SEJARAH
190
1954 Pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet
1958 Pembentukan Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (PP
No.65 Tahun 1958)
1964 Penetapan UU No.31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Tenaga Atom
1965 Peresmian Pusat Reaktor Atom Bandung dan Pengoperasian Reaktor
Triga Mark II berdaya 250 kW oleh Presiden RI serta perubahan nama
Lembaga Tenaga Atom menjadi Badan Tenaga Atom Nasional
(BATAN)
1966 Pembentukan Pusat Penelitian Tenaga Atom (PPTA) Pasar Jumat,
Jakarta
1967 Pembentukan Pusat Penelitian GAMA Yogyakarta
1968 Peresmian penggunaan Iradiator Gamma Cell Co-60 PPTA Pasar
Jumat oleh Presiden RI
1970 Peresmian Klinik Kedokteran Nuklir di PPTA Bandung
1971 Reaktor Triga Mark II Bandung mencapai kritis pada daya 1 MW
1972 Pembentukan Komisi Persiapan Pembangunan PLTN (KP2-PLTN)
1979 Peresmian mulai beroperasinya Reaktor Kartini dengan daya 100 kW
di PPTA Yogyakarta oleh Presiden RI
1984 Pengoperasian Mesin Berkas Elektron 300 keV di PPTA Pasar Jumat
oleh Presiden RI
1987 Peresmian pengoperasian Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy dengan
daya 30 MW dan Instalasi Elemen Bakar Nuklir di PPTA Serpong -
Tanggerang oleh Presiden RI
1988 Peresmian pengoperasian Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif di
PPTA Serpong oleh Presiden RI
1989 Peresmian pengoperasian Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka,
Instalasi Elemen Bakar Eksperimental di PPTA Serpong oleh Presiden
RI
1990 Peresmian Instalasi Radiometalurgi, Instalasi Keselamatan dan
191
Keteknikan Nuklir, Laboratorium Mekano Elektronik Nuklir di PPTA
Serpong - Tangerang oleh Presiden RI
1992 Peresmian pengoperasian Instalasi Spektrometri Neutron, Instalasi
Penyimpanan Elemen Bakar Bekas dan Pemindahan Bahan
Terkontaminasi di PPTA Serpong - Tangerang oleh Presiden RI
1994 Peresmian pengoperasian Mesin Berkas Elektron 2 MeV di PPTA
Pasar Jumat oleh Presiden RI
1995 Dalam memperingati HUT RI ke 50, BATAN berhasil melaksanakan
“Whole Indonesian Core” untuk Reaktor Serba Guna GA. Siwabessy
1996 Pembentukan PT Batan Teknologi (persero), Divisi : Produksi Elemen
Bakar Reaktor, Produksi Radioisotop, Produksi Instrumentasi dan
Rekayasa Nuklir
1997 Penetapan UU No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran yang
memisahkan Badan Pelaksana dan Badan Pengawas penggunaan
tenaga nuklir
1998 Perubahan Badan Tenaga Atom Nasional menjadi Badan Tenaga
Nuklir Nasional (Keppres No.197 Tahun 1998)
2000 Peresmian peningkatan daya Reaktor Triga 2 MW di Pusat Penelitian
Tenaga Nuklir Bandung oleh Wakil Presiden RI
2001 Peningkatan status Pendidikan Ahli Teknik Nuklir (PATN) menjadi
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir
2003 Penyerahan hasil “Comprehensive Assessment of Different Energy
Sources for Electricity Generation in Indonesia” kepada Presiden RI;
Pencapaian 10% jumlah varietas unggul tanaman pangan nasional;
Pengoperasian Mesin Berkas Elektron 350 keV, 10 mA di PPTN
Yogyakarta: Pengoperasian Pusat Pelatihan dan Diseminasi Teknologi
Peternakan - Pertanian Terpadu di Kalsel
2005 Terwujudnya perpustakaan digital di bidang nuklir
2006 Pencapaian 1 juta hektar penyebaran varietas padi unggul BATAN di
seluruh Indonesia
192
2008 50 tahun BATAN Berkarya.
2012 Pencapaian 20 varietas unggul padi, 6 varietas unggul kedelai, 1
varietas unggul kacang hijau, dan 1 varietas kapas 54 tahun.
Pemberian penghargaan berupa G.A. Siwabessy Award kepada tokoh
atau figure yang dianggap berjasa dalam pengembangan teknologi
nuklir di Indonesia. Penghargaan G.A. Siwabessy Award diberikan
kepada Ir. Sutaryo Supadi, M.Sc untuk kategori Nuclear Lifetime
Achievement.
2013 Peringatan 55 tahun BATAN Tetap Berkarya dan Penggantian logo
BATAN yang memiliki makna BATAN adalah sebuah lembaga yang
melakukan penelitian, pengembangan dan pemanfaatan ilmu
pengetahuan tentang nuklir yang jujur, terbuka, disiplin, kreatif,
inovatif, mengutamakan keselamatan dan keamanan untuk
kesejahteraan bangsa.
2014 Indonesia meraih penghargaan tertinggi di bidang nuklir (Outstanding
Achievment Award) dunia, atas peran serta mendukung ketahanan
pangan melalui radiasi dengan mengembangkan varietas benih
unggul. Penghargaan disampaikan langsung oleh Direktur Jenderal
International Atomic Energy Agency (IAEA) Yukiya Amano kepada
Duta Besar Indonesia Rachmat Budiman disaksikan oleh Kepala
BATAN Prof. Dr. Djarot Sulistio Wisnubroto
193
Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas,
BATAN menyelenggarakan fungsi:
194
pengetahuan dan teknologi nuklir, turut bertanggung jawab untuk
menciptakan keunggulan iptek tersebut, terutama di tingkat regional.
