Anda di halaman 1dari 19

Sejarah LIPI

Lembaga penelitian pertama, terbesar


dan terbaik di Indonesia
Pembentukan LIPI memiliki sejarah yang panjang. Setelah melewati
beberapa fase kegiatan ilmiah sejak abad ke-16 hingga tahun 1956,
pemerintah Indonesia membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan
Indonesia (MIPI) melalui Undang-Undang (UU) No.6 Tahun 1956.
Tugasnya adalah membimbing perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta memberi pertimbangan kepada pemerintah
dalam hal kebijaksanaan ilmu pengetahuan.
 
Pada tahun 1962, pemerintah membentuk Departemen Urusan Riset
Nasional (DURENAS) dan menempatkan MIPI di dalamnya dengan
tugas tambahan membangun dan mengasuh beberapa lembaga
riset nasional. Hingga pada tahun 1966, status DURENAS menjadi
Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS).
 
Sejak Agustus 1967, pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIPI
dengan SK Presiden RI No. 128 Tahun 1967. Setelah itu, pemerintah
berdasarkan Keputusan MPRS No. 18/B/1967 membentuk LIPI dan
menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI ke dalam lembaga
tersebut. Tugas pokoknya adalah (1) membimbing perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakar di Indonesia agar
dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia pada
khususnya dan umat manusia pada umumnya; (2) mencari
kebenaran ilmiah di mana kebebasan ilmiah, kebebasan penelitian
serta kebebasan mimbar diakui dan dijamin, sepanjang tidak
bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945; (3) mempersiapkan
pembentukan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (sejak 1991,
tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh Menteri Negara Riset dan
Teknologi dengan Keputusan Presiden (Keppres) No. 179 tahun
1991).
 
Seiring perkembangan kemampuan nasional dalam bidang iptek,
lembaga ilmiah di Indonesia pun mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Menyikapi hal tersebut, peninjuan dan penyesuaian
tugas pokok dan fungsi serta susunan organisasi LIPI terus
dilakukan. Di antaranya, penetapan Keppres No.128 Tahun 1967
tanggal 23 Agustus 1967 diubah dengan Keppres No.43 Tahun 1985.
Hal tersebut masih disempurnakan lebih lanjut dengan Keppres No.
1 Tahun 1986 tanggal 13 Januari 1986 tentang Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia. Terakhir, penyempurnaan dilakukan dengan
penetapan Keppres No. 103 Tahun 2001.

Sejarah BATAN
Kegiatan pengembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dari
pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet tahun 1954. Panitia Negara
tersebut mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jatuhan
radioaktif dari uji coba senjata nuklir di lautan Pasifik.
Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi
kesejahteraan masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah No. 65 tahun 1958, pada tanggal
5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang
kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU
No. 31 tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom. Selanjutnya setiap
tanggal 5 Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di
Indonesia dan ditetapkan sebagai hari jadi BATAN
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir,
pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di Bandung.
Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa fasilitas litbangyasa yang tersebar di berbagai
pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta (1966), Pusat
Penelitian Tenaga Atom GAMA, Yogyakarta (1967), dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987)
disertai fasilitas penunjangnya, seperti: fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan
reaktor, pengelolaan limbah radioaktif dan fasilitas nuklir lainnya.
Sementara itu dengan perubahan paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU No. 10 tentang
Ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan
tenaga nuklir(BATAN) dengan unsur pengawas tenaga nuklir (BAPETEN).

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)


adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian Indonesia yang
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian dan
pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya. Empat bidang
utama LAPAN yakni penginderaan
jauh, teknologi dirgantara, sains antariksa, dan kebijakan dirgantara.

