Anda di halaman 1dari 13

Assessing Investment Management: Decomposing Assets Turnover

- Working Capital Management


Working Capital Management atau manajemen modal kerja merupakan
manajemen atau pengelolaan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap aset lancar dan
utang lancar. Terutama bagaimana pengelolaan agar operasi yang dilakukan oleh
perusahaan dapat berjalan serta kewajiban jangka panjang atau kewajiban yang harus
dibayar dalam jangka pendek pada satu periode atau satu tahun maka perusahaan
harus mampu untuk melunasinya.
1. Operating Working Capital to Sales Ratio
Ketika perusahaan menggunakan modal kerja yang sama untuk
menghasilkan lebih banyak penjualan maka hal tersebut itu berarti bahwa
perusahaan menggunakan dana yang sama berulang kali. Oleh sebab itu, mengapa
rasio ini juga disebut "Rasio Perputaran Modal Kerja" karena rasio ini mengukur
berapa kali modal kerja telah digunakan. Semakin tinggi penjualan, semakin
banyak keuntungan dan oleh karena itu penggunaan modal kerja pada perusahaan
dianggap tepat.
Rasio modal kerja terhadap penjualan menunjukkan kemampuan
perusahaan untuk membayar biaya terkait dengan menghasilkan penjualan baru
tanpa perlu mengambil hutang tambahan. Meskipun meminjam uang untuk
membiayai peralatan baru atau inisiatif lain untuk membantu meningkatkan
penjualan tidaklah buruk, tetapi sebuah perusahaan harus tetap dapat membayar
utangnya dan mempertahankan cukup aset likuid untuk membiayai operasi
perusahaan yang sedang berjalan. Sebaliknya, jika suatu perusahaan
mempertahankan rasio modal kerja dan penjualan yang sangat tinggi, itu mungkin
perbengaruh pada banyak aset yang akan lebih baik digunakan untuk membiayai
pertumbuhan baru atau penjualan tambahan.

( Current Assets−( Cash+ Marketable Securities ) )−¿ (Current Liabilities−( Short Term+Current Porti
¿
Sales
 PJAA 2018

¿ ( Rp 989.040 .941.426−( Rp790.696 .746 .543+ Rp 0 ) )−¿ ¿ ¿


¿

¿−0,273 atau

 PJAA 2017

¿ ( Rp 687.623.941 .400− ( Rp 425.416 .403 .789+ Rp 0 ) )−¿ ¿ ¿


¿
¿ 0,003

 JGLE 2018

¿ ( Rp 1.471.341 .731.170−( Rp19.797 .579 .925+ Rp0 ) )−¿ ¿ ¿


¿
¿ 3,8

Hasil Analisis: Berdasarkan hasil perhitungan diatas, terlihat bahwa rasio


Operating Working Capital to Sales PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk dari tahun
2017 mengalami penurunan pada tahun 2018 yaitu dari 0,3% menjadi -27,3%
dimana pada tahun 2018 mengalami rasio yang negatif. Sedangkan jika
dibandingkan dengan PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk pada tahun 2018
memiliki rasio terkait lebih tinggi yaitu hampir mendekati angka 400%. Ketika
modal kerja terus turun sebagai persentase dari penjualan, PT Pembangunan Jaya
Ancol Tbk mungkin tidak memiliki cukup uang tunai untuk membayar vendornya
atau menutupi utangnya.
Sedangkan pada PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk pada tahun 2018 sebesar
380%, jadi hal ini menunjukkan kemampuan PT Graha Andrasentra Propertindo
Tbk dapat membayar biaya terkait dengan menghasilkan penjualan baru tanpa
perlu mengambil hutang tambahan.. Maka, terkait dengan rasio ini PT Graha
Andransentra Tbk sebagai perusahaan pesaing dalam industri yang sama memiliki
rasio yang berlebih dan ini kurang baik sehingga memberikan efek kinerja kepada
periode berikutnya. Sedangkan pada tahun 2017 PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk
harus lebih waspada karena dinilai akan mengalami kebangkrutan begitupun
dengan rasio pada tahun 2018 yang bernilai negatif.

2. Operating Working Capital Turnover


Perputaran modal kerja adalah perhitungan dan perbandingan antara
penjualan dengan modal kerja bersih. Yaitu modal kerja bersih adalah aset lancar
dikurangi dengan utang lancar. Perputaran modal kerja merupakan rasio untuk
mengukur aktivitas bisnis terhadap kelebihan aset lancar atas utang lancar serta
dapat menunjukkan banyaknya penjualan yang dapat diperoleh perusahaan untuk
tiap rupiah modal kerja (Sawir, 2009:16). Modal kerja dalam keadaan operasi atau
bersifat berputar dalam aktivitas perusahaan selama perusahaan yang tersebut
dalam keadaan produktif. Terkait dengan periode perputaran modal kerja
(working capital turn over period) dimulai saat kas diinvestasikan didalam
komponen modal kerja sampai investasi terhadap modal kerja tersebut kembali
menjadi kas. Jika semakin pendek periode tersebut maka makin cepat perputaran
atau makin tingginya tingkat perputarannya (turn over rate-nya).

Sales
¿
OperatingWorkingCapital

 PJAA 2018

Rp 1.283 .885.459 .736


¿ =−5,313 atau−5
−Rp 241.628 .631.485

 PJAA 2017
Rp 1.240 .030.157 .039
¿ =43,479 atau 43
Rp 28.520 .317.727

 JGLE 2018
Rp288.471 .478 .784
¿ =0,263 atau <1
Rp 1.112 .919 .162.678
Hasil Analisis: Pada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk menunjukkan bahwa rasio
Operating Working Capital Turnover mengalami penurunan yang cukup signifikan
dari 2017 yaitu 43 kali menjadi 5 kali saja. Hal ini berarti bahwa kemampuan
modal kerja (neto) berputar dalam suatu periode siklus kas (cash cycle) yang
terdapat pada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk bahwa dana yang tertanam dalam
modal kerja berputar yang awalnya pada tahun 2017 dengan rata-rata 43 kali
selama setahun menjadi negatif hingga berpengaruh pada modal kerja yang tidak
dapat memenuhi pengembalian kas sebesar 5 kali pada tahun 2018. Sedangkan jika
dibandingkan dengan PT Graha Andresentra Propertindo Tbk pada tahun 2018
yang memiliki rasio sebesar 0,263 atau dibawah 1 maka jika dibandingkan dengan
perusahaan pesaingnya, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk akan mengalami
kegagalan pengembalian modal kerja.

3. Account Receivable Turnover


Account Receivable atau perputaran piutang adalah untuk menghitung
berapa kali dana yang diinvestasikan atau tertanam pada piutang perusahaan
berputar dalam satu tahun.

Sales
¿
Account Receivable

 PJAA 2018

Rp 1.283 .885.459 .736


¿ =11
Rp114.212 .100 .487

 PJAA 2017
Rp 1.240 .030.157 .039
¿ =12
Rp 100.317 .915.873

 JGLE 2018
Rp 288.471 .478.784
¿ =10
Rp 29.884 .139 .108
Hasil Analisis: Berdasarkan analisis pada A/R Turnover bahwa PT
Pembangunan Jaya Ancol Tbk dari tahun 2017 ke 2018 mengalami penurunan
yaitu dari 12 kali menjad 11 kali. Artinya tingkat perputaran piutang pada tahun
2018 sebesar 11 kali dalam setahun, dari penjualan kredit. Sedangkan pada
tahun 2017 sebesar 12 kali. Maka jika perputaran piutang dari tahun 2017 ke
2018 mengalami penurunan sebenarnya berpengaruh tidak baik karena piutang
dari penjualan kredit akan semakin lama piutang tersebut diterima oleh PT
Pembangunan Jaya Ancol Tbk. Sedangkan, jika dibandingkan dengan
perusahaan pesaing yaitu PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk yang memiliki
A/R Turnover lebih rendah maka PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk telah
memiliki kebijakan penjualan kredit yang lebih ketat karena semakin tinggi
perputaran piutang suatu perusahaan semakin baik.

4. Inventory Turnover
Inventory Turnover atau perputaran persediaan adalah untuk menghitung
Harga Pokok Penjualan (HPP) dengan rata-rata persediaan atau dapat juga
dihitung dengan membandingkan penjualan dengan persediaan. Rasio ini
digunakan untuk mengukur bagaimana efektivitas yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan dalam mengelola persediaannya.

Sales
¿
Inventory

 PJAA 2018

Rp 1.283 .885.459 .736


¿ =143
Rp 8.993 .646.407

 PJAA 2017
Rp 1.240 .030.157 .039
¿ =177
Rp7.022 .219.262

 JGLE 2018
Rp 288.471 .478.784
¿ =2
Rp 129.365 .363 .313
Hasil Analisis: Berdasarkan analisis pada Inventory Turnover bahwa PT
Pembangunan Jaya Ancol Tbk dari tahun 2017 ke 2018 mengalami penurunan
yaitu dari 177 kali menjadi 143 kali. Artinya perputaran persediaan pada tahun
2017 sebesar 177 kali dan pada tahun 2018 menjadi 143 kali menunjukkan
bahwa dana yang tertanam atau diinvestasikan pada persediaan berputar
sebanyak 177 kali dalam setahun menjadi 143 kali dalam satu tahun. Jadi, hal
tersebut berarti PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk belum maksimal dalam
melakukan efektifitas manejemen yang lebih baik dalam mengelola persediaan.
Sedangkan, jika dibandingkan dengan perusahaan pesaing yaitu PT Graha
Andrasentra Propertindo Tbk yang memiliki Inventory Turnover yang sangat
rendah yaitu hanya 2 kali saja, maka PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk dinilai
lebih efektif dalam mengelola persediannya dibandingkan perusahaan
pesaingnya yaitu PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk.

5. Account Payable Turnover


Account Payable Turnover atau Perputaran Utang Dagang menunjukkan
perhitungan yang menghitung penjualan dibandingkan dengan utang dagang
perusahaan yang merupakan perputaran utang dagang dalam suatu periode tertentu
atau selama satu tahun.

Sales
¿
Account Payable

 PJAA 2018

Rp 1.283 .885.459 .736


¿ =30
Rp 43.514 .016 .670

 PJAA 2017
Rp 1.240 .030.157 .039
¿ =20
Rp 61.595 .457.467

 JGLE 2018
Rp 288.471 .478.784
¿ =5
Rp59.979 .092.273
Hasil Analisis: Berdasarkan analisis pada A/P Turnover bahwa PT
Pembangunan Jaya Ancol Tbk dari tahun 2017 ke 2018 mengalami kenaikan
yaitu dari 20 kali menjadi 30 kali. Artinya, jika rasio ini naik seiring dengan
berjalannya waktu, maka hal tersebut mengindikasikan bahwa PT Pembangunan
Jaya Ancol Tbk telah membayar suplier lebih cepat daripada sebelumnya, yang
mungkin ini akan mengindikasikan kondisi keuangan PT Pembangunan Jaya
Ancol Tbk yang semakin membaik. Sedangkan, jika dibandingkan dengan
perusahaan pesaing yaitu PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk yang memiliki
A/P Turnover yang sangat rendah yaitu hanya 5 kali saja, maka PT
Pembangunan Jaya Ancol Tbk dinilai lebih telah lebih cepat membayar suplier
terkait utang dagangnya daripada PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk.

6. Day’s Receivble, Inventory, and Payable

Account Receivable
Da y ' s Receivable=
Average Sales per Day

Inventory
Da y ' s Inventory =
Average COGS per Day

Account Receivable
Da y ' s Payable=
Average Purchase ( ¿COGS ) per Day

 PJAA 2018

' Rp114.212 .100 .487


Da y s Receivable= =32
Rp 3.517.494 .410

Rp 8.993 .646.407
Da y ' s Inventory = =5
Rp 1.642 .883.972

Rp 43.514 .016 .670


Da y ' s Payable= =26
Rp1.642 .883.972

 PJAA 2017
Rp100.317 .915 .873
Da y ' s Receivable= =30
Rp 3.397 .342 .896

Rp 7.022.219 .262
Da y ' s Inventory = =4
Rp 1.755.520 .407

Rp 61.595.457 .467
Da y ' s Payable= =35
Rp 1.755.520 .407

 JGLE 2018

Rp29.884 .139 .108


Da y ' s Receivable= =38
Rp790.332 .819

Rp 129.365.363 .313
Da y ' s Inventory = =2
Rp 360.022.691

Rp59.979 .092 .273


Da y ' s Payable= =167
Rp360.022 .691

PJAA Receivable Inventory Payable


2018 32 5 26
2017 30 4 35
JGLE
2018 38 2 167

Hasil Analisis:
1. Days Receivables, pada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk mengalami kenaikan
dari tahun 2017 yaitu 30 hari menjadi 32 hari pada tahun 2018. Hal ini berarti
secara rata-rata PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk mengumpulkan piutangnya
dalam jangka waktu 32 hari pada tahun 2018 dimana pengumpulan piutang
tersebut lebih cepat daripada tahun 2017. Jika dibandingkan dengan PT Graha
Andrasentra Propertindo Tbk tahun 2018 yang memiliki perputaran 38 hari yaitu
lebih cepat daripada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk sehingga pengumpulan
piutang pada PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk lebih cepat 8 hari.
2. Day’s Inventory, pada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk mengalami kenaikan
dari tahun 2017 yaitu 4 hari menjadi 5 hari pada tahun 2018. Hal ini berarti secara
rata-rata PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk menjadikan persediaan dalam jangka
waktu 5 hari pada tahun 2018 dimana persediaan tersebut lebih cepat terjual
daripada tahun 2017. Jika dibandingkan dengan PT Graha Andrasentra
Propertindo Tbk tahun 2018 yang memiliki perputaran 2 hari saja yaitu lebih
lambat dibandingkan PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk sehingga persediaan yang
terjual pada PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk lebih lambat.
3. Day’s Payable, pada PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk mengalami penurunan
dari tahun 2017 yaitu 35 hari menjadi 26 hari pada tahun 2018. Hal ini berarti
secara rata-rata PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk membayar utang dagang
kepada supplier dalam jangka waktu 26 hari pada tahun 2018 dimana utang
dagang tersebut lebih lambat dibayarkan daripada tahun 2017. Jika dibandingkan
dengan PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk tahun 2018 yang memiliki
perputaran 167 hari yaitu lebih cepat dibandingkan PT Pembangunan Jaya Ancol
Tbk sehingga pembayaran utang dagang kepada supplier oleh PT Graha
Andrasentra Propertindo Tbk sangat lebih cepat.

- Long Term Assets Management


Long Term Assets Management atau manajemen asset jangka panjang adalah
suatu proses yang merupakan aktivitas pengambilan keputusan serta bagaimana
implementasinya sesuai dengan aktivitas akuisisi, penggunaan, dan pembagian dari
aset jangka panjang pada perusahaan tersebut atau biasa disebut dengan asset tetap.

1. Net Long Term Assets Turnover


Net Long Term Assets Turnover adalah perhitungan yang menghitung
perbandingan penjualan terkait dengan total aset jangka panjang yang telah
dikurangi dengan kewajiban jangka panjang yang tidak dipengaruhi oleh suku
bunga yang artinya aset jangka panjang tersebut telah net atau nilai bersihnya.

Sales
¿
Total Long Term Assets−Non Interest Bearing LongTerm Liabilities

 PJAA 2018
Rp 1.283.885 .459 .736
¿ =0,401atau <1
Rp 3.372 .353.348 .445−Rp 168.808 .486 .131

 PJAA 2017
Rp1.240 .030 .157 .039
¿ =0,424 atau<1
Rp 3.060 .645.948 .920−Rp139.432 .062.501

 JGLE 2018
Rp 288.471 .478.784
¿ =0,214 atau <1
Rp 2.372 .545.387 .095−Rp 42.656 .225.654

Hasil Analisis: Berdasarkan perhitungan rasio tersebut bahwa PT Pembangunan


Jaya Ancol Tbk mengalami sedikit penurunan dalam hal presentase yang sangat
kecil namun tetap saja terhitung kurang dari satu hari pada tahun 2017 dan 2018.
Hal berarti bahwa PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk terkait dengan perputaran
aset jangka panjangnya secara keseluruhan yang menunjukan kemampuan
manajemen mengelola seluruh investasi atau aset jangka panjang guna
menghasilkan penjualan yang sangat kecil dan kurang baik karena secara umum
dikatakan bahwa semakin besar rasio ini akan semakin bagus karena menjadi
pertanda manajemen dapat memanfaatkan setiap rupiah aset jangka panjang
tersebut untuk menghasilkan penjualan. Jika dibandingkan dengan PT Graha
Andrasentra Propertindo Tbk yang cenderung rasionya lebih kecil maka hal ini
menunjukkan bahwa PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk sedikit lebih baik dalam
memanfaatkan aset jangka panjangnya untuk aktivitas penjualannya.

2. PPE (Property, Plant, and Equipment) Turnover


Net Long Term Assets Turnover merupakan nilai bersih dari Asset tetap
yaitu pembelian yang telah dikurangi akumulasi depresiasi.

Sales
¿
Net PPE

 PJAA 2018
Rp 1.283 .885.459 .736
¿ =0,634 atau 1
Rp 2.025 .977 .001.676

 PJAA 2017
Rp1.240 .030 .157 .039
¿ =0,717 atau 1
Rp 1.729 .307 .714 .017

 JGLE 2018
Rp288.471 .478 .784
¿ =0,138 atau<1
Rp 2.090 .622.155 .811

Hasil Analisis: Berdasarkan perhitungan rasio tersebut bahwa PT Pembangunan


Jaya Ancol Tbk mengalami sedikit penurunan dalam hal presentase yang sangat
kecil namun tetap saja terhitung satu hari pada tahun 2017 dan 2018. Hal berarti
bahwa PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk terkait dengan perputaran PPE nya
menunjukan kemampuan manajemen mengelola seluruh PPE guna menghasilkan
penjualan yang sangat kecil dan kurang baik karena secara umum dikatakan
bahwa semakin besar rasio ini akan semakin bagus karena menjadi pertanda
manajemen dapat memanfaatkan setiap rupiah PPE untuk menghasilkan
penjualan. Jika dibandingkan dengan PT Graha Andrasentra Propertindo Tbk
yang cenderung rasionya lebih kecil maka hal ini menunjukkan bahwa PT
Pembangunan Jaya Ancol Tbk sedikit lebih baik dalam memanfaatkan aset
tetapnya untuk aktivitas penjualannya.

Assessing the Sustainable Growth Rate


- Sustainable Growth Rate
Tingkat Pertumbuhan Berkelanjutan atau Sustainable Growth Rate adalah
angka yang dapat menunjukkan kemampuan perusahaan dalam meningkatkan
pendapatan tanpa menambah modal sendiri (internal), melakukan pinjaman dengan
kreditur, atau mendapatkan sumber dana dari para investor. Sehingga bagi perusahaan
yang berskala kecil, angka ini dapat merepresentasikan seberapa banyak uang yang
dapat dihasilkan tanpa menambah jumlah ekuitas atau jumlah pinjaman dari bank.
Perusahaan yang berskala kecil ataupun besar harus menghitung angka terkait tingkat
pertumbuhan berkelanjutan agar perusahaan dapat menentukan cukup atau tidaknya
modal yang tersedia pada perusahaan untuk mencapai pertumbuhan usaha yang telah
ditargetkan.

¿ ROE ×(1−Dividend Payout Ratio)

Cash Dividend Paid


¿ Dividend Payout Ratio=
Net Income

 PJAA 2018

(5.759 .999.998 × Rp 52)


Dividend Payout Ratio= =1.347 atau134,7 %
Rp 222.347.065 .822

¿ 10,46 % × ( 1−134,7 % )=−0,036 atau−3,6 %

 PJAA 2017

(5.759 .999.998 × Rp 31)


Dividend Payout Ratio= =0,79 atau 80 %
Rp224.154 .588 .077

¿ 11,26 % ׿

 JGLE 2018

0
Dividend Payout Ratio=
−Rp 16.147 .305 .240

¿−0,71 % × ( 1−0 % ) =0 %
Hasil Analisis: Pada rasio SGR PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk mengalami
penurunan yaitu menjadi negatif dari tahun 2017 sebesar 2,252% menjadi -3,6%
pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan bahwa perhitungan yang melibatkan ROE
tersebut dapat diketahui bahwa segala sesuatu yang dapat meningkatkan ROE
akan meningkatkan sustainable growth rate. Maka ketika ROE pada tahun 2018
menurun maka SGR akan menurun juga. Apabila dibandingkan dengan PT Graha
Andrasentra Propertindo Tbk pada tahun yang sama yaitu 2018, bahwa PT Graha
Andrasentra sebagai pesaing tidak memiliki dividend payout ratio karena
kemungkinan kebijakan pembayaran dividend menggunakan pembayaran dengan
saham sesuai dengan penjelasan pada CALK PT Graha Andrasentra Propertindo
Tbk sehingga untuk rasio SGR pada industri yang sama PT Pembangunan Jaya
Ancol Tbk memiliki tingkat SGR yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai