LAPORAN KASUS Bronkiektasis
LAPORAN KASUS Bronkiektasis
Grave’s Disease
Nim : 2010730090
2014
I. STATUS PASIEN
Identitas
Nama : Ny. S
Umur : 71 tahun
NRM : 582583
Agama : islam
Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang : sesak disertai batuk berdahak, dahak lebih banyak saat pagi hari
berwarna putih terkadang kekuningan, dahak lengket dan sulit keluar dan nyeri dada saat
menarik nafas. OS juga mengalami demam ± 3 hari , pusing (+) nyeri ulu hati (+) penurunan
nafsu makan (+) dan penurunan BB (+)
Riwayat penyakit dahulu : pasien pernah berobat OAT dengan suntik tetapi tidak tuntas ±
5 tahun yang lalu
Riwayat penyakit keluarga : cucu perempuan OS sering batuk-batuk dan berobat ke d okter
Spesialis paru.
Pemeriksaan fisik
2
Keadaan umum : tampak sakit sedang.
Tanda vital
Suhu : 37,2°C
TD : 150/90 mmHg
Status generalis
Kepala : normochepal
Rambut : rambut hitam sedikit beruban, lurus, tipis, distribusi merata, tidak mudah
rontok.
Mata : alis hitam, tipis, madarosis (-/-), konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/- )
refleks pupil (+/+), pupil isokor, edema palpebra (-/-).
Hidung : normonasi (+/+), deviasi septum (-/-), konka hiperemis (-/-), sekret (-/-),
epistaksis (-/-), polip (-/-).
Telinga : normotia (+/+), sekret (-/-), serumen (-/-), nyeri tekan tragus (-/-).
Mulut : bibir kering (+), sianosis (-/-), stomatitis (-/-), lidah kotor (-), faring
hiperemis (-), tonsil hiperemis (-/-), besar tonsil T1/T1.
Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-), massa (-).
Thorak :
Paru-paru:
- Inspeksi : normochest, simetris (+), bagian dada tertinggal saat inspirasi (-/-)
- Palpasi : vocal fremitus normal dikedua lapang paru.
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru
- Auskultasi : vesikuler (+/+), ronchi basah (+/+) ,wheezing (+/-).
Jantung:
3
- Perkusi : batas kanan jantung berada di ICS V parasternal kanan batas kiri
jantung berada di ICS V garis midclavicula sinistra.
- Auskultasi : BJ I dan II normal, murmur (-), gallop (-).
Abdomen :
Resume : OS perempuan 71 th Sesak (+) 2 minggu SMRS, batuk berdahak (+), dahak lebih
banyak saat pagi hari berwarna putih terkadang kekuningan, nyeri dada saat menarik nafas
(+). demam ± 3 hari , pusing (+) nyeri ulu hati (+) penurunan nafsu makan (+) dan
penurunan BB (+). Riwayat pengobatan OAT katagori 2 tidak tuntas tahun yang lalu,
riwayat dirawat dengan keluhan sesak 3 bln yang lalu.
4
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Ureum 10-50 22
SGOT <21 31
SGPT <22 14
Radiologi :
Ekspertise : Tb paru lama dengan kalsifikasi , emfisematous PPOK & penebalan pleura
bilateral
5
Diagnosis Banding : - TB paru BTA (?) kasus drop out lesi luas + Suspek MDR
- Bronkiektasis
Penatalaksanaan :
- OBH syr
- Guaifenesin
- Azytromisin
- Inhalasi salmeterol
6
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Bronkiektasis adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis)
dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik, persisten, atau
irreversibel. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil, sedangkan bronkus besar
umumnya jarang.
2.2 EPIDEMIOLOGI
110.000 penduduk di Amerika Serikat. Kelainan ini umumnya diderita oleh pasien
2.3 ETIOLOGI
inflamasi pada saluran napas. Obstruksi dan inflamasi bisa disebabkan oleh infeksi
fumigatus.
a. Kelainan congenital
Dalam hal ini bronkiektasis terjadi sejak individu masih dalam kandungan.
