ID Transformasi Genetik Pisang Ambon Dengan PDF
ID Transformasi Genetik Pisang Ambon Dengan PDF
sebut disebabkan oleh Fusarium oxysporum ras 4. 2000). Kitin terutama terdapat pada ujung dan septum
Hampir semua pisang rentan terhadap penyakit ini de- dari hifa dan bila terhidrolisis akan menyebabkan ter-
ngan intensitas penyakit antara 24,5-49,5% (Eko, 2007). jadinya lisis.
Kerugian hasil yang disebabkan oleh penyakit ini da- Beberapa publikasi hasil penelitian melaporkan
pat mencapai 63,33%. bahwa tanaman yang mengekspresikan gen kitinase
Pisang Ambon Kuning merupakan salah satu terbukti mempunyai ketahanan terhadap berbagai
jenis pisang dengan nilai ekonomis tinggi, akan tetapi cendawan tertentu, antara lain tembakau tahan terha-
sangat rentan terhadap penyakit layu fusarium dap cendawan Rhizoctonia solani (Jach et al., 1995)
(Sumardiyono, 2000). Cara yang paling efektif dan efi- dan Sclerotinia sclerotinum (Terekawa et al., 1997)
sien untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dan tanaman padi tahan terhadap Rhizoctonia solani
penggunaan varietas tahan, namun demikian hingga (Datta et al., 2000). Penggunaan gen kitinase untuk
saat ini belum diperoleh varietas pisang ambon mendapatkan kapas tahan penyakit layu yang dise-
kuning yang tahan terhadap penyakit layu fusarium. babkan oleh Verticillium dahliae telah dilakukan oleh
Pisang berkembang biak secara vegetatif sehing- Tohidfar et al. (2009), sedangkan Seeramanan et al.,
ga persilangan untuk mendapatkan varietas baru tidak (2006a) berhasil meningkatkan ketahanan pisang
dapat dilakukan. Metode transformasi genetik telah Rastali dengan menggunakan gen kitinase dan
banyak dilakukan pada berbagai sifat tanaman dan te- glucanase. Selain tanaman, bakteri juga menghasilkan
lah menghasilkan berbagai varietas tanaman dengan enzim kitinase untuk keperluan hidupnya, yaitu untuk
sifat-sifat tertentu. Ada tiga faktor yang harus dipenuhi mendapatkan nitrogen dan karbon dari hasil hidrolisis
dalam rekayasa genetik, yaitu ketersediaan gen yang kitin, seperti Bacillus sp. HSA,3-1a (Natsir, 2010),
diintroduksikan, sistem transformasi gen ke dalam Clostridium paraputrificum dan Aeromonas caviae
genom tanaman target dan sistem regenerasi sel-sel (Sitrit et al., 1995).
transforman menjadi planlet atau tanaman. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan
Transformasi genetik pisang telah dilakukan oleh konsentrasi higromisin terendah yang mematikan
Sreeramanan et al. (2006b) menggunakan A. tumefa- nodul dengan cara menguji empat tingkat konsentrasi,
ciens strain EHA 101 dan LBA 4404. Hasil yang diper- menentukan lama kokultivasi opimum dengan cara
oleh menunjukkan Agrobacterium tumefaciens dapat menguji tiga waktu, mengetahui pengaruh asetosi-
mentransfer T-DNA ke dalam sel pisang dengan ringon pada kokultivasi dengan menguji penambahan
efisiensi tinggi. Hasil penelitian Sreeramanan et al. asetosiringon pada dua waktu kokultivasi berbeda ser-
(2009) menunjukkan bahwa efisiensi transformasi ta menguji keberadaan gen chi pada tunas transfor-
tertinggi pada transformasi genetik pisang diperoleh man dengan PCR.
