Anda di halaman 1dari 32

TUGAS TUTORIAL BLOK MUSKULOSKELETAL

SKENARIO 3

“NYERI DIPANGGUL KARENA JATUH”

Oleh :
KELOMPOK B-1

Ketua : (1102012182) Muhammad Zulfikar Rahmandani


Sekretaris : (1102010198) Nabillah
(1102012161) Mentari Amir
(1102012163) Mety Munahari
(1102012165) Moch.Barliansyah Praja
(1102012167) Monica Permatasari
(1102012172) Muhammad Fajar Ramadhan
(1102012175) Muhammad Hafiz Asih Shidiqy
(1102010179) Muhammad Rafid Murfi

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI


2013-2014
SKENARIO 3

NYERI DIPANGGUL KARENA JATUH

Seorang perempuan berumur 67 tahun dibawa ke UGD Rumah Sakit karena nyeri pada
daerah pinggul kanannya setelah jatuh di kamar mandi sehari yang lalu. Pinggul kanan pasien
terbentur lantai kamar mandi. Pasien tidak mampu berdiri karena rasa nyeri yang sangat pada
pinggul kanannya tersebut. Tidak didapatkan pingsan, mual, maupun muntah. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sakit berat, merintih kesakitan, compos mentis.
Tekanan darah 140/90 mmHg, denyut nadi 104x/menit, frekuensi napas 24x/menit. Terdapat
hematom pada sendi koksae kanan, posisi tungkai atas kanan sedikit fleksi, abduksi, dan
eksorotasi. Krepitasi tulang dan nyeri tekan ditemukan, begitu juga pemendekan ekstremitas.
Gerakan terbatas karena nyeri. Pada pemeriksaan radiologis didapatkan fraktur kolum femur
tertutup. Dokter menyarankan untuk dilakukan operasi.
SASARAN BELAJAR
LI.1. Mampu memahami & menjelaskan Articulatio coxae
LO.1.1. Makroskopis
LO.1.2. Mikroskopis
LO.1.3. Kinesiologi
LI.2. Mampu memahami & menjelaskan Fraktur
LO.2.1. Definisi
LO.2.2. Etiologi
LO.2.3. Klasifikasi
LO.2.4. Manifestasi klinis
LO.2.5. Diagnosis & Diagnosis Banding
LO.2.6. Tatalaksana
LO.2.7. Komplilasi
LO.2.8. Prognosis
LI.1. Mampu memahami & menjelaskan articulatio coxae
LO.1.1. Makroskopis
Tulang femur merupakan ekskremitas inferior pada tubuh manusia,
sedangkan tulang coxae adalah tulang yang menghubungkan antara femur
dextra dan sinistra. Bagian caput merupakan lebih kurang dua pertiga bola
dan berartikulasi dengan acetabulum dari os coxae membentuk articulatio
coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil yang disebut fovea capitis,
yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput. Sebagian suplai darah untuk
caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan memasuki tulang pada
fovea.
Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur,
berjalan ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang
125 derajat (pada wanita sedikit lebih kecil) dengan sumbu panjang batang
femur.
Ujung bawah femur memiliki condylus medialis dan lateralis, yang
di bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan
anterior condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua
condylus ikut membentuk articulatio genu. Di atas condylus terdapat
epicondylus lateralis dan medialis. Tuberculum adductorium berhubungan
langsung dengan epicondylus medialis.
Otot Otot Paha Anterior

a. M. iliopsoas → M.Psoas Major


Origo : Sisi vertebra T12-L5,Discus Invertebralis,dan Processus Transversus
Insertio : Trochanter Minor
b. M. Iliacus
Origo : Crista Illiaca,Fossa Illiaca,Ala Sacralis,dan Lig Sacro Illiaca anterior
Insertio : Tendo M.Psoas Major,dan Trochanter Minor
c. M. Iliopsoas → M.Psoas Minor
Origo : Permukaan Lateral Corpus Vertebra Thoracicus 2 dan lumbal 1
Insertio : Fascia Miliopsoas dan Arcus Iliopectinus
d. M. Tensor Fasciae Latae
Origo : SIAS dan bagian anterior Crista Iliaca
Insertio : Tractus Ilictibialis yang melekat pada Condylus Lateralis
e. M. Sartorius
Origo : SIAS dan bagian takik dibawahnya
Insertio : Bagian Proksimal permukaan medial Tibia
f. M. Quadriceps Femoris
Origo : SIAI,dan os illi cranial dari acetabulum
Insertio : Alas patela dan lewat ligamentum patela pada tuberositas tibiae
g. M. Quadriceps Femuris
 M.Vastus Lateralis
Origo : Trochanter major dan Labium Laterale Lineae Asperis Corporis
Femoris
 M.Vastus Medialis
Origo : Linea interochoenteritica dan Labium Mediale Linea Aspera
Corporis Femoris
 M.Vastus Intermedius
Origo : Permukaan anterior dan inferior corpus femoris
 M.Articulatio Genus
Origo : ¼ distal fascies anterior femur

