Anda di halaman 1dari 4

BIOGRAFI AL FARAZI

PENCIPTA ASTRO LOBE

DISUSUN OLEH
ADIBA SAFIRA RIZQI (02)

SMA NEGERI 1 PEKALONGAN


TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Biografi Muhammad bin Ibrahim al-Fazari
Abu abdallah Muhammad bin Ibrahim al-Fazari (meninggal 796
atau 806) adalah seorang filsuf, matematikawan dan astronom Muslim. Ia
banyak menterjemahkan buku-buku sains ke dalam bahasa Arab dan Persia.
Ia juga merupakan astronom muslim pertama yang membuat astrolobe, alat
untuk mengukur tinggi bintang. Ia pernah mendapat tugas untuk
menterjemahkan ilmu angka dan ilmu hitung, serta ilmu astronomi India
yang bernama Sind Hind, oleh khalifah Al Mansyur dari Abbasiyah.
Ayahnya bernama Ibrahim Al-Fazari yang juga seorang astronom dan matematikawan.
Beberapa sumber menyebut dia sebagai seorang Arab, sumber lain menyatakan bahwa ia adalah
seorang Persia. Al Farazi menetap serta berkarya di Baghdad, Irak, ibu kota kekhalifahan
Abbasiyah.
Muhammad bin Ibrahim al-Fazari bersama ayahnya, Ibrahim al fazari, merupakan
seorang ahli matematika dan astronom di istana kekhalifahan Abbasiyah, di era khalifah harun al
Rasyid. Ia menyusun berbagai jenis penulisan astronomi. Bersamaan dengan Ya’qub ibn Thariq
dan ayahnya, ia membantu menterjemahkan teks astronomi India oleh Brahma gupta (abad 7 M),
Brahma Sphuta Siddhanta, ke dalam bahasa Arab sebagai Az jiz ala Sini al Arab atau kitab
Sindhind. Terjemahan ini dimungkinkan sebagai saran penting dalam tranmisi angka hindu dari
India ke dalam Islam.
Dinasti Abbasiyah yang berkuasa saat itu memberikan peluang dan dukungan yang
sangat besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan apalagi dalam bidang astronomi. Ia
termasuk salah seorang ilmuan muslim abad pertengahan yang menggores sejarah keilmuan,
terutama dengan penemuannya yang sangat menakjubkan, yaitu Astrolabe, sebuah alat
pengukuran secara spesifik dengan menggunakan sistem peralatan tertentu dalam menyelesaikan
problem yang berhubungan dengan waktu dan posisi matahari, bulan, dan bintang.
Astrolabe sesungguhnya bagian dari astronomi, bidang kajiannya hampir sama, hanya
saja astrolabe lebih spesifik dan dapat dikatakan bagian dari astronomi dalam arti umum.
Astrolabe lebih operasional dan lebih praktis. Astrolabe ini kemudian dikembangkan dalam
program ilmu komputer yang sekarang ini semakin canggih, seperti Astrolabe Planispheris.
Al-Fazari termotivasi untuk mengembangkan Astrolabe oleh pandangan hidupnya
sebagai seorang mulim, yang setiap saat harus menunaikan shalat kapan pun dan di manapun.
Karena itu, untuk menentukan arab kiblat, penentuan waktu-waktu shalat, dan menentukan 1
Ramadhan untuk mulai berpuasa, dll, diperlukan alat-alat yang canggih seperti Astrolabe,
meskipun kegunaannya bukan sekadar itu.
Al Farazi adalah salah satu astronom paling awal di dunia Islam. Beliau memegang
peran penting dalam kemajuan ilmu astronomi di masa Abbasiyah. Al-Fazari menerjemahkan
beberapa literatur asing ke dalam bahasa Arab dan Persia. Bersama dengan beberapa
cendekiawan lain, seperti Naubakht, dan Umar ibnu al-Farrukhan al-Tabari, beliau meletakkan
dasar-dasar ilmu pengetahuan di dunia Islam.
 Pekerjaan al-Fazari
Khalifah Harun al rasyid menunjuk seorang ahli astronomi yang bernama Naubahkh
untuk memimpin upaya penerjemahan. Khalifah menulis surat pada kaisar Bizantium agar
mengirimkan buku-buku ilmiah untuk diterjemahkan, termasuk buku-buku tentang ilmu
astronomi. Mungkin sekitar tahun 790, Al-Fazari menterjemahkan banyak buku sience ke dalam
bahasa Arab dan Iran. Ia ditasbihkan sebagai pencipta astrolabe pertama dalam dunia Islam.
Bersamaan dengan Yaʿqub ub ibn Tariqia membantu menerjemahkan teks astronomi India oleh
Brahmagupta, Sindhind., dalam bahasa Arab, Az-Zij ‛ala Sini al-‛Arab(Tables of the disks of the
astrolabe).