Daftar isi

 1Sejarah Pembentukan
 2Program Utama
o 2.1Pengembangan Teknologi Dirgantara
 2.1.1Roket Pendorong Sonda
 2.1.2Satelit
 2.1.3Pesawat Transportasi
 2.1.4LAPAN Surveillance UAV (LSU)
 2.1.5LAPAN Surveillance Aircraft (LSA)
o 2.2Penginderaan Jauh (Inderaja)
o 2.3Sains Dirgantara dan Antariksa
 2.3.1Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer
 2.3.2Pusat Sains Antariksa
 3Fasilitas
 4Logo
 5Catatan Kaki
 6Lihat Pula
 7Pranala luar

Sejarah Pembentukan[sunting | sunting sumber]


Pada 31 Mei 1962, atas arahan Presiden RI Soekarno, dibentuk Panitia
Austronautika oleh Perdana Menteri Ir. H. Juanda (selaku Ketua Dewan
Penerbangan RI) dan R.J. Salatun (selaku Sekretaris Dewan
Penerbangan RI). Untuk mendukung langkah tersebut, pada 22
September 1962 dibentuklah Proyek Roket Ilmiah dan Militer Awal
(PRIMA) afiliasi AURI dan Institut Teknologi Bandung. Proyek PRIMA
berhasil membuat dan meluncurkan dua roket seri Kartika berikut
telemetrinya pada tahun 1964.
Pada 27 November 1963, dibentuklah Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN) dengan Keputusan Presiden (Keppres)
Nomor 236 Tahun 1963 tentang LAPAN, untuk melembagakan
penyelenggaraan program-program pembangunan kedirgantaraan
nasional. Dalam hal penyempurnaan organisasi LAPAN, telah
dikeluarkan beberapa Keppres, dengan yang terkini yakni Keppres
Nomor 9 Tahun 2004 tentang Lembaga Non-Kementerian.

Program Utama[sunting | sunting sumber]


Pengembangan Teknologi Dirgantara[sunting | sunting sumber]
Teknologi yang saat ini sedang dikembangkan LAPAN
meliputi roket pendorong 'Sonda', satelit, pesawat Transpor, pesawat
pengamat tak berawak (LAPAN Surveillance UAV), dan LAPAN
Surveillance Aircraft (LSA).
Roket Pendorong Sonda[sunting | sunting sumber]
Disebut sebagai RX (Roket eXperimental), dipersiapkan untuk
peluncuran satelit secara mandiri pada tahun 2014 dan
pengembangan Satelite Launch Vehicle (SLV) yang ditargetkan LAPAN
dapat rampung pada tahun 2024.[3] Semua Roket RX diujicobakan di
Pangkalan Ujicoba Roket Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat.

 RX-100
Spesifikasi RX-100 meliputi diameter roket sebesar 110 mm, bobot
30 kg, panjang roket 1900mm, dan memiliki propelan tipe padat. RX-100
diperkirakan dapan mencapai kecepatan maksimum 1.7 mach,
menempuh jarak 11 Km, dan mencapai tinggi 7 Km. RX-100 telah
berhasil diujicobakan oleh TNI Angkatan Darat dengan PT Pindad pada
31 Maret 2009, dengan menggunakan panser Pindad dan menempuh
jarak 24 Km.[4]

 RX-250
RX-250 sudah diujicobakan berkala sejak tahun 1987 hingga 2005.[4]

 RX-320
RX-320 memiliki diameter roket sebesar 320 mm. RX-320 telah berhasil
diujicobakan pada 30 Mei dan 2 Juli 2008.[4]

 RX-420
RX-420 memiliki spesifikasi antara lain diameter roket sebesar 420 mm,
beban saat terbang 1000 Kg, panjang roket 6200 mm, dan memiliki
propelan tipe padat. RX-420 membutuhkan waktu 13 detik untuk
pengapian roket dan diprediksikan dapat terbang selama 205 detik.
Roket ini juga diprediksikan mampu mencapai kecepatan maksimum 4.5
mach, dapat menempuh jarak 101 Km, dan mencapai tinggi 53 Km. RX-
420 berhasil diujicobakan pada 2 Juli 2009, dengan menggunakan
bahan baku dalam negeri.[4]

 RX-520
 RX-550
RX-550 memiliki spesifikasi yakni diameter roket sebesar 550 mm,
berbobot 3 ton, dan memiliki panjang 6000 mm. RX-550 diprediksikan
dapat terbang hingga ketinggian 100 Km dan jangkauan 300 Km.[4] RX-
550 telah melalui uji statis pada tahun 2012 dan direncanakan akan
diujicobakan pada pertengahan 2013.[5]
Satelit[sunting | sunting sumber]
Proyek pengembangan satelit yang dilaksanakan oleh LAPAN dimulai
sejak tahun 2000. Satelit yang dibuat oleh LAPAN digunakan untuk
pengambilan citra bumi, mitigasi bencana, komunikasi radio, dan
pengaturan lalu lintas laut.[6]

 Indonesian Nano Satelite (INASAT-1)


Bagan Satelit INASAT-1
Artikel utama: INASAT-1
INASAT-1 merupakan satelit berbentuk Nano Hexagonal, yang dibuat
dan didesain sendiri oleh Indonesia untuk pertama kalinya. INASAT-1
merupakan satelit metodologi penginderaan untuk memotret cuaca
buatan LAPAN. Proyek ini dimulai pada tahun 2000 bekerjasama
dengan Dirgantara Indonesia (PTDI). INASAT-1 sukses diluncurkan
pada tahun 2006.

 LAPAN - Technische Universität Berlin Satellite(LAPAN-


TUBSAT / LAPAN A-1)
Artikel utama: LAPAN-TUBSAT
Proyek LAPAN-TUBSAT dilaksanakan LAPAN atas kerjasama dengan
Universitas Teknik Berlin (TUB) untuk mempelajari basis pembuatan
satelit dari Berlin. Pembuatan satelit ini juga dilakukan sepenuhnya
di Jerman,[7] karena LAPAN belum memiliki peralatan yang memadai dan
masih mempelajari cara pembuatan satelit. Dengan dimensi 45x45x27
cm3, misi satelit ini adalah pengamatan citra bumi dari ketinggian (Video
Surveillance).[6] LAPAN-TUBSAT sukses diluncurkan pada tanggal 10
Januari 2007 menumpang roket India PSLV C7 dan ditempatkan pada
orbit ketinggian 630 km.

 LAPAN - Organisasi Amatir Radio Indonesia (LAPAN-


ORARI / LAPAN A-2)
Satelit LAPAN A-2 / LAPAN-ORARI
Artikel utama: LAPAN-A2
Proyek LAPAN A-2 dilaksanakan sepenuhnya di Pusat Teknologi
Satelit, Rancabungur, Bogor, Jawa Barat. Dengan dimensi 50x47x38
cm3 dan bobot 70 Kg, LAPAN A-2 diharapkan dapat berputar terhadap
bumi setiap 20 menit dengan pola orbit geostationer di atas khatulistiwa
dan memiliki radius deteksi lebih dari 100 Km.[8] Pada 5 November 2008,
LAPAN sepakat untuk bekerjasama dengan Organisasi Amatir Radio
Indonesia (ORARI) dalam pemanfaatan satelit LAPAN A-2. Satelit ini
akan dilengkapi dengan transponderUHF/VHF berfrekuensi
145.880 MHz dan 435.880 MHz serta digipeater APRS berfrekuensi
145.825 MHz.[9]. Satelit ini sukses diluncurkan pada tanggal 28
September 2015 menggunakan roket India PSLV C30 dan dilepaskan di
orbit ketinggian 650 km.

 LAPAN - Institut Pertanian Bogor (LAPAN-IPB / LAPAN A-3)


Satelit LAPAN A-3 memiliki dimensi 50x50x70 cm3 dengan berat 120
Kg, akan dilengkapi dengan pemotret luar angkasa digital, Sistem
Identifikasi Otomatis (AIS) untuk lalu lintas perairan, peralatan radio
amatir dan repeater, serta pemotret citra permukaan bumi (multispectral
imager) dengan resolusi tinggi dan pengiriman data berkecepatan 105
Mbps[10]. LAPAN turut bekerjasama dengan IPB dalam
pemanfaatan multispectral imager untuk kepentingan program pangan
nasional. Satelit ini sukses diluncurkan pada tanggal 22 Juni 2016
menggunakan roket India PSLV C34.
Pesawat Transportasi[sunting | sunting sumber]
Artikel utama: Dirgantara Indonesia

Pengembangan pesawat transportasi yang dilakukan di PT Dirgantara


Indonesia bekerjasama dengan LAPAN antara lain pada pesawat N-
219, N-245, dan N-270.[3]
LAPAN Surveillance UAV (LSU)[sunting | sunting sumber]
LSU merupakan pesawat tanpa awak yang berkemampuan mengangkut
beban 10 Kg, dilaksanakan sebagai tahap awal realisasi pesawat tanpa
awak untuk keperluan Airborne Remote Sensing. LSU digunakan untuk
keperluan mitigasi bencana, monitoring wilayah rawan bencana, serta
pengambilan data satelit.[3] Tipe LSU yang saat ini beroperasi adalah
tipe LSU-02 dan LSU-03.[11]
LAPAN Surveillance Aircraft (LSA)[sunting | sunting sumber]
LSA merupakan hasil kerjasama antara LAPAN dengan PTDI dengan
bantuan teknis dari Universitas Teknik Berlin (TUB) pada tahun 2012.
LSA merupakan sebuah armada pesawat pengamat yang dapat diisi
oleh 2 orang. Tipe awal, LSA-01, sedang dirancang dan diujicobakan di
Jerman. LSA-01 merupakan pesawat yang dapat mendarat di darat
maupun di perairan.[11]
Penginderaan Jauh (Inderaja)[sunting | sunting sumber]
LAPAN melakukan kegiatan penginderaan jauh dengan menggunakan
sinyal yang dipancarkan dari satelit-satelit yang beredar (Satelit LAPAN-
TUBSAT, Landsat, NOAA, MODIS, SPOT, dan Fengyun) kemudian
ditangkap oleh stasiun-stasiun bumi penerima data inderaja. Kegiatan
inderaja dilakukan untuk berbagai hal, seperti mitigasi bencana,
perhitungan tingkat polusi udara, pemantauan wilayah hutan,
pemantauan lahan pertanian dan pangan, informasi zona tangkapan
ikan di laut, serta pemantauan titik api secara near real time.[3] Data yang
telah diterima oleh LAPAN dikumpulkan ke dalam sebuah Bank Data
Penginderaan Jauh Nasional yang dapat diakses secara luas melalui
internet.
Sains Dirgantara dan Antariksa[sunting | sunting sumber]
Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer[sunting | sunting sumber]
LAPAN melalui Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer melakukan aktivitas
yang berhubungan dengan pemantauan atmosfer bumi.[12] Aktivitas
tersebut yakni:

 Pemantauan Iklim Bumi (curah hujan, suhu, dll.).


 Pemantauan lapisan atmosfer bawah dan permukaan
(polusi, hujan asam, dan gas rumah kaca).
 Pemantauan lapisan atmosfer atas (lapisan ozon, radiasi matahari,
dan aerosol pada atmosfer).
 Pemantauan dampak perubahan iklim dan pemanasan global.
 Kegiatan eksplorasi atmosfer.
Pusat Sains Antariksa[sunting | sunting sumber]
Pusat Sains Antariksa melakukan kegiatan yang berhubungan dengan
aktivitas luar angkasa.[13] Aktivitas tersebut yakni:

 Penelitian aktivitas matahari sebagai sumber energi dan


gangguan.
 Penelitian dan pengamatan orbit satelit, gangguan, dan sampah
antariksa.
 Penelitian dan pengamatan benda langit dan benda lainnya di orbit
rendah bumi.
 Penelitian medan magnet antariksa dan pemodelan medan
geomagnetik regional.
 Penelitian aktivitas ionosfer regional dan pemanfaatan gelombang
radio.
 Pengembangan instrumentasi dan basis data antariksa.

