Anda di halaman 1dari 93

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Latar belakang diadakannya kuliah lapangan (fieldtrip) geologi ini adalah
untuk meningkatkan pemahaman mahasiswa tentang materi-materi geologi
(secara teori) yang telah diberikan dalam perkuliahan, yaitu tentang batuan dan
mineral. Sehingga, diharapkan mahasiswa dapat mengetahui bagaimana bentuk–
bentuk fisik dari suatu singkapan,bagaimana karakteristik suatu batuan serta
bagaimana proses keerjadiannya batuan serta mempelajari tentang geologi
struktur yang terjadi dibumi seperti misalnya kekar,sesar dan lipatan serta serta
tegasan yang terjadidimukabumi.
Teori dasar yang diberikan di dalam perkuliahan pada umumnya bersifat
ideal sehingga lebih mudah dimengerti dan dibayangkan. Namun pada kenyataan
di lapangan, apa yang diamati tidaklah semudah yang penulis bayangkan.
Sehingga,diperlukan suatu penelitian lebih lanjut dan secara langsung mengenai
kenampakan objek-objek geologi batuan dan mineral agar didapatkan suatu
pemahaman yang diharapkan. Penelitian secara langsung ini dapat dilakukan
melalui kuliah lapangan (fieldtrip) yang diadakan pada daerah penelitian
cekungan sumatera tengah dan cekungan ombilin. Selain itu, penelitian di
lapangan merupakan penelitian yang sesungguhnya. Karena pada dasarnya,
sebuah teori terlahir karena adanya penelitian dari alam. Sehingga untuk
membuktikan serta membandingkan kebenaran dari hasil teori yang telah ada,
maka kuliah lapangan (fieldtrip) ini perlu dan mutlak untuk dilakukan. Sehingga,
mahasiswa tidak hanya memahami teori dengan menerima materi tersebut secara
mentah saja. Namun, mahasiswa dituntut untuk mampu menganalisa dengan baik
apabila dihadapkan secara langsung di lapangan.

1
2. Maksud dan Tujuan

Kegiatan Kuliah Lapangan Geologi yang dilaksanakan pada tanggal 4


Desember ini bertujuan untuk :

1. Menerapkan teori-teori tentang materi pembelajaran Geologi Struktur,


2. Mahasiswa diharapkan mampu dalam penggunaan alat-alat geologi seperti
peta, loupe, palu, kompas, GPS, dsb.
3. Pengukuran Strike/Dip lapisan,slope,pembuatan penampang
4. Mahasiswa diharapkan mampu menggunakan proyeksi stereografis
sebagai alat bantu dalam tahap awal dalam analisis data yang dapat
diperoleh dilapangan untuk berbagai macam data struktur
5. Mahasiswa diharapkan mampu membuat rekontruksi struktur – struktur
geologi dari data yang didapatkan dilapangan

2
BAB II
STRUKTUR BIDANG DAN GARIS

2.1. Struktur Bidang


Struktur bidang dalam geologi struktur terdiri dari struktur bidang riil dan
struktur bidang semu. Struktur bidang riil ini merupakan struktur yang bentuk dan
kedudukannya dapat diamati langsung di lapangan. Bidang perlapisan, bidang
ketidakselarasan, bidang sesar, foliasi, serta kedudukan bidang yang terlipat
merupakan struktur bidang riil.Sedangkan struktur semu merupakan struktur yang
bentuk dan kedudukannya hanya bisa diketahui dari hasil analisa struktur bidang
riil yang lainnya, contoh struktur bidang semu adalah bidang poros lipatan.

Struktur bidang berguna untuk :


1. Menggambar geometri struktur bidang ke dalam proyeksi 2 dimensi
2. Menentukan kedudukan bidang dari 2 atau lebih kemiringan
3. Menentukan kedudukan bidang berdasarkan “problem metode tiga titik”
Dalam struktur bidang dikenal istilah-istilah, antara lain :

Kedudukan (attitude) struktur bidang

Kedudukan (attitude) struktur bidang adalah batasan umum untuk orientasi


dari bidang atau garis didalam ruang umumnya dihubungkan dengan koordinat
geografi dan bidang horizontal , dan terdiri komponen arah dan kemiringan.
Beberapa unsur struktur yang termasuk struktur bidang diantaranya :

1. Bidang sumbu lipatan - Bidang foliasi


2. Bidang kekar - Bidang perlapisan
3. Bidang sesar - Dan lain-lain.

Penggambaran struktur bidang

Selain dengan angka, kedudukan struktur bidang dapat pula dideskripsikan


dengan menggunakan simbol pada peta. Penggunaan simbol ini menjadikan
3
geometri dari sebuah struktur pada peta lebih mudah dibayangkan. Pada peta,
jurus ditandai dengan garis dan digambarkan sejajar dengan garis jurus. Garis
jurus sebaiknya digambarkan dengan panjang yang cukup (± 10 mm) sehingga
arahnya dapat ditentukan secara akurat di peta. Tanda kemiringan diterakan pada
titik tengah garis jurus, digambarkan menunjukkan arah kemiringan dengan
panjang 1/3 panjang garis lurus. Besar kemiringan dicantumkan di ujung tanda
kemiringan, ditulis dengan orientasi sejajar garis batas bawah/atas peta.

Gambar 1.1.Simbol-simbol peta untuk struktur bidang

Jurus (Strike) Struktur Bidang

Sebuah garis jurus (stike line) dapat didefinisikan sebagai sebuah garis
horizontal yang terletak pada suatu struktur bidang. Sebuah garis jurus pada suatu
struktur bidang dapat dibayangkan sebagai perpotongan antara bidang horizontal
imajiner dengan struktur bidang tersebut (ingat bahwa perpotongan antara dua
buah bidang adalah sebuah garis).

Di beberapa lokasi tertentu di lapangan, garis jurus dapat dilihat secara


langsung, misalnya di tebing-tebing yang berada di pinggir laut yang tenang
(Gambar 1.2). Perpotongan antara permukaan laut dengan permukaan tebing
merupakan garis jurus pada permukaan tebing tersebut.

4
Gambar 1.2.Perpotongan antara permukaan laut (bidang horizontal) dan
permukaan tebing adalah garis pantai.Garis pantai ini dapat mewakili garis jurus
pada permukaan tebing tersebut.Tebing A memiliki jurus N-S, Tebing B memiliki
jurus NE-SW, and Tebing C memiliki jurus E-W*.

Jurus suatu struktur bidang pada lokasi tertentu adalah sudut antara
garis jurus dengan utara sebenarnya. Dengan kata lain, jurus adalah sudut antara
garis horizontal pada suatu struktur bidang dengan utara sebenarnya. Jurus
merupakan besaran sudut yang diukur dalam satuan derajat (0) dengan
menggunakan kompas.Setiap sudut yang diukur dengan menggunakan kompas
disebut arah (baearing atau azimuth).

Jurus suatu struktur bidang dapat dideskripsikan dengan dua cara. Cara
pertama dikenal sebagai konvensi kuadran.Dalam konvensi ini, seluruh
kemungkinan arah dibagi ke dalam empat kuadran (NE, SE, NW, dan SW) yang
masing-masing kuadran memiliki besar 900 (Gambar 1.3a), dan jurus ditentukan
dengan memberikan angka dalam derajat yang mewakili besar sudut (bisa ke arah
barat atau timur) antara garis jurus dengan utara sebenarnya. Beberapa contoh
penentuan dan penulisan jurus dalam konvensi kuadran adalah sebagai berikut :

1. Jika garis jurus pada suatu struktur bidang tepat berarah N-S, dalam
konvensi kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N00E atau N00W,
dan dibaca "north nol derajat east" atau "north nol derajat west".
2. Jika garis jurus pada struktur bidang tepat berarah NW-SE, dalam
konvensi kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N450W atau S450E
dan dibaca "north empat puluh lima derajat west" atau "south empat puluh
lima derajat east".

5
3. Jika garis jurus pada struktur bidang tepat berarah NE-SW, dalam konvensi
kuadran jurus struktur bidang tersebut ditulis N450E atau S450W dan
dibaca "north empat puluh lima derajat east" atau "south empat puluh lima
derajat west".

Gambar 1.3.Konvensi untuk mendeskripsikan jurus. (a) Konvensi kuadran. (b)


Konvensiazimuth

Dari contoh-contoh di atas, dapat dilihat bahwa penulisan dan penyebutan


jurus dengan mengacu terhadap arah utara selalu memiliki pasangan yang sama
dengan penulisan dan penyebutan jurus dengan mengacu terhadap arah selatan.
Hal ini disebabkan karena tidak ada keharusan untuk membedakan titik-titik ujung
dari sebuah garis horizontal.Namun, jika konvensi kuadran harus digunakan, telah
menjadi kebiasaan bagi para ahli geologi untuk selalu menulis dan menyebut jurus
dengan mengacu terhadap arah utara.

Cara kedua untuk mendeskripsikan jurus dikenal sebagai konvensiazimuth.


Dalam konvensi ini, seluruh kemungkinan arah dibagi ke dalam 3600, dengan arah
utara ditetapkan memiliki nilai 00 atau 360 0
(Gambar 1.3b). Karena pengukuran
jurus selalu berputar dari arah utara ke timur (searah jarum jam), maka jurus
dalam konvensi azimuth sebenarnya dapat dideskripsikan secara keseluruhan
dalam angka, tanpa harus menyebutkan singkatan mata angin. Namun, untuk
membedakan pengukuran jurus dengan pengukuran besaran lainnya yang
menggunakan satuan derajat, dalam konvensi azimuth singkatan mata angin tetap
disertakan dalam penulisan jurus. Sebagai contoh :

6
1. Jika garis jurus tepat berarah N-S, maka jurusnya adalah N00E atau
N1800E.
2. Jika garis jurus tepat berarah E-W, maka jurusnya adalah N900E atau
N2700E.
3. Jika garis jurus tepat berarah NW-SE, maka jurusnya adalah N1350E atau
N3150E.
4. Jika garis jurus tepat berarah NE-SW, maka jurusnya adalah N450E atau
N2250E.
5. Kemiringan (Dip) Struktur Bidang

Kemiringan sebenarnya (true dip)

Kemiringan sebenarnya (true dip) dari suatu struktur bidang adalah sudut
antara struktur bidang tersebut dan sebuah bidang horizontal yang diukur pada
bidang vertikal tertentu. Bidang vertikal yang tertentu ini memiliki orientasi yang
tepat tegak lurus dengan garis jurus (Gambar 1.3a). Pada sebuah struktur bidang,
kemiringan sebenarnya selalu merupakan kemiringan lereng yang paling besar,
dan arah kemiringan sebenarnya merupakan arah yang tepat tegak lurus jurus.
Arah kemiringan sebenarnya selalu ditentukan pada arah turun lereng
(downslope).

Gambar 1.4. Diagram blok yang memperlihatkan arti dari kemiringan. (a)
Kemiringan sebenarnya(δ), dengan arah panah menunjukkan arah kemiringan. (b)
kemiringan semu (α).

7
Kemiringan yang diukur pada bidang vertikal yang tidak tegak lurus garis
jurus disebut sebagai kemiringan semu (apparent dip) (Gambar 1.3b). Besar
kemiringan semu harus selalu lebih kecil dari pada besar kemiringan sebenarnya.
Besar kemiringan semu yang diukur pada bidang vertikal yang mengandung garis
jurus adalah nol derajat (00).

Kemiringan* dideskripsikan sebagai sudut yang memiliki besar antara 00 dan


900.Bidang dengan kemiringan 00 adalah bidang horizontal, sedangkan bidang
dengan kemiringan 900 adalah bidang vertikal. Pada umumnya, kemiringan antara
00 dan 200 dianggap sebagai kemiringan landai (shallow), kemiringan antara 200
dan 500 dianggap sebagai kemiringan sedang (moderate), dan kemiringan antara
500 dan 900 dianggap sebagai kemiringan terjal (steep) (Gambar 1.4). Untuk
lapisan terbalik (overturned), kemiringan tetap dideskripsikan sebagai sebuah
sudut yang lebih kecil daripada 900, tetapi pada peta digunakan simbol yang
berbeda.

Gambar 1.5. Klasifikasi untuk kemiringan sebuah lapisan. Gambar ini


menunjukkan adanyalipatan terbalik (overturned). Panah-panah di dalam lapisan
menunjukkan stratigrafi ke arah muda.

Cara Penulisan Jurus Dan Kemiringan Untuk Struktur Bidang

Dengan menggunakan cara penulisan jurus dan kemiringan, pendeskripsian


kedudukan struktur bidang dengan angka jurus dan angka kemiringan saja tidak
dapat secara unik mendefinisikan kedudukan suatu struktur bidang. Sebagai
contoh, sebuah struktur bidang dengan jurus E-W dapat miring ke arah N atau S,
dan sebuah struktur bidang dengan jurus N400E dapat miring ke arah SE atau

8
NW. Karena itu, untuk cara penulisan jurus dan kemiringan, arah umum
darikemiringan harus disertakan dalam pendeskripsian suatu struktur bidang.

Dalam pendeskripsian kedudukan struktur bidang, arah pasti dari kemiringan


tidak diperlukan karena arah kemiringan selalu tepat 900 dari jurus. Sebagai
contoh, adalah cukup untuk menuliskan dan menyebutkan bahwa struktur bidang
dengan jurus N300E memiliki kemiringan, misalnya, 240NW. Arah kemiringan
dari struktur bidang ini secara otomatis dapat diketahui, yaitu N600W.

Kedudukan suatu struktur bidang secara lengkap terdeskripsikan jika (i) jurus,
(ii) kemiringan, dan (iii) arah umum dari kemiringan, ditunjukkan. Sebagai
contoh :

1. Kedudukan struktur bidang yang tepat berarah N-S dengan kemiringan


800E ditulis sebagai : N00E/800E, N00W/800E, atau N1800E/800E.

2. Kedudukan struktur bidang yang tepat berarah E-W dengan kemiringan


300N ditulis sebagai : N900E/300N, N900W/300N, atau N2700E/300N.

3. Kedudukan struktur bidang yang tepat berarah NW-SE dengan


kemiringan 600SW ditulis sebagai : N450W/600SW, N1350E/600SW,
atau N3150E/600SW.