Oleh karena itu, visi BATAN pada tahun 2015-2019 adalah sebagai
berikut: BATAN Unggul di Tingkat Regional, Berperan dalam
Percepatan Kesejahteraan Menuju Kemandirian Bangsa.
3. FASILITAS NUKLIR
Untuk melaksanakan kegiatan Litbangyasa iptek nuklir telah dibangun dan
dilengkapi berbagai fasilitas /sarana penelitian yang tersebar di beberapa lokasi
yaitu Kawasan Nuklir Serpong di Kawasan Puspiptek, Kawasan Nuklir Bandung,
Kawasan Nuklir Yogyakarta, Kawasan Nuklir Pasar Jumat di Jakarta, Stasiun
Pemantauan Gempa Mikro dan Meteorologi di ujung Watu dan Ujung Lemah
195
Abang Jepara, dan unit Penelitian Eksplorasi Penambangan Uranium di Kalan,
Kalimantan Barat.
Kawasan Serpong
Salah satu fasilitas nuklir Batan yang dibangun untuk melaksanakan
kegiatan Litbangyasa iptek nuklir adalah Kawasan Nuklir Serpong.Kawasan
Nuklir Serpong merupakan kawasan pusat Litbangyasa iptek nuklir yang
dibangun dengan tujuan untuk mendukung usaha pengembangan industri nuklir
dan persiapan pembangunan serta pengoperasian PLTN di
Indonesia.Pembangunan instalasi dan laboratorium Kawasan Nuklir Serpong
dilaksanakan melalui 3 (tiga) fase yang dimulai sejak tahun 1983 dan selesai
secara keseluruhan pada tahun 1992.Luas kawasan mencapai sekitar 25 hektare
dan terletak di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(Puspiptek), Serpong.
Di kawasan ini, terdapat Pusat Teknologi Reaktor dan Keselamatan Nuklir
(PTRKN), Pusat Reaktor Serba Guna (PRSG), Pusat Pengembangan Informatika
Nuklir (PPIN), Pusat Rekayasa Perangkat Nuklir (PRPN), Pusat Radioisotop dan
Radiofarmaka (PRR), Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir, Pusat Teknologi
Limbah Radioaktif (PTLR), Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN),
Pusat Standardisasi dan Jaminan Mutu Nuklir (PSJMN), dan Pusat Kemitraan
Teknologi Nuklir (PKTN).
Fasilitas utama yang terdapat di kawasan ini adalah Reaktor Serba Guna
GA. Siwabessy (RSG-GAS) engan daya 30 MW, Instalasi Produksi Elemen Bakar
Reaktor Riset, Instalasi Radioisotop dan Radiofarmaka, Instalasi Elemen Bakar
Eksperimental, Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif, Instalasi Radiometalurgi,
Instalasi Keselamatan dan Keteknikan Reaktor, Fasilitas Penembangan
Informatika, Instalasi Mekano Elektronik Nuklir, Instalasi Spektrometri Neutron
serta Instalasi Penyimpanan Elemen Bakar Bekas dan Bahan Terkontaminasi.
196
Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR), Pusat Teknologi Keselamatan dan
Metrologi Radiasi (PTKMR), Pusat Pengembangan Geologi Nuklir (PPGN),
Pusat Pendidikan dan Pelatihan )Pusdiklat), serta Pusat Diseminasi Iptek Nuklir
(PDIN).
Berbagai Kegiatan penelitian yang dilakukan du kawasan ini meliputi
litbang radioisotop dan radiasi serta aplikasinya di berbagai bidang, litbang
eksplorasi dan pengolahan bahan nuklir, kegiatan pendidikan dan pelatihan, serta
kegiatan sosialisasi dan diseminasi hasil litbangyasa iptek nuklir BATAN kepada
masyarakat.
Fasilitas yang terdapat di kawasan ini antara lain Iradiator Gamma (ɣ)
60CO, mesin berkas elektron, laboratorium pengolahan uranium, perangkat alat
ukur radiasi, laboratorium kimia, biologi, proses dan hidrologi, fasilitas
pendidikan dan pelatihan, serta gedung pertemuan peragaan sains dan teknologi
nuklir (Perasten).
197
putra putri bangsa.Teras reaktor Kartini merupakan teras reaktorTriga Mark II
Bandung yang tidak terpakai saat dilakukan peningkatan daya reaktor Bandung.
198
5. LATAR BELAKANG
Instalasi Pengolahan Limbah Radioaktif diresmikan pertama kali oleh
Presiden RI Bpk. Soeharto pada tanggal 5 Desember 1988 di bawah satuan kerja
Pusat Teknologi Pengelolaan Limbah Radioaktif (PTPLR) - BATAN. Saat itu
BATAN masih berkepanjangan Badan Tenaga Atom Nasional. Selanjutnya,
melalui Keputusan Presiden Nomor 197 tahun 1998, nama Badan Tenaga Atom
Nasional diubah menjadi Badan Tenaga Nuklir Nasional. Dalam Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran Bab VI Pengelolaan Limbah
Radioaktif, Pasal 23 menyebutkan bahwa Pengelolaan Limbah Radioaktif
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana dan dipertegas dalam PP Nomor 61 Tahun
2013 Tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif. Kedudukan Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN) sebagai badan pelaksana juga dipertegas dengan Peraturan
Presiden 46 tahun 2013 tentang Badan Tenaga Nuklir Nasional.
