org/wiki/Badan_Tenaga_Nuklir_Nasional
Badan Tenaga Nuklir Nasional, disingkat BATAN, adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian
Indonesia yang bertugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan,
dan pemanfaatan tenaga nuklir. Kepala Batan saat ini dijabat oleh Prof. Dr. Djarot S. Wisnubroto
(sejak tahun 4 September 2012)[1] menggantikan Dr. Hudi Hastowo yang menggantikan Kepala
BATAN periode sebelumnya yaitu Dr. Soedyartono Soentono, M.Sc.
Sejarah Perkembangan
Kegiatan pengembangan dan pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia diawali dari
pembentukan Panitita Negara untuk Penyelidikan Radioaktivet tahun 1954. Panitia Negara
tersebut mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jatuhan
radioaktif dari uji coba senjata nuklir di Lautan Pasifik.
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir,
maka dibangun beberapa fasilitas penelitian, pengembangan, dan rekayasa (litbangyasa) yang
tersebar di berbagai kawasan, antara lain Kawasan Nuklir Bandung (1965), Kawasan Nuklir
Pasar Jumat, Jakarta (1966), Kawasan Nuklir Yogyakarta (1967), dan Kawasan Nuklir
Serpong (1987). Sementara itu dengan perubahah paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU
no. 10 tentang Ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksna
kegiatan pemanfaatan tenaga nukir (BATAN) dengan unsur pengawas tenaga nuklir
(BAPETEN).
BATAN mengoperasikan 3 buah reaktor nuklir di Indonesia, 2 buah reaktor Triga mark II
dan sebuah reaktor nuklir 30 MW di Serpong.
Fasilitas Nuklir
Untuk melaksanakan kegiatan Litbangyasa iptek nuklir telah dibangun dan dilengkapi
berbagai fasilitas /sarana penelitian yang tersebar di beberapa lokasi yaitu Kawasan Nuklir
Serpong di Kawasan Puspiptek, Kawasan Nuklir Bandung, Kawasan Nuklir Yogyakarta,
Kawasan Nuklir Pasar Jumatdi Jakarta, Stasiun Pemantauan Gempa Mikro dan Meteorologi
di ujung Watu dan Ujung Lemah Abang Jepara, dan unit Penelitian Eksplorasi Penambangan
Uranium di Kalan, Kalimantan Barat
Salah satu fasilitas nuklir Batan yang dibangun untuk melaksanakan kegiatan Litbangyasa
iptek nuklir adalah Kawasan Nuklir Serpong. Kawasan Nuklir Serpong merupakan kawasan
pusat Litbangyasa iptek nuklir yang dibangun dengan tujuan untuk mendukung usaha
pengembangan industri nuklir dan persiapan pembangunan serta pengoperasian PLTN di
Indonesia. Pembangunan instalasi dan laboratorium Kawasan Nuklir Serpong dilaksanakan
melalui 3 (tiga) fase yang dimulai sejak tahun 1983 dan selesai secara keseluruhan pada tahun
1992. Luas kawasan mencapai sekitar 25 hektare dan terletak di kawasan Pusat Penelitian
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek), Serpong.
Di kawasan ini, terdapat Pusat Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN),
Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG), Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir (PRFN), Pusat Teknologi
Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR), Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir (PTBBN),
Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR), Pusat Sains dan Teknologi Bahan Maju
(PSTBM), Pusat Standardisasi dan Mutu Nuklir (PSMN), dan Pusat Pendayagunaan
Informatika dan Kawasan Strategis Nuklir (PPIKSN).
Fasilitas utama yang terdapat di kawasan ini adalah Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy
(RSG-GAS) engan daya 30 MW, Instalasi Produksi Elemen Bakar Reaktor Riset, Instalasi
Radioisotop dan Radiofarmaka, Instalasi Elemen Bakar Eksperimental, Instalasi Pengolahan
Limbah Radioaktif, Instalasi Radiometalurgi, Instalasi Keselamatan dan Keteknikan Reaktor,
Fasilitas Penembangan Informatika, Instalasi Mekano Elektronik Nuklir, Instalasi
Spektrometri Neutron serta Instalasi Penyimpanan Elemen Bakar Bekas dan Bahan
Terkontaminasi.
Kawasan Nuklir Pasar Jumat, Jakarta dibangun pada tahun 1966 dan menempati area sekitar
20 hektare. Di kawasan ini terdapat Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi (PAIR), Pusat
Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi (PTKMR), Pusat Teknologi Bahan Galian
Nuklir (PTBGN), Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat), serta Pusat Desiminasi dan
Kemitraan (PDK).
Berbagai Kegiatan penelitian yang dilakukan du kawasan ini meliputi litbang radioisotop dan
radiasi serta aplikasinya di berbagai bidang, litbang eksplorasi dan pengolahan bahan nuklir,
kegiatan pendidikan dan pelatihan, serta kegiatan sosialisasi dan diseminasi hasil litbangyasa
iptek nuklir BATAN kepada masyarakat.
Fasilitas yang terdapat di kawasan ini antara lain Iradiator Gamma (ɣ) 60CO, mesin berkas
elektron, laboratorium pengolahan uranium, perangkat alat ukur radiasi, laboratorium kimia,
biologi, proses dan hidrologi, fasilitas pendidikan dan pelatihan, serta gedung pertemuan
peragaan sains dan teknologi nuklir (Perasten).
Kawasan Nuklir Yogyakarta dibangun pada tahun 1974 dan menempati area sekitar 8,5
hektare. Di kawasan ini terdapat Pusat Sains dan Teknologi Akselerator (PSTA) dan Sekolah
Tinggi Teknologi Nuklir (STTN).
Kegiatan yang dilakukan meliputi litbang fisika, kimia nuklir, teknologi akselerator zarah
energi rendah dan menengah, teknologi proses, analisis bahan nuklir dan reaktor, serta
pendayagunaan reaktor untuk penelitian dan pembinaan keahlian. Disamping itu dilakukan
pula pengawasan keselamatan kerja terhadap radiasi dan pengawasan radioaktivitas
lingkungan. Sedangkan STTN digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan program D4
di bidang iptek nuklir.
Fasilitas yang ada di kawasan ini adalah Reaktor Kartini dengan daya 100 kW, perangkat
subkritik, laboratorium penelitian bahan murni, akselerator, laboratorium fisika dan kimia
nuklir, fasilitas keselamatan kerja dan kesehatan, fasilitas perpustakaan, serta fasilitas
laboratorium untuk pendidikan. Reaktor Kartini merupakan reaktor Kartini perekayasaannya
murni dilakukan 100% oleh putra putri bangsa. Teras reaktor Kartini merupakan teras
reaktorTriga Mark II Bandung yang tidak terpakai saat dilakukan peningkatan daya reaktor
Bandung.
Kawasan Nuklir Bandung dibangun pada tahun 1966 yang menempati area sekitar 3 hektare
berlokasi di seberang kampus ITB tepatnya di Jalan Tamansari dan merupakan tempat
dibangunnya reaktor pertama di Indonesia. Di kawasan ini terdapat Pusat Sains dan
Teknologi Nuklir Terapan (PSTNT).
Kegiatan yang dilakukan meliputi pendayagunaan reaktor untuk penelitian dan pembinaan
keahlian, litbang bahan dasar, radioisotop dan senyawa bertanda, instrumentasi dan teknik
analisis radiometri, pengawasan keselamatan kerja terhadap radiasi dan lingkungan.
Kedokteran nuklir pertama kali dikembangkan di Kawasan Nuklir Bandung yang merupakan
embrio dari kedokteran nuklir di Indonesia. Saat ini kegiatan kedokteran nuklir
dikembangkan lebih lanjut di beberapa rumah sakit di Indonesia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Program_Nuklir_Indonesia
Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir,
pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di
Bandung. Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa fasilitas litbangyasa yang
tersebar di berbagai pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat,
Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga Atom GAMA, Yogyakarta (1967), dan Reaktor
Serba Guna 30 MW (1987) disertai fasilitas penunjangnya, seperti: fabrikasi dan penelitian
bahan bakar, uji keselamatan reaktor, pengelolaan limbah radioaktif dan fasilitas nuklir
lainnya.
Sementara itu dengan perubahan paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU No. 10 Tentang
Ketenaganukliran yang diantaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir(BATAN)dengan unsur pengawas tenaga nuklir (BAPETEN).
Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) didirikan tahun 1998. Penelitian energi atom
dimulai di Indonesia. Selain untuk memproduksi listrik, teknologi nuklir juga digunakan
untuk kegunaan medis, manipulasi genetika dan agrikultur.
Rencana untuk program PLTN dihentikan tahun 1997 karena penemuan gas alam Natuna dan
krisis ekonomi dan politik. Tetapi program ini kembali dijalankan sejak tahun 2005.[1]
Protes terhadap rencana ini muncul pada Juni 2007 didekat Jawa Tengah[1] dan juga lonjakan
pada pertengahan 2007.[2]
Pada maret 2008 , melalui menteri Riset dan Teknologi, Indonesia memaparkan rencananya
untuk membangun 4 buah PLTN berkekuatan 4800 MWe (4 x 1200 MWe)