PROSIDING
Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir
ISSN 1978-0176
Hak publikasi pada Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir – Badan Tenaga Nuklir
Nasional Yogyakarta
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun,
tanpa izin tertulis dari penerbit dan penulis.
SEMINAR NASIONAL VI
SDM TEKNOLOGI NUKLIR
YOGYAKARTA, 18 NOVEMBER 2010
ISSN 1978-0176
KEPUTUSAN KETUA
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
NOMOR: 058/STTN/VI/2010
TENTANG
Menimbang : a) bahwa untuk kepentingan pelaksanaan program kegiatan STTN tahun 2010
dipandang perlu menyelenggarakan Seminar Nasional VI SDM Teknologi
Nuklir bekerjasama dengan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta khususnya
Fakultas Sains dan Teknologi;
b) bahwa untuk melaksanakan butir a) perlu ditetapkan Panitia dan Penelaah
makalah seminar nasional;
c) bahwa yang namanya tersebut dalam Daftar Lampiran Keputusan ini
dipandang memenuhi syarat sebagai Panitia dan Penelaah makalah;
Mengingat : 1. Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional;
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan;
3. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 134/PMK.06/2005 tentang
Pedoman Pembayaran dalam Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara;
4. Keputusan Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional Nomor 542/KA/XI/2002
tentang Statuta Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir;
5. Keputusan Kepala BATAN Nomor 172/KA/XII/2009 tentang Kuasa
Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang/Penanggung Jawab Kegiatan
di lingkungan Badan Tenaga Nuklir Nasional Tahun Anggaran 2010;
MEMUTUSKAN:
Ditetapkan di Yogyakarta
Pada tanggal 15 Juni 2010
KETUA
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,
Tembusan:
1. Kepala BATAN
2. Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga
3. Kepala Subbagian Keuangan STTN dan UIN Sunan Kalijaga
4. Panitia Penyelenggara
LAMPIRAN I
KEPUTUSAN KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
NOMOR : 058/STTN/VI/2010
TANGGAL : 15 Juni 2010
Keterangan :
(*) Koordinator
Ditetapkan di Yogyakarta
Pada tanggal 15 Juni 2010
KETUA
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,
LAMPIRAN II
KEPUTUSAN KETUA SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
NOMOR : 058/STTN/VI/2010
TANGGAL : 15 Juni 2010
Ditetapkan di Yogyakarta
Pada tanggal 15 Juni 2010
KETUA
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,
PEMBICARA TAMU
1. Dr. Hudi Hastowo (Kepala BATAN diwakili Sestama BATAN)
2. Prof. Dr. Kris Tri Basuki (Ketua STTN-BATAN)
3. Prof. Dr. Musa Asy’arie (Rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
4. Dr. Chairil Anwar (Dekan Fakultas MIPA UGM)
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga dapat kami susun dan terbitkan sebuah prosiding hasil Seminar Nasional VI
SDM Teknologi Nuklir yang telah diselenggarakan pada tanggal 18 November 2010 atas kerjasama
STTN-BATAN dengan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta.
Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir Tahun 2010 ini mengambil Tema ‘Kesiapan
SDM, Sains dan Teknologi dalam Pemanfaatan Teknologi Nuklir untuk Mengatasi Krisis Energi di
Indonesia’. Tujuan seminar ini adalah untuk mengembangkan kemitraan antara lembaga Litbang,
Industri dan Perguruan Tinggi serta sebagai sarana serta wahana untuk berdialog dan diskusi secara
ilmiah antara sesama para peneliti di lembaga litbang, lembaga industri, dan perguruan tinggi
khususnya dalam hal kesiapan SDM serta sains dan teknologi nuklir. Untuk itulah dalam seminar
ini, untuk pertama kalinya kami bekerjasama dengan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, semoga kerjasama ini menjadi perintis dalam pelaksanaan kerjasama lain
diwaktu yang akan datang, baik dalam hal pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat dan
maupun kerjasama lainnya.
Prosiding Seminar Nasional VI SDM Teknologi Nuklir Tahun 2010 ini terdapat 97 makalah
yang terdistribusi dalam berbagai bidang penelitian dan kajian yaitu bidang SDM teknologi nuklir
dan sains, bidang Fisika dan Instrumentasi, bidang Keselamatan dan Lingkungan, bidang Kimia
dan Proses, dan bidang teknologi reaktor.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih kepada para pembicara utama, mitra
bestari, para peserta seminar, dan segenap panitia dari STTN-BATAN maupun Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga atas terselenggaranya seminar dan terbitnya
prosiding ini.
Penyusunan dan proses pengeditan prosiding ini telah dilakukan dalam waktu sekitar tiga
bulan semenjak tanggal pelaksanaan seminar, namun demikian kami menyadari masih terdapat
kekurangan dan kelemahan dalam penyusunan prosiding ini. Oleh karena itu, segala kritik dan
saran yang bersifat membangun akan kami terima sebagai bahan evaluasi dalam penyusunan
prosiding pada seminar yang akan datang.
Yogyakarta,Februari 2011
Panitia Seminar
Assalaamu’alaikum Wr. Wb
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, atas perkenan dan izin-
Nya, Alhamdulillah kita masih diberi kenikmatan sehat walafiat, dan kesempatan untuk hadir
dalam acara Seminar Nasional V I SDM Teknologi Nuklir yang kali ini untuk pertama kalinya
diadakan di luar STTN yaitu di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta.
Saat ini, kita sebagai bangsa Indonesia dihadapkan pada 3 tantangan besar yang harus di selesaikan,
yaitu: kecukupan pangan, energi, dan air bersih. Ketiganya merupakan suatu kebutuhan dasar
manusia. Ketiga tantangan tersebut juga secara langsung menjadi indikator keberhasilan
pembangunan yang sedang dilakukan saat ini, untuk menghadapi masa depan bangsa Indonesia.