6. ORGANISASI
Organisasi PTLR dipimpin oleh seorang Pejabat Eselon II sebagai Kepala Pusat
dan terdiri dari satu Bagian dan enam Bidang yang dipimpin Pejabat Eselon
III.Selain itu, terdapat 2 unit setingkat Eselon IV yang bertanggung jawab
langsung kepada Kepala Pusat.
Kepala Pusat : Ir. Suryantoro, MT
Bagian dan Bidang : Bidang Tata Usaha (BTU)
Bidang Pengolahan Limbah (BPL)
Bidang Teknologi Pengolahan dan Penyimpanan
Limbah (BTPPL)
Bidang Pengembangan Fasilitas Limbah (BPFL)
Bidang Keselamatan Kerja dan Operasi (BK2O)
Unit : Unit jaminan mutu
Pengamanan nuklir
199
Sumber Daya Manusia
Berdasarkan data Februari 2014
200
VISI DAN MISI PLTR-BATAN
Visi PTLR (2015 – 2019)
“Menjadi Sentra Pengembangan Teknologi dan Pelayanan Pengelolaan
Limbah Radioaktif”
Misi PTLR (2015-2019)
1.Meningkatkan penguasaan teknologi pengelolaan limbah radioaktif dengan
cara melaksanakan penelitian, pengembangan, dan penerapan teknologi
sesuai dengan kebutuhan sesuai perkembangan teknologi, peraturan
perundangan, dan persyaratan (terkait Misi 2 BATAN)
2. Meningkatkan kualitas layanan pengelolaan limbah radioaktif, secara
selamat, aman, handal, dan berwawasan lingkungan bagi pemangku
kepentingan dengan cara menerapkan standar layanan dan SMM pengolahan
limbah radioaktif (terkait Misi 4 BATAN)
3.Meningkatkan pemahaman dan penerimaan masyarakat pada pengelolaan
limbah radioaktif dengan cara melaksanakan pembinaan pengelolaan limbah
Radioaktif (terkait Misi 5 BATAN)
Motto dan Budaya Keselamatan
Motto Pengelolaan Limbah Radioaktif
Budaya Keselamatan
DASAR HUKUM
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1997 tentang
Ketenaganukliran, Bab VI Pengelolaan Limbah Radioaktif, Pasal 23 menyebutkan
bahwa Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan oleh Badan Pelaksana. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Pasal 5 dan penjelasannya
ditentukan bahwa Badan Tenaga Atom Nasional adalah instansi pengelola limbah
radioaktif. Selain itu, limbah radioaktif juga diatur dalam Peraturan pemerintah
No. 61 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif
201
BAB II
PROSES PRODUKSI
Proses produksi serbuk UO2 derajat nuklir diawali dari proses pelarutan
bahan baku Yellow Cake, kemudian pemurnian, pengendapan dan pengeringan
ADU (amonium diuranat), kalsinasi UO3 menjadi U3O8, reduksi U3O8 menjadi
UO2 serta pasivasi serbuk UO2.
Produk serbuk UO2 kemudian dikirim ke bagian fabrikasi untuk diproses
lebih lanjut menjadi produk akhir berupa perangkat bakar nuklir (fuel bundles).
Proses fabrikasi meliputi: pembuatan pelet UO2 sinter, penyiapan komponen dan
perakitan elemen bakar, serta perakitan perangkat bakar nuklir.
IEBE pada dasarnya adalah pabrik bahan bakar nuklir skala pilot dengan
kapasitas produksi 100 kg serbuk UO2 per-hari dan 3 perangkat bakar HWR per-
hari. Instalasi ini dibangun untuk meningkatkan kapasitas dan daya saing ilmiah-
teknis nasional dalam pengembangan dan penerapan sistem energi nuklir yang
berkelanjutan.
202
ini sekaligus memisahkan unsur-unsur pengotor yang tak larut dalam asam nitrat.
Pemisahan dilakukan dengan cara sentrifugasi.
Larutan UNH bebas pengotor tak larut, dibawa ke seksi pemurnian untuk
diambil pengotor terlarut dengan metode ekstraksi pelarut organik (TBP-
Kerosene). Proses pemurnian ini menggunakan dua Mixer Settler, yang pertama
untuk ekstraksi (pengambilan pengotor) dan yang kedua untuk re-ekstraksi
(pengambilan U-murni).
Proses ekstraksi diawali dengan mereaksikan UNH dengan TBP -
Kerosene. Reaksi ini menghasilkan kompleks organik (UO2(NO3)2.TBP) yang
larut dalam kerosene. Oleh karena pengotor tidak beraksi dengan TBP dan tetap
berada dalam fasa air, maka pengotor dapat dipisahkan dari uranium fasa organik
dalam kerosene.
Proses re-ekstrasi dilakukan dengan mereaksikan larutan uranium fasa
organik dengan asam nitrat encer. Uranium dalam fasa organik akan bereaksi
dengan asam nitrat membentuk fasa air UNH yang terpisah dari TBP-Kerosene.
Larutan UNH murni ini kemudian dipekatkan dengan cara penguapan, dan
selanjutnya direaksikan dengan NH4OH membentuk endapan ammonium
diuranate (ADU - (NH4)2U2O7). Endapan ADU dipisahkan dari air induknya
dengan sentrifugasi.