4. Kedudukan struktur bidang yang tepat berarah NE-SW dengan


kemiringan 150NW ditulis sebagai : N450E/150NW atau N2250E/150NW

Pada kebanyakan pengukuran, kita harus menuliskan arah umum


kemiringan dalam bentuk kuadran (NE, SE, SW, dan NW), namun jika jurus
struktur bidang berada pada cakupan 100 dari arah N-S dan arah E-W, arah
umum kemiringan cukup ditulis dalam bentuk mata angin (N, E, S, dan W).
Sebagai contoh :

1. N30E/200W atau N1830E/200W.


2. N820W/850N, N980E/850N, atau N2780E/850N.
Cara Penulisan Kemiringan dan Arah Kemiringan Untuk Struktur Bidang
9
Kedudukan struktur bidang juga dapat dideskripsikan dengan cara penulisan
kemiringan dan arah kemiringan. Cara penulisan ini, untuk contoh-contoh
kedudukan struktur bidang di atas, diperlihatkan pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Contoh cara penulisan kemiringan dan arah kemiringan untuk


struktur bidang.

Aturan Tangan Kanan (Right-Hand Rule)

Dalam konvensi azimuth, jurus harus selalu dituliskan dengan tiga digit angka
dan kemiringan harus selalu dituliskan dengan dua digit angka ditambah dengan
arah kemiringan.Banyak ahli geologi menggunakan sistem yang lebih cepat untuk
dituliskan, dan sistem ini dikenal sebagai aturan tangan kanan (right-hand rule)*.

Jika kita mengikuti aturan tangan kanan, kita harus memilih arah jurus
sehingga, jika kita menghadap pada arah jurus tersebut, struktur bidang miring ke
arah kanan (Gambar 1.5a). Dengan demikian, dari setiap pengukuran struktur
bidang dengan menggunakan kompas, arah kemiringan akan selalu dapat
ditentukan dengan menambahkan 900 searah perputaran jarum jam (clockwise)
terhadap besar jurus (Gambar 1.5b). Salah satu keuntungan dari penerapan aturan
ini adalah kedudukan strutur bidang dapat dideskripsikan secara keseluruhan
dalam angka.

10
Gambar 1.6.Ilustrasi aturan tangan kanan (right-hand rule) untuk
mendeskripsikan jurus dankemiringan. (a) Struktur bidang miring ke arah kanan
terhadap garis pandang. (b) Angka dip ditentukan dengan menambahkan 900
searah perputaran jarum jam (clockwise) terhadap besar jurus.

Penggambaran Struktur Bidang

Selain dengan angka, kedudukan struktur bidang dapat pula dideskripsikan


dengan menggunakan simbol pada peta.Penggunaan simbol ini menjadikan
geometri dari sebuah struktur pada peta lebih mudah dibayangkan.Simbol-simbol
untuk berbagai jenis struktur bidang diperlihatkan pada Gambar 1.6.

Pada peta, jurus ditandai dengan garis yang digambarkan sejajar dengan garis
jurus.Garis jurus sebaiknya digambarkan dengan panjang yang cukup (± 10 mm)
sehingga arahnya dapat ditentukan secara akurat di peta.Tanda kemiringan
diterakan pada titik tengah garis jurus, digambar menunjukkan arah kemiringan
dengan panjang 1/3 panjang garis jurus.Besar kemiringan dicantumkan di ujung
tanda kemiringan, ditulis dengan orientasi sejajar garis batas bawah/atas peta.

Kemiringan Sebenarnya dan Kemiringan Semu

Pada beberapa kasus di lapangan, kemiringan sebenarnya dari sebuah struktur


bidang tidak dapat diukur secara langsung, tetapi kemiringan semunya dapat
diukur.Sebagai contoh, Gambar 1.7 memperlihatkan daerah penambangan
(quarry) di mana korok (dike) yang miring tersingkap pada dinding vertikal.Sudut
yang dibentuk oleh korok dan garis horizontal pada bidang penambangan yang
tidak tegak lurus jurus merupakan kemiringan semu. Jika bidang penambangan
sejajar dengan jurus korok, maka kemiringan semu = 00.

11
Gambar 1.7.Perpotongan antar korok (garis tebal) dengan dinding
penambangan.Jurus koroktidak tegak lurus dinding penambangan, karena itu
sudut yang dibentuk oleh jejak (trace) korok pada dinding penambangan dengan
garis horizontal adalah kemiringan semu.φ adalah kemiringan sebenarnya, µ
adalah kemiringan semu pada bidang penambangan berarah E-W, dan δ adalah
kemiringan semu pada bidang penambangan berarah N-S.

Kemiringan Sebenarnya dari Jurus dan Kemiringan Semu

Sebagai perbandingan, pada Gambar 1.7, potongan bidang penambangan yang


horizontal di bagian atas memungkinkan jurus korok untuk diukur.Dengan
menggunakan data jurus dan salah satu kemiringan semu, maka kemiringan
sebenarnya dari korok tersebut dapat diukur.

Masalah 2-1

Dengan menggunakan geometri deskriptif, tentukan kemiringan sebenarnya


dari sebuah bidang perlapisan jika diketahui jurus bidang perlapisan = 3300 dan
kemiringan semu pada arah 2600 = 250.

Pemecahan 2-1 (Gambar 1.8)

1. Bayangkan (tidak perlu digambar!) permasalahan dalam tiga dimensi


(Gambar 1.8a). d adalah beda tinggi antara jurus PA dan jurus B'C'. φ

12
adalah kemiringan sebenarnya, δ adalah kemiringan semu, β adalah sudut
horizontal antara arah kemiringan dan arah kemiringan semu.
2. Buat konstruksi grafis. Mulai dengan menggambar sumbur koordinat N-S
dan E-W (Gambar 1.8b). Letakkan titik A pada perpotongan sumbu-sumbu
koordinat. Gambar garis PQ yang mewakili garis jurus, yang dibayangkan
memiliki ketinggian yang sama dengan titik A. Gambar garis AB yang
sejajar dengan arah kemiringan semu.
Gambar 1.8.

1. Jadikan AB sebagai garis lipat F1, dan putar proyeksi penampang (bidang
penambangan) ke bidang proyeksi peta. Gambar garis AN yang memiliki
sudut δ terhadap AB, dan gambar garis yang tegak lurus AB dan
memotong AN (garis BB'). Sedapat mungkin, jadikan panjang BB'
memiliki angka yang bulat dalam satuan milimeter. Beda tinggi (jarak)
antara B dan B' adalah sebesar d.
2. Gambar garis XY yang sejajar garis jurus dan melalui titik B. Gambar
garis dari A yang tegak lurus garis jurus dan memotong XY. Namakan
perpotongan ini sebagai titik C. Dapat dilihat bahwa garis AC sejajar
dengan arah kemiringan sebenarnya.
1. Tentukan titik C' yang terletak di bawah titik C sejauh d. Penentuan ini
dilakukan dengan cara memplot titik C' di sepanjang garis XY dan
memiliki jarak sejauh d dari titik C. Gambar garis AC'. Sudut CAC' adalah
kemiringan sebenarnya (φ) dari bidang perlapisan. Pengukuran dengan
busur derajat menghasilkan φ = 260.
Kemiringan Sebenarnya dari Dua Buah Kemiringan Semu

13
Sebagai perbandingan, pada Gambar 3.7, jika potongan bidang penambangan
yang horizontal di bagian atas tidak dibuat, maka jurus korok tidak dapat
ditentukan.Namun demikian, jika kemiringan semu pada bidang-bidang
penambangan yang tidak sejajar (dalam hal ini bidang penambangan berarah N-S
dan E-W) dapat diukur, maka jurus dan kemiringan korok dapat ditentukan.

Masalah 2-2

Dua buah kemiringan semu terletak pada sebuah struktur bidang.Kemiringan


semu pertama berarah 2400 dengan besar 250, kemiringan semu kedua berarah
1700 dengan besar 200.Tentukan jurus dan kemiringan struktur bidang tersebut.

Pemecahan 2-2 (Gambar 1.9)

1. Bayangkan (tidak perlu digambar!) permasalahan dalam tiga dimensi


(Gambar 3.9a). Garis AC tegak lurus jurus (arah garis ini merupakan arah
kemiringan sebenarnya). Garis AB dan AD adalah arah kemiringan semu.
λ adalah sudut horizontal antara AB dan jurus, dan ∆ adalah sudut
horizontal antara AB dan AD. δ adalah kemiringan semu pada arah AB, µ
adalah kemiringan semu pada arah AD, dan φ adalah kemiringan
sebenarnya.
2. Gambar sumbu kooordinat N-S dan E-W berpotongan di titik A (Gambar
3.9b). Gambar garis AB sejajar arah kemiringan semu pertama dan garis
AL sejajar arah kemiringan semu kedua. Panjang kedua garis ini pada
dasarnya dapat ditentukan secara bebas.
3. Jadikan AB sebagai garis lipat F1, dan putar bidang penampang yang
mengandung kemiringan semu pertama ke bidang proyeksi peta. Gambar
garis AN yang memiliki sudut δ (=250) terhadap AB, dan gambar garis
yang tegak lurus AB dan memotong AN (garis BB'). Sedapat mungkin,
jadikan panjang BB' memiliki angka yang bulat dalam satuan milimeter.
4. Dengan menggunakan AL sebagai garis lipat F2, putar bidang penampang
yang mengandung kemiringan semu kedua ke bidang proyeksi peta.
Gambar garis AM yang memiliki sudut µ (=200).
14
5. Tentukan posisi titik D. Untuk menentukan titik D, gambar garis antara AL
dan AM yang tegak lurus AL dan memiliki panjang yang sama dengan
BB'. Perpotongan garis ini dengan garis AL adalah titik D.
6. Gambar garis jurus BD. Orientasi BD terhadap sumbu koordinat utara
adalah jurus. Pengukuran dengan busur derajat menghasilkan jurus = 3050.
7. Gambar garis AC (yang merupakan arah kemiringan sebenarnya) tegak
lurus dengan garis jurus. Jadikan AC sebagai garis lipat, dan putar bidang
penampang yang mengandung kemiringan sebenarnya ke bidang proyeksi
peta. Gambar garis CC' di sepanjang garis jurus BD dengan panjang yang
sama dengan BB' dan DD'. Sudut CAC' adalah kemiringan sebenarnya.
Pengukuran dengan busur derajat menghasilkan kemiringan = 270.

Kemiringan Semu Ditentukan Dari Kemiringan Sebenarnya

Pada peta geologi, jurus dan kemiringan sebenarnya dari struktur-struktur


bidang diplot.Penampang geologi pada peta seringkali tidak tegak lurus jurus,
sehingga kemiringan yang harus diplot pada penampang geologi adalah
kemiringan semu.Karena itu, dalam banyak kasus, kita perlu untuk menentukan
kemiringan semu pada arah tertentu berdasarkan jurus dan kemiringan
sebenarnya.

Gambar 1.9.

Masalah 2-3

Pada bidang perlapisan dengan kedudukan N450W/300SW, tentukan kemiringan


semu pada arah N800W.
15
Pemecahan 2-3 (Gambar 1.10)

1. Bayangkan (tidak perlu digambar!) permasalahan dalam tiga dimensi


(Gambar 1.10a). Kita diminta untuk menentukan δ berdasarkan φ
(kemiringan sebenarnya) = 300 dan β (sudut antara arah kemiringan
sebenarnya dan arah kemiringan semu) = 550.
2. Gambar sumbu kooordinat N-S dan E-W berpotongan di titik A (Gambar
1.10b). Gambar garis AC dengan panjang bebas sejajar arah kemiringan
sebenarnya (tegak lurus jurus). Gambar garis SR melalui titik C dan sejajar
garis jurus.
3. Jadikan AC sebagai garis lipat F1, dan putar bidang penampang ke bidang
proyeksi peta. Gambar garis AC' yang membentuk sudut φ (=300) dengan
AC. Titik C' pada proyeksi terputar harus terletak pada garis SR. Jarak CC'
pada bidang proyeksi peta adalah d pada Gambar 3.10a.
4. Gambar garis AQ sejajar dengan arah kemiringan semu yang diminta
(N800W) sampai memotong SR di titik B. Jadikan AB sebagai garis lipat
F2 untuk memutar penampang ke bidang proyeksi peta. Pada proyeksi
terputar, gambar garis BB' yang tegak lurus AB dan memiliki panjang d.
Gambar garis AB'. Sudut antara AB dan AB' adalah kemiringan semu (δ)
pada arah AB. Pengukuran dengan busur derajat menghasilkan δ = 180.

Gambar 1.10.

Diagram Garis (Alignment Diagram) dan Tabel Koreksi Kemiringan

16
Selain dengan cara geometri deskriptif, besar kemiringan semu atau
kemiringan sebenarnya dapat juga ditentukan dengan menggunakan "diagram
garis (alignment diagram)" dan “tabel koreksi kemiringan” apabila diketahui
sudut antara kemiringan semu dan arah kemiringan sebenarnya. (Gambar 1.11 dan
Tabel 2).

Gambar 1.11.Diagram garis (alignment diagram) untuk menentukan besar


kemiringansemu.

Tabel 2.Tabel koreksi kemiringan pada penampang.

17
Problem Tiga Titik (Three-Point Problem)
Pada prinsipnya sebuah bidang dapat digambarkan dari sebuah titik dan
sebuah garis, atau tiga buah titik.Dalam pengertian geologi titik ini dapat berupa
singkapan, sehingga kedudukan batuan dan penyebarannya pada peta dapat
diketahui.

Masalah 2-4

Titik A, B, dan C merupakan batas suatu lapisan batuan dengan ketinggian


masing-masing titik 100, 50 dan 25 meter. Koordinat geografis ketiga titik ini
sudah diukur dan yang diketahui.Tentukan kedudukan bidang lapisan batuan
tersebut.

Pemecahan 2-4 (Gambar 1.12) Dengan melihat bagan Gambar 1.12a, dapat
disusun tahapan pengerjaan sebagai berikut (Gambar 1.12b) :

1. (b)

Gambar 1.12.

1. Gambarkan posisi titik A, B, dan C berdasarkan koordinatnya.


2. Tentukan titik B’ pada garis AC dengan titik sama dengan titik B (50 m).
Posisi B’ didapatkan dari perbandingan AC : AB’ = 75 : 50. B'' dan B'''
berturut-turut merupakan proyeksi titik B dan B' pada bidang peta.
3. Gambar garis BB’. Garis ini mengandung dua titik yang sama tinggi (B
dan B') , karena itu merupakan garis horizontal. Garis BB' terletak pada
bidang lapisan batuan yang dimaksud, karena itu garis ini merupakan garis
18
jurus dari bidang lapisan batuan. Orientasi BB' terhadap sumbu koordinat
utara adalah jurus bidang lapisan batuan.
4. Gambarkan garis-garis jurus melalui A dan C sejajar BB'.
5. Buat garis OD tegak lurus jurus. Buat garis DE sejajar jurus dan dengan
jarak yang sama dengan beda tinggi antara titik A dan titik B (50 meter).
Pada bidang gambar, jarak DE ini tergantung dari skala peta yang
digunakan.
6. Buat garis OE. Kemiringan dari bidang lapisan batuan adalah sudut DOE
(α).
7. Kedudukan bidang lapisan batuan adalah N450E/150SE.

