Anda di halaman 1dari 22

“LESI PLEKSUS BRACHIALIS”

KELOMPOK 3 :

DEVYA NURUL PUTRI SIAGIAN (20160606020)

AYU SEPTIA NILAMSARI (20160606027)

SAKINA SELVIANA ROSITA (20160606008)

VIRNANDA APRILIA (20160606018)

UNIVERSITAS ESA UNGGUL

2018/2019

JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan laporan ini tidak terlepas dari

bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini,

penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman

yang membantu.

Semoga segala kebaikan dan pertolongan semuanya mendapatkan berkah dari Allah

SWT. Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penyusunan

laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan,.

AMIN.

Penulis

September 2018

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................. 3

BAB I : Pendahuluan

A. Latar Belakang.................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ……….…………………………………….. 5
C. Tujuan……...………………………………………………….... 6

BAB II : Pembahasan

A. Definisi Kasus………………………………………………. .. 7
B. Anatomi………………………………………………………. 7
C. Epidemiologi…………………………………………………. 10
D. Etiologi dan Patofisiologi……………………………………. 11
E. Klasifikasi…………………………………………………….. 12
F. Diagnosis Fisioterapi…………………………………………. 17

BAB III :

A. Kesimpulan.......................................................................................... 21

B. Saran……………………………………………………………… 21

DAFTAR PUSTAKA……………………………………..………………. 22

3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembangunan akan kesadaran kesehatan untuk mendapatkan derajat kesehatan
yang optimal, maka diperlukan kemauan dan kemampuan akan kesehatan bagi setiap
penduduk. Kesehatan yang optimal merupakan suatu keadaan sejatera untuk raga, jiwa dan
sosial yang memungkinkan individu hidup produktif secara sosial maupun ekonomi.

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu atau
kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh
sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peralatan listrik
(elektroterapi dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi. (KEPMENKES RI NO 376/
MENKES/ SK/ III/ 2007)

Beberapa akibat kecelakaan adalah dislokasi yang disebabkan oleh kekuatan dengan
tiba – tiba dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penekukan atau terjatuh
dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan dan terjadi tergantung pada derajat
kekuatannya.Setiap trauma yang dapat mengakibatkan dislokasi juga dapat sekaligus
merusak jaringan lunak di sekitar dislokasi mulai dari otot, fascia, kulit, tulang, sampai
struktur neuromuscular (Suroto dkk, 2009). 1

Pada kerusakan neuromuscular akibat dislokasi tersebut akan mencederai saraf yang
mempersarafi otot untuk sebuah gerakan. Kejadian tersebut salah satunya adalah kerusakan
pada plexus brachialis.Cedera plexus brachialis adalah cedera jaringan saraf yang berasal
dari C5-Th1. Cedera tersebut mengakibatkan kelemahan otot pada otot-otot yang terinerfasi
oleh C5, C6, C7, C8, dan Th1 (Subagyo, 2013).

Informasi yang didapat mengenai insiden cedera saraf perifer menurut Office of Rare
Disease of National Institutes of Health kejadiannya kurang dari 200.000 jiwa per tahun
dihitung pada populasi di Amerika Serikat. Sebagian besar korbannya adalah pria muda yang
berusia 15-25 tahun. Sementara itu cedera lesi plexus brachialis terus meningkat pula di
kota-kota besar di Indonesia.

4
Lesi plexus bracialis kejadiannya adalah 10% dari lesi saraf perifer.Cedera ini
mengakibatkan otot lemah dan kesemutan tergantung bagian lesi yang terlibat.Pemulihan
pada lesi ini bervariasi dimana pada lesi yang ringan dapat terjadi pemulihan spontan dan
tidak meninggalkan banyak masalah fungsional, namun lesi berat pemulihan fungsional sulit
didapatkan.Pemulihan pada lesi saraf perifer ada pada tipe klinis cidera syaraf Neuropraksia,
Aksonotmesis dan Neurotmesis (Seddon, 1944). Dari aspek fisioterapi, lesi plexus brachialis
menimbulkan gangguan yaitu Impairment, seperti penurunan kemampuan sensoris,
menurunya kekuatan otot, keterbatasan lingkup gerak sendi dan volume otot.Functional
limitation seperti sholat, memakai baju, menulis, mencuci dan mengendarai kendaraan.
Partisipation Restriction yaitu ketidak mampuan melaksanakan suatu aktivitas atau kegiatan
tertentu dalam lingkungan sosial misalnya kerja bakti di masyarakat.