Endapan ADU yang diperoleh kemudian dikeringkan dengan aliran udara
panas dan selanjutnya dikalsinasi pada temperatur 7000C dalam atmosfir udara.
Proses ini akan menghasilkan serbuk U3O8. Untuk mendapatkan serbuk UO2,
dilakukan proses reduksi oksida terhadap serbuk U3O8. Proses dilakukan dengan
cara memanaskan serbuk U3O8 pada temperatur 7000C dalam atmosfir gas
hidrogen.
Serbuk UO2 hasil reduksi kemudian dipasifkan dengan cara mengalirkan
campuran udara dan nitrogen pada suhu kamar. Proses ini bertujuan agar UO2
yang diperoleh terlindungi dari kontak dengan uap air yang terkandung di udara.
Apabila tidak dipasivasi, UO2 hasil reduksi akan bereaksi dengan uap air yang
terkandung dalam udara membentuk U3O8 kembali.
Fabrikasi Perangkat Bakar
203
Proses fabrikasi perangkat bakar di IEBE meliputi: pembuatan pelet UO2
sinter, pembuatan komponen perangkat bakar (spacer, pad, end cap, end plate, dan
penyiapan kelongsong), perakitan elemen bakar dan perangkat bakar. Bahan dasar
yang digunakan meliputi serbuk UO2 alam, zircaloy-2 (tube, strip dan bar),
serbuk grafit, dan beryllium strip.
Salah satu komponen utama elemen bakar nuklir reaktor daya tipe LWR
maupun HWR adalah pelet UO2 densitas tinggi berbentuk silindris. Pelet ini
dibuat dari serbuk UO2 melalui proses kompaksi dingin dan sintering suhu tinggi
(17000C) dalam suasana gas hydrogen
Tujuan peletisasi UO2 adalah mendapatkan densitas bahan bakar yang
tinggi (94 – 96% densitas teori), menciptakan kungkungan yang kuat bagi nuklida
hasil fisi, serta mendapatkan geometri yang seragam dan standar sesuai
persyaratan.
Proses peletisasi diawali dari pencampuran serbuk UO2 dengan pelumas
Zn-stearat dan kemudian dikompakan dengan mesin kompaksi. Kompakan UO2
yang diperoleh kemudian dihancurkan lagi dan dibentuk butiran-butiran melalui
proses crushing, granulating and sieving.
Proses granulasi dilakukan mengingat serbuk UO2 yang digunakan adalah
serbuk hasil proses pengendapan ADU yang berukuran halus dan berbentuk tidak
beraturan sehingga sangat sulit dikompakkan secara dingin (cold pressing).
Terhadap butiran UO2 kemudian dilakukan proses pengompakan akhir
secara dingin menjadi pelet mentah (green pellet) yang harus memenuhi
persyaratan dimensi dan densitas (50 - 60% densitas teori). Densitas pelet mentah
yang diperoleh sangat dipengaruhi oleh tekanan pengompakkan, karakteristik
serbuk, dan adanya bahan tambahan atau aditif.
Pengompakan akhir dilakukan dengan mesin tekan tipe double acting
press yang dapat beroperasi secara kontinyu.Pengompakan akhir ini dilakukan
pada tekanan yang lebih tinggi dibandingkan tekanan pada pengompakan awal
agar diperoleh densitas pelet mentah 5 - 6 gr/cm3 atau 50 - 60% densitas teori.
Untuk mendapatkan pelet berderajat keramik dan memiliki densitas tinggi
(sekitar 95% densitas teori) dilakukan proses penyinteran terhadap pelet mentah.
204
Secara umum penyinteran didefinisikan sebagai suatu proses dimana
serbuk yang dicetak ditekan menjadi massa yang kompak melalui pemanasan
pada temperatur di bawah titik leburnya.
Di IEBE proses penyinteranpelet UO2 dilakukan pada temperatur sekitar
1700 oC selama 3 – 4jam dalam suasana atmosfir reduksi (gas H2). Proses
sintering ini akan menghasilkan pelet UO2 berderajat keramik yang keras dan
kuat dengan densitas 95 – 96 % densitas teori UO2.
Pembuatan bantalan (spacer & pad) diawali dengan pemotongan lembaran
zircalloy menjadi pelat kecil (sub pelat). Kemudian salah satu sisi sub pelat
dilapisi dengan berilium (Be) yang dilakukan dalam mesin penguap Be.
Mengingat toksisitas Be yang tinggi, pekerjaan pelapisan dilakukan di ruang
khusus untuk menangani Be. Sub pelat yang telah terlapisi Be kemudian dibentuk
menjadi penjarak (spacers) dan bantalan (pads) dengan mesin press yang
dilakukan di dalam glovebox.
End caps dibentuk dari Zircalloy rod, setelah dipotong kemudian dibubut
dengan mesin bubut pusat (SchaublinLathe). Adapunend plates dibuat dari
lembaran/pelat Zircalloy yang dipotong sesuai persayaratan ukuran kemudian di-
milling. Setiapend plate diberi (tanda) untuk memudahkan dalam perakitan berkas
(identifikasi).
Dalam Penyiapan kelongsong, Zircalloy tube dipotong sesuai panjang
kelongsong.Kemudian dibawa ke Lab. Be untuk ditempeli spacer dan pad. Proses
penempelan pertama-tama dilakukan dengan alat tack weldingdan dilanjutkan
dengan proses patri keras (brazing).