2.2. Struktur Garis


Struktur garis adalah struktur batuan yang membentuk geometri garis, antara
lain gores garis, sumbu lipatan, dan perpotongan dua bidang. Struktur garis dapat
dibedakan menjadi struktur garis riil, dan struktur garis semu.
Struktur garis dapat digunakan untuk :
1. Penggambaran geometri struktur garis ke dalam proyeksi dua dimensi (
secara grafis )
2. Untuk menentukan plunge dan rake/pitch suatu garis pada suatu bidang
3. Untuk menentukan kedudukan struktur garis yang merupakan perpotongan
dua bidang
Struktur garis merpakan struktur batuan berbentuk garis yang mempunyai arah
dan kedudukan.Struktur garis dijumpai sebagai sumbu lipatan, garis sesar dan lain
sebagainya.Garis merupakan unsur dari bidang sehingga kedudukannya dapat
mengikuti suatu bidang dan dapat juga berdiri sendiri sebagai struktur garis.
Struktur garis dalam geologi struktur dapat kita bedakan menjadi dua, yaitu
struktur garis riil dan struktur garis semu

Struktur garis riil adalah struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat
diamati secara langsung di lapangan, misalnya gores yang terdapat pada bidang
sesar.

19
Gambar 1.13. Struktur Patahan atau Sesar

Struktur garis semu adalah struktur garis yang arah serta kedudukannya
ditafsirkan dari orientasi suatu unsur struktur yang membentuk pada satu
kelurusan atau liniasi.Liniasi adalah keadaan dimana mineral-mineral prismatik
membentuk kenampakan penjajaran pada batuan seperti genggaman
pensil.Contohnya pada suatu fragmen breksi besar, mineral-mineral pada batuan
beku, arah liniasi pada struktur batuan, kelurusan sungai, topografi dan
sebagainya.

Gambar 1.14 Fragmen Breksi Besar


20
Berdasarkan pembentukannya, struktur garis dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu :

1. Struktur Garis Primer


Struktur garis primer meliputi liniasi atau penjajaran dari mineral yang
terdapat pada batuan beku tertentu dan arah liniasi dari struktur sedimen.

Gambar 1.15

2. Struktur Garis Sekunder


Struktur garis sekunder meliputi gores garis liniasi memanjang fragmen
breksi sesar, kelurusan dari sungai, garis poros lipatan, topografi dan lain-lain.
Dalam mempelajari struktur garis, ada beberapa istilah-istilah yang
digunakan dan harus dipahami, agar mempermudah dalam menggambarkannya.
Istilah-istilah yang digunakan tersebut, yaitu :

1. Arah Penunjaman (Trend)


Arah penunjaman atau trend adalah jurus dari bidang vertikal yang melalui
garis dan menunjukkan arah penunjaman garis tersebut.Trend hanya menunjukkan
suatu arah tertentu.
2. Penunjaman (Plunge)
Plunge adalah suatu sudut vertikal yang diukur dari arah bawah pada suatu
bidang vertikal di antara garis horizontal.

3. Arah Kelurusan (Bearing)

21
Bearing adalah suatu jurus bidang vertikal yang melalui suatu garis tetapi
tidak menunjukkan suatu arah daripada penunjaman garis itu atau menunjukkan
arah dimana salah satu arahnya merupakan suatu sudut pelurus.

4. Rake (Pitch)
Rake adalah suatu besar sudut yang terletak di antara dua garis horizontal yang
diukur pada bidang dimana garis tersebut berada, besarnya sama dengan atau lebih
kecil.

Gambar 1.16. Contoh Rake (Pitch)

Gambar 1.17. Struktur Garis


Keterangan :

AE = Struktur garis pada bidang ABCD

22
AL = Arah Penunjaman (trend)

α = Rake (pitch)

θ = Penunjaman (plunge)

Penulisan (notasi) struktur garis dapat dinyatakan dengan plunge dan trend.
Sedangkan pada sistem azimuth hanya mengenal satu cara penulisan, yaitu : N
XoE, Yo dimana :

Yo = plunge yang besarnya 0o – 90o

Xo = trend yang besarnya 0o – 360o

Untuk sistem kwadran penulisannya tergantung posisi kwadran yang


diinginkan, seperti halnya pada struktur bidang, dimana :

Sistem Kwadran = S 45o E, 20omaka Sistem Azimuth = N 135o E, 20o

Sistem Kwadran = N 45o W, 25o maka Sistem Azimuth = N 315o E, 25o

Dalam garis trend hasil dari pengukuran yang dituliskan dengan tepat sesuai
dengan arah pembacaan kompas, dan pada satu titik dimana ada struktur garis yang
akan diukur diberikan tanda panah pada ujung-ujung garis tersebut sesuai dengan arah
yang ditunjukkannya. Untuk itu perlu dituliskan besar penunjaman pada ujung tanda
anak panah tersebut. Gambar 1.18 Simbol Struktur Garis

Trend and plunge of line

Horizontal line

Double line

Attitude of elongated pebble

Attitude of mineral grains


30

23
Adapun cara pengukuran struktur garis dengan kompas geologi antara lain
sebagai berikut :

1. Pengukuran struktur garis yang mempunyai Trend


Adapun yang termasuk struktur garis ini adalah gores garis pada bidang sesar,
arah arus pembentukan struktur sedimen dan garis sumbu lipatan.

1. Pengukuran Arah Trend


2. Tempelkan alat bantu (dapat berupa buku lapangan atau (clipboard) pada
posisi tegak dan sejajar dengan struktur garis yang akan diukur.
3. Tempelkan sisi W atau E kompas pada posisi kanan atau kiri alat bantu
dengan visir kompas (sighting arm)mengarah ke penunjaman struktur garis
tersebut.
4. Levelkan atau horizontalkan kompas (bull’s eye level dalam keadaan
horizontal), maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga arah
penunjamannya (trend).
1. Pengukuran Plunge (Sudut Penunjaman)
1. Tempelkan sisi W kompas pada sisi atas alat bantu yang masih dalam
keadaan vertikal.
2. Levelkan dinometer dan baca besaran sudut vertikal yang ditunjukkan oleh
penunjuk pada skala dinometer.

Gambar 1.19 Mengukur Plunge Menggunakan Kompas


24
1. Pengukuran struktur garis yang tidak mempunyai trend (horisontal)
Adapun yang termasuk dalam struktur garis ini pada umumnya berupa arah-
arah kelurusan (arah liniasi fragmen breksi sesar, arah kelurusan sungai, arah
kelurusan garis sesar).Jadi yang perlu diukur hanya arah kelurusan (bearing) saja.

a. Pengukuran Rake (Pitch)

1. Buat garis horizontal pada bidang dimana struktur garis tersebut berada
(sama dengan jurus bidang tersebut) yang memotong struktur garis yang akan
diukur rake-nya.

2. Ukur besar sudut lancip yang dibentuk oleh garis horizontal, dengan
struktur garis tersebut menggunakan busur derajat. Pengukuran struktur garis yang
tidak mempunyai trend (horizontal).

1. Pengukuran Bearing

1. Arah visir kompas sejajar dengan unsur-unsur kelurusan struktur garis


yang akan diukur, misalnya sumbu memanjang fragmen breksi besar.

2. Pada posisi dalam langkah pertama, levelkan kompas (bull’s eye level
dalam keadaan horizontal), maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas
adalah harga arah bearing-nya.

25
Gambar 1.20. Mengukur Bearing Menggunakan Kompas

Penentuan tebaldan kedalaman dalam geologi struktur pada dasarnya


merupakan aplikasi dari metode grafis dan geometris.Tebal merupakan jarak
tegak lurus antara dua bidang yang sejajar, yang merupakan batas lapisan batuan.

Secara garis besar, masalah–masalah penentuan ketebalan dapat dibedakan


berdasarkan cara perhitungannya, yaitu :

1. Perhitungan Berdasarkan Pengukuran Langsung


Perhitungan secara langsung dapat dilakukan di lapangan dengan syarat
kemiringan lereng tegak lurus dengan kemiringan lapisan, seperti :

1. Medan datar atau tidak berelief dengan lapisan relatif tegak.


2. Medan vertikal dengan lapisan relatif horizontal.
3. Perhitungan Berdasarkan Pengukuran Tidak Langsung
Perhitungan secara tidak langsung ini dapat dilakukan dengan berbagai cara
tergantung pada beberapa faktor, yaitu :

1. Keadaan Topografi adalah keadaan bentuk muka bumi pada daerah


tertentu.

26
Gambar 1.21. Peta Topografi

2. Kedudukan Lapisan Batuan adalah perbedaan disetiap lapisan batuan yang


d bedakan menurut umurnya.

Gambar 1.22. Kedudukan Lapisan batuan

Pada gambar (a) aliran lava membakar lapisan dibawahnya, dan lapisan 5
mengandung inklusi dari aliran lava, sehingga lapisan 4 lebih muda dari lapisan 3,
namun lebih tua dari lapisan 5 dan 6. Pada gambar (b) lapisan batuan dibawah dan
diatas sill (lapisan 3) terbakar, menunjukkan bahwa sill tersebut lebih muda
daripada lapisan 2 dan 4, namun umur lapisan 5 terhadap sill tidak dapat
ditentukan.
27
Gambar 1.23. Kedudukan Lapisan Batuan

Dari gambar di atas, dapat diamati pada gambar (a) granit lebih muda daripada
batupasir karena batupasir terpanggang pada bidang kontaknya dengan granit dan
granit mengandung inklusi batupasir. Pada gambar (b) Inklusi granit di dalam batupasir
menunjukkan granit lebih tua daripada batupasir.

Unsur-unsur yang dijumpai di lapangan yang dipakai sebagai data perhitungan


geometri adalah:

1. Lebar singkapan

2. Kedudukan ataupun kemiringan lapisan batuan

3. Besar sudut lintasan arah jurus lapisan

4. Besar sudut kemiringan lereng (slope)

Kedalaman merupakan jarak vertikal dari ketinggian tertentu (permukaan air laut)
ke arah bawah terhadap suatu titik, garis atau bidang.

Secara garis besar, masalah–masalah penentuan kedalaman dapat

dibedakan atau dibagi berdasarkan cara perhitungannya menjadi dua, yaitu :

28
1. Perhitungan berdasarkan pengukuran tegak lurus jurus lapisan.

2. Perhitungan berdasarkan pengukuran tidak tegak lurus jurus lapisan.

Pola singkapan adalah suatu bentuk penyebaran batuan dan struktur yang
tergambarkan dalam peta geologi . Dalam pembuatan peta geologi, dilakukan dengan
cara mengamati singkapan-singkapan batuan yang dijumpai. Pengamatan singkapan
batuan biasanya dilakukan dengan mengambil jalur di sekitar aliran sungai di sepanjang
aliran sungai inilah dapat dijumpai singkapan batuan dengan baik.

Pengamatan yang dilakukan, yaitu :

1. Data singkapan dari flap lokasi pengamatan diplotkan pada peta dasar (peta
topografi) berupa simbol, tanda, warna.

2. Batas litologi, garis sesar, sumbu lipatan dapat berupa garis penuh (tegas) bila
diketahui dengan pasti atau berupa garis putus-putus jika diperkirakan.

3. Legenda peta diurutkan sesuai dengan urutan stratigrafi (hukum superposisi).

4. Penyebaran satuan batuan (pola singakapannya dapat ditarik batasnya diantara


satuan batuan yang bersama dengan memperhatikan hukum V). Aturan-aturan hukum V
adalah sebagai berikut :

1. Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola garis
kontur.

2. Lapisan dengan kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng


maka kenampakan lapisan akan memotong lembah dengan pola singkapan
membentuk huruf V yang berlawanan dengan arah kemiringan lembah.

3. Pada lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus dimana
pola singkapan ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi.

4. Lapisan yang miring searah dengan arah kemiringan lereng dimana


kemungkinan lapisan lebih besar daripada kemiringan lereng akan membentuk pola
singkapan dengan huruf V searah dengan arah kemiringan lereng.

29
5. Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiringan lereng dimana besar
kemiringan lapisan lebih kecil dari kemiringan lereng, maka pola singkapannya akan
membentuk huruf V yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng atau lembah.

6. Lapisan yang kemiringannya searah dengan kemiringan lembah dan besarnya


kemiringan lapisan sama dengan kemiringan lereng atau lembah, maka pola singkapan
tampak.

Besar dan bentuk dari pola singkapan tergantung dari beberapa hal, yakni:

1. Tebal Lapisan

Ketebalan lapisan batuan bervariasi, mulai dari yang tipis sampai yang tebal.
Kemampuan menghitung ketebalan lapisan batuan sangat diperlukan dalam dunia
pertambangan.

Gambar 1.24. Peta Geologi yang Menampakkan Tebal Lapisan

2. Topografi atau Morfologi

Topografi merupakan peta dasar yang sering dipakai untuk memetakan peta lainnya.
Dalam peta ini ada satu komponen utama yaitu ketinggian atau topografi yang
memperlihatkan morfologi luar.

30
Gambar 1.25. Contoh Peta Topografi atau Morfologi

3. Besar Kemiringan (Dip) Lapisan


Kemiringan (dip) lapisan batuan adalah kecondongan suatu garis pada sudut
lereng terbesar dari suatu bidang miring, diukur tegak lurus jurus (strike).

Gambar 1.26. Besar Kemiringan Lapisan

31
4. Bentuk Struktur Lipatan
Struktur lipatan merupakan salah satu struktur geologi yang paling umum
dijumpai pada batuan sedimen klastik dan sering pula ditemukan pada batuan
vulkanik dan metamorf.

Gambar 1.27. Struktur Lipatan


Suatu gambaran yang memperlihatkan keadaan geologi secara vertikal, sehingga
diketahui hubungan satu dengan lainnya. Dalam pembuatan penampang geologi
dipilih suatu jalur tertentu sedemikian rupa, sehingga dapat memperlihatkan dengan
jelas semua keadaan geologinya secara vertikal. Dalam hal ini dipilih atau dibuat suatu
jalur yang arahnya tegak lurus terhadap jurus umum lapisan batuan, sehingga dalam
penampang

akan tergambarkan keadaan kemiringan lapisan yang asli (true dip). Namun
pembuatan penampang terkadang juga melalui jalur yang tidak tegak lurus terhadap
jurus lapisan batuan maka disini penggambaran besar kemiringan lapisannya adalah
merupakan kemiringan lapisan semu (apparent dip) yang besarnya sesuai dengan arah
sayatan terhadap jurus lapisan batuan.