Faktor genetik atau faktor pertumbuhan dan perkembangan fetus memegang peran
7
penting. Bronkiektasis yang timbul kongenital ini mempunyai ciri sebagai berikut,
pertama, bronkiektasis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau
atau agamaglobulinemia, bronkiektasis pada anak kembar satu telur (anak yang satu
b. Bronkiektasis didapat
* Infeksi
yang sering kambuh dan berlangsung lama. Pneumonia ini umumnya merupakan
komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak, tuberkulosis paru,
dan sebagainya.
* Obstruksi bronkus
macam sebab: korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari luar lainnya
terhadap bronkus. Menurut penelitian para ahli diketahui bahwa adanya infeksi
ataupun obstruksi bronkus tidak selalu secara nyata menimbulka bronkiektasis. Oleh
8
karenanya diduga mungkin masih ada faktor intrinsik ikut berperan terhadap
timbulnya bronkiektasis.
2.4 PATOFISIOLOGI
inflamasi pada dinding bronkus ukuran sedang, biasanya pada bagian bronkus
segmental atau subsegmental. Proses inflamasi pada saluran napas, terutama dimediasi
terdiri atas kartilago, otot, dan jaringan elastik, mengalami kerusakan dan digantikan
oleh jaringan ikat/fibrosa. Pada dinding saluran napas yang berdilatasi berangsung-
angsur mengandung tumpukan mukus yang tebal, bahan purulent, sedangkan pada
saluran napas yang lebih perifer mengalami oklusi/hambatan akibat adanya sekresi
yang berlebihan dan digantikan oleh jaringan ikat. Gambaran tambahan secara
mikroskopis termasuk inflamasi dan fibrosis pada bronkial dan peribronkial, ulkus pada
dinding bronkial, metaplasia skuamosa, dan hiperplasia glandula mukus. Parenkim paru
yang pada keadaan normal mendapat supply dari saluran napas tersebut, menjadi
banyak, juga disertai dengan adanya pembesaran aarteri bronkial dan anastomosis
Terdapat tiga gambaran yang terjadi pada bronkiektasis. Pada bronkiektasis silindris,
bronkus yang mengalami gangguan secara seragam mengalami dilatasi dan pada
akhirnya akan pecah dikarenakan saluran napas yang lebih kecil terobstruksi oleh
9
sekret. Pada bronkiektasis varikosa, bronkus yang mengalami gangguan memiliki
2.5 PATOLOGI
Terdapat berbagai variasi bronkiektasis, baik mengenai jumlah atau luasnya bronkus
1. Tempat predisposisi bronkiektasis Dapat mengenai bronkus pada satu segmen paru,
bahkan dapat secara difus mengenai kedua paru. Bagian paru yang sering terkena dan
merupakan tempat predisposisi bronkiektasis adalah lobus tengah paru kanan, bagian
lingual paru kiri lobus atas, segmen basal pada lobus bawah kedua paru.
Umumnya adalah bronkus ukuran sedang, sedangkan bronkus yang besar jarang
terkena. Bronkus yang terkena dapat hanya pada satu segmen paru saja maupun difus.
a. Dinding bronkus
Dapat mengalami perubahan berupa proses inflamasi yang sifatnya destruktif dan
keaktifan proses inflamasi serta terdapat proses fibrosis. Jaringan bronkus yang
b. Mukosa bronkus
10
Permukaannya menjadi abnormal, silia pada sel epitel menghilang, terjadi perubahan
metaplasia skuamosa dan terjadi sebukan hebat sel-sel inflamasi. Apabila terjadi
eksaserbasi infeksi akut, pada mukosa akan terjadi pengelupasan, ulserasi dan
pernanahan.
Dapat ditemukan kelainan antara lain berupa pneumonia, fibrosis paru atau pleuritis
apabila prosesnya dekat pleura. Pada keadaan yang berat, jaringan paru distal
bronkiektasis akan diganti oleh jaringan fibrotik dengan kista-kista berisi nanah.
