Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Latar belakang diadakannya kuliah lapangan (fieldtrip) geologi ini adalah
untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang materi-materi geologi
(secara teori) yang telah diberikan dalam perkuliahan, yaitu tentang batuan dan
mineral. Sehingga, diharapkan mahasiswa dapat mengetahui bagaimana bentuk–
bentuk fisik dari suatu singkapan,bagaimana karakteristik suatu batuan serta
bagaimana proses keerjadiannya batuan serta mempelajari tentang geologi
struktur yang terjadi dibumi seperti misalnya kekar,sesar dan lipatan serta serta
tegasan yang terjadidimukabumi.
Teori dasar yang diberikan di dalam perkuliahan pada umumnya bersifat
ideal sehingga lebih mudah dimengerti dan dibayangkan. Namun pada kenyataan
di lapangan, apa yang diamati tidaklah semudah yang penulis bayangkan.
Sehingga,diperlukan suatu penelitian lebih lanjut dan secara langsung mengenai
kenampakan objek-objek geologi batuan dan mineral agar didapatkan suatu
pemahaman yang diharapkan. Penelitian secara langsung ini dapat dilakukan
melalui kuliah lapangan (fieldtrip) yang diadakan pada daerah penelitian
cekungan sumatera tengah dan cekungan ombilin. Selain itu, penelitian di
lapangan merupakan penelitian yang sesungguhnya. Karena pada dasarnya,
sebuah teori terlahir karena adanya penelitian dari alam. Sehingga untuk
membuktikan serta membandingkan kebenaran dari hasil teori yang telah ada,
maka kuliah lapangan (fieldtrip) ini perlu dan mutlak untuk dilakukan. Sehingga,
mahasiswa tidak hanya memahami teori dengan menerima materi tersebut secara
mentah saja. Namun, mahasiswa dituntut untuk mampu menganalisa dengan baik
apabila dihadapkan secara langsung di lapangan.
1
2. Maksud dan Tujuan
2
BAB II
STRUKTUR BIDANG DAN GARIS
Sebuah garis jurus (stike line) dapat didefinisikan sebagai sebuah garis
horizontal yang terletak pada suatu struktur bidang. Sebuah garis jurus pada suatu
struktur bidang dapat dibayangkan sebagai perpotongan antara bidang horizontal
imajiner dengan struktur bidang tersebut (ingat bahwa perpotongan antara dua
buah bidang adalah sebuah garis).
4
Gambar 1.2.Perpotongan antara permukaan laut (bidang horizontal) dan
permukaan tebing adalah garis pantai.Garis pantai ini dapat mewakili garis jurus
pada permukaan tebing tersebut.Tebing A memiliki jurus N-S, Tebing B memiliki
jurus NE-SW, and Tebing C memiliki jurus E-W*.
Jurus suatu struktur bidang pada lokasi tertentu adalah sudut antara
garis jurus dengan utara sebenarnya. Dengan kata lain, jurus adalah sudut antara
garis horizontal pada suatu struktur bidang dengan utara sebenarnya. Jurus
merupakan besaran sudut yang diukur dalam satuan derajat (0) dengan
menggunakan kompas.Setiap sudut yang diukur dengan menggunakan kompas
disebut arah (baearing atau azimuth).
Jurus suatu struktur bidang dapat dideskripsikan dengan dua cara. Cara
pertama dikenal sebagai konvensi kuadran.Dalam konvensi ini, seluruh
kemungkinan arah dibagi ke dalam empat kuadran (NE, SE, NW, dan SW) yang
masing-masing kuadran memiliki besar 900 (Gambar 1.3a), dan jurus ditentukan
dengan memberikan angka dalam derajat yang mewakili besar sudut (bisa ke arah
barat atau timur) antara garis jurus dengan utara sebenarnya. Beberapa contoh
penentuan dan penulisan jurus dalam konvensi kuadran adalah sebagai berikut :
1. Jika garis jurus pada suatu struktur bidang tepat berarah N-S, dalam
konvensi kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N00E atau N00W,
dan dibaca "north nol derajat east" atau "north nol derajat west".
2. Jika garis jurus pada struktur bidang tepat berarah NW-SE, dalam
konvensi kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N450W atau S450E
dan dibaca "north empat puluh lima derajat west" atau "south empat puluh
lima derajat east".
5
3. Jika garis jurus pada struktur bidang tepat berarah NE-SW, dalam konvensi
kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N450E atau S450W dan
dibaca "north empat puluh lima derajat east" atau "south empat puluh lima
derajat west".
6
1. Jika garis jurus tepat berarah N-S, maka jurusnya adalah N00E atau
N1800E.
2. Jika garis jurus tepat berarah E-W, maka jurusnya adalah N900E atau
N2700E.
3. Jika garis jurus tepat berarah NW-SE, maka jurusnya adalah N1350E atau
N3150E.
4. Jika garis jurus tepat berarah NE-SW, maka jurusnya adalah N450E atau
N2250E.
5. Kemiringan (Dip) Struktur Bidang
Kemiringan sebenarnya (true dip) dari suatu struktur bidang adalah sudut
antara struktur bidang tersebut dan sebuah bidang horizontal yang diukur pada
bidang vertikal tertentu. Bidang vertikal yang tertentu ini memiliki orientasi yang
tepat tegak lurus dengan garis jurus (Gambar 1.3a). Pada sebuah struktur bidang,
kemiringan sebenarnya selalu merupakan kemiringan lereng yang paling besar,
dan arah kemiringan sebenarnya merupakan arah yang tepat tegak lurus jurus.
Arah kemiringan sebenarnya selalu ditentukan pada arah turun lereng
(downslope).
Gambar 1.4. Diagram blok yang memperlihatkan arti dari kemiringan. (a)
Kemiringan sebenarnya(δ), dengan arah panah menunjukkan arah kemiringan. (b)
kemiringan semu (α).
7
Kemiringan yang diukur pada bidang vertikal yang tidak tegak lurus garis
jurus disebut sebagai kemiringan semu (apparent dip) (Gambar 1.3b). Besar
kemiringan semu harus selalu lebih kecil dari pada besar kemiringan sebenarnya.
Besar kemiringan semu yang diukur pada bidang vertikal yang mengandung garis
jurus adalah nol derajat (00).
8
NW. Karena itu, untuk cara penulisan jurus dan kemiringan, arah umum
darikemiringan harus disertakan dalam pendeskripsian suatu struktur bidang.
Kedudukan suatu struktur bidang secara lengkap terdeskripsikan jika (i) jurus,
(ii) kemiringan, dan (iii) arah umum dari kemiringan, ditunjukkan. Sebagai
contoh :
Dalam konvensi azimuth, jurus harus selalu dituliskan dengan tiga digit angka
dan kemiringan harus selalu dituliskan dengan dua digit angka ditambah dengan
arah kemiringan.Banyak ahli geologi menggunakan sistem yang lebih cepat untuk
dituliskan, dan sistem ini dikenal sebagai aturan tangan kanan (right-hand rule)*.