Fasilitas[sunting | sunting sumber]
LAPAN memiliki beberapa fasilitas penting yang tersebar di seluruh
Indonesia, untuk mendukung aktivitasnya.[14] Kantor pusat LAPAN
terletak di Jl. Pemuda Persil no. 1, Rawamangun, Jakarta Timur.
Beberapa fasilitas LAPAN lainnya yakni:
 Pusat Pengkajian Kebijakan dan Informasi
Kedirgantaraan (Cikini, Jakarta Pusat)
Pusat ini berlokasi di Jalan Cisadane No. 25 Cikini, Jakarta Pusat. Pusat
ini terdiri dari bidang pengkajian kebijakan kedirgantaraan internasional,
bidang pengkajian kebijakan kedirgantaraan nasional, bidang pengkajian
hukum kedirgantaraan dan bidang sistem informasi kedirgantaraan.

 Pusat Penginderaan Jauh Pekayon (Pasar Rebo, Jakarta Timur)


Kantor Pekayon merupakan kantor Deputi Bidang Penginderaan Jauh
LAPAN. Selain itu juga sebagai Pusat Data Inderaja, Pusat
Pengembangan Teknologi dan Pemanfaatan Inderaja, dan Pusat
Kendali Satelit Cuaca dan Lingkungan LAPAN.

 Pusat Antariksa Bandung (Bandung, Jawa Barat)


Pusat Antariksa Bandung merupakan kantor Deputi Sains Antariksa dan
Dirgantara LAPAN, terdiri dari Pusat Sains Antariksa dan Pusat Sains
dan Teknologi Atmosfer.

 Pusat Teknologi Penerbangan & Roket Rumpin (Bogor, Jawa


Barat)

Stasiun Bumi Rumpin


Kantor Rumpin merupakan kantor Deputi Bidang Teknologi Dirgantara
LAPAN.

 Pusat Teknologi Satelit Rancabungur (Bogor, Jawa Barat)


Rancabungur merupakan lokasi perakitan satelit pasca-pengembangan
LAPAN-TUBSAT. Di lokasi tersebut juga terdapat Pusat Kendali
Komunikasi Satelit LAPAN.
 Balai Uji Teknologi dan Pengamatan Antariksa dan Atmosfer
Garut (Garut, Jawa Barat)
Pameungpeuk merupakan lokasi utama peluncuran roket-roket yang
diujicobakan LAPAN. Di lokasi tersebut juga terdapat Stasiun Pengamat
Dirgantara.

 Lapangan Eksperimen Tenaga Angin Bulakbaru (Jepara, Jawa


Tengah)
 Loka Pengamatan Dirgantara Sumedang (Sumedang, Jawa
Barat)
Diresmikan pada 1975, LPD Tanjungsari melakukan aktivitas
pengamatan matahari dan ionosfer. Instalasi yang terdapat di LPD
Tanjungsari yakni Teleskop NGT 18 inci, Teleskop Celestron 8 inci,
Spektrograf Radio SN 4000, Automatic Weather Station, dan Total
Electro Content Meter.

 Balai Pengamatan Bumi Watukosek (Surabaya, Jawa Timur)


Diresmikan pada 1983, BPD Watukosek melaksanakan kegiatan
pengamatan atmosfer, klimatologi, dan aktivitas matahari.[15] Instalasi
yang terdapat pada BPD Watukosek antara lain BREWER
Spectrometer, DASIBI Land Ozon Monitor, Teleskop Matahari H-alpha,
Teleskop Sunspot, dan Balon Stratosfer.

 Loka Pengamatan Dirgantara Kototabang (Padang, Sumatra


Barat)
Diresmikan pada tahun 2001, SPD Kototabang berada pada ketinggian
900 m di atas permukaan laut (dpl). Lokasi ini memiliki beberapa antena
untuk pengamatan atmosfer, seperti Radar Atmosfer Ekuatorial (EAR)
berfrekuensi 27 MHz, Radiometer, Optical Rain Gauge, X-band Rain
Radar, Desdrometer, Celilometer, dan VSAT.[16]

 Balai Pengamatan Dirgantara Pontianak (Pontianak, Kalimantan


Barat)
Diresmikan pada 9 Januari 1986, BPD Pontianak melakukan aktivitas
pengamatan atmosfer dan antariksa dengan menggunakan beberapa
instalasi penting.[17] Aktivitas tersebut antara lain:

1. Pengamatan ionosfer, dengan instalasi: Ionosonde/CADI,
TEC, WinRadio, dan Komrad HF dan.
2. Pengamatan atmosfer atas, dengan instalasi MF-Radar.
3. Penelitian medan magnet bumi, dengan instalasi MAGDAS-
9.
4. Penelitian meteor, dengan instalasi: AWS, M-AWS, dan
WPR.
5. Penelitian Kimia Atmosfer, dengan instalasi: Ozon Monitor
dan CO2 Monitor.
 Balai Penginderaan Jauh Parepare (Parepare, Sulawesi Selatan)
BPD Parepare beraktivitas dalam lingkup Klimatologi dan Inderaja. BPD
ini bertugas sebagai Pusat Kendali Satelit Inderaja LAPAN.

 Stasiun Pengamat Dirgantara Manado (Manado, Sulawesi


Utara)
SPD Manado merupakan stasiun pengamat cuaca atmosfer dengan
kerjasama antara LAPAN dengan BMKG.

 Stasiun Pengamat Dirgantara Kupang (Kupang, Nusa Tenggara


Timur)
 Balai Penjejakan dan Kendali Wahana Antariksa
Biak (Biak, Papua)
BPD Biak merupakan fasilitas LAPAN yang terdiri dari:


1. Stasiun Pengamatan Klimatologi
2. Pusat Kendali Satelit Cuaca dan Lingkungan
3. Pusat Kendali Telemetri, Penjelajahan, dan Kontrol Wahana
Antariksa (ISRO-LAPAN)

Badan Informasi Geospasial (BIG) (sebelumnya bernama Badan


Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional(Bakosurtanal))
adalah lembaga pemerintah nonkementerian Indonesia yang bertugas
melaksanakan tugas pemerintahan di bidang informasi geospasial.
BIG berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden dan
dipimpin oleh seorang kepala. Prof. Dr. Ir. Hasanuddin Z Abidin, M.Sc.
Eng. saat ini menjabat sebagai Kepala BIG berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 122/TPA tahun 2016. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya, BIG dikoordinasikan oleh Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional (Kementerian PPN)

Daftar isi

 1Sejarah
 2Kepala
 3Referensi
 4Pranala luar

Sejarah[sunting | sunting sumber]

Logo Bakosurtanal (hingga tahun 2011).

Kegiatan survei dan pemetaan setelah kemerdekaan Indonesia


dilaksanakan atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 1951
tentang Pembentukan Dewan dan Direktorium Pengukuran dan
Penggambaran Peta. Selanjutnya, kegiatan survei dan pemetaan
dipertegas lagi dengan Keputusan PresidenNomor 263 tanggal 7
September 1965 tentang Pembentukan Dewan Survei dan Pemetaan
Nasional (Desurtanal) serta Komando Survei dan Pemetaan Nasional
(Kosurtanal) sebagai pelaksana. Dalam pembagian tugas Desurtanal
tercantum kaitan antara pemetaan dengan inventerisasi sumber-sumber
alam dalam rangka menunjang pembangunan nasional. Lingkup tugas
Kosurtanal tidak hanya bersifat koordinasi terhadap kegiatan
departemen-departemen yang memerlukan peta, tetapi juga mencakup
fungsi pengelolaan bagi pemetaan.[1]
Sementara itu, upaya untuk menyusun atlas nasional yang dilaksanakan
oleh Panitia Atlas Nasional dilembagakan dalam Badan Atlas Nasional
dengan Keputusan Presidium Kabinet Kerja No. Aa/D/37/1964.
Berkenaan dengan meletusnya pemberontakan G30S/PKI serta
penumpasannya disusul dengan konsolidasi keadaan yang memerlukan
pemusatan segenap perhatian pemerintah yang menyerap banyak dana,
maka negara tidak dapat menyediakan anggaran yang memadai untuk
pemetaan sistematis, baik dari sumber angkatan bersenjata maupun
dari sumber nasional lainnya. Pada periode pemerintahan Orde
Baru dengan program pembangunan yang dituangkan dalam Pelita,
dirasakan kebutuhan data dasar perpetaan makin mendesak.[1]
Dalam periode ini, kegiatan Desurtanal dan Kosurtanal dirasa belum
optimal karena:

 Desurtanal tidak dapat berkumpul secara teratur sehingga kurang


berfungsi.
 Status Kosurtanal sebagai komando dianggap tidak lagi sesuai
dengan kondisi dan jiwa orde baru.
Atas dasar alasan di atas, Kosurtanal menyampaikan rekomendasi dan
mengusulkan perubahan Kosurtanal menjadi Bakosurtanal. Pada
tanggal 17 Oktober 1969, dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 83
Tahun 1969 tentang Pembentukan Badan Koordinasi Survei dan
Pemetaan Nasional (Bakosurtanal).
Dengan Keppres ini, pemerintah juga membubarkan Badan Atlas
Nasional dan kegiatannya ditampung serta dilanjutkan oleh
Bakosurtanal. Begitu pula fungsi Desurtanal menjadi Badan Penasehat
yang menyatu dalam induk organisasi Bakosurtanal.
Pada tanggal 17 Juni 1998, struktur organisasi Bakosurtanal
disempurnakan lagi melalui Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1998
sehingga menjadi suatu lembaga pemerintah nondepartemen yang
bernaung dan bertanggung jawab langsung kepada presiden.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang No. 22/1999 tentang
Pemerintahan Daerah, maka diadakan penataan ulang kedudukan,
tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja seluruh
lembaga pemerintah nondepartemen, tidak terkecuali Bakosurtanal.
Maka dengan Keputusan Presiden Nomor 166/2000 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen (yang telah diubah
beberapa kali), Keputusan Presiden Nomor 87 Tahun 1998 tentang
Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional dinyatakan tidak
berlaku lagi.
Sesuai amanat Pasal 22 ayat 4 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2011
tentang Informasi Geospasial, pemerintah melalui Peraturan Presiden
Nomor 94 Tahun 2011 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono pada tanggal 27 Desember 2011, membentuk Badan
Informasi Geospasial (BIG). Pada saat mulai berlakunya perpres ini,
bidang tugas yang terkait dengan informasi geospasial tetap
dilaksanakan oleh Bakosurtanal sampai dengan selesainya penataan
organisasi BIG sesuai dengan perpres tersebut. Bakosurtanal dalam
jangka waktu paling lama 1 tahun menyerahkan seluruh arsip dan
dokumen yang berkaitan dengan pelaksanaan tugasnya kepada BIG.
Adapun pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Bakosurtanal menjadi
PNS di BIG, yang pengaturannya akan dilakukan oleh Kepala
Bakosurtanal.[2]

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi


Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Badan Pengkajian dan Penerapan


Teknologi
(BPPT)

Di bawah koordinasi
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi

Kepala[1]

Hammam Riza

Sekretaris Utama

Wimpie Agoeng Noegroho

Deputi

Deputi Bidang Pengkajian Gatot Dwianto


Kebijakan Teknologi

Deputi Bidang Teknologi Soni Solistia


Agroindustri dan Wirawan
Bioteknologi

Deputi Bidang Teknologi Wahyu Widodo


Industri Rancang Bangun Pandoe
dan Rekayasa

Deputi Bidang Teknologi Eniya Listiani Dewi


Informasi, Energi, dan
Material

Kepala Pusat Pembinaan, Suhendar


Pendidikan dan Pelatihan Indrakoesmaya

Kepala Pusat Manajemen Irwan Rawal Husdi


Informasi

Kepala Pusat Pelayanan Yenni Bakhtiar


Teknologi

Inspektur Kelik Budiana

Website

www.bppt.go.id

 l
 b
 s
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, disingkat BPPT, adalah Lembaga Pemerintah Non
Departemen Indonesia yang berada di bawah koordinasi Kementerian Riset, Teknologi dan
Pendidikan Tinggi yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengkajian
dan penerapan teknologi.