Adapun peran fisioterapi dalam penanganan kondisi lesi plexus brachialis adalah
bermacam – macam modalitas fisioterapi yang dapat diberikan pada permasalahan
penurunan kemampuan sensoris, penurunan kekuatan otot, keterbatasan lingkup gerak sendi
dan adanya atrofi. Untuk kondisi ini modalitas fisioterapi yang digunakan Electrical
Stimulation dan Terapi Latihan. Dengan pemberian modalitas tersebut, tujuan fisioterapi
yang ingin dicapai antara lain mempertahankan volume otot, meningkatkan kemampuan
sensoris, meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan lingkup gerak sendi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan lesi pleksus brachialis
2. Bagaimana anatomi lesi pleksus brachialis
3. Bagaimana epidemiologi lesi pleksus brachialis
4. Bagaimana etiologi lesi pleksus brachialis
5. Bagaimana patofisiologi lesi pleksus brachialis
6. Bagaimana klasifikasi lesi pleksus brachialis
7. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus lesi pleksus brachialis

5
C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami lesi pleksus brachialis
2. Mengetahui anatomi lesi pleksus brachialis
3. Mengetahui epidemiologi lesi pleksus brachialis
4. Mengetahui dan memahami etiologi pleksus brachialis
5. Mengetahui dan memahami patofisiologi pleksus brachialis
6. Mengetahui dan memahami klasifikasi lesi pleksus brachialis
7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan fisioterapi pada kasus lesi pleksus brachialis

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Kasus
Plexus brachialis merupakan saraf-saraf yang keluar dari vertebra servikalis dan menuju
ke bahu dan tangan. Terdapat lima saraf yang mencakup dalam plexus brachialis berupa C5,
C6, C7, C8, dan T1. Sedangkan Lesi Pleksus Brachialis terjadi nya cedera/Abnormalitas
pada jaringan saraf yang mengirimkan sinyal dari tulang belakang ke bahu,lengan dan
tangan.

B. Anatomi Pleksus Brachialis

Gambar 1. Skema plexus brachialis yang normal.

7
Plexus brachialis berada dalam regio colli posterior, dibatasi disebelah caudal oleh
clavicula dan terletak di sebelah posterolateral m.sternocleidomastoideus, berada disebelah
cranial dan dorsal a.subclavia, disilangi olehm.omohyoideus venter inferior. Struktur yang
berada di superficial adalah m.platysma myoides, n.supraclavicularis,v.jugularis externa,
venter inferior m.omohyoideus, m.scalaneus anterior, dan a.transversa colli.Plexus brachialis
masuk ke dalam fossa axillaris bersama-sama a. axillaris, pada sisi inferolateral m.pectoralis
minor, di sebelah ventral m.subscapularis, tampak percabangan terminal dari plexus ini.5
Ramus anterior nervus spinalis C5-C6 bersatu membentuk truncus superior. Truncus
medius hanya dibentuk oleh nervus spinalis C7, dan truncus inferior dibentuk oleh nervus
spinalis C8 dan T1. Setiap truncus terbagi dua menjadi cabang anterior dan cabang dorsal
yang masing-masing mempersarafi bagian anterior dan posterior ekstremitas
superior.Cabang anterior dari truncus superior dan truncus medius bersatu membentuk
fasciculus lateralis, terletak di sebelah lateral arteri axillaris. Cabang anterior dari truncus
inferior membentuk fasciculus medialis, terletak di sebelah medial a.axillaris dan cabang
posterior dari ketiga truncus tersebut membentuk fasciculus posterior, berada di sebelah
posterior a.axillaris.
Ketiga fasciculus plexus brachialis terletak di atas dan lateral terhadap bagian
pertama a.aksillaris ( bagian pertama a.aksillaris terletak dari pinggir lateral iga 1 sampai
batas atas m.pectoralis minor, dan bagian III terletak dari pinggir bawah m.pectoralis minor
sampai pinggir bawah m.teres major). Fasciculus medialis menyilang dibelakang arteri untuk
mencapai sisi medial bagian II arteri. Fasciculus posterior terletak di belakang bagian kedua
arteri, dan fasciculus lateralis terletak bagian II arteri. Jadi fasciculus plexus membatasi
bagian kedua a.axillaris yang dinyatakan seperti namanya. Sebagian besar cabang fasciculus
yang membentuk trunkus saraf utama ekstremitas superior melanjutkan hubungan dengan
bagian kedua a.aksillaris.
Plexus brachialis menerima komponen simpatis melalui ganglion stellatum untuk
nervus spinalis C6-7-8, dan melalui ganglion paravertebra T1-T2 untuk nervus spinalis T1-
dan T2. Terdapat enam saraf penting yang keluar dari plexus brachialis, saraf-saraf tersebut
adalah :