Jika kita mengikuti aturan tangan kanan, kita harus memilih arah jurus
sehingga, jika kita menghadap pada arah jurus tersebut, struktur bidang miring ke
arah kanan (Gambar 1.5a). Dengan demikian, dari setiap pengukuran struktur
bidang dengan menggunakan kompas, arah kemiringan akan selalu dapat
ditentukan dengan menambahkan 900 searah perputaran jarum jam (clockwise)
terhadap besar jurus (Gambar 1.5b). Salah satu keuntungan dari penerapan aturan
ini adalah kedudukan strutur bidang dapat dideskripsikan secara keseluruhan
dalam angka.
10
Gambar 1.6.Ilustrasi aturan tangan kanan (right-hand rule) untuk
mendeskripsikan jurus dankemiringan. (a) Struktur bidang miring ke arah kanan
terhadap garis pandang. (b) Angka dip ditentukan dengan menambahkan 900
searah perputaran jarum jam (clockwise) terhadap besar jurus.
Pada peta, jurus ditandai dengan garis yang digambarkan sejajar dengan garis
jurus.Garis jurus sebaiknya digambarkan dengan panjang yang cukup (± 10 mm)
sehingga arahnya dapat ditentukan secara akurat di peta.Tanda kemiringan
diterakan pada titik tengah garis jurus, digambar menunjukkan arah kemiringan
dengan panjang 1/3 panjang garis jurus.Besar kemiringan dicantumkan di ujung
tanda kemiringan, ditulis dengan orientasi sejajar garis batas bawah/atas peta.
11
Gambar 1.7.Perpotongan antar korok (garis tebal) dengan dinding
penambangan.Jurus koroktidak tegak lurus dinding penambangan, karena itu
sudut yang dibentuk oleh jejak (trace) korok pada dinding penambangan dengan
garis horizontal adalah kemiringan semu.φ adalah kemiringan sebenarnya, µ
adalah kemiringan semu pada bidang penambangan berarah E-W, dan δ adalah
kemiringan semu pada bidang penambangan berarah N-S.
Masalah 2-1
12
adalah kemiringan sebenarnya, δ adalah kemiringan semu, β adalah sudut
horizontal antara arah kemiringan dan arah kemiringan semu.
2. Buat konstruksi grafis. Mulai dengan menggambar sumbur koordinat N-S
dan E-W (Gambar 1.8b). Letakkan titik A pada perpotongan sumbu-sumbu
koordinat. Gambar garis PQ yang mewakili garis jurus, yang dibayangkan
memiliki ketinggian yang sama dengan titik A. Gambar garis AB yang
sejajar dengan arah kemiringan semu.
Gambar 1.8.
1. Jadikan AB sebagai garis lipat F1, dan putar proyeksi penampang (bidang
penambangan) ke bidang proyeksi peta. Gambar garis AN yang memiliki
sudut δ terhadap AB, dan gambar garis yang tegak lurus AB dan
memotong AN (garis BB'). Sedapat mungkin, jadikan panjang BB'
memiliki angka yang bulat dalam satuan milimeter. Beda tinggi (jarak)
antara B dan B' adalah sebesar d.
2. Gambar garis XY yang sejajar garis jurus dan melalui titik B. Gambar
garis dari A yang tegak lurus garis jurus dan memotong XY. Namakan
perpotongan ini sebagai titik C. Dapat dilihat bahwa garis AC sejajar
dengan arah kemiringan sebenarnya.
1. Tentukan titik C' yang terletak di bawah titik C sejauh d. Penentuan ini
dilakukan dengan cara memplot titik C' di sepanjang garis XY dan
memiliki jarak sejauh d dari titik C. Gambar garis AC'. Sudut CAC' adalah
kemiringan sebenarnya (φ) dari bidang perlapisan. Pengukuran dengan
busur derajat menghasilkan φ = 260.
Kemiringan Sebenarnya dari Dua Buah Kemiringan Semu
13
Sebagai perbandingan, pada Gambar 3.7, jika potongan bidang penambangan
yang horizontal di bagian atas tidak dibuat, maka jurus korok tidak dapat
ditentukan.Namun demikian, jika kemiringan semu pada bidang-bidang
penambangan yang tidak sejajar (dalam hal ini bidang penambangan berarah N-S
dan E-W) dapat diukur, maka jurus dan kemiringan korok dapat ditentukan.
Masalah 2-2
Gambar 1.9.
Masalah 2-3
Gambar 1.10.
16
Selain dengan cara geometri deskriptif, besar kemiringan semu atau
kemiringan sebenarnya dapat juga ditentukan dengan menggunakan "diagram
garis (alignment diagram)" dan “tabel koreksi kemiringan” apabila diketahui
sudut antara kemiringan semu dan arah kemiringan sebenarnya. (Gambar 1.11 dan
Tabel 2).
17
Problem Tiga Titik (Three-Point Problem)
Pada prinsipnya sebuah bidang dapat digambarkan dari sebuah titik dan
sebuah garis, atau tiga buah titik.Dalam pengertian geologi titik ini dapat berupa
singkapan, sehingga kedudukan batuan dan penyebarannya pada peta dapat
diketahui.
Masalah 2-4
Pemecahan 2-4 (Gambar 1.12) Dengan melihat bagan Gambar 1.12a, dapat
disusun tahapan pengerjaan sebagai berikut (Gambar 1.12b) :
1. (b)
Gambar 1.12.
Struktur garis riil adalah struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat
diamati secara langsung di lapangan, misalnya gores yang terdapat pada bidang
sesar.
19
Gambar 1.13. Struktur Patahan atau Sesar
Struktur garis semu adalah struktur garis yang arah serta kedudukannya
ditafsirkan dari orientasi suatu unsur struktur yang membentuk pada satu
kelurusan atau liniasi.Liniasi adalah keadaan dimana mineral-mineral prismatik
membentuk kenampakan penjajaran pada batuan seperti genggaman
pensil.Contohnya pada suatu fragmen breksi besar, mineral-mineral pada batuan
beku, arah liniasi pada struktur batuan, kelurusan sungai, topografi dan
sebagainya.
Gambar 1.15
21
Bearing adalah suatu jurus bidang vertikal yang melalui suatu garis tetapi
tidak menunjukkan suatu arah daripada penunjaman garis itu atau menunjukkan
arah dimana salah satu arahnya merupakan suatu sudut pelurus.
4. Rake (Pitch)
Rake adalah suatu besar sudut yang terletak di antara dua garis horizontal yang
diukur pada bidang dimana garis tersebut berada, besarnya sama dengan atau lebih
kecil.
22
AL = Arah Penunjaman (trend)
α = Rake (pitch)
θ = Penunjaman (plunge)
Penulisan (notasi) struktur garis dapat dinyatakan dengan plunge dan trend.
