Anda di halaman 1dari 12

Tiga Pilar (AISA) kembali gagal bayar

bunga utang

PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) kembali gagal menunaikan kewajibannya
membayar bunga obligasi dan sukuk ijarah yang semestinya akan jatuh tempo, Kamis besok
(19/7).

"Bersama ini kami sampaikan bahwa posisi kas dan setara kas perusahaan per tanggal 26 Juni
2018 belum memadai untuk membayar bunga obligasi dan sukuk yang akan jatuh tempo 19
Juli 2018," kata Direktur Utama Tiga Pilar Sejahtera Food Joko Mogoginta dalam
keterbukaan Informasi ke Bursa Efek Indonesia, Rabu (17/7).

Kamis (19/7), Tiga Pilar juga harusnya menunaikan pembayaran bunga utang yang jatuh
tempo senilai Rp 63,3 miliar. Bunga utang tersebut merupakan pembayaran ketujuh fee ijarah
atas Sukuk Ijarah TPS Food II Tahun 2016. Terbit pada 11 Juli 2016 lalu, Sukuk Ijarah TPS
Food II/2016 senilai Rp 1,2 triliun itu menawarkan fee ijarah sebesar 10,55%.
Sebelumnya, Tiga Pilar juga telah gagal membayar bunga atas Obligasi TPS Food I/2013
senilai Rp 30,75 miliar, dan fee ijarah atas Sukuk Ijarah TPS Food I/2013 senilai Rp 15,37
miliar. Dua surat utang yang dengan total nilai Rp 46,12 miliar harunya dibayar Tiga Pilar
pada 5 Juli 2018.

Sementara itu, di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, dua anak usaha Grup Sinarmas yakni PT
Sinarmas Asset Management dan PT Asuransi Jiwa Sinarmas MSIG justru mencabut
permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) kepada Tiga Pilar.
Permohonan PKPU yang terdaftar dengan nomor perkara 92/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst
pada 6 Juli lalu diajukan terkait gagal bayar bunga Obligasi TPS Food I/2013.

Dua anak usaha Grup Sinarmas ini mengajukan ikhtiar PKPU guna menagih bunga yang
seharusnya didapat dari kepemilikan Obligasi TPS Food I 2013, yakni senilai Rp 1,02 miliar
untuk Sinarmas Asset , dan Rp 14,12 miliar untuk Asuransi Sinarmas MSIG.

"Tidak ada alasan dalam surat pencabutan. Kami hanya memerintahkan untuk mencabut,
kami sebagai kuasa hukumnya melaksanakannya," kata kuasa hukum Sinarmas Parulian
Simamora dari Kantor Hukum Best & Co kepada KONTAN, Rabu (18/7) di Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat.

Sumber : https://investasi.kontan.co.id/news/tiga-pilar-aisa-kembali-gagal-bayar-bunga-utang
Gagal bayar bunga obligasi, BEI terus
awasi Express Transindo (TAXI)

Kasus gagal bayar bunga obligasi PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) masuk dalam
pengawasan Bursa Efek Indonesia (BEI). Otoritas bursa ini sudah melakukan penghentian
sementara (suspensi) perdagangan saham TAXI.

Asal tahu saja, TAXI telah menunda pembayaran bunga obligasi sebanyak dua kali untuk
bunga ke-16 dan ke-17. Obligasi I TAXI terbit pada 25 Juni 2014 dengan nilai Rp 1 triliun.
Surat utang bertenor lima tahun tersebut memiliki bunga fixed sebesar 12,25% dan jatuh
tempo pada 24 Juni 2019.

I Gede Nyoman Yetna, Direktur BEI mengatakan, industri transportasi seperti yang dijalani
TAXI tengah menghadapi persaingan sangat ketat setelah munculnya transportasi berbasis
online.

“Di kondisi seperti ini, ada banyak yang harus dipenuhi TAXI dari sisi kewajiban yang
sifatnya keuangan dan kewajiban kepada pihak lain. Karena kondisinya masih belum
kondusif,” ujar Nyoman di BEI, Rabu (31/10).
Menurutnya, kejadian ini merupakan bagian dari risiko investasi dan di sisi bisnis memang
TAXI sedang mengalami kesulitan. Berdasarkan koridor yang ada, pihak bursa sudah
melakukan tindakan yang sesuai seperti meminta penjelasan TAXI melalui surat ataupun
melakukan dengar pendapat.

Soal pemanggilan kembali manajemen TAXI, menurut Nyoman, BEI masih akan melakukan
penelaahan dari sisi kecukupan informasi yang diberikan TAXI.

Sumber : https://investasi.kontan.co.id/news/gagal-bayar-bunga-obligasi-bei-terus-awasi-
express-transindo-taxi
Gagal Bayar Utang Sudah Biasa di Eks
'Bakrie Tujuh'

Jakarta - PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) menyatakan belum bisa bayar
bunga atas utang US$ 100 juta (Rp 1,1 triliun). Gagal bayar utang ini sudah biasa terjadi di
perusahaan-perusahaan yang dulu masuk dalam 'Bakrie Tujuh'. Gagal bayar utang sepertinya
sudah menjadi hal yang biasa bagi kelompok usaha ini. Berikut ini beberapa aksi gagal bayar
yang pernah terjadi di eks 'Bakrie Tujuh', seperti dirangkum detikFinance, Senin (22/9/2014).

PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL)

Perusahaan telekomunikasi ini gagal bayar kupon obligasi (bunga surat utang) senilai
Rp 218 miliar. Kupon tersebut merupakan bagian dari obligasi perseroan senilai Rp 3,8
triliun yang jatuh tempo Mei 2015. Seharusnya operator Esia itu membayar kewajibannya
pada 7 November 2013. Akibatnya, peringkat obligasi perseroan pun turun.
Lembaga pemeringkat internasional Fitch Ratings menurunkan peringkat obligasi anak usaha
Grup Bakrie itu dari C menjadi CC. Turunnya peringkat ini juga terjadi pada peringkat utang
Bakrie Telecom untuk jangka panjang dalam bentuk rupiah dan dolar.
Meski demikian, Fitch percaya Bakrie Telecom akan mampu melakukan restrukturisasi
utangnya dengan mencari sumber pendanaan yang likuid pada masa tenggat setelah jatuh
tempo (grace period).
PT Bakrieland Development Tbk (ELTY)

Perusahaan properti ini pernah gagal bayar bunga dan pokok utang tahun lalu.
Pembayaran pelunasan pokok dan bunga ke-20 Obligasi I Bakrieland Development Tahun
2208 Seri B seharusnya dilaksanakan pada 11 Maret 2013 namun sampai hari yang
ditentukan belum juga terlaksana. Bakrieland sendiri punya utang jatuh tempo sebanyak Rp
280 miliar, yang merupakan utang Obligasi I Bakrieland Development tahun 2008. Obligasi
seri B itu bertenor lima tahun ini akan jatuh tempo pada 11 Maret 2013 dan memiliki tingkat
bunga tetap sebesar 12,85%.

PT Bumi Resources Tbk (BUMI)

Perusahaan tambang ini sudah meminta keringanan syarat dan ketentuan Obligasi
Konversi Bergaransi senilai US$ 375 juta kepada pemegang saham. Jatuh tempo obligasi
yang sempat tidak dibayar ini mundur ke April 2008. Rapat pemegang obligasi sudah digelar
di Singapura Jumat 22 Agustus 2014. Atas mundurnya tanggal jatuh tempo ini manajemen
BUMI mengklaim semua kemungkinan gagal bayar (event of default) telah dihilangkan
sebagai bagian dari perjanjian tersebut. Obligasi yang jatuh tempo Agustus 2014 ini
selanjutnya akan digantikan dengan Obligasi Konversi dan ditempatkan sederajat (pari passu)
dengan utang antar kreditor lainnya. Persyaratan utama dari Obligasi Konversi yang
diperpanjang hingga April 2018 adalah, Jumlah Pokok Utang: US$ 374,9 juta, tanggal jatuh
tempo pindah ke 7 April 2018, dan ketentuan pembayaran bunga menjadi 6% per tahun
terhitung mulai tanggal 25 Agustus 2014.

PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk

PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk (UNSP) terancam gagal bayar bunga obligasi
senilai US$ 100 juta (Rp 1,1 triliun). Anak usaha Grup Bakrie itu akan bernegosiasi dengan
para trustee alias pemegang obligasi. Perusahaan sawit itu sudah menjelaskan kepada Bursa
Efek Indonesia (BEI) bahwa jika bunga tersebut tidak dibayar maka bisa menimbulkan event
of default atas Secured Equity-linked Redeembale Notes senilai US$ 100 juta tersebut.
"Namun perusahaan sampai saat ini belum menerima notice event of defaultdari trustee yang
ditujukan kepada perseroan," kata Direktur Bakrie Sumatera Balakrishnan Chandrasekaran
dalam keterangan tertulisnya. Ia mengatakan, perseroan sudah berbicara dengan para
pemegang obligasi ini dan akan kembali melakukan negosiasi pada triwulan IV tahun ini.
Sumber : https://finance.detik.com/bursa-dan-valas/d-2697315/gagal-bayar-utang-sudah-
biasa-di-eks-bakrie-tujuh
KPK Diminta Ambil Alih Kasus Obligasi
Bank Riau Kepri

PEKANBARU (CAKAPLAH) - Rencana Bank Riau Kepri (BRK) menerbitkan obligasi


senilai Rp1,5 triliun mendapat kritik tajam dari Direktur Eksekutif Indonesia Monitoring
Development (IMD), R Adnan.

Kepada CAKAPLAH.com, Adnan menyatakan penerbitan obligasi tersebut sangat rawan


penyimpangan dan akan menjadi persoalan baru nantinya.