 Transmisi Angka Hindu


Penerjemahan ini kemungkinan merupakan awal dimana angka Hindu ditransmisi
dari India ke Islam. Buku tersebut dibawa oleh seorang pengembara dan ahli astronomi India
bernama Mauka ke Baghdad dan segera menarik perhatian kaum cendekia di sana.
Al-Fazari menunaikan tugas dengan baik, menurut Ehsan Masood dalam bukunya
“Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern”, saat itu telah menguasai astronomi
sehingga di bawah arahan khalifah langsung beliau mampu menerjemahkan dan menyadur teks
astronomi India kuno yang sangat teknis tersebut. Kemudian beliau memberi judul Zij al Sinin al
Arab (Tabel Astronomi Berdasarkan Penanggalan Bangsa Arab) pada karya terjemahannya
tersebut.
Menurut Ehsan Masood, penerjemahan Sindhind sangat berharga. Bukan hanya
karena wawasan astronominya tapi juga sistem penomoran India, Kalpa Aharganas dengan
perhitungan tahun Hijriah Arab. Selain itu, karya al Farazi mencantumkan daftar negara-negara
di dunia dan dimensinya berdasarkan perhitungan tabel. Hasil kerja Al Farazi melalui
penerjemahan mengenalkan sistem penomoran tersebut ke dunia Arab.

Gambar : Transmisi Angka Hindu


 Astrolab
Astrolab planisferis merupakan mesin hitung analog pertama, difungsikan sebagai
alat bantu astronomi untuk menghitung waktu terbit dan tenggelam serta titik kulminasi matahari
dan bintang serta benda langit lainnya pada waktu tertentu. Astrolab menjadi instrumen paling
penting yang pernah dibuat. Dengan desain akurat, astrolab menjadi instrumen penentu posisi
pada abad pertengahan.
Astrolab merupakan model alam semesta yang bisa digenggam sekaligus jam matahari
untuk mengukur tinggi dan jarak bintang. Chaucer dalam “Treatise in the Astrolabe” menyatakan
bahwa Astrolab kemudian menjadi alat navigasi utama, hanya dalam beberapa bulan setelah
ditemukan Astrolab oleh Al Farazi, kemajuan astronomi melejit cepat.
Astrolab memainkan peranan penting dalam pencapaian bidang astronomi oleh umat
Muslim hingga masa-masa berikutnya. Seorang astronom bernama al Sufi berhasil
memanfaatkannya dengan baik. Al Sufi mampu memetakan sekitar seribu kegunaan Astrolab
dalam berbagai bidang yang berbeda seperti astronomi, astrologi, digunakan termasuk
meramalkan posisi matahari, bulan, planet, dan bintang-bintang, navigasi. Dalam dunia Islam,
Astrolabe digunakan untuk menemukan waktu matahari terbit dan naik dari bintang-bintang,
untuk membantu jadwal (shalat).
Pada abad ke-13, karya ini ditemukan kembali oleh penjelajah dan ahli geografi
Muslim bernama Yaqut al-Hamawi dan al-Safadi. Gairah dan kemauan para sarjana Muslim
belajar dari tradisi ilmu lain serta dukungan penuh dari pemerintahan menjadi kunci keberhasilan
dalam memajukan ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Gambar : Astrolab

Anda mungkin juga menyukai