Sedangkan pada sistem azimuth hanya mengenal satu cara penulisan, yaitu : N
XoE, Yo dimana :
Dalam garis trend hasil dari pengukuran yang dituliskan dengan tepat sesuai
dengan arah pembacaan kompas, dan pada satu titik dimana ada struktur garis yang
akan diukur diberikan tanda panah pada ujung-ujung garis tersebut sesuai dengan arah
yang ditunjukkannya. Untuk itu perlu dituliskan besar penunjaman pada ujung tanda
anak panah tersebut. Gambar 1.18 Simbol Struktur Garis
Horizontal line
Double line
23
Adapun cara pengukuran struktur garis dengan kompas geologi antara lain
sebagai berikut :
1. Buat garis horizontal pada bidang dimana struktur garis tersebut berada
(sama dengan jurus bidang tersebut) yang memotong struktur garis yang akan
diukur rake-nya.
2. Ukur besar sudut lancip yang dibentuk oleh garis horizontal, dengan
struktur garis tersebut menggunakan busur derajat. Pengukuran struktur garis yang
tidak mempunyai trend (horizontal).
1. Pengukuran Bearing
2. Pada posisi dalam langkah pertama, levelkan kompas (bull’s eye level
dalam keadaan horizontal), maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas
adalah harga arah bearing-nya.
25
Gambar 1.20. Mengukur Bearing Menggunakan Kompas
26
Gambar 1.21. Peta Topografi
Pada gambar (a) aliran lava membakar lapisan dibawahnya, dan lapisan 5
mengandung inklusi dari aliran lava, sehingga lapisan 4 lebih muda dari lapisan 3,
namun lebih tua dari lapisan 5 dan 6. Pada gambar (b) lapisan batuan dibawah dan
diatas sill (lapisan 3) terbakar, menunjukkan bahwa sill tersebut lebih muda
daripada lapisan 2 dan 4, namun umur lapisan 5 terhadap sill tidak dapat
ditentukan.
27
Gambar 1.23. Kedudukan Lapisan Batuan
Dari gambar di atas, dapat diamati pada gambar (a) granit lebih muda daripada
batupasir karena batupasir terpanggang pada bidang kontaknya dengan granit dan
granit mengandung inklusi batupasir. Pada gambar (b) Inklusi granit di dalam batupasir
menunjukkan granit lebih tua daripada batupasir.
1. Lebar singkapan
Kedalaman merupakan jarak vertikal dari ketinggian tertentu (permukaan air laut)
ke arah bawah terhadap suatu titik, garis atau bidang.
28
1. Perhitungan berdasarkan pengukuran tegak lurus jurus lapisan.
Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang
tergambarkan dalam peta geologi . Dalam pembuatan peta geologi, dilakukan dengan
cara mengamati singkapan-singkapan batuan yang dijumpai. Pengamatan singkapan
batuan biasanya dilakukan dengan mengambil jalur di sekitar aliran sungai di sepanjang
aliran sungai inilah dapat dijumpai singkapan batuan dengan baik.
1. Data singkapan dari flap lokasi pengamatan diplotkan pada peta dasar (peta
topografi) berupa simbol, tanda, warna.
2. Batas litologi, garis sesar, sumbu lipatan dapat berupa garis penuh (tegas) bila
diketahui dengan pasti atau berupa garis putus-putus jika diperkirakan.
1. Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis
kontur.
3. Pada lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus dimana
pola singkapan ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi.
29
5. Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiringan lereng dimana besar
kemiringan lapisan lebih kecil dari kemiringan lereng, maka pola singkapannya akan
membentuk huruf V yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng atau lembah.
Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni:
1. Tebal Lapisan
Ketebalan lapisan batuan bervariasi, mulai dari yang tipis sampai yang tebal.
Kemampuan menghitung ketebalan lapisan batuan sangat diperlukan dalam dunia
pertambangan.
Topografi merupakan peta dasar yang sering dipakai untuk memetakan peta lainnya.
Dalam peta ini ada satu komponen utama yaitu ketinggian atau topografi yang
memperlihatkan morfologi luar.
30
Gambar 1.25. Contoh Peta Topografi atau Morfologi
31
4. Bentuk Struktur Lipatan
Struktur lipatan merupakan salah satu struktur geologi yang paling umum
dijumpai pada batuan sedimen klastik dan sering pula ditemukan pada batuan
vulkanik dan metamorf.
akan tergambarkan keadaan kemiringan lapisan yang asli (true dip). Namun
pembuatan penampang terkadang juga melalui jalur yang tidak tegak lurus terhadap
jurus lapisan batuan maka disini penggambaran besar kemiringan lapisannya adalah
merupakan kemiringan lapisan semu (apparent dip) yang besarnya sesuai dengan arah
sayatan terhadap jurus lapisan batuan.
32
1. Perhatikan arah sayatan penampang terhadap jurus umum lapisan (tegak lurus
atau tidak).
2. Buat base line yang panjangnya sama dengan panjang garis penampang peta
geologi.
3. Buat end line dan berikan angka–angka yang menunjukkan ketinggian sesuai
dengan skalanya.
4. Buat profile line dengan cara mengeplot ketinggian garis kontur yang terpotong
garis penampang dan kemudian hubungkan.
Penamaan dari suatu sesar adalah tergantung dari dasar klasifikasi yang digunakan,
berdasarkan orientasi pola tegasan utama yang menyebabkannya antara lain :
1. Thrust fault, jika tegasan utama maksimum dan intermediet adalah horizontal.
Gambar 1.28
33
2. Normal fault, jika pola tegasan utama maksimum adalah vertikal.
3. Wrench fault (strike slip fault), jika pola tegasan utama maksimum dan minimum
adalah horizontal.
34
Gambar 1.30. Wrench Fault
Lipatan merupakan basil perubahan bentuk dan suatu bahan yang ditunjukkan
sebagai lengkungan atau kumpulan dan lengkungan pada unsur garis atau bidang di
dalam bahan tersebut.
1. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan
permukaan lempeng.
35
Gambar 1.31
2. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak lurus
permukaan lempeng.
Gambar 3.20
Berdasarkan proses lipatan dan jenis batuan yang terlipat dapat di bedakan menjadi
4 macam lipatan, yaitu :
36
Gambar 1.33. Similar fold
2. Flow atau incompetent folding termasuk di dalamnya similar fold adalah sebutan
untuk perlipatan dimana lapisan-lapisan yang terlipat atau dilipat dengan bentuk-bentuk
yang sama sampai kedalam. Antiklin maupun sinklin ukurannya tidak banyak berubah
kedalam maupun keatas.