Pasalnya, penerbitan obligasi sebelumnya pernah menjadi kasus yang dilaporkan ke


Kejaksaan Tinggi dan Polda Riau, karena diduga terjadi penyimpangan hingga nilai kerugian
ditaksir mencapai Rp24,5 miliar.

"Kami sudah pernah melaporkan kasus obligasi sebelumnya ke Kejaksaan dan sampai
sekarang masih berjalan. Kok sekarang malah mau menerbitkan obligasi lagi yang nilainya
lebih besar," cetus Adnan, Jumat (5/5/2017).

Dipaparkan Adnan, tahun 2011 lalu Bank Riau Kepri (BRK) pernah menerbitkan obligasi
senilai Rp500 miliar yang berjangka waktu lima tahun yang bertujuan ekspansi kredit
perseroan.
Seiring berjalannya waktu, penerbitan obligasi itu diduga diselewengkan, hingga nilai
kerugian ditaksir mencapai Rp24,5 miliar.

Indikasi penyimpangan disebabkan penerbitan obligasi dengan menetapkan suku bunga


kredit dibawah suku bunga dana (cost of fund) merupakan tindakan pelanggaran atas SEBI
no.6/15/DPN/tgl 31 Maret 2014 dan dicabut dengan SEBI no.13/8/DPNP/2011 tgl.28 Maret
2011 dan SEBI No.13/26/DPNP/tgl30 November 2011 perihal perubahan SEBI
No.13/8/DPNP/tgl 28 Maret 2011 tentang Uji Kemampuan dan Kepatutan.

"Disini terjadi persoalannya. Obligasi itu diterbitkan dalam jangka waktu lima tahun dengan
suku bunga 10,4 persen atau Rp52 miliar pertahun. Pada saat yang sama, bunga ini sudah
jatuh tempo senilai Rp260 miliar, sedangkan (Bunga, red) yang sudah dibayar Rp156 miliar
dengan 12 kali yang sudah dibayar,"pungkasnya.

Sebab itu, ia meminta pemerintah sebagai pemegang saham BRK untuk menganulir rencana
ini, lantaran sangat berisiko tinggi, bahkan bisa menyebabkan kebangkrutan.

"Jangan mengulangi kesalahan yang sama. Pemerintah harus menghentikan ini, kalau tidak
apa yang terjadi di Bank Century bisa menimpa BRK," tegasnya.

Disisi lain, ia meminta pihak Kejaksaan untuk mengusut tuntas kasus obligasi BRK yang
pernah dilaporkannya. "Kabarnya kasus ini sudah memasuki tahap penyidikan. Mudah-
mudahan ini bisa terungkap," ucapnya.

Menurut Adnan, banyaknya kasus yang melilit Bank Riau Kepri juga menjadi catatan buruk
kinerja manajemen dan direksi BRK selama ini. "Kalau sudah sudah terlalu banyak kasus
yang menumpuk, bisa saja bangkrut. Atau mungkin penjualan obligasi ini tanda
kebangkrutan," tandasnya.

Tak hanya itu, ia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun tangan menuntaskan
beberapoa kasus besar yang melilit Bank Riau yang mandul ditangan kejaksaan.

"Sudah banyak kerugian negara yang timbul, tetapi pihak penegak hukum terkesan gak
bernyali dan mandul. Makanya kita minta KPK turun tangan menyelesaikan kasus ini,"
tegasnya.
Disamping itu, tambah Adnan, transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci jika BRK ingin
maju pesta. Mentalitas korup yang selama ini melekat harus dikikis dan diubah demi
kelangsungan bisnis perbankan BRK.

Begitu juga dengan Ototitas Jasa Keuangan (OJK) yang harus menjaga independensi dan
objektif dalam melakukan pengawasan. "Ada kabar OJK menitipkan kolega sebagai
karyawan disini, ini tidak bisa dibiarkan. OJK harus objektif dan menjaga prinsip
independen," paparnya.

Sebelumnya, rencana penerbitan obligasi ini disampaikan langsung Direktur Utama Bank
Riau Kepri, Irvandi Gustari.

Disebutkannya, langkah ini dilakukan sebagai langkah menjadi perusahaan Go Public, bank
ditahun 2017 akan menerbitkan obligasi sebagai pembiayaan jangka panjang.

"Obligasi yang akan kami tawarkan tahun ini senilai Rp 1,5 triliunan dengan periode 5
tahun," tuturnya seraya mengatakan dengan penerbitan ini akan menjaga kondisi keuangan
perusahaan.

Sumber : https://www.cakaplah.com/berita/baca/2017/05/05/kpk-diminta-ambil-alih-kasus-
obligasi-bank-riau-kepri#sthash.KLv25Jqo.j0jg88Ip.dpbs
KASUS PERUSAHAAN TERKAIT DENGAN
OBLIGASI DI INDONESIA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Manajemen Keuangan Lanjutan

Oleh :

Dian Tiara Nurhasanah

Laudhita Iftitania (120110170042)

Sufia

Yolanda Fitrionita (120110170079)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS PADJADAJARAN

Anda mungkin juga menyukai