Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KUNJUNGAN KE LEMBAGA

PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL


(LAPAN)

Dosen:
Prof. Dr. Dipl. Ing. Ir. Reynaldo Zoro

Oleh:
Abdu Yakan Rosyadi (23218307)
Ra Crystal S.P. Tambun (23218316)

PROGRAM MAGISTER TEKNIK TENAGA ELEKTRIK


SEKOLAH TEKNIK ELEKTRO DAN INFORMATIKA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Kunjungan Lembaga


Persaingan yang sangat ketat di era globalisasi seperti saat ini, dimana perkembangan aspek
teknologi dari dalam maupun luar negeri menuntut kita untuk memiliki kemampuan untuk
memberikan kontribusi yang baik pada bidang pekerjaan kita secara profesional. Dalam rangka
pemenuhan persyaratan tersebut, tentunya kita, sebagai calon peneliti yang berkualitas haruslah
memiliki bekal berupa pendidikan baik secara formal maupun non formal. Selain bekal pendidikan
tersebut, kita juga dituntut untuk dapat mampu terlibat secara aktif dan nyata dalam bidang ilmiah
di masyarakat dan pada akhirnya memiliki kualitas untuk mengikuti persaingan yang terjadi dalam
dunia globalisasi. Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan mahasiswa, maka mahasiswa
diharapkan memiliki pengetahuan yang tidak hanya didapatkan dari perguruan tinggi namun juga
pengalaman belajar dari perguruan tinggi, seperti lembaga penelitian, pusat peragaan IPTEK,
museum, dan sebagainya. Pengalaman belajar melalui kunjungan lembaga pusat teknologi menjadi
penting, agar mahasiswa memahami berbagai peristiwa/percobaan/eksperimen/sejarah yang
secara nyata dapat dilihat atau dipraktekan di lapangan. Oleh karena itu, diselenggarakanlah
kunjungan ke pusat teknologi roket Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Bandung yang merupakan upaya meningkatkan motivasi mahasiswa untuk menggali lebih dalam
ilmu pengetahuan dan wawasan serta memperdalam ilmu yang tentunya akan di hadapi di lapangan
kerja kelak.

I.2 Tujuan Kunjungan


Tujuan dilaksanakan kunjungan ini adalah sebagai pemenuhan dari mata kuliah fenomena
listrik atmosfer yang sedang diambil oleh mahasiswa magister STEI ITB opsi Teknik Tenaga
Elektrik, terutama dalam wawasan tentang fenomena ionosfer. Dalam Kunjungan lembaga pusat
teknologi ini diharapkan mahasiswa dapat memahami penerapan berbagai ilmu yang telah
diperoleh dalam kuliah sehingga dapat meningkatkan pemahaman tentang penggunaan ilmu
tersebut serta menumbuhkan kesiapan mental mahasiswa untuk turut serta dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
1.3 Waktu dan Lokasi Kunjungan
Kunjungan ini dilaksanakan pada tanggal 27 Maret 2019 ke LAPAN Bandung yang
bertempat di Jl. Dr. Djunjunan No.133, Pajajaran, Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat 40173.

I.4 Batasan Masalah


Dalam penulisan laporan kunjungan lembaga ini, masalah yang akan bahas hanya terbatas
pada pemahaman mengenai fenomena-fenomena yang terjadi pada atmosfer yang ditinjau dari
sudut sains dan teknologi. Materi yang diangkat lebih bersifat umum dan tidak menjurus secara
khusus pada proses tertentu.

I.5. Sistematika Penulisan


BAB I. PENDAHULUAN
Pada bab ini, Penulis membahas penjelasan mengenai latar belakang permasalahan dalam
penulisan laporan, maksud dan tujuan kunjungan lembaga, pembatasan masalah untuk membatasi
ruang lingkup penulisan, dan sistematika laporan.

BAB II. SEJARAH DAN STRUKTUR ORGANISASI LEMBAGA PENERBANGAN DAN


ANTARIKSA NASIONAL
Pada bab ini, Penulis menjelaskan secara singkat mengenai sejarah berdirinya Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional dan perkembangan secara umum serta struktur organisasinya
dan proses perangkat yang dihasilkan oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

BAB III. TEKNOLOGI ROKET DAN BERBAGAI APLIKASINYA


Pada bab ini, Penulis menjelaskan secara lebih mengenai struktur atmosfer, kelistrikan
atmosfer global, fenomena-fenomena yang terjadi pada atmosfer yang ditinjau dari aspek sains
dan teknologi, serta fenomena transient luminous event.

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN


Pada bab ini, Penulis menjelaskan tentang kesimpulan – kesimpulan yang diambil terkait
dengan proses pembuatan roket yang telah diamati pada bab sebelumnya serta bila memberikan
saran, baik Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional dalam kerangka peningkatan
perkembangan teknologi yang lebih baik.
BAB II
SEJARAH DAN STRUKTUR ORGANISASI LEMBAGA PENERBANGAN DAN
ANTARIKSA NASIONAL

2.1. Sejarah Pembentukan


Pada 31 Mei 1962, atas arahan Presiden RI Soekarno, dibentuk Panitia Austronautika oleh
Perdana Menteri Ir. H. Juanda (selaku Ketua Dewan Penerbangan RI) dan R.J. Salatun (selaku
Sekretaris Dewan Penerbangan RI).
Untuk mendukung langkah tersebut, pada 22 September 1962 dibentuklah Proyek Roket
Ilmiah dan Militer Awal (PRIMA) afiliasi AURI dan Institut Teknologi Bandung. Proyek PRIMA
berhasil membuat dan meluncurkan dua roket seri Kartika berikut telemetrinya pada tahun 1964.
Pada 27 November 1963, dibentuklah Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
(LAPAN) dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 236 Tahun 1963 tentang LAPAN, untuk
melembagakan penyelenggaraan program-program pembangunan kedirgantaraan nasional.
Dalam hal penyempurnaan organisasi LAPAN, telah dikeluarkan beberapa Keppres, dengan
yang terkini yakni Keppres Nomor 9 Tahun 2004 tentang Lembaga Non-Kementerian.

Kronologi Pembentukan
1. Pada tanggal 31 Mei 1962, dibentuk Panitia Astronautika oleh Menteri Pertama RI, Ir.
Juanda (selaku Ketua Dewan Penerbangan RI) dan R.J. Salatun (selaku Sekretaris Dewan
Penerbangan RI).
2. Tanggal 22 September 1962, terbentuknya Proyek Roket Ilmiah dan Militer Awal (PRIMA)
afiliasi AURI dan ITB. Berhasil membuat dan meluncurkan dua roket seri Kartika berikut
telemetrinya.
3. Tanggal 27 November 1963, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang LAPAN.

Penyempurnaan LAPAN
1. Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18 Tahun 1974,
2. Keppres Nomor 33 Tahun 1988,
3. Keppres Nomor 33 Tahun 1988 jo Keppres Nomor 24 Tahun 1994;
4. Keppres Nomor 166 Tahun 2000 sebagaimana diubah beberapa kali yang terakhir dengan
Keppres Nomor 4 Tahun 2013
5. Perpres Nomor 49 Tahun 2015.
6. Kompetensi Utama
7. Sains Antariksa dan Atmosfer; Teknologi penerbangan, roket, dan satelit , Penginderaan
jauh, Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa

Sejarah 52 tahun perkembangan logo LAPAN


Berdasarkan arsip yang dimiliki LAPAN, ditemukan dokumen
resmi yang memuat logo LAPAN. Dalam kop surat bertanggal 30
Desember 1965 tersebut, terlihat logo LAPAN terdiri dari empat
unsur yaitu Roket, Sayap, Peta Indonesia berada dalam lingkaran
yang dikonotasikan sebagai bumi. Berdasarkan artikel pada Majalah
Interkom Nomor 71-94/95, RJ Salatun Kepala LAPAN periode
1971-1978, tidak ada keistimewaan tertentu yang mendasari gagasan
untuk menciptakan logo LAPAN pertama kali. Hanya terpikirkan
untuk menggunakan sayap sebagai lambang penerbangan dan roket
1963 - 1974
sebagai lambang antariksa dalam logo LAPAN. Melalui tangan
seorang seniman terwujudlah sebuah logo.

Logo yang dipakai era 1974-2006 ini tidak mengalami


perubahan dari sisi unsur pembentuknya (roket dan sayap). Namun
logo ini menghilangkan unsur peta dan lingkaran, dengan sayap yang
terlihat lebih besar yang melambangkan perkembangan organisasi
LAPAN pada waktu itu. Secara resmi logo kedua LAPAN ini
tercantum dalam Pedoman Administrasi Umum di lingkungan
LAPAN berdasarkan Keputusan Kepala LAPAN Nomor: 1974 - 2006
LPN/070/SK/119/XII/1983
Logo yang dipakai sekitar tahun 2004-2005, terlihat logo ini
merupakan perpaduan antara logo pertama dengan logo ketiga.
Tidak ada peraturan formal yang mengatur tentang logo ini, namun
diaplikasikan pada baju kerja, plakat, hingga souvenir. Ini
merupakan varian logo tidak resmi namun banyak digunakan.
2004 - 2005
Pemaknaan gambar Roket pada logo ini merupakan
pencerminan dari produk andalan LAPAN untuk rancang bangun
teknologi antariksa sebagai aplikasi kegiatan di ruang angkasa
(remote sensing, riset atmosfer dan matahari) serta penelitian
pengembangan teknologi kedirgantaraan LAPAN secara
keseluruhan. Gambar Roket tersebut memiliki panjang sekitar 17
satuan ukuran yang dimaksudkan untuk mengingatkan tanggal
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan. Sayap Burung Garuda
yang mengapit Roket menandakan identitas yang mengandung
makna kegiatan LAPAN yang dinamis. Jumlah bulu pada masing-
masing sayap pun juga memiliki beberapa makna, antara lain bulu
pada tiga baris pertama berjumlah 27 helai merujuk pada tanggal
kelahiran LAPAN. Sementara bulu pada sisi sayap paling luar
berjumlah 11 helai menunjukkan bulan ke sebelas (November) yaitu 2006 – 2015

bulan kelahiran LAPAN. Sedangkan keseluruhan bulu pada sayap


sebanyak 63 helai diartikan sebagai tahun kelahiran LAPAN.
Dengan demikian Sayap Burung Garuda didalamnya terkandung
makna tanggal, bulan dan tahun berdirinya LAPAN yaitu tanggal 27
November 1963. Tulisan “LAPAN” yang terletak dibawah Roket
dan Sayap Burung Garuda mengandung makna bahwa LAPAN
sebagai instansi yang menaungi segala kegiatan penelitian dan
pengembangan kedirgantaraan nasional.
Logo baru LAPAN divisualisasikan melalui empat bidang
universal yang diwakili bentuk eliptik, yang mempresentasikan
empat kompetensi utama LAPAN, yaitu Teknologi Penerbangan dan
Antariksa, Penginderaan Jauh, Sains Antariksa dan Atmosfer, serta
Kajian Kebijakan Penerbangan dan Antariksa. Warna biru langit
yang dominan pada logo menjadi ciri tradisional logo LAPAN
sebelumnya. Sedangkan warna kuning api melambangkan gelora
dan semangat membara seluruh elemen LAPAN untuk mewujudkan
cita-cita penerbangan dan keantariksaan nasional yang luhur dan
jaya di angkasa.

2.2. Struktur Organisasi LAPAN

2.3. Kedudukan
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional yang selanjutnya dalam Peraturan Presiden
ini disebut dengan LAPAN adalah lembaga pemerintah non-kementerian yang berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang membidangi urusan pemerintahan
di bidang riset dan teknologi.

2.4. Tugas Pokok


LAPAN mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian dan
pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya serta penyelenggaraan keantariksaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

2.5. Fungsi
Dalam mengemban tugas pokok di atas LAPAN menyelenggarakan fungsi-fungsi :
1. Penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian dan pengembangan sains antariksa dan
atmosfer, teknologi penerbangan dan antariksa, dan penginderaan jauh serta
pemanfaatannya;
2. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan sains antariksa dan atmosfer, teknologi
penerbangan dan antariksa, dan penginderaan jauh serta pemanfaatannya;
3. Penyelenggaraan keantariksaan;
4. Pengoordinasian kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAPAN;
5. Pelaksanaan pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unit
organisasi di lingkungan LAPAN;
6. Pelaksanaan kajian kebijakan strategis penerbangan dan antariksa;
7. Pelaksanaan penjalaran teknologi penerbangan dan antariksa;
8. Pelaksanaan pengelolaan standardisasi dan sistem informasi penerbangan dan antariksa;
9. Pengawasan atas pelaksanaan tugas LAPAN; dan
10. Penyampaian laporan, saran, dan pertimbangan di bidang penelitian dan pengembangan
sains antariksa dan atmosfer, teknologi penerbangan dan antariksa, dan penginderaan jauh
serta pemanfaatannya
2.6. Visi dan Misi

Visi
PUSAT UNGULAN PENERBANGAN DAN ANTARIKSA UNTUK MEWUJUDKAN
INDONESIA YANG MAJU DAN MANDIRI

Misi
1. Meningkatkan kualitas litbang penerbangan dan antariksa bertaraf internasional.
2. Meningkatkan kualitas produk teknologi dan informasi di bidang penerbangan dan antariksa
dalam memecahkan permasalahan nasional.
3. Melaksanakan dan mengatur penyelenggaraan keantariksaan untuk kepentingan nasional.