Merupakan bronkiektasis yang paling ingan. Bentuk ini sering ditemukan pada
Merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik, ditandai dengan adanya dilatasi dan
penyempitan bronkus yang bersifat ireguler, Bentuk ini kadang-kadang berbentuk kista
(Cystic bronkiektasis).
c. Varicose bronchiectasis
Merupakan bentuk antara bentuk tabung dan kantong. Istilah ini digunakan karena
bentuk-bentuk anatomis bronkus tadi secara klinis tidak begitu penting, karena
kelainan-kelainan yang berbeda tadi dapat berasal dari etiologi yang sama dan tidak
11
mempengaruhi gejala klinis dan manajemen pengobatannya sama saja. Bahkan
5. Pseudobronkiektasis
Ini bukan termasuk bronkiektasis yang sebenarnya. Pada bentuk ini terdapat pelebaran
bronkus yang bersifat sementara dan bentuknya silindris. Kelainan ini bersifat
sementara karena dalam beberapa bulan akan menghilang. Bentuk ini biasanya
Gejala dan tanda klinis yang timbul pada pasien bronkiektasis tergantung pada luas dan
beratnya penyakit, lokasi kelainannya dan ada atau tidak adanya komplikasi lanjut. Ciri
khas penyakit ini adalah adanya batuk kronik disertai produksi sputum, adanya
hemoptisis dan pneumonia berulang. Gejala dan tanda klinis tersebut dapat demikian
hebat pada penyakit yang berat, dan dapat tidak nyata atau tanpa gejala pada penyakit
yang ringan. Bronkiektasis yang mengenai bronkus pada lobus atas sering dan
a. Batuk
Batuk pada bronkiektasis mempunyai cirri antara lain batuk produktif berlangsung
kronik dan frekuensi mirip seperti pada bronkitis kronik, jumlah sputum bervariasi,
umumnya jumlahnya banyak terutama pada pagi hari sesudah ada perubahan posisi
tidur atau bangun. Kalau tidak ada infeksi sekunder sputumnya mukoid, sedang apabila
terjadi infeksi sekunder sputumnya purulen, dapat memberikan bau mulut yang tidak
sedap. Apabila terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob akan menimbulkan sputum
12
sangat berbau busuk. Pada kasus yang ringan, pasien dapat tanpa batuk atau hanya
timbul batuk apabila ada infeksi sekunder. Pada kasus yang sudah berat, misalnya pada
sacular type brokiektasis, sputum jumlahnya banyak sekali, purulen dan apabila
ditampung beberapa lama, tampak terpisah jadi tiga lapisan: 1. Lapisan teratas agak
keruh terdiri atas mukus, 2. Lapisan tengah jernih terdiri atas saliva dan 3. Lapisan
terbawah keruh terdiri atas nanah dan jaringan nekrosis dari bronkus yang rusak.
b. Hemoptosis
Hemoptisis atau hemoptoe terjadi kira-kira pada 50% kasus bronkiektasis. Keluhan ini
terjadi akibat nekrosis atau destruksi mukosa bronkus mengenai pembuluh darah dan
timbul perdarahan. Perdarahan yang terjadi bervariasi mulai yang paling ringan sampai
perdarahan yang cukup banyak apabila nekrosis yang mengenai mukosa amat hebat
atau terjadi nekrosis yang mengenai cabang arteri bronkialis (darah berasal dari
gejala satu-satunya, karena jenis ini letaknya di lobus atas paru, drainasenya baik,
sputum tidak pernah menumpuk dan kurang menimbulkan reflek batuk. Pasien tanpa
batuk atau batuknya minimal. Dapat diambil pelajaran, bahwa apabila kita menemukan
kasus hemoptisis hebat tanpa adanya gejala-gejala batuk sebelumnya atau tanpa
kelainan fisis yang jelas hendaknya diingat dry bronciektasis ini. Hemoptisis pada
bronkiektasis walaupun kadang- kadang hebat jarang fatal. Pada tuberculosis paru,
Pada sebagian besar pasien (50% kasus) ditemukan keluhan sesak nafas. Timbul dan
beratnya sesak nafas tergantung pada seberapa luasnya bronkitis kronis yang terjadi
serta seberapa jauh timbulnya kolaps paru dan destruksi jaringan paru yang terjadi
13
sebagai akibat infeksi berulang (ISPA), yang bisanya menimbulkan fibrosis paru dan
akibat adanya obstruksi bronkus. Wheezing dapat lokal atau tersebar tergantung pada
distribusi kelainannya.
d. Demam berulang
berulang pada bronkus maupun pada paru, sehingga sering timbul demam.
