan :
a. sumbu putar vertikal dan melalui pusat net sebesar 500 berlawanan arah
dengan jarum jam.
b. sumbu putar adalah jurusnya, dengan perputaran 450 ke atas.

5. Formasi batuan A tidak selaras di atas batuan B. Formasi batuan A


berkedudukan N1500E/300SW, sedangkan batuan B berkedudukan N
2300E/500NW. Ditanyakan kedudukan batuan B disaat batuan A diendapkan.
MODUL V
ANALISIS KEKAR

5.1. Pengertian
Kekar (joint) adalah rekahan pada batuan yang belum mengalami
pergeseran. Dari hasil eksperimen dengan memberi gaya pada contoh batuan
akan diperoleh retakan (fracture) yang menyudut lancip dengan arah gaya
kompresi yang tidak pernah melebihi 450, umumnya sekitar 300, tergantung
sudut geser dalam dari batuan. Terbentuk juga retakan lain yang searah
dengan gaya kompresi, disebut extension fracture dan tegak lurus gaya
kompresi disebut release fracture.
5.2. Hubungan Gaya dan Pola Kekar
Gaya-gaya pembentuk kekar dapat diuraikan menjadi gaya-gaya yang
saling tegak lurus satu sama lain (lihat gambar VI.1). Gaya utama yang
terbesar (P) membentuk sudut lancip dengan kekar gerus yang saling
berpasangan. Gaya menengah (Q) sejajar dengan perpotongan kedua kekar
gerus yang berpasangan tersebut, dan gaya terkecil (R) membagi dua sudut
tumpul.

Gambar 5.1 Hubungan gaya dengan pola kekar. F gaya terbesar, Q gaya
menengah, R gaya terkecil.
5.3 Analisis Kekar
Tujuan dari analisis kekar ini sebenarnya adalah untuk menafsirkan
arah gaya tektonik yang bekerja, sehingga diharapkan dapat membantu
interpretasi struktur sesar dan lipatan yang ada pada daerah penelitian.
Hubungan antara kekar, sesar dan lipatan dikemukakan oleh Moody dan Hill
(1956), lihat gambar 5.2

Gambar 5.2 Hubungan struktur sesar, lipatan dan kekar (Moody and Hill, 1956).

Analisis kekar dapat dikerjakan dengan tiga metoda, yaitu:


1. Histogram

2. Diagram kipas

3. Stereografis (akan dibahas dalam acara Stereografis).


Dalam analisis kekar dengan histogram dan diagram kipas yang
dianalisis hanyalah jurus dari kekar dengan mengabaikan besar dan arah
kemiringan, sehingga analisis ini akan mendekati kebenaran apabila kekar-
kekar yang dianalisis mempunyai dip cukup besar atau mendekati 900.
Gaya yang bekerja di anggap lateral. Karena arah kemiringan kekar
diabaikan, maka dalam perhitungan kekar yang mempunyai arah N1800E
dihitung sama dengan N00E, N2200E dihitung sama dengan N400E,
N1150E sama dengan N650W. Jadi semua pengukuran dihitung ke dalam
interval N00E - N900E dan N00W - N900W.

Prosedur Analisis:
Untuk analisis statistik, data yang diperkenankan umumnya 50 data,
tetapi 30 data masih di perkenankan. Dalam analisis ini kekar gerus dan
kekar tarik dipisahkan, karena gaya yang bekerja untuk kedua jenis kekar
tersebut berbeda.
1. Buat tabulasi dari data pengukuran kekar berdasarkan jurus kekar ke
dalam tabel (gambar V.3). Buat interval 5 derajat. Hitung frekuensi dan
prosentase masing-masing interval. Prosentase dihitung masing-masing
interval terhadap seluruh pengukuran.
2. Membuat histogram (gambar VI.4).
a. Buat sumbu datar untuk jurus kekar, dan sumbu tegak sebagai
prosentase. b. Sumbu datar terdiri dari N 900 W - N 00 E - N 900 E.
Buat skala sesuai interval (5 derajat).
c. Buat balok masing-masing interval sesuai dengan besar prosentase
masing-masing interval.
3. Membuat diagram kipas (gambar VI.5).
a. Buat setengah lingkaran bagian atas dengan jari-jari menunjukkan
besar prosentase terbesar dari interval yang ada (misal 24%).
b. Pada sumbu datar plot prosentase. Dari pusat 0%, jari-jari terluar =
prosentase terbesar (24%).
c. Busur lingkaran dibagi menurut interval (jika interval 5 derajat maka
dibagi menjadi 18 segmen). Plot jurus kekar sesuai interval (N 900 W,
85, …, 5, 0, 5, …, 85, N 900 E).
d. Buat busur lingkaran dengan jari-jari = prosentase masing-masing
interval mulai dari batas bawah interval hingga batas atas interval.
Misal interval N 00 E - N 50 W prosentase = 20%, maka buat busur
lingkaran dari sumbu tegak (N 00 E) hingga N 50 W dengan jari-jari
skala 20%.
4. Interpretasi.
Arah gaya pembentuk kekar membagi dua sudut lancip yang
dibentuk oleh kedua kekar.
a. Pada diagram kipas arah gaya pembentuk kekar adalah besarnya sudut
(jurus kekar) yang terbaca pada busur lingkaran, yang diperoleh
dengan membagi dua dari dua maksima (interval dengan prosentase
terbesar) yang berjarak kurang dari 90 derajat.
b. Pada histogram, arah gaya = sudut yang terbaca pada sumbu datar
yang merupakan titik tengah antara dua maksima yang berjarak
kurang dari 90 derajat.
c. Bila ingin mencari arah sumbu lipatan, tambahkan 90 derajat dari arah
gaya, searah atau berlawanan jarum jam

Gambar 5.3 Bentuk tabel perhitungan kekar.

Gambar 5.4 Histogram. Maksima N2,50W dan N62,50E. Gaya utama N300E.
Gambar 5.5. Diagram kipas. Maksima N2,50W dan N62,5 0E. Arah gaya utama
membagi dua sudut kecil, N300E. Sumbu lipatan tegak lurus gaya, N600W.

Gambar 5.6 Pola kekar yang berkembang pada suatu lipatan (McClay, 1987).

Gambar 5.7 Pola kekar sistematik.


Soal :
1.
2. Tabel Hasil Pengukuran 50 Data KekarGerus Daerah X. Buatlah analisi
kekar dengan menggunakan metode histogram dan diagram kipas.

No Arah No Arah
1 N 100° E 26 N 222° E
2 N 104° E 27 N 223° E
3 N 88° E 28 N 47° E
4 N 282° E 29 N 44° E
5 N 84° E 30 N 211° E
6 N 298° E 31 N 43° E
7 N 103° E 32 N 41° E
8 N 108° E 33 N 221° E
9 N 284° E 34 N 42° E
10 N 310° E 35 N 66° E
11 N 282° E 36 N 46° E
12 N 47° E 37 N 359° E
13 N 282° E 38 N 41° E
14 N115° E 39 N 360° E
15 N 100° E 40 N 221° E
16 N 108° E 41 N 224° E
17 N 282° E 42 N 42° E
18 N 281° E 43 N 223° E
19 N 106° E 44 N 226° E
20 N 283° E 45 N 28° E
21 N 283° E 46 N 225° E
22 N 288° E 47 N 224° E
23 N 106° E 48 N 228° E
24 N 271° E 49 N 47° E
25 N 281° E 50 N 229° E
MODUL VI
ANALISIS SESAR

6.1. DEFINISI SESAR


Sesar adalah rekahan atau zona rekahan pada batuan yang
memperlihatkan pergeseran. Pergeseran pada sesar bisa terjadi sepanjang
garis lurus (translasi) atau terputar (rotasi).
Separation (pergeseran relatif semu) adalah arak tegak lurus antara
bidang yang terpisah oleh sesar dan diukur pada bidang sesar. Komponen dari
separation dapat diukur pada arah tertentu, umumnya sejajar jurus atau arah
kemiringan bidang sesar (gambar 6.1).