Adapun Rekonstruksinya pembuatan penampang geologi, yaitu :

32
1. Perhatikan arah sayatan penampang terhadap jurus umum lapisan (tegak lurus
atau tidak).

2. Buat base line yang panjangnya sama dengan panjang garis penampang peta
geologi.

3. Buat end line dan berikan angka–angka yang menunjukkan ketinggian sesuai
dengan skalanya.

4. Buat profile line dengan cara mengeplot ketinggian garis kontur yang terpotong
garis penampang dan kemudian hubungkan.

5. Gambarkan keadaan geologinya, meliputi batas lapisan, batas struktur dan


lainnya yang terpotong oleh garis penampang.

Penamaan dari suatu sesar adalah tergantung dari dasar klasifikasi yang digunakan,
berdasarkan orientasi pola tegasan utama yang menyebabkannya antara lain :

1. Thrust fault, jika tegasan utama maksimum dan intermediet adalah horizontal.

Gambar 1.28

33
2. Normal fault, jika pola tegasan utama maksimum adalah vertikal.

Gambar 1.29. Normal Fault

3. Wrench fault (strike slip fault), jika pola tegasan utama maksimum dan minimum
adalah horizontal.

34
Gambar 1.30. Wrench Fault

Lipatan merupakan basil perubahan bentuk dan suatu bahan yang ditunjukkan
sebagai lengkungan atau kumpulan dan lengkungan pada unsur garis atau bidang di
dalam bahan tersebut.

Mekanisme gaya yang menyebabkan ada dua macam :

1. Buckling (melipat) disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar dengan
permukaan lempeng.

35
Gambar 1.31

2. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak lurus
permukaan lempeng.

Gambar 3.20

Berdasarkan proses lipatan dan jenis batuan yang terlipat dapat di bedakan menjadi
4 macam lipatan, yaitu :

1. Flexure atau competent folding termasuk di dalamnya parallel fold adalah


Daerah yang berstruktur lipatan, kubah dan struktur patahan, pada dasarnya disebabkan
oleh tenaga endogen. Hanya saja tenaga endogen pembentuk ketiga daerah struktur
lipatan, kubah, dan patahan tidak sama. Pada daerah berstruktur lipatan, disebabkan
oleh tenaga endogen yang arahnya mendatar berupa tekanan, sehingga batuan
sedimen yang letak lapisan-lapisannya mendatar berubah menjadi terlipat atau
bergelombang.

36
Gambar 1.33. Similar fold

2. Flow atau incompetent folding termasuk di dalamnya similar fold adalah sebutan
untuk perlipatan dimana lapisan-lapisan yang terlipat atau dilipat dengan bentuk-bentuk
yang sama sampai kedalam. Antiklin maupun sinklin ukurannya tidak banyak berubah
kedalam maupun keatas.

Gambar 1.34

3. Shear folding adalahpada proses buckling terjadi perubahan pola keterikan


batuan, dimana pada bagian puncak lipatan antiklin, berkembang suatu rekahan yang
37
disebabkan akibat adanya tegasan tensional (tarikan) sedangkan pada bagian bawah
bidang lapisan terja ditegasan kompresi.

Gambar 1.35Shear folding

4. Aexure and flow folding adalah lipatan yang terbentuk akibat bekas aliran,
biasanya menunjukan aliran lipat, lipatan tersebut juga merupakan fitur dari banyak
instrusi batuan beku dan glasier. (Anonim, 2013)

Gambar 1.36. Flow Folding

38
1.3 Hasil dan Pembahasan
1. Struktur bidang
Permasalahan 1 :

Dalam praktikum yang telah dilakukan, didapat persoalan pada masalah 1


yaitu dengan kemiringan bidang perlapisannya 170o = 20o SE, dan jurus
perlapisannya = 260o, lalu di dapatlah hasil ploting dengan mengggambarkan
koordinatnya sebagai berkut

Permasalahan 2 :

Lalu dalam masalah 2, didapat soal kemiringan semu 1 yaitu 1:300 =


20170 = 20 dan dan kemiringan semu 2 yaitu 2:220 = 20 SW, maka didapat
hasil sebagai berikut :

39
2. Struktur garis

Permasalahan 1 :

Pada maslah 1 didapat soal : pada soal memiliki kedudukan struktur


bidang N 45o/ 30o SE, 20oSW, N 180oE. tentukan kedudukan pitch struktur garis
tersebut. dan didapatlah hasil sebagai berikut

Permasalahan 2 :

Pada praktikum yang dilakukan pada masalah 1 dengan soal : suatu zona
mineralisasi dianggap sebagai satu zona atau garis lurus, yang merupakan
perpotongan antara lapisan batu gamping dengan kedudukan N 70o/ 40o SE,
dengan suatu korok andesit dengan kedudukan N 140oE/25o SW. tentukan
kedudukan struktur garis yang merupakan zona mineralisasi tersebut. Dan
didapatlah hasil sebagai berikut

40
2.3. Proyeksi

Proyeksi stereografis merupakan salah satu metode yang dapat digunakan


dalam menganalisis struktur geologi. Proyeksi stereografis adalah gambaran dua
dimensi atau proyeksi dari permukaan sebuah bola sebagai tempat orientasi
geometri bidang dan garis (Ragan, 1985). Proyeksi stereografis memproyeksikan
garis dan bidang kedalam bidang proyeksi biasanya berupa permukaan setengah
bola bagian bawah (lower hemisphere). Proyeksi stereografis dapat memecahkan
masalah yang berkaitan dengan geometri berupa besaran arah dan sudut dalam
analisa geomoetri struktur geologi karena proyeksi ini dapat menggambarkan
geometri kedudukan atau orientasi bidang dan garis dalam bidang proyeksi yang
digunakan.
Proyeksi steriografi merupakan cara pendekatan deskripsi geometri yang
efisien untuk menggambarkan hubungan sudut antara garis dan bidang secara
langsung.Pada proyeksi sterio grafi , unsur struktur geologi digambarkan dan
dibatasi didalam suatu permukaan bola (sphere).
Proyeksi dapat digunakan untuk memecahkan masalah geometri bidang dan
geometri garis secara stereografis dan dapat digunakan sebagai alat bantu dalam
tahap awal analisis data yang diperoleh di lapangan untuk berbagai macam data
struktur.

Pengenalan stereonet
Prinsip dalam stereonet yaitu menggambarkan hubungan sudut antara garis
dan bidang secara langsung, unsur struktur geologi digambarkan dan dibatasi
didalam suatu permukaan bola (sphere).

41
Suatu bidang miring ditempatkan pada suatu permukaan bola melalui pusat
bola, maka bidang tersebut akan memotong permukaan bola sebagai lingkaran
besar (great circle) atau disebut sebagai proyeksi permukaan bola (spherical
projection). Pada umumnya dasar proyeksi yang akan dipakai adalah proyeksi
sferis pada belahan bola bagian bawah (lower hemisphere), akan tetapi ada pula
yang memakai bagian atas (upper hemisphere). Proyeksi permukaan bola
digambarkan pada setiap titik pada lingkaran besar melalui titik puncak zenith,
hasil proyeksi pada bidang equator dinamakan stereogram atau proyeksi
stereografi.
Stereonet merupakan suatu graf pada belahan bola bagian bawah (lower
hemisphere) dimana berbagai jenis data geologi dapat di plotkan, akan tetapi ada
pula yang memakai bagian atasnya (upper hemisphere). Selain digunakan untuk
geo struktur, stereonet juga dapat digunakan cabang ilmu geologi lain. Proyeksi
stereografik meliputi plotting data 3D (bidang atau garis) ke dalam permukaan 2D
(stereonet) diamana permukaan tersebut dapat dimanipulasi dan di interpretasi.
Proyeksi stereografis terdiri dari beberapa macam, antara lain :
1. Equal angle projection
2. Equal area projection
3. Orthogonal projection
4. Polar projection

1. Equal angle projection


Proyeksi equal angle lebih umum disebut dengan proyeksi stereografis.
Proyeksi ini dibuat berdasarkan pembagian sama sudut dari garis yang ditarik
melalui Zenith ke setiap titik pada lingkaran besar , yang proyeksinya pada bidang
equator berupa stereogram. Dengan memproyeksikan berbagai bidang dengan
jurus Utara – Selatan dengan arah kemiringan ke Barat dan ke Timur akan di
dapat berbagai jaring meridian. Hasil penggambaran pada bidang proyeksi
disebut stereogram. Pada stereogram terdapat dua pola lingkaran, yaitu yang
membujur N-S disebut lingkaran besar dan yang melintang E-W disebut lingkaran
kecil. Hasil proyeksi equal angle dikenal dengan wulf net.
42
Gambar 2.1 Proyeksi equal angle sebuah bidang

Gambar 2.2 Wulf net


2. Equal area projection

43
Proyeksi equal area merupakan proyeksi yang akan menghasilkan jarak titik
pada bidang proyeksi yang sama dan sebanding dengan sebenarnya. Hasil dari
equal area projection adalah suatu stereogram yang disebut dengan Schmidt
Net. Proyeksi ini lebih umum digunakan dalam analisis data statistik karena
kerapatan hasil ploting menunjukkan keadaan yang sebenarnya.

Gambar 2.3. Schmidt Net

Gambar 2.4. Proyeksi Equal Area

OrthogonalProjection

44
Pada proyeksi orthogonal titik-titik pada permukaan bola diproyeksikan
tegak lurus pada bidang proyeksi, sehingga hasilnya kebalikan dari equal angle
projection, yaitu lingkaran besar akan semakin renggang ke arah pusat.
Stereogram dari proyeksi ini dikenal dengan Orthographic Net.

Gambar 2.5. Proyeksi Orthogonal

4. Proyeksi Kutub
Dengan proyeksi kutub (polar), baik garis maupun bidang digambarkan
sebagai titik. Bila garis maka proyeksinya adalah proyeksi titik tembus garis
tersebut dengan permukaan bola. Polar net ini diperoleh dari equal area
projection, sehingga apabila akan mengembalikan proyeksi kutub yang berupa
titik ke dalam bidang (lingkaran besar) harus digunakan Schmidt Net. Stereogram
proyeksi kutub dinamakan Polar Net atau Billings Net.

45
Gambar 2.6. Proyeksi Kutub

Gambar 2.7. Polar Net atau Billings Net.

Proyeksi stereografi dapat membantu kita didalam menganalisis struktur-


struktur geologi dan permasalahan- permasalahan yang berhubungan dengan
geometri struktur geologi. Misalnya untuk menginterpretasikan arah tegasan yang
bekerja pada suatu area dengan menggunakan perhitungan arah kekar yang
dominan secara statistik, menginterpretasikan plunge dari sebuah lipatan,
menginterpretasikan jenis sesar dari data kekar ataupun arah garis gores (slicken
line) yang terdapat pada singkapan batuan yang ada dilapangan.

2.3.1. Ploting Struktur Garis


46
Struktur Garis Dengan Kompas Geologi
A. Pengukuran struktur garis yang mempunyai "Trend”
Adapun yang termasuk struktur garis ini adalah gores garis pada bidang
sesar, arah arus pembentukan struktur sedimen dan garis sumbu lipatan.
Pengukuran Arah "Trend".
3. Tempelkan alat bantu (buku lapangan “Dipboard”) pada posisi tegak dan
sejajar dengan struktur garis yang akan diukur.
4. Tempelkan sisi "W' atau "E" kompas pada posisi kanan atau kiri alat bantu
dengan visir kompas ("Sighting Arm") mengarah kepenujaman struktur garis
tersebut.
5. Levelkan/horizontalkan kompas (Nivo Mata Sapi, dalam keadaan horizontal),
pakai harga yang ditunjuk oleh jarum utara, kompas adalah harga arah
penunjamannya ("Trend").
6. Pengukuran "Plunge" (Sudut Penunjaman).
7. Tempelkan sisi "W" kompas pada sisi atas alat bantu yang masih dalam
keadaan vertikal.
8. Levelkan "dinometer" dan baca besaran sudut vertikal yang ditunjukkan oleh
penunjuk pada skala "dinometer".
9. Pengukuran "Pitch"(Rake).
10. Buat garis horizontal pada bidang dimana sturktur garis tersebut terdapat
(sama dengan jurus bidang tersebut) yang memotong struktur garis yang akan
diukur "rake " nya.
11. Ukur besar sudut lancip yang dibentuk oleh garis horizontal, butir (1) dengan
struktur garis tersebut menggunakan busur derajat.
B. Pengukuran struktur garis yang tidak mempunyai "Trend"(Horizontal).
Adapun yang termasuk dalam struktur garis ini pada umumnya berupa
arah-arah kelurusan (arah limasi fragmen breksi sesar, arah kelurusan sungai, arah
kelurusan gawir sesar, dan 1ain-lain). Jadi yang perlu diukur hanya arah kelurusan
(bearing) saja.
1. Pengukuran "Bearing".

47
2. Arah visir kompas sejajar dengan unsur-unsur kelurusan struktur garis
yang akan diukurmisalnya sumbu memanjang fragmen breksi sesar.
3. Pada posisi butir (1) levelkan kompas (nivo mata sapi dalam keadaan
horisontal), maka harga yang ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah
harga arah"bearing"-nya

2.3.2. Ploting Struktur Bidang


1. Pengukuran Jurus
Bagian sisi kompas (sisi "E") ditempelkan pada bidang yang diukur.
Kedudukankompas dihorisontalkan, ditunjukkan oleh
posisi level dari nivo "Mata Sapi" ( Bull's Eye Level ), maka harga yang
ditunjuk oleh jarum utara kompas adalah harga jurus bidang yang diukur.
Benlah tanda garis pada bidang tersebut sesuai dengan arah jurusnya.
2. Pengukuran Kemiringan.
Kompas pada posisi tegak tempelkan sisi 'W' kompas pada bidang yang
diukur dengan posisi yang tegak lurus jurus pada garis jurus yang telah dibuat
pada butir (1). Kemudian Dinometer sehingga gelembung udaranya tepat
berada ditengah (Posisi Level). Harga yang ditunjukkan oleh penunjuk pada
skala klinometer adalah besarnya sudut kemiringan dari bidang yang diukur.
Pengukuran Arah Kemiringan.
Tempelkan sisi "S" kompas pada bidang yang diukur. Posisikan kompas,
sehingga. horizontal (nivo "mata lembu" level), baca angka yang ditunjuk oleh
jarum utara kompas. Harga ini merupakan arah kemiringan (dipdirection) dari
bidang yang diukur.
Caradalam penulisan simbol struktur bidang dinyatakan dengan dua cara y
aitu azimuth dan kuadran. Dalam penulisanjurus(strike) / kemiringan
(dip)yaitu :
N X ° E / Y° DD
dimana :
X :jurus / strike, besarnya 0° - 360°
Y :kemiringan / dip, besarnya 0°- 90°
48
DD : dip direction (berdasarkan right hand rule)
Contoh : N 42° E / 78° SE
SistemKuadran :
( N / S) X° ( E / W) / Y°DD
dimana :
X : strike, besarnya 0° - 360°
Y : dip, besarnya 0° - 90°
DD : dip direction, menunjukkanarahkemiringan (dip)
Contoh: N 35° W / 30° SW atau S 35° E / 30° SW. (dalamsistem Azimuth:
N 145° E / 30°)

2.4. Analisis Struktur


2.4.1 Kekar

Kekar (joint) adalah struktur rekahan pada batuan dimana tidak ada atau
relatif sedikit sekali terjadi pergeseran.Kekar merupakan salah satu struktur yang
paling umum pada batuan.Joint set adalah kumpulan kekar pada satu tempat yang
memiliki ciri khas yang dapat dibeakan dengan joint set lainnya.

Kekar adalah bidang rekahan yang tidak memperlihatkan pergeseran yang


berarti (bagian masanya masih berhubungan/bergabung).

Kekar umum dijumpai namun merupakan kekar adalah unsur struktur yang
sulit dipakai di dalam interpretasi kondisi “strain” dan “stress” dari proses
deformasi yang telah lampau

Geometri dan Klasifikasi


Secara genetik, kekar terbagi atas:
1. Kekar Gerus (Shear Joint), yaitu kekar yang terjadi akibat tegasan yang cenderung
mengelincir bidang satu sama lainnya yang berdekatan (Gambar 8.6).
Ciri-ciri:
1. Biasanya bidangnya licin.
2. Memotong seluruh batuan.

49
3. Memotong komponen batuan.
4. Bidang rekahnya relatif kecil.
5. Adanya joint set berpola belah ketupat.

Gambar 2.8 Shear joint di lapangan


1. Kekar Tarikan (Tensional Joint), yaitu kekar yang terbentuk dengan arah tegak
lurus dari gaya yang cenderung untuk memindahkan batuan (gaya tension). Hal ini
terjadi akibat dari stress yang cenderung untuk membelah dengan cara
menariknya pada arah yang berlawanan, dan akhirnya kedua dindingnya akan
saling menjauhi (Gambar 8.7).
Ciri-ciri dilapangan :
1. Bidang kekar tidak rata.
2. Bidang rekahnya relatif lebih besar.
3. Polanya sering tidak teratur, kalaupun teratur biasanya akan berpola kotak-
kotak.
4. Karena terbuka, maka dapat terisi mineral yang kemudian disebut vein.

50
Gambar 2.9 Tensional joint di lapangan

1. Kekar Hibrid (Hybrid Joint), yaitu merupakan campuran dari kekar gerus dan kekar
tarikan dan pada umumnya rekahannya terisi oleh mineral sekunder.
Deskripsi
Data yang harus kita tentukan jika kita menemukan kekar adalah:

1.Lihat bagaimana geometri kekarnya.


2.Tentukan jenis kekarnya.
3.Hitung strike/dip bidang kekarnya(*).
4.Tentukan vein (mineral yang mengisi bidang kekar) jika ada.

Dari data-data tersebut maka kita dapat menentukan:

1.Bagaimana pembentukan kekar tersebut


2.Kemungkinan adanya hubungan antara kekar dengan struktur lainnya.
3.Arah dan sifat tegasan yang membentuk kekar tersebut.

2.4.2. Analisa Sesar

Sesar adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran yang
berarti.Suatu sesar jarang yang terdapat soliter (satu bidang),tetapi pada umumnya
berupa satu zona sesar yang didalamnya terdiri dari banyak sesar-sesar minor.
Klasifikasi

51
Berdasarkan arah pergeserannya sesar dapat dibagi menjadi tiga,yaitu:
1. Strike Slip Fault, sesar yang pergerakannya searah dengan strike bidang
sesar (Pitch 00 - 100). Sesar ini disebut juga sebagai sesar mendatar. Sesar
mendatar terbagi lagi atas :
1. Sesar mendatar dextral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan kanannya
lebih mendekati pengamat (Gambar 8.8).
2. Sesar mendatar sinistral, yaitu sesar mendatar yang blok batuan kirinya
lebih mendekati pengamat (Gambar 8.9).

Gambar 2.10 Diagram blok sesar mendatar dekstral

Gambar 2.11 Diagram blok sesar mendatar sinistral

52
2. Dip Slip Fault, sesar yang pergerakannya tegak lurus dengan strike bidang
sesar dan berada pada dip bidang sesar.Sesar jenis ini dicirikan oleh nilai
pitch sekitar 800 - 900. Dip Slip Fault terbagi lagi atas :
1. Sesar Normal, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya relatif
kebawah terhadap footwall

Gambar.2.12 Diagram blok sesar normal

2. Sesar Naik, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya relatif keatas


terhadap footwall

Gambar 2.13 Diagram blok sesar naik

3. Strike-Dip Slip Faultatau(Oblique Fault), yaitu sesar yang pergerakannya


53elative diagonal terhadap strike dan dip bidang sesar. (Pitch 100 – 800).
Strike-dip slip fault terbagi lagi atas kombinasi-kombinasi strike slip fault
dan dip slip fault, yaitu:

53
1. Sesar Normal Sinistral, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya
54elative kebawah terhadap Foot-Wall dan blok di sebelah kiri bidang
sesar 54elative mendekati pengamat.
2. Sesar Normal Dextral, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya
54elative kebawah terhadap Foot-Walldan blok di sebelah kanan bidang
sesar 54elative mendekati pengamat.
3. Sesar Naik Sinistral, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-
Wallnyarelatif keatas terhadap Foot-Wall dan blok di sebelah kiri bidang
sesar relatif mendekati pengamat.
4. Sesar Naik Dextral, yaitu sesar yang pergerakan Hanging-Wallnya
relatif keatas terhadap dan Foot-Wall dan blok di sebelah kanan bidang
sesar relatif mendekati pengamat.
Indikasi Sesar

1. Adanya pola-pola kelurusan.

Suatu sesar akan mengakibatkan terbentuknya pola-pola kelurusan,seperti


kelurusan sungai,punggungan,dan gawir.

2. Triangular Facet.

Erosi paa gawir umumya akan membentuk triangular facet.

3. Keberadaan mata air panas.

Sesar-sesar yang dalam dapat mengakibatkan magma memanaskan aquifer air.

4. Keberadaan zona hancuran.

Proses penggerusan pada skala besar yang diakibatkan oleh sesar akan
menyebabkan perubahan orientasi dan kemiringan batuan yang disebut
sebagai zona hancuran.

5. Keberadaaan kekar.
Suatu sesar dapat membentuk rekahan-rekahan lain yang lebih kecil (kekar)

54
6. Keberadaan lipatan seret (Dragfold).
Yaitu lipatan yang diakibatkan penggerusan pada batuan.

7. Keberadaan bidang gores garis (Slicken Side) dan Slicken Line.


Pergeseran batuan yang terjadi pada batuan akan membentuk bidang sesar
(slicken side) yang didalamnya terdapat slicken line.

8. Adanya tatanan stratigrafi yang tidak teratur.

Sesar akan mengakibatkan penghilangan atau perulangan urut-urutan batuan.

9. Keberadaan air terjun

Terjadi pada air yang mengalir pada sesar dip slip.

10. Batuan sesar (fault rock).


Contohnya:Breksi sesar dan milonit.

11. Intrusi batuan beku


Sesar akan membentuk zona lemah yang kemudian dapat diterobos oleh
intrusi.

Klasifikasi sesar menurut Richard

0o-100 Strike slip

100-800 Normal Fault

800-900 Reverse Fault

Tabel 3. Skala Richard

2.2.3 Lipatan

Terdapat beberapa definisi lipatan menurut ahli geologi struktur, antara lain :
1.Hill (1953).

55
Lipatan merupakan pencerminan dari suatu lengkungan yang
mekanismenya disebabkan oleh dua proses, yaitu bending (melengkung)
dan buckling (melipat). Pada gejala buckling, gaya yang bekerja sejajar
dengan bidang perlapisan, sedangkan pada bending, gaya yang bekerja
tegak lurus terhadap bidang permukaan lapisan.

2.Billing (1960)
Lipatan merupakan bentuk undulasi atau suatu gelombang pada batuan
permukaan.
3.Hob (1971)
Lipatan akibat bending, terjadi apabila gaya penyebabnya agak lurus
terhadap bidang lapisan (Gambar 8.1), sedangkan pada proses buckling,
terjadi apabila gaya penyebabnya sejajar dengan bidang lapisan (Gambar
8.1). Selanjutnya dikemukakan pula bahwa pada proses buckling terjadi
perubahan pola keterikan batuan, dimana pada bagian puncak lipatan
antiklin, berkembang suatu rekahan yang disebabkan akibat adanya
tegasan tensional (tarikan) sedangkan pada bagian bawah bidang lapisan
terjadi tegasan kompresi yang menghasilkan Shear Joint. Kondisi ini akan
terbalik pada sinklin.

4.Park (1980)
Lipatan adalah suatu bentuk lengkungan (curve) dari suatu bidang lapisan
batuan.

Gambar 2.14 Mekanisme Buckling dan Bending

56
Unsur-unsur Lipatan

1. Plunge,sudut yang terbentuk oleh poros dengan horizontal pada bidang


vertikal.
2. Crest, daerah tertinggi dari suatu lipatan biasanya selalu dijumpai pada
antiklin
3. Trough, daerah terendah pada suatu lipatan, selalu dijumpai pada sinklin.
4. Limb (sayap), bagian dari lipatan yang terletak Downdip (sayap yang
dimulai dari lengkungan maksimum antiklin sampai hinge sinklin), atau
Updip (sayap yang dimulai dari lengkungan maksimum sinklin sampai
hinge antiklin). Sayap lipatan dapat berupa bidang datar (planar),
melengkung (curve), atau bergelombang (wave).
5. Hinge Point, titik yang merupakan kelengkungan maksimum pada suatu
perlipatan.
6. Hinge Line, garis yang menghubungkan Hinge Point pada suatu
perlapisan yang sama.
7. Hinge Zone, daerah sekitar Hinge Point.
8. Axial Line, garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari lengkungan
maksimum pada tiap permukaan lapisan dari suatu struktur lapisan.
9. Axial Plane, bidang sumbu lipatan yang membagi sudut sama besar antara
sayap-sayap lipatannya.

Gambar 2.15 Unsur-unsur lipatan

57
Geometri

Secara umum lipatan dapat dibagi menjadi dua,yaitu:

1. Antiklin,yaitu lipatan yang cembung ke atas

2. Sinklin,yaitu lipatan yang cekung ke bawah

Gambar 2.16 Diagram blok antiklin

Gambar 2.17 Diagram blok sinklin

Gambar 2.18 Antiklin dan sinklin di lapangan

58
Klasifikasi
Beberapa klasifikasi lipatan antara lain:
1. Hubungan antara hinge line dan axial surface (Fleuty,1964)
2. Bentuk lipatan,yang meliputi:
1. Chevron fold
2. Cuspate fold
3. Circular fold
4. Eliptical fold
5. Box fold
6. Teardrop fold
1. Fold tightness (Fleuty,1964)
2. Kesimetrisan lipatan
3. Bentuk keseluruhan (Huddlestone,1973)
4. Perubahan ketebalan (Van Hisse,1986)
Deskripsi

Beberapa hal yang dapat dideskripsikan untuk lipatan antara lain:

(*)
1. Strike/dip perlapisan batuan dan tentukan apakah lipatan tersebut telah
mengalami pembalikan atau belum.
2. Unsur-unsur lipatan lainnya (melalui stereonet).
3. Struktur-struktur lain yang menyertai lipatan tersebut.
4. Geometri lipatan tersebut.

Dari hal-hal tersebut maka kita dapat menentukan:

1. Jenis lipatan
2. Arah sumbu lipatan.
3. Mekanisme yang menyebabkan lipatan tersebut.
4. Arah tegasan.
Penamaan untuk kedudukan lipatan (Fluety, 1964)

59
Sudut Istilah Kemiringan bidang sumbu Penunjaman garis sumbu

0 Horizontal Recumbent Fold Horizontal fold

1-10 Subhorizontal Recumbent Fold Horizontal fold

10-30 Gentle Gently inclined fold Gently plunging fold

30-60 Moderate Moderately inclined fold Moderately plunging fold

60-80 Steep Steeply inclined fold Steeply inclined fold

80-89 Subvertical Upright fold Vertical fold

90 Vertical Upright fold Vertical fold

Tabel 2. Penamaan Lipatan (Fluety, 1964)

2.3. Pembahasan

2.3.1 ANALISA KEKAR

Dalam analisa kekar, data diperoleh dari data strike & dip yang ditemukan
dilapangan, sebisa mungkin untuk mendapatkan hasil yang maksimal maka strike
& dip yang diambil harus berpasangan dan dibuat dengan menggunakan streonet
berdasarkan Schmidt untuk memplot data kekarnya, kemudian menggunakan
stereonet segi enam untuk membuat garis konturnya. Untuk ploting membuat
garis kontur hubungkan garis di titik tengah dari segi enam yang memiliki nilai
“jumlah tittik yang dilingkupi” yang sama terlebih dahulu dimulai dengan nilai
tertinggi kemudian disusul dengan nilai yang berikutnya melingkupi kontur yang
pertama. Analisa kekar digunakan untuk mengetahui arah tegasannya, dan arah
tegasan yang dapat yaitu barat daya-timur laut.

60
Pada praktikum kekar yang telah dilaksanakan praktikan memploting
sebanyak 15 pasang nilai strike & dip.

2.3.2 ANALISA SESAR

Dalam praktikum analisa sesar, data dibuat dengan menggunakan stereonet


berdasarkan Wullf didapatlah arah tegasan (σ2) berasal dari arah timur laut ke
barat. Bidang sesarnya didapat yaitu N 222o/6o. Lalu didapat nilai σ1 yaitu 76o,
yang mana berdasar klasifikasi Richard merupakan sesar normal (normal fault).

61
2.3.3 ANALISA LIPATAN

Dalam praktikum analisa lipatan, data dibuat dengan menggunakan stereonet


berdasar Wullf dengan koordinat N 1170E/350 dan N 0300E/150. Kemudian
didapatlah hinge surface nya150, N 1400E, dan hinge line nya760, N 1380E.
Berdasarkan klasifikasi Fluety 1964 maka lipatan ini dikategorikan sebagai
Steeply inclined gently plunging fold.

2.4 Kesimpulan

Pada bab ini dapat ditarik kesimpulan bahwa stereonet itu adalah suatu graf
pada belahan bola bagian bawah(lower hemisphere) dimana berbagai jenis data
geologi dapat diplotkan,akan tetapi ada pula yang memakai bagian atasnya(upper
hemisphere). Selain digunakan untuk geostruktur,stereonet dapat juga digunakan
pada cabang ilmu geologi lain.

62
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

1. Metode penelitian
Metode penelitian yang telah kami lakukan adalah dengan cara melakukan
penelitian langsung kelapangan (metode lapangan (fieldtrip)), dengan metode
pengambilan sampel dilapangan. Daerah penelitian yang telah kami teliti
merupakan kawasan cekungan Anggota bawah dan atas Formasi Telisa dan
Formasi Palembang pada daerah Lubuk Jambi, desa Cengar dan Kasanng. Adapun
pembagian daerah penelitiannya, sebagai berikut :
1. Stasiun 1 daerah Cengar
2. Stasiun 2 daerah Cengar
3. Stasiun 3 daerah Kasang
Adapun metode penelitian yang kami lakukan adalah sebagai berikut:
a. Metode Orientasi Lapangan (Field Orientation)

Prinsip pada metode Orientasi Lapangan ini adalah dengan cara memplot
Lokasi pengamatan/singkapan (stasiun) berdasarkan pada orientasi, puncak-
puncak bukit/gunung (singkapan) desa, dll. Titik patokan yang digunakan dalam
metode ini adalah daerah yang dikenal di lapangan dan berada dalam peta dasar
(topografi).

1. Metode Lintasan Kompas (Compass Traverse)


Prinsip pada metode lapangan ini adalah dengan cara menentukan lintasan
sebelumnya dengan kontrol arah kompas sesuai rencana lintasan.

2. Metode Pita Ukur dan Kompas (Tape and Compass Traverse)


Alat yang digunakan dalam metode ini adalah kompas dan pita ukur atau
skala geologi (biasanya berukuran 5-50 m). Pada metode ini, arah lintasan dapat
ditentukan sesuai dengan keinginan pemeta. Sehingga dianggap merupakan
metode lapangan yang paling teliti, efektif dan efisien.

63
1. Alat & Bahan
1. Kompas Geologi

Kompas yang digunakan berjenis brunton untuk menenunjukkan arah,


mengukur stike/dip, mengeplot lokasi dan kemiringan lintasan.

2. Peta Topografi

Peta dasar atau potret udara gunanya untuk mengetahui gambaran secara garis
besar daerah yang akan kita selidiki, sehingga memudahkan penelitian lapangan
baik morfologi, litologi, struktur dll. Selain itu peta dasar digunakan untuk
menentukan lokasi dan pengeplotan data, umumnya yang digunakan adalah peta
topgrafi/kontur.

3. Palu Batuan Beku (pick point)

64
Palu batuan beku yaitu alat yang umum digunakan oleh para peneliti untuk
mengambil sampel batuan, Palu batuan beku berbentuk runcing ini umumnya
dipakai di daerah batuan keras (batuan beku dan metamorf).

4. Palu Batuan Sedimen (chisel point)

Jenis palu geologi yang digunakan salah satunya adalah palu batuan sedimen
(chisel point). Bentuknya berujung datar seperti pahat, umumnya dipakai untuk
batuan yang berlapis (batuan sedimen) dan mengambil fosil.

5. Lup

Lup atau kaca pembesar adalah sebuah lensa cembung yang mempunyai
titik fokus yang dekat dengan lensanya. Benda yang akan diperbesar terletak di
dalam titik fokus lup itu atau jarak benda ke lensa lup tersebut lebih kecil
dibandingkan jarak titik fokus lup ke lensa lup tersebut. Di geologi, lup digunakan
untuk mengamati batuan misalnya mineral maupun fosil., lensa pembesar yang
umum dipakai adalah perbesaran 8 sampai 20.

65
6. Komparator Geologi

Komparator dipakai untuk membantu dalam deskripsi batuan, misalnya


komparator butir, pemilahan (sorting) atau prosentase komposisi mineral, maupun
tabel-tabel determinasi batuan baik batuan beku, batuan sedimen dan batuan
metamorf, dan lain sebagainya.

7. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam kegiatan lapangan biasanya menggunakan


meteran 50 meter. Berbentuk seperti roll kabel agar praktis dibawa. Biasanya
digunakan untuk mengukur jarak litasan dalam suatu daerah ataupun mengukur
ketebalan lapisan.

8. Larutan HCl N

66
HCl digunakan untuk menguji ada atau tidaknya kandungan karbonat
dalam suatu batuan yang diamati terutama batuan sedimen. Caranya adalah
dengan meneteskan larutan tersebut pada batuan yang sedang diamati. Apabila
batuan tersebut berbuih setelah ditetesi HCl, maka diindikasikanbatuan tersebut
mengandung karbonat, dan sebaliknya.

9. Kantong Sampel

Kantong contoh batuan (kantong sampel) dapat digunakan kantong plastik


yang kuat atau kantong jenis lain yang dapat dipakai untuk membungkus contoh-
contoh batuan dengan ukuran yang baik yaitu kurang lebih (13x9x3) cm.
Sedangkan kertas label digunakan untuk memberi kode pada tiap contoh batuan
sehingga mudah untuk dibedakan. Dapat juga menggunakan "permanent spidol"
untuk memberi kode langsung pada kantong.

10. Kamera

Dalam fieldtrip ini, kamera digunakan untuk mengambil gambar sampel


batuan, mineral dan gambar daerah sekeliling tempat ditemukannya batuan atau
mineral yang diteliti tersebut sebagai bukti dilaksanakannya praktikum.

67
11. Tas Ransel

Tas ransel digunakan sebagai tempat peralatan yang diperlukan untuk


dibawa ketika penelitian sehingga tidak kesulitan untuk dibawa.

12. Alat tulis

Alat tulis terdiri dari papan dada, pensil, bolpoin dan beberapa lembar kertas
HVS. Alat tulis ini digunakan untuk mencatat setiap materi dan hasil
pengamatan yang telah dilakukan dari stopsite satu ke stopsite lain

1. Prosedur Percobaan
1. Cara Kerja di Lapangan
1. Menentukan arah utara dengan kompas, menentukan koordianat setian
singkapan dengan bantuan GPS serta melakukan pengukuran strike and
dip.
2. Membuat sketsa singkapan, disertai dengan symbol litologi batuan, warna
batuan, mengukur panjang, lebar, serta ketebalan singkapan suatu lapisan.
3. Pengambilan foto dari jarak jauh dengan parameter khusus, sesuai yang
dibutuhkan.
4. Pengambilan sampel batuan disertai dengan pendeskripsian serta
pengambilan data informasi geologi pada daerah tersebut seperti

68
bagaimana proses kejadian terbentuknya singkapan, serta struktur apa saja
yang terbentuk pada singkapan tersebut.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Geologi Regional
1. Tektonik Regional
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan sedimentasi tersier
penghasil hidrokarbon terbesar di Indonesia. Ditinjau dari posisi tektoniknya,
Cekungan Sumatra tengah merupakan cekungan belakang busur.
Cekungan Sumatra tengah ini relatif memanjang Barat laut-Tenggara,
dimana pembentukannya dipengaruhi oleh adanya subduksi lempeng Hindia-
Australia dibawah lempeng Asia. Batas cekungan sebelah Barat daya adalah
Pegunungan Barisan yang tersusun oleh batuan pre-Tersier, sedangkan ke arah
Timur laut dibatasi oleh paparan Sunda. Batas tenggara cekungan ini yaitu
Pegunungan Tigapuluh yang sekaligus memisahkan Cekungan Sumatra tengah
dengan Cekungan Sumatra selatan.
Adapun batas cekungan sebelah barat laut yaitu Busur Asahan, yang
memisahkan Cekungan Sumatra tengah dari Cekungan Sumatra utara.

69
Proses subduksi lempeng Hindia-Australia menghasilkan peregangan
kerak di bagian bawah cekungan dan mengakibatkan munculnya konveksi panas
ke atas dan diapir-diapir magma dengan produk magma yang dihasilkan terutama
bersifat asam, sifat magma dalam dan hipabisal. Selain itu, terjadi juga aliran
panas dari mantel ke arah atas melewati jalur-jalur sesar. Secara keseluruhan, hal-
hal tersebutlah yang mengakibatkan tingginya heat flow di daerah cekungan
Sumatra tengah (Eubank et al., 1981 dalam Wibowo, 1995).

70
Faktor pengontrol utama struktur geologi regional di cekungan Sumatra
tengah adalah adanya Sesar Sumatra yang terbentuk pada zaman kapur. Subduksi
lempeng yang miring dari arah Barat daya pulau Sumatra mengakibatkan
terjadinya strong dextral wrenching stress di Cekungan Sumatra tengah (Wibowo,
1995). Hal ini dicerminkan oleh bidang sesar yang curam yang berubah sepanjang
jurus perlapisan batuan, struktur sesar naik dan adanya flower structure yang
terbentuk pada saat inversi tektonik dan pembalikan-pembalikan struktur. Selain
itu, terbentuknya sumbu perlipatan yang searah jurus sesar dengan penebalan
sedimen terjadi pada bagian yang naik (inverted) (Shaw et al., 1999).
Struktur geologi daerah cekungan Sumatra tengah memiliki pola yang
hampir sama dengan cekungan Sumatra Selatan, dimana pola struktur utama yang
berkembang berupa struktur Barat laut-Tenggara dan Utara-Selatan (Eubank et al.,
1981 dalam Wibowo, 1995). Walaupun demikian, struktur berarah Utara-Selatan
jauh lebih dominan dibandingkan struktur Barat laut–Tenggara.
Elemen tektonik yang membentuk konfigurasi Cekungan Sumatra tengah
dipengaruhi adanya morfologi High – Low pre-Tersier. Dapat dilihat pengaruh

71
struktur dan morfologi High – Low terhadap konfigurasi basin di Cekungan
Sumatra tengah (kawasan Bengkalis Graben), termasuk penyebaran depocenter
dari graben dan half graben. Lineasi Basement Barat laut-Tenggara sangat terlihat
pada daerah ini dan dapat ditelusuri di sepanjang cekungan Sumatra tengah.
Liniasi ini telah dibentuk dan tereaktivasi oleh pergerakan tektonik paling muda
(tektonisme Plio-Pleistosen). Akan tetapi liniasi basement ini masih dapat diamati
sebagai suatu komponen yang mempengaruhi pembentukan formasi dari
cekungan Paleogen di daerah Cekungan Sumatra tengah.
Sejarah tektonik cekungan Sumatra tengah secara umum dapat
disimpulkan menjadi beberapa tahap, yaitu :
1. Konsolidasi Basement pada zaman Yura, terdiri dari sutur yang berarah
Barat laut-Tenggara.
2. Basement terkena aktivitas magmatisme dan erosi selama zaman Yura
akhir dan zaman Kapur.
3. Tektonik ekstensional selama Tersier awal dan Tersier tengah (Paleogen)
menghasilkan sistem graben berarah Utara-Selatan dan Barat laut-
Tenggara. Kaitan aktivitas tektonik ini terhadap paleogeomorfologi di
Cekungan Sumatra tengah adalah terjadinya perubahan lingkungan
pengendapan dari longkungan darat, rawa hingga lingkungan lakustrin,
dan ditutup oleh kondisi lingkungan fluvial-delta pada akhir fase rifting.
4. Selama deposisi berlangsung di Oligosen akhir sampai awal Miosen awal
yang mengendapkan batuan reservoar utama dari kelompok Sihapas,
tektonik Sumatra relatif tenang. Sedimen klastik diendapkan, terutama
bersumber dari daratan Sunda dan dari arah Timur laut meliputi
Semenanjung Malaya. Proses akumulasi sedimen dari arah timur laut
Pulau Sumatra menuju cekungan, diakomodir oleh adanya struktur-
struktur berarah Utara-Selatan. Kondisi sedimentasi pada pertengahan
Tersier ini lebih dipengaruhi oleh fluktuasi muka air laut global (eustasi)
yang menghasilkan episode sedimentasi transgresif dari kelompok Sihapas
dan Formasi Telisa, ditutup oleh episode sedimentasi regresif yang
menghasilkan Formasi Petani.
72
5. Akhir Miosen akhir volkanisme meningkat dan tektonisme kembali
intensif dengan rejim kompresi mengangkat pegunungan Barisan di arah
Barat daya cekungan. Pegunungan Barisan ini menjadi sumber sedimen
pengisi cekungan selanjutnya (later basin fill). Arah sedimentasi pada
Miosen akhir di Cekungan Sumatra tengah berjalan dari arah selatan
menuju utara dengan kontrol struktur-struktur berarah utara selatan.
6. Tektonisme Plio-Pleistosen yang bersifat kompresif mengakibatkan
terjadinya inversi-inversi struktur Basement membentuk sesar-sesar naik
dan lipatan yang berarah Barat laut-Tenggara. Tektonisme Plio-Pleistosen
ini juga menghasilkan ketidakselarasan regional antara formasi Minas dan
endapan alluvial kuarter terhadap formasi-formasi di bawahnya.

1. Stratigrafi Regional

Proses sedimentasi di Cekungan Sumatra tengah dimulai pada awal tersier


(Paleogen), mengikuti proses pembentukan cekungan half graben yang sudah
berlangsung sejak zaman Kapur hingga awal tersier.
Konfigurasi basement cekungan tersusun oleh batuan-batuan metasedimen
berupa greywacke, kuarsit dan argilit. Batuan dasar ini diperkirakan berumur
Mesozoik. Pada beberapa tempat, batuan metasedimen ini terintrusi oleh granit
(Koning & Darmono, 1984 dalam Wibowo, 1995).
Secara umum proses sedimentasi pengisian cekungan ini dapat
dikelompokkan sebagai berikut :
1. Rift (Siklis Pematang)

Secara keseluruhan, sedimen pengisi cekungan pada fase tektonik ekstensional


(rift) ini dikelompokkan sebagai Kelompok Pematang yang tersusun oleh
batulempung, serpih karbonan, batupasir halus dan batulanau aneka warna.
Lemahnya refleksi seismik dan amplitudo yang kuat pada data seismik
memberikan indikasi fasies yang berasosiasi dengan lingkungan lakustrin.

Pengendapan pada awal proses rifting berupa sedimentasi klastika darat dan
lakustrin dari Lower Red Bed Formation dan Brown Shale Formation. Ke arah
73
atas menuju fase late rifting, sedimentasi berubah sepenuhnya menjadi
lingkungan lakustrin dan diendapkan Formasi Pematang sebagai Lacustrine Fill
sediments.
1. Formasi Lower Red Bed
Tersusun oleh batulempung berwarna merah – hijau, batulanau, batupasir
kerikilan dan sedikit konglomerat serta breksi yang tersusun oleh pebble kuarsit
dan filit. Kondisi lingkungan pengendapan diinterpretasikan berupa alluvial
braid-plain dilihat dari banyaknya muddy matrix di dalam konglomerat dan breksi
2. Formasi Brown Shale
Formasi ini cukup banyak mengandung material organik, dicirikan oleh
warna yang coklat tua sampai hitam. Tersusun oleh serpih dengan sisipan
batulanau, di beberapa tempat terdapat selingan batupasir, konglomerat dan
paleosol. Ketebalan formasi ini mencapai lebih dari 530 m di bagian depocenter.
Formasi ini diinterpretasikan diendapkan di lingkungan danau dalam
dengan kondisi anoxic dilihat dari tidak adanya bukti bioturbasi. Interkalasi
batupasir batupasir–konglomerat diendapkan oleh proses fluvial channel fill.
Menyelingi bagian tengah formasi ini, terdapat beberapa horison paleosol yang
dimungkinkan terbentuk pada bagian pinggiran/batas danau yang muncul ke
permukaan (lokal horst), diperlihatkan oleh rekaman inti batuan di komplek Bukit
Susah.
Secara tektonik, formasi ini diendapkan pada kondisi penurunan cekungan
yang cepat sehingga aktivitas fluvial tidak begitu dominan.
3. Formasi Coal Zone
Secara lateral, formasi ini dibeberapa tempat equivalen dengan Formasi
Brown Shale. Formasi ini tersusun oleh perselingan serpih dengan batubara dan
sedikit batupasir. Lingkungan pengendapan dari formasi ini diinterpretasikan
berupa danau dangkal dengan kontrol proses fluvial yang tidak dominan.
Ditinjau dari konfigurasi cekungannya, formasi ini diendapkan di daerah
dangkal pada bagian aktif graben menjauhi depocenter.
4. Formasi Lake Fill

74
Tersusun oleh batupasir, konglomerat dan serpih. Komposisi batuan terutama
berupa klastika batuan filit yang dominan, secara vertikal terjadi penambahan
kandungan litoklas kuarsa dan kuarsit. Struktur sedimen gradasi normal dengan
beberapa gradasi terbalik mengindikasikan lingkungan pengendapan fluvial-
deltaic.
Formasi ini diendapkan secara progradasi pada lingkungan fluvial menuju delta
pada lingkungan danau. Selama pengendapan formasi ini, kondisi tektonik mulai
tenang dengan penurunan cekungan yang mulai melambat (late rifting stage).
Ketebalan formasi mencapai 600 m.
5. Formasi Fanglomerate
Diendapkan disepanjang bagian turun dari sesar sebagai seri dari endapan
aluvial. Tersusun oleh batupasir, konglomerat, sedikit batulempung berwarna
hijau sampai merah. Baik secara vertikal maupun lateral, formasi ini dapat
bertransisi menjadi formasi Lower Red Bed, Brown Shale, Coal Zone dan Lake
Fill. Di beberapa daerah sepertihalnya di Sub-Cekungan Aman, dua formasi
terakhir (Lake Fill dan Fanglomerat) dianggap satu kesatuan yang equivalen
dengan Formasi Pematang berdasarkan sifat dan penyebarannya pada penampang
seismik.

1. Sag

Secara tidak selaras diatas Kelompok Pematang diendapkan sedimen


Neogen. Fase sedimentasi ini diawali oleh episode transgresi yang diwakili oleh
Kelompok Sihapas dan mencapai puncaknya pada Formasi Telisa.
(Siklis Sihapas  transgresi awal)
Kelompok Sihapas yang terbentuk pada awal episode transgresi terdiri dari
Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap dan Formasi Duri.
Kelompok ini tersusun oleh batuan klastika lingkungan fluvial-deltaic sampai laut

75
dangkal. Pengendapan kelompok ini berlangsung pada Miosen awal – Miosen
tengah.
1. Formasi Menggala
Tersusun oleh batupasir konglomeratan dengan ukuran butir kasar berkisar dari
gravel hingga ukuran butir sedang. Secara lateral, batupasir ini bergradasi menjadi
batupasir sedang hingga halus. Komposisi utama batuan berupa kuarsa yang
dominan, dengan struktur sedimen trough cross-bedding dan erosional basal
scour. Berdasarkan litologi penyusunnya diperkirakan diendapkan pada fluvial-
channel lingkungan braided stream.
Formasi ini dibedakan dengan Lake Fill Formation dari kelompok Pematang
bagian atas berdasarkan tidak adanya lempung merah terigen pada matrik (Wain
et al., 1995). Ketebalan formasi ini mencapai 250 m, diperkirakan berumur awal
Miosen bawah.
2. Formasi Bangko
Formasi ini tersusun oleh serpih karbonan dengan perselingan batupasir halus-
sedang. Diendapkan pada lingkungan paparan laut terbuka. Dari fosil foraminifera
planktonik didapatkan umur N5 (Blow, 1963). Ketebalan maksimum formasi
kurang lebih 100 m.
3. Formasi Bekasap
Formasi ini tersusun oleh batupasir masif berukuran sedang-kasar dengan
sedikit interkalasi serpih, batubara dan batugamping. Berdasarkan ciri litologi dan
fosilnya, formasi ini diendapkan pada lingkungan air payau dan laut terbuka. Fosil
pada serpih menunjukkan umur N6 – N7. Ketebalan seluruh formasi ini mencapai
400 m.
6. Formasi Duri
Di bagian atas pada beberapa tempat, formasi ini equivalen dengan formasi
Bekasap. Tersusun oleh batupasir halus-sedang dan serpih. Ketebalan maksimum
mencapai 300 m. Formasi ini berumur N6 – N8.
(Formasi Telisa  transgresi akhir)
Formasi Telisa yang mewakili episode sedimentasi pada puncak transgresi
tersusun oleh serpih dengan sedikit interkalasi batupasir halus pada bagian
76
bawahnya. Di beberapa tempat terdapat lensa-lensa batugamping pada bagian
bawah formasi. Ke arah atas, litologi berubah menjadi serpih mencirikan kondisi
lingkungan yang lebih dalam. Diinterpretasikan lingkungan pengendapan formasi
ini berupa lingkungan Neritik – Bathyal atas.
Secara regional, serpih marine dari formasi ini memiliki umur yang sama
dengan Kelompok Sihapas, sehingga kontak Formasi Telisa dengan dibawahnya
adalah transisi fasies litologi yang berbeda dalam posisi stratigrafi dan tempatnya.
Ketebalan formasi ini mencapai 550 m, dari analisis fosil didapatkan umur N6 –
N11.
(Formasi Petani  regresi)
Tersusun oleh serpih berwarna abu-abu yang kaya fosil, sedikit karbonatan
dengan beberapa lapisan batupasir dan batulanau. Secara vertikal, kandungan tuf
dalam batuan semakin meningkat.
Selama pengendapan satuan ini, aktivitas tektonik kompresi dan
volkanisme kembali aktif (awal pengangkatan Bukit Barisan), sehingga dihasilkan
material volkanik yang melimpah. Kondisi air laut global (eustasi) berfluktuasi
secara signifikan dengan penurunan muka air laut sehingga terbentuk beberapa
ketidakselarasan lokal di beberapa tempat.
Formasi ini diendapkan pada episode regresif secara selaras diatas Formasi
Telisa. Walaupun demikian, ke arah timur laut secara lokal formasi ini memiliki
kontak tidak selaras dengan formasi di bawahnya. Ketebalan maksimum formasi
ini mencapai 1500 m, diendapkan pada Miosen tengah– Pliosen.
1. Inversi
Pada akhir tersier terjadi aktivitas tektonik mayor berupa puncak dari
pengangkatan Bukit Barisan yang menghasilkan ketidakselarasan regional pada
Plio-Pleistosen. Aktivitas tektonik ini mengakibatkan terjadinya inversi struktur
sesar turun menjadi sesar naik. Pada fase tektonik inversi ini diendapkan Formasi
Minas yang tersusun oleh endapan darat dan aluvium berupa konglomerat,
batupasir, gravel, lempung dan aluvium berumur Pleistosen – Resen.

2. Waktu dan Kesampaian Daerah


77
Field Trip Geologi dilaksanakan di daerah Gulamo perbatasan Riau-
Sumatra Barat pada stasiun 1 dan stasiun 2.

Hari, Tanggal : Minggu, 10 Desember 2017


Waktu : 07.00 WIB – selesai
Daerah : Gulamo, Perbatasan Riau- Sumatra Barat

3. Analisis Data

Geologi struktur telah berkembang mulai dari ilmu yang sangat diskriptif
menjadi yang lebih kuantitatif dengan memakai prinsip continuum mechanics
untuk mempelajari proses deformasi dan pembentukan struktur geologi (Twiss
dan Moore, 1992). Observasi lapangan dilakukan dengan skala meter.

Analisis Data

Analisis Deskriptif Analisis Dinamik

Analisis Kinematik

Pada Kuliah Lapangan Geologi Struktur, yang dilaksanakan hari minggu,


4 Desember 2016 penyusun mengambil data lapangan sebagai berikut :

2. Analisis Deskribtif & Analisis Kinematik

Untuk mendapati hasil interpretasi yang maksimal maka diperlukan


adanya analisis data deskribtif dan kinematik. Analisis ini merupakan faktor
utama dalam interpretasi, data yang diambil dilapangan berupa data strike & dip,
pengukuran kekar, trend, plunge, dan sayap kiri, sayap kanan, pengukuran
slickenside, dan sketsa dilapangan beserta litologi juga sangat diperlukan.

78
1. ANALISIS DATA
Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desmber 2017 Lokasi : PLTA Kotopanjang
Stasiun :1 Jam : 08 : 30 : 22 WIB
Strike/Dip : N 202°E/65° Cuaca : Cerah berawan

79
Foto :

Deskripsi :

Pada stasiun 1 dengan koordinat koordinat N 00°17’43.01’’/ E 110° dan N E00°53’11.0”dengan


strike/dip N 202°E/65° dengan pitch 75°, plunge 63°, dan trend 342° ditemukan batuan dengan
litologi batulempung metasedimen memiliki warna lapuk abu – abu dan warna segar abu – abu
keputihan, besar butir clay, dengan kemas tertutup, permeabilitas buruk, pemilahan well sorted,
kekompakan keras dan nonkarbonatan. Terdapatnya nodule batupasir kasar yang berada didalam
batulempung tersebut.

Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desember 2017 Lokasi : PLTA Kotopanjang


Stasiun :2 Jam : 09 : 36 : 20 WIB
Strike/Dip : N 110° E / 69° Cuaca : Panas terik

80
Foto :

MILONIT BREKSI BATULANAU BATUPASIR


Deskripsi :

Pada stasiun 2 ditemukan batuan dengan litologi batubreksi , milonitt, dan batulempung, dan
batupasir. Batubreksi memiliki warna lapuk cokelat keputihan dan warna segar hitam keputihan,
besar butir s.rounded, dengan kebundaran s.angular, kemas terbuka, permeabilitas buruk,
pemilahan poorly sorted, kekompakan keras dan kontknya tajam. Batuan dengan litologi milonit
memiliki warna lapuk abu kecoklatan dan warna segar abu-abu keputihan, besar butir clay,
kebundaran well rounded, kemas tertutup, pemeabilitas buruk, pemilahan well sorted,
kekompakan kompak. Dan pada batuan ini terdapat gores garis yang menunjukan arah
pergerakan tegasan yang dapat ditentukan nilai pitch, plunge da trend. Batu ketiga terdapatnya
batuan dengan litologi lanau memiliki warna lapuk cokelat keputihan dan warna segar cokelat
keputihan, besar butir clay, kebundaran well rounded, kemas tertutup, pemeabilitas buruk,
pemilahan well sorted, kekompakan keras, dan kontak beragsur dengan batupasir. Batu terakhir
dengan litologi batupasir memiliki warna lapuk cokelat keputihan dan warna segar cokelat
81
keputihan, besar butir medium sand, kebundaran rounded, kemas tertutup, pemeabilitas sedang,
pemilahan medium sorted, kekompakan agak keras, dan kontak berangsur dengan batulempung.

Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desember 2017 Lokasi : PLTA Kotopanjang


Stasiun :2 Jam : 10 : 40 : 20 WIB
Strike/Dip : N 110° E / 69° Cuaca : Panas terik
Foto :

Singkapan ini memiliki struktur geologi perlipatan, dengan 6 perlapisan. Memiliki litologi
metasedimen, lempung. Memiliki warna lapuk abu – abu kehitaman, warna segar abu – abu, silt
– clay, perlapisan, non karbonatan, pemilahan baik, permeabelitas buruk, keras – kompak
dengan kontak erosional. Singkapan ini terbentuk dalam beberapa kali pengendapan terlihat dari
adanya bidang erosional yang merupakan salah satu indikiasi adanya rentang waktu
pengendapan yang berbeda, atau biasa diistilahkan dengan sebutan gap.

82
Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desmbert 2017 Lokasi : PLTA Kotopanjang
Stasiun : 4a Jam : 13 : 34 : 10 WIB
Strike/Dip : Cuaca : Panas terik

Foto :

Batulempung

batulanau

Deskripsi :
Pada stasiun 4a, ditemukan litologi satuan batulempung yang memiliki warna lapuk cokelat
keputihan dan warna segar ckelat keputihan, dengan kemas tertutp, permeabilitas buruk,
pemilahan well sorted, kekompakan keras dan kontak berangsur dengan batulanau. Lapisan
kedua diatas batulempung, ialah terapatnya litologi batulanau dengan warna lapuk putih
kecokelatandan warna segar putih kecokelatan, besar butir silt, kebundaran well rounded, kemas
tertutup, pemeabilitas buruk, pemilahan well sorted, kekompakan keras, dan kontak beragsur
dengan batulempung dibawahnya.
83
Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desmbert 2017 Lokasi : PLTA Kotopanjang
Stasiun : 4b Jam : 13 : 46 : 21 WIB
Strike/Dip : Cuaca : Panas
Foto :

Deskripsi :

Pada stasiun 4b, ditemukan litologi satuan batulempung metasedimen yang memiliki warna
putih keabu-abuan dan warna segar abu-abu, besar butir clay, dengan kebundaran well rounded,
kemas tertutup, permeabilitas buruk, pemilahan well sorted, kekompakan keras dan
nonkarbonatan.

84
Hari/Tanggal : Minggu, 10 Desmbert 2017 Lokasi : PLTA Kotopanjang
Stasiun :5 Jam : 14 : 58: 15 WIB
Strike/Dip : Cuaca : Panas terik
Foto :

Deskripsi :

Pada stasiun 5 ditemukan litologi satuan batupasirhalus yang memiliki warna lapuk cokelat
keputihan dan warna segar putih kecokelatan, besar butir fine sand, dengan kebundaran
rounded, kemas terbuka, permeabilitas sedang, pemilahan medium sorted, kekompakan keras.

85
4.4. Pembahaan
Stasiun 1
Kami berada pada stasiun 1 pada hari Minggu, 10 Desember 2017 pada pukul
08.30 WIB dengan keadaan cuaca cerah berawan. Dan titik koordinat yang
terdapat pada GPS N 00°17’43.01’’/ E 110° dan N 290°E00°53’11.0”yakni di
daerah perbatasan antara Provinsi Riau dengan Provinsi Sumatera Barat. Pada
singkapan di stasiun ini terdapat litologi berupa lempung yang berupa batuan
metasedimen yang batuan asalnya masih terlihat. Lalu pada singkapan tersebut
terdapat kekar. Kekar umumnya terbentuk karena proses tektonik yang terjadi pada
suatu daerah tertentu. Dalam hal ini kekar merupakan indikasi pembentuk sesar
atau perlipatan. Kekar ini merupakan jenis kekar tensional yang terisi oleh mineral-
mineral feldspar. . Selain itu dilapangan kami menemukan beberapa indikasi sesar
yaitu diantaranya:

1. Ditemukannya zona hancuran, dimana terjadi proses penggerusan yang


diakibatkan oleh sesar.
2. Adanya rekahan – rekahan (kekar) pada singkapan ini
3. Adanya keberadaan bidang gores garis (Slicken side) dan slicken line yang
terjadi akibat pergeseran batuan
4. adanya tekanan terus menerus yang mengakibatkan terjadinya meta-
sedimen ,terdapat kuarsa yang mengisi urat tau hasil rekahan hasil
deformasi.
5. Bidang sesar / gawir sesar (scarp).
6. Slickenside ; gores garis yang terbentuk akibat gesekan antar batuan.
7. Boundins ; lapisan batuan yang terpotong – potong akibat sesar.

86
Pada staiun 1 penulis melakukan metode pengukuran strike & dip untuk
mengatahui pola kekar dan untuk menginterpretasikan arah tegasan yang
menyebabkan struktur kekar dan sesar terbentuk.
Dari analisis data deskribtif dan kinematik, maka dapat disimpulkan
bahwa sesar yang terbentuk adalah sesar normal, ini juga didasarkan pada analisis
fisiografi singkapan dilapangan dan analisis pergerakan relatif hanging wall yang
relatif turun terhadap foot wall “ Billing 1986 ”. Data lapangan yang merupakan
hipotesa awal penulis juga didukung oleh data analisis kekar dan sesar
menggunakan streonet metode wulf net. Dimana didapati nilai pitch 200, yang
berdasarkan klasifikasi “Rickard 1972”, maka dikategorikan sebagai sesar normal.
Sesar normal diakibatkan oleh gaya tensional atau extension yang merupakan
gaya tari. Arah gaya yang bekerja pada singkapan bertolak belakang dan bergerak
saling menjauh terhadap singkapan sehingga menyebabkan rekahan besar berupa
patahan atau sesar dan kekar – kekar dengan skala kecil.

Gambar rekontruksi Sesar pada stasiun 1

87
Setelah direkonstruksi maka didapati arah tegasan yaitu barat laut dengan
pitch 200. Dari data analisis sesar tersebut dapat disimpulkan pula bahwa kekar
yang terbentuk pada singkpan ini merupakan kekar tarik yang mana gaya yang
bekerja dan berperan dalam pembentukan kekar tersebut adalah extension.
Gambar Proyeksi Stereonet ST.1
Pada stasiun ini kami memperoleh data kekar dengan arah tegasan Timur
Laut - Barat Daya. Pola tegasan yang digunakan dengan anggapan bahwa kekar
tersebut pada keseluruhan daerah terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan
sesar. Data kekar yang kami peroleh kami masukkan ke dalam stereonet sehingga
dapat terlihat kontur yang tidak terlalu rapat.
0o-100 Strike slip

100-800 Normal Fault

800-900 Reverse Fault

Stasiun 2

Pada stasiun ini terdapat singkapan dengan litologi berupa batulanau dan
batupasir terletak disisi kanan singkapnan yang berupa batuan metasedimen yang
batuan asalnya masih terlihat. Lalu pada singkapan tersebut terdapat indikasi
sesar, yaitu berupa zona hancuran yang berlitologi batuan milonit berwarna hitam
seperti terbakar, serta adanya breksi sesar lalu batuan Milonit ini terbentuk karena
pergerakan sesar, sehingga membentuk zona milonit. Di sini kami menemukan
juga adanya kekar. Disini kami juga melihat vein berupa Kuarsa yang mencirikan
batuan tersebut terbentuk Pada zona sesar yaitu sesar normal (dari arah tegasan
streonet)yang menjadikan batuan tersebut metamorf dinamik, dari data kekar.
Selain itu, kami melihat adanya patahan, lipatan dan kekar – kekar yang
disebabkan oleh gaya kompresional. Gaya kompresional yang bekerja ini sangat
kuat sehingga menyebabkan terbentuknya antiklin dan sesar naik. Beberapa

88
indikasi adanya sesar adalah keterdapatan zona hancuran yang terlihat jelas
dengan nilai slickenside 200, keterdapatan breksi sesar dan milonit. Dengan
adanya bukti – bukti fisik tersebut maka jelaslah gaya kompres yang bekerja pada
singkapan ini sangat kuat, dimana milonit dan breksi sesar itu sendirir biasanya
terbentuk pada metamorfisme kinematik dengan tekanan dominan dibanding
temperature. Batuannyapun memiliki sifat yang brittle dan telah terkompaksi
dengan baik sehingga dapat ditemui kekar – kekar yang terbentuk disebabkan oleh
tektonik. Diperkirakan sesar terbentuk bersamaan dengan proses terbentuknya
lipatan, namun lipatan terbentuk dahulu, kemudian disusul dengan pembentukan
sesar akibat gaya kompres yang begitu kuat sehingga melebihi batas yield strength
material tersebut. Regresi merupakan proses utama yang terjadi pada singkapan
ini, terlihat telah hilangnya beberapa bagian dari lipatan dan perlapisan
sedimennya akibat erosi.

Gambar Proyeksi ST.2


Pada stasiun 2 kami memperoleh data kekar dengan arah tegasan Barat
Laut ke Tenggara Pola tegasan yang digunakan dengan anggapan bahwa kekar
tersebut pada keseluruhan daerah terbentuk sebelum atau pada saat pembentukan
sesar. Data kekar yang kami peroleh kami masukkan ke dalam stereonet sehingga
dapat terlihat kontur yang tidak terlalu rapat.

Berdasarkan hasil dari data perhitungan kekar-kekar pada stasiun 2 dalam


streonet diasumsikan bahwa daerah tersebut dipengaruhi oleh adanya struktur
dengan arah tegasan relatif Timur Laut Barat Daya. Pada kenampakan di lapangan
ditemukan kondisi batuan terdiri rekahan-rekahan dengan nilai σ1 = 60⁰ yang
dimana dalam klasifikasi Richard ini merupakan indikasi dari sesar normal.
0o-100 Strike slip

100-800 Normal Fault

800-900 Reverse Fault


Tabel Skala Richard
89
Pada stasiun 2 kami menemukan 2 lipatan, yaitu lipatan terbuka pada
bagian atas dan lipatan tertutup pada bagian bawah. Berikut ini penentuan lipatan
berdasarkan stereonet di stasiun 2.

Stasiun 3

. Pada stasiun ini ditemukan singkapan sedimen dengan struktur geologi


yang kompleks berupa lipatan, sesar dan kekar. Memiliki struktur sedimen
berlapis. Metode yang digunakan adalah metode pengukuran strike & dip,
slickenside, plunge dan trend. Berdasarkan data deskribtif dan kinematik yang
telah digambarkan menjadi miniatur struktur geologi yang berada singkapan di
stasiun 3 dan 4 ini maka dapat diinterpretasikan :
Lapisan pada mulanya diendapkan secara lateral mengikuti bidang
perlapisannya, bidang cekungannya. Dan lapisan yang berada di atas suatu lapisan
berumur lebih muda dari lapisan yang berada di bawahnya dalam keadaan normal.
“ Steno 1962 ”. Jadi jika dilihat kondisi singkapan sekarang maka singkapan
tersebut tidak lagi berada dalam keadaan normal, artinya telah ada gejala struktur
yang terjadi pada singkapan ini. Lipatan yang kami temukan pada singkapan ini
lipatan rebah dan lipatan tegak. Lipatan tegak terjadi karena, dihasilkan dua arah
mendatar disertai kekuatan dan arah gerakan sama.Lipatan rebah diakibatkan
lipatan miring dan menggantung mendapatkan gaya tangensial yang lebih besar
dari yang lain. Pada stasiun 3 ini terdapat adanya antiklin dan sinklin terpatah-
patah. Batuan pada lapisan ini adalah lempung berfoliasi.di stasiun ini juga
terdapat zona penghancuran

1. Tahapan pada terbentuknya dapat direkonstruksi dan disederhanakan


sebagai berikut :
1. Lapisan sedimen dengan struktur perlapisan dan lapisan paling bawah
memiliki umur yang lebih tua.
2. Kemudian terjadi tektonik yang menyebabkan terbentuknya struktur
geologi lipatan, kemudian terbentuk sesar di zona lemah singkapan
tersebut, sehingga terlihat adanya zona hancuran, bidang sesar yang
menjadi indikasi adanya sesar. Namun untuk mengetahui arah tegasan dan

90
urutan kejadian perlu diadakan penyederhanaan dari sekian struktur
geologi yang kompleks tersebut.

Interpretasi

Dari desain yang dibuat dengan metode freehand dan busur lingkaran,
maka dapat diinterpretasikan arah tegasan yang membentuk struktur lipatan
tersebut adalah berasal dari timurlaut, sehingga terbentuk lipatan dan kearah barat
terbentuk struktur lipatan “ overtuned fold ( Billing 1986 )”. Kenampakan
dilapangan seperti perlapisannya horizontal “keadaan normal” dan membentuk
lipatan ;

Kenampakan dilapangan Interpretasi

Overtuned Fold

Tetapi setelah dilakukan analisis data, maka didapatkan data bahwa lipatan
yang tersebut sebenarnya adalah overtuned fold. Dan ketika dilihat pada lapisan
atasnya terlihat bahwa sayap kanan lipatan bertemu dan menyatu untuk
membentuk fisiografi seperti lipatan dalam keadaan normal. Dan pada bagian
timur terbentuk sesar akibat material tidak dapat menahan gaya yang bekerja pada
yang bekerja “ melebihi batas yield strength ”. terdapat banyak zona hancuran dan
beberapa sesar yang sulit untuk diidentifikasikan karena gejala struktur yang kuat.

91
Singkapan ini terdiri dari litologi dengan grainsize yang relatif halus
berkisar pasir sangat halus hingga clay, ini menunjukkan bahwa daerah ini
dulunya merupakan daerah yang jauh dari source, yaitu delta – marine, namun
batuan di singkapan ini tidak memiliki sifat karbonatan. Maka dengan demikian
dapat diinterpretasgejala struktur dan pengendapan terjadi bersamaan dengan
terjadinya proses regresi. Ini didukung oleh data lapangan bahwasanya lipatan
yang terbentuk berupa overtuned fold, obliqe fold, terbentuk sesar lebih dari sekali
yang berarti dulunya batuan penyusun singkapan ini memiliki sifat ductile – low
britle sehingga banyaknya zona – zona lemah dan kekar – kekar yang terbentuk
tidak lebih banyak jika dibandingkan dengan stasiun 2.

Dari sifat fisik dan struktur sedimennya juga mendukung bahwasanya


pada masa pembentukannya singkapan ini berada pada proses regresi yang besar
yaitu tidak adanya perulangan litologi “grainsize”, tidak adanya perbedaan warna
yang menunjukkan adanya regresi dan transgresi. Endapan yang berukuran butir
batupasir sangat halus – clay dan nonkarbonatan merupakan karakteristik dari
endapan delta. Dengan demikian maka dapat pula diinterpretasikan bahwa
grainsize akan mengasar keatas “coarsening upward” dan pada lapisan bagian
bawah bias jadi bersifat karbonatan karena terendapkan di lingkungan lautt atau
marine.

Stasiun 5

Pada stasiun 5 ini ditemui struktur geologi berupa lipatan dengan panjang
200m dan didapati data lipatan : lipatan yang ditemui pada stasiun 5 dapat
diklasisfikasikan sebagai antiform sinklin yaitu sinklin yang membentuk antiklin.
Jika diamati lebih detail lagi maka dapat dilihat dulunya terdapat keberadaan
antiklin yang berada disebelah kanan dan kiri dari antiform sinklin tersebut yang
telah teroerosi.

Antiform merupakan dimana lapisan yang tua berada pada bagian atas dan
yang muda berada di bawahnya. Ini menunjukkan bahwa dulunya terbentuk
antiklin dan dengan proses geologi, singkapan tersebut mengalami proses

92
perebahan dan akhirnya terbalikan dan membentuk antiforn sinklin akibat tegasan
yang berasal dari satu arah, ini biasanya terbentuk pada batuan dengan derajat
kekompakan yang tinggi sehingga batuan tidak hancur pada saat proses
pembalikan.

Gaya yang bekerja juga diperkirakan adalah kompresional yang berasal


dari arah timurlaut dan proses pembentukan antiform sinklin ini juga bersamaan
dengan proses pengangkatan sehingga terbentuk lembah dengan skala yang sangat
besar dan lembah tersebutlah yang sekarang terbentuk sebagai sungai Kampar. Ini
juga sesuai dengan karakteristik sungai Kampar tersebut yang telah terkategorikan
sebagai sungai dewasa. Pemebentukan antiform sinklin diawali dengan
terbentuknya lipatan bersamaan dengan pembentukan struktur geologi pada
singkapan yang berada di stasiun 3 dan 4, kemudian terjadi pengangkatan
sehingga terbentuklah antifoam sinklin tersebut. Dan pada kondisi ini “regresi”
sedimen rate lebih besar dibandingkan daya

93

Anda mungkin juga menyukai