dengan menggunakan higromisin 20 mg/l, sedangkan
waktu kokultivasi terbaik adalah 3 hari (Subramanyam BAHAN DAN METODE
et al., 2011). Persiapan Eksplan
Dengan ditemukannya gen-gen yang berperan di
Bahan tanaman yang digunakan sebagai sumber
dalam mekanisme pertahanan tanaman terhadap
eksplan adalah berupa bonggol anakan dari tanaman
cendawan dan telah berkembangnya teknik rekayasa
pisang Ambon Kuning. Untuk mendapatkan eksplan
genetika, maka terbuka peluang untuk merakit kulti-
yang steril, bonggol dari anakan pisang dikupas selu-
var pisang yang tahan terhadap patogen ini. Salah satu
dangnya hingga ukuran diameter batang 1-2 cm, ke-
gen yang menghasilkan protein antifungal, yaitu gen
mudian disterilisasi dengan teknik baku yang biasa di-
kitinase (chi gene) yang mengekspresikan enzim kiti-
lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan. Larutan
nase (Poly1,4-(N-acetyl-ß-D-glucosaminidase)
sterilisasi yang digunakan antara lain fungisida, bak-
glycanohydrolase). Enzim kitinase pada tanaman me-
terisida, bayclin, alkohol, dan akuades steril. Eksplan
rupakan bagian dari sistem pertahanan alami, dipro-
bonggol yang mempunyai titik tumbuh dipotong hing-
duksi secara konstitutif dalam jumlah sedikit dan akan
ga berukuran diameter +1 cm dan panjang +3-5 cm
meningkat secara simultan sebagai respon terhadap
ditanam pada media inisiasi tunas, yaitu MS + BA 3
stres lingkungan, serangan patogen, luka maupun pe-
mg/l + thidiazuron 0,4 mg/l. Nodul yang terbentuk di-
nuaan (Graham dan Sticlen, 1994). Gen kitinase yang
gunakan sebagai bahan tanaman (eksplan) kegiatan
mengekspresikan enzim kitinase dapat menghidrolisis
selanjutnya.
kitin (Poly-ß-1,4-N-acetylglucosamine), yaitu suatu
polimer penyusun dinding hifa yang utama dari cen-
dawan (Cohen-Kupiec dan Chet, 1998; Datta el al.,
2012 R. PURNAMANINGSIH DAN D. SUKMADJAJA: Transformasi Genetik Pisang Ambon 99
RB LB
hptII CHI 11
kultur pada media regenerasi sampai muncul tunas. 25 mg/l minimal selama 5 minggu pada medium se-
Peubah yang diamati adalah persentase nodul hi- leksi. Hasil yang sama diperoleh dari hasil penelitian
dup,warna nodul, pertumbuhan nodul, jumlah tunas, Sreeramanan et al. (2009) yang melakukan transfor-
dan panjang tunas. masi pisang dengan gen chitinase. Selanjutnya
Subramanyam et al. (2011) menggunakan higromisin
HASIL DAN PEMBAHASAN 30 mg/l untuk menyeleksi pisang cv. Rasthali (AAB)
yang ditransformasi dengan A. tumefaciens strain EHA
Penentuan Higromisin sebagai 105. Hal yang berbeda dihasilkan pula dari penelitian
Penyeleksi Transforman Tangopo et al. (2012) pada tanaman Andrographis
Salah satu tahapan penting yang harus dilalui da- paniculata (Burm. F) Wallich Ex Ness yang menyata-
lam sistem transformasi untuk mendapatkan tanaman kan bahwa pada higromisin 20 mg/l merupakan kon-
transgenik adalah seleksi. Tersedianya metode seleksi sentrasi optimum, sedangkan pada gandum 50 mg/l
sangat diperlukan untuk menyeleksi sel-sel transfor- (Raja et al., 2010). Hal ini menunjukkan bahwa kon-
man. Seleksi tahap awal yang biasa dilakukan adalah sentrasi antibiotik optimum yang digunakan tergan-
dengan menumbuhkan eksplan hasil transformasi pa- tung kepada jenis tanaman dan strain A. tumefaciens
da medium seleksi yang mengandung antibiotik ter- yang digunakan.