Kelainan Fisik
Pada saat pemeriksaan fisis, mungkin pasien sedang mengalami batuk-batuk dengan
pengeluaran sputum, sesak nafas demam atau sedang batuk darah. Tanda- tanda fisis
umum yang dapat ditemukan meliputi sianosis, jari tabuh, manifestasi klinis komplikasi
bronkiektasis. Pada kasus yang berat dan lebih lanjut dapat ditemukan tanda-tanda kor
pulmonal kronik maupun payah jantung kanan. Kelainan paru yang timbul tergantung
pada beratnya serta tempat kelainan bronkiektasis terjadi dan kelainannya apakah lokal
atau difus. Pada pemeriksaan fisis paru, kelainannya harus dicari pada tempat
predisposisi. Pada bronkiektasis biasanya ditemukan ronkhi basah yang jelas pada lobus
bawah paru yang terkena dan keadaannya menetap dari waktu ke waktu, atau ronkhi
basah ini hilang sesudah pasien mengalami drainase postural dan timbul lagi di waktu
yang lain. Apabila bagian paru yang diserang amat luas serta kerusakannya hebat, dapat
menimbulkan kelainan berikut: terjadi retraksi dinding dada dan berkurangnya gerakan
dada daerah yang terkena serta dapat terjadi penggeseran mediastinum ke daerah paru
yang terkena. Bila terdapat komplikasi pneumonia akan ditemukan kelainan fisis sesuai
14
Sindrom Kartagener
Sindrom ini terdiri atas gejala-gejala berikut: (1) Bronkiektasis kongenital, sering
disertai dengan silia bronkus imotil, (2) Situs invertus atau pembalikan letak organ-
organ dalam, dalam hal ini terjadi dekstrokardia,left sided gall bladder, left sided liver,
right sided spleen dan sebagainya, dan (3) Sinusitis paranasal atau tidak terdapatnya
sinus frontalis. Semua elemen gejala sindrom kartagener ini adalah kelainan kongenital
Bronkolitiasis
Kelainan ini merupakan kalsifikasi kelenjar limfe yang biasanya merupakan gejala sisa
kompleks primer tuberkulosis paru primer. Kelainan ini bukan merupakan tanda klinis
bronkiektasis. Kelainan ini sering mengakibatkan erosi bronkus di dekatnya dan dapat
bronkiektasis. Erosi dinding bronkus oleh bronkus tadi dapat mengenai pembuluh darah
Kelainan Laboratorium
Umumnya tidak khas. Pada keadaan lanjut dan sudah mulai ada insufisiensi paru dapat
normal, kecuali bila sudah ada komplikasi amiloidosis akan ditemukan proteinuria.
kuman apa yang terdapat dalam sputum. Pemeriksaan kultur sputum dan uji sensitivitas
15
terhadap antibiotik perlu dilakukan, apabila ada kecurigaan adanya infeksi sekunder.
Perlu segera dicurigai adanya infeksi sekunder apabila misalnya dijumpai sputum pada
hari-hari sebelumnya warnanya putih jernih, yang berubah menjadi warna kuning atau
hijau.
Kelainan Radiologis
Gambaran foto dada (plain film) pasien bronkiektasis posisi berdiri sangat bervariasi,
tergantung berat ringannya kelainan serta letak kelainannya. Dengan gambaran foto
kecil dengan fluid level, mirip seperti gambraran sarang tawon pada daerah yang
terkena. Gambaran seperti ini hanya dapat ditemukan pada 13% kasus. Kadang-kadang
kolaps (atelektasis), bahkan kadang-kadang gambaran seperti pada paru normal (7%
Tergantung pada luas dan beratnya penyakit. Fungsi ventilasi dapat masih normal bila
kelainannya ringan. Pada penyakit yang lanjut dan difus, kapasitas vital (KV) dan
kecepatan aliran udara ekspirasi satu detik pertama (FEV1) terdapat tendensi
dapat terjadi perubahan gas darah berupa penurunan PaO2 derajat ringan sampai berat,
perfusi paru.
16
2.7 KLASIFIKASI BRONKIEKTASIS
Tingkatan beratnya penyakit bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat. Brewis
membagi tingkatan beratnya bronkiektasis menjadi derajat ringan, sedang dan berat.
1. Bronkiektasis Ringan
Ciri klinis: batuk-batuk dan sputum warna hijau hanya terjadi sesudah demam (ada
infeksi sekunder), produksi sputum terjadi dengan adanya perubahan posisi tubuh,
biasanya ada hemoptisis sangat ringan, pasien tampak sehat dan fungsi paru normal.
2. Bronkiektasis sedang
Ciri klinis: Batuk-batuk produktif terjadi tiap saat, sputum timbul setiap saat (umumnya
warna hijau dan jarang mukoid, serta bau mulut busuk), sering-sering ada hemoptisis,
pasien umumnya masih tampak sehat dan fungsi paru normal, jarang terdapat jari
tabuh. Pada pemeriksaan fisis paru sering ditemukan ronkhi basah kasar pada daerah
paru yang terkena, gambaran foto dada boleh dikatakan masih normal.
3. Bronkiektasis berat
Ciri klinis: Batuk-batuk produktif dengan sputum banyak berwarna kotor dan berbau.
Sering ditemukan adanya pneumonia dengan hemoptisis dan nyeri pleura. Sering
ditemukan jari tabuh. Bila ada obstruksi saluran nafas akan dapat ditemukan adanya
dispnea, sianosis atau tanda kegagalan paru. Umumnya pasien mempunyai keadaan
umum kurang baik. Sering ditemukan infeksi piogenik pada kulit, infeksi mata dan
kadang terjadi amiloidosis. Pada pemeriksaan dapat ditemukan ronkhi basah kasar pada
17
daerah yang terkena. Pada gambaran foto dada ditemukan kelainan: (1) penambahan
bronchovascular marking, (2) multiple cysts containing fluid levels (honey comb
drainase sputum dan efektivitas pengobatan infeksi. Kalau penyakitnya luas atau
pengobatannya tidak memuaskan, dapat timbul beberapa komplikasi lanjut yang tidak
menyenangkan. Apabila penyakit ini berlanjut terus, keadaan umum pasien dapat
menjadi sangat menurun. Sebagai akibat daya tahan tubuh yang menurun mudah timbul
Dalam keadaan yang sangat jarang, pada pasien dapat timbul perubahan degeneratif
ringan, sering ditemukan pada bronkiektasis yang disertai dengan bronkitis kronis.
3)Varicose bronkiektasis.
18
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosis pasti bronkiektasis dapat ditegakkan apabila telah ditemukan adanya dilatasi
dan nekrosis dinding bronkus dengan prosedur pemeriksaan bronkografi dan melihat
bronkogram yang didapatkan. Bronkografi tidak selalu dapat dikerjakan pada tiap
pasien bronkiektasis, karena terikat oleh adanya indikasi, kontra indikasi, sarat-sarat
Tanda-tanda penting :
2. Rhonki (+).
4. Jari tabuh.
b. Radiologi
c. Analisis sputum
19
2.9 DIAGNOSIS BANDING
Beberapa penyakit yang perlu diingat atau dipertimbangkan kalau kita berhadapan
dengan bronkiektasis:
1. Bronkitis kronis
2. Tuberkulosis paru (penyakit ini dapat disertai kelainan anatomis paru berupa
bronkiektasis).
3. Abses paru (terutama bila telah ada hubungan dengan bronkus besar).
4. Penyakit paru penyebab hemoptisis, misalnya: karsinoma paru, adenoma paru dan
sebagainya.
