1. Pengertian
1
Gambar1. Foto singkapan struktur antiklin pada perlapisan batupasir dan
sketsa lapangan yang dibuat untuk mempermudah identifikasi unsur-
unsur struktur geologi (McClay,1987). Keterampilan ini sangat
penting dan bermanfaat didalam pekerjaan lapangan geologi struktur.
1. Dapat mengetahui posisi stratigrafi suatu batuan dengan batuan yang lain.
2. Dalam aplikasinya dapat untuk membantu dalam pencarian bahan mineral
dan minyak bumi, geologi teknik, hidrogeologi dan geologi tata lingkungan.
2
ACARA 1
PENGENALAN UNSUR STRUKTUR
1. Definisi
3
Jurus (Strike) Struktur Bidang
Sebuah garis jurus (stike line) dapat didefinisikan sebagai sebuah garis
horizontal yang terletak pada suatu struktur bidang.Sebuah garis jurus pada
suatu struktur bidang dapat dibayangkan sebagai perpotongan antara bidang
horizontal imajiner dengan struktur bidang tersebut (ingat bahwa
perpotongan antara dua buah bidang adalah sebuah garis).
Jurus suatu struktur bidang pada lokasi tertentu adalah sudut antara garis
jurus dengan utara sebenarnya. Dengan kata lain, jurus adalah sudut antara
garis horizontal pada suatu struktur bidang dengan utara sebenarnya. Jurus
merupakan besaran sudut yang diukur dalam satuan derajat (0) dengan
menggunakankompas. Setiap sudut yang diukur dengan menggunakan
kompas disebut arah(baearing atau azimuth
Gambar 1.1. Diagram blok yang memperlihatkan arti dari kemiringan. (a)
Kemiringan sebenarnya(δ), dengan arah panah menunjukkan
arah kemiringan. (b) kemiringan semu (α).
4
Gambar 1.2. Cara pengukuran strike dan Dip menggunakan kompas
geologi tipe brunton
Kemiringan yang diukur pada bidang vertikal yang tidak tegak lurus garis
jurus disebut sebagai kemiringan semu (apparent dip) (Gambar 1.1b).Besar
kemiringan semu harus selalu lebih kecil dari pada besar kemiringan
sebenarnya.Besar kemiringan semu yang diukur pada bidang vertikal yang
mengandung garis jurus adalah nol derajat (0°).
Cara Penulisan Kemiringan dan Arah Kemiringan Untuk Struktur Bidang
Kedudukan struktur bidang juga dapat dideskripsikan dengan cara penulisan
kemiringan dan arah kemiringan. Cara penulisan ini, untuk contoh-contoh
kedudukan struktur bidang di atas, diperlihatkan pada Tabel 3.1 berikut ini.
Tabel 1.1. Contoh cara penulisan kemiringan dan arah kemiringan untuk
struktur bidang. Cara Penulisan Jurus dan Kemiringan Konvensi
Kuadran Konvensi AzimuthCara Penulisan Kemiringandan Arah
Kemiringan
5
Gambar 1.3. Penulisan kedudukan batuan menggunakan sistem kuadran (a) dan azimuth (b)
6
struktur garis riil, adalah struktur garis yang arah dan kedudukannya dapat
diamati langsung di lapangan, misalnya goresgaris pada bidang sesar.
struktur garis semu, adalah semua struktur garis yang arah atau kedudukannya
ditafsirkan dari orientasi unsur-unsur struktur yang membentuk kelurusan atau
liniasi, misalnya liniasi fragmen breksi sesar, liniasi mineral-mineral dalam
batuan beku, dsb.
Berdasarkan saat pembentukannya struktur garis dapat dibedakan menjadi
“struktur garis primer” adalah liniasi atau penjajaran mineral pada batuan beku
tertentu, arah liniasi struktur sedimen. dan yang termasuk “strutur garis sekunder”
adalah goresgaris, liniasi memanjang fragmen breksi sesar, garis poros lipatan dan
kelurusan-kelurusan. Kedudukan struktur garis dinyatakan dengan istilah-istilah
”arah penujaman” (trend), ”penujaman” (plunge), “arah kelurusan” (bearing), dan
“rake” atau “pitch”.
- Trend : jurus dari bidang vertikal yang melalui garis dan menunjukkan
arah penujaman garis tersebut.
- bearing : jurus dari bidang vertikal yang melalui garis, tetapi tidak
menunjukkan penujaman garis tersebut.
- pake/pitch: besar sudut antara garis dengan garis horizontal, yang diukur
pada bidang dimana garis tersebut terdapat.
K
N
keterangan:
7
a-l : struktur garis pada bidang abcd
: rake (pitch)
a. Jurus/strike:
sistem azimuth yaitu n x0 e/y0, dengan x antara 00- 3600 dan y antara 00-
900. sistem kuadran yaitu jika azimuthnya adalah n 1450 e/300 maka
kuadran adalah n 350 w/300 sw dan s 350 e/300.
8
Penggambaran struktur bidang dan struktur garis: azimuth
kuadran
Notasi Gambar Notasi Gambar
atau
N 900 E/450 S
N 900 W/450 E
S 900 W/450 S
450 atau
9
Tempel sisi e kompas pada bidang yang diukur, kedudukan kompas
dihorizontalkan dengan menyentringkan nivo kotak. lalu berilah tanda garis pada
bidang sesuai arah strike.
b. Dip
Kompas pada posisi tegak, tempel sisi w kompas pada bidang yang diukur
dengan posisi tegak lurus strike pada garis yang telah dibuat. lalu sentringkan nivo
tabung.
c. Dip direction
Tempel sisi s kompas, horizontalkan kompas dengan menyentringkan nivo
kotak.
d. Trend
Tempel alat bantu ( buku lapangan/clipboard) pada posisi tegak dan sejajar
arah struktur garis. lalu tempel sisi w atau e kompas pada posisi kanan/kiri alat
bantu dengan visir kompas mengarah kepenujaman struktur garis tersebut dan
sentringkan nivo kotak.
e. Plunge
Tempel sisi w kompas pada sisi atas alat bantu yang masih dalam keadaan
vertikal, sentringkan nivo tabung/clinometer.
f. Pitch
Buat garis horizontal pada bidang struktur garis tersebut terdapat (sama
dengan strike bidang tersebut), ukur besar sudut lancip yang dibentuk oleh garis
horizontal menggunakan busur derajat.
g. Bearing
Arah visir kompas sejajar dengan unsur-unsur keselurusan struktur garis
yang akan diukur, lalu sentringkan nivo tabung.
10
Gambar 1.7.Simbol-simbol struktur garis
ACARA 2
PROYEKSI ORTOGRAFI DAN TRIGONOMETRI
1. Deifinisi
Masalah geometri dalam geologi struktur adalah masalah yang dijalin oleh
geometri bidang-bidang dan garis-garis. Salah satu cara pemecahannya adalah
dengan metode geometri deskriptif yang meliputi metode grafis dan proyeksi yang
dalam analisa pemecahannya mengubah kenampakan posisi obyek struktur tiga
dimensi menjadi gambaran dua dimensi.
Disamping metode deskriptif digunakan pula metode statistik sederhana
dalam membantu analisa dan memecahkan masalah struktur geologi suatu daerah.
Metode statistik yang pertama adalah diagram-diagram yang dibuat berdasarkan
data-data yang hanya memiliki satu parameter saja . Diagram-diagram yang
dihasilkan adalah diagram kipas, diagram roset dan diagram batang. Kedua adalah
diagram yang dibuat berdasarkan prinsip proyeksi stereografis (diagram kutub)
dan berdasarkan data-data yang memiliki dua parameter yakni data jurus dan
kemiringan (bidang) dan “plunge,bearing” (garis). Diagram yang dihasilkan
adalah diagram-diagram kontur.
Unsur-unsur struktur secara geometris pada dasarnya hanya terdiri dari dua
unsur geometris yaitu geometris bidang (struktur bidang meliputi bidang
perlapisan, kekar, sesar, foliasi, sumbu lipatan, dll), dan geometris garis (struktur
garis meliputi goresgaris, perpotongan 2 bidang, liniasi, dll).
Pemecahan masalah-masalah yang berhubungan dengan geometri struktur
bidang dan struktur garis seperti masalah besaran arah dan sudut, jarak dan
panjang dari struktur bidang dan struktur garis, misalnya menentukan panjang
dari segmen garis, sudut antara dua garis, sudut antara dua bidang, sudut antara
garis dan bidang, jarak titik terhadap bidang, jarak titik terhadap garis.
Kelemahan dari metode ini adalah ketelitian-nya sangat bergantung pada
faktor-faktor yaitu skala penggambaran, ketelitian alat gambar dan tingkat
keterampilan si penggambar. Namun dibanding metode-metode lain, metode ini
dapat lebih cepat untuk memecahkan masalah struktur bidang dan struktur garis,
11
karena secara langsung berhubungan dengan kenampakan tiga dimensi, sehingga
mudah dipahami.
Penentuan struktur garis dan bidang pada acara proyeksi 2 dimensi adalah
dengan menggunakan metode orthografis dan trigonometri.
2. Proyeksi Ortografi
12
Gambar 2.1.Prinsip proyeksi ortografi.
Masalah 2-1 : menentukan kedudukan struktur garis dan pitch pada struktur
bidang Suatu struktur bidang memiliki kedudukan N45 0 E/300 SE. Pada bidang
tersebut terdapat struktur garis berarah N180 0 E. Tentukan kedudukan dan
pitch struktur garis tersebut. Untuk kedudukan struktur garis (penunjaman dan
arah penunjaman), kita hanya tinggal menentukan penunjamannya saja, karena
arah penunjamannya sudah diketahui, yaitu N1800E.
13
peta. Dalam penggambaran yang baru saja dilakukan, beda tinggi antara
garis jurus CO dan garis jurus DE adalah sebesar panjang FD' (t).
14
Gambar 2.2
Dua buah bidang yang saling berpotongan akan menghasilkan satu garis potong
yang merupakan unsur dari kedua bidang tersebut. Pengertian ini dapat diterapkan
untuk beberapa unsur strukturgeologi, misalnya perpotongan suatu lapisan batuan
dengan sesar, intrusi suatu korok (dike), urat-urat (veins),dan sebagainya.
Masalah 2-2 : struktur garis yang terbentuk dari perpotongan dua struktur bidang
Suatu zona mineralisasi dianggap sebagai satu zona atau garis lurus, yang
merupakan perpotongan antara lapisan batugamping dengan kedudukan
N700E/400SE, dengan suatu korok andesit dengan kedudukan N1400E/250SW.
Tentukan kedudukan struktur garis yangmerupakan zona mineralisasi tersebut.
15
Gambar 2.3
Jika sebuah struktur garis ingin diproyeksikan pada penampang vertikal yang
tidak sejajar struktur garis tersebut, maka kita harus menggambarkan penunjaman
semu (apparent plunge) pada penampang tersebut. Hal ini mirip dengan
penggunaan kemiringan semu pada penampang yang tidak sejajar dengan arah
kemiringan sebenarnya. Namun berkebalikan dengan hubungan antara kemiringan
semu dan kemiringan sebenarnya, penunjaman semu selalu lebih besar daripada
penunjaman sebenarnya. Nilai maksimal penunjaman semu adalah 900,
didapatkan jika penampang berarah tegak lurus struktur garis. Nilai minimum
penunjaman semu adalah sebesar penunjaman sebenarnya, didapatkan jika
penampang berarah sejajar dengan struktur garis. Salah satu situasi di mana
penentuan penunjaman semu dibutuhkan adalah jika lubang bor yang tidak
vertikal dan satuan-satuan batuan yang ditembusnya ingin ditampilkan
(diproyeksikan) pada penampang vertikal.
Masalah 2-3 : penunjaman semu, proyeksi lubang bor miring pada penampang
vertikal Lubang bor memiliki kedudukan 300, N450E. Tentukan kedudukan
proyeksi lubang bor ini pada penampang vertikal berarah E-W. Pemecahan 4-3
(Gambar 2.3)
16
Gambar 4.6a dapat dibayangkan bahwa proyeksi lubang bor pada
penampang akan memiliki arah penunjaman N900E.
2. Gambar ulang garis penampang dan garis proyeksi lubang bor pada peta.
Tentukan titik X pada garis proyeksi lubang bor.
3. Gunakan garis OX sebagai garis lipat F1, putar bidang penampang ke
bidang peta. Buat garis OA yang membentuk sudut 30
4. 0(penunjaman struktur garis) dengan OX.
5. Buat garis dari titik X yang tegak lurus OX. Garis ini memotong OA di
titik W. Ukur jarak XW, misalkan jarak ini adalah d.
6. Proyeksi titik X pada penampang adalah titik Y.
7. Gunakan garis OY sebagai garis lipat F2, putar bidang penampang ke
bidang peta. Buat garis dari titik Y yang tegak lurus OY dengan panjang d,
menghasilkan titik Z. Buat garis OZ.
8. Sudut YOZ adalah penunjaman semu yang dicari. Pengukuran dengan
busur menghasilkan penunjaman semu = 390. Dengan demikian,
kedudukan proyeksi lubang bor pada penampang adalah 390 , N900E.
3. Proyeksi Trigonometri
tan 2
cos
tan 1
17
tan 1
cos
tan 2
Tan = sin
Dip direction = 1 +
2. Bearing
β = selisih trend dan strike
3. Pitch
Tan Ф = tan β
Cos δ
ACARA 3
PROBLEMA TIGA TITIK
DAN POLA PENYEBARAN SINGKAPAN
1. Pengantar
Seringkali singkapan yang ada di daerah tropis dengan curah hujan tinggi
tertutupioleh soil yang tebal dan vegetasi yang lebat sehingga sulit untuk
mendapatkansingkapan yang segar. Namun dari minimal tiga singkapan yang
terpisah-pisah denganketinggian yang berbeda dapat dicari kedudukan perlapisan
batuan. Metoda untuk mencari kedudukan lapisan dari batuan tersebut dikenal
dengan metoda poblema tiga titik. Metoda ini dapat juga digunakan untuk mencari
kedudukan lapisan bawah permukaan dari data lubang bor, dengan syarat
lapisan tersebut belum terganggustruktur, lihat gambar 1.
18
Gambar 3.1 Pengukuran tiga titik
Problema tiga tiitik ini dapat digunakan apabila data-data memenuhi syarat :
a. Ketiga titik singkapan yang telah diketahui lokasi dan ketinggiannya terletak pada satu
bidang,
b. Bidang tersebut belum mengalami deformasi yakni terpatahkan atau terlipat.
Contoh : diketahui suatu lapisan batupasir yang akan kaya akan bijih tembagah tersingkap pada
tiga titik pengamatan. Pada lokasi B yang berjarak 450 m dari titik A dengan arah N 200 0 E
dan titik C berjarak 400 m dengan arah N 150 0 E dari titik A. tentukan arah jurus dan
kemiringan lapisan batupasir tersebut. Katinggian titik A = 175 meter, B = 50 meter, C = 100
meter. Skala 1 : 10.000
Cara Proyeksi
Urutan penyelesaiannya sebagai berikut :
1. Tentukan letak ketiga titik A, B, dan C yang sudah diketahui.
2. Buat garis k yang berarah timur-barat (0 meter). Proyeksikan titik A, B, C pada k,
diperoleh A’, B’ , dan C’.
3. Dengan menggunakan garis k sebagai sebagai garis rebahan tentukan titik A’’, B’’ dan
C’’, jarak dan ketinggian sesuai skala.
4. Buat garis I sejajar K melalui titk C ( titk yang berada diantara dua ketinggian )hingga
berpotongan A”B’’ di titik D’’ ini garis AB sehingga di dapat D.
5. Hubungkan titk D dan C sebagai garis DC yang merupakan jurus perlapisan. Arah dari
jurus ini belum diketahui. Untuk mengetahui dengan memperhatikan ketinggian relatifnya.
6. Buat garis tegak lurus DC sebahai garis m dengan ketinggian 175 meter ( titik tertinggi).
19
7. Pada garis DC buat titk C ‘ ‘ ‘ dengan jarak sama dengan ketinggian A dikurangi
ketinggian C.
8. Buat melalui B sejajar lurus (DC) dan buat titik B’’’ dengan jarak sama dengan ketinggain
A dikurangi ketinggian B.
9. Hubungkan titk C ‘’’ dan B’’’ hingga berpotongan dengan garis m di A’’’.
10. Sudut yang dibentuk antara garis tersebut dengan garis m merupakan sudut kemiringan
lapisan batuan (dip)
11. Maka kedudukanya lapisan batuan N β0E/α0
20
dengan beda tinggi antara titik A dan titik B (50 meter). Pada bidang gambar,
jarak DE ini tergantung dari skala peta yang digunakan.
6. Buat garis OE. Kemiringan dari bidang lapisan batuan adalah sudut DOE
(α).
7. Kedudukan bidang lapisan batuan adalah N450E/150SE.
Bumi terdiri atas bagian-bagian, bagian terluar (kerak bumi) tersusun oleh
berbagai lapisan batuan. Kedudukan batuan-batuan tersebut pada setiap tempat
tidaklah sama, tergantung dari kekuatan tektonik yang mempengaruhinya, karena
adanya gaya-gaya yang berkerja menyebabkan batuan terangkat dan terlipat serta
apabila tekena erosi dan pelapukan maka batuan tersebut akan tersingkap
dipermukaan bumi, dari adanya singkapan batuan inilah dapat diketahui keadaan
geologi suatu daerah serta dapat pula diketahui melalui sebuah peta yang
menggambarkan penyebaran batuan, struktur, serta geomorfologinya. Peta seperti
ini disebut dengan peta geologi.
Akibat adanya kedudukan batuan yang tidak sama dari berbagai satuan serta
adanya relief permukaan bumi menyebabkan bentuk penyebaran batuan dan
struktur yang tergambar dalam peta geologi akan membentuk suatu pola tertentu.
Bentuk penyebaran pola batuan tersebut dikenal dengan istilah pola singkapan,
besar dan bentuk dari pola singkapan tergantuk dari beberapa hal yaitu :
a. Tebal lapisan, dengan tebal yang berbeda walaupun kemiringannya sama
maka besar dan lebar pola singkapan akan berbeda.
b. Topografi/morfologi, walaupun tebal dan kemiringan lapisan sama, tetapi
keadaan topografi bervariasi maka pola singkapan akan berlainan pula.
c. Besar/kemiringan (dip) lapisan , lapisan tebal sama, topografi sama, tetapi
kemiringan lapisan berbeda, maka pola singkapan berbeda pula.
d. Bentuk struktur lipatan
Struktur lipatan akan membentuk pola singkapan yang sangat berlainan, untuk
lipatan menunjam terdiri dari siklin dan antiklin, akan membentuk pola zik-zak
serta mempunyai ekspresi topografi pegunungan
Hukum V
21
1. Lapisan horizontal akan membentuk pola singkapan yang mengikuti pola
garis kontur.
2. Lapisan dengan kemiringan yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng,
maka kenampakan lapisan akan memotong lembah dengan pola singkapan
membentuk huruf V yang berlawanan dengan arah kemiringna lereng /lembah.
3. Pada lapisan tegak akan membentuk pola singkapan berupa garis lurus,
dimana pola singkapan ini tidak dipengaruhi oleh keadaan topografi.
4. Lapisan yang miring searah dengan kemiringan lereng, dimana kemiringan
lapisan lebih besar dari kemiringan lereng , maka membentuk pola singkapan
dengan huruf V mengarah sama , searah kemiringan lereng
5. Lapisan dengan kemiringan searah dengan kemiringan lereng , dimana
kemiringan lapisan kecil dari kemiringan lereng , maka pola singkapan akan
membentuk huruf V yang berlawanan dengan arah kemiringan lereng/lembah.
6. Lapisan dengan kemiringan yang searah dengan kemiring lembah dan
besarnya kemiringan lapisan sama dengan kemiringan lembah/ lereng,
makapola singkapan tampak seperti gambar 6.
22
o Data singkapan dari tiap lokasi pengamatan diplotkan pada peta dasar,
yaitu beupa symbol, tanda, atau warna.
o Batas litologi, garis sesar , sumbu lipatan dapat berupa garis penuh (tegas )
bila diketahui dengan pasti atau berupa garis-garis lurus putu-putus jika
diperkirakan.
o Legenda peta diurutkan sesuai dengan urutan stratingrafi ( hukum
superposisi).
o Penyebaran satuan batuan ( pola singkapan ) dapat dapat ditarik batasnya
diantara penyebaran satuan batuan yang berlainan dengan memperhatikan
huruh V.
Penyelesaian :
a. Buat garis SS’ yang sejajar dengan jurus lapisan batuan yang melewati X
b. Buat garis tegak lurus SS’ sebagai garis AB dan berpotongan di C (ketinggian 800 meter)
c. Buat garis melalui C dan menyudut terhadap garis AB dengan sudut sebesar
kemiringannya (dip = 200 ) buat garis, CE.
d. Pada garis SS’ buat skala sesuai dengan ketinggian mulai dari titik C, ke arah luar semakin
kecil, sesuai dengan skala peta.
e. Buat garis melalui titik-titik ketinggian tersebut sejajar dengan garis AB dan berpotongan
dengan garis CE pada titik-titik tersebut.
f. Dari titik tersebut buat garis sejajar lurus lapisan hingga berpotongan dengan garis kontur
g. Hubungkan titik-titik tersebut dengan kontur yang mempuyai ketinggian yag sama sebagai
titik sama tinggi
h. Hubungkan titik-titik tersebut dari masing-masing ketinggian membentuk pola penyebaran
singkapan.
ACARA 4
KETEBALAN DAN KEDALAMAN
23
1. Definisi
Ketebalan adalah jarak terpendek yang diukur antara dua bidang sejajar
yang merupakan batas antara dua lapisan. Kedalaman adalah jarak vertikal dari
suatu ketinggian tertentu terhadap suatu titik (misalnya muka air laut) terhadap
suatu titik, garis atau bidang.Lihat gambar 3.1. Pengukuran ketebalan dan
kedalaman dapat ditempuh dengan dua cara, yaitu pengukuran secara langsung
dan pengukuran secara tidak langsung.
t = ketebalan
d = kedalaman
24
secara tidak langsung. Tetapi sebaiknya diusahakan pengukuran mendekati secara
langsung.
2. Pengukuran Ketebalan
a. Cara Matematis
25
Medan berlereng (sloping) (gambar 4.4).
1. Pengukurantegaklurusjuruslapisandanlapisansearahdenganlere
ng sebesarσ.
- Dip (δ) lebih besar daripadaslope(σ) (gambar 3.4.a):
t= w.sin(δ - σ)
t= w.sin(σ - δ)
tz= w.sin(δ + σ)
t= w.cos (90 - δ - σ)
t= w.sin σ
t= w.cos σatau
t= w.sin (90 - σ)
26
Gambar 4.4. Pengukuran medan miring, lapisan bervariasi (Ragan, 1973).
27
Gambar 3.5.Palmer alignment diagram untuk menentukan ketebalan lapisan batuan (Palmer,
1918). Diagram ini hanya digunakan untuk ketebalan singkapan yang diukur tegak
lurus jurus perlapisan. Jika permukaan tanah horisontal, lebar singkapan 500 m dan
dip 700, maka ketebalan lapisannya adalah 470 m (ditunjukkan oleh garis merah).
Jika permukaan tanah horisontal, lebar singkapan 600 m, dip 200, maka
ketebalannya adalah 205 m (ditunjukkan oleh garis biru
28
Gambar 3.6. Mertie alignment diagram untuk menentukan ketebalan lapisan batuan terhadap suatu
permukaan atau horison yang mempunyai kemiringan, diukur tidak tegak lurus jurus
(Mertie, 1922). Dalam membaca skala paling kanan, yaitu ketebalan lapisan, harap
diperhatikan urutan angkanya. Bila skala tersebut dibaca dari bawah, nilai-nilai
ketebalan lapisan akan bertambah ke arah atas dari angka 1000; angka 900 di atas
1000 harus dibaca sebagai 1100, angka 800 di atas 1000 harus dibaca sebagai 1200,
demikian seterusnya hingga angka 0 paling atas dibaca sebagai 2000. Sebaliknya bila
29
skala tersebut dibaca dari atas, maka nilai-nilai ketebalan lapisan akan bertambah ke
arah bawah dari angka 1000;angka 900 di bawah 1000 dibaca sebagai 1100, dan
seterusnya hingga angka 0 palingbawah dibaca sebagai 2000.Sedangkan dalam
Menghitung kedalaman lapisan ada beberapa cara, diantaranya :- perhitungan secara
geometri dengan “Alignment nomograph” dan cara grafis.
3. Pengukuran kedalaman
d = m tan δ
m = jarak tegak lurus
darisingkapan ketitik
tertentu
δ = kemiringan lapisan
Apabila m tidak tegak lurus jurus, maka kemiringan lapisan yang dipakai
adalah kemiringan semu (α)
d = m ta
Untuk kemiringan lapisan dan kemiringan lereng tertentu, kedalaman
dapat dicari dengan menggunakan rumus pada gambar 5.9. Sedangkan rumus
umumnya :
d = m [| sin σ ± cos σ
tan δ |]
m = jarak tegak lurus
jurus pada
bidang miring
σ = kemiringan
lereng
δ = kemiringan la
30
Gambar 4.8. Beberapa posisi kedudukan lapisan dalam perhitungan kedalamannya
Gambar 3.9.Palmer alignment diagram untuk menentukan kedalaman lapisan batuan (Palmer,
1918). Diagram ini hanya digunakan untuk jarak terhadap singkapan (diukur dari
31
titik yang ingin diketahui kedalaman lapisan batuannya) pada bidang horisontal
yang diukur tegak lurus urus perlapisan. Jika permukaan tanah horisontal, jarak
terhadap singkapan 600 m dan dip 200, maka kedalaman lapisan pada titik tersebut
adalah 220 m.
32
Gambar 3.10.Mertie alignment diagram untuk menentukan kedalaman lapisan batuan terhadap
suatu permukaan atau horison yang mempunyai kemiringan, diukur tidak tegak
lurus jurus (Mertie, 1922). Diketahui kemiringan lapisan (dip) yang berlawanan
arah kemiringan lereng (slope), sudut antara jurus dan arah pengukuran 500, dip
400, sudut lereng (slope) 250 dan lebar singkapan 1100 m. Kedalaman lapisan
batuan adalah 900 m.
ACARA 5
PROYEKSI STEREOGRAFI
2. Definisi
33
Struktur bidang atau garis diproyeksikan dengan cara yang sama yaitu
melalui perpotongannya dengan permukaan bola sebagai proyeksi sferis atau titik,
dan diproyeksikan pada bidang horizontal melalui Zenith. Beberapa contoh
proyeksi bidang dan garis, serta gambaran pada bidang equator nya (proyeksi
stereografi), ditunjukkan pada gambar 6.2.
Suatu garis atau bidang dengan kecondongan yang kecil, proyeksinya akan
mendekati lingkaran equator, sedangkan garis atau bidang yang sangat menunjam,
proyeksinya akan mendekati pusat lingkaran.
34
3. Jaring stereografi meridional (Wulf Net)
Dengan arah kemiringan ke Barat dan Timur akan didapat berbagai jarring
meredian (stereogram). Dengan demikian besaran tiap sudut pada
proyeksistereografi merupakan gambaran sudut pada permukaan bola. Pusat
darilingkaran besar didapatkan secara grafis (gambar 6.3 b) atau dengan
hubungand = r tan δ(d = jarak ke pusat lengkungan O ; r = jari-jari lingkaran ; δ =
kemiringan bidang)Gambar 6.3 b menunjukkan beberapa meredional lingkaran
besar yangmenggambarkan seri bidang dengan jurus utara-selatan dengan
kemiringan kebarat pada selang 100.
35
Lingkaran kecil merupakan perpotongan antara permukaan bola dengan
bidangyang tidak melalui pusat bola. Setiap lingkaran kecil dapat dianggap
sebagaiperpotongan antara permukaan bola dan kerucut tegak melalui pusat
lengkunganO. Suatu kerucut dapat digambarkan dengan caramenentukan
tempatkedudukan dari garis dengan pitch yang tetap pada suatu bidang,
denganberbagai kemiringan (gambar 6.4 a). Bila arah Utara-Selatan merupakan
tempatkedudukan pusat lingkaran kecil bagian bawah bola diproyeksikan ke titik
zenith,maka akan menghasilkan stereogram yang disebut garis lengkung
lingkaran kecil.Pusat-pusat lingkaran kecil ini dapat digambarkan secara grafis
(gambar 6.4 b)yang didapat dari hubungan d = r / cos α
36
Jaring Wulf menggambarkan proyeksi stereografi dari berbagai kemiringan
dari suatu bidang dengan arah jurus Utara - Selatan. Untuk menggambarkan
stereogram dari suatu bidang, selalu digunakan arah jurus pada garis Utara -
Selatan, dan kemiringannya diukur pada arah Barat - Timur. Untuk penggambaran
praktis, umumnya digunakan kertas transparan atau kalkir.
37
Prosedur yang dilakukan adalah sebagai berikut (>> lihat gambar 6.6) :
Letakkan kertas kalkir di atas jaring dan gambarkan lingkaran luarnya, dan
beritanda titik-titik utara - selatan dan pusat lingkaran.
Gambarkan garis jurus melalui pusat lingkaran sesuai dengan harga
jurusnya.
Putar kalkir sehingga garis jurus berimpit dengan garis utara-selatan,
dimanatitik utara jaring berimpit dengan harga jurusnya.
Gambarkan garis lengkung stereogram sesuai dengan besarnya
kemiringan,dengan besaran 0 di pinggir dan 90 di pusat lingkaran, dengan
mengikutilengkung lingkaran besar pada jaring.
Apabila stereogram bidang telah digambarkan, posisi kalkir dikembalikan
padakedudukan sebenarnya.
Hal yang perlu diperhatikan adalah arah kemiringan bidang, dan ini akan
sangattergantung pada cara pengukuran dan jenis kompas yang dipakai. Oleh
karena itumutlak disebutkan arah kemiringannya apakah cenderung kearah Timur
atau ke Barat, dengan pengertian apakah stereogramnya digambarkan disebelah
kanan(E) atau kiri (W) dari garis utara-selatan jaring.Cara penggambaran struktur
garis pada dasarnya sama (>> lihat gambar 6.7),proyeksi stereografinya berupa
titik atau garis menurut besaran arah danpenunjamannya. Besaran sudut
penunjaman dapat dilakukan pada arah N-S atauE-W dari jaring Wulf.
38
Pada proyeksi stereografi dengan menggunakan jaring Wulf, terlihat bahwa
distribusi bidang ataupun garis tidak merata pada keseluruhan luas jaring. Bidang-
bidang atau garis-garis dengan kecondongan kecil akan tersebar lebih renggang
dibagian tepi lingkaran, sedangkan yang mempunyai kecondongan besar akan
tersebar lebih rapat pada bagian pusat jaring. Hal ini disebabkan karena
pembuatan jaring tersebut didasarkan pada sudut yang sama yang ditarik dari
Zenith, sehingga pada bidang equator tidak merata. Didalam analisa struktur lebih
lanjut, ketidak-teraturan ini, disamping kesalahanpengukuran, akan memperbesar
penyebaran yang tidak merata dari proyeksi unsur-unsur struktur tersebut,
terutama apabila data pengukuran yang diambil tidak banyak. Selain itu, apabila
data yang diolah dan dievaluasi, distribusi titik yang menyebar akan menyulitkan.
Untuk ini, diperlukan pengolahan secara statistik, atau dibuat diagram konturnya
(>> dibahas pada babAnalisa struktur),untuk mendapatkan hasil yang sesuai.
Untuk kepentingan ini diperlukan jaring stereografi yang dibuat
berdasarkan proyeksi sama luas yang disebut sebagai Proyeksi Sama-luas
(Lambert).
Dasar geometri dari proyeksi ini ditunjukkan pada gambar 7.1.Suatu bidang
diametral vertikal dibatasi dalam kerangka permukaan bola dengan jari-jari
R.Garis ZO’ adalah diameter vertikal, dan OP adalah garis miring pada bidang
39
diametral. Titik P’ adalah proyeksi dari P pada bidang proyeksi. Jarak d
darilengkung pusat proyeksi O’ ke P’ adalah :
Besaran jari-jari ini dan jari-jari lingkaran kerangka dibuat sama dengan
memisalkan d - 2R, bilamana p = 00. Ini diselesaikan dengan membagi
persamaan*) dengan 2/√2, didapatkan :
Dengan hasil ini, suatu seri lengkungan dapat digambarkan, yang identic
lingkaran besar dan lingkaran kecil pada jaring Wulf.Hasilnya merupakan
jarringsama-luas atau Jaring Schmidt.Cara untuk menggambarkan dan
menggunakan data pada jaring ini identic dengan cara yang dipakai pada jaring
Wulf. Perbedaannya adalah, lingkaran besardan kecil pada Schmidt tidak
diproyeksikan sebagai garis lengkung busur.
40
5. Kutub Suatu Bidang
Pada setiap bidang, terdapat suatu garis normal (garis tegak lurus) pada
bidang,yang disebut sebagai kutub dari bidang tersebut.Didalam proyeksi
stereografi, suatu bidang dapat direpresentasikan sebagai titik, yang merupakan
proyeksi darikutub nya.Pada dasarnya garis ini adalah garis yang tegak lurus pada
suatubidang, atau mempunyai sudut 90 terhadap bidangnya (gambar 7.2).
41
Untuk mendapatkan kutub dari suatu bidang, cukup dengan menggambarkan
titik proyeksi pada jaring sebesar 900 dari kemiringan bidangnya.Demikian pula
sebaliknya, stereogram bidang dapat digambarkan dari proyeksi titik
kutubnya.Perlu diketahui bahwa untuk penggunaan umum, proyeksi bidang atau
kutub dari suatu bidang dapat digunakan kedua jaring, baik Wulf ataupun
Schmidt.Akan tetapi untuk kepentingan analisa struktur lebih lanjut, akan lebih
baik digunakan jaring Schmidt mengingat distribusinya yang lebih merata pada
keseluruhan luas permukaan jaring.
Untuk menggambarkan kutub suatu bidang pada jaring stereografi secara
langsung, perlu diperhatikan arah jurusnya apakah N-E atau NW. Secara praktis,
untuk arah N-E, kertas transparan diputar sebesar jurus berlawanan arah jarum
jam,sebaliknya untuk arah N-W, kertas transparan diputar sebesar jurus searah
jarumjam. Untuk menentukan kemiringannya, kembalikan dengan cara
penggambaran stereogramnya, dihitung pada sisi berlawanan dengan arah
kemiringannya, yaitu ; pada sisi E bila arah kemiringannya NW, SW, W dan S,
pada sisi W bila arah kemiringannya NE, SE, E dan S. Besaran kemiringannya
diukur dengan 0º padasaat pusat jaring dan 90º dipinggir jaring.
Catatan :
Hal yang agak menyulitkan dan perlu diperhatikan didalam pengeplotan letak
kemiringannya, baik stereogram ataupun kutubnya, bahwa dengan pemakaian
kompas berskala 0º-360º, harga jurus dapat mencapai antara 90º-270º yang
sebenarnya sudah berada pada arah NW atau NE. Dalam hal ini, walaupun
42
penentuan arah tetap disesuaikan dengan N-E, akan tetapi ketentuan untuk
menetapkan kemiringan menjadi terbalik, misalnya bidang dengan kedudukan
N16ºE/3ºSW, setelah arah N nya diputar berlawanan jarum jam sebesar 16º,
stereogramnya akan diperhitungkan pada sisi E, dan kutubnya akan
diperhitungkan pada sisi W dari jaring, demikian pula bidang
N22ºE/3ºSE,stereogramnya akan diperhitungkan pada sisi W, dan kutubnya akan
diperhitungkan pada sisi E.Beberapa contoh cara pengeplotan ditunjukkan pada
gambar 7.3.
ACARA 6
LIPATAN
1. Definisi
Lipatan adalah hasil perubahan bentuk atau volume dari suatu bahan yang
ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan lengkungan pada unsur garis atau
bidang dalam bahan tersebut.Unsur bidang yang disertakan umumnya bidang
perlapisan (Hansen, 1971, dalam Ragan, 1973, hal.50).
2. Bagian-bagian Lipatan
Limb (sayap) : bagian lipatan yang terletak down-dip dimulai dari
lengkungmaksimum suatu antiklin atau up-dip dimulai dari lengkung
suatusinklin.
Hinge : titik pelengkungan maksimum pada lapisan yang terlipat.
43
Crest : titik puncak tertinggi dari lipatan.
Trough : titik dasar terendah dari lipatan.
Core : pusat lipatan.
Inflection : pertengahan antara dua pelengkungan maksimum.
Axial line : garis khayal yang menghubungkan titik-titik
pelengkunganmaksimum pada setiap permukaan lapisan. Disebut juga
hingeline.
Axial surface : disebut juga hinge surface; bidang khayal yang memuat
semuaaxial line atau hinge line. Bidang ini pada beberapa lipatan
dapatmerupakan bidang planar sehingga dinamakan axial plane.
Crestal line : suatu garis khayal yang menghubungkan titik-titik
tertinggi padasetiap permukaan suatu antiklin.
Crestal surface : bidang khayal yang memuat semua crestal line
suatu antiklin.
Trough line : adalah suatu garis khayal yang menghubungkan titik-
titikterendah pada suatu sinklin.
Trough surface : bidang khayal yang memuat seluruh trough line
suatu sinklin.
Plunge : sudut penunjaman dari axial line yang diukur terhadap
bidanghorisontal. Sudut ini terletak pada bidang vertikal.
Bearing : sudut horisontal yang dihitung terhadap arah
tertentu danmenyatakan arah penunjaman axial line.
Pitch : sudut antara axial line dengan bidang atau garis horisontal
yangdiukur pada axial plane/surface.
44
Gambar 6.1.Bagian-bagian dari lipatan.
45
plane; t = trough dari suatu lapisan; t’ = trough dari lapisan lain; tt’ =
trough plane (Billings, 1977).
3. Klasifikasi Lipatan
Untuk menamakan suatu lipatan harus sesuai dengan klasifikasi yang ada,
tergantung dari dasar yang digunakan.
Contoh-contoh lipatan:
1. Berdasarkan bentuk penampang tegak
Lipatan sederhana dan komplek
Lipatan simetris dan asimetris
Lipatan rebah (overturned fold)
Recumbent fold
Isoclinal fold
Chevron fold
Fan fold
Monoclinic
Structural terrace
Homocline.
2. Berdasarkan atas struktur perlipatan
Closed fold
Open fold
Drag fold
3. Berdasarkan atas pola dari sumbu sumbu lipatan di suatu daerah
En echelon folds
Culmination dan depression
Anticlinorium
Synclinorium
4. Berdasarkan atas sifat-sifat daripada lipatan dengan kedalaman
Similar folds
46
Parallel folds (concentric folds)
Supratenuous fold
Disharmonic fold
Pierching (diapir fold)
47
Gambar 6.3. Jenis-jenis lipatan
48
Gambar 6.4. Sudut antarsayap suatu lipatan (interlimb angle)
49
Klasifikasi ini berdasarkan dua hal, yaitu: (1) kemiringan hinge surface,
(2)penunjaman hinge line dan pitch dari hinge line. Cara mendapatkan nama atau
jenis lipatan dengan menggunakan diagram-diagram pada gambar 6.4 dan 6.5
berikut ini.
Misalkan, dari analisa statistik bidang perlapisan suatu lipatan, didapat
kemiringan hinge surface 70º dan penunjaman hinge line 45º, maka jenis lipatan
yang didapat dari klasifikasi ini ditentukan dengan memplot kedua nilai tersebut
pada diagram pada gambar 6.4, sehingga didapat titik b. Kemudian hasil yang
didapat dari diagram di atas diletakkan pada diagram gambar 6.5 berikut ini. Dari
sini, dapat diketahui jenis lipatannya, yaitu inclined fold. Sedangkan bentuk
lipatan dapat dilihat pada diagram gambar 6.6.
50
Gambar 6.6.Diagram untuk menentukan jenis lipatan, digunakan setelah diagram 6.4.
51
a. Buckling (melipat), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya sejajar
dengan permukaan lempeng (gambar 6.8).
b. Bending (pelengkungan), disebabkan oleh gaya tekan yang arahnya tegak
lurus permukaan lempeng (gambar 6.9).
Gambar 6.8. Gaya tekan horizontal, (a) sebelum terkena gaya; (b) sesudah terkena gaya.
Gambar 6.9. Gaya bending, (a) sebelum terkena gaya; (b) sesudah terkena gaya.
Berdasarkan respon gerak benda terhadap gaya yang mengenainya dikenal 4
jenis mekanisme perlipatan (Billings, 1977), yaitu:
1. Flexure folding (true folding), diakibatkan gaya tangensial atau gaya kopel.
2. Flow folding (incompetent folding)
3. Shear folding (slip folding)
4. Folding due to vertical movement.
5. Rekonstruksi Lipatan
Rekonstruksi lipatan, umumnya dilakukan berdasarkan hasil pengukuran
padasuatu lintasan penelitian di lapangan atau pembuatan penampang pada suatu
peta geologi. Beberapa cara rekonstruksi berdasarkan bentuk dan sifat batuan
adalah:
a. Metoda tangan bebas (free-hand method)
Metoda ini dipakai untuk lipatan pada batuan incompetent di mana terjadi
penipisandan penebalan yang tidak teratur.Rekonstruksinya dengan jalan
menghubungkan batas lapisan dengan mengikuti orientasi kemiringannya.
b. Metoda busur lingkaran (arc method)
Metoda ini digunakan pada batuan yang competent, misalkan pada lipatan
paralel.Dasar metoda ini adalah anggapan bahwa lipatan merupakan bentuk busur
dari suatu lingkaran dengan pusatnya adalah perpotongan antara garis-garis
normal sumbu kemiringan yang berdekatan.Dalam metoda ini, rekonstruksi
dilakukan dengan menghubungkan busur lingkaran secara langsung bila data yang
ada hanya kemiringan dan batas lapisan hanya setempat.
Apabila batas-batas lapisannya dijumpai berulang pada lintasan yang akan
direkonstruksi, maka pembuatan busur lingkaran dilakukan dengan interpolasi.
Rekonstruksi cara interpolasi ini dapat dikerjakan menurut cara yang diberikan
Higgins, 1962 atau Busk, 1929.
52
Gambar. 6.10. Cara membuat busur lipatan (Busk, 1929
c. Metode Interpolasi
Apabila batas-batas lapisan dijumpai berulang pada lintasan yang akan
direkonstruksikan, maka pembuatan busur lingkaran dilakukan dengan interpolasi.
Metode Interpolasi Higgins (1962)
53
Gambar 6.12. Interpolasi antara dua kemiringan terukur (Higgins, 1962)
54
- Tarik garis tegak lurus AB berpotongan di masing-masing garis normal di Oc
dan Od
- Oc dan Od adalah pusat lengkungan interpolasi
55
Gambar 6.15 Contoh rekonstruksi boundary ray pada penampang yang tidak tegak
lurus jurus.
56
ACARA 7
ANALISA KEKAR
1. Definisi
Kekar (joint) adalah rekahan pada batuan yang belum mengalami
pergeseran. Dari hasil eksperimen dengan member gaya pada contoh batuan akan
diperoleh retakan (fracture) yang menyudut lancip dengan arah gaya kompresi
yang tidak pernah melebihi 45º, umumnya sekitar 30º, tergantung sudut geser
dalam dari batuan. Terbentuk juga retakan lain yang searah dengan gaya
kompresi, disebut extension fracture dan tegak lurus gaya kompresi disebut
release fracture.
57
3. Analisis Kekar
58
1. Histogram
2. Diagramkipas
3. Stereografis (akan dibahas dalamacara Stereografis).
Dalam analisis kekar dengan histogram dan diagram kipas yang dianalisis
hanyalah jurus dari kekar dengan mengabaikan besar dan arah kemiringan,
sehingga analisis ini akan mendekati kebenaran apabila kekar-kekar yang
°
dianalisis mempunyai dip cukup besar atau mendekati90 .Gaya yang bekerja
dianggap lateral. Karena arah kemiringan kekar diabaikan, maka dalam
°
perhitungan kekar yang mempunyai arah N180 E dihitung sama dengan
° ° ° °
N0 E,N220 E dihitung sama dengan N4°E, N115 E sama dengan N65 W. Jadi
° ° ° °
semua pengukuran dihitung kedalam interval N0 E-N90 Edan N0 W- N90 W.
59
° °
Gambar4.4.Histogram.Maksima N2,5 Wdan N62,5 E. Gayautama N30°E.
0 0
Gambar4.5.Diagramkipas.MaksimaN2,5 WdanN62,5 E.Arahgayautamamembagiduasudut
0 0
kecil, N30 E.Sumbulipatan tegaklurusgaya, N60 W.
Gambar 4.6.Pola kekar yang berkembang pada suatu lipatan (McClay, 1987).
60
ACARA 8
SESAR
1. Definisi
Sesar adalah rekahan atau zona rekahan pada batuan yang memperlihatkan
pergeseran. Pergeseran pada sesar bisa terjadi sepanjang garis lurus (translasi) atau
terputar (rotasi).
61
sudah mengalami pergeseran.
• Jurus sesar(strikeoffault): arah garis perpotongan bidang sesar dengan bidang
horisontal, biasanya diukur dari arah utara.
• Kemiringan sesar (dipoffault) :adalah sudut yang dibentuka ntara bidang
sesar dengan bidang horisontal, diukur tegak lurusstrike.
• Netslip: pergeseran relative suatu titik yang semula berimpit pada bidang
sesar akibat adanya sesar.
• Rake: sudut yang dibentuk oleh netslip dengan strikeslip (pergeseran
horisontal searah jurus) pada bidang sesar
Gambar 8.2.Bagian-bagiansesar.
a. Adanya struktur yang tidak menerus (lapisan yang terpotong dengan tiba-
tiba).
b. Adanya perulangan lapisan atau hilangnya lapisan batuan.
c. Kenampakan khas pada bidang sesar, seperti cermin sesar, gores-garis, dll.
d. Kenampakan khas pada zona sesar, seperti seretan (drag), breksi sesar,
horses atau slices, milonit, dll.
e. Silisifikasi dan mineralisasi sepanjang zona sesar
f. Perbedaan fasies sedimen. Petunjuk fisiografi, seperti gawir (scarp),
scarplets (piedmont scarp), triangular facet, terpotongnya bagian depan
rangkaian pegunungan struktural.
62
Gambar 8.2.Terminologi pada daerah sesar
2. Klasifikasi Sesar
a. Klasifikasi geometris
- Berdasarkan rake dari net slip, dibedakan menjadi:
strike slip fault (rake = 0°)
diagonal slip fault (0°<rake < 90°)
dip slip fault (rake = 90°).
63
reverse fault (sesar naik).
- Berdasarkanpola sesar:
Parale lfault (sesar saling sejajar)
en echelon fault (aesar saling overlap, sejajar)
peripheral fault (sesar melingkar, konsentris)
radier fault (sesar menyebar dari satu pusat)
64
3. Klasifikasigenetis
65
66