1. Tantangan pertama terkait dengan Kecukupan dan kedaulatan pangan.
Saat ini, yang menjadi masalah besar kita adalah bagaimana kita semua dapat memenuhi kebutuhan
komponen pangan utama, yaitu: beras, gula, kedelai, jagung, daging dan susu, daging ayam dan
telor, serta mengurangi impor gandum. Kecukupan dan kedaulatan pangan di masa mendatang
perlu mendapat perhatian secara lebih serius, karena sebagian dari kebutuhan dasar tersebut saat
inipun masih harus dipenuhi dengan import. Dimasa mendatang, produksi dalam negeri akan
menghadapi tantangan yang semakin keras dan berat, antara lain karena laju konversi tanah subur
untuk keperluan non-pertanian masih tinggi, ancaman perubahan musim karena dampak
pemanasan global, konversi sumber pangan untuk keperluan biofuel, serta yang paling mengancam
adalah karena jumlah penduduk Indonesia relatif besar dan akan semakin besar karena angka
pertumbuhan penduduk yang masih tinggi (yaitu masih ~ 1,3 %).
2. Di bidang energi, masalah yang dihadapi adalah bagaimana memenuhi kebutuhan dan juga
menjamin security of supply energi jangka panjang.
Bangsa Indonesia saat ini masih dihadapkan pada kondisi dimana angka pertumbuhan penggunaan
energi sangat besar, keterbatasan sumber energi, dan juga rendahnya efisiensi penggunaan energi.
Kenaikan tingkat ekonomi sebagai konsekuensi dari pembangunan, akan menyebabkan angka
konsumsi energi yang semakin besar. Sebaliknya, untuk mendorong kenaikan ekonomi diperlukan
penyediaan energi yang besar supaya industri dapat berlangsung dengan lancar. Dalam hal ini,
ketersediaan energi khususnya dalam bentuk energi listrik akan menjadi suatu infrastruktur dasar
bagi pembangunan.
Disadari bahwa pertumbuhan kebutuhan/demand energi tidak sebanding dengan penyediaan
sumber energi. Setelah dieksploitasi sejak awal tahun 1970-an, sumber minyak sudah banyak
berkurang, sehingga saat ini sebagian keperluan minyak dalam negeri sudah harus diimpor dalam
jumlah yang relatif besar. Sumber gas alam yang sudah dieksploitasi sebagian besar sudah terkait
dengan kontrak jangka panjang untuk memenuhi keperluan pihak asing. Meskipun penggunaan gas
sedang ditingkatkan, namun keterbatasan pasokan ternyata menjadi suatu hambatan. Sumber bahan
bakar fosil yang praktis masih cukup tersedia adalah batubara, yang ketersediaannya ada di daerah
lain dari pusat konsumsi sehingga kita perlu menangani masalah transportasinya dengan segala
permasalahan yang ada.
Issue lain terkait dengan penyediaan energi adalah pengurangan emisi gas CO2 yang dianggap
sebagai pemicu pemanasan global. Sedangkan pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT)
yang saat ini didorong untuk mencapai kondisi maksimun punya berbagai keterbatasan, sehingga
yang dapat dijanjikan saat ini adalah Visi 2525, yaitu di tahun 2025 nanti kontribusi EBT akan
mencapai 25 %.
3. Tantangan ketiga yang harus dihadapi adalah ketersediaan air bersih.
Kekurangan air bersih saat ini dirasakan sebagai suatu masalah terutama di kota-kota besar. Sudah
menjadi pemandangan yang jamak bahwa kita sering melihat mobil tangki yang berisi air dari
daerah pegunungan yang dibawa ke kota-kota besar. Harga air minum dalam botol kemasan,
meskipun harganya relatif mahal, namun tetap laku. Artinya kebutuhan air bersih merupakan
sesuatu yang tidak terelakkan lagi, berapapun harganya. Di beberapa tempat, orang harus
mengeluarkan porsi cukup besar dari sumber pendapatannya hanya untuk membeli air bersih.
Ketersediaan air bersih akan mendukung kondisi kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Diluar ketiga tantangan utama tersebut, sebertulnya masih ada masalah lain yaitu terkait dengan
masalah kesehatan yang sampai saat ini juga menjadi perhatian utama bagi pencapaian
kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pemanfaatan Iptek Nuklir di Indonesia diarahkan untuk menjawab ketiga tantangan utama dan juga
masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia tersebut. BATAN sebagai Lembaga
Pemerintah Non Kementrian (LPNK) melaksanakan kegiatan Penelitian dan Pengembangan serta
Pemanfaatan IPTEK Nuklir difokuskan untuk menjawab tantangan tersebut.
Dalam menjawab tantangan masalah tersebut di atas, berbagai hasil penelitian dan pengembangan
sudah didesiminasikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Hasil yang diperoleh selama ini di
bidang Pangan: misalnya bibit unggul berbagai jenis padi, kedelai, sudah digunakan di masyarakat.
Dalam waktu dekat ini, Insya Allah bibit unggul sorghum (Jawa: cantel) akan dilepas oleh
kementrian pertanian, demikian juga dengan bibit gandum tropis. Di bidang pengawetan pangan,
sterilisasi radiasi juga sudah mulai digunakan di beberapa usaha UMKM. Dalam rangka
peningkatan produksi daging dan susu, pemanfaatan iptek nuklir untuk nutrisi pakan ternak
(UMMB, SPM, dll.) serta teknik RIA untuk mendukung reproduksi ternak juga sudah mulai
banyak digunakan di masyarakat. Pemanfaatan teknik pemupukan dengan biofertilizer, growth-
promoter sudah digunakan di beberapa tempat.
Di bidang energi, pemanfaatan iptek nuklir tidak hanya terkait dengan rencana pembangunan
PLTN saja, tetapi iptek nuklir sudah mulai digunakan untuk berbagai keperluan, antara lain untuk
membantu menangani ekplorasi dan manajemen pada pemanfaatan geothermal, serta pemanfaatan
iptek nuklir untuk Enhanced Oil Recovery, pemanfaatan sumur2 minyak supaya tetap berproduksi
dari pemompaan minyak yang sudah tidak dapat menggunakan cara biasa.
Bapak – Ibu, peserta Seminar yang kami hormati.
Capaian terbesar yang diharapkan dari pemanfaatan iptek nuklir di bidang Energi adalah
pemanfaatan PLTN sebagai salah satu pembangkit listrik di Indonesia. Pemanfaatan PLTN di
Indonesia merupakan suatu solusi yang diusulkan oleh BATAN dalam menjawab ketersediaan
listrik di masa mendatang, terutama terkait dengan “security of energy supply” serta masalah
pengurangan emisi gas CO2 sebagai usaha untuk menangani pemanasan global.