Otot-otot paha medial

a. M. Rectineus
Origo : Ramus superior ossis pubis
Insertio : Linea pectinata femur di bawah trochanter minor
b. M. Adductor longus
Origo : Corpus ossis pubis
Insertio : tengah linea aspera femoris
c. M. adductor brevis
Origo : corpus ossis pubis dan ramus inferiorossis pubis
Insertio : linea pectinata dan bagian proksimal linea aspera femoris
d. M. Adductor magnus
Origo : Ramus inferior ossis pubis , ramus ossis ichii (bagian aduktor),
tuber ischiadicum
Insertio : tuberositas glutealis, linea aspera, linea supra condylaris medialis,
tuberculum adductum femoris (bagian harmstring).
e. M. Bracilis
Origo : Corpus ossis pubis dan ramus inferior ossis pubis
Insertio : bagian superior permukaan medial tibic
f. M. Obturator externus
Origo : Tepi foramen obturatum dan membrane obturatoria
Insertio : Fosso trochanterica femoris

Otot paha posterior

a. M. Semitendinosus
Origo : Tuber ischiadicum
Insertio : Permukaan medial bagian proksimal tibial/permukaan medial
tuberositas tibiae
b. M. Semimembranosus
Origo : Tuberischiodicum
Insertio : Bagian posterior condyles medialis
c. M. Biceps femoris
Origo : Caput longum -> tuberischiodicum
Caput brevis ->linea asperae dan linea supracondylaris lateralis
femur
Insertio : Sisi lateral caput fibulae, tendonya disini terbelah oleh ligacolateral
fibulae
LO.1.2. Mikroskopis
Tulang femur dikategorikan tulang panjang, gambaran histologi nya
dibagi menjadi 2 bagian, tulang kompak dibagian luar dan tulang
kanselosa di bagian dalam.
Pada tulang kompak unit struktural matriksnya adalah osteon
(sistem havers), setiap osteon terdiri dari lapisan-lapisam lamela yang
tersusun mengelilingi suatu kanalis sentralis. Pada lamela mengandung
osteosit dalam rongga berbentuk kenari yang disebut lakuna. Pada
masing-masing lakuna terdapat kanal halus yang disebut kanalikuli. Selain
itu terdapat pula lamela interstisial, yaitu daerah kecil tidak teratur tulang
yang terdapat diantara osteon.

Pada bagian dalam (tulang kanselosa) terdiri dari trabekula tulang


yang bentuknya tipis dan bercabang. Trabekula sendiri dikelilingi oleh
periosteum. Di luar periosteum terdapat rongga sumsum dengan pembuluh
darah.

PERIOSTEUM
Bagian luar tulang diselubungi oleh jaringan pengikat pada fibrosa
yang mengandung sedikit sel. Pembuluh darah yang terdapat di bagian
periosteum luar akan bercabang-cabang dan menembus ke bagian dalam
periosteum yang selanjutnya samapai ke dalam Canalis Volkmanni.
Bagian dalam periosteum ini disebut pula lapisan osteogenik karena
memiliki potensi membentuk tulang. Oleh karena itu lapisan osteogenik
sangat penting dalam proses penyembuhan tulang.
Periosteum dapat melekat pada jaringan tulang karena :
* pembuluh-pembuluh darah yang masuk ke dalam tulang.
* terdapat serabut Sharpey ( serat kolagen ) yang masuk ke dalam tulang.
* terdapat serabut elastis yang tidak sebanyak serabut Sharpey

KOMPONEN JARINGAN TULANG

Sepertinya halnya jaringan pengikat pada umumnya, jaringan


tulang juga terdiri atas unsur-unsur: sel, substansi dasar, dan komponen
fibriler. Dalam jaringan tulang yang sedang tumbuh, dibedakan atas 4
macam sel :
1. Osteoblas
Berguna untuk pembentukan matriks tulang. Selnya berbentuk kuboid
atau silindris pendek, dengan inti terdapat pada bagian puncak sel.
Sitoplasma tampak basofil karena banyak mengandung
ribonukleoprotein yang menandakan aktif mensintesis protein.

2. Osteosit
Merupakan komponen sel utama dalam jaringan tulang. Pada sediaan
gosok terlihat bahwa bentuk osteosit yang gepeng mempunyai
tonjolan-tonjolan yang bercabang-cabang.Bentuk ini dapat diduga dari
bentuk lacuna yang ditempati oleh osteosit bersama tonjolan-
tonjolannya dalam canaliculi.Osteosit yang terlepas dari lacunanya
akan mempunyai kemampuan menjadi sel osteoprogenitor yang pada
gilirannya tentu saja dapat berubah menjadi osteosit lagi atau osteoklas.

3. Osteoklas
Sel multinukleat raksasa dengan ukuran berkisar antara 20 μm-100μm
dengan inti sampai mencapai 50 buah. Pada proses persiapan
dekalsifikasi, osteoklas menyusut dan memisahkan diri dari permukaan
tulang. Resorpsi osteoklatik berperan pada proses remodeling tulang
sebagai respon dari pertumbuhan atau perubahan tekanan mekanikal
pada tulang. Osteoklas juga berpartisipasi pada pemeliharaan
homeostasis darah jangka panjang.

4. Osteoprogenitor
Sel tulang jenis ini bersifat osteogenik, karena itu dinamakan sel
osteogenik. Sel-sel tersebut berada pada permukaan jaringan tulang
pada periosteum bagian dalam dan juga endosteum. Selama
pertumbuhan tulang, sel-sel ini akan membelah diri dan mnghasilkan
sel osteoblas yang kemudian akan akan membentuk tulang. Sebaliknya
pada permukaan dalam dari jaringan tulang tempat terjadinya
pengikisan jaringan tulang, sel-sel osteogenik menghasilkan osteoklas.
Sel – sel osteogenik selain dapat memberikan osteoblas juga
berdiferensiasi menjadi khondroblas yang selanjutnya menjadi sel
cartilago. Kejadian ini, misalnya, dapat diamati pada proses
penyembuhan patah tulang.
LO.1.3. Kinesiologi

Articulatio coxae
Tulang : Antara caput femoris dan acetabulum

Jenis sendi : Enarthrosis spheroidea

Penguat sendi :Terdapat tulang rawan pada facies lunata, kelenjar


Havers terdapat pada acetabulum

Ligamentum iliofemorale yang berfungsi mempertahankan art. coxae


tetap extensi, menghambat rotasi femur, mencegah batang badan berputar
ke belakang pada waktu berdiri sehingga mengurangi kebutuhan kontraksi
otot untuk mempertahankan posisi regak.

Ligamentum ischiofemorale yang berfungsi mencegah rotasi interna.

Ligamentum pubofemorale berfungsi mencegah abduksi, ekstensi,


dan rotasi externa.

Selain itu diperkuat juga oleh Ligamentum transversum acetabuli


dan
Ligamentum capitisfemoris. Bagian bolong disebut zona orbicularis.

Capsula articularis: membentang dari lingkaran acetabulum ke linea


intertrochanterica dan crista intertrochanterica.

Gerak sendi:
Fleksi : m. iliopsoas, m. pectinus, m. rectus femoris, m. adductor
longus, m. adductor brevis, m. adductor magnus pars anterior tensor fascia
lata
Ekstensi : m. gluteus maximus, m. semitendinosis, m. semimembranosus,
m. biceps femoris caput longum, m. adductor magnus pars posterior

Abduksi :m. gluteus medius, m. gluteus minimus, m. pirirformis, m.


sartorius, m. tensor fasciae lata

Adduksi : m. adductor magnus, m. adductor longus, m. adductor brevis,


m. gracilis, m. pectineus, m. obturator externus, m. quadratus femoris

Rotasi medialis : m. gluteus medius, m. gluteus minimus, m. tensor


fasciae latae, m. adductor magnus (pars posterior)

Rotasi lateralis : m. piriformis, m. obturator internus, mm. gameli, m.


obturator externus, m. quadratus femoris, m. gluteus maximus dan mm.
adductores.

Articulatio ini dibungkus oleh capsula articularis yang terdiri dari jaringan
ikat fibrosa. Capsula articularis berjalan dari pinggir acetabulum os. coxae
menyebar ke latero-inferior mengelilingi colum femoris untuk melekat
pada linea introchanterica bagian depan dan meliputi pertengahan bagian
posterior colum femoris kira-kira sebesar jari di aytas crista
introchanterica. Oleh karena itu, bagian lateral dan distal belakang colum
femoris adalah di luar capsula articularis. Sehubungan dengan itu fraktur
colum femoris dapat extracapsular dan dapat pula intracapsular.
LI.2. Mampu memahami & menjelaskan Fraktur
LO.2.1. Definisi

Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis, atau


tulang rawan sendi. Ditentukan oleh umur. Pada anak-anak tulang lebih
flexible dan tidak gampang patah. Semakin tua, tulang akan menjadi
semakin rapuh.

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang


rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. (Kapita Selekta
Kedokteran; 2000).

Fraktur collum femoris adalah fraktur intrakapsuler yg terjadi di femur


proximal pd daerah yg berawal dari distal permukaan artikuler caput
femur hingga berakhir di proximal daerah intertrochanter .

LO.2.2. Etiologi

Fraktur pada regio femur sering disebabkan oleh beberapa faktor