tentu sesuai gen yang dibawa dalam vektor. Vektor Pengaruh Waktu Perendaman Nodul serta
pCambia 1302 membawa gen hpt yang merupakan Penggunaan Asetosiringon terhadap Regenerasi
gen penyandi ketahanan higromisin sehingga seleksi Nodul setelah Transformasi
sel-sel transforman dapat dilakukan dengan menggu-
nakan antibiotik tersebut. Respon masing-masing nodul setelah inokulasi
dengan A. tumefaciens yang mengandung gen kitinase
Hasil uji sensitivitas nodul pisang terhadap kon-
berbeda-beda tergantung kepada waktu inokulasi
sentrasi higromisin menunjukkan kematian yang ber-
yang digunakan. Persentase pertumbuhan eksplan se-
beda-beda (Tabel 2). Nodul yang ditanam pada media
telah inokulasi disajikan pada Tabel 1 dan 3.
dengan penambahan higromisin pada konsentrasi 25,
35, dan 45 mg/l mulai mengalami kematian pada Keberhasilan proses transformasi melalui A.
minggu kedua setelah perlakuan. Kematian nodul se- tumefaciens sangat ditentukan oleh metode yang di-
besar 100% dicapai pada perlakuan penambahan gunakan, antara lain waktu inokulasi (perendaman
higromisin 25 mg/l pada minggu ke-5. Pada konsen- eksplan) dalam larutan bakteri. Hasil penelitian me-
trasi 15 mg/l, nodul masih dapat melakukan proses nunjukkan bahwa waktu inokulasi selama 45 menit
proliferasi hingga minggu ke-6, sedangkan pada kon- menyebabkan kematian tertinggi pada eksplan sete-
sentrasi 35 dan 45 mg/l semua nodul mengering, dan lah dilakukan transformasi genetik. Hal ini terlihat dari
akhirnya mati. Hasil uji sensitivitas nodul digunakan nodul yang bertahan hidup pada perendaman 45 me-
pada saat seleksi eksplan setelah transformasi pada nit hanya sebesar 35%, sedangkan nodul yang hidup
medium seleksi. Berdasarkan hasil tersebut, maka pada waktu inokulasi 15 menit sebesar 76,9% dengan
konsentrasi higromisin yang digunakan untuk seleksi warna hijau. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pe-
eksplan setelah dilakukan transformasi genetik adalah ngaruh waktu inokulasi terhadap daya regenerasi eks-
Waktu inokulasi (menit) Jumlah nodul Nodul hidup (%) Visual eksplan
0 50 50 (100) Hijau
15 51 42 (76,9) Hijau
30 45 34 (48) Hijau, kecoklatan
45 45 16 (35) Coklat/hitam
plan. Semakin lama waktu inokulasi eksplan dalam menunjukkan bahwa penambahan asetosiringon 100
larutan bakteri, menyebabkan tingkat kematian nodul mg/l ke dalam larutan bakteri dan media kokultivasi
yang semakin tinggi. Eksplan yang direndam selama lebih efektif untuk infeksi daun dan kalus kopi (Coffea
45 menit dalam larutan bakteri umumnya berwarna arabica). Hal yang sama dilaporkan oleh Tangopo et
coklat atau hitam yang menunjukkan eksplan mati. al. (2012) bahwa penambahan asetosiringon pada ta-
Kemungkinan hal ini disebabkan karena inokulasi se- hap infeksi dan kokultivasi dapat meningkatkan efi-
lama 45 menit menyebabkan infeksi bakteri terlalu siensi transformasi pada A. paniculata. Selanjutnya
banyak sehingga menyebabkan sel/jaringan tanaman Raja et al. (2010) menyatakan bahwa transformasi ge-
menjadi stres dan tidak dapat tumbuh, selain itu ter- netik yang dilakukan tanpa penggunaan asetosiringon
jadi persaingan antara eksplan dan bakteri untuk tum- menurunkan efisiensi transformasi pada kalus gan-
buh. Pada umumnya semakin lama waktu perendam- dum.
an, maka eksplan yang tetap hidup akan semakin ke- Asetosiringon merupakan senyawa fenolik yang
cil, namun demikian eksplan yang tetap hidup dan dihasilkan oleh sel-sel tanaman yang mengalami luka,
tumbuh biasanya merupakan kandidat transforman. yang dapat menginduksi transkripsi dari gen-gen vir
Berdasarkan hasil tersebut, maka selanjutnya transfor- pada Ti-plasmid Agrobacterium. Oleh sebab itu, selain
masi gen dilakukan dengan menggunakan waktu ino- penambahan asetosiringon, eksplan dilukai terlebih
kulasi 15 dan 30 menit. Respon pertumbuhan nodul dahulu sebelum direndam dalam suspensi bakteri,
setelah transformasi genetik disajikan pada Gambar 2. dengan asumsi akan meningkatkan produksi sinyal
Selain ditentukan oleh waktu inokulasi, keberha- fenolik. Asetosiringon merupakan senyawa fenolik
silan transformasi genetik juga ditentukan oleh peng- yang berfungsi sebagai atraktan bagi bakteri untuk
gunaan asetosiringon. Dari Tabel 3 terlihat bahwa pe- menginfeksi eksplan. Pada penelitian ini tampaknya
rendaman eksplan dalam larutan bakteri selama 15 jumlah bakteri yang menempel pada eksplan akibat
menit menghasilkan jumlah eksplan hidup yang lebih kokultivasi selama 3 hari terlalu banyak sehingga me-
banyak dibandingkan dengan perendaman eskplan nyebabkan kerusakan pada sel atau jaringan eksplan.
selama 30 menit. Penambahan asetosiringon nampak- Menurut Gevin (2000) jumlah bakteri yang terlalu ba-
nya menurunkan persentase eksplan yang hidup pada nyak dapat menurunkan jumlah eksplan yang hidup
media seleksi, di mana perendaman eksplan selama setelah inokulasi.
15 menit tanpa penambahan asetosiringon dalam la- Nodul yang telah diberi perlakuan transformasi
rutan bakteri menghasilkan jumlah nodul hidup paling genetik dipindahkan pada media seleksi, yaitu MS +
banyak, yaitu sebesar 61,20%, sedangkan perendaman BA 3 mg/l + thidiazuron 0,3 mg/l dengan penambahan
nodul selama 30 menit dalam larutan bakteri yang di- higromisin 15 mg/l. Nodul yang tetap hidup pada me-
tambahkan asetosiringon menghasilkan jumlah nodul dia seleksi dipindahkan pada media seleksi baru se-
hidup paling kecil, yaitu sebesar 12,50%. Hal ini berbe- tiap 2 bulan.
da dengan hasil penelitian Budiani et al. (2000) yang
Tabel 3. Persentase nodul yang tetap hijau setelah perlakuan inokulasi dengan suspensi A. tumefaciens,
umur 6 minggu.
A B C
Gambar 2. Respon nodul setelah transformasi genetik. A = umur 2 minggu setelah transformasi gen, B = umur 4
minggu setelah transformasi gen, C = kontrol, umur 4 minggu.
102 JURNAL AGROBIOGEN VOL. 8 NO. 3
Respon pertumbuhan nodul dalam menghasil- yaitu 10 lini berasal dari perlakuan perendaman eks-
kan tunas pada media seleksi terlihat sangat lambat plan dalam larutan bakteri selama 15 menit dan 15 lini
(Tabel 4), sementara nodul yang tidak diberi perlaku- berasal dari perlakuan perendaman selama 30 menit.
an transformasi genetik (kontrol) pertumbuhannya Semua lini tersebut diperoleh dari “event” yang ber-
lebih cepat (Gambar 3). Hal ini disebabkan karena beda sehingga mempunyai peluang keberhasilan
adanya insersi gen pada genom tanaman dapat me- transformasi genetik yang berbeda pula (Tabel 5).
nyebabkan metabolisme tanaman terganggu, selain Nodul yang tidak dapat bertahan hidup menunjukkan
itu tanaman memerlukan waktu untuk beradaptasi gejala nekrosis pada jaringannya atau eksplan men-
pada media seleksi. jadi berwarna coklat dan kering. Dari masing-masing
Dari penelitian ini diperoleh 25 lini nodul yang nodul tersebut telah dihasilkan tunas-tunas putatif
bertahan hidup pada media seleksi selama 9 bulan, transforman (Tabel 5).
Lama perendaman Rata-rata pertambahan nodul Rata-rata jumlah calon tunas yang diperoleh
15 menit (- ase) 6,2 3,0
15 menit (+ ase) 0 0
30 menit (- ase) 7,33 2,67
30 menit (+ ase) 10,6 3,67
- ase = Tanpa penambahan asetosiringon, + ase = Dengan penambahan asetosiringon.
Tabel 5. Pertumbuhan nodul setelah transformasi genetik di media seleksi, umur 9 bulan.
A B C D
Gambar 3. Respon pertumbuhan beberapa tunas putatif transforman pada media seleksi (A, B, dan C) dan tunas pada media
kontrol (D), umur 9 bulan.
2012 R. PURNAMANINGSIH DAN D. SUKMADJAJA: Transformasi Genetik Pisang Ambon 103
M 1 2 3a 3b 3c 4 5a 5b 5c 5d 5e 6 7 8 9a 9b M 1 2 3a 3b 3c 4 5a 5b 5c 5d 5e 6 7 8 9a 9b
1.000 bp
850 bp
650 bp
500 bp 600 bp
400 bp
300 bp
200 bp
100 bp
M 10a 10b 11 12a 12b 12c 12d 12e 13a 13b 13c 13d 13e 14 15a 15b M 10a 10b 11 12a 12b 12c 12d 12e 13a 13b 13c 13d 13e 14 15a 15b
1.000 bp
850 bp
650 bp
500 bp 600 bp
400 bp
300 bp
200 bp
100 bp
M 16a 16b 17a 17b 18a 18b 18c 18d 19a 19b 20 21 22 23 24 25 M 16a 16b 17a 17b 18a 18b 18c 18d 19a 19b 20 21 22 23 24 25
1.000 bp
850 bp
650 bp
500 bp 600 bp
400 bp
300 bp
200 bp
100 bp
Gambar 4. Analisis PCR dari tunas putatif transforman. 1-25 = tunas putatif transforman, M = 1 kb ladder (invitrogen).
Untuk memastikan insersi gen ke dalam genom Natsir, H., A.R. Patong, M. Thenawidjaja, and A. Ahmad.
tanaman pisang, telah dilakukan uji molekuler dengan 2010. Production and characterization of chitinase
enzymes from Sulili hot spring in South Sulawesi,
teknik PCR (Polymerase Chain Reaction) mengguna-
Bacillus sp. HSA, 3-1a. Indo. J. Chem. 10(2):263-267.
kan primer spesifik deteksi gen chi dari 25 galur trans-
forman, di mana satu galur terdiri dari satu atau bebe- Raja, N.I., A. bano, H. Rashid, Z. Chaudary, and N. Ilyas.
rapa tanaman (Gambar 4). Pengujian secara moleku- 2010. Improving Agrobacterium mediated transformation
protocol for integration of Xa21 gene in wheat (Triticum
ler menunjukkan bahwa 34 tanaman positif PCR yang aestivum L.). J. Botany 42(5):3613-3631.
di-indikasikan dengan munculnya pita DNA berukuran
600 bp (Tabel 6). Sitrit, Y. C.E. Vorgias, I. Chet, and A.B. Oppenheim. 1995.
Cloning and primary structure of chiA gene from
Aeromonas caviae. J. Bacteriol. 177(14):4187-4189.
KESIMPULAN
Sreeramanan, S., M. Maziah, N.M. Rosli, M. Sariah, and R.
1. Konsentrasi higromisin terendah yang mematikan Xavier. 2006a. Enhanced tolerance against a fungal
nodul adalah 25 mg/l pada umur 5 minggu. pathogen, Fusarium oxysporum f. Sp. Cubense (race 1)
2. Waktu inokulasi eksplan terbaik adalah perendam- in transgenic silk banana. J. Agric. Res. 4(1):324-354.
an nodul selama 30 menit. Sreeramanan, Subramaniam, Mahmood, Maziah, Abdullah,
Mohd. Puad, Meon, Sariah, Xavier, and Rathinam.
3. Penambahan asetosiringon pada suspensi A.
2006b. Transient expression of gusA and gfp gene in
tumefaciens tidak meningkatkan efisiensi transfor- Agrobacterium-mediated banana transformation using
masi. single tiny meristematic bud. J. Plant Sci. 5(3):468-480.
4. Telah diperoleh 25 lini nodul pada media seleksi Sreeramanan, S., M. Manziah, and R. Xavier. 2009. A
dan 34 tanaman putatif transforman pisang Ambon protocol for Agrobacterium-mediated transformation of
Kuning berdasarkan analisis PCR. banana with rice chitinase gene. J. Food Agric.
21(2):18-33.
DAFTAR PUSTAKA Subramanyam, K., K. Subramanyam, K.V. Sailaja, M.
BPS. 2004. Statistik Indonesia. Statistical Year Book of Srinivasulu, and K. Lakshmidevi. 2011. Highly efficient
Indonesia. Badan Statistik. Jakarta, Indonesia. 690 hlm. Agrobacterium-mediated transformartion of banana cv.
Rasthali (AAB) via sonificaton and vacuum infiltration.
Budiani, A., T. Chaidamsari, Priyono, S. Mawardi, dan Plant Cell Rep. 30(3):437-438.
Siswanto. 2000. Transformation of coffea arabica using
chitinase gene and regeneration of planlets from Sumardiyono, C. 2000. Imunisasi planlet untuk pengendalian
transformed zygotic embryos. Menara Perkebunan penyakit layu fusarium pisang dengan strain bakteri
68(2):1-11. avirulen. Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta.
Cahyana, D. 2006. Pisang Pasar Swalayan Penyakit. Tangopo, A., E. Marwani, dan F.M. Dwivani. 2012.
Trubus. Maret. Edisi 436. Transformasi dan ekspresi transien gen pelapor Gusa
pada Andrographis paniculata (Burm. F.) Wallich Ex
Cohen-Kupiec, R. and I. Chet. 2008. The molecular biology Ness.J. Bioslogos. 2(1):10-19.
of chitin digestion. Curr. Opinion in Biotech. 9:270-277.
Terekawa, N., N. Takaya, H. Horiuchi, and M. Kolike. 1997. A
Datta, K., Z.K. Nicola, N. Baisakh, N. Olivia, and S.K. Datta. fungal chitinase gene from Rhizopus oligosporus
2000. Agrobacterium-mediated engineering for sheeth confers antifungal activity to transgenic tobacco. Plant
blight resistance of indica rice cultivars from different Cell Rep. 16:439-443.
ecosystems. Theor. Appl. Genet. 100:832-839.
Tohidfar, M., H. Rassouli, A. Haghnazari, B. Ghareyazie, and
Eko, B. 2007. Jamur Endofit Agens Pengendali Hayati. World J. Najafi. 2009. Evaluation of stability of chitinase gene
Press.com. in transgenic offspring of cotton (Gossypium hirsutum).
Iranian J. Biotechnol. 7(1):45-50.
Graham, L.S. and M.B. Sticlen. 1994. Plant chitinases. Cann.
J. Bot. 72:1057-1083.
Gevin, S B. 2000. Agrobacterium and plant genes involved in
T-DNA transfer and integration. Plant Physiol and Plant
Mol.r Biol. 51:223-256.
Jach, G., B. Gornhardt, J. Mundy, J. Logemann, E. Pinsdorf,
R. Leah, J. Schell, and Mass. 1995. Enhance quantitave
resistance against fungal disease by combinatorial
expression on different barley anti fungal proteins in
transgenic tobacco. Plant J. 8(1):97-109.