PLTN yang beroperasi berdasarkan dari reaksi inti dapat menghasilkan energi secara masif, dan
masih menyisakan bahan bakar lain (U-sisa serta Pu), serta sedikit (atau bahkan dapat dikatakan
tidak mengemisikan) gas CO2 dari prosesnya, dipilih sebagai suatu alternatif karena merupakan
suatu difersifikasi energi bagi suatu negara dengan sumber energi yang terbatas. Oleh karena itu,
maka berbagai negara yang bahkan dikenal dengan kaya sumber energi di dalam negerinya (UEA,
USA, dan beberapa negara Asia) telah memilih untuk menggunakan PLTN dalam usaha menjamin
keberlanjutan penggunaan energi di masa mendatang.
Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke 4 di dunia, tidak terelakkan lagi harus
menggunakan PLTN sebagai salah sumber listriknya. Penundaan penggunaan PLTN akan
membuat kita terjebak untuk menggunakan energi fossil (yang sebetulnya dapat digunakan juga
sebagai bahan baku industri petro-kimia) serta jumlahnya terbatas, serta akan membuat penyediaan
listrik di masa mendatang akan terbatas dan terkendala dengan harga produksinya.
Penggunaan PLTN di Indonesia meskipun sudah didukung oleh berbagai peraturan perundang,
seperti misalnya: UU No 17 tahun 2007 tentang RPJP Nasional, Perpres No. 5 tahun 2006 tentang
Kebijakan (bauran) Energi Nasional, serta berbagai Ketentuan lain masih terkendala dengan aspek
Penerimaan Masyarakat, sehingga sampai saat ini belum diputuskan.
Terkait dengan masalah penerimaan masyarakat, BATAN melalui pihak lain pada bulan Mei lalu
telah melakukan suatu survey terhadap 3.000 responden yang tersebar di 22 Kota/Kabupaten di 7
Propinsi (Jawa – Bali). Hasil yang diperoleh adalah: 56,6 % responden menyatakan setuju, 24,6 %
menolak, dan 17,8 % menjawab tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa sesungguhnya sebagian
besar masyarakat Indonesia menghendaki dibangunnya PLTN. Saya berharap, dengan Seminar
Nasional VI SDM Teknologi Nuklir yang mengambil tema ”Kesiapan SDM, Sains dan Teknologi
dalam Pemanfaatan Teknologi Nuklir untuk Mengatasi Krisis Energi di Indpnesia” ini dapat
memberikan kontribusi yang posistif untuk meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap PLTN
yang Insya Allah akan segera kita bangun di Indonesia.
Dari berbagai uraian di atas peranan Sumber Daya Manusia sangat penting artinya dalam
menunjang Penelitian, Pengembangan dan Pemanfaatan IPTEK Nuklir di Indonesia. Tersedianya
SDM yang profesional di bidangnya, dan juga mempunyai suatu semangat untuk maju serta mau
bersaing di lingkungan yang baru merupakan suatu kunci keberhasilan kita bersama. Baik itu
sebagai suatu institusi/lembaga maupun bagi yang bersangkutan sendiri. Oleh karena itu saya
merasa sangat bahagia dan bangga pada hari ini kita dapat menyelenggarakan Seminar Nasional
SDM Teknologi Nuklir yang ke VI kalinya dilaksanakan bersama dengan UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, suatu Lembaga Pendidikan yang cukup ternama di Yogyakarta.
Tantangan penyediaan SDM Teknologi Nuklir saat ini tidak hanya untuk mempersiapkan
pembangunan dan pengoperasian PLTN di Indonesia, dan kepetingan nasional lainnya. Namun
saya berharap juga kiranya SDM yang kita hasilkan mempu bersaing di tingkat internasional,
khususnya di beberapa negara yang saat ini sedang merencanakan maupun sudah mengoperasikan
fasilitas nuklir. Reputasi tenaga ahli dan juga pekerja Indonesia di luar negeri telah memberikan
suatu kondisi bahwa beberapa negara bersedia untuk menerima tenaga-tenaga kerja kita untuk
dididik lebih lanjut dan kemudian dipekerjakan di luar negeri selama beberapa tahun sebelum dapat
pulang kembali ke Indonesia. Hal ini saya kira merupakan tantangan bagi kita semua, apakah
peluang seperti ini akan kita ambil, atau kemudian kita lepas begitu saja.
Secara pribadi saya berpendapat bahwa tawaran seperti itu merupakan suatu peluang bagi kita
semua, baik dari aspek pendidik, institusi, maupun para mahasiswa untuk secara bersama-sama
maju. Bagi para pendidik, tentunya kita harus berusaha agar anak didik kita dapat melewati suatu
test dasar standar internasional “being recognized” oleh masyarakat industri di negara penerima.
Tentunya hal ini akan membuat kita harus menengok kembali sistem belajar mengajar dan juga
tingkat materi yang telah diajarkan selama ini.
Bagi mahasiswa, tentunya hal ini menuntut suatu persiapan yang lebih baik, tidak hanya dari
penguasaan teknis dan bahasa asing, tetapi juga suatu kesiapan untuk menyiapkan softskill
sehingga dapat bersaing dan mempunyai semangat bekerja dan berkarya di dunia internasional.
Secara nasional, saya beranggapan bahwa tenaga-tenaga kita yang bekerja di luar negeri, bukan
berarti ada suatu brain-drain, tetapi harus dilihat sebagai suatu brain-gain dan brain recirculation
untuk mendapatkan pengalaman di dunia internasional. Saya yakin, dengan melalui cara seperti ini,
kita akan memperoleh tenaga-tenaga yang terlatih di tempat yang baik dan pada suatu ketika akan
kembali ke Indonesia pada saat diperlukan nantinya.
Saya berharap, dalam seminar nasional SDM Teknolgi Nuklir ini isi bahasan tentunya lebih banyak
menyangkut masalah penyiapan dan pembinaan SDM nuklir dibandingkan dengan substansi
penelitian dan pengambangan iptek nuklirnya seperti yang sudah saya sarankan pada Seminar
Nasional ke V SDM Teknologi Nuklir tahun lalu.
Sebelum saya menutup sambutan ini, perkenankan saya atas nama Pimpinan BATAN
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
para pembicara tamu, para undangan yang mewakili instansi masing-masing, para peserta dari
dalam dan luar kota, yang semuanya tadi telah meluangkan waktunya untuk hadir dan
berpartisipasi pada seminar ini.
Ucapan terima kasih saya sampaikan juga kepada seluruh Panitia yang telah bekerja keras untuk
menjadikan acara Seminar ini berlangsung dengan sukses.