Foul
Plane

Gambar 6.1 : Diagram blok yang memperlihatkan pergeseran sebenarnya dan


semu dari sesar
A. Net slip (total pergeseran relatif sebenarnya)
B. Strike separation (pergeseran relatif semu searah jurus bidang
sesar)
C. Dip separation (pergeseran relatif semu searah kemiringan bidang
sesar)
Slip (pergeseran relatif sebenarnya) adalah pergeseran relatif
sebenarnya pada sesar, diukur dari blok satu ke blok yang lain pada
bidang sesar dan merupakan pergeseran titik-titik yang sebelumnya
berimpit. Total pergeseran disebut juga “Net slip” (gambar 6.2).

Foul
Plane

Gambar 6.2 : Diagram blok yang memperlihatkan pergeseran sebenarnya dari


sesar 1.) Reverse left slip fault, 2) Strike left slip fault, 3) Normal
left slip fault 4) Dip slip fault (Normal slip fault), 5) Normal right
slip fault

Throw, Heave, Footwall dan Hangingwall


- Throw (loncatan vertikal) adalah jarak yang diukur pada bidang vertikal dari
slip/separation (gambar 6.3)
- Heave (loncatan horizontal) adalah jarak yang diukur pada bidang horizontal
(gambar 6.3)
- Footwall adalah blok tubuh batuan yang terletak dibawah bidang sesar
(gambar 6.1 dan 6.2).
- Hangingwall adalah blok tubuh batuan yang terletak di atas bidang sesar
(gambar 6.1 dan 6.2).
c
b
a
Throw
e d

Heave

Gambar 6.3 : Diagram blok yang memperlihatkan Throw dan Heave

6.2. KLASIFIKASI SESAR


Sesar dapat diklasifikasikan dengan pendekatan geometri yang berbeda.
Beberapa klasifikasi diantaranya adalah :
- berdasarkan hubungan dengan struktur lain (sesar bidang perlapisan, sesar
longitudinal, sesar transversal)
- berdasarkan pola kumpulan sesar (sesar radial, sesar paralel, sesar en
echelon).
Aspek terpenting dari geometri sesar adalah pergeseran. Atas dasar ini,
sesar dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Berdasarkan sifat pergeseran relatif semu
1. Strike separation fault adalah pergeseran relatif semu searah dengan
jurus bidang sesar, yang terdiri dari :
a. Strike left separation fault
Jika kita berdiri di suatu blok dari suatu sesar maka akan terlihat
jejak pergeseran semu pada blok yang lain bergeser ke arah kiri.
(gambar 6.4a).
b. Strike right separation fault
Jika kita berdiri di suatu blok dari suatu sesar maka akan
terlihat jejak pergeseran semu pada blok yang lain bergeser ke arah
kanan (gambar 6.4b)
a b
Gambar 6.4 : Pergeseran semu mengiri dan menganan dari sesar mendatar

2. Dip separation fault adalah pergeseran relatif semu searah dengan


kemiringan bidang sesar, yang terdiri dari :
a. Normal separation fault
Jika sesar dilihat penampang vertikal, jejak pergeseran pada
footwall ditemukan diatas jejak yang sama pada hangingwall
(gambar 6.5a)
b. Reverse separation fault
Jika sesar dilihat pada penampang vertikal, jejak
pergeseran pada footwall ditemukan dibawah jejak yang sama
pada hangingwall (gambar 6.5b).

a b

Gambar 6.5 : Pergeseran semu ke bawah dan ke atas dari sesar normal dan sesar
naik

Berdasarkan sifat pergeseran relatif sebenarnya


1. Strike slip fault adalah pergeseran relatif semu searah dengan jurus
bidang sesar, yang terdiri dari :
a. Strike left slip fault
Jika kita berdiri di suatu blok dari suatu sesar maka akan terlihat
jejak pergeseran sebenarnya pada blok yang lain bergeser ke arah kiri
(gb.6.2).
b. Strike right slip fault
Jika kita berdiri di suatu blok dari suatu sesar maka akan terlihat
jejak pergeseran sebenarnya pada blok yang lain bergeser ke arah
kanan (gambar 6.2).
2. Dip slip fault adalah pergeseran relatif sebenarnya searah dengan
kemiringan bidang sesar, yang terdiri dari :
a. Normal slip fault
Blok hangingwall relatif turun terhadap footwall (angka 4 pada
gambar 6.2).
b. Reverse slip fault
Blok hangingwall bergerak relatif naik terhadap footwall (angka
1 pada gambar 6.2). Untuk sesar vertikal : tentukan salah satu blok
relatif bergerak terhadap blok lainnya, contoh “Vertikal dip slip fault”

3. Oblique slip fault adalah pergeseran miring relatif sebenarnya


terhadap bidang sesar. Untuk penamaan sesar ini dipakai kombinasi
istilah “dip slip dan strike slip” seperti di bawah ini.
a. Normal left slip fault (angka 3 pada gambar 8.2)
b. Normal right slip fault (angka 5 pada gambar 8.2)
c. Reverse right slip fault
d. Reverse right slip fault
e. Vertical oblique slip fault

4. Sesar Rotasi adalah yang memperlihatkan pergeseran berputar pada


bidang sesarnya
a. Clockwise rotational fault
Blok yang berlawanan bergerak searah jarum jam (gambar 6.3a)
b. Anticlockwise rotational fault
Blok yang berlawanan bergerak berlawanan arah jarum jam (gambar
6.6b)

Sesar merupakan struktur bidang dimana kedudukannya dinyatakan


dalam jurus dan kemiringan. Simbol untuk sesar dalam peta geologi
diperlihatkan pada gambar 6.4.

Gambar 6.6 : Sesar rotasi Clockwise dan anticlockwise

6.3. SESAR TRANSLASI


Pada sesar translasi kedudukan unsur-unsur struktur pada hangingwall
dan footwall tidak berubah karena pergeseran sepanjang bidang sesar adalah
sama. Untuk mengetahui orientasi dan besaran dari slip harus diketahui dua
titik yang sama pada kedua blok yang tersesarkan. Dalam kenyataan geologi
titik tersebut diperoleh dari perpotongan bidang sesar dengan struktur garis.
6.3.1. Diskripsi Geometri Sesar
Metoda yang umum dipakai adalah metoda orthografi dan
gabungan antara metoda orthografi dengan metoda stereografi. Beberapa
diskripsi geometri sesar translasi ditunjukkan berikut ini :

Contoh soal 1
Sesar vertikal dengan jurus N900E memotong lapisan batupasir N400W/
300NE dan vein N600E/650NW. Pengamatan pada bidang sesar di permukaan
menunjukkan jarak singkapan batupasir di bagian utara, vein di bagian utara dan
vein di bagian selatan adalah 250 m, 400 m dan 700 m dihitung dari singkapan
batupasir di bagian selatan.

Tentukan besaran net slip. pitch, kedudukan net slip dan pergerakan relatif kedua
blok yang tersesarkan.

Penyelesaian :

Gamabr 6.7 : Memperlihatkan gambaran tiga dimensi yang belum tersesarkan


(6.7a) dan telah tersesarkan (6.7b) serta gambaran dua dimensi
berupa pet (6.7c)

1. Gambar kedudukan bidang sesar, batupasir dan vein di bagian utara dan
selatan sesar.
2. Dengan cara orthografi (gambar 8.8a), ketiga biang tersebut
diproyeksikan ke bidang horizontal. Perpotongan batupasir dengan
bidang sesar adalah AS dan vein dengan sesar adalah BS. Dengan
menarik garis-garis sejajar, yaitu A’N dan B’N didapat net slip NS.
3. Dengan cara stereografi (gambar 8.8a), ketiga bidang digambarkan
dalam stereonet. Pitch dari kedua garis potong terhadap sesar dibaca
sebagai penunjaman garis pada sesar NS, didapatkan dengan
menggambarkan kembali pada orthografi.

Didapat jawaban : Besar dan arah Net slip (230 m, 480, N900E), Pitch : 480
dan pergerakan relatif, di mana blok utara relatif naik terhadap blok selatan.
C'

Gambar 6.8 : Penyelesaian secara orthografi dan stereografi

Contoh soal 2
Lapisan batupasir N300W/350NE dan vein N300E/600NW dipotong oleh
bidang sesar N900E/400S. Batupasir & vein di bagian utara dan selatan tersingkap
pada jarak 220 m, 400 m dan 680 m diukur dari singkapan batupasir di bagian
selatan. Tentukan besaran Net slip, Pitch dan kedudukan nya.
Penyelesaian
Gambar 6.9 : Memperlihatkan gambaran tiga dimensi yang belum tersesarkan
(8.9a) dan telah tersesarkan (8.9b) serta gambaran dua dimensi
berupa pet (8.9c)

1. Gambarkan kedudukan masing-masing bidang


2. Dengan metoda orthografi, seperti pada contoh 1, dengan catatan NS adalah
proyeksi horizontal dari net slip sebenarnya (N’S’). Arah dari slip bisa diukur
(NS) terhadap arah utara dan penunjaman bisa diukur dengan membuat
segitiga NSS’. Pitch adalah sudut yang dibentuk oleh N’S’ terhadap jurus
sesar.
3. Dengan metoda stereografi pitch dari garis potong masing-masing bidang
dengan bidang sesar bisa dibaca langsung pada stereonet dan dengan
menggambarkannya kembali pada proyeksi orthografi didapatkan S’ dan N’.
Maka kedudukan Net slip bisa langsung terbaca.

Didapat jawaban : Besar dan kedudukan Net slip (240 m, 350, S330E), pitch : 630.

Dalam penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah dan lebih praktis


dikerjakan dengan gabungan kedua cara tersebut.
Gambar 6.10 : Metoda penyelesaian secara orthografi dan stereografi
90

80 80
90

80 80

70 70
45 45
60 60
50
50
40 40
30 10 10
30
20
20 0 Left slip Right slip 0
10
10
10 10

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Dip of fault

45 45

(b )

80 80

90

Gambar 6.11 Memperlihatkan cara penentuan nama bagi sesar translasi,


didasarkan pada pitch dan netslip terhadap bidang sesar pada
gambar 8.11a seperti contoh x pitch = 60 0, kemiringan bidang
sesar = 600 kemudian masukkan ke diagram 8.11b, dengan
memperhatikan arah slickenside pada bidang sesar, nama sesar
dapat ditentukan.

6.4. SESAR ROTASI


Berdasarkan kedudukan sumbu putar terhadap bidang sesar dapat
dibedakan tiga macam gerak rotasi pada sesar :
- Sumbu putar sejajar bidang sesar
- Sumbu putar miring terhadap bidang sesar
- Sumbu putar tegak lurus terhadap bidang sesar

Dalam hal ini pembahasan akan dilakukan hanya pada persoalan sesar
rotasi dengan sumbu putar tegak lurus terhadap bidang. Kedudukan unsur
struktur pada hangingwall dan footwall tidak sama, karena pergeserannya
berputar.

6.5. PENYELESAIAN GEOMETRI SESAR ROTASI

Metoda yang dipakai dalam diskripsi sesar rotasi adalah gabungan


antara metoda orthografi dan stereografi. Besaran yang harus diketahui dalam
diskripsi ini adalah : sudut putar, pusat perputaran dan panjang pergeseran
sepanjang lingkaran putar.

Contoh soal 1
Suatu keybed AC tersingkap di bagian barat daya dari sesar dengan
kedudukan N2000E/400NW. Lapisan ini terputar sebesar 50 berlawanan arah
jarum jam oleh sesar dengan kedudukan N200E/300NE. Tentukan kedudukan
lapisan dibagian lain dari sesar. (gambar 6.12a) Penyelesaian :
1. Gambarkan kedudukan bidang dalam stereonet (gambar 6.12b)
2. Putar bidang sesar ke arah horizontal dengan sumbu putar jurusnya.
Bidang AC ikut terputar sebesar kemiringan sesar sepanjang lingkaran
kecil. (gambar 6.12c & 6.12 d)
3. Putar bidang AC tersebut 50 berlawanan arah jarum jam dengan sumbu
putar vertikal (gambar 6.12e)
4. Putar kembali bidang sesar ke posisi semula dengan sumbu putar
jurusnya, bidang AC ikut terputar (gambar 6.12f)
5. Kedudukan bidang yang ditanyakan adalah posisi AC setelah terputar,
yaitu N1240E/300SW (gambar 6.12g).

Catatan :
Persoalan ini sama dengan perputaran bidang karena tidak diketahui besar
pergeseran.
MODUL VII
REKONSTRUKSI LIPATAN

7.1 Pendahuluan
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan
yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada
unsur garis atau bidang didalam bahan tersebut. Pada umumnya unsur yang
terlibat di dalam lipatan adalah struktur bidang, misalnya bidang perlapisan
atau foliasi. Lipatan merupakan gejala yang penting, yang mencerminkan sifat
dari deformasi ; terutama, gambaran geometrinya berhubungan dengan aspek
perubahan bentuk (distorsi) dan perputaran (rotasi).
Lipatan terbentuk bilamana unsur yang telah ada sebelumnya terubah
menjadi bentuk bidang lengkung atau garis lengkung. Perlipatan adalah
deformasi yang tak seragam (inhomogeneous) yang terjadi pada suatu bahan
yang mengandung unsur garis atau bidang. Walaupun demikian, suatu
deformasi yang menghasilkan lipatan pada suatu keadaan, tidak selalu
demikian pada kondisi yang lain. Suatu masa batuan yang tidak mempunyai
unsur struktur garis atau bidang, tidak menunjukkan tanda perlipatan. Perlu
juga dipertimbangkan bahwa, suatu unsur yang sebelumnya berbentuk
lengkungan dapat berubah menjadi bidang atau garis lurus, atau suatu unsur
dapat tetap sebagai struktur bidang atau garis lurus setelah terjadi deformasi.

7.2 Deskripsi geometri pada lipatan


Secara geometri suatu lipatan dapat dideskripsikan sebagai suatu
permukaan bidang lengkung yang tunggal. Bentuk suatu lipatan sangat
beragam, dari yang sederhana sampai sangat rumit, yang sulit dideskripsikan
secara terinci. Untuk kegunaan praktis, disamping metoda matematik, dipakai
metoda deskriptif lain seperti pembuatan kontur struktur dan sebagainya.
Sebagai penyederhanaan, suatu lipatan dapat dianggap sebagai suatu
bentuk permukaan yang silindris dengan sumbu lipatan sebagai kerangka
permukaan tersebut, dan unsur-unsurnya dapat ditunjukkan pada suatu
penampang (profile) lipatan. Beberapa titik profil permukaan dideskripsikan
seperti pada gambar 7.1.
- Hinge point
Titik maksimum pelengkungan pada lapisan yang terlipat.
- Crest
Titik tertinggi pada lengkungan.
- Trough
Titik terendah pada pelengkungan.
- Inflection point
Titik batas dari dua pelengkungan yang berlawanan.

Gambar 7.1 Titik-titik yang dideskripsi pada profil permukaan lipatan


silindris

Pada gambaran tiga dimensi, tempat kedudukan dari hinge-point pada


satu permukaan lipatan akan berupa garis yang disebut sebagai hinge-line atau
sumbu dari lipatan (fold-axis). Demikian pula titik-titik crest dan trough, yang
merupakan perpotongan dari garis pada bidang profil, yaitu crestal-line, dan
trough-line, yang sejajar dengan sumbu perlipatan. Tempat kedudukan dari
titik dan garis ini bergantung pada orientasi dari permukaan lipatan terhadap
bidang horisontal. Unsur-unsur lipatan yang umumnya dapat dideskripsikan
kedudukannya diantaranya adalah (Gambar 7.2) :
- Fold axis (sumbu lipatan/hinge line)
Garis maksimum pelengkungan pada suatu permukaan bidang yang terlipat.
- Axial plane (bidang sumbu)
Bidang yang dibentuk melalui garis-garis sumbu pada satu lipatan. Bidang ini
tidak selalu berupa bidang lurus (planar), tetapi dapat melengkung lebih
umum dapat disebutkan sebagai Axial surface.
- Fold limb (sayap lipatan)
Secara umum merupakan sisi-sisi dari bidang yang terlipat, yang berada
diantara daerah pelengkungan (hinge-zone) dan batas pelengkungan
(inflection line).

7.3 Dasar Klasifikasi Lipatan


Lipatan dapat diklasifikasikan dengan bermacam kriteria. Pada
umumnya klasifikasi ini didasarkan pada sifat yang dapat dideskripsikan unsur-
unsurnya secara geometri seperti yang telah dibahas sebelumnya. Klasifikasi
dan penamaan jenis lipatan umumnya juga secara tidak langsung akan
mencerminkan sifat kejadian atau pembentukan lipatan secara tidak langsung
kan mencerminkan sifat kejadian atau pembentukan lipatan tersebut dan jenis
atau material yang terlibat. misalnya lipatan yang ketat (tight) mencerminkan
deformasi yang kuat, lipatan yang sejajar (paralel) umumnya terjadi pada
lapisan yang kompeten dan sebagainya.

Gambar 9.2 Unsur-unsur pada suatu lipatan


7.3.1 Sudut Antar Sayap (interlimb angle)
Sudut antar sayap adalah sudut yang terkecil yang dibentuk oleh
sayap-sayap lipatan, dan diukur pada bidang profil suatu lipatan (gambar
7.3). Sudut ini mencerminkan sifat keketatan (tightness) dari lipatan.
Fleuty (1964) membuat klasifikasi seperti pada tabel 7.1.

Gambar 7.3 Sudut antar sayap (interlimb angle)

Tabel 7.1 klasifikasi berdasarkan sudut antar sayap


Sudut antar sayap Deskripsi lipatan

Gentle (landai)
1800 - 1200
1200 - 700 Open (terbuka)
700 - 300 Close (tertutup)
300 -00 Tight (ketat)
00 Isoclinal (isoklin)

7.3.2 Sifat Simetri


Simetri merupakan salah satu kriteria untuk menyatakan bentuk
dari suatu permukaan silindris. Sifat simetri ditentukan oleh bidang
yang melalui hinge-line dan membagi sama-besar sudut antar sayap
lipatan, yang disebut bidang simetri. lipatan ini disebut sebagai lipatan
simetris, dan keseluruhan lipatan memiliki sifat simetri orthorhombic.
Suatu seri dari lipatan dikatakan simetri apabila masingmasing
mempunyai sifat simetri, dan mempunyai pola yang periodik. Dalam
hal ini, bidang-bidang yang membatasi permukaan lipatan akan berupa
bidang yang lurus (planar) dan saling sejajar, dan bidang yang melalui
titik-titik batas pelengkungan (inflection point) akan tepat terletak
ditengah bidang-bidang tersebut yang disebut sebagai median. Pada
lipatan simetri, besaran amplitude dan panjang gelombang
(wavelenght), yang perbandingannya merupakan parameter untuk
bentuk lipatan, akan mudah dideskripsi (gambar 7.4a).

A Median A
A1
i i Surface W
i i
W W
A2

( a) ( b) (c)

Gambar 7.4 Besaran suatu lipatan W = wavelenght, A =


amplitude

Apabila jejak dari bidang yang melalui hinge-line (hinge


surface) bukan sebagai bidang simetri, lipatan tersebut disebut sebagai
lipatan asimetris, yang hanya mempunyai sifat simetri monoklin.
Untuk itu perlu ditambahkan sifat asimetrinya, umumnya disebutkan
sifat arah miring bidang sumbunya (vergence), atau arah relatif puncak
antiform terhadap puncak sinform nya (gambar 7.4 b,c), misalnya arah
mata angin, kiri-kanan atau perputaran jarum jam bagi lipatan yang
sumbunya menunjam.
Apabila sifat asimetri dari lipatan makin besar, deskripsi dapat
diberikan dengan sifat-sifat seperti yang ditunjukkan pada gambar 7.4
b,c.
7.3.3 Kedudukan lipatan
Berdasarkan bentuknya, lipatan yang kemiringan bidang
sayapnya menuju ke arah yang berlawanan, disebut sebagai Antiklin,
dan synform, kemiringan bidang sayapnya menuju ke satu arah, disebut
sebagai Sinklin.
Kedudukan lipatan ditanyakan dari kedudukan sumbu lipatan (fold axis)
dan bidang sumbu lipatan (axial plane/axial surface).
Fleuty (1964) membuat klasifikasi yang didasarkan pada kedua
sifat kedudukan tersebut, dan secara lebih tepat menyatakan besaran
kecondongannya kemiringan dan penunjamannya. Deskripsi yang
diberikan merupakan gabungan dari kedua kriteria yang ada, yaitu
kemiringan dari bidang sumbu dan penunjaman dari garis sumbu (Tabel
7.2).

Tabel 7.2 Penamaan untuk kedudukan lipatan (Fleuty, 1964)


Sudut Istilah Kemiringan bidang sumbu Penunjaman garis sumbu
Horizontal Recumbent fold Horizontal fold
0
1 - 10 Subhorizontal Recumbent fold Horizontal fold
10 - 30 Gentle Gently inclined fold Gently plunging fold
30 - 60 Moderate Moderately inclined fold Moderately plunging fold
60 – Steep Steeply inclined fold Steeply inclined fold
80
80 – Subvertical Upright fold Vertical fold
89
90 Vertical Upright fold Vertical fold

Perlu dicatat bahwa beberapa gabungan untuk penamaan lipatan


tidak dapat diberikan, karena garis sumbu posisinya berada pada bidang
sumbu, misalnya, jenis lipatan gently - inclined, steeply - plungging fold
tidak mungkin diberikan atau tidak ada. Klasifikasi ini agak sulit dipakai
mengingat kerangka yang digunakan adalah kedudukan dari sumbu
lipatan, yang penunjamannya terukur pada bidang vertikal yang tidak
ada hubungannya dengan geometri lipatan. Untuk mengatasi ini dapat
dipakai kriteria pitch garis sumbu dan kemiringan bidang sumbu.
Kesulitannya adalah mengukur besaran pitch dilapangan.
Klasifikasi yang lebih sederhana dengan menggabungkan
besaran penunjaman dan pitch, seperti bagan bentuk lipatan yang
ditunjukkan pada gambar 7.5.
Rickard (1971), membuat diagram segitiga yang
memperhitungkan tiga variabel, yaitu ; kedudukan bidang sumbu lipatan
(kemiringan) dan sumbu lipatan (penunjaman dan pitch terhadap bidang
sumbu lipatan), seperti ditunjukkan pada gambar 7.6.
Pasangan kemiringan dan pitch dari suatu lipatan ditunjukkan
sebagai titik pada perpotongan garis lurus, yang angkanya dibaca
sepanjang tepi dasar dan kiri diagram (gambar 7.6a). Untuk penunjaman
digunakan kurva dan angka pada tepi kanan diagram. Jenis-jenis
kedudukan lipatan dapat ditentukan pada diagram gambar 7.6 b. Untuk
dapat memberikan kedudukan yang lebih pasti pada lipatan yang miring
(inclined fold), Rickard mengusulkan untuk memberikan indeks besaran
angka dari kemiringan (D) dan penunjaman dari (P), misalnya :
- Upright fold (D85P25), menurut klasifikasi Fleuty (Tabel 9.2) adalah
Upright, gently, plunging fold.
- Inclined fold (D70P45), Steeply inclined, moderately-plunging fold.
- Reclined fold (D56P55), Moderately-inclined fold.
Diagram ini juga dapat digunakan untuk berbagai lipatan secara
lebih terinci pada suatu wilayah, misalnya bila terdapat suatu perubahan
kedudukan pada arah atau geometri lipatan-lipatan tersebut.
Vertical

Upright plunging Reclined

Inclined plunging

Upright horizontal Inclined horizontal Recumbent

Gambar 7.5 Bagan kemungkinan bentuk-bentuk kedudukan lipatan

80 80

70 70

60 60

c 50
50

40 40

30 30

20 a 20

10 10

80 70 60 50 40 30 20 10
Dip
(a)

Vertical
folds

Inclined folds

Horizontal
Recumbent
Upright
Horizontal folds folds
folds
Dip
(b)

Gambar 7.6 a. Diagram segitiga untuk menentukan kedudukan lipatan


b. Penggunaan diagram untuk klasifikasi lipatan (Rickard,
1971)

7.3.4 Isogon
Pada umumnya, hampir semua lipatan terdiri lebih dari satu
permukaan, untuk ini diperlukan cara untuk membahas hubungan ruang
dan geometri antara bidang bidang lengkung yang membentuk lipatan.
Tempat kedudukan dari semua hingeline, yang disebut sebagai hinge
surface, merupakan unsur yang penting. Bidang permukaan ini seringkali
dianggap sama dengan bidang sumbu (axial plane) atau axial surface, akan
tetapi tidak berhubungan langsung dengan sumbu. Suatu lipatan yang
tidak silindris mempunyai bidang permukaan sejenis ini, tetapi tidak
merupakan sumbu lipatan. Oleh karena itu lebih sesuai disebut sebagai
hinge surface (gambar 7.7).
Gambar 7.7 Hinge surface pada lipatan silindris

Bidang sumbu lebih dikhususkan untuk bidang yang sejajar dengan


hinge surface yang melalui keseluruhan dari lipatan silindris. Dengan
pengertian yang sama dengan hinge surface, akan terdapat inflection
surface, yang merupakan tempat kedudukan dari garis batas lengkung,
crestal surface dan trough surface.
Hubungan geometri dari dua permukaan lengkung tergantung pada
pelengkungan relatif dan jarak antara keduanya, Cara sederhana untuk
menyatakan hubungan sumbu adalah dengan membuat garis dari titik-titik
pada dua permukaan lipatan dimana kemiringan (atau kemiringan semu)
yang sama dibuat dari kerangka horisontal, pada suatu bidang profil. Garis-
garis ini disebut Isogon. Isogon kemiringan merupakan suatu pola yang
dapat dipakai untuk membedakan bentuk lipatan dan juga merupakan dasar
untuk klasifikasi geometri lipatan yang mudah untuk diterapkan.
a. Cara membuat isogon
Isogon dapat dibuat secara langsung dengan menggambarkan dari
berbagai lengkungan dari suatu gambar atau foto yang diambil sepanjang
sumbu lipatan.
Langkah pertama adalah memilih datum (kerangka horisontal).
Pada masingmasing jejak dari dua permukaan lipatan yang berdekatan,
dibuat suatu seri kemiringan yang menyinggung permukaan lipatan.
Hubungkan titik-titik singgung pada permukaan lipatan, dari kemiringan
yang sama (gambar 7.8). Interval kemiringan 100 atau 200 cukup
memadai untuk melihat pola isogonnya.
α

t Pα t Po
TP α α

t Qo
α
t Qα
60º
TQ α

( a)

Horizontal
10º

( b)

Gambar 7.8 Isogon kemiringan


a. Cara membuat isogon dengan kemiringan α dan β
b. Cara membuat isogon dengan bantuan busur derajat dan mistar
b. Klasifikasi isogon
Dasar yang dipakai pada klasifikasi ini adalah sifat kesejajaran
dari isogon serta arah dari sifat konvergensi dan divergensinya. Bagian
dalam dari busur lipatan dipakai sebagai kerangka untuk arah
konvergensi isogon. Didasarkan pada sifat ini, terdapat lima jenis lipatan
(Ramsay, 1967), yaitu luar lebih kecil daripada bagian dalam, jarak
terkecil dari dua permukaan lipatan terletak searah hinge surface
(gambar 7.9) :
- lipatan dengan isogon konvergen kuat (1A), lenkungan pada busur luar
lebih kecil daripada bagian dalam, jarak terkecil dari dua permukaan
lipatan terletak searah hinge surface (gambar 7.9a).
- lipatan paralel (1B), lengkungan pada busur dalam lebih besar, jarak
dari dua permukaan lipatan tetap, yang disebut sebagai ketebalan
ortogonal lapisan (gambar 7.9b).
- lipatan dengan isogon konvergen lemah (1C), lengkungan pada busur
luar lebih besar, jarak terbesar dari dua permukaan lipatan terletak pada
hinge surface (gambar 7.9c).
- lipatan similar (2), kedua lengkungan lipatan identik, dan isogon
sejajar, jarak antara lengkungan yang diukur pada isogon tetap, yang
disebut sebagai ketebalan bidang sumbu (gambar 7.9d).
- lipatan divergen (3), lengkungan pada busur dalam lebih kecil daripada
bagian luar (gambar 7.9e).

(a) ( b) (c)

(d) (e)
Gambar 7.9 Klasifikasi isogon (Ramsay, 1967)
Selain klasifikasi, dasar ini juga dipakai untuk mendeskripsi
bentuk lipatan, dari pola isogonnya, pada satu lapisan tunggal. Berbagai
cara dapat dilakukan, yaitu dengan memplot garis normal ortogonal dan
ketebalan bidang sumbu sebagai fungsi dari kemiringan, α (Ramsay,
1967). Cara yang lebih sederhana adalah memperhitungkan besaran
sudut isogon φ sebagai fungsi dari α (Hudleston, 1973). Gambar 7.10a
menunjukkan cara membuat sudut isogon dari garis normal setiap
isogon kemiringan. Variasi dari φ dan α ditunjukkan sebagai kurva pada
diagram 7.10b.

Gambar 7.10 Pola isogon pada satu lapisan tunggal


a. Pembuatan sudut isogon φ
b. Diagram yang menunjukkan kurva φ terhadap α

9.4 Lipatan Sejajar (parallel fold)


Lipatan paralel adalah bentuk lipatan yang ketebalan (ortogonal)
lapisannya tetap. Pembentukan lipatan ini dapat dibayangkan sebagai susunan
lapisan-lapisan yang saling bergeser (flexural slip) apabila dilipat (Gambar
7.11).
Gambar 7.11 Gambaran pergeseran lapisan (flexural slip) pada
perlipatan

9.4.1 konstruksi penampang pada lipatan sejajar


Dasar dari metoda ini adalah anggapan bahwa lipatan merupakan
bentuk busur dari suatu lingkaran dengan pusatnya adalah perpotongan
antara sumbu-sumbu kemiringan yang berdekatan (gambar 7.12). Metoda
ini disebut sebagai metoda busur lingkaran (arc method).

O
2
O2

A B A B C
C
A B

O 30º 30º

O1 O O1
1

Gambar 7.12 Cara pembuatan busur lipatan (Busk, 1929)

Dalam metoda ini rekonstruksi bisa dilakukan dengan


menghubungkan busur lingkaran secara langsung (Gambar 7.13) apabila
data yang ada hanya kemiringan dan batas lapisan hanya setempat.
O1

O8
M N
P
O2 O7

L
A B C DEF G H I
K
O6
O5

R
O3

O4

Gambar 7.13 Rekonstruksi lipatan sejajar dengan metoda busur, menunjukkan


jejak dari hinge surface (Busk, 1929)

Apabila batas-batas lapisan dijumpai berulang pada lintasan yang akan


direkonstruksikan, maka pembuatan busur lingkaran dilakukan dengan
interpolasi.

Metoda Higgins (1962)

A B

40 º 50 º
INTER POLATED
DIP

Ob

C
Z
D

Oa

Gambar 7.14 Interpolasi antara dua kemiringan terukur (Higgins, 1962)

- tarik garis normal kemiringan di A dan B


- tentukan Oa sembarang di seberang bisector AB
- tentukan D dimana Aoa = BD, tarik sumbu Doa didapat Ob
- Oa dan Ob adalah pusat lingkaran untuk interpolasi

Metoda Busk (1929) P

A B

40º 50º

Oc

C
Z

Od

Gambar 7.15 Interpolasi antara dua kemiringan terukur (Busk,1929)

- tarik garis normal dan perpanjang kemiringan di A dan b


- tarik garis tegak lurus AB berpotongan di masing-masing garis normal di Oc
dan Od - Oc dan Od adalah pusat lengkungan interpolasi

9.4.2 Cara konstruksi lipatan tak sejajar


Salah satu cara untuk mengkonstruksi lipatan yang tak sejajar yaitu
dengan Metoda Boundary ray. Dasar dari metoda ini bahwa penipisan
atau kompaksi lapisan batuan adalah fungsi dan kemiringan. (Coates,
1945 dan Gill, 1953). Dengan dasar ini, disusun suatu tabel untuk
mendapatkan posisi boundary ray yang dipakai untuk batas rekonstruksi
lipatan. Tabel tersebut dibuat untuk bermacam penipisan, tergantung pada
sifat batuan.

Cara mendapatkan boundary ray (gambar 7.16)


- Kemiringan lapisan adalah 550 dan 400. Posisi boundary ray didapatkan
dari perpotongan perpanjangan kemiringan.
- Arah dari boundary ray didapatkan dengan menggunakan tabel.
Misalnya digunakan tabel dengan maksimum penipisan 45%,
kemiringan kecil (400) dipakai sebagai ordinat dan kemiringan besar
(550) dipakai sebagai absis, didapatkan sudut 610 dan 400.
- Untuk kemiringan yang berlawanan dipakai bagian yang bawah yaitu
40 dan diukurkan pada kemiringan yang besar 550.
- Untuk kemiringan yang searah, dibuat lebih dulu garis bisectornya
kemudian diukurkan pada garis yang sejajar dengan kemiringan yang
besar.
- Untuk mendapatkan posisi boundary ray dari tabel kemiringan lapisan
diinterpolasi dan dikelompokkan lebih dulu menjadi kelipatan 50 lihat
tabel 7.3.

Gambar 7.16 Cara perhitungan sudut Boundary ray (bedgley, 1965)

Apabila pembuatan penampang tidak tegak lurus jurus lapisan, maka yang
dipakai adalah kemiringan yang telah dikoreksi (gambar 7.17).
Gambar 7.17 Contoh rekonstruksi boundary ray pada penampang
yang tidak tegak lurus jurus.

Dalam rekonstruksi lipatan seringkali arc method digabungkan dengan


metoda tangan bebas (free hand method) apabila diketahui adanya penipisan
pada daerah tertentu. Metoda ini juga dipakai apabila terdapat penipisan dan
penebalan yang tidak teratur. Cara penggambarannya ialah dengan
menghubungkan batas-batas lapisan mengikuti orientasi kemiringan.
Tabel 9.3 a Sudut Boundary Ray untuk penipisan 10% dan 25%
Boundary Ray Angles for Compactional Thinning of 10 Per Cent Steeper
Dip of Dip Intersection Point (Abscissa)
0 5 10 50 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
0 87 84 82 79 76 74 71 68 65 63 60 58 55 33 50 47 45 42
87 84 82 79 76 74 71 68 65 63 60 58 55 32 50 47 45 42
5 87 84 81 79 76 73 70 68 65 62 60 57 34 52 49 47 44
82 80 77 74 71 69 66 63 61 58 55 53 30 47 45 42 40

10 86 84 81 78 75 72 70 67 64 62 59 37 54 52 49 47
77 75 72 69 66 64 61 58 56 53 50 48 45 43 40 38

15 86 83 80 77 74 72 69 66 64 61 59 56 54 51 49
72 70 67 64 61 69 56 53 51 48 46 43 40 38 35

20 85 83 80 77 74 72 69 66 64 61 59 56 54 51
67 65 62 59 56 54 51 49 46 43 41 38 36 33

25 85 82 79 77 76 71 69 66 64 61 58 56 53
62 40 57 54 52 49 46 44 41 38 36 33 31

30 84 82 79 76 74 71 68 66 63 61 58 56
57 55 52 49 47 44 41 39 36 34 31 29
35 84 81 79 76 73 71 68 65 63 60 58
52 50 47 44 42 39 36 34 31 29 26

40 63 81 78 76 73 70 68 65 63 60
47 45 42 39 37 34 32 29 26 24

45 83 81 78 34 73 70 67 65 64
42 40 87 78 32 29 27 24 22

50 Example when 83 80 37 75 72 70 67 65
adjoining ps are 37 85 80 30 27 24 22 19
55 Di85° and 90° 82 35 77 75 72 69 67
1° for dip in the some 32 82 27 25 22 20 17
60 9direction 27 80 77 74 71 69
° for opposed 25 22 20 17 15
65 3direction 82 80 77 74 72
22 20 17 15 12
70 82 79 77 74
17 15 12 10

75 82 79 77
12 10 7

80 81 79
8 5
85 81
2

Boundary Ray Angles for Compactional Thinning of 25 Per Cent


Steeper Dip of Dip Intersection Point (Abscissa)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
0 87 84 81 74 76 71 68 65 62 59 56 54 51 48 45 42 40 37
87 84 81 74 76 71 68 65 62 59 56 54 51 48 45 42 40 37
5 86 83 79 76 73 70 67 64 61 58 55 52 50 47 44 41 39
82 79 76 73 70 66 63 60 57 55 52 49 46 43 40 38 35

10 84 81 78 75 72 69 66 63 60 57 54 51 49 46 43 41
77 74 71 68 65 62 59 56 53 50 47 44 41 39 36 33

15 83 80 77 74 71 68 65 62 59 56 53 50 48 45 42
72 69 66 63 60 57 54 51 48 45 42 39 37 34 31

20 82 79 76 73 70 67 64 61 58 55 52 49 47 44
67 64 61 58 55 52 49 46 43 40 38 35 32 30
25 81 78 75 72 69 66 63 60 57 54 51 49 46
62 59 56 53 50 47 44 41 38 36 33 30 28

30 80 77 73 71 67 65 62 59 36 53 50 48
57 54 51 48 45 42 39 37 34 31 28 26

35 78 75 72 69 64 63 61 58 55 52 50
52 49 46 43 40 37 35 32 29 27 24

40 76 74 71 68 65 62 60 57 54 51
47 44 41 38 35 33 30 27 25 22

45 76 73 70 67 64 62 59 56 53
42 39 36 33 31 28 25 27 20

50 75 72 69 66 63 61 58 55
37 34 31 29 26 23 21 18

55 0 74 71 68 65 63 60 57
69° for dips in the some 32 29 27 24 21 19 16
60 direction 73 70 67 65 62 59
0 27 24 22 19 16 14
3 for opposed dips
65 72 69 67 64 61
22 20 17 15 12

70 71 69 66 63
17 15 12 10

75 71 68 65
12 10 7

80 70 67
7 5

85 69
3

Notes Angles shown in the table are those between the stepeer dip and the
boundary ray between adjecting dip zones (Modified ether W. D. Gill)

Tabel 9.3.b Sudut Boundary Ray untuk penipisan 40% dan 50%.
Boundary Ray Angles for Compactional Thinning of 40 Per
Cent Steeper Dip of Dip Intersection Point (Abscissa)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
0 87 83 80 76 73 69 66 62 59 56 52 49 46 43 40 37 34 31
87 83 80 76 73 69 66 62 59 56 52 49 46 43 40 37 34 31
5 85 81 78 74 71 67 64 60 57 54 51 47 44 41 36 35 32
82 78 75 71 68 64 61 58 54 51 48 45 41 38 35 33 30
10 83 79 76 72 69 65 62 59 55 52 49 46 43 39 37 34
77 73 70 66 63 59 56 53 49 46 43 40 37 34 31 28

15 81 77 74 70 67 63 60 57 53 50 47 44 41 38 35
72 68 65 61 58 55 51 48 45 42 39 36 33 30 27

20 79 75 72 68 65 61 50 55 52 48 45 42 39 36
67 63 60 56 53 50 47 43 40 37 34 31 28 26

25 77 73 70 66 63 60 56 53 50 47 44 40 38
62 58 55 52 48 45 42 39 36 33 30 27 24

30 75 71 68 64 61 58 54 51 48 45 42 39
57 53 50 47 43 40 37 34 31 28 25 23

35 73 69 66 62 59 56 53 49 46 43 40
52 48 45 42 39 36 33 30 27 24 21

40 71 67 64 61 57 54 51 48 45 41
47 43 40 37 34 31 28 25 22 20
45 69 66 62 58 55 52 49 46 43
42 39 35 22 29 26 23 21 18

50 67 64 60 37 54 50 47 44
37 34 31 28 25 22 19 16

55 65 62 58 55 52 49 46
32 29 26 23 70 17 15

60 for dips in the some 63 60 57 53 50 47


55°direction 27 24 21 18 15 13
65 for opposed 61 58 55 52 48
2°dips 22 19 16 14 11
70 60 56 53 50
17 14 12 9

75 58 55 51
12 10 7

80 56 53
7 5

85 55
2
Notes Angles shown in the table are those between the stepeer dip and boundary
ray between adjoining dip zones (Modified after W. D. Gill)

Boundary Ray Angles for Compactional Thinning of 50 Per Cent


Steeper Dip of Dip Intersection Point (Abscissa)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
0 86 83 79 75 71 68 64 60 57 53 50 46 43 39 36 33 30 27
86 83 79 75 71 68 64 60 57 53 50 46 43 39 36 33 30 27
5 84 80 76 73 69 65 62 57 54 51 47 44 40 37 34 31 28
81 78 74 70 66 63 59 56 52 48 45 42 38 35 32 29 26

10 81 78 74 70 66 63 59 56 52 48 45 42 38 35 32 29
76 73 69 65 62 58 54 51 47 44 40 37 34 31 28 25

15 79 75 71 68 64 60 57 53 50 46 43 39 36 33 30
71 68 64 60 57 53 50 46 43 39 36 33 30 26 24

20 76 73 69 65 61 58 54 51 47 44 40 37 34 31
66 63 59 55 52 48 45 41 38 35 32 28 25 22

25 74 70 66 63 49 55 52 48 45 41 38 35 31
61 58 54 51 47 44 40 37 34 30 27 24 21
30 71 68 64 60 57 53 49 45 42 39 36 32
56 53 49 46 42 39 36 32 29 26 23 20

35 69 65 61 58 54 51 47 43 40 37 33
51 48 44 41 38 34 31 28 25 22 19

40 66 63 59 55 52 48 45 41 38 34
47 43 40 36 33 30 26 23 20 18

45 64 60 56 53 49 46 42 39 35
42 38 35 31 28 25 22 19 16

50 61 58 54 50 47 43 40 36
37 33 30 27 24 21 18 15

55 59 55 51 48 44 41 37
32 28 25 22 19 16 14

60 44° for dips in the some 56 53 49 45 42 38


direction 2 for opposed 27 24 20 18 15 12
65 dips 54 50 46 43 39
22 19 16 13 10
70 51 48 44 40
17 14 11 9
75 49 45 42
12 9 7

80 46 42
7 5

85 44
2

Notes Angles shown in the table are those between the stepeer dip and boundary
ray between adjoining dip zones (Modified efter W. D. Gill)

Soal :
1.
MODUL VIII
STRESS DAN STRAIN

MODUL IX
PETA GEOLOGI DAN POLA PENYEBARAN SINGKAPAN

9.1 Pengertian Peta Geologi


Peta geologi adalah gambaran grafis yang menunjukkan lokasi,
konfigurasi, orientasi dan kedudukan dari satuan batuan. Pada suatu wilayah,
suatu hal yang penting untuk difahami bahwa peta geologi merupakan
penyajian dari hasil pengamatan dan interpretasi. Interpretasi ini harus
dilakukan karena tidak selalu didapatkan data yang lengkap, misalnya
keterbatasan singkapan yang dijumpai dan tidak mungkin keseluruhan
wilayah dapat diamati. Untuk itu perlu dibedakan antara hasil pengamatan
dan interpretasi dengan menggunakan symbol yang berlaku, misalnya untuk
batas lapisan, posisi diperkirakan, diduga, dipertanyakan dan sebagainya.
9.2 Batas Satuan Batuan
Apabila batas satuan batuan mengandung unsur ketidak-pastian,
penting untuk diterapkan kaidah-kaidah geologi seperti, hukum superposisi,
prinsip penyebaran lateral, hubungan antara lapisan miring dan topografi
(Hukum V) untuk perlapisan pada batuan sedimen.
Pada dasarnya penyebaran batuan dipermukaan akan mengacu pada
kedudukan lapisan dan topografi. Namun demikian pada peta geologi (hasil
dari pengamatan) tidak selalu saatu satuan batuan mempunyai kedudukan
yang tetap pada suatu horizon. Perubahan kedudukan ini haarus
dipertimbangkan sesuai dengan perubahan arah sesuai dengan kaidah bahwa
penaikan garis penyebaran akan diwakili oleh arah lapisan pada lokasi
tersebut (sub bab Form Line Contour).
9.3 Peta Struktur Bawah Permukaan
Peta yang menggambarkan keadaan di bawah permukaan dari suatu
lapisan atau satuan batuan dinyatakan sebagai kontur dari batas atas atau
bawah dari satuan tersebut, yang disebut sebagai sebagai Kontur Struktur.
Kontur Struktur merupakan garis kesamaan ketinggian yang digambarkan
pada suatu permukaan. Dalam pengertian yang sederhana, kontur struktur
yang digambarkan pada permukaan datar merupakan garis yang
menunjukkan arah jurus. Sebagai garis yang mempunyai harga titik
ketinggian yang sama, kontur struktur dapat dianalogikan dengan kontur
topografi, yang mengikuti aturan yang sama. Namun demikian kontur
struktur mempunyai sifat unik permukaan yang dicerminkan oleh kontur
dapat bertumpuk aatau terpotong oleh sesar. cara pembuatan kontur dapat
dilakukan dengan cara interpretasi atau dengan keragaman kemiringan
lapisan pada satu ttitik referensi. (gambar 9.1 dan 9.2).
9.3.1 Kontur Stuktur dan Sesar
Pada kontur struktur, sesar akan ditunjukkan sebagai bidang yang
memisahkan dua bagian yang tersesarkan. Ada tiga kemungkinan yang
terjadi : (gambar 9.3)
- Sesar vertical akan seolah-olah menggeserkan garis kontur.
- Sesar normal menimbulkan gap diantara garis.
- Sesar naik atau anjakan akan menyebabkan overlap pada kontur.
Bagian yang tertimbun umumnya digambarkan sebagai garis putus-
putus.

Gambar 9.1 Interpretasi linear dari harga menengah ketinggian


Gambar 9.2 Cara pembuatan kontur struktur
a. Peta dan data elevaasi b. Kontur struktur

Gambar 9.3 Kontur struktur yang terpotong sesar


a. Sesarvertikal b. sesar normal c. Sesar naik d. Perlipatan dan
kontur pada bidang sesar

9.3.1 Kontur Garis Bentuk


Pada suatu wilayah kemungkinan horizon dari lapisan tidak
ditemukan sebagai acuan untuk membuat kontur struktur. Oleh karena
itu harga yang mutlak dari ketinggian tidak pernah didapat untuk
menggambarkan garis kontur. Namun demikian konfigurasi struktur
dapat ditunjukkan dengan pola dan spasi kontur. Kontur yang dibuat
tanpa menggunakan acuan horizon/ketinggian disebut sebagai kontur
garis bentuk (form line contour).
Untuk satu interval kontur (i), spasi yang sesuai (s) antar garis kontur
dari suatu bidang miring yang diketahui (δ) didapatkan dari :
s = i cot. δ
Gambar 9.4 adalah contoh spasi dari suatu bidang miring 1° - 4°,
untuk 5 m interval kontur, pada skala tertentu. Contoh pembuatan
kontur garis bentuk ditunjukkan pada Gambar 9.5.

9.3.2 Peta Isopach dan Isochore


Peta yang berhubungan dengan kontur struktur adalah peta
isopach dan isochore. Peta isopach adalah peta yang menggambarkan
ketebalan stratigrafi dari suatu lapisan atau formasi, sedangkan peta
isochore adalah peta yang menggambarkan ketebalan vertikal dari
suatu lapisan.
Prinsip peta-peta ini sama dengan peta struktur dan seringkali
digambarkan pada peta yang sama. Kegunaan peta ini adalah untuk
studi variasi regional pada ketebalan satuan stratigrafi dan memahami
paleogeografi pada suatu kurun waktu pengendapan.
Gambar 9.4 Spasi dari kontur garis bentuk

Gambar 9.5 Kontur garis bentuk


a. Peta dengan data kedudukan lapisan
b. Peta dan hasil kontur garis bentuk
Soal latihan

Peta dengan distribusi dari ketinggian top formasi dan ketebalan pemboran
(isochore). Gambarkan peta kontur :
a. Peta kontur struktur top formasi
b. Peta isochore formasi
c. Peta kontur struktur dasar dari formasi
Peta hasil pengukuran kedudukan dipermukaan.
Gambarkan struktur dengan “form line contour”.
9.4 Penampang Geologi
Penampang geologi diperlukan untuk menggambarkan hubungan
struktur pada suatu kedalaman, terutama bila struktur tersebut terdiri dari
berbagai jenis dan mempunyai arah yang tidak seragam. Arah garis
penampang dipilih untuk dapat menunjukkan hubungan geologi yang lebih
khusus. Penampang pada umumnya dibuat kearah kanan pada sisi ke arah
timur atau pada arah utara. Untuk membuat penampang diperlukan informasi
berikut:
- Penampang topografi sepanjang garis yang dipilih
- Data struktur; bidang kontak
Yang dicantumkan pada garis penampang dan diekstapolasikan ke
bawah permukaan.

Ada beberapa cara untuk melakukan konstruksi bawah permukaan


dari data permukaan misalnya untuk batuan sedimen yang berlapis dipakai
arc-method, untuk batas litologi yang tidak teratur, data yang dipakai hanya
dari permukaan dan hanya berlaku untuk kedalaman yangterbatas, misalnya
batas kontal intrusive diskordan.

9.4.1 Perbesaran Skala Vertikal


Dalam pembuatan penampang ada kalanya skala vertical
diperbesar untuk menunjukkan gambaran yang lebih terinci. Untuk ini
harus dilakukan koreksi, karena besar ketebalan dan kemiringan akan
berubah, disamping juga topografi. Gambaran perubahan kedudukan
batuan untuk penampang yang dibuat pada skala yang berbeda
ditunjukkan pada gambar 9.6.
Gambar 9.6 Penampang normal dan hasil perbesaran vertikal

Perhitungan perubahan kemiringan secara geometri ditunjukkan sebagai


persamaan (Gambar 9.7)
W = d/tan δ W = vd/tan δ’ Tan δ’ = v tan δ

Gambar 9.7 Efek perbesaran vertical pada sudut kemiringan


a. sebelum dan b. sesudah perbesaran

Persamaan ini dapat digambarkan secara grafis untuk berbagai harga δ


dengan factor perbessaran berkisar ddari 2 sampai 10 kali (Gambar 9.8) .
Gambar 9.8 Gambar grafis sudut kemiringan (atau lereng) dengan
perbesaran vertikal

Untuk ketebalan perhitungannya adalah sebagaiberikut : (Gambar 9.9)


W = t sin δ W = t’/tan δ’ t’ = (sin δ’/sin δ) t

Gambar 11.9 Efek perbesaran vertical pada ketebalan


a. geometri sebelum dan b. sesudah
perbesaran
Grafik untuk persamaan ini dapat dibuat untuk berbagai kemiringan
dengan factor perbesaran 2 – 10 kali (Gambar 9.10).

Gambar 9.10 Grafik perbesaran ketebalan sebagai fungsi


dari kemiringan

MODUL X
PEMETAAN GEOLOGI STRUKTUR

Anda mungkin juga menyukai