Proses selanjutnya adalah melapisi permukaan bagian dalam kelongsong
dengan grafit. Pelapisan dilakukan dengan mengalirkan suspensi koloidal grafit ke
dalam kelongsong sehingga terbentuk lapisan tipis, dan kemudian dipanggang
dalam vakum tinggi grafit yang menempel dengan kuat.
Tahapan proses perakitan elemen bakar (pin) meliputi pengelasan end cap
pertama dengankelongsong, pemasukan baris pelet UO2 sinter ke dalam
kelongsong yang salah satu ujungnya telah ditutup dengan end cap, pengelasan
end capkedua, pengerjaan akhir ujung-ujung batang dan pencucian.
205
Proses pengelasan end cap - kelongsong dilakukan dengan mesin las
restansi gaya magnit (magnetic force resistance welding machine) di dalam kotak
khusus yang kedap udara ( welding box ) sehingga kotak tersebut bisa
divakumkan dan diisi kembali dengan gas pelindung las ( He, Ar ). Tujuan
pemvakuman ini adalah untuk menghindari oksidasi selama proses pengelasan.
Tekanan pemvakuman mencapai 10 -3 torr dan tekanan gas pelindung sekitar 1
atm.
Selanjutnya kelonsong diisi dengan pelet UO2 sinter yang telah
dikeringkan pada kondisi vakum tinggi. Kemudian kelongsong ditutup dengan
end cap kedua dengan cara pengelasan memakai las gaya magnetik. Dalam waktu
bersamaan diisikan pula gas He. Bekas-bekas lasan luar dihilangkan dengan mesin
bubut dan dilakukan pembentukan tutup ujung elemen bakar nuklir sebagai proses
pengerjaan akhir.
Setelah elemen bakar selesai dibuat, dilakukan perakitan menjadi
perangkat bakar nuklir.Sebanyak 18 buah elemen bakar yang telah dipersiapkan
pada tahapan sebelumnya, disusun pada alat pemegang (jig and fixture) yang
dilengkapi dengan pelat ujung.Pengelasan dilakukan satu persatu melalui urutan
tertentu dengan memakai sistem las titik (resistance spot welding).
Tahapan paling akhir yang dilakukan adalah proses oksidasi berkas elemen
bakar dengan alat autoclaving. Proses ini dimaksudkan untuk membentuk lapisan
tipis oksida-ZrO2 pada permukaan batang elemen bakar yang akan meningkatkan
ketahanan korosi perangkat bakar dalam servisnya di teras reaktor. Autoclaving
dilakukan dalam tungku bejana tekan yang berisi uap air pada temperatur sekitar
400 0C dan tekanan 10 atm selama waktu 24 jam
206
BAB III
SPESIFIKASI ALAT
207
dengan elemen kendali yang dibuat dari bahan yang dapat
menangkap atau menyerap neutron.Elemen kendali jga berfungsi
untuk menghentikan operasi reactor (shut down) sewaktu waktu
apabila terjadi kecelakaan.
6. Moderator
Fungsi dari moderator adalah untuk memperlambat laju neutron
cepat (moderasi) yang dihasilkan dari reaksi inti hingga mencapai
kecepatan neutron thermal untuk memperbesar kemungkinan
terjadinya reaksi nuklir selanjutnya (reaksi berantai).Bahan yang
digunakan untuk moderator adalah air atau graft.
208
BAB IV
LABORATORIUM
2. Laboratorium Tenorm :
Tenorm merupakan kependekan dari Tecnologically Enhanced Naturally
Occurring Radioactive Material. Hal ini berarti bahwa natural radioactive
bisa berubah menjadi Tenorm karena adanya campur tangan manusia
ataupun teknologi. Bahan radio aktif yang terkandung di dalam tenorm
adalah anak luruh dari Uranium dan Thorium.
3. Laboratorium Radon :
Laboratorium berfungsi untuk pengukuran konsentri radon di udara untuk
lokasi dalam ruangan maupun luar ruangan menggunakan metode
209
spektrometri sinar – y. Dalam metode ini radon dihitung berdasarkan
konsentrasi anak luruh radon gamma yaitu Pb dan Bi. Di udara kedua anak
luruh radon ditangkap menggunakan filter jenis serat kaca GF – 8 yang
dipasang pada alat pencuplik udara.
4. Laboratorium Radiokimia :
Adalah laboratorium aktif (hot laboratory), digunakan untuk menyiapkan
larutan standard radioaktif dan perlakuan untuk sampel – sampel yang
mengandung zat radioaktif.
5. Laboratorium Aquatic :
Laboratorium ini juga disebut sebagai laboratorium biokumulasi yaitu
ruang yang digunakan untuk pemeliharaan hewan / biota percobaan dan
aklimitisasi / pengkondisioan organisme laut sebelum percobaan. Ruangan
dilengkapi pengatur suhu dan kelembaban, tersedia juga suplai air bersih
dan air laut.
2. Laboratorium Sitogenetik :
Laboratorium Sitogenetik adalah salah satu laboratorium di Pusat
Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi, BATAN. Laboratorium
Sitogenetik digunakan untuk kegiatan penelitian dan layanan pemeriksaan
aberasi kromosom pekerja radiasi. Keberadaan aberasi kromosom atau
210
perubahan struktur kromosom pada sel limfosit darah tepi dapat digunakan
sebagai dosimeter biologi tubuh yang terpajan radiasi. Perubahan struktur
kromosom akibat pajanan radiasi ialah terbentuknya kromosom asentrik
(fragmen kromosom yang tidak mengandung sentromer), kromosom cincin,
kromosom disentrik (kromosom dengan dua sentromer), dan translokasi
(perpindahan fragmen antara satu atau lebih kromosom). Perubahan
struktur kromosom yang spesifik terinduksi pajanan radiasi ialah kromosom
disentrik.
211
gambar statik biasa, gambar statik tomografik atau gambar seluruh tubuh.
Alat utamanya adalah Kamera Gamma (Gamma Camera) Planar atau
SPECT. Pemeriksaan fungsi organ (disebut juga scanning) yang dapat
dilakukan adalah otak, kelenjar air mata, kelenjar ludah, tiroid, paru,
jantung, kelenjar mamae, lambung, usus, ginjal, hati, limpa, empedu, tulang
(spot atau seluruh tubuh), kelenjar gatah bening, infeksi dll.
Teknik invivo non imaging adalah teknik dimana radiofarmaka (yang
spesifik untuk organ tertentu) diberikan kepada subyek penelitian (secara
oral atau parenteral) kemudian dilakukan pendeteksian sinar gamma atau
betha dari radioisotop yang terakumulasi didalam organ target dengan alat
pendeteksi dan data yang dihasilkan berupa cacahan atau kurva cacahan VS
waktu. Alat yang digunakan misalnya adalah Renograf, Thyroid Uptake,
Heliprobe, dll. Pemeriksaan fungsi organ yang dapat dilakukan adalah
ginjal, tiroid, infeksi Helicobacter pylori, dll.
212
2. Laboratorium Kalibrasi Alat Ukur Radiasi
Laboratorium kalibrasi PTKMR-BATAN (Pusat Teknologi Keselamatan
Metrologi dan Radiasi-BATAN, merupakan laboratorium dibawah
subbidang kalibrasi yang berdasarkan Peraturan Kepala BATAN No.
392/KA/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja BATAN pada pasal
158 ayat 2, mempunyai tugas melakukan pelayanan kalibrasi alat ukur
radiasi dan luaran sumber radiasi pengion. Dalam menjaga mutu layanan
laboratorium telah menerapkan SNI 19-17025-2005 tentang Persyaratan
Umum Kompetensi Laboratorium Pengujian dan Kalibrasi dan telah
mendapatkan Sertifikat Akreditasi LK-142-IDN dari komite Akreditasi
Nasional (KAN). Guna menjaga ketertelusuran besaran radiasi pengion,
laboratorium mengkalibrasi alat ukur standarnya ke sistem Satuan
Internasional (SI) melalui IAEA, NMIJ, dan LMR-N/SSDL Jakarta secara
berkala dengan melakukan pengecekan antar waktu. Laboratorium kalibrasi
PTKMR-BATAN telah berpengalaman memberikan layanan kalibrasi Alat
Ukur Radiasi Pengion tingkat Proteksi dan Lingkungan lebih dari 20 tahun.
213
ionization chamber, sistem spektrometer alpha, sistem pencacahan gross
alpha dan beta, alat pendukung lainnya seperti vacuum metalizer dan
neraca analitik. Selain dukungan alat yang memadai Laboratorium
Standarisasi Radionuklida juga dilengkapi dengan sumber-sumber
radionuklida standar yang diproduksi oleh laboratorium Primer berskala
Internasional seperti LMRI-Perancis, NPL-Inggris, PTB-Jerman, NMIJ dan
ETL-Jepang.
214
BAB V
UTILITAS DAN PENGOLAHAN LIMBAH
5.1 UTILITAS
215
sebagai pusat kegiatan dan pusat keunggulan (Center of Excellent) ilmu
pengetahuan dan teknologi Indonesia.
Sebagaimana sifat universal ilmu pengetahuan dan teknologi, maka Balai
Sidang Puspiptek dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi
kebutuhan persidangan bertaraf dan berskala internasional yang dapat
memberikan kepuasan dan ukiran kenangan bagi peserta maupun
penyelenggaranya. Balai Sidang Puspiptek memiliki luas lantai lebih dari 7.000
m2 dengan arsitektur modern, dibangun khusus untuk memenuhi kebutuhan
persidangan lengkap dan mutakhir dan ruang pendukung untuk keperluan
pameran maupun poster.
216
Wisma tamu merupakan hotel setara *** terbuka untuk masyarakat umum,
berkapasitas 150 kamar dilengkapi dengan televisi, kulkas, telepon, serta shower
untuk air dingin dan hangat.
Wisma tamu Puspiptek (WTP) juga memiliki fasilitas lain seperti home stay
berupa villa putri yang berada dalam kawasan hunian Puspiptek dengan kebun
botani serta saran olahraga, pertokoan, dan hiburan ringan wisma tamu ini
memberikan suasana tenang dan nyaman.
5.1.7 Perumahan Puspiptek
Puspiptek menyediakan sekitar 700 unit rumah yang merupakan rumah
tinggal, kopel atau berderet. Disediakan beberapa tipe dengan luas lantai 50 m2,
70m2, 90 m2, dan 120 m2 yang diperuntukan bagi beberapa golongan
kepegawaian sebagaimana peraturan pemerintah Lingkungan pemukiman ini
dilengkapi juga dengan berbagai sarana pelengkap yang memberikan banyak
kemudahan dalam kehidupan sehari-hari antara lain: sekolah, tingkat Taman
Kanak-kanak, Sekolah Dasar Negeri dan Sekolah Menengah Pertama Negeri,
kesemuanya terletak dalam kompleks pemukiman Puspiptek.