Selanjutnya, memenuhi permintaan Panitia dan Ketua STTN dengan senantiasa memohon Ridha
Allah SWT dan ucapan Bismillaahirrahmaanirrahiim, Seminar Nasional VI SDM Teknologi
Nuklir pada tanggal 18 November 2010 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta dengan tema
“Kesiapan SDM, Sains dan Teknologi dalam Pemanfaatan Teknologi Nuklir untuk Mengatasi
Krisis Energi di Indonesia” saya nyatakan dibuka dengan resmi.
Saya sampaikan selamat berseminar, semoga dengan seminar ini dapat terjadi diskusi dan interaksi
yang hangat sehingga mampu meningkatkan peran iptek nuklir untuk mengatasi krisis energi
nasional dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Selamat berseminar.
Hudi Hastowo
LEMBAR PERNYATAAN
Kami selaku panitia pelaksana Seminar Nasional SDM Teknologi Nuklir tahun 2010, dengan ini
menyatakan bahwa seluruh makalah yang terdapat dalam prosiding ini telah diseleksi oleh reviewer
dan telah diseminarkan pada tanggal 18 November 2010 bertempat di Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Panitia
DAFTAR ISI
Halaman
Surat Keputusan Tentang Pembentukan Panitia iii-iv
Lampiran Keputusan tentang Pembentukan Panitia v
Daftar Pembicara Tamu dan Redaktur Pelaksana viii
Kata Pengantar ix
Sambutan Kepala BATAN xi
Lembar Pernyataan xvii
Daftar Isi xix-xxvii
Eri Hiswara
Abstrak
PENERAPAN SISTEM SEIFGARD NUKLIR DAN TANTANGANNYA SAAT INI. Sistem sefgard
nuklir merupakan sistem yang dikembangkan oleh Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan kemudian
diadopsi oleh Traktat Pelarangan Penyebaran Senjata Nuklir (NPT) sebagai instrumen untuk mengawasi
kepatuhan suatu negara bukan pemilik senjata nuklir yang menjadi Negara Pihak terhadap kewajiban legal
yang tercantum pada Traktat tersebut. Sistem ini dikembangkan selama kurun waktu 1960 – 1990, dan
kemudian diperkuat dalam periode tahun 1990 – 2005. Dengan pemenuhan terhadap kewajiban legal dalam
sistem seifgard ini maka suatu negara bukan pemilik senjata nuklir dapat memberi jaminan kepada dunia
internasional bahwa negara ini tidak memiliki kegiatan, fasilitas atau bahan nuklir yang dapat dibuat
menjadi senjata nuklir. Berbagai tantangan dalam pelaksanaannya yang bersifat pelanggaran telah terjadi
beberapa kali. Hampir sebagian besar pelanggaran berhasil ditangani oleh Sekretariat IAEA, meski ada
yang terpaksa dilaporkan ke Dewan Keamanan PBB. Mengingat pentingnya sistem seifgard dalam kerangka
perdamaian dan keamanan dunia, sudah selayaknya semua negara pihak pada NPT untuk menerapkan
persetujuan seifgard dengan IAEA ini.
Abstract
IMPLEMENTATION OF SAFEGUARDS SYSTEM AND ITS CURRENT CHALLENGES.
Nuclear safeguards system is a system developed by the International Atomic Energy Agency (IAEA) and
adopted by the Treaty on the Non-Proliferation of Nuclear Weapons (NPT) as an instrument to observe the
compliance of a non-nuclear weapon state as a state party against the legal obligations contain in the
Treaty. This system was developed during 1960 – 1990, and then strengthened in the period of 1990 – 2005.
By fulfilling the legal obligations under safeguards system a non-nuclear weapon state can give guarantee to
the international world that this state has no nuclear material, activities or facilities to be made as nuclear
weapon. Challenges in its implementation in the forms of breaches have been occurred several times. Most of
the breaches can be secured by the IAEA Secretariat, even though there are that reported to the UN Security
Council. Considering the importance of this safeguards system in the framework of world peace and security,
it is encouraged that state party to the NPT to conclude and implement safeguards agreement with the IAEA.
Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tidak mampu melakukan seifgard dalam mencegah
dan berlaku mulai bulan Mei 1970. penyebaran senjata nuklir seperti yang dinyatakan
Sesuai dengan Pasal II dari NPT, setiap negara pada Pasal I dari NPT.
yang bukan pemilik senjata nuklir yang menjadi Pada tahun 1965 langkah besar pertama untuk
Negara Pihak pada NPT tidak boleh menerima, mengembangkan seifgard dimulai dengan
membuat atau memiliki senjata ini atau alat ledak mengadopsi sistem seifgard baru untuk
nuklir lainnya. Berdasar Pasal III, negara-negara ini menggantikan sistem lama yang hanya meliput
juga harus melaksanakan persetujuan seifgard reaktor. Instalasi yang berada di bawah seifgard
dengan IAEA dalam aplikasi seifgard untuk semua ditambah dengan instalasi olah ulang pada tahun
kegiatan damai nuklirnya. Sebagai imbalannya, 1966, dan kemudian tahun 1968 dengan instalasi
pada Pasal IV dicantumkan bahwa Traktat konversi dan fabrikasi[2].
mengakui hak semua Negara Pihak untuk memiliki Menyusul pemberlakuan NPT pada tahun 1970,
peralatan, bahan, dan informasi ilmiah dan IAEA mengembangkan sistem seifgard yang
teknologi nuklir dalam aplikasinya untuk maksud- meliput semua kegiatan daur bahan bakar nuklir
maksud damai. dari negara industri maju yang akan menjadi Negara
Dalam rangka melakukan penjagaan terhadap Pihak pada NPT. Sistem seifgard ini disetujui oleh
kegiatan nuklir untuk maksud-maksud damai, Dewan Gubernur IAEA pada tahun 1970 itu juga,
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memanfaatkan yang kemudian disempurnakan pada tahun 1972
upaya seifgard yang telah dilakukan oleh Badan sebagai dokumen INFCIRC/153 (Corr.)[3].
Tenaga Atom Internasional (IAEA, International Dokumen ini menjadi salah satu dokumen IAEA
Atomic Energy Agency) sejak awal 1960an[1]. Upaya dalam seifgard yang sangat penting.
seifgard ini pada awalnya hanya merupakan Pada pertengahan tahun 1970 muncul isu
kesepakatan antara AS, Uni Soviet, dan negara- pertentangan kepentingan antara negara pemasok
negara besar lainnya pada pertengahan tahun dan negara penerima teknologi nuklir. Isu ini
1950an untuk mengawasi transfer teknologi nuklir berkembang setelah India melakukan percobaan
ke negara-negara lainnya. Namun pada akhir tahun senjata nuklirnya pada 1974. Meskipun bahan
1950an tersebut, tanggung jawab seifgard ini nuklir yang digunakan bukan yang berada dalam
dialihkan ke IAEA yang terbentuk tahun 1957. pengawasan seifgard IAEA, namun adanya
Makalah ini menyajikan secara singkat percobaan senjata nuklir oleh India ini
perkembangan sistem seifgard yang dilaksanakan memunculkan keraguan akan keefektifan rezim
IAEA sejak awal 1960an hingga tahun-tahun seifgard dan NPT. Keraguan ini juga dipicu oleh
terakhir ini. Selain itu diuraikan pula tantangan adanya keinginan AS dan negara pemasok lainnya
yang ada terhadap sistem seifgard saat ini terkait untuk membatasi ekspor (dan penggunaan)
dengan perkembangan teknologi yang sudah teknologi olah ulang dan teknologi nuklir lainnya
sedemikian pesat terjadi. Seperti yang dapat yang dianggap sensitif.
dipahami selanjutnya, keterbatasan finansial yang Untuk mengurangi ketegangan karena adanya
dialami IAEA menyebabkan organisasi ini memiliki pertentangan di atas, atas usulan AS pada tahun
kebergantungan yang besar pada dana bantuan 1977 dilakukan evaluasi menyeluruh tentang asumsi
sukarela yang diberikan negara-negara besar untuk teknis terkait dengan pengembangan daur bahan
melaksanakan fungsi seifgard tersebut. bakar nuklir yang menjadi dasar program nasional
Kebergantungan ini, pada gilirannya, dapat energi nuklir banyak negara sejak tahun 1950an.
menimbulkan kecurigaan adanya tekanan pada Pada bulan Maret 1980 evaluasi yang dilakukan
IAEA sehingga IAEA tidak lagi bersifat adil dalam dalam kerangka International Nuclear Fuel Cycle
melaksanakan salah satu fungsinya yang amat Evaluation (INFCE) berakhir dengan kesimpulan
penting ini. bahwa secara teknis tidak mudah untuk mencegah
kepemilikan bahan ledak nuklir dan juga tidak
PENGEMBANGAN SISTEM TAHUN 1960 - mungkin untuk memberi peringkat berbagai daur
1990 bahan bakar sesuai dengan risiko proliferasi yang
terkait bersamanya. Proliferasi harus lebih dianggap
Meski pun IAEA telah menerima pelimpahan sebagai masalah politis yang akan ditangani dengan
wewenang pelaksanaan seifgard sejak akhir 1950an, membentuk institusi baru dan tindakan bersifat
namun sampai sekitar tahun 1964 tidak ada kegiatan internasional dengan menyempurnakan dan
yang berarti untuk melaksanakannya. Sampai pada memperkuat sistem seifgard internasional.
tahun 1964 itu kelima negara anggota tetap Dewan Pada tahun 1980 Dewan Gubernur IAEA
Keamanan PBB - AS, Uni Soviet, Perancis, Inggris, membentuk Committee on Assurances of Supply
dan Cina, telah melakukan percobaan senjata
(CAS) yang terbuka untuk semua negara anggota
nuklirnya. Kenyataan ini menunjukkan bahwa IAEA
organisasi internasional ini. Komite bertugas untuk
mengembalikan kestabilan sistem pasokan nuklir INFCIRC/153 (Corr.), dan hal-hal yang di luar
internasional di dalam kerangka rezim non- kewenangan yang diberikan oleh dokumen tersebut
proliferasi yang dapat diterima semua pihak. yang dinyatakan pada Bagian II. Pada tahun yang
Pembentukan Komite ini menegaskan bahwa sama, Dewan Gubernur dan Konferensi Umum
hubungan pasokan nuklir dan seifgard telah menjadi menyetujui penerapan Bagian I tersebut, dan
sangat dekat dan tidak ada lagi perdagangan nuklir meminta Dirjen untuk menyusun usulan yang jelas
yang penting tanpa dilandasi kerangka sistem berkaitan dengan penerapan Bagian II.
seifgard yang efektif. Namun demikian, Komite Berdasar usulan Dirjen IAEA, pada bulan Juni
tidak pernah menghasilkan kesimpulan yang 1996 Dewan Gubernur membentuk ‘Komite 24’
bersifat konsensus. Pada tahun 1987, pada yang diberi tugas merancang protokol model
sidangnya yang ke-21, kegiatan Komite dinyatakan tambahan terhadap persetujuan seifgard yang
dihentikan dan isu multinasionalisasi bahan bakar merupakan penerapan Bagian I dari INFCIRC/153
nuklir dibiarkan mengambang. (Corr.). Hasil kerja ‘Komite 24’ yang berupa
Protokol model tambahan (AP) ini [5] disetujui oleh
PENGUATAN SISTEM TAHUN 1990 - 2005 Dewan Gubernur pada bulan Mei 1997, dan
kemudian diadopsi oleh Konferensi Umum pada
Pada tahun 1991 terjadi Perang Teluk yang
bulan Oktober 1997.
memunculkan isu adanya program rahasia Irak
Berdasar protokol model tambahan, suatu
untuk mengembangkan senjata nuklir. Isu ini
negara harus memberikan pernyataan kepada IAEA
menyadarkan akan adanya kekurangan dalam yang berisi informasi mengenai semua aspek
penerapan seifgard yang hanya difokuskan pada kegiatan nuklir dan daur bahan bakar nuklir di
bahan nuklir yang dinyatakan dan kesimpulan negaranya. Negara ini juga harus memberikan akses
seifgard yang hanya diambil pada tingkat fasilitas. seluas-luasnya kepada IAEA untuk memeriksa dan
Untuk itu IAEA mulai mengembangkan sistem untuk menggunakan teknologi paling mutakhir
seifgard yang mampu mendeteksi bahan dan dalam melaksanakan inspeksi seifgard tersebut. Hal
kegiatan nuklir yang tidak dilaporkan pada ini berbeda dengan di masa sebelumnya di mana
persetujuan seifgard. Tujuan sistem seifgard yang akses terbatas hanya untuk titik-titik tertentu pada
baru ini, yang disebut dengan persetujuan seifgard fasilitas yang dilaporkan.
