GEOLOGI STRUKTUR
PALU
2018
KATA PENGANTAR
Jurus suatu struktur bidang pada lokasi tertentu adalah sudut antara
garis jurus dengan utara sebenarnya. Dengan kata lain, jurus adalah sudut
antara garis horizontal pada suatu struktur bidang dengan utara sebenarnya.
Jurus merupakan besaran sudut yang diukur dalam satuan derajat (0) dengan
menggunakan kompas. Setiap sudut yang diukur dengan menggunakan
kompas disebut arah (baearing atau azimuth).
Jurus suatu struktur bidang dapat dideskripsikan dengan dua cara.
Cara pertama dikenal sebagai konvensi kuadran. Dalam konvensi ini,
seluruh kemungkinan arah dibagi ke dalam empat kuadran (NE, SE, NW,
dan SW) yang masing-masing kuadran memiliki besar 900 (Gambar 1.2.a),
dan jurus ditentukan dengan memberikan angka dalam derajat yang
mewakili besar sudut (bisa ke arah barat atau timur) antara garis jurus
dengan utara sebenarnya. Beberapa contoh penentuan dan penulisan jurus
dalam konvensi kuadran adalah sebagai berikut :
• Jika garis jurus pada suatu struktur bidang tepat berarah N-S, dalam
konvensi kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N00E atau N00W,
dan dibaca "north nol derajat east" atau "north nol derajat west".
• Jika garis jurus pada struktur bidang tepat berarah NW-SE, dalam
konvensi kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N450W atau S450E
dan dibaca "north empat puluh lima derajat west" atau "south empat puluh
lima derajat east".
• Jika garis jurus pada struktur bidang tepat berarah NE-SW, dalam
konvensi kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N450E atau S450W
dan dibaca "north empat puluh lima derajat east" atau "south empat puluh
lima derajat west".
Gambar 1.1 Konvensi untuk mendeskripsikan jurus. (a) Konvensi
kuadran. (b)Konvensi azimuth.
Bidang
3. Jadikan AB sebagai garis lipat F1, dan putar proyeksi penampang (bidang
penambangan) ke bidang proyeksi peta. Gambar garis AN yang memiliki
sudut δ terhadap AB, dan gambar garis yang tegak lurus AB dan
memotong AN (garis BB'). Sedapat mungkin, jadikan panjang BB'
memiliki angka yang bulat dalam satuan milimeter. Beda tinggi (jarak)
antara B dan B' adalah sebesar d.
4. Gambar garis XY yang sejajar garis jurus dan melalui titik B. Gambar
garis dari A yang tegak lurus garis jurus dan memotong XY. Namakan
perpotongan ini sebagai titik C. Dapat dilihat bahwa garis AC sejajar
dengan arah kemiringan sebenarnya.
5. Tentukan titik C' yang terletak di bawah titik C sejauh d. Penentuan ini
dilakukan dengan cara memplot titik C' di sepanjang garis XY dan
memiliki jarak sejauh d dari titik C. Gambar garis AC'. Sudut CAC' adalah
kemiringan sebenarnya (φ) dari bidang perlapisan. Pengukuran dengan
busur derajat menghasilkan φ = 260.
Gambar 1.10
(a) (b)
Gambar 2.12.
MODUL II
Kedudukan Struktur Garis
Dalam pengertian geologi, suatu struktur garis dapat berdiri sendiri, misalnya
struktur garis berupa arah butiran mineral dan arah memanjangnya suatu tubuh
batuan. Pada umumnya struktur garis berada pada suatu struktur bidang, misalnya
sumbu perlipatan pada bidang perlapisan, gores-garis pada bidang sesar, lineasi
mineral pada bidang foliasi, dan perpotongan dua buah bidang.
1
Istilah sinonim dari pitch adalah ”rake”, tetapi istilah rake ini jarang digunakan.
Gambar 2.1. Definisi penunjaman (plunge) dan arah penunjaman (trend) dari
struktur garis. b adalah sudut arah penunjaman. (a) Struktur garis
menunjam ke timur. (b) Struktur garis menunjam ke barat. Arah
penunjaman kedua struktur garis berbeda meskipun kedua struktur
garis tersebut memiliki besar yang sama (φ), dan keduanya terletak
pada bidang yang sama.
Arah penunjaman sebuah struktur garis adalah arah dari proyeksi struktur
garis tersebut ke bidang horizontal. Struktur garis dan proyeksinya harus
terletak pada bidang vertikal yang sama (Gambar 4.1). Arah penunjaman dapat
dideskripsikan dengan menggunakan konvensi kuadran ataupun konvensi
azimuth. Arah penunjaman harus menunjuk pada arah ke mana struktur garis
tersebut menunjam. Struktur garis yang menunjam ke timur tidak sama dengan
struktur garis yang menunjam ke barat. Kedua struktur garis ini berlawanan
arah.
Gambar 2.2. Diagram blok menggambarkan : (a) Penunjaman. (b) Pitch. (c)
Pengertian pitch dan hubungannya dengan penunjaman dan arah
penunjaman. r = pitch (diukur pada bidang miring), β = arah
penunjaman (diukur pada bidang horizontal), φ = kemiringan
sebenarnya dari struktur bidang, dan θ = penunjaman struktur garis.
Simbol peta untuk suatu struktur garis adalah sebuah panah yang digambar sejajar
dengan arah penunjaman struktur garis tersebut (Gambar 4.3). Sebuah angka
dituliskan di dekat simbol panah untuk menandakan sudut penunjamannya.
Seringkali, simbol panah untuk struktur garis digambarkan bersamaan dengan
struktur bidang di mana struktur garis tersebut diamati dan diukur.
2.4 Penyelesaian Problem Struktur Garis Dengan Geometri Deskriptif
2
Untuk kedudukan struktur garis (penunjaman dan arah penunjaman), kita hanya tinggal menentukan
penunjamannya saja, karena arah penunjamannya sudah diketahui, yaitu N180 0E.
Pemecahan 2-1 (Gambar 2.4)
1. Bayangkan (tidak perlu digambar!) permasalahan dalam tiga dimensi
(Gambar 2.4a). COED adalah bidang miring. Beda tinggi antara garis jurus
CO dan garis jurus DE adalah t (t dapat ditentukan secara bebas). Garis FG
adalah proyeksi garis DE pada bidang peta. Dari Gambar 2.5a dapat dilihat
bahwa untuk dapat mengukur besar penunjaman, kita harus memutar
bidang OAB ke bidang peta dengan menggunakan garis OA sebagai garis
lipat. Untuk dapat mengukur sudut besar pitch, kita harus memutar bidang
COED ke bidang peta dengan menggunakan garis CO (garis jurus) sebagai
garis lipat.
2. Gambar garis jurus pada arah N450E dengan panjang bebas (pada gambar
2.4c garis dengan panjang bebas ditandai dengan lingkaran hitam kecil).
Tentukan posisi titik C pada garis ini (bebas). Gambar garis CI tegak lurus
jurus (searah dengan arah kemiringan sebenarnya).
3. Jadikan garis CI sebagai garis lipat F1, putar bidang penampang ke bidang
peta. Gambar garis CJ yang membentuk sudut 300 (kemiringan struktur
bidang) dengan CI.
4. Buat garis KL tegak lurus CI (sejajar jurus). Garis ini memotong garis CI
dan CJ di titik F dan D'. Dalam pembuatan garis KL ini, usahakan agar
panjang FD' memiliki angka yang bulat dalam satuan milimeter. Garis KL
ini merupakan proyeksi garis jurus DE (lihat Gambar 2.4a) pada bidang
peta. Dalam penggambaran yang baru saja dilakukan, beda tinggi antara
garis jurus CO dan garis jurus DE adalah sebesar panjang FD' (t).
Masalah 2-2 : struktur garis yang terbentuk dari perpotongan dua struktur bidang
Suatu zona mineralisasi dianggap sebagai satu zona atau garis lurus, yang
merupakan perpotongan antara lapisan batugamping dengan kedudukan
N700E/400SE, dengan suatu korok andesit dengan kedudukan N1400E/250SW.
Tentukan kedudukan struktur garis yang merupakan zona mineralisasi
tersebut.
Pemecahan 2-2 (Gambar 2.5)
1. Gambar jurus kedua struktur bidang pada skala yang cocok dan saling
berpotongan di titik K. Tandai arah kemiringan pada kedua garis jurus.
2. Gambar garis lipat F1 tegak lurus jurus lapisan batugamping dan garis
lipat F2 tegak lurus jurus korok andesit, putar bidang-bidang penampang
ke bidang peta. Gambar garis PX dan BI yang masing-masing membentuk
sudut 400 dan 250 terhadap F1 dan F2.
3. Gambar garis YV tegak lurus F1. Garis ini memotong F1 dan PX di titik U
dan S'. Dalam pembuatannya, usahakan agar US' memiliki panjang yang
bulat dalam satuan milimeter, dan dalam hal ini dicontohkan panjangnya t.
4. Gambar garis JG tegak lurus F2. Garis ini memotong F2 dan BI di titik F
dan C'. Dalam pembuatannya, FC' harus memiliki panjang t.
5. Garis YV dan JG berpotongan di titik M. Gambar garis KM yang
merupakan proyeksi zona mineralisasi pada bidang peta. Karena itu, arah
KM merupakan arah penunjaman zona mineralisasi.
6. Jadikan KM sebagai garis lipat, putar bidang penampang ke bidang peta.
Gambar garis MZ' tegak lurus KM dengan panjang t. Gambar garis KZ'.
Sudut MKZ' adalah penunjaman zona mineralisasi.
7. Pengukuran dengan menggunakan busur menghasilkan kedudukan zona
mineralisasi 200, N2160E. Pitch dari zona mineralisasi terhadap lapisan
batugamping dan korok andesit dapat ditentukan dengan menggunakan
metode seperti pada Gambar 4.4. Pitch zona mineralisasi terhadap lapisan
batugamping = 410 dan terhadap korok andesit = 780.
Gambar 2.5.
Jika sebuah struktur garis ingin diproyeksikan pada penampang vertikal
yang tidak sejajar struktur garis tersebut, maka kita harus menggambarkan
penunjaman semu (apparent plunge) pada penampang tersebut. Hal ini mirip
dengan penggunaan kemiringan semu pada penampang yang tidak sejajar
dengan arah kemiringan sebenarnya. Namun berkebalikan dengan hubungan
antara kemiringan semu dan kemiringan sebenarnya, penunjaman semu selalu
lebih besar daripada penunjaman sebenarnya. Nilai maksimal penunjaman
semu adalah 900, didapatkan jika penampang berarah tegak lurus struktur garis.
Nilai minimum penunjaman semu adalah sebesar penunjaman sebenarnya,
didapatkan jika penampang berarah sejajar dengan struktur garis.
Salah satu situasi di mana penentuan penunjaman semu dibutuhkan adalah
jika lubang bor yang tidak vertikal dan satuan-satuan batuan yang ditembusnya
ingin ditampilkan (diproyeksikan) pada penampang vertikal.
Masalah 2-3 : penunjaman semu, proyeksi lubang bor miring pada penampang
vertikal Lubang bor memiliki kedudukan 300, N450E. Tentukan kedudukan
proyeksi lubang bor ini pada penampang vertikal berarah E-W.
1. a) Suatu urutan batuan terkena sesar dan kedudukan bidang sesar tersebut
adalah N250 E/300. Cermin gores-garis pada bidang tersebut mempunyai
pitch sebesar 400. Diukur dari jurus bidang sesar ke cermin gores-garis
berlawanan arah dengan jarum jam. Ditanyakan kedudukan dari cermin
gores-garis tersebut (trend dan plunge).
b) Idem 1 a). Tetapi pitchnya sebesar 55 diukur dari jurus bidang sesar ke
cermin gores-garis searah dengan jarum jam.
3. a) Urat vertikal dengan jurus N75 W dipotong oleh urat lain dengan
kedudukan N500 E/300 dan menghasilkan ore shoot (mineralisasi pada
perpotongan kedua urat). Dinyatakan kedudukan ore shoot dan berapa
besar pitch ore shoot tersebut terhadap urat vertikal.
b) idem 3a. tetapi kedudukan urat dalah N220 E/400 dan urat vertikal
mempunyai jurus N400 W.
4. Pada peta ini, bidang A adalah jalur sesar N660 E/50 S, bidang top dari
batugamping. Tentukan kedudukan perpotongan kedua bidang ini, pitch pada
biang B, titik singkapannya pada permukaan, dan kedalaman dimana dapat
dijumpai, bila dilakukan pemboran di Boulder Creek.
MODUL III
KEDALAMAN DAN KETEBALAN
t = ketebalan
d = kedalaman
t = W sin δ
w = lebar singkapan
l = panjang pengukuran
δ = besar kemiringan lapisan
λ λ
c
t1
c ν t2 ν ν
Gambar 3.6 : Pengukuran ketebalan pada lereng yang tidak tegak lurus jurus
3.3 Kedalaman
d = m tan δ
m = jarak tegak lurus dari singkapan ketitik
tertentu
δ = kemiringan lapisan
d = m tan α
Tentukan :
a. apparent dip (kemiringan semu)
b. ketebalan semu
c. lebar singkapan
d. lebar singkapan semu dalam sebuah penampang vertikal dari Barat-Timur dari
sebuah tambang dengan kedalaman 500 meter.
3. Dari peta geologi ; pada suatu garis dengan bearing S850W tegak lurus strike
dari sill N50W/380SW didapat dua titik lokasi. Titik P pada bagian Timur
merupakan dasar lapisan dengan ketinggian 900 meter. Titik Q yang jaraknya
550 meter dari P merupakan top dari satuan ini terletak pada ketinggian 1025
meter.
Tentukan :
a. Tebal dari sill ini
b. Kedalaman dari Q ke dasar lapisan
dimana
t = ketebalan
d = jarak horisontal (> 0 bila traverse searah dengan dip dan <0 bila
traverse berlawamana dengan arah dip)
δ = dip
β = sudut antara traverse dengan strike lapisan
h = beda tinggi (> jika traverse naik dan < o bila traverse turun)
MODUL IV
PROYEKSI STREOGRAPH
4.1. Prinsip
Proyeksi stereografi merupakan cara pendekatan deskripsi geometri
yang efisien untuk menggambarkan hubungan sudut antara garis dan bidang
secara langsung. Pada proyeksi stereografi, unsur struktur geologi
digambarkan dan dibatasi didalam suatu permukaan bola (sphere).
Bila pada suatu bidang miring (gambar 6.1a) ditempatkan pada suatu
permukaan bola melalui pusat bola, maka bidang tersebut akan memotong
permukaan bola sebagai lingkaran besar (great circle) atau disebut sebagai
proyeksi permukaan bola (spherical projection). Pada umumnya dasar
proyeksi yang akan dipakai adalah proyeksi sferis pada belahan bola bagian
bawah (lower hemisphere), akan tetapi ada pula yang memakai bagian
atasnya (upper hemisphere). Proyeksi permukaan bola ini digambarkan pada
setiap titik pada lingkaran besar melalui titik puncak zenith (gambar 6.1 b).
Hasil proyeksi pada bidang equator dinamakan stereogram atau proyeksi
stereografi.
ZENITH
A
Proyeksi
Stratigrafi
Garis B.
Proyeksi
Stratigrafi
Garis A.
N
BIDANG EQUATOR
N
B
Proyeksi
Stereografi
Bidang
BIDANG EQUATOR
Proyeksi speris N
C
Proyeksi
Stereografi
Bidang
Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut (>> lihat gambar 4.6) :
- Letakkan kertas kalkir di atas jaring dan gambarkan lingkaran
luarnya, dan beri tanda titik-titik utara - selatan dan pusat lingkaran.
- Gambarkan garis jurus melalui pusat lingkaran sesuai dengan harga
jurusnya.
- Putar kalkir sehingga garis jurus berimpit dengan garis utara-selatan,
dimana titik utara jaring berimpit dengan harga jurusnya.
- Gambarkan garis lengkung stereogram sesuai dengan besarnya
kemiringan, dengan besaran 0 di pinggir dan 90 di pusat lingkaran,
dengan mengikuti lengkung lingkaran besar pada jaring.
- Apabila stereogram bidang telah digambarkan, posisi kalkir
dikembalikan pada kedudukan sebenarnya.
Hal yang perlu diperhatikan adalah arah kemiringan bidang, dan ini
akan sangat tergantung pada cara pengukuran dan jenis kompas yang
dipakai. Oleh karena itu mutlak disebutkan arah kemiringannya apakah
cenderung kearah Timur atau ke Barat, dengan pengertian apakah
stereogramnya digambarkan disebelah kanan (E) atau kiri (W) dari garis
utara-selatan jaring.
Cara penggambaran struktur garis pada dasarnya sama (>> lihat
gambar 4.7), proyeksi stereografinya berupa titik atau garis menurut
besaran arah dan penunjamannya. Besaran sudut penunjaman dapat
dilakukan pada arah N-S atau E-W dari jaring Wulf.
Gambar 4.6 : Cara penggambaran struktur bidang
N 40 0 W/ 30 0SW
a. Ukurkan besaran jurus 40 0 ke barat
(W) dari utara (N)
b. Gambarkan garis jurus.
c. Ukur sudut kecondongan 30 se-
panjang garis barat-timur pada sisi W
d. Kembalikan pada posisi semula
Gambar 4.7 Cara penggambaran struktur garis 26 0, N 40 0 E
a. Ukurkan besaran trand 40
0ke timur (E) dari utara (N)
Tandai arah garis (trend)
b. Putarkan trend garis kearah garis barat-timur, ukur
sudut penunjaman 26 0.
c. Kembalikan pada posisi semula, proyeksi digambarkan
sebagai titik atau garis
d. Cara lain dengan pengukuran penunjaman
pada arah utara selatan
4.4. Beberapa penyelesaian problem struktur dengan proyeksi stereografi
4.4.1 Menentukan besar kemiringan semu pada arah N 800 E dari suatu
bidang N 500 E/500 SE
Gambar 4.8
Gambar 4.9
1. Gambarkan kedudukan dua garis tersebut : Garis 1, putar transparan
searah jarum (arah N-W) sebesar 56 dari utara, tandai kedudukan garis
pada penunjaman 30 pada sisi utara (N) ; Garis 2, putar berlawanan jarum
jam (arah-N-E) sebesar 140 , dan tandai pada penunjaman 220 pada sisi N.
2. Putar transparan, hingga garis 1 dan 2 berada pada satu lingkaran besar
yang sama, gambarkan stereogramnya. Kemiringan sebenarnya dapat
langsung dibaca pada arah barat timur. Besarnya jurus dapat dibaca
dengan mengembalikan transparan pada posisi semula. Didapatkan N560
E/30 NW. Sudut antara dua garis tersebut didapatkan 620.
P1
59º P2
35º 82º
30º
21º
Ganbar 4.10
N
(a) S
N.0ºE / 60º
N.0ºE / 30º
60º
30º
(b)
4.5.1 Ketidakselarasan
Suatu seri batuan A dengan kedudukan N1100E/600SW terletak di
bawah seri batuan B dengan kedudukan N400E/300. Seri batuan B tidak
selaras terhadap batuan A. Akan ditentukan kedudukan seri batuan A
pada saat pembentukan batuan B pada saat batuan B belum mengalami
perlipatan (Gambar 4.12).
Gambar 4.12
Tahapan penyelesaiannya sebagai berikut (Gambar 4.12) :
1. Gambarkan masing-masing stereogram bidangnya.
2. Tempatkan jurus batuan B pada arah utara-selatan.
3. Putar stereogram B sebesar kemiringannya (300) ke arah horizontal,
setiap titik pada stereogram A akan terputar mengikuti lingkaran
kecilnya sebesar 300 ke arah yang sama. Stereogram A yang telah
tergeser adalah kumpulan titik-titik tersebut.
4. kedudukan lapisan A dapat ditentukan dengan menentukan besaran
kemiringan dan mengembalikan posisi kertas transparant pada arah
semula.
4.5.2 Menentukan arah arus purba
Arah arus purba dapat dikenali dari struktur sedimen berupa
flutecast, current ripple, crossbedding atau jejak lain yang menunjukkan
arah sedimentasi.
Pada dasarnya struktur tersebut mencerminkan arah, yang dapat
diwakili sebagai struktur garis yang berdiri sendiri, dan secara umum
terletak pada struktur bidang yaitu perlapisan batuan. Untuk mengetahui
arah arus sebenarnya, atau pada saat keadaan pembentukannya, maka
kedudukan lapisan batuan tersebut harus dikembalikan pada posisi
horizontal, yaitu posisi pada saat sedimentasi.
Sebagai contoh, pada suatu perlapisan N450 E/600SE, terdapat
struktur flutecast yang dapat dikenali arahnya yaitu pada arah N650E.
Akan ditentukan arah sebenarnya dari sedimentasinya (gambar 4.13).
N65ºE
N45ºE
N N
N45ºE
Arah sebenarnya
N65ºE
W E W E
S S
N
Arah sebenarnya
W E
Gambar 4.13
Tahapan pengerjaannya adalah sebagai berikut :
1. Gambarkan kedudukan bidang dan arah terukur pada perlapisan.
2. Tentukan titik potong arah tersebut dengan bidang pada stereogramnya
(merupakan kedudukan garis flutecast)
3. Putar bidang kearah horisontal, garis flutecast akan ikut terputar.
4. Kedudukan garis yang telah diputar dibaca dengan mengembalikan
pada posisi sebenarnya.
2. Apperent dip pada suatu lapisan batupasir diukur pada kedua kekar yang
berkedudukan vertikal. Salah satu kekar berjurus N300E, pitch dengan
kemiringan semu terhadap jurus kekar, 600 dihitung dari Utara jaring.
Kekar lain berjurus ke Utara dan picth kemiringan semu terhadap jurus
kekar tersebut 400 dihitung dari Selatan jaring.
a. Tentukan kedudukan batupasir tersebut.
b. Besar kemiringan semu dari batupasir pada arah N600E.
c. Besar kemiringan semu dari batupasir pada arah N1500E
5.1. Pengertian
Kekar (joint) adalah rekahan pada batuan yang belum mengalami
pergeseran. Dari hasil eksperimen dengan memberi gaya pada contoh batuan
akan diperoleh retakan (fracture) yang menyudut lancip dengan arah gaya
kompresi yang tidak pernah melebihi 450, umumnya sekitar 300, tergantung
sudut geser dalam dari batuan. Terbentuk juga retakan lain yang searah
dengan gaya kompresi, disebut extension fracture dan tegak lurus gaya
kompresi disebut release fracture.
5.2. Hubungan Gaya dan Pola Kekar
Gaya-gaya pembentuk kekar dapat diuraikan menjadi gaya-gaya yang
saling tegak lurus satu sama lain (lihat gambar VI.1). Gaya utama yang
terbesar (P) membentuk sudut lancip dengan kekar gerus yang saling
berpasangan. Gaya menengah (Q) sejajar dengan perpotongan kedua kekar
gerus yang berpasangan tersebut, dan gaya terkecil (R) membagi dua sudut
tumpul.
Gambar 5.1 Hubungan gaya dengan pola kekar. F gaya terbesar, Q gaya
menengah, R gaya terkecil.
5.3 Analisis Kekar
Tujuan dari analisis kekar ini sebenarnya adalah untuk menafsirkan
arah gaya tektonik yang bekerja, sehingga diharapkan dapat membantu
interpretasi struktur sesar dan lipatan yang ada pada daerah penelitian.
Hubungan antara kekar, sesar dan lipatan dikemukakan oleh Moody dan Hill
(1956), lihat gambar 5.2
Gambar 5.2 Hubungan struktur sesar, lipatan dan kekar (Moody and Hill, 1956).
2. Diagram kipas
Prosedur Analisis:
Untuk analisis statistik, data yang diperkenankan umumnya 50 data,
tetapi 30 data masih di perkenankan. Dalam analisis ini kekar gerus dan
kekar tarik dipisahkan, karena gaya yang bekerja untuk kedua jenis kekar
tersebut berbeda.
1. Buat tabulasi dari data pengukuran kekar berdasarkan jurus kekar ke
dalam tabel (gambar V.3). Buat interval 5 derajat. Hitung frekuensi dan
prosentase masing-masing interval. Prosentase dihitung masing-masing
interval terhadap seluruh pengukuran.
2. Membuat histogram (gambar VI.4).
a. Buat sumbu datar untuk jurus kekar, dan sumbu tegak sebagai
prosentase. b. Sumbu datar terdiri dari N 900 W - N 00 E - N 900 E.
Buat skala sesuai interval (5 derajat).
c. Buat balok masing-masing interval sesuai dengan besar prosentase
masing-masing interval.
3. Membuat diagram kipas (gambar VI.5).
a. Buat setengah lingkaran bagian atas dengan jari-jari menunjukkan
besar prosentase terbesar dari interval yang ada (misal 24%).
b. Pada sumbu datar plot prosentase. Dari pusat 0%, jari-jari terluar =
prosentase terbesar (24%).
c. Busur lingkaran dibagi menurut interval (jika interval 5 derajat maka
dibagi menjadi 18 segmen). Plot jurus kekar sesuai interval (N 900 W,
85, …, 5, 0, 5, …, 85, N 900 E).
d. Buat busur lingkaran dengan jari-jari = prosentase masing-masing
interval mulai dari batas bawah interval hingga batas atas interval.
Misal interval N 00 E - N 50 W prosentase = 20%, maka buat busur
lingkaran dari sumbu tegak (N 00 E) hingga N 50 W dengan jari-jari
skala 20%.
4. Interpretasi.
Arah gaya pembentuk kekar membagi dua sudut lancip yang
dibentuk oleh kedua kekar.
a. Pada diagram kipas arah gaya pembentuk kekar adalah besarnya sudut
(jurus kekar) yang terbaca pada busur lingkaran, yang diperoleh
dengan membagi dua dari dua maksima (interval dengan prosentase
terbesar) yang berjarak kurang dari 90 derajat.
b. Pada histogram, arah gaya = sudut yang terbaca pada sumbu datar
yang merupakan titik tengah antara dua maksima yang berjarak
kurang dari 90 derajat.
c. Bila ingin mencari arah sumbu lipatan, tambahkan 90 derajat dari arah
gaya, searah atau berlawanan jarum jam
Gambar 5.4 Histogram. Maksima N2,50W dan N62,50E. Gaya utama N300E.
Gambar 5.5. Diagram kipas. Maksima N2,50W dan N62,5 0E. Arah gaya utama
membagi dua sudut kecil, N300E. Sumbu lipatan tegak lurus gaya, N600W.
Gambar 5.6 Pola kekar yang berkembang pada suatu lipatan (McClay, 1987).
No Arah No Arah
1 N 100° E 26 N 222° E
2 N 104° E 27 N 223° E
3 N 88° E 28 N 47° E
4 N 282° E 29 N 44° E
5 N 84° E 30 N 211° E
6 N 298° E 31 N 43° E
7 N 103° E 32 N 41° E
8 N 108° E 33 N 221° E
9 N 284° E 34 N 42° E
10 N 310° E 35 N 66° E
11 N 282° E 36 N 46° E
12 N 47° E 37 N 359° E
13 N 282° E 38 N 41° E
14 N115° E 39 N 360° E
15 N 100° E 40 N 221° E
16 N 108° E 41 N 224° E
17 N 282° E 42 N 42° E
18 N 281° E 43 N 223° E
19 N 106° E 44 N 226° E
20 N 283° E 45 N 28° E
21 N 283° E 46 N 225° E
22 N 288° E 47 N 224° E
23 N 106° E 48 N 228° E
24 N 271° E 49 N 47° E
25 N 281° E 50 N 229° E
MODUL VI
ANALISIS SESAR
Foul
Plane
Foul
Plane
Heave
a b
Gambar 6.5 : Pergeseran semu ke bawah dan ke atas dari sesar normal dan sesar
naik
Contoh soal 1
Sesar vertikal dengan jurus N900E memotong lapisan batupasir N400W/
300NE dan vein N600E/650NW. Pengamatan pada bidang sesar di permukaan
menunjukkan jarak singkapan batupasir di bagian utara, vein di bagian utara dan
vein di bagian selatan adalah 250 m, 400 m dan 700 m dihitung dari singkapan
batupasir di bagian selatan.
Tentukan besaran net slip. pitch, kedudukan net slip dan pergerakan relatif kedua
blok yang tersesarkan.
Penyelesaian :
1. Gambar kedudukan bidang sesar, batupasir dan vein di bagian utara dan
selatan sesar.
2. Dengan cara orthografi (gambar 8.8a), ketiga biang tersebut
diproyeksikan ke bidang horizontal. Perpotongan batupasir dengan
bidang sesar adalah AS dan vein dengan sesar adalah BS. Dengan
menarik garis-garis sejajar, yaitu A’N dan B’N didapat net slip NS.
3. Dengan cara stereografi (gambar 8.8a), ketiga bidang digambarkan
dalam stereonet. Pitch dari kedua garis potong terhadap sesar dibaca
sebagai penunjaman garis pada sesar NS, didapatkan dengan
menggambarkan kembali pada orthografi.
Didapat jawaban : Besar dan arah Net slip (230 m, 480, N900E), Pitch : 480
dan pergerakan relatif, di mana blok utara relatif naik terhadap blok selatan.
C'
Contoh soal 2
Lapisan batupasir N300W/350NE dan vein N300E/600NW dipotong oleh
bidang sesar N900E/400S. Batupasir & vein di bagian utara dan selatan tersingkap
pada jarak 220 m, 400 m dan 680 m diukur dari singkapan batupasir di bagian
selatan. Tentukan besaran Net slip, Pitch dan kedudukan nya.
Penyelesaian
Gambar 6.9 : Memperlihatkan gambaran tiga dimensi yang belum tersesarkan
(8.9a) dan telah tersesarkan (8.9b) serta gambaran dua dimensi
berupa pet (8.9c)
Didapat jawaban : Besar dan kedudukan Net slip (240 m, 350, S330E), pitch : 630.
80 80
90
80 80
70 70
45 45
60 60
50
50
40 40
30 10 10
30
20
20 0 Left slip Right slip 0
10
10
10 10
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Dip of fault
45 45
(b )
80 80
90
Dalam hal ini pembahasan akan dilakukan hanya pada persoalan sesar
rotasi dengan sumbu putar tegak lurus terhadap bidang. Kedudukan unsur
struktur pada hangingwall dan footwall tidak sama, karena pergeserannya
berputar.
Contoh soal 1
Suatu keybed AC tersingkap di bagian barat daya dari sesar dengan
kedudukan N2000E/400NW. Lapisan ini terputar sebesar 50 berlawanan arah
jarum jam oleh sesar dengan kedudukan N200E/300NE. Tentukan kedudukan
lapisan dibagian lain dari sesar. (gambar 6.12a) Penyelesaian :
1. Gambarkan kedudukan bidang dalam stereonet (gambar 6.12b)
2. Putar bidang sesar ke arah horizontal dengan sumbu putar jurusnya.
Bidang AC ikut terputar sebesar kemiringan sesar sepanjang lingkaran
kecil. (gambar 6.12c & 6.12 d)
3. Putar bidang AC tersebut 50 berlawanan arah jarum jam dengan sumbu
putar vertikal (gambar 6.12e)
4. Putar kembali bidang sesar ke posisi semula dengan sumbu putar
jurusnya, bidang AC ikut terputar (gambar 6.12f)
5. Kedudukan bidang yang ditanyakan adalah posisi AC setelah terputar,
yaitu N1240E/300SW (gambar 6.12g).
Catatan :
Persoalan ini sama dengan perputaran bidang karena tidak diketahui besar
pergeseran.
MODUL VII
REKONSTRUKSI LIPATAN
7.1 Pendahuluan
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan
yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan dari lengkungan pada
unsur garis atau bidang didalam bahan tersebut. Pada umumnya unsur yang
terlibat di dalam lipatan adalah struktur bidang, misalnya bidang perlapisan
atau foliasi. Lipatan merupakan gejala yang penting, yang mencerminkan sifat
dari deformasi ; terutama, gambaran geometrinya berhubungan dengan aspek
perubahan bentuk (distorsi) dan perputaran (rotasi).
Lipatan terbentuk bilamana unsur yang telah ada sebelumnya terubah
menjadi bentuk bidang lengkung atau garis lengkung. Perlipatan adalah
deformasi yang tak seragam (inhomogeneous) yang terjadi pada suatu bahan
yang mengandung unsur garis atau bidang. Walaupun demikian, suatu
deformasi yang menghasilkan lipatan pada suatu keadaan, tidak selalu
demikian pada kondisi yang lain. Suatu masa batuan yang tidak mempunyai
unsur struktur garis atau bidang, tidak menunjukkan tanda perlipatan. Perlu
juga dipertimbangkan bahwa, suatu unsur yang sebelumnya berbentuk
lengkungan dapat berubah menjadi bidang atau garis lurus, atau suatu unsur
dapat tetap sebagai struktur bidang atau garis lurus setelah terjadi deformasi.
Gentle (landai)
1800 - 1200
1200 - 700 Open (terbuka)
700 - 300 Close (tertutup)
300 -00 Tight (ketat)
00 Isoclinal (isoklin)
A Median A
A1
i i Surface W
i i
W W
A2
( a) ( b) (c)
Inclined plunging
80 80
70 70
60 60
c 50
50
40 40
30 30
20 a 20
10 10
80 70 60 50 40 30 20 10
Dip
(a)
Vertical
folds
Inclined folds
Horizontal
Recumbent
Upright
Horizontal folds folds
folds
Dip
(b)
7.3.4 Isogon
Pada umumnya, hampir semua lipatan terdiri lebih dari satu
permukaan, untuk ini diperlukan cara untuk membahas hubungan ruang
dan geometri antara bidang bidang lengkung yang membentuk lipatan.
Tempat kedudukan dari semua hingeline, yang disebut sebagai hinge
surface, merupakan unsur yang penting. Bidang permukaan ini seringkali
dianggap sama dengan bidang sumbu (axial plane) atau axial surface, akan
tetapi tidak berhubungan langsung dengan sumbu. Suatu lipatan yang
tidak silindris mempunyai bidang permukaan sejenis ini, tetapi tidak
merupakan sumbu lipatan. Oleh karena itu lebih sesuai disebut sebagai
hinge surface (gambar 7.7).
Gambar 7.7 Hinge surface pada lipatan silindris
t Pα t Po
TP α α
t Qo
α
t Qα
60º
TQ α
( a)
Horizontal
10º
( b)
(a) ( b) (c)
(d) (e)
Gambar 7.9 Klasifikasi isogon (Ramsay, 1967)
Selain klasifikasi, dasar ini juga dipakai untuk mendeskripsi
bentuk lipatan, dari pola isogonnya, pada satu lapisan tunggal. Berbagai
cara dapat dilakukan, yaitu dengan memplot garis normal ortogonal dan
ketebalan bidang sumbu sebagai fungsi dari kemiringan, α (Ramsay,
1967). Cara yang lebih sederhana adalah memperhitungkan besaran
sudut isogon φ sebagai fungsi dari α (Hudleston, 1973). Gambar 7.10a
menunjukkan cara membuat sudut isogon dari garis normal setiap
isogon kemiringan. Variasi dari φ dan α ditunjukkan sebagai kurva pada
diagram 7.10b.
O
2
O2
A B A B C
C
A B
O 30º 30º
O1 O O1
1
O8
M N
P
O2 O7
L
A B C DEF G H I
K
O6
O5
R
O3
O4
A B
40 º 50 º
INTER POLATED
DIP
Ob
C
Z
D
Oa
A B
40º 50º
Oc
C
Z
Od
Apabila pembuatan penampang tidak tegak lurus jurus lapisan, maka yang
dipakai adalah kemiringan yang telah dikoreksi (gambar 7.17).
Gambar 7.17 Contoh rekonstruksi boundary ray pada penampang
yang tidak tegak lurus jurus.
10 86 84 81 78 75 72 70 67 64 62 59 37 54 52 49 47
77 75 72 69 66 64 61 58 56 53 50 48 45 43 40 38
15 86 83 80 77 74 72 69 66 64 61 59 56 54 51 49
72 70 67 64 61 69 56 53 51 48 46 43 40 38 35
20 85 83 80 77 74 72 69 66 64 61 59 56 54 51
67 65 62 59 56 54 51 49 46 43 41 38 36 33
25 85 82 79 77 76 71 69 66 64 61 58 56 53
62 40 57 54 52 49 46 44 41 38 36 33 31
30 84 82 79 76 74 71 68 66 63 61 58 56
57 55 52 49 47 44 41 39 36 34 31 29
35 84 81 79 76 73 71 68 65 63 60 58
52 50 47 44 42 39 36 34 31 29 26
40 63 81 78 76 73 70 68 65 63 60
47 45 42 39 37 34 32 29 26 24
45 83 81 78 34 73 70 67 65 64
42 40 87 78 32 29 27 24 22
50 Example when 83 80 37 75 72 70 67 65
adjoining ps are 37 85 80 30 27 24 22 19
55 Di85° and 90° 82 35 77 75 72 69 67
1° for dip in the some 32 82 27 25 22 20 17
60 9direction 27 80 77 74 71 69
° for opposed 25 22 20 17 15
65 3direction 82 80 77 74 72
22 20 17 15 12
70 82 79 77 74
17 15 12 10
75 82 79 77
12 10 7
80 81 79
8 5
85 81
2
10 84 81 78 75 72 69 66 63 60 57 54 51 49 46 43 41
77 74 71 68 65 62 59 56 53 50 47 44 41 39 36 33
15 83 80 77 74 71 68 65 62 59 56 53 50 48 45 42
72 69 66 63 60 57 54 51 48 45 42 39 37 34 31
20 82 79 76 73 70 67 64 61 58 55 52 49 47 44
67 64 61 58 55 52 49 46 43 40 38 35 32 30
25 81 78 75 72 69 66 63 60 57 54 51 49 46
62 59 56 53 50 47 44 41 38 36 33 30 28
30 80 77 73 71 67 65 62 59 36 53 50 48
57 54 51 48 45 42 39 37 34 31 28 26
35 78 75 72 69 64 63 61 58 55 52 50
52 49 46 43 40 37 35 32 29 27 24
40 76 74 71 68 65 62 60 57 54 51
47 44 41 38 35 33 30 27 25 22
45 76 73 70 67 64 62 59 56 53
42 39 36 33 31 28 25 27 20
50 75 72 69 66 63 61 58 55
37 34 31 29 26 23 21 18
55 0 74 71 68 65 63 60 57
69° for dips in the some 32 29 27 24 21 19 16
60 direction 73 70 67 65 62 59
0 27 24 22 19 16 14
3 for opposed dips
65 72 69 67 64 61
22 20 17 15 12
70 71 69 66 63
17 15 12 10
75 71 68 65
12 10 7
80 70 67
7 5
85 69
3
Notes Angles shown in the table are those between the stepeer dip and the
boundary ray between adjecting dip zones (Modified ether W. D. Gill)
Tabel 9.3.b Sudut Boundary Ray untuk penipisan 40% dan 50%.
Boundary Ray Angles for Compactional Thinning of 40 Per
Cent Steeper Dip of Dip Intersection Point (Abscissa)
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70 75 80 85 90
0 87 83 80 76 73 69 66 62 59 56 52 49 46 43 40 37 34 31
87 83 80 76 73 69 66 62 59 56 52 49 46 43 40 37 34 31
5 85 81 78 74 71 67 64 60 57 54 51 47 44 41 36 35 32
82 78 75 71 68 64 61 58 54 51 48 45 41 38 35 33 30
10 83 79 76 72 69 65 62 59 55 52 49 46 43 39 37 34
77 73 70 66 63 59 56 53 49 46 43 40 37 34 31 28
15 81 77 74 70 67 63 60 57 53 50 47 44 41 38 35
72 68 65 61 58 55 51 48 45 42 39 36 33 30 27
20 79 75 72 68 65 61 50 55 52 48 45 42 39 36
67 63 60 56 53 50 47 43 40 37 34 31 28 26
25 77 73 70 66 63 60 56 53 50 47 44 40 38
62 58 55 52 48 45 42 39 36 33 30 27 24
30 75 71 68 64 61 58 54 51 48 45 42 39
57 53 50 47 43 40 37 34 31 28 25 23
35 73 69 66 62 59 56 53 49 46 43 40
52 48 45 42 39 36 33 30 27 24 21
40 71 67 64 61 57 54 51 48 45 41
47 43 40 37 34 31 28 25 22 20
45 69 66 62 58 55 52 49 46 43
42 39 35 22 29 26 23 21 18
50 67 64 60 37 54 50 47 44
37 34 31 28 25 22 19 16
55 65 62 58 55 52 49 46
32 29 26 23 70 17 15
75 58 55 51
12 10 7
80 56 53
7 5
85 55
2
Notes Angles shown in the table are those between the stepeer dip and boundary
ray between adjoining dip zones (Modified after W. D. Gill)
10 81 78 74 70 66 63 59 56 52 48 45 42 38 35 32 29
76 73 69 65 62 58 54 51 47 44 40 37 34 31 28 25
15 79 75 71 68 64 60 57 53 50 46 43 39 36 33 30
71 68 64 60 57 53 50 46 43 39 36 33 30 26 24
20 76 73 69 65 61 58 54 51 47 44 40 37 34 31
66 63 59 55 52 48 45 41 38 35 32 28 25 22
25 74 70 66 63 49 55 52 48 45 41 38 35 31
61 58 54 51 47 44 40 37 34 30 27 24 21
30 71 68 64 60 57 53 49 45 42 39 36 32
56 53 49 46 42 39 36 32 29 26 23 20
35 69 65 61 58 54 51 47 43 40 37 33
51 48 44 41 38 34 31 28 25 22 19
40 66 63 59 55 52 48 45 41 38 34
47 43 40 36 33 30 26 23 20 18
45 64 60 56 53 49 46 42 39 35
42 38 35 31 28 25 22 19 16
50 61 58 54 50 47 43 40 36
37 33 30 27 24 21 18 15
55 59 55 51 48 44 41 37
32 28 25 22 19 16 14
80 46 42
7 5
85 44
2
Notes Angles shown in the table are those between the stepeer dip and boundary
ray between adjoining dip zones (Modified efter W. D. Gill)
Soal :
1.
MODUL VIII
STRESS DAN STRAIN
MODUL IX
PETA GEOLOGI DAN POLA PENYEBARAN SINGKAPAN
Peta dengan distribusi dari ketinggian top formasi dan ketebalan pemboran
(isochore). Gambarkan peta kontur :
a. Peta kontur struktur top formasi
b. Peta isochore formasi
c. Peta kontur struktur dasar dari formasi
Peta hasil pengukuran kedudukan dipermukaan.
Gambarkan struktur dengan “form line contour”.
9.4 Penampang Geologi
Penampang geologi diperlukan untuk menggambarkan hubungan
struktur pada suatu kedalaman, terutama bila struktur tersebut terdiri dari
berbagai jenis dan mempunyai arah yang tidak seragam. Arah garis
penampang dipilih untuk dapat menunjukkan hubungan geologi yang lebih
khusus. Penampang pada umumnya dibuat kearah kanan pada sisi ke arah
timur atau pada arah utara. Untuk membuat penampang diperlukan informasi
berikut:
- Penampang topografi sepanjang garis yang dipilih
- Data struktur; bidang kontak
Yang dicantumkan pada garis penampang dan diekstapolasikan ke
bawah permukaan.
MODUL X
PEMETAAN GEOLOGI STRUKTUR