2.10 KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi bronkiektasis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain:
1. Bronkitis kronik.
berulang, biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian atas, hal ini
20
5. Abses metastasis di otak. Mungkin akibat septikemia oleh kuman penyebab infeksi
hemoptisis hebat dan tidak terkendali merupakan indikasi tindakan bedah gawat
darurat. Sering pula hemoptisis masif yang sulit diatasi ini merupakan penyebab
7. Sinusitis. Keadaan ini sering ditemukan dan merupakan bagian dari komplikasi
8. Kor-pulmonal kronik (KPK). Komplikasi ini sering terjadi pada pasien bronkiektasis
yang berat dan lanjut atau mengenai beberapa bagian paru. Pada kasus ini bila terjadi
timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi
hipertensi pulmonal, kor pulmonal kronik. Selanjutnya dapat terjadi gagal jantung
kanan.
9. Kegagalan pernafasan. Merupakan komplikasi paling akhir yang timbul pada pasien
klasik dan jarang terjadi. Pada pasien yang mengalami komplikasi amiloidosis ini
21
2.11 TATALAKSANA
Pengobatan pasien bronkiektasis terdiri atas dua kelompok, yaitu sebagai berikut :
Pengobatan Konservatif
1. Pengelolaan Umum
a. Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien. Contoh: membuat ruangan
b. Memperbaiki drainase postural. Tindakan ini merupakan cara yang paling efektif
diletakkan dengan posisi tubuh sedemikian rupa sehingga dapat dicapai drainase
sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase postural dikerjakan selama 10-
20 menit dan tiap hari dikerjakan 2-4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha
mengeluarkan sputum (sekret bronkus) dengan bantuan gaya gravitasi. Untuk keperluan
tersebut, posisi tubuh saat dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak
kelainan bronkiektasisnya. Tujuan membuat posisi tubuh seperti yang dipilih tadi
adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi agar menuju ke
hilus paru bahkan mengalir sampai ke tenggorok sehingga mudah dibatukkan keluar.
Drainase postural tiap kali dikerjakan selama 10-20 menit atau sampai sputum tidak
keluar lagi. Apabila dengan mengatur posisi tubuh pasien seperti tersebut di atas belum
diperoleh drainase sputum secara maksimal dapat dibantu dengan tindakan memberikan
22
c. Mencairkan sputum yang kental. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan, misalnya:
inhalasi uap air panas atau dingin (menurut kesadaran), menggunakan obat-obatan
d. Mengatur posisi tempat tidur pasien. Posisi tempat tidur pasien sebaiknya diatur
sedemikian rupa sehingga posisi tidur pasien dapat memudahkan drainase secret
bronkus. Hal ini dapat dicapai misalnya dengan mengganjal kaki tempat tidur bagian
kaki pasien (disesuaikan menurut kebutuhan) sehingga diperoleh posisi pasien yang
e. Mengontrol infeksi saluran nafas. Adanya infeksi saluran nafas akut (ISPA) harus
diperkecil dengan jalan mencegah pemajanan kuman. Apabila telah ada infeksi (ISPA)
harus diberantas dengan antibiotic yang sesuai agar infeksi tidak berkelanjutan. Apabila
Farnakoterapi :
- Expektoran : Guaifenesin
2.12 PROGNOSIS
Prognosis tergantung pada berat ringannya serta luasnya penyakit sewaktu pasien
berobat pertama kali. Pada kasus yang berat dan tidak diobati, prognosisnya jelek.
23
DAFTAR PUSTAKA
(1) Rahmatullah, Pasiyan.Bronkiektasis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi
Empat Sub Bagian Pulmonologi.Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Siti
Setiati.Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI.2006.Halaman: 1035.
(2) Bronkiektasis dalam buku Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid I Sub Bagian
Pulmonologi.Arif Mansjoer, Kuspuji Triyati, Rakhmi Savitri, Wahyu Ika Wardhani.Media
Aesculapius FKUI.2001.Halaman: 482.
(7) Ip MS, Lam WK. Bronchiectasis and related disorders. Respirology. Jun
1996;1(2):107-14.
(8) emedicine.medscape.com
24