menyeluruh (CSA, comprehensive safeguards Protokol tambahan juga memberikan akses
agreements), adalah dapat memverifikasi tidak kepada IAEA untuk memeriksa setiap tempat pada
hanya ketepatan informasi yang dilaporkan oleh fasilitas nuklir dan lokasi lain dimana bahan nuklir
suatu negara, namun juga kelengkapan informasi berada, atau diduga berada. Selain itu, negara yang
tersebut. Dengan kata lain, dengan sistem seifgard
bersangkutan harus memberikan akses ke semua
ini IAEA akan mampu memberikan jaminan tidak
lokasi yang melakukan, atau dapat melakukan,
hanya mengenai tidak adanya bahan nuklir yang
kegiatan terkait daur bahan bakar nuklir. Dari segi
diselewengkan dari kegiatan yang dilaporkan,
administratif, model tambahan ini meminta
namun juga mengenai tidak adanya bahan dan
kemudahan dalam penunjukan inspektur seifgard
kegiatan nuklir yang tidak dilaporkan.
yang akan melakukan tugasnya, termasuk
Pada bulan Oktober 1991 Direktur Jenderal
kemudahan pemberian visa dan cara berkomunikasi
(Dirjen) IAEA membentuk SAGSI (Standing
dengan kantor pusat IAEA [5].
Advisory Group on Safeguards Implementation) dan
Penguatan sistem berlanjut pada bulan
meminta kelompok ini untuk menyusun
Desember 1998 dengan disusunnya program
rekomendasi dalam menyempurnakan seifgard yang pengembangan seifgard terpadu (integrated
hemat biaya. Rekomendasi SAGSI disampaikan ke safeguards) oleh Sekretariat IAEA. Seifgard
Dirjen IAEA pada tahun 1993, yang kemudian terpadu dilaksanakan pada suatu negara yang telah
dilaporkan oleh Dirjen ke Dewan Gubernur IAEA memberlakukan baik persetujuan seifgard maupun
pada tahun yang sama. Berdasar rekomendasi protokol tambahan, dan IAEA telah yakin bahwa
SAGSI, Sekretariat IAEA pada awal 1995 tidak ada indikasi penyimpangan bahan nuklir yang
menyusun suatu program yang disebut sebagai dilaporkan dari tujuan damai, dan tidak ada indikasi
‘Program 93+2’, dan disetujui oleh Dewan adanya kegiatan atau bahan nuklir yang tidak
Gubernur pada bulan Desember 1993 dan oleh dilaporkan pada negara tersebut. Dengan seifgard
Konferensi Umum pada bulan September 1994 [4]. terpadu ini IAEA dapat mengurangi kegiatan
Pelaksanaan ‘Program 93+2’ dimulai dengan inspeksinya di negara yang telah melaksanakannya.
laporan Dirjen IAEA pada bulan Mei 1995 yang Pada bulan September 1999, Dewan Gubernur
menyatakan bahwa langkah yang akan diambil IAEA mengambil langkah penguatan berikutnya
dapat dibedakan atas dua jenis: hal-hal yang dapat
dalam sistem seifgard dengan menyetujui skema
diterapkan berdasar Bagian I dari dokumen
sukarela dalam pemantauan risiko proliferasi yang
dapat timbul dalam pemisahan neptunium (Np) dan dan nuklir dari kedua isotop (lihat Tabel 1).
amerisium (Am)[6]. Beberapa negara terpilih Perbandingan sifat fisik isotop Np dan Am dengan
diminta untuk melaporkan Np dan Am yang sifat fisik U-235 dan Pu-239 (isotop fisil utama di
dimiliki dan yang diekspornya, jika ada, dan negara bawah seifgard) mendukung pandangan bahwa Np
yang memiliki kemampuan melakukan pemisahan dan Am dapat digunakan sebagai unsur fisi dalam
neptunium diminta untuk menyetujui flow-sheet ledakan nuklir. Sifat fisika nuklir (yaitu massa
monitoring dengan IAEA. kritik dan tampang lintang fisi cepat) Np-237 dan
Dasar IAEA untuk melakukan pemantauan
risiko proliferasi dari Np dan Am adalah sifat fisik
Am-241 juga mirip dengan yang dimiliki U-235. secara efektif memberlakukan CSA di negara
Jika nilai ‘kuantitas yang signifikan’diterapkan pada mereka: 8 negara telah menandatangani namun
Np dan Am, jumlah untuk keduanya akan sama belum meratifikasinya, 6 negara telah disetujui
dengan jumlah untuk U-235 pada uranium CSA-nya oleh Dewan Gubenur namun belum
berpengayaan tinggi, yaitu 25 kg. menandatanganinya, dan 7 negara baru
Penguatan seifgard terakhir dilakukan pada menyampaikan keinginannya ke Dewan Gubernur
tahun 2005 dengan merevisi teks yang terkait untuk dipertimbangkan[8]. Indonesia telah
dengan protokol kuantitas kecil (SQP, small meratifikasi CSA ini pada tanggal 14 Juli 1980.
quantities protocol) [7] Persetujuan seifgard dengan Dalam hal protokol tambahan, 128 negara
SQP dilakukan dengan negara yang memiliki sangat tercatat telah menandatanganinya, dan 96 negara
sedikit atau sama sekali tidak memiliki bahan telah meratifikasinya, sementara Indonesia telah
nuklir. Dengan status SQP, banyak prosedur meratifikasinya pada tanggal 29 September 1999.
seifgard yang tidak dilaksanakan di negara yang Selain itu, Indonesia juga telah melaksanakan
memiliki status tersebut. Dengan persetujuan seifgard terpadu sejak tahun 2003, dan menjadi
Dewan Gubernur IAEA, maka teks SQP salah satu dari tiga negara yang pertama kali
dimodifikasi sehingga (a) SQP tidak dapat melaksanakannya (dua negara yang lain adalah
diberlakukan pada negara yang telah atau Australia dan Norwegia).
merencanakan akan memiliki fasilitas nuklir, (b)
mewajibkan negara SQP untuk memberikan laporan TANTANGAN SEIFGARD SAAT INI
mengenai bahan nuklir yang ada, dan memberitahu
IAEA dengan segera jika memutuskan akan Sistem seifgard yang telah diperkuat hanya dapat
membangun fasilitas nuklir, dan (c) mengizinkan dilaksanakan di negara yang telah memberlakukan
IAEA melakukan inspeksi di negara SQP. baik persetujuan seifgard menyeluruh maupun
protokol tambahan. Hanya dengan cara ini IAEA
dapat menerapkan seifgard secara penuh dan dengan
STATUS PENERAPAN SEIFGARD
seefektif dan seefisien mungkin.
Dari 21 negara bukan pemilik senjata nuklir yang Pada tahun 1983 IAEA telah mengidentifikasi
menjadi Negara Pihak pada NPT, tercatat belum berbagai keterbatasan dan masalah praktis dalam
pelaksanaan seifgard ini[9]. Namun demikian, dari memiliki bahan nuklir diperkaya yang tidak
sepuluh isu yang diidentifikasi pada tahun 1983 dilaporkan ke IAEA. Meskipun diakui bahwa
tersebut, sebagian besar keterbatasan telah berhasil kegiatan pemisahan yang hanya melibatkan satu
diselesaikan dengan penguatan sistem seifgard. miligram uranium diperkaya ini tidak diketahui
Beberapa isu yang masih relevan adalah pemerintahnya, namun IAEA tetap mengirim tim
penerimaan seifgard yang masih bersifat sukarela, untuk memeriksanya. Kasus ini juga dihentikan
keterbatasan finansial, dan tidak dimilikinya setelah Korea Selatan melakukan tindakan
kekuatan menghukum oleh IAEA. perbaikan dan bekerjasama secara aktif dengan
Namun demikian, tantangan terberat saat ini IAEA untuk melaksanakan CSA dan protokol
adalah adanya kenyataan bahwa beberapa negara tambahan.
setelah melakukan, atau diduga melakukan, Dalam hal Mesir, pada tahun 2004 IAEA
pelanggaran terhadap persetujuan seifgard yang menemukan dari berbagai sumber terbuka bahwa
telah diberlakukannya. Beberapa negara yang ada kegiatan di negara ini yang melibatkan ekstraksi
melakukan pelanggaran adalah Iran, Libya, Korea dan konversi uranium, iradiasi target uranium dan
Selatan, Mesir, Korea Utara, dan Syria. pengolahan ulang yang tidak dilaporkan ke IAEA.
Kasus Iran diawali dengan laporan Dirjen Namun setelah dilakukan pemeriksaan oleh
IAEA pada Dewan Gubernur pada November 2003 inspektur seifgard IAEA, dan kerjasama penuh
bahwa Iran “melanggar kewajibannya untuk Mesir untuk menyelesaikannya, kasus ini juga
memenuhi persyaratan pada persetujuan seifgard dihentikan.
(breaching its obligation to comply with the Kasus Korea Utara merupakan kasus yang unik
provisions of the Safeguards Agreements)” dengan terkait dengan ancaman kedamaian dan keamanan
tidak memberikan akses ke lokasi dan menolak internasional. Negara ini menarik keanggotaannya
diambil sampel lingkungannya. Menurut dari NPT setelah IAEA menemukan
Godschmidt[10], penggunaan kata-kata ambigu ketidakpatuhannya terhadap persetujuan seifgard.
tersebut dan bukan ‘ketidakpatuhan Sejak pemerintah Korea Utara meminta IAEA
(noncompliance)’ merupakan salah satu penyebab untuk menghentikan kegiatan verifikasinya di
kasus ini menjadi lebih bersifat politis dan tidak lagi negara tersebut pada tanggal 31 Desember 2002,
murni teknis yang sebenarnya menjadi tugas utama IAEA tidak bisa mengambil keputusan apa pun
Sekretariat IAEA. terkait dengan kegiatan nuklir Korea Utara.
Dalam kurun waktu tujuh tahun ini, kasus Iran Menyusul hasil pembicaraan enam-negara yang
telah menghasilkan sebanyak 10 resolusi Dewan dilaksanakan pada awal Februari 2007, pemerintah
Gubernur IAEA (2003: 2, 2004: 4, 2005: 2, 2006: 1, Korea Utara mengundang IAEA untuk memantau
2009: 1) dan 6 resolusi Dewan Keamanan PBB dan memverifikasi penutupan fasilitas nuklir
[2006: 2 (resolusi 1696 dan 1737), 2007: 1 (resolusi Yongbyon di negara ini, sekaligus memberikan
1747), 2008: 2 (resolusi 1803 dan 1835), 2010:1 segel untuk tidak dioperasikan kembali. Namun
(resolusi 1929)]. Namun demikian, kasus ini sampai demikian, ketidakpuasan Korea Utara terhadap
sekarang masih bergulir di Dewan Gubernur IAEA tindak lanjut pembicaraan enam negara
dan belum menunjukkan titik terang kapan akan mengakibatkan negara ini meminta IAEA untuk
berakhir. Berlarut-larutnya kasus ini tampaknya membuka segelnya pada September 2008. Atas
karena ada dua alasan utama, geopolitik dan permintaan ini maka pada April 2009 IAEA
ekonomi, yang menyebabkan paling sedikit ada satu membuka semua segel dan mematikan semua
dari lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB kamera pengamat, dan juga menarik semua
yang memiliki hak veto yang akan menentang inspekturnya dari Korea Utara. Sejak saat itu IAEA
diberikannya sanksi yang lebih keras kepada Iran. kembali menyatakan bahwa mereka tidak bisa lagi
Dalam kasus lain, Libya juga dilaporkan ke melakukan kegiatan verifikasi di Korea Utara, dan
Dewan Gubernur IAEA pada Februari 2004 karena dengan demikian tidak dapat memberikan
menerima dokumen terkait desain dan fabrikasi kesimpulan terhadap kegiatan nuklir negara ini.