5.1.8 Akomodasi Lainnya
Puspiptek dilengkapi dengan pusat lingkungan seperti tempat perbelanjaan
dan kebutuhan jasa sehari-hari seperti pasar, toko, rumah makan, bangsal
pertemuan, kantor pos, bank, salon, penjahit, dan sebagainya. Pusat peribadatan,
yang menyediakan sarana ibadat bagi umat beragama Islam, Katholik dan
Protestan, dilengkapi juga dengan fasilitas pendidikan dan diskusi
keagamaan.Pusat olahraga, menyediakan berbagai sarana olah raga seperti sepak
bola, atletik, tenis, bulutangkis, bola basket, bola voli.
217
4. Pengolahan
5. Penyimpanan sementara
6. Penyimpanan akhir (belum dilakukan)
Kategori Limbah
Berdasarkan rekomendasi IAEA dan kemampuan fasilitas pengelolaan limbah di
PTLR maka limbah radioaktif yang dikelola PTLR dapat dikategorikan sebagai
berikut :
VI Sumber Bekas
218
Sumber Bekas 0,1Ci<=A<1Ci selain Ra-226 (Co-60,
6.4 Am-241, Cs-137, Kr-85, Pm-147, Sr-90, Mo-99, 0,1<=A<1
dll.)
Pengangkutan Limbah
Pengangkutan meliputi kegiatan pemindahan limbah radioaktif dari lokasi pihak
penghasil limbah menuju ke lokasi pengelolaan limbah PTLR.Kegiatan
pengangkutan harus memenuhi syarat-syarat keamanan dan keselamatan sesuai
peraturan perundangan yang berlaku.Terutama bila lokasi penghasil limbah diluar
kawasan PTLR diperlukan ijin Pengangkutan Limbah dari Badan Pengawas
Tenaga Nuklir (Bapeten).Sarana dan prasarana yang dipakai pada kegiatan
pengangkutan Limbah antara lain :
Alat angkut: truck, fork lift, crane, hand crane dan sebagainya
Transfer Cask / Kanister
Pallet.
Alat monitoring
Tanda bahaya radiasi dan tanda bahaya lainnya
Sarana keselamatan kerja
Dan sarana lain yang diperlukan.
Praolah (pretreatment)
Praolah adalah kegiatan yang dilakukan sebelum pengolahan agar limbah
memenuhi syarat untuk dikelola pada kegiatan pengelolaan berikutnya.Kegiatan
ini antara lain meliputi :
Pengelompokan sesuai dengan jenis dan sifatnya.
Preparasi dan analisis terhadap sifat kimia, fisika dan kimia fisika serta
kandungan radiokimia
219
Menyiapkan wadah drum, plastik, lembar identifikasi dan sarana lain
yang diperlukan
Pewadahan dalam drum 60, 100, 200 liter atau tempat yang sesuai
Pengepakan untuk memudahkan pengangkutan dan pengolahan
Pengukuran dosis paparan radiasi
Pemberian label identifikasi dan pengisian lembar formulir isian
Pengeluaran dari hotcell
Penempatan dalam kanister sehingga memenuhi kriteria keselamatan
pengangkutan
Sarana dan prasarana yang dipakai dalam kegiatan Praolah antara lain :
Drum 60 liter / 100 liter
Plastik pelapis bagian dalam drum
Lembar identifikasi dan lembar isian
Alat monitor radiasi
Alat pengepakan
Kanister
Sarana keselamatan kerja
Pengolahan (treatment)
Pengolahan limbah radioaktif di PTLR menggunakan fasilitas utama Kompaktor,
Evaporator, Insinerator dan Unit Immobilisasi (lihat gambar dibawah).
220
Keterangan :
IS : Interim Storage
PSLAT : Penyimpanan Sementara Limbah Aktivitas Tinggi
KH-IPSB3 : Kanal Hubung - Instalasi Penyimpanan Sementara Bahan
Bakar Bekas
221
Limbah cair organik dan limbah padat terbakar direduksi volumenya dengan cara
insinerasi. PTLR mempunyai satu unit insinerator dengan kapasitas pembakaran
limbah padat 50 kg/jam atau 20 liter limbah organik cair / jam beserta peralatan
sementasi abu dalam drum 100L.
Pengolahan Limbah Cair
Limbah cair diolah dengan cara evaporasi untuk mereduksi volume
limbah. PTLR memiliki satu unit evaporator dengan kapasitas olah 0,75 m3/jam
dengan ratio pemekatan 50:1. Konsentrat hasil evaporasi dikungkung dalam shell
beton 950L dengan campuran semen. Bila limbah cair bersifat korosif maka
limbah diolah secara kimia (chemical treatment) sebelum disementasi.
Pengolahan Limbah Padat
Limbah padat termampatkan proses reduksi volumenya dilakukan dengan
cara kompaksi. PTLR mempunyai 1 unit kompaktor dengan kekuatan 600 kN,
meja getar dan perangkat sementasi. Limbah padat dalam drum 100L dimasukkan
dalam drum 200L saat kompaksi. Dengan kuat tekan 600 kN kompaktor PTLR
mampu mereduksi 4-5 drum 100L dalam drum 200L. Setelah pengisian batu
koral, hasil kompaksi selanjutnya disementasi dalam drum 200L.
Limbah padat tak terbakar dan tak termampatkan pengolahannya dimasukkan
secara langsung dengan cara sementasi dalam shell beton 350L/950L. Proses
imobilisasi atau proses kondisioning dilakukan dengan menggunakan shell beton
350 liter, 950 liter, drum beton 200 liter dan drum 200 liter dengan bahan matriks
campuran semen basah.
Limbah padat aktivitas tinggi (LAT), limbah aktivitas sedang (LAS) dan
limbah aktivitas rendah (LAR) masing-masing diimobilisasi di dalam shell beton
350 liter, 950 liter, drum beton 200 liter dan drum 200 liter. Untuk menunjang
kegiatan proses pengolahan ini diperlukan suatu koordinasi kerja yang terpadu
diantara tenaga yang terdiri dari proses, penunjang sarana, keselamatan,
laboratorium dan administrasi.
222
Penyimpanan Sementara
Penyimpanan dilakukan sebelum dan sesudah limbah diolah.PTLR memiliki 2
fasilitas penyimpanan, yaitu Interim Storage (IS) dan Penyimpanan Sementara
Limbah Aktivitas Tinggi (PSLAT).
PSLAT
Kapasitas penyimpanan limbah P2PLR :
Penyimpanan Kapasitas
20 Sumur = 7,2 m3
PSLAT
3 Kolam = 129,6 m3
223
Crane / hand crane
Sistem informasi managemen limbah
Alat monitor radiasi
Peralatan keselamatan kerja
Dan sarana lain yang diperlukan
Untuk mengetahui kriteria limbah yang memenuhi kriteria keselamatan untuk
dikelola lebih lanjut maka dilakukan inspeksi dan pemantauan secara rutin selama
penyimpanan.
1. KEGUNAAN
2. CAKUPAN
3. TANGGUNG JAWAB
224
fungsi PTLR;
2. tersedianya tempat penyimpanan/penampungan
sementara limbah radioaktif pra maupun pasca
pengolahan;
3. terselenggaranya pembinaan teknis pengelolaan limbah
radioaktif terhadap pengelola dan penghasil limbah
radioaktif;
4. tersedianya sarana dan prasarana serta sumber daya yang
diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan pengelolaan
limbah radioaktif.
225
6. proteksi fisik selama proses pengangkutan limbah ke
PTLR;
7. pemberian kesempatan kepada Badan Pengawas untuk
memeriksa pelaksanaan transportasi;
8. pemberitahuan kepada Penerima mengenai waktu
pelaksanaan pengiriman bungkusan;
9. semua kerugian yang diderita Pengangkut dan atau pihak
berkepentingan lainnya sebagai akibat kelalaian
pemberian informasi pada Pengangkut;
10. kebenaran dan kesesuaian data limbah yang
dicantumkan/dituliskan di dalam Berita Acara Serah
Terima Limbah Radioaktif yang ditanda tangani oleh
pejabat yang berkepentingan di instansi penghasil
limbah/pengirim;
11. pelaporan pelaksanaan pengiriman limbah radiaoktif
(Berita Acara Serah Terima Limbah Radioaktif) kepada
Badan Pengawas;
226
instalasi pengolahan limbah radioaktif) ;
2. pemeriksaan bungkusan dari kemungkinan terjadinya
kerusakan/ kebocoran, pada saat penerimaan;
3. hasil pengukuran tingkat radiasi dan atau kontaminasi
pada saat penerimaan bungkusan;
4. pelaporan kepada Badan Pengawas dan instansi Pengirim
tentang kerusakan atau kebocoran serta ketidaksesuaian
lainnya yang terjadi pada saat penerimaan bungkusan
beserta hasil pengukuran tingkat radiasi dan atau
kontaminasi pada saat penerimaan bungkusan;
5. hasil pemeriksaan terhadap kesesuaian dokumen yang
dibawa Pengangkut;
6. proteksi fisik dan tindakan pengamanan lainnya yang
sesuai pada saat penerimaan bungkusan;
7. penempatan limbah radioaktif ke tempat penyimpanan
sementara limbah radioaktif sesuai dengan peruntukan
dan jenis limbah;
8. pengisian formulir penerimaan limbah dan pemasangan
label;
9. pembuatan Berita Acara Serah Terima Limbah
Radioaktif dan penanda tanganannya oleh pejabat yang
berwenang.
4. ACUAN
227
d. UU No.10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran
5. DEFINISI
228
dinyatakan dalam dokumen pengangkutan;
7. Penerima adalah PTLR yang menerima limbah radioaktif
dari Pengirim dan dinyatakan dalam dokumen
pengangkutan;
8. Kecelakaan radiasi adalah kejadian yang tidak
direncanakan termasuk kesalahan operasi, kerusakan
ataupun kegagalan fungsi alat atau kejadian lain yang
menjurus timbulnya dampak radiasi, kondisi paparan
radiasi, dan atau kontaminasi yang melampaui batas
keselamatan;
9. Badan Pengawas adalah BAPETEN yang bertugas
melaksanakan pengawasan terhadap segala kegiatan
pemanfaatan tenaga nuklir;
6. PELAKSANAAN
229
7. REKAMAN
Periode
No. Jenis Rekaman Lokasi Simpan
Retensi
Penghasil
1. Ijin Pemanfaatan Tenaga Nuklir Live Time
Limbah
230
Dokumen Limbah
PTLR, Penghasil
5. Jadwal Pengiriman 5 tahun
Limbah
8. DOKUMEN PELENGKAP
9. LAMPIRAN
Lampiran
: Persetujuan Pengiriman Zat Radioaktif
2
231
3
Lampiran
: Lembar Isian Pengangkutan Limbah
4
Lampiran
: Formulir Permohonan Pengelolaan Limbah Radioaktif
7
232