Daftar isi

 1Sejarah BPPT
 2Tugas, Fungsi, dan Kewenangan
 3Daftar Kepala BPPT
 4Catatan kaki
 5Pranala luar

Sejarah BPPT[sunting | sunting sumber]


Proses pembentukan BPPT bermula dari gagasan Mantan Presiden Soeharto kepada Prof Dr.
Ing.B.J. Habibie pada tanggal 28-Januari-1974.
Dengan surat keputusan no. 76/M/1974 tanggal 5-Januari-1974, Prof Dr. Ing. B.J. Habibiediangkat
sebagai penasehat pemerintah dibidang advance teknologi dan teknologi penerbangan yang
bertanggung jawab langsung pada presiden dengan membentuk Divisi Teknologi dan Teknologi
Penerbangan (ATTP) Pertamina.
Melalui surat keputusan Dewan Komisaris Pemerintah Pertamina No.04/Kpts/DR/DU/1975 tanggal 1
April 1976, ATTP diubah menjadi Divisi Advance Teknologi Pertamina. Kemudian diubah menjadi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No.25
tanggal 21 Agustus 1978. Diperbaharui dengan Surat Keputusan Presiden No.47 tahun 1991. [2]

Tugas, Fungsi, dan Kewenangan[sunting | sunting sumber]


Tugas Pokok[3]
 Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Fungsi[3]

 Pengkajian & penyusunan kebijakan nasional di bidang pengkajian dan penerapan teknologi
 Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPPT.
 Pemantauan, pembinaan dan pelayanan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan swasta
dibidang pengkajian dan penerapan teknologi dalam rangka inovasi, difusi, dan pengembangan
kapasitas, serta membina alih teknologi.
 Penyelenggaraan pembinaan & pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan
umum, ketatausahaan, organisasi & tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan
persandian, perlengkapan & rumah tangga.
Wewenang[3]

 Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;


 Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro;
 Penetapan sistem informasi di bidangnya.
 Kewenangan lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
o Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengkajian dan penerapan
teknologi;
o Pemberian rekomendasi penerapan teknologi dan melaksanakan audit teknologi.

Pengaruh perkembangan iptek terhadap industrialisasi dan urbanisasi


Seperti yang telah dibahas dalam bagian sebelumnya, penemuan-
penemuan baru dalam bidang ilmu pengetahuan dan industri di Inggris
telah menjadi faktor utama yang mendorong terjadinya revolusi industri
pada abad ke-18. Indikator penting yang dapat diperhatikan dalam
perkembangan industri adalah:
(1) efisiensi dalam hal waktu, tenaga, dan biaya, dan
(2) produktivitas industri yang tinggi dalam rangka pemenuhan terhadap
segala macam
     kebutuhan hidup manusia.

Ilmu pengetahuan dan teknologi ibarat dua sisi mata uang yang sulit
dipisah-pisahkan. Keduanya saling dukung satu sama lain. Kemajuan
dalam bidang ilmu pengetahuan akan mendorong penemuan-penemuan
baru dalam bidang teknologi. Sebaliknya, kemajuan dalam teknologi
akan mendukung ilmu pengetahuan sehubungan dengan adanya
beberapa kemudahan yang diperoleh melalui teknologi tersebut.
Selanjutnya, kemajuan-kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi sangat berperan dalam mendorong terjadinya perubahan di
setiap unsur kehidupan manusia. Dalam sektor industri misalnya, ilmu
pengetahuan dan teknologi telah mendorong kemajuan-kemajuan dalam
bidang industri, terutama setelah ditemukannya mesin-mesin yang
mendukung proses industri

Pembangunan-pembangunan dalam sektor perindustrian di daerah-


daerah strategis seperti di perkotaan telah menyediakan lapangan kerja
yang menarik. Itulah sebabnya, tidak sedikit masyarakat pedesaan yang
ingin mengadu nasib di perkotaan dengan bekerja pada sektor industri.
Keterangan tersebut memberikan gambaran bahwa industrialisasi telah
mendorong terjadinya urbanisasi karena sektor industri dipandang lebih
menjanjikan dibandingkan dengan sektor pertanian, terlebih lagi setelah
lahan pertanian di pedesaan semakin sempit sebagai akibat dari adanya
proses pembangunan yang terus menerus dilaksanakan.

Anda mungkin juga menyukai