8
1. N.Torakalis Longus berasal dari radiks pleksus brachialis di leher dan masuk aksilla dengan
berjalan turun melewati pinggir lateral iga I di belakang a.aksillaris dan pleksus brachialis.
Saraf ini berjalan turun melewati permukaan lateral m.serratus anterior yang dipersarafinya.

2. N.Aksillaris merupakan cabang yang besar dari fasciculus posterior. Berada di sebelah dorsal
a.aksillaris.Meninggalkan fossa aksillaris tanpa memberi persarafan di sisi n.aksillaris
berjalan di antaram.subscapularis dan m.teres minor, berada di sebelah lateral caput
longum m.triceps brachii, berjalan melaui fissure aksillaris lateralis bersama-sama dengan arteri
circumflexa humeri posterior, n.aksillaris terletak bersandar pada columna chirurgicum humeri.

3. N.Radialis merupakan lanjutan langsung fasciculus posterior plexus brachialis dan terletak di
belakanga.aksillaris. N.radialis adalah cabang terbesar plexus brachialis. Sebelum
meninggalkan aksilla, saraf ini mempercabangkan saraf untuk caput longum dan caput
medial m.triceps dan n.cutaneus brachii posterior.

4. N.Musculocutaneus merupakan cabang dari fasciculus lateralis dan berpusat pada medulla
spinalis segmen C5-C7, mempersarafi m.coracobrachialis, dan meninggalkan aksilla dengan
menembus otot tersebut. Saraf ini meninggalkan tepi lateral m.biceps brachii, menembus fascia
dan melanjutkan diri sebagai n.cutaneus antebrachii lateralis, yang mempersarafi permukaan
lateral region antebrachium.

5. N.Medianus dibentuk oleh radiks superior dan fasciculus lateralis dan radiks inferior dan
fasciculus medialis, berada di sebelah lateral a.aksillaris. Menerima serabut-serabut yang
berpusat pada medulla spinalis segmen C5-T1. Sepanjang brachium, n.medianus berjalan
berdampingan dengan a.brachialis, mula-mula di sebelah lateral, lalu menyilang disebelah
ventralarteri tersebut kira-kira pada pertengahan brachium, selanjutnya memasuki fossa cubiti
dan berada di sebelah medial a.brachialis. Nervus ini tidak memberi percabangan di daerah
brachium. Memasuki daerah antebrachium, nervus ini berjalan di antara kedua
kaput m.pronator teres, berjalan ke distal di bagian mediana (tengah-tengah) antebrachium, oleh
karena itu disebut n.medianus.

9
6. N.Ulnaris adalah cabang utama dari fasciculus medialis, berjalan turun antara.aksillaris dan
v.aksillaris. Pada pertengahan brachium saraf ini berjalan kearah dorsal menembus septum
intermusculare mediale, berjalan terus ke caudal dan berada pada permukaan dorsal
epicondylus medialis humeri, yaitu di dalam sulcus nervi ulnaris. Di tempat ini n.ulnaris
ditutupi oleh kulit sehingga dapat dipalpasi.Di daerah brachium, n.ulnaris tidak
memberi percabangan.

C. Epidemiologi
Penelitian oleh Foad SL, et al mencatat insiden obstetrical brachial plexus injury di Amerika
Serikat sebesar 1-2 kasus per1000 kelahiran.Terdapat 3 macam obstetrical brachial plexus
injury: Erb’s palsy adalah yang paling sering terjadi,insidennya sekitar 90% kasus, total plexus
injury sebesar 9% kasus, dan Klumpke’s palsy sebesar 1% kasus. Insiden inisemakin menurun
setiap tahunnya. Dari berbagai analisis, didapati bahwa kejadian shoulder dystocia memiliki
resiko 100kali lebih besar terjadinya obstetrical brachial plexus injury, sedangkan forceps
delivery memiliki resiko 9 kali lebih besar,dan bayi besar dengan berat >4,5 kg memiliki resiko
4 kali lebih besar untuk terjadinya cedera. Setidaknya 46%kejadian obstetrical brachial plexus
injury memiliki satu atau lebih faktor resiko, sedangkan 54%-nya tidak ditemukanadanya faktor
resiko. Informasi mengenai insiden cedera brachial plexus cukup sulit untuk ditemukan.Sampai
saat ini tidak ada data epidemiologiyang mencatat insiden cedera brachial plexus per setiap
negara di seluruh dunia.Tetapi, menurutOffice of Rare Disease of National Institutes of Health,
brachial plexus injury termasuk dalam penyakit yang jarang terjadi.Kejadiannya kurang dari
200.000 jiwa per tahun dihitung pada populasi di Amerika Serikat.Sebagian besar korbannya
adalah pria muda yang berusia15-25 tahun.
Kira-kira 70% disebabkan oleh kecelakan kendaraan bermotor. Darikecelakaan kendaraan
bermotor tersebut, 70%-nya disebabkan oleh sepeda motor.Dari pengendara-pengendara
tersebut, 70%-nya disertai dengan multiple injuries.Dari kejadian multiple injuries tersebut,
70%-nya termasuk dalam supraclavicular injuries. Dari kejadian supraclavicular injuries
tersebut, 70%-nya didapati root avulsed.Dari kejadian avulsed roots tersebut, 70%-nya
termasuk lower C7, C8, T1.Dari kejadian avulsed roots tersebut, 70%-nya berhubungan
dengan nyeri kronik

10
D. Etiologi dan Patofisiologi
Saraf-saraf yang mencakup plexus brachial berjalan dibawah kulit leher dan aksilla, sehingga
rentan terhadap trauma. Ketika leher dan tangan terkena pada saat trauma (misalnya pada
kecelakaan mobil, motor, dan saat jatuh) maka saraf-saraf tersebut tertarik dan robek satu sama
lain. Jika kekuatan dorongan sangat hebat maka saraf dapat tertarik keluar dari tempat asalnya
yaitu medulla spinalis.

Selain itu penyebab cedera plexus brachialis juga dibedakan berdasarkan mekanisme trauma,
antara lain:
a. Cedera akibat traksi /traumatic traction injuries –merupakan penyebab yang
terbanyak cedera plexus brakhialis yang disebabkan oleh dislokasi bahu atau tangan
kearah bawah karena adanya tarikan yang kuat, seringkali disertai fleksi lateral leher
pada arah yang berlawanan. Hal ini biasanya terjadi kecelakaan kendaraan bermotor
khususnya motor.
b. Trauma penetrasi pada bahu atau leher- luka trauma akibat tusukan pisau, laserasi kaca,
atau luka tembak pada regio supra atau infraklavikula menyebabkan kontusio atau
robeknya plexus brachialis. Karena letak pembuluh darah subklavia dan jugular eksternal
yang lebih proksimal maka dapat pula terkait dengan cedera pembuluh darah.
c. Kelemahan yang terkait dengan kelahiran-cedera pada plexus brachialis yang terjadi
akibat dengan kelahiran. Hal ini umumnya terkait dengan berat bayi besar dan distosia
bahu, bayi lahir normal dengan presentasi bokong, ataupun pada persalinan dengan
partus.7 Penyebab yang jarang antara lain trauma tumpul pada bahu, lesi kompresi,
radiasi, dan neoplasma.

11
E. Klasifikasi
Terdapat berbagai macam versi sistem klasifikasi brachial plexus injury, tetapi yang paling
banyakdigunakan adalah Leffert’s classification system yang digolongkan berdasarkan
etiologi dan level injuri.Cedera plexus brachialismdapat mengenai lebih dari 1 lesi.

Klasifikasi pertama dipublikasikan oleh Seddon pada tahun 1943, kemudian yang kedua di
publikasikan oleh Sunderland tahun 1951.Klasifikasi Seddon digunakan untuk memahami
dasar anatomi daricedera.Klasifikasi Sunderland baik untuk menentukan prognosis dan
strategi pengobatan.Kombinasi klasifikasi inimembagi nerve injury menjadi 5. Perbedaannya
dapat dilihat pada :

1) Tingkat 1(neuropraxia)
Neuropraxia adalah nerve injury yang paling sering terjadi.Lokasi kerusakan pada serabut
myelin, hanya terjadi gangguankondisi saraf tanpa terjadinya degenerasi
wallerian.Karakteristiknya, defisit motorik > sensorik.Saraf akan sembuh dalam hitungan
hari setelah cedera, atau sampai dengan 4 bulan. Penyembuhan akan sempurna tanpa ada
masalah motorik dansensorik.

2) Tingkat 2(axonotmesis)
Pada axonotmesis (axon cutting) terjadi diskotinuitas myelin dan aksonal, tidak melibatkan
jaringan pencapsulating,epineurium, dan perineurium , juga akan sembuh sempurna.
Bagaimanapun, penyembuhan akan terjadi lebih lambat daripadacedera tingkat pertama.

3) Tingkat 3
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, dan endoneurium. Cedera juga akan sembuh
dengan lambat, tetapi penyembuhannya hanya sebagian.penyembuhan akan tergantung pada
beberapa faktor, sepertisemakin rusak saraf, semakinlama pula penyembuhan terjadi.3.

4) Tingkat 4
Cedera ini melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium, dan perineurium. Cedera
derajat ini terjadi bila terdapat skar pada jaringan saraf, yang menghalangi penyembuhan.4.

12
5) Tingkat 5 (neurotmesis)
Cedera pada neurotmesis (nerve cutting) melibatkan pemisahan sempurna dari saraf, seperti
nerve avulsion. Cedera saraftingkat 4 dan 5 memerlukan tindakan operasi untuk sembuh.

PLEXOPATI SUPRACLAVICULAR DAN INFRACLAVICULAR

a) Plexopati Supraclavicular

Pada Pleksopati supraklavikuler lesi terjadi ditingkat radiks saraf, trunkus saraf atau
kombinasinya. Lesi ditingkat ini dua hingga tujuh kali lebih sering terjadi dibanding lesi
infraklavikuler.

1. Lesi tingkat radiks

Pada lesi pleksus brakhialis ini berkaitan dengan avulsi radiks. Gambaran klinis sesuai
dengan dermatom dan miotomnya. Lesi di tingkat ini dapat terjadi partial paralisis dan
hilangnya sensorik inkomplit, karena otot-otot tangan dan lengan biasanya dipersyarafi oleh
beberapa radiks Presentasi klinis pada lesi radiks

Penurunan
Radikssaraf Kelemahan Hipestesi/kesemutan
Refleks

C5 Biseps brakhii Fleksi siku Lateral lengan atas

C6 Brakhioradiialis Ekstensi pergelangan tangan Lateral lengan bawah

C7 Triceps brakhii Ekstensi siku Jari tengah

C8 - Fleksi jari2 tangan Medial lengan bawah

T1 - Abduksi jari2 tangan Medial siku

13
Presentasi klinis diatas adalah untuk membantu penentuan level lesi radiks, sedangkan
kelemahan otot yang lebih lengkap terjadi sesuai miotom servikal berikut ini : 5

C5 : Rhomboideus, deltoid, biseps brachii, supraspinatus, infraspinatus, brachialis,


brachioradialis, supinator dan paraspinal

C6 : Deltoid, biseps brachii, brachioradialis, supraspinatus, infraspinatus, supinator,


pronator teres, fleksor carpi radialis, ekstensor digitorum komunis dan paraspinal

C7 : Pronator teres, fleksor carpi radialis, ekstensor digitorum komunis, triceps brachii dan
paraspinal

C8/T1 : Triceps brachii, fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum profundus, abduktor digiti
minimi, pronator kuardatus, abduktor pollicis brevis dan parapinal

2. Sindroma Erb-Duchenne

Lesi di radiks servikal atas (C5 dan C6) atau trunkus superior dan biasanya terjadi akibat
trauma. Pada bayi terjadi karena penarikan kepala saat proses kelahiran dengan penyulit
distokia bahu, sedangkan pada orang dewasa terjadi karena jatuh pada bahu dengan kepala
terlampau menekuk kesamping. Presentasi klinis pasien berupa waiter’s tip position dimana
lengan berada dalam posisi adduksi (kelemahan otot deltoid dan supraspinatus), rotasi
internal pada bahu (kelemahan otot teres minor dan infraspinatus), pronasi (kelemahan otot
supinator dan brachioradialis) dan pergelangan tangan fleksi (kelemahan otot ekstensor karpi
radialis longus dan brevis). Selain itu terdapat pula kelemahan pada otot biseps brakhialis,
brakhialis, pektoralis mayor, subscapularis, rhomboid, levator scapula dan teres mayor.
Refleks bisep biasanya menghilang, sedangkan hipestesi terjadi pada bagian luar (lateral)
dari lengan atas dan tangan.

14
3. Sindroma Klumpke’s Paralysis

Lesi di radiks servikal bawah (C8, T1) atau trunkus inferior dimana penyebab pada bayi baru
dilahirkan adalah karena penarikan bahu untuk mengeluarkan kepala,sedangkan pada orang
dewasa biasanya saat mau jatuh dari ketinggian tangannya memegang sesuatu kemudian
bahu tertarik. Presentasi klinis berupa deformitas clawhand (kelemahan otot lumbrikalis)
sedangkan fungsi otot gelang bahu baik. Selain itu juga terdapat kelumpuhan pada otot
fleksor carpi ulnaris, fleksor digitorum, interosei, tenar dan hipotenar sehingga tangan
terlihat atrofi. Disabilitas motorik sama dengan kombinasi lesi n. Medianus dan ulnaris.
Kelainan sensorik berupa hipestesi pada bagian dalam/ sisi ulnar dari lengan dan tangan.

4. Lesi di trunkus superior

Gejala klinisnya sama dengan sindroma Erb di tingkat radiks dan sulit dibedakan. Namun
pada lesi di trunkus superior tidak didapatkan kelumpuhan otot rhomboid, seratus anterior,
levator scapula dan saraf supra - & infraspinatus. Trdapat gangguan sensorik di lateral
deltoid, aspek lateral lengan atas dan lengan bawah hingga ibu jari tangan.

5. Lesi di trunkus medial

Sangat jarang terjadi dan biasanya melibatkan daerah pleksus lainnya (trunkus superior
dan/atau trunkus inferior) Gejala klinis didapatkan kelemahan otot triceps dan otot-otot yang
dipersyarafi n. Radialis (ekstensor tangan), serta kelainan sensorik biasanya terjadi pada
dorsal lengan dan tangan.

6. Lesi di trunkus inferior

Gejala klinisnya yang hampir sama dengan sindroma Klumpke di tingkat radiks. Terdapat
kelemahan pada otot-otot tangan dan jari-jari terutama untuk gerakan fleksi, selain itu juga
kelemahan otot-otot spinal intrinsik tangan. Gangguan sensorik terjadi pada aspek medial
dari lengan dan tangan.

15
7. Lesi Pan-supraklavikular (radiks C5-T1 / semua trunkus)

Pada lesi ini terjadi kelemahan seluruh otot ekstremitas atas, defisit sensorik yang jelas pada
seluruh ekstremitas atas dan mungkin terdapat nyeri. Otot rhomboid, seratus anterior dan
otot-otot spinal mungkin tidak lemah tergantung dari letak lesi proksimal (radiks) atau lebih
ke distal (trunkus).

b) Plexopati Infraclavicular
Pada pleksopati infraclavikuler terjadi lesi ditingkat fasikulus dan/atau saraf terminal.
Penyebab utama adalah trauma tertutup (Kecelakaan lalu lintas) maupun terbuka (Luka
tembak). Mayoritas disertai Dislokasi Humerus, Fraktur Clavicula,Scapula atau humerus)

1. Lesi di Fasikulus Lateral

Dapat terjadi akibat dislokasi tulang humerus. Lesi disini akan mengenai daerah yang
dipersyarafi oleh n. Muskulocutaneus dan sebagian dari n. Medianus. Gejala klinisnya yaitu
kelemahan otot fleksor lengan bawah dan pronator lengan bawah, sedangkan otot-otot
intrinsik tangan tidak terkena. Kelainan sensorik terjadi di lateral lengan bawah dan jari 1 –
III tangan.

2. Lesi di Fasikulus Medial

Disebabkan oleh dislokasi subkorakoid dari humerus. Kelemahan dan gejala sensorik terjadi
dikawasan motorik dan sensorik n. Ulnaris. Lesi disini akan mengenai seluruh fungsi otot
intrinsik tangan seperti fleksor, ekstensor dan abduktor jari-jari tangan, juga fleksor ulnar
pergelangan tangan. Secara keseluruhan kelaianan hampir menyerupai lesi di trunkus
inferior. Kelainan sensorik terlihat pada lengan atas dan bawah medial, tangan dan 2 jari
tangan bagian medial.

3. Lesi di Fasikulus Posterior

Lesi ini jarang terjadi. Gejala klinisnya yaitu terdapat kelemahan dan defisit sensorik
dikawasan n. Radialis. Otot deltoid (abduksi dan fleksi bahu), otot-otot ekstensor lengan,
tangan dan jari-jari tangan mengalami kelemahan. Defisit sensorik terjadi pada daerah
posterior dan lateral deltoid, juga aspek dorsal lengan, tangan dan jari-jari tangan.

16
E. Diagnosis Fisioterapi
 Anamnesis :

Pasien dengan nama

Tn.D usia 25 Tahun dengan diagnose lesi plexus brachialis dengan keluhan pasien pada
waktu dating ke fisioterapi adanya nyeri dan paresthesia dibagian bahu karena kecelakaan
motor.

 Pemeriksaan Fisik :
Palpasi :
1. Penurunan denyut nadi
2. Weakness pada Upper Extremity terutama bahu
Inspeksi :
1. Keterbatasan ROM pada gerak sendi Shoulder,Elbow,dan Wrist.

 Body Structure & Functional Impairment


1. Adanya nyeri tekan pada bahu.
2. ROM keterbatasan gerak sendi shoulder,elbow & wrist.
3. Penurunan kekuatan otot sekitar shoulder,elbow,& wrist.
4. Adanya penurunan kemampuan aktifitas fungsional shoulder,elbow,&wrist.

 Activity Limitation
1. Kesulitan mengangkat benda.
2. Kesulitan mengambil benda yang memerlukan gerakan diatas kepala.
3. Kesulitan membawa barang yang berat.

 Participation Restriction
1. Keterbatasan Olahraga yang menggunakan gerakan Full Shoulder,elbow,&wrist.
2. Keterbatasan saat bekerja karena kesulitan membawa/mengangkat benda dan adanya rasa
kesemutan(paresthesia).
3. Keterbatasan melakukan rekreasi karena sholder,elbow,&wrist tidak dapat bergerak secara
fungsional.

17
 Diagnosa Fisioterapi
Adanya keterbatasan gerakan shoulder,elbow dan wrist disebabkan karena lesi plexsus
brachialis sehingga terganggunya aktivitas sehari-hari.