senjata nuklir, dan juga mengakui memiliki Dalam hal Syria, Dirjen IAEA melaporkan
program senjata nuklir. Meskipun kasus ini sempat pada bulan Juni 2008 kepada Dewan Gubernur
dilaporkan ke Dewan Keamanan PBB dengan status bahwa instalasi di Dair Alzour yang dihancurkan
‘hanya untuk informasi’, namun kerjasama aktif Israel merupakan suatu reaktor nuklir. IAEA sempat
Libya dengan IAEA dalam menghentikan program melakukan pengukuran sampel lingkungan dan
senjata nuklirnya membuat kasus ini dihentikan. menemukan adanya partikel uranium dari jenis
Pada pembahasan awal dalam proses deklarasi yang tidak dilaporkan Syria sebelumnya. Penjelasan
Korea Selatan untuk mengikatkan diri pada Syria bahwa partikel tersebut berasal dari rudal
protokol tambahan pada Agustus 2004, negara ini yang menghancurkan gedung terbantahkan karena
menginformasikan kepada IAEA bahwa mereka sangat kecil kemungkinannya rudal menggunakan
bahan yang mengandung partikel tersebut. Sampai Kekuatan menghukum sampai sekarang juga
pada pertemuan Dewan Gubernur pertengahan belum dimiliki oleh IAEA. Hal ini terkait dengan
September 2010 ini, Dirjen IAEA menyatakan statuta IAEA yang menyatakan bahwa jika
bahwa Syria belum mau bekerjasama dengan IAEA Sekretarat IAEA menemukan pelanggaran oleh
sejak bulan Juni 2008 tersebut dalam suatu negara, maka Sekretariat IAEA hanya bisa
menyelesaikan isu yang terkait dengan instalasi di melaporkannya ke Dewan Gubernur. Dewan
Dair Alzour dan tiga lokasi lainnya[11]. Dirjen IAEA Gubernur kemudian akan memutuskan apakah
juga menyatakan bahwa dengan berlalunya waktu, pelanggaran bersifat ketidakpatuhan atau tidak, dan
beberapa informasi penting terkait tapak Dair perlu dilaporkan ke Dewan Keamanan PBB atau
Alzour mungkin saja akan dapat hilang. tidak. Dengan demikian, akan ada pelanggaran yang
laporannya terhenti di Dewan Gubernur jika cukup
PEMBAHASAN ringan dan negara yang melanggar bekerjasama
secara penuh dengan IAEA untuk memperbaiki
Pengikatan diri suatu negara pada persetujuan
kesalahan yang dilakukan dan kemudian mematuhi
seifgard adalah bersifat sukarela. Karena itu, seperti
semua ketentuan pada persetujuan seifgard.
telah disinggung di atas, belum semua negara yang
Sementara, pelanggaran bersifat ketidakpatuhan
bukan pemilik senjata nuklir yang merupakan
yang dilaporkan ke Dewan Keamanan PBB juga
Negara Pihak pada NPT telah melakukan
ada yang hanya bersifat ‘untuk informasi saja’,
persetujuan seifgard dengan IAEA. Demikian pula
namun ada pula yang mengakibatkan
belum semua negara yang telah melaksanakan dikeluarkannya resolusi Dewan Keamanan, yang
persetujuan seifgard ini mengikatkan diri pada pada akhirnya dapat berwujud sebagai sangsi-sangsi
protokol tambahan. tertentu kepada negara pelanggar tersebut.
Deklarasi protokol tambahan berisi informasi
tentang lokasi dan penggunaan bahan nuklir yang
KESIMPULAN
dikecualikan dari persetujuan seifgard. Informasi ini
berguna karena adanya kemungkinan bahan nuklir Persetujuan seifgard dengan IAEA merupakan
yang dikecualikan itu digunakan untuk kegiatan pelaksanaan dari Pasal III NPT, meski pun sebelum
yang seharusnya berada dalam pengawasan NPT diberlakukan IAEA telah memiliki sistem
seifgard. Untuk memperkuat seifgard di negara seifgard yang masih sederhana. Selama kurun waktu
yang belum memberlakukan protokol tambahan, 1960 – 1990 sistem seifgard ini telah dikembangkan
sebenarnya klausul pada paragraf 38 persetujuan untuk dapat menjawab tantangan rezim non-
seifgard[3] dapat dipertimbangkan untuk diterapkan. proliferasi, sementara dalam periode tahun 1990 –
Klausul ini menyatakan bahwa seifgard dapat 2005 sistem diperkuat dengan berbagai instrumen
dilaksanakan ulang terhadap bahan nuklir yang yang lebih ketat agar dunia internasional bisa
sebelumnya dikecualikan, jika bahan tersebut mendapat jaminan bahwa suatu negara yang bukan
diproses atau digunakan pada kegiatan nuklir. pemilik senjata nuklir tidak pernah akan berubah
Salah satu isu keterbatasan seifgard yang telah menjadi negara yang memanfaatkan senjata
diidentifikasi sejak tahun 1983 namun belum pemusnah massal ini.
terselesaikan adalah keterbatasan finansial. Dalam pelaksanaannya sistem seifgard ini
Anggaran tahunan seifgard adalah sekitar 120 juta beberapa kali mengalami tantangan terhadap
USD setiap tahunnya, dengan pengeluaran termasuk integritasnya. Tantangan yang bersifat pelanggaran
kegiatan yang langsung terkait dengan verifikasi ini sebagian besar berhasil diatasi oleh Sekretariat
(inspeksi, pengolahan informasi, manajemen IAEA, namun ada pula yang terpaksa dibawa ke
peralatan, pengolahan sampel, dll.) dan kegiatan sidang Dewan Keamanan PBB. Dalam kaitan ini
pendukung lainnya (pengembangan konsep dan maka akan tampak bahwa penanganan masalah
pendekatan seifgard, desain proses, pengembangan pelanggaran tidak lagi bersifat teknis namun telah
infrastruktur komunikasi, dll.)[12]. Ironisnya, dengan memasuki ruang politik yang memerlukan negosiasi
jumlah kegiatan yang makin besar karena negara yang panjang dan kadang berbelit, dan tidak dapat
yang melaksanakan CSA dan AP dari tahun ke dipastikan kapan akan berhasil diselesaikan.
tahun makin meningkat, dana yang tersedia relatif
sama karena adanya kebijakan ‘pertumbuhan nol’ DAFTAR PUSTAKA
dalam anggaran IAEA. Hal ini berakibat sangat
bergantungnya anggaran seifgard pada dana ekstra-
1. IAEA, “IAEA Safeguards: Aims, Limitations,
anggaran yang disediakan oleh negara besar tertentu
Achievements” (IAEA/SG/INF/4), IAEA,
yang menjadi anggota IAEA. Dana ekstra-anggaran
adalah dana yang diberikan negara anggota di luar Vienna (1983).
kerangka anggaran reguler.