Gambar 1.34
4. Aexure and flow folding adalah lipatan yang terbentuk akibat bekas aliran,
biasanya menunjukan aliran lipat, lipatan tersebut juga merupakan fitur dari banyak
instrusi batuan beku dan glasier. (Anonim, 2013)
38
1.3 Hasil dan Pembahasan
1. Struktur bidang
Permasalahan 1 :
Permasalahan 2 :
39
2. Struktur garis
Permasalahan 1 :
Permasalahan 2 :
Pada praktikum yang dilakukan pada masalah 1 dengan soal : suatu zona
mineralisasi dianggap sebagai satu zona atau garis lurus, yang merupakan
perpotongan antara lapisan batu gamping dengan kedudukan N 70o/ 40o SE,
dengan suatu korok andesit dengan kedudukan N 140oE/25o SW. tentukan
kedudukan struktur garis yang merupakan zona mineralisasi tersebut. Dan
didapatlah hasil sebagai berikut
40
2.3. Proyeksi
Pengenalan stereonet
Prinsip dalam stereonet yaitu menggambarkan hubungan sudut antara garis
dan bidang secara langsung, unsur struktur geologi digambarkan dan dibatasi
didalam suatu permukaan bola (sphere).
41
Suatu bidang miring ditempatkan pada suatu permukaan bola melalui pusat
bola, maka bidang tersebut akan memotong permukaan bola sebagai lingkaran
besar (great circle) atau disebut sebagai proyeksi permukaan bola (spherical
projection). Pada umumnya dasar proyeksi yang akan dipakai adalah proyeksi
sferis pada belahan bola bagian bawah (lower hemisphere), akan tetapi ada pula
yang memakai bagian atas (upper hemisphere). Proyeksi permukaan bola
digambarkan pada setiap titik pada lingkaran besar melalui titik puncak zenith,
hasil proyeksi pada bidang equator dinamakan stereogram atau proyeksi
stereografi.
Stereonet merupakan suatu graf pada belahan bola bagian bawah (lower
hemisphere) dimana berbagai jenis data geologi dapat di plotkan, akan tetapi ada
pula yang memakai bagian atasnya (upper hemisphere). Selain digunakan untuk
geo struktur, stereonet juga dapat digunakan cabang ilmu geologi lain. Proyeksi
stereografik meliputi plotting data 3D (bidang atau garis) ke dalam permukaan 2D
(stereonet) diamana permukaan tersebut dapat dimanipulasi dan di interpretasi.
Proyeksi stereografis terdiri dari beberapa macam, antara lain :
1. Equal angle projection
2. Equal area projection
3. Orthogonal projection
4. Polar projection
43
Proyeksi equal area merupakan proyeksi yang akan menghasilkan jarak titik
pada bidang proyeksi yang sama dan sebanding dengan sebenarnya. Hasil dari
equal area projection adalah suatu stereogram yang disebut dengan Schmidt
Net. Proyeksi ini lebih umum digunakan dalam analisis data statistik karena
kerapatan hasil ploting menunjukkan keadaan yang sebenarnya.
OrthogonalProjection
44
Pada proyeksi orthogonal titik-titik pada permukaan bola diproyeksikan
tegak lurus pada bidang proyeksi, sehingga hasilnya kebalikan dari equal angle
projection, yaitu lingkaran besar akan semakin renggang ke arah pusat.
Stereogram dari proyeksi ini dikenal dengan Orthographic Net.
4. Proyeksi Kutub
Dengan proyeksi kutub (polar), baik garis maupun bidang digambarkan
sebagai titik. Bila garis maka proyeksinya adalah proyeksi titik tembus garis
tersebut dengan permukaan bola. Polar net ini diperoleh dari equal area
projection, sehingga apabila akan mengembalikan proyeksi kutub yang berupa
titik ke dalam bidang (lingkaran besar) harus digunakan Schmidt Net. Stereogram
proyeksi kutub dinamakan Polar Net atau Billings Net.
45
Gambar 2.6. Proyeksi Kutub
47
2. Arah visir kompas sejajar dengan unsur-unsur kelurusan struktur garis
yang akan diukurmisalnya sumbu memanjang fragmen breksi sesar.
3. Pada posisi butir (1) levelkan kompas (nivo mata sapi dalam keadaan
horisontal), maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah
harga arah"bearing"-nya
Kekar (joint) adalah struktur rekahan pada batuan dimana tidak ada atau
relatif sedikit sekali terjadi pergeseran.Kekar merupakan salah satu struktur yang
paling umum pada batuan.Joint set adalah kumpulan kekar pada satu tempat yang
memiliki ciri khas yang dapat dibeakan dengan joint set lainnya.
Kekar umum dijumpai namun merupakan kekar adalah unsur struktur yang
sulit dipakai di dalam interpretasi kondisi “strain” dan “stress” dari proses
deformasi yang telah lampau
49
3. Memotong komponen batuan.
4. Bidang rekahnya relatif kecil.
5. Adanya joint set berpola belah ketupat.
50
Gambar 2.9 Tensional joint di lapangan
1. Kekar Hibrid (Hybrid Joint), yaitu merupakan campuran dari kekar gerus dan kekar
tarikan dan pada umumnya rekahannya terisi oleh mineral sekunder.
Deskripsi
Data yang harus kita tentukan jika kita menemukan kekar adalah:
Sesar adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran yang
berarti.Suatu sesar jarang yang terdapat soliter (satu bidang),tetapi pada umumnya
berupa satu zona sesar yang didalamnya terdiri dari banyak sesar-sesar minor.
Klasifikasi
51
Berdasarkan arah pergeserannya sesar dapat dibagi menjadi tiga,yaitu:
1. Strike Slip Fault, sesar yang pergerakannya searah dengan strike bidang
sesar (Pitch 00 - 100). Sesar ini disebut juga sebagai sesar mendatar. Sesar
mendatar terbagi lagi atas :
1. Sesar mendatar dextral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan kanannya
lebih mendekati pengamat (Gambar 8.8).
2. Sesar mendatar sinistral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan kirinya
lebih mendekati pengamat (Gambar 8.9).
52
2. Dip Slip Fault, sesar yang pergerakannya tegak lurus dengan strike bidang
sesar dan berada pada dip bidang sesar.Sesar jenis ini dicirikan oleh nilai
pitch sekitar 800 - 900. Dip Slip Fault terbagi lagi atas :
1. Sesar Normal, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya relatif
kebawah terhadap footwall
53
1. Sesar Normal Sinistral, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya
54elative kebawah terhadap Foot-Wall dan blok di sebelah kiri bidang
sesar 54elative mendekati pengamat.
2. Sesar Normal Dextral, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya
54elative kebawah terhadap Foot-Walldan blok di sebelah kanan bidang
sesar 54elative mendekati pengamat.
3. Sesar Naik Sinistral, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-
Wallnyarelatif keatas terhadap Foot-Wall dan blok di sebelah kiri bidang
sesar relatif mendekati pengamat.
4. Sesar Naik Dextral, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya
relatif keatas terhadap dan Foot-Wall dan blok di sebelah kanan bidang
sesar relatif mendekati pengamat.
Indikasi Sesar
2. Triangular Facet.
Proses penggerusan pada skala besar yang diakibatkan oleh sesar akan
menyebabkan perubahan orientasi dan kemiringan batuan yang disebut
sebagai zona hancuran.
5. Keberadaaan kekar.
Suatu sesar dapat membentuk rekahan-rekahan lain yang lebih kecil (kekar)
54
6. Keberadaan lipatan seret (Dragfold).
Yaitu lipatan yang diakibatkan penggerusan pada batuan.
2.2.3 Lipatan
Terdapat beberapa definisi lipatan menurut ahli geologi struktur, antara lain :
1.Hill (1953).
55
Lipatan merupakan pencerminan dari suatu lengkungan yang
mekanismenya disebabkan oleh dua proses, yaitu bending (melengkung)
dan buckling (melipat). Pada gejala buckling, gaya yang bekerja sejajar
dengan bidang perlapisan, sedangkan pada bending, gaya yang bekerja
tegak lurus terhadap bidang permukaan lapisan.
2.Billing (1960)
Lipatan merupakan bentuk undulasi atau suatu gelombang pada batuan
permukaan.
3.Hob (1971)
Lipatan akibat bending, terjadi apabila gaya penyebabnya agak lurus
terhadap bidang lapisan (Gambar 8.1), sedangkan pada proses buckling,
terjadi apabila gaya penyebabnya sejajar dengan bidang lapisan (Gambar
8.1). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa pada proses buckling terjadi
perubahan pola keterikan batuan, dimana pada bagian puncak lipatan
antiklin, berkembang suatu rekahan yang disebabkan akibat adanya
tegasan tensional (tarikan) sedangkan pada bagian bawah bidang lapisan
terjadi tegasan kompresi yang menghasilkan Shear Joint. Kondisi ini akan
terbalik pada sinklin.
4.Park (1980)
Lipatan adalah suatu bentuk lengkungan (curve) dari suatu bidang lapisan
batuan.
56
Unsur-unsur Lipatan
57
Geometri
58
Klasifikasi
Beberapa klasifikasi lipatan antara lain:
1. Hubungan antara hinge line dan axial surface (Fleuty,1964)
2. Bentuk lipatan,yang meliputi:
1. Chevron fold
2. Cuspate fold
3. Circular fold
4. Eliptical fold
5. Box fold
6. Teardrop fold
1. Fold tightness (Fleuty,1964)
2. Kesimetrisan lipatan
3. Bentuk keseluruhan (Huddlestone,1973)
4. Perubahan ketebalan (Van Hisse,1986)
Deskripsi
(*)
1. Strike/dip perlapisan batuan dan tentukan apakah lipatan tersebut telah
mengalami pembalikan atau belum.
2. Unsur-unsur lipatan lainnya (melalui stereonet).
3. Struktur-struktur lain yang menyertai lipatan tersebut.
4. Geometri lipatan tersebut.
1. Jenis lipatan
2. Arah sumbu lipatan.
3. Mekanisme yang menyebabkan lipatan tersebut.
4. Arah tegasan.
Penamaan untuk kedudukan lipatan (Fluety, 1964)
59
Sudut Istilah Kemiringan bidang sumbu Penunjaman garis sumbu
2.3. Pembahasan
Dalam analisa kekar, data diperoleh dari data strike & dip yang ditemukan
dilapangan, sebisa mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka strike
& dip yang diambil harus berpasangan dan dibuat dengan menggunakan streonet
berdasarkan Schmidt untuk memplot data kekarnya, kemudian menggunakan
stereonet segi enam untuk membuat garis konturnya. Untuk ploting membuat
garis kontur hubungkan garis di titik tengah dari segi enam yang memiliki nilai
“jumlah tittik yang dilingkupi” yang sama terlebih dahulu dimulai dengan nilai
tertinggi kemudian disusul dengan nilai yang berikutnya melingkupi kontur yang
pertama. Analisa kekar digunakan untuk mengetahui arah tegasannya, dan arah
tegasan yang dapat yaitu barat daya-timur laut.
60
Pada praktikum kekar yang telah dilaksanakan praktikan memploting
sebanyak 15 pasang nilai strike & dip.
61
2.3.3 ANALISA LIPATAN
2.4 Kesimpulan
Pada bab ini dapat ditarik kesimpulan bahwa stereonet itu adalah suatu graf
pada belahan bola bagian bawah(lower hemisphere) dimana berbagai jenis data
geologi dapat diplotkan,akan tetapi ada pula yang memakai bagian atasnya(upper
hemisphere). Selain digunakan untuk geostruktur,stereonet dapat juga digunakan
pada cabang ilmu geologi lain.
62
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1. Metode penelitian
Metode penelitian yang telah kami lakukan adalah dengan cara melakukan
penelitian langsung kelapangan (metode lapangan (fieldtrip)), dengan metode
pengambilan sampel dilapangan. Daerah penelitian yang telah kami teliti
merupakan kawasan cekungan Anggota bawah dan atas Formasi Telisa dan
Formasi Palembang pada daerah Lubuk Jambi, desa Cengar dan Kasanng. Adapun
pembagian daerah penelitiannya, sebagai berikut :
1. Stasiun 1 daerah Cengar
2. Stasiun 2 daerah Cengar
3. Stasiun 3 daerah Kasang
Adapun metode penelitian yang kami lakukan adalah sebagai berikut:
a. Metode Orientasi Lapangan (Field Orientation)
Prinsip pada metode Orientasi Lapangan ini adalah dengan cara memplot
Lokasi pengamatan/singkapan (stasiun) berdasarkan pada orientasi, puncak-
puncak bukit/gunung (singkapan) desa, dll. Titik patokan yang digunakan dalam
metode ini adalah daerah yang dikenal di lapangan dan berada dalam peta dasar
(topografi).
63
1. Alat & Bahan
1. Kompas Geologi
2. Peta Topografi
Peta dasar atau potret udara gunanya untuk mengetahui gambaran secara garis
besar daerah yang akan kita selidiki, sehingga memudahkan penelitian lapangan
baik morfologi, litologi, struktur dll. Selain itu peta dasar digunakan untuk
menentukan lokasi dan pengeplotan data, umumnya yang digunakan adalah peta
topgrafi/kontur.
64
Palu batuan beku yaitu alat yang umum digunakan oleh para peneliti untuk
mengambil sampel batuan, Palu batuan beku berbentuk runcing ini umumnya
dipakai di daerah batuan keras (batuan beku dan metamorf).
Jenis palu geologi yang digunakan salah satunya adalah palu batuan sedimen
(chisel point). Bentuknya berujung datar seperti pahat, umumnya dipakai untuk
batuan yang berlapis (batuan sedimen) dan mengambil fosil.
5. Lup
Lup atau kaca pembesar adalah sebuah lensa cembung yang mempunyai
titik fokus yang dekat dengan lensanya. Benda yang akan diperbesar terletak di
dalam titik fokus lup itu atau jarak benda ke lensa lup tersebut lebih kecil
dibandingkan jarak titik fokus lup ke lensa lup tersebut. Di geologi, lup digunakan
untuk mengamati batuan misalnya mineral maupun fosil., lensa pembesar yang
umum dipakai adalah perbesaran 8 sampai 20.
65
6. Komparator Geologi
7. Alat Ukur
8. Larutan HCl N
66
HCl digunakan untuk menguji ada atau tidaknya kandungan karbonat
dalam suatu batuan yang diamati terutama batuan sedimen. Caranya adalah
dengan meneteskan larutan tersebut pada batuan yang sedang diamati. Apabila
batuan tersebut berbuih setelah ditetesi HCl, maka diindikasikanbatuan tersebut
mengandung karbonat, dan sebaliknya.
9. Kantong Sampel
10. Kamera
67
11. Tas Ransel
Alat tulis terdiri dari papan dada, pensil, bolpoin dan beberapa lembar kertas
HVS. Alat tulis ini digunakan untuk mencatat setiap materi dan hasil
pengamatan yang telah dilakukan dari stopsite satu ke stopsite lain
1. Prosedur Percobaan
1. Cara Kerja di Lapangan
1. Menentukan arah utara dengan kompas, menentukan koordianat setian
singkapan dengan bantuan GPS serta melakukan pengukuran strike and
dip.
2. Membuat sketsa singkapan, disertai dengan symbol litologi batuan, warna
batuan, mengukur panjang, lebar, serta ketebalan singkapan suatu lapisan.
3. Pengambilan foto dari jarak jauh dengan parameter khusus, sesuai yang
dibutuhkan.
4. Pengambilan sampel batuan disertai dengan pendeskripsian serta
pengambilan data informasi geologi pada daerah tersebut seperti
68
bagaimana proses kejadian terbentuknya singkapan, serta struktur apa saja
yang terbentuk pada singkapan tersebut.
BAB IV
1. Geologi Regional
1. Tektonik Regional
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier
penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya,
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur.
Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara,
dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-
Australia dibawah lempeng Asia. Batas cekungan sebelah Barat daya adalah
Pegunungan Barisan yang tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah
Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu
Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah
dengan Cekungan Sumatra selatan.
Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang
memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara.
69
Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan
kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas
ke atas dan diapir-diapir magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama
bersifat asam, sifat magma dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran
panas dari mantel ke arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-
hal tersebutlah yang mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan
Sumatra tengah (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).
70
Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra
tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi
lempeng yang miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan
terjadinya strong dextral wrenching stress di Cekungan Sumatra tengah (Wibowo,
1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang
jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure yang
terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur. Selain
itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan
sedimen terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang
hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang
berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al.,
1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan
jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah
dipengaruhi adanya morfologi High – Low pre-Tersier. Dapat dilihat pengaruh
71
struktur dan morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan
Sumatra tengah (kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter
dari graben dan half graben. Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat
pada daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang cekungan Sumatra tengah.
Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik paling muda
(tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat diamati
sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari
cekungan Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat
disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah
Barat laut-Tenggara.
2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura
akhir dan zaman Kapur.
3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen)
menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-
Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di
Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan
pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin,
dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.
4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal
yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas,
tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama
bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi
Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut
Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-
struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan
Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi)
yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas
dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang
menghasilkan Formasi Petani.
72
5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali
intensif dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah
Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen
pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada
Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan
menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.
6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan
terjadinya inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik
dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen
ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan
endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.
1. Stratigrafi Regional
Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan
lakustrin dari Lower Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah
73
atas menuju fase late rifting, sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi
lingkungan lakustrin dan diendapkan Formasi Pematang sebagai Lacustrine Fill
sediments.
1. Formasi Lower Red Bed
Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau, batulanau, batupasir
kerikilan dan sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit
dan filit. Kondisi lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial
braid-plain dilihat dari banyaknya muddy matrix di dalam konglomerat dan breksi
2. Formasi Brown Shale
Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh
warna yang coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan
batulanau, di beberapa tempat terdapat selingan batupasir, konglomerat dan
paleosol. Ketebalan formasi ini mencapai lebih dari 530 m di bagian depocenter.
Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam
dengan kondisi anoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi
batupasir batupasir–konglomerat diendapkan oleh proses fluvial channel fill.
Menyelingi bagian tengah formasi ini, terdapat beberapa horison paleosol yang
dimungkinkan terbentuk pada bagian pinggiran/batas danau yang muncul ke
permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman inti batuan di komplek Bukit
Susah.
Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan
yang cepat sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.
3. Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi
Brown Shale. Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan
sedikit batupasir. Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan
berupa danau dangkal dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan.
Ditinjau dari konfigurasi cekungannya, formasi ini diendapkan di daerah
dangkal pada bagian aktif graben menjauhi depocenter.
4. Formasi Lake Fill
74
Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama
berupa klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan
kandungan litoklas kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan
beberapa gradasi terbalik mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-
deltaic.
Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta
pada lingkungan danau. Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai
tenang dengan penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage).
Ketebalan formasi mencapai 600 m.
5. Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan
aluvial. Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna
hijau sampai merah. Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat
bertransisi menjadi formasi Lower Red Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake
Fill. Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi
terakhir (Lake Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen
dengan Formasi Pematang berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang
seismik.
1. Sag
75
dangkal. Pengendapan kelompok ini berlangsung pada Miosen awal – Miosen
tengah.
1. Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari
gravel hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi
batupasir sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang
dominan, dengan struktur sedimen trough cross-bedding dan erosional basal
scour. Berdasarkan litologi penyusunnya diperkirakan diendapkan pada fluvial-
channel lingkungan braided stream.
Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang
bagian atas berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain
et al., 1995). Ketebalan formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal
Miosen bawah.
2. Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-
sedang. Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera
planktonik didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi
kurang lebih 100 m.
3. Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan
sedikit interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan
fosilnya, formasi ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil
pada serpih menunjukkan umur N6 – N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai
400 m.
6. Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi
Bekasap. Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum
mencapai 300 m. Formasi ini berumur N6 – N8.
(Formasi Telisa transgresi akhir)
Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi
tersusun oleh serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian
76
bawahnya. Di beberapa tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian
bawah formasi. Ke arah atas, litologi berubah menjadi serpih mencirikan kondisi
lingkungan yang lebih dalam. Diinterpretasikan lingkungan pengendapan formasi
ini berupa lingkungan Neritik – Bathyal atas.
Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama
dengan Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya
adalah transisi fasies litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya.
Ketebalan formasi ini mencapai 550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 –
N11.
(Formasi Petani regresi)
Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan
dengan beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf
dalam batuan semakin meningkat.
Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan
volkanisme kembali aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan
material volkanik yang melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi
secara signifikan dengan penurunan muka air laut sehingga terbentuk beberapa
ketidakselarasan lokal di beberapa tempat.
Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi
Telisa. Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki
kontak tidak selaras dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi
ini mencapai 1500 m, diendapkan pada Miosen tengah– Pliosen.
1. Inversi
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari
pengangkatan Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada
Plio-Pleistosen. Aktivitas tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur
sesar turun menjadi sesar naik. Pada fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi
Minas yang tersusun oleh endapan darat dan aluvium berupa konglomerat,
batupasir, gravel, lempung dan aluvium berumur Pleistosen – Resen.
3. Analisis Data
Geologi struktur telah berkembang mulai dari ilmu yang sangat diskriptif
menjadi yang lebih kuantitatif dengan memakai prinsip continuum mechanics
untuk mempelajari proses deformasi dan pembentukan struktur geologi (Twiss
dan Moore, 1992). Observasi lapangan dilakukan dengan skala meter.
Analisis Data
Analisis Kinematik
78
1. ANALISIS DATA
Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desmber 2017 Lokasi : PLTA Kotopanjang
Stasiun :1 Jam : 08 : 30 : 22 WIB
Strike/Dip : N 202°E/65° Cuaca : Cerah berawan
79
Foto :
Deskripsi :
80
Foto :
Pada stasiun 2 ditemukan batuan dengan litologi batubreksi , milonitt, dan batulempung, dan
batupasir. Batubreksi memiliki warna lapuk cokelat keputihan dan warna segar hitam keputihan,
besar butir s.rounded, dengan kebundaran s.angular, kemas terbuka, permeabilitas buruk,
pemilahan poorly sorted, kekompakan keras dan kontknya tajam. Batuan dengan litologi milonit
memiliki warna lapuk abu kecoklatan dan warna segar abu-abu keputihan, besar butir clay,
kebundaran well rounded, kemas tertutup, pemeabilitas buruk, pemilahan well sorted,
kekompakan kompak. Dan pada batuan ini terdapat gores garis yang menunjukan arah
pergerakan tegasan yang dapat ditentukan nilai pitch, plunge da trend. Batu ketiga terdapatnya
batuan dengan litologi lanau memiliki warna lapuk cokelat keputihan dan warna segar cokelat
keputihan, besar butir clay, kebundaran well rounded, kemas tertutup, pemeabilitas buruk,
pemilahan well sorted, kekompakan keras, dan kontak beragsur dengan batupasir. Batu terakhir
dengan litologi batupasir memiliki warna lapuk cokelat keputihan dan warna segar cokelat
81
keputihan, besar butir medium sand, kebundaran rounded, kemas tertutup, pemeabilitas sedang,
pemilahan medium sorted, kekompakan agak keras, dan kontak berangsur dengan batulempung.
Singkapan ini memiliki struktur geologi perlipatan, dengan 6 perlapisan. Memiliki litologi
metasedimen, lempung. Memiliki warna lapuk abu – abu kehitaman, warna segar abu – abu, silt
– clay, perlapisan, non karbonatan, pemilahan baik, permeabelitas buruk, keras – kompak
dengan kontak erosional. Singkapan ini terbentuk dalam beberapa kali pengendapan terlihat dari
adanya bidang erosional yang merupakan salah satu indikiasi adanya rentang waktu
pengendapan yang berbeda, atau biasa diistilahkan dengan sebutan gap.
82
Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desmbert 2017 Lokasi : PLTA Kotopanjang
Stasiun : 4a Jam : 13 : 34 : 10 WIB
Strike/Dip : Cuaca : Panas terik
Foto :
Batulempung
batulanau
Deskripsi :
Pada stasiun 4a, ditemukan litologi satuan batulempung yang memiliki warna lapuk cokelat
keputihan dan warna segar ckelat keputihan, dengan kemas tertutp, permeabilitas buruk,
pemilahan well sorted, kekompakan keras dan kontak berangsur dengan batulanau. Lapisan
kedua diatas batulempung, ialah terapatnya litologi batulanau dengan warna lapuk putih
kecokelatandan warna segar putih kecokelatan, besar butir silt, kebundaran well rounded, kemas
tertutup, pemeabilitas buruk, pemilahan well sorted, kekompakan keras, dan kontak beragsur
dengan batulempung dibawahnya.
83
Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desmbert 2017 Lokasi : PLTA Kotopanjang
Stasiun : 4b Jam : 13 : 46 : 21 WIB
Strike/Dip : Cuaca : Panas
Foto :
Deskripsi :
Pada stasiun 4b, ditemukan litologi satuan batulempung metasedimen yang memiliki warna
putih keabu-abuan dan warna segar abu-abu, besar butir clay, dengan kebundaran well rounded,
kemas tertutup, permeabilitas buruk, pemilahan well sorted, kekompakan keras dan
nonkarbonatan.
84
Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desmbert 2017 Lokasi : PLTA Kotopanjang
Stasiun :5 Jam : 14 : 58: 15 WIB
Strike/Dip : Cuaca : Panas terik
Foto :
Deskripsi :
Pada stasiun 5 ditemukan litologi satuan batupasirhalus yang memiliki warna lapuk cokelat
keputihan dan warna segar putih kecokelatan, besar butir fine sand, dengan kebundaran
rounded, kemas terbuka, permeabilitas sedang, pemilahan medium sorted, kekompakan keras.
85
4.4. Pembahaan
Stasiun 1
Kami berada pada stasiun 1 pada hari Minggu, 10 Desember 2017 pada pukul
08.30 WIB dengan keadaan cuaca cerah berawan. Dan titik koordinat yang
terdapat pada GPS N 00°17’43.01’’/ E 110° dan N 290°E00°53’11.0”yakni di
daerah perbatasan antara Provinsi Riau dengan Provinsi Sumatera Barat. Pada
singkapan di stasiun ini terdapat litologi berupa lempung yang berupa batuan
metasedimen yang batuan asalnya masih terlihat. Lalu pada singkapan tersebut
terdapat kekar. Kekar umumnya terbentuk karena proses tektonik yang terjadi pada
suatu daerah tertentu. Dalam hal ini kekar merupakan indikasi pembentuk sesar
atau perlipatan. Kekar ini merupakan jenis kekar tensional yang terisi oleh mineral-
mineral feldspar. . Selain itu dilapangan kami menemukan beberapa indikasi sesar
yaitu diantaranya:
86
Pada staiun 1 penulis melakukan metode pengukuran strike & dip untuk
mengatahui pola kekar dan untuk menginterpretasikan arah tegasan yang
menyebabkan struktur kekar dan sesar terbentuk.
Dari analisis data deskribtif dan kinematik, maka dapat disimpulkan
bahwa sesar yang terbentuk adalah sesar normal, ini juga didasarkan pada analisis
fisiografi singkapan dilapangan dan analisis pergerakan relatif hanging wall yang
relatif turun terhadap foot wall “ Billing 1986 ”. Data lapangan yang merupakan
hipotesa awal penulis juga didukung oleh data analisis kekar dan sesar
menggunakan streonet metode wulf net. Dimana didapati nilai pitch 200, yang
berdasarkan klasifikasi “Rickard 1972”, maka dikategorikan sebagai sesar normal.
Sesar normal diakibatkan oleh gaya tensional atau extension yang merupakan
gaya tari. Arah gaya yang bekerja pada singkapan bertolak belakang dan bergerak
saling menjauh terhadap singkapan sehingga menyebabkan rekahan besar berupa
patahan atau sesar dan kekar – kekar dengan skala kecil.
87
Setelah direkonstruksi maka didapati arah tegasan yaitu barat laut dengan
pitch 200. Dari data analisis sesar tersebut dapat disimpulkan pula bahwa kekar
yang terbentuk pada singkpan ini merupakan kekar tarik yang mana gaya yang
bekerja dan berperan dalam pembentukan kekar tersebut adalah extension.
Gambar Proyeksi Stereonet ST.1
Pada stasiun ini kami memperoleh data kekar dengan arah tegasan Timur
Laut - Barat Daya. Pola tegasan yang digunakan dengan anggapan bahwa kekar
tersebut pada keseluruhan daerah terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan
sesar. Data kekar yang kami peroleh kami masukkan ke dalam stereonet sehingga
dapat terlihat kontur yang tidak terlalu rapat.
0o-100 Strike slip
Stasiun 2
Pada stasiun ini terdapat singkapan dengan litologi berupa batulanau dan
batupasir terletak disisi kanan singkapnan yang berupa batuan metasedimen yang
batuan asalnya masih terlihat. Lalu pada singkapan tersebut terdapat indikasi
sesar, yaitu berupa zona hancuran yang berlitologi batuan milonit berwarna hitam
seperti terbakar, serta adanya breksi sesar lalu batuan Milonit ini terbentuk karena
pergerakan sesar, sehingga membentuk zona milonit. Di sini kami menemukan
juga adanya kekar. Disini kami juga melihat vein berupa Kuarsa yang mencirikan
batuan tersebut terbentuk Pada zona sesar yaitu sesar normal (dari arah tegasan
streonet)yang menjadikan batuan tersebut metamorf dinamik, dari data kekar.
Selain itu, kami melihat adanya patahan, lipatan dan kekar – kekar yang
disebabkan oleh gaya kompresional. Gaya kompresional yang bekerja ini sangat
kuat sehingga menyebabkan terbentuknya antiklin dan sesar naik. Beberapa
88
indikasi adanya sesar adalah keterdapatan zona hancuran yang terlihat jelas
dengan nilai slickenside 200, keterdapatan breksi sesar dan milonit. Dengan
adanya bukti – bukti fisik tersebut maka jelaslah gaya kompres yang bekerja pada
singkapan ini sangat kuat, dimana milonit dan breksi sesar itu sendirir biasanya
terbentuk pada metamorfisme kinematik dengan tekanan dominan dibanding
temperature. Batuannyapun memiliki sifat yang brittle dan telah terkompaksi
dengan baik sehingga dapat ditemui kekar – kekar yang terbentuk disebabkan oleh
tektonik. Diperkirakan sesar terbentuk bersamaan dengan proses terbentuknya
lipatan, namun lipatan terbentuk dahulu, kemudian disusul dengan pembentukan
sesar akibat gaya kompres yang begitu kuat sehingga melebihi batas yield strength
material tersebut. Regresi merupakan proses utama yang terjadi pada singkapan
ini, terlihat telah hilangnya beberapa bagian dari lipatan dan perlapisan
sedimennya akibat erosi.
Stasiun 3
90
urutan kejadian perlu diadakan penyederhanaan dari sekian struktur
geologi yang kompleks tersebut.
Interpretasi
Dari desain yang dibuat dengan metode freehand dan busur lingkaran,
maka dapat diinterpretasikan arah tegasan yang membentuk struktur lipatan
tersebut adalah berasal dari timurlaut, sehingga terbentuk lipatan dan kearah barat
terbentuk struktur lipatan “ overtuned fold ( Billing 1986 )”. Kenampakan
dilapangan seperti perlapisannya horizontal “keadaan normal” dan membentuk
lipatan ;
Overtuned Fold
Tetapi setelah dilakukan analisis data, maka didapatkan data bahwa lipatan
yang tersebut sebenarnya adalah overtuned fold. Dan ketika dilihat pada lapisan
atasnya terlihat bahwa sayap kanan lipatan bertemu dan menyatu untuk
membentuk fisiografi seperti lipatan dalam keadaan normal. Dan pada bagian
timur terbentuk sesar akibat material tidak dapat menahan gaya yang bekerja pada
yang bekerja “ melebihi batas yield strength ”. terdapat banyak zona hancuran dan
beberapa sesar yang sulit untuk diidentifikasikan karena gejala struktur yang kuat.
91
Singkapan ini terdiri dari litologi dengan grainsize yang relatif halus
berkisar pasir sangat halus hingga clay, ini menunjukkan bahwa daerah ini
dulunya merupakan daerah yang jauh dari source, yaitu delta – marine, namun
batuan di singkapan ini tidak memiliki sifat karbonatan. Maka dengan demikian
dapat diinterpretasgejala struktur dan pengendapan terjadi bersamaan dengan
terjadinya proses regresi. Ini didukung oleh data lapangan bahwasanya lipatan
yang terbentuk berupa overtuned fold, obliqe fold, terbentuk sesar lebih dari sekali
yang berarti dulunya batuan penyusun singkapan ini memiliki sifat ductile – low
britle sehingga banyaknya zona – zona lemah dan kekar – kekar yang terbentuk
tidak lebih banyak jika dibandingkan dengan stasiun 2.
Stasiun 5
Pada stasiun 5 ini ditemui struktur geologi berupa lipatan dengan panjang
200m dan didapati data lipatan : lipatan yang ditemui pada stasiun 5 dapat
diklasisfikasikan sebagai antiform sinklin yaitu sinklin yang membentuk antiklin.
Jika diamati lebih detail lagi maka dapat dilihat dulunya terdapat keberadaan
antiklin yang berada disebelah kanan dan kiri dari antiform sinklin tersebut yang
telah teroerosi.
Antiform merupakan dimana lapisan yang tua berada pada bagian atas dan
yang muda berada di bawahnya. Ini menunjukkan bahwa dulunya terbentuk
antiklin dan dengan proses geologi, singkapan tersebut mengalami proses
92
perebahan dan akhirnya terbalikan dan membentuk antiforn sinklin akibat tegasan
yang berasal dari satu arah, ini biasanya terbentuk pada batuan dengan derajat
kekompakan yang tinggi sehingga batuan tidak hancur pada saat proses
pembalikan.
93