2.7. Lokasi Fasilitas


2.8. Program LAPAN
Pengembangan Teknologi Dirgantara
1. Roket Pendorong Sonda
Disebut sebagai RX (Roket eXperimental), dipersiapkan untuk
peluncuran satelit secara mandiri pada tahun 2014 dan
pengembangan Satelite Launch Vehicle (SLV) yang ditargetkan
LAPAN dapat rampung pada tahun 2024. Semua Roket RX
diujicobakan di Pangkalan Ujicoba Roket Pameungpeuk, Garut,
Jawa Barat.

 RX-420
RX-420 memiliki spesifikasi antara lain diameter roket
sebesar 420 mm, beban saat terbang 1000 Kg, panjang
roket 6200 mm, dan memiliki propelan tipe padat. RX-
420 membutuhkan waktu 13 detik untuk pengapian
roket dan diprediksikan dapat terbang selama 205
detik. Roket ini juga diprediksikan mampu mencapai
kecepatan maksimum 4.5 mach, dapat menempuh jarak
101 Km, dan mencapai tinggi 53 Km. RX-420 berhasil
diujicobakan pada 2 Juli 2009, dengan menggunakan
bahan baku dalam negeri.

 RX-520
RX-520 ini memiliki spesifikasi yang lebih hebat
ketimbang RX-420. Sesuai desain awal, RX-520
memiliki kecepatan maksimal 1,7 km/detik. RX520 ini
memiliki panjang hingga 8,8 meter dengan bahan bakar
propelan padat seperti jenis roket lain. Daya jangkau
roket RX-520 mencapai 300 km.
 RX-550
RX-550 memiliki spesifikasi yakni diameter roket
sebesar 550 mm, berbobot 3 ton, dan memiliki panjang
6000 mm. RX-550 diprediksikan dapat terbang hingga
ketinggian 100 Km dan jangkauan 300 Km.[4] RX-550
telah melalui uji statis pada tahun 2012 dan direncanakan
akan diujicobakan pada pertengahan 2013.

2. Satelit
Proyek pengembangan satelit yang dilaksanakan oleh LAPAN dimulai sejak tahun 2000.
Satelit yang dibuat oleh LAPAN digunakan untuk pengambilan citra bumi, mitigasi bencana,
komunikasi radio, dan pengaturan lalu lintas laut.
 Indonesian Nano Satelite (INASAT-1)
INASAT-1 merupakan satelit berbentuk Nano Hexagonal, yang dibuat dan didesain
sendiri oleh Indonesia untuk pertama kalinya. INASAT-1 merupakan satelit metodologi
penginderaan untuk memotret cuaca buatan LAPAN. Proyek ini dimulai pada tahun 2000
bekerjasama dengan Dirgantara Indonesia (PTDI). INASAT-1 sukses diluncurkan pada
tahun 2006.

 LAPAN - Technische Universität Berlin Satellite (LAPAN-TUBSAT / LAPAN A-1)


Proyek LAPAN-TUBSAT dilaksanakan LAPAN atas kerjasama dengan Universitas
Teknik Berlin (TUB) untuk mempelajari basis pembuatan satelit dari Berlin. Pembuatan
satelit ini juga dilakukan sepenuhnya di Jerman, karena LAPAN belum memiliki
peralatan yang memadai dan masih mempelajari cara pembuatan satelit. Dengan dimensi
45x45x27 cm3, misi satelit ini adalah pengamatan citra bumi dari ketinggian (Video
Surveillance).

 LAPAN - Organisasi Amatir Radio Indonesia (LAPAN-ORARI / LAPAN A-2)


Proyek LAPAN A-2 dilaksanakan sepenuhnya di Pusat
Teknologi Satelit, Rancabungur, Bogor, Jawa Barat. Dengan
dimensi 50x47x38 cm3 dan bobot 70 Kg, LAPAN A-2
diharapkan dapat berputar terhadap bumi setiap 20 menit
dengan pola orbit geostationer di atas khatulistiwa dan
memiliki radius deteksi lebih dari 100 Km. Pada 5 November
2008, LAPAN sepakat untuk bekerjasama dengan Organisasi
Amatir Radio Indonesia (ORARI) dalam pemanfaatan satelit
LAPAN A-2. Satelit ini akan dilengkapi dengan transponder
UHF/VHF berfrekuensi 145.880 MHz dan 435.880 MHz serta
digipeater APRS berfrekuensi 145.825 MHz. Satelit ini
ditargetkan dapat diluncurkan pada tahun 2013, menunggu
kesiapan roket pengangkut satelit milik India
 LAPAN - Institut Pertanian Bogor (LAPAN-IPB / LAPAN A-3)
Satelit LAPAN A-3 memiliki dimensi 50x50x70 cm3 dengan berat 120 Kg, akan
dilengkapi dengan pemotret luar angkasa digital, Sistem Identifikasi Otomatis (AIS)
untuk lalu lintas perairan, peralatan radio amatir dan repeater, serta pemotret citra
permukaan bumi (multispectral imager) dengan resolusi tinggi dan pengiriman data
berkecepatan 105 Mbps[11]. LAPAN turut bekerjasama dengan IPB dalam pemanfaatan
multispectral imager untuk kepentingan program pangan nasional. Satelit ini masih dalam
proses penyempurnaan.[12] Menurut Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin, satelit ini
rencananya akan diluncurkan pada bulan Juni 2016.

3. Pesawat Transportasi
Pengembangan pesawat transportasi yang dilakukan di PT Dirgantara Indonesia
bekerjasama dengan LAPAN antara lain pada pesawat N-219, N-245, dan N-270.

 N-219
N219 merupakan pesawat penumpang kapasitas 19
penumpang yang digerakkan dengan dua mesin
turboprop produksi Pratt and Whitney Aircraft of
Canada Limited PT6A–42 masing-masing bertenaga
850 SHP. Pesawat ini mampu terbang dan mendarat
di landasan pendek sehingga mudah beroperasi di
daerah-daerah terpencil.

 N-245
Pesawat N-245 adalah salah satu pesawat penumpang
sipil (airliner) yang sedang dikembangkan oleh PT
Dirgantara Indonesia. Pesawat ini merupakan
pengembangan dari CN-235. N-245 dikembangkan
agar memiliki kapasitas penumpang yang lebih besar
dibandingkan CN-235.
 N-270
N245 untuk 50 penumpang. sedangkan generasi N270 untuk 70 penumpang,

4. LAPAN Surveillance UAV (LSU)


LSU merupakan pesawat tanpa awak yang berkemampuan mengangkut beban 10 Kg,
dilaksanakan sebagai tahap awal realisasi pesawat tanpa awak untuk keperluan Airborne
Remote Sensing. LSU digunakan untuk keperluan mitigasi bencana, monitoring wilayah
rawan bencana, serta pengambilan data satelit. Tipe LSU yang saat ini beroperasi adalah tipe
LSU-02 dan LSU-03.
 LSU-02
Pesawat yang berhasil dibangun tahun 2012 ini dimaksudkan untuk kepentingan militer
dan sipil. Pihak militer Indonesia mengkategorikannya sebagai pesawat tanpa awak taktis
karena bisa terbang jarak jauh (300 km, secara teoretis 450 km) untuk ukurannya.

 LSU-03
LAPAN LSU-03 (LAPAN Surveillance UAV-03) adalah pesawat tanpa awak
(PUNA/UAV) yang dikembangkan oleh Lembaga Penelitian dan Penerbangan Nasional
(LAPAN). Ini merupakan pengembangan lebih lanjut dari LAPAN LSU-02, dan
keduanya diklasifikasikan sebagai UAV taktis. Meski pada dasarnya merupakan
pengembangan lebih lanjut dari LSU-02, LSU-03 dapat mencapai jangkauan maksimum
sekitar 133% dari pendahulunya (600 km dibandingkan dengan 450 km dari LSU-02) dan
lebih banyak muatan.

5. LAPAN Surveillance Aircraft (LSA)


LSA merupakan hasil kerjasama antara LAPAN dengan PTDI dengan bantuan teknis dari
Universitas Teknik Berlin (TUB) pada tahun 2012. LSA merupakan sebuah armada pesawat
pengamat yang dapat diisi oleh 2 orang. Tipe awal, LSA-01, sedang dirancang dan
diujicobakan di Jerman. LSA-01 merupakan pesawat yang dapat mendarat di darat maupun
di perairan

Penginderaan Jauh
LAPAN melakukan kegiatan penginderaan jauh dengan menggunakan sinyal yang dipancarkan
dari satelit-satelit yang beredar (Satelit LAPAN-TUBSAT, Landsat, NOAA, MODIS, SPOT, dan
Fengyun) kemudian ditangkap oleh stasiun-stasiun bumi penerima data inderaja. Kegiatan inderaja
dilakukan untuk berbagai hal, seperti mitigasi bencana, perhitungan tingkat polusi udara,
pemantauan wilayah hutan, pemantauan lahan pertanian dan pangan, informasi zona tangkapan
ikan di laut, serta pemantauan titik api secara near real time. Data yang telah diterima oleh LAPAN
dikumpulkan ke dalam sebuah Bank Data Penginderaan Jauh Nasional yang dapat diakses secara
luas melalui internet.

Sains Dirgantara dan Antariksa


1. Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer
LAPAN melalui Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer melakukan aktivitas yang
berhubungan dengan pemantauan atmosfer bumi. Aktifitas tersebut yakni:
 Pemantauan Iklim Bumi (curah hujan, suhu, dll.).
 Pemantauan lapisan atmosfer bawah dan permukaan (polusi, hujan asam, dan gas rumah
kaca).
 Pemantauan lapisan atmosfer atas (lapisan ozon, radiasi matahari, dan aerosol pada
atmosfer).
 Pemantauan dampak perubahan iklim dan pemanasan global.
 Kegiatan eksplorasi atmosfer.
2. Pusat Sains Antariksa
Pusat Sains Antariksa melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas luar angkasa.
Aktifitas tersebut yakni:
 Penelitian aktivitas matahari sebagai sumber energi dan gangguan.
 Penelitian dan pengamatan orbit satelit, gangguan, dan sampah antariksa.
 Penelitian dan pengamatan benda langit dan benda lainnya di orbit rendah bumi.
 Penelitian medan magnet antariksa dan pemodelan medan geomagnetik regional.
 Penelitian aktivitas ionosfer regional dan pemanfaatan gelombang radio.
 Pengembangan instrumentasi dan basis data antariksa.
BAB III.
ATMOSFER BUMI

3.1 Struktur Atmosfer Bumi

Atmosfer adalah suatu lapisan udara yang menyelimuti bumi. Lapisan ini adalah pelindung
bumi dan tanpanya kita tak dapat hidup. Di atmosfer terdapat berbagai gas yang berguna untuk
kehidupan kita. Sebagai contoh oksigen untuk bernapas, karbon dioksida untuk fotosintesis dan
pencegah turunnya suhu bumi yang drastis, nitrogen untuk pupuk tanaman, dll. Atmosfer juga
berfungsi sebagai pelindung bumi dari gempuran ribuan benda langit tiap jam.
Atmosfer bumi terdiri dari beberapa lapisan, yaitu:

a. Troposfer

Lapisan ini adalah lapisan udara yang berada tepat di atas permukaan bumi. Kita hidup di
lapisan ini. Ketebalan lapisan ini mencapai 18 km di khatulistiwa sedangkan di daerah kutub
sekitar 8 km. Perbedaan ketebalan ini disebabkan adanya rotasi bumi. Sebagian besar massa
atmosfer (+-80%) berada di lapisan ini. Di troposfer, setiap kenaikan ketinggian 100 m akan
menyebabkan suhu udara turun 0.60C. Jika Anda mau membuktikannya, maka pergilah ke daerah
pegunungan. Suhu di sana makin ke atas makin dingin. Suhu udara di lapisan teratas troposfer
bahkan mencapai -600C. Sebagai perbandingan, suhu rata-rata udara di permukaan air daerah
tropis adalah 270C.

Pada lapisan ini terjadi berbagai fenomena cuaca seperti awan, hujan, pelangi, dsb. Oleh
karena itu, lapisan ini menjadi penting bagi kehidupan. Antara lapisan troposfer dan lapisan di
atasnya (stratosfer) dibatasi oleh tropopause.

b. Stratosfer

Lapisan ini terletak di atas troposfer (18 km) sampai ketinggian 50 km. Lapisan ini terdiri
dari 2 lapisan yang berbeda sifat, yaitu:
 Lapisan Isothermal (11-22 km). Suhu udara ini suhunya seragam yaitu sekitar -600C karena
itulah lapisan ini dinamakan isothermal (iso = sama, therm = suhu).

 Lapisan Inversi (20-50 km). Suhu udara di sini makin ke atas semakin panas, pada
ketinggian 50 km suhu udara mencapai -500C. Peningkatan ini disebabkan adanya gas
Ozon di lapisan ini.

Antara lapisan stratosfer dan lapisan di atasnya (mesosfer) dibatasi oleh stratopause.

c. Mesosfer

Lapisan ini terletak di atas stratosfer pada ketinggian 50-85 km. Suhu udara di lapisan ini
makin ke atas makin rendah. Setiap naik 1.000 m suhu udara turun 2.5-30C. Pada ketinggian 85
km suhu udara mencapai -900C. Di lapisan inilah biasanya meteor-meteor meledak atau terbakar
sebelum sampai ke permukaan bumi. Di atas mesosfer terdapat lapisan mesopause yang
memisahkannya dengan lapisan thermosfer.

d. Thermosfer

Lapisan ini terletak pada ketinggian 85-500 km di atas permukaan bumi. Lapisan ini sering
disebut lapisan panas (inggris = hot layer). Bayangkan, suhu udara di bagian atas lapisan ini
mencapai > 1.0000C. Di lapisan thermosfer ini terdapat lapisan ionosfer (85-375 km) yang mampu
memantulkan gelombang radio.

e. Eksosfer

Lapisan ini terletak > 500 km di atas permukaan bumi. Mulai dari lapisan inilah kita akan
menjumpai angkasa luar. Pengaruh gravitasi bumi di sini sangat kecil sehingga kita bisa melayang
di lapisan ini. Pengaruh angkasa luar sangat kuat sehingga kita takkan bisa menghindar dari radiasi
matahari dan serbuan batu-batuan angkasa luar.
Gambar 3.1. Lapisan-lapisan Atmosfer Bumi

Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon
(0.9%), karbondioksida (variabel, tetapi sekitar 0.0357%), uap air, dan gas lainnya. Atmosfer
melindungi kehidupan di bumi dengan menyerap radiasi sinar ultraviolet dari Matahari dan
mengurangi suhu ekstrem antara siang dan malam. 75% dari atmosfer ada dalam 11 km dari
permukaan planet.

Atmosfer mengandung campuran gas-gas yang lebih dikenal dengan nama udara dan
menutupi seluruh permukaan bumi. Campuran gas-gas ini menyatakan komposisi dari atmosfer
bumi. Bagian bawah dari atmosfer bumi dibatasi oleh daratan, samudera, sungai, danau, es, dan
permukaan salju. Gas pembentuk atmosfer disebut udara. Udara adalah campuran berbagai unsur
dan senyawa kimia sehingga udara menjadi beragam. Keberagaman terjadi biasanya karena
kandungan uap air dan susunan masing-masing bagian dari sisa udara (disebut udara kering).
Atmosfer Bumi terdiri atas nitrogen (78.17%) dan oksigen (20.97%), dengan sedikit argon
(0.93%), dan gas lainnya.
Nitrogen bereaksi lambat, tetapi merupakan bagian penting dari kehidupan sehingga
keseimbangan nitrogen di udara, di laut dan di dalam bumi sangat dipengaruhi oleh makhluk
hidup. Karbondioksida yang berlimpah dari sinar matahari membuat karbohidrat dengan hasil
sampingan oksigen (fotosintesis). Oksigen terakumulasi di udara kemudian berkembang makhluk
yang membutuhkan oksigen. Gas nitrogen merupakan gas yang paling banyak terdapat dalam
lapisan udara atau atmosfer bumi. Salah satu sumbernya yaitu berasal dari pembakaran sisa-sisa
pertanian dan akibat letusan gunung api. Gas lain yang cukup banyak dalam lapisan udara atau
atmosfer adalah oksigen. Oksigen antara lain berasal dari hasil proses fotosintesis pada tumbuhan
yang berdaun hijau. Dalam proses fotosintesis, tumbuhan menyerap gas karbondioksida dari udara
dan mengeluarkan oksigen. Gas karbondioksida secara alami besaral dari pernapasan mahkluk
hidup, yaitu hewan dan manusia. Serta secara buatan gas karbondioksida berasal dari asap
pembakaran industri, asap kendaraan bermotor, kebakaran hutan, dan lain-lain.

Selain keempat gas tersebut di atas ada beberapa gas lain yang terdapat di dalam atmosfer,
yaitu di antaranya ozon. Walaupun ozon ini jumlahnya sangat sedikit namun sangat berguna bagi
kehidupan di bumi, karena ozon yang dapat menyerap sinar ultra violet yang dipancarkan sinar
matahari sehingga jumlahnya sudah sangat berkurang ketika sampai di permukaan bumi. Apabila
radiasi ultra violet ini tidak terserap oleh ozon, maka akan menimbulkan malapetaka bagi
kehidupan mahkluk hidup yang ada di bumi. Radiasi ini di antaranya dapat membakar kulit
mahkluk hidup, memecahkan kulit pembuluh darah, dan menimbulkan penyakit kanker kulit.
Selain unsur pembentuk yang berupa gas, udara juga mengandung partikel padat dan cair,
yang begitu kecilnya sehingga gerakan udara dapat mengimbangi kecenderungan partikel tersebut
jatuh ke tanah. Partikel itu dapat berasal dari debu yang terangkat oleh angin, partikel garam laut,
ataupun hasil pembakaran dan pengolahan dalam industri. Berdasarkan pengalaman sehari-hari
kita mengetahui bahwa suhu udara berubah-ubah dari waktu ke waktu; pagi yang sejuk diikuti oleh
sore hari yang panas, dan musim dingin yang dingin diikuti musim panas yang panas dalam suatu
daur yang tetap. Suhu menjadi beragam dari tempat ke tempat pada waktu yang sama. Pada
wilayah yang lintang rendah lebih panas daripada wilayah pada lintang yang lebih tinggi dan
daerah yang rendah lebih panas daripada pegunungan tinggi.

Troposfer memiliki sifat penting, yaitu bahwa secara umum temperatur berkurang terhadap
ketinggian. Di atas troposfer adalah stratosfer yang dicirikan oleh bertambahnya temperatur
terhadap ketinggian. Diskontinuitas yang membedakan troposfer dengan stratosfer adalah lapisan
tropopause. Pada troposfer campuran gas-gas terdiri dari 78% nitrogen dan 21% oksigen (prosen
dalam volume). Sisanya sebesar 1% adalah campuran gas yang terdiri dari argon, karbondioksida,
dan gas-gas lainnya. Campuran gas-gas tanpa uap-air disebut sebagai udara kering, dan campuran
gas-gas tanpa terkecuali disebut sebagai udara lembab.

Adapun perbedaan dari atmosfer netral dan atmosfer bermuatan/ionosfer:

Atmosfer Netral Atmosfer Bermuatan


 Perbedaan temperatur terhadap  Perbedaan muatan elektron terhadap
ketinggian ketinggian
 Terkait dengan proses cuaca di  Terkait proses-proses cuaca di
permukaan/atmosfer bawah antariska/atmosfer atas
 Variabilitasnya berdampak kepada  Variabilitasnya tidak berdampak
manuasia langsung kepada manusia
2.2. Kelistrikan Atmosfer Global

Listrik atmosfer adalah studi tentang muatan listrik di atmosfer bumi (atau planet lain).
Pergerakan muatan antara permukaan bumi, atmosfer, dan ionosfer dikenal sebagai sirkuit listrik
atmosfer global. Listrik atmosfer adalah topik interdisipliner dengan sejarah panjang, yang
melibatkan konsep-konsep dari elektrostatik, fisika atmosfer, meteorologi dan ilmu bumi.

Gambar 3.2. Global Electrical Circuit

Badai petir bertindak sebagai baterai raksasa di atmosfer, mengisi ionosfer hingga sekitar
400.000 volt sehubungan dengan permukaan. Ini mengatur medan listrik di seluruh atmosfer, yang
berkurang dengan meningkatnya ketinggian. Ion atmosfer yang diciptakan oleh sinar kosmik dan
radioaktivitas alami bergerak di medan listrik, sehingga arus sangat kecil mengalir melalui
atmosfer, bahkan jauh dari badai. Di dekat permukaan bumi, besarnya bidang rata-rata sekitar 100
V / m.
Listrik atmosfer melibatkan kedua badai petir, yang menciptakan petir untuk mengeluarkan
muatan atmosfer dalam jumlah besar yang disimpan dalam awan badai, dan elektrifikasi udara
yang terus-menerus karena ionisasi dari sinar kosmik dan radioaktivitas alami, yang memastikan
bahwa atmosfer tidak pernah cukup netral.
Listrik atmosfer selalu ada, dan selama cuaca cerah jauh dari badai, udara di atas
permukaan bumi bermuatan positif, sedangkan muatan permukaan bumi negatif. Ini dapat
dipahami dalam hal perbedaan potensi antara titik permukaan bumi, dan titik di suatu tempat di
udara di atasnya. Karena medan listrik atmosfer secara negatif diarahkan pada cuaca yang adil,
konvensi ini merujuk pada gradien potensial, yang memiliki tanda berlawanan dan sekitar 100 V /
m di permukaan. Gradien potensial di sebagian besar lokasi jauh lebih rendah dari nilai ini karena
ini merupakan rata-rata muatan yang ditimbulkan oleh setiap badai petir dan gangguan atmosfer
di seluruh dunia. Ada arus konduksi lemah dari ion atmosfer yang bergerak di medan listrik
atmosfer, sekitar 2 picoAmperes per meter persegi, dan udara lemah konduktif karena adanya ion
atmosfer ini.
Teori Kelistrikan atmosfer global :
 Luis Guillaume Le Monner (1752) “ Listrik mengalir melalui atmosfer”
 Linss (1887) “Fluida sebagai penghantar listrik”
 Elster dan Geitel (1899) serta Wilson (1900) “Ion adalah atom yang bermuatan negatif atau
positif. Atom tersusun dari netron yang muatannya netral, proton yang positif dan elektron
yang negatif. Netron dan proton ada di bagian tengah yang merupakan inti atom, sedangkan
elektron berputar mengelilingi inti atom pada tempat orbitnya (tingkat energi).”
 Vector Hess (1911) “Konduktivitas meningkat terhadap perubahan ketinggian karena
radiasi kosmik”
 Wilson (1920) “Global Electrical Circuit (GEC) dengan bumi sebagai konduktor
sedangkan petir selalu terdiri dari muatan negatif di bagian bawahnya dan positif di bagian
atasnya sebagai kapasitor”
Kelistrikan Atmosfer dalam perspetif sains :
Catatan Steve Goodman (NASA) :
 Durasi kejadian tornado rata-rata sampai 12 menit
 Setiap tahun petir memakan korban 80 orang meninggal dan lebih 500 korban luka,
dengan menyebabkan cacat seumur hidup.
 Setiap tahun selalu ada kerugian akibat cuaca antara lain pada operasional penerbangan,
pertanian, kehutanan, dll.
Petir biasanya terjadi di musim penghujan dan terbentuk dari perpaduan kilatan serta suara
guruh yang menggelegar. Menurut perkiraan sekitar 1800 kali petir akan terjadi di dalam waktu
yang bersamaan di seluruh dunia. Faktanya, dari seluruh lokasi di dunia yang diketahui paling
banyak dilanda petir itu adalah Amerika. Dikatahui jika ada sekitar 25 juta sampai dengan 30 juta
kali petir setiap tahunnya.
2.3. Lightening Detector and Ranging (LDAR)

Sistem Lightening Detector and Ranging (LDAR) terletak di Kennedy Space Center. Garis
tengah / panjang jaringan LDAR adalah 28.5387 dan -80.6428. Semua nilai x, y, dan z mewakili
jarak (dalam meter) dari lokasi ini. LDAR adalah sistem pemetaan petir volumetrik yang
menyediakan lokasi petir dekat waktu nyata untuk mendukung operasi Luar Angkasa. Ini terdiri
dari tujuh antena, gelombang mikro dan komunikasi jalur darat antara antena luar dan stasiun
pusat, dan fasilitas pemrosesan pusat yang terletak di stasiun pusat. Data dikumpulkan oleh
Lincoln Labs dan didorong ke GHRC setiap hari.

Stasiun pusat LDAR yang terletak di antena # 1 dikelilingi oleh enam antena tambahan
yang diatur dalam pola heksagonal dari 6 hingga 10 km. Setiap situs terdiri dari antena untuk
mendeteksi pulsa VHF 66 MHz dari acara intracloud, dan detektor medan listrik yang memantau
perubahan medan listrik (perubahan K) yang terkait dengan pemogokan awan ke darat. Data tiba
di situs pusat dari enam antena terluar secara terus-menerus melalui transmisi gelombang mikro
atau darat dengan kecepatan 6 MHz. Dengan resolusi waktu 10 nanodetik, waktu dan amplitudo
sinyal puncak adalah input ke workstation pusat dari masing-masing antena untuk perhitungan
peristiwa.

Penentuan lokasi acara ditemukan dengan cara berikut. Hanya empat dari tujuh situs yang
diperlukan untuk mendapatkan lokasi untuk setiap sumber. Dengan tujuh situs menerima sinyal
dan mengharuskan situs pusat berpartisipasi dalam semua solusi, ada 20 kemungkinan kombinasi
dari 4 situs. Dua dari 20 kombinasi optimal untuk meminimalkan kesalahan lokasi untuk semua
nilai x, y, dan z. Jika setiap koordinat (x, y, z) dari dua kombinasi situs sepakat dalam 5 persen
atau 350 meter, mana yang lebih besar, rata-rata x, y dan z digunakan. Kalau tidak, solusi yang
berasal dari semua 20 kombinasi digunakan dalam menentukan lokasi acara. Dalam hal ini, solusi
x, y, z dihitung untuk masing-masing dari 20 kombinasi situs. Solusi tersebut dibandingkan untuk
konsistensi dan pembobotan yang tepat. Jika x, y, dan z dari kombinasi yang diberikan setuju
dalam 50r 350 meter, mana yang lebih besar, dari kombinasi lain, berat dari solusi tersebut
bertambah satu. Peristiwa ini terletak jika berat salah satu solusi melebihi tujuh, jika tidak lokasi
adalah solusi dengan bobot terbesar.
2.4. Kelistrikan Atmosfer dalam Perspektif Teknologi
James Kirtley (2015) menjelaskan tidak akan efisien untuk memanen petir sebagai energi
alternatif. Alasannya adalah :
1. Kejadiannya sangat singkat (mikrodetik)
2. Memerlukan sistem yang kompleks dan penyimpanan yang handal serta distribusi
energi yang juga tidak sederhana.
Rayson Lorrey menguatkan pernyataan Kirtley :
 Petir memang punya energi yang sangat besar. Bila terjadi dalam waktu yang bersamaan,
energinya sebanding dengan 0.85 barel minyak bumi. Sayangnya petir terjadi secara
sporadik.
 Panas yang menyertai petir juga mempunyai efek merusak.

Satu sambaran petir rata rata dapat memiliki kemampuan untuk menghidupkan lampu
berukuran 100W selama kurang lebih tiga bulan, Karena mengandung 20.000 amp disetiap
sambaran petir. Oleh karena itulah petir sangat direkomendasikan sebgai energi alternative, karena
memeiliki potensi besar. Namun yang jadi permasalahan hanya tingkat kestabilan petir itusendiri
yang tidak bisa di duga datangnya. Namun beberapa sambaran saja dapat menghasilkan energi
yang sangat besar.

Dan sayangnya banyak yang bisa membuat alat yang benar benar dapat merealisasikan
untuk ternjadinya hal tersebut, karena energi yang terlalu besar ini memungkinkan untuk
menghancurkan apapun yang disentuhnya, yang sampai saat ini masih dilakukan uji coba.
Petir atau kilat yang terjadi diatas lapisan awan badai disebut Transient Luminous Event
(TLE). Istilah ini digunakan untuk menyebutkan fenomena terbentuknya kilat diatas atmosfer
yang oleh para ilmuwan kadang dinamakan Upper-atmospheric Lightning atau Upper-
atmospheric Discharge.

a. Sprite

Sprite adalah pijaran cahaya dalam durasi yang sangat singkat yang terjadi di atmosfer
tengah. Sprite sering dimulai diketinggian sekitar 45 mil (sekitar 72 km di mesosfer) dan
memanjang ke atas ke tepi ionosfer (sekitar 55-60 mil) dan kadang-kadang ke lapisan bawah
stratosfer (ke level 15-20 mil). Warnanya biasanya merah, tetapi ada juga yang terlihat kebiruan.

Sejak 1886, para ilmuwan telah secara berkala melaporkan dalam jurnal ilmiah bahwa
mereka telah melihat sesuatu yang mereka tidak mengerti jauh diatas badai. Namun “penemuan”
tentang Sprite ini dapat ditelusuri sampai 6 Juli 1989 saat Profesor Fisika dari University of
Minnesota, John R. Winckler, sedang menguji Low-Light Video Camera untuk penelitian tentang
penerbangan roket. Saat memutar ulang rekaman itu, ia dan mahasiswa pascasarjana nya, Robert
Franz dan Robert Nemzek, terkejut ketika menemukan dua bagian video yang menunjukkan dua
kolom raksasa yang tinggi menjulang seperti lampu di atas badai yang jauh di utara
Minnesota. Mereka dengan cepat menyadari hal ini mungkin dapat menjelaskan laporan visual
yang sering dilaporkan selama lebih dari satu abad mengenai cahaya lampu aneh di atas badai.

Apa yang menyebabkan sprite?

Sprite adalah hasil dari pembuangan petir sangat kuat yang kadang-kadang terjadi di dalam
badai. Mereka hampir selalu dipicu oleh cahaya kilat bermuatan positif yang sangat kuat (CG atau
Cloud-to-Ground) yang menurunkan sejumlah besar muatan listrik ke bumi. Situasi Ini sesaat
meningkatkan medan listrik di tengah atmosfir di luar titik “dielektric-breakdown.” Dengan kata
lain, percikan raksasa terjadi, biasanya dimulai sekitar 45 mil dari atas tanah. Arus listrik kemudian
bergerak keatas dan ke bawah dari titik itu. Hanya sedikit (<10%) dari CG positif yang benar-
benar menghasilkan sprite, dan juga, hanya dalam badai tertentu.
Berapa lama terjadinya sprite?

Sangat singkat, kurang dari seperseratus detik. Sangat sulit untuk mengamati sprite dengan
mata telanjang, bahkan dengan kamera biasapun akan sulit didapatkan, kecuali jika kita memakai
kamera yang memiliki fitur “Night Vision” atau melengkapi kamera kita dengan alat tambahan
seperti “Night Scope”.

Ciri khas Sprite

 Berbentuk cluster petir dalam orde 50ms


 Berwarna merah ke pink
 Pada ketinggian antara 30-90 km dan lebar kurang dari 1 km
 Kecemerlangan maksimum pada ketinggian 66 km

b. Blue Jet

Blue Jets atau “Jet biru” berbeda dari sprite, karena mereka terbentuk diatas cumulonimbus
di atas badai, biasanya dalam bentuk kerucut sempit, ke tingkat terendah dari ionosfer 40km
sampai 50km di atas bumi. Selain itu, jika sprite cenderung berwarna merah dan berhubungan
dengan sambaran petir yang signifikan, jet biru tidak tampak secara langsung dipicu oleh petir,
terbentuknya jet biru tampaknya berhubungan dengan aktivitas yang kuat dalam badai hujan es. Jet
biru juga lebih terang dari sprite dan, seperti yang tersirat oleh namanya, jet biru berwarna biru.
Warna ini diyakini terjadi karena adanya garis-garis emisi ultraviolet biru dari molekul nitrogen
yang netral dan terionisasi.

Jet biru pertama kali direkam pada tanggal 21 Oktober 1989, saat video monokrom badai
di cakrawala diambil dari Space Shuttle saat melintas di Australia. Jet biru terjadi jauh lebih sering
daripada sprite. Sampai tahun 2007, kurang dari seratus gambar telah diperoleh. Sebagian besar
gambar-gambar, yang meliputi citra warna pertama, berhubungan dengan badai tunggal yang
dipelajari oleh para peneliti dari University of Alaska.

Pada tahun 1993, saat terbang di atas badai petir yang sangat kuat di Arkansas, Davis
Sentman dan Eugene Wescott dari University of Alaska Geophysical Institute mencatat peristiwa
Transcient Luminous Events (TLE) baru. Mereka terkejut melihat cahaya sinar biru menembak ke
atas langsung dari puncak awan. Melesat pada kecepatan di atas 100 km/detik, pilar cahaya ini
mencapai ketinggian 40-50 km – dua atau tiga kali ketinggian awan – sebelum memudar. Wescott
dan Sentman kemudian menamakannya kilatan jet biru (Flashes Blue Jets).
c. Elves

ELVES (Emisi Cahaya dan Gangguan Frekuensi Sangat Rendah karena Sumber Pulsa
Elektromagnetik) sering muncul sebagai cahaya redup, pipih, membesar dengan diameter sekitar
400 km (250 mil) yang berlangsung selama, biasanya, hanya satu milidetik. Elves terjadi di
ionosfer 100 km (62 mil) di atas tanah di atas badai. Warna mereka adalah teka-teki untuk beberapa
waktu, tetapi sekarang diyakini sebagai rona merah. ELVES pertama kali direkam pada misi ulang-
alik lain, kali ini dicatat dari Guyana Prancis pada 7 Oktober 1990. Bahwa ELVES ditemukan
dalam Shuttle Video oleh tim Eksperimen Cahaya Mesoscale (MLE) di Marshall Space Flight
Center, AL yang dipimpin oleh Investigator Utama, Otha H. "Skeet" Vaughan, Jr.

Ciri-ciri Elves :

 Kilatan petir dari awan ke bagian atas atmosfer/ionoster yang bentuknya seperti cincin
 Jarak horizontalnya bisa mecapai 300 km pada ketinggian 90 km

Hipotesa mekanisme yang menghubungkan


antara aktivitas matahari, thunderstrom, dari
sirkuit listrik global.

Pada dasarnya fenomena-fenomena yang


terjadi di atmosfer erat kaitannya dibebabkan
pula pada aktivitas matahari. Aktivitas matahari
ini akan mempengaruhi terhadap kerapatan arus
ionosfer bumi pada Global Electric circuit.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
Setelah melalui berbagai proses pengamatan langsung ke lapangan, wawancara dengan
berbagai narasumber, dan dengan dibantu tahap studi pustaka, dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:

1. Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional (LAPAN) merupakan salah satu lembaga
yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian dan pengembangan
kedirgantaraan dan pemanfaatannya. Empat bidang utama LAPAN yakni penginderaan jauh,
teknologi dirgantara, sains antariksa, dan kebijakan dirgantara.
2. Lembaga Penerbangan Dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung mempunyai tugas utama
di bidang sains antariksa.
3. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Bandung juga telah meneliti
mengenai fenomena-fenomena yang terjadi di ionosfer yang menjadi feedback untuk
mengetahui kondisi cuaca dan musim serta masukan untuk penerbangan di Indonesia.
4.2. Saran
1. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) disarankan agar bisa bekerjasama
dengan lembaga-lembaga antariksa besar di dunia seperti lembaga antariksa milik Amerika
Serikat yaitu NASA bertujuan untuk bisa mengembangkan real time kondisi atmosfer di
indonesia sehingga bisa memprediksi fenomena-fenomena yang terjadi akibat ini.
2. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) sebaiknya mempunyai data
mengenai akibat sambaran petir seperti korban jiwa, tingkat kerusakan serta jumlah petir yang
terjadi.
3. Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) disarankan bisa bekerja sama
dengan ITB salah satunya untuk meneliti tentang petir.
4. Pemerintah seharusnya memberikan anggaran lebih untuk Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN) sehingga dapat mengembangkan roket yang bertujuan untuk
penelitian petir.
Daftar Pustaka

1. http://pustekroket.lapan.go.id/
2. http://tekgan.lapan.go.id/
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Penerbangan_dan_Antariksa_Nasional
4.

Anda mungkin juga menyukai