 Penatalaksanaan Fisioterapi
1. Fase Akut
o RICE ( Rest,Ice,Compression & Elevation)
o Preventif : dilakukan untuk mempertahankan ROM & mencegah kelemahan lebih lanjut :
o Proper positioning
o Splinting
o Latihan ROM
o Latihan strengthening otot.
o Pemeriksaan rutin & perlindungan terhadap daerah yang mengalami gangguan sensorik.

2. Fase Subakut & Kronik

 Mengurangi nyeri :

1. US ( UltraSound)

2. TENS (Transcutaneus electrical stimulation nerve)

3. NMES (Neuromuscular Electrical Stimulation)

 Latihan

1. Latihan pada ekstremitas yang lumpuh untuk memelihara lingkup gerak sendi (LGS) &
mencegah atropi. Latihan LGS dapat diberikan secara Pasif,Active,& Active Assisted.
Strengthening Exercise juga dilakukan pada otot yang aktif.

18
2. Latihan penguatan otot leher.

 Pemeriksaan Penunjang :

1. X-Ray
2. MRI

19
 Orthotik

Cock-Up Splint

20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Plexus brachialis adalah sebuah jaringan saraf tulang belakang yang berasal dari belakang
leher, meluas melalui aksila (ketiak), dan menimbulkan saraf untuk ekstremitas atas.
Pleksus brakhialis merupakan serabut saraf yang berasal dari ramus anterior radiks saraf C5-
T1. Lesi plexus brachialis adalah lesi saraf yang menimbulkan kerusakan saraf yang
membentuk pleksus brakhialis, mulai dari “radiks” saraf.

Plexus brachialis menerima komponen symphatis melalui ganglion cervicale medius, yaitu
n.spinalis C5-6, melalui ganglion cervicale inferius atau ganglion stellatum untuk n.spinalis
C6-7-8, dan melalui ganglion para vetebrae ThI dan II nervus spinalis Th.1-2.

Tanda dan gejala pada lesi plexus brachialis adalah ditandai dengan adanya paralisis pada
otot deltoid, otot biceps, otot ekstensor karpi radialis brevis dan ekstensor karpi radialis
longus, kadang – kandang juga otot supraspinatus dan infraspinatus yang disebabkan karena
terganggunya otot yang terdinerfasi oleh percabangan syaraf plexus brachialis.

B. Saran

Sebelum lebih mendalami kasus ini, kita sebagai Fisioterapis harus mengetahui terlebih
dahulu gejalanya apa saja dan tidak boleh memberi penanganan yang tidak sesuai dengan
kasus / patologi yang di alami pasien. Kasus ini bukan kasus yang sembarangaa karna kasus
ini berasal dari sistem saraf.

21
DAFTAR PUSTAKA

 Foster, M., Traumatic Brachial Plexus Injuries. 2011, emedicine. p. 1-4.


 Brachial Plexus Birth Palsy: A 10-Year Report on the Incidence and Prognosis. Journal of
Pediatrics Orthopaedics, 1984. 4(6).
 Dorsi, M., W. Hsu, and A. Belzberg, Epidemiology of brachial plexus injury in the pediatric
multitrauma population in the United States. Journal of Neurosurgery, 2010. 5.
 Rajiv, M., Epidemiology of Brachial Plexus Injuries in a Multitrauma
Population. Neurosurgery, 1997. 40(6): p. 1182-89.
 Snell, R., Ekstremitas superior, in Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran, J. Oswari,
Editor. 1998, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. p. 132-253.
 Wood, M. and P. Murray, Current Concepts in the Surgical Management of Brachial Plexus
Injuries. 2006, www. DCMSonline.org. p. 31-4.
 Grant, G., R. Goodkin, and M. Kliot, Evaluation and treatment of traumatic peripheral
nerve injuries, inNeurosurgical Operative Atlas Spine and Peripheral Nerves, B.
Brandenburg, Editor. 2007, Thieme Medical Publisher: New York. p. 888-94.

22

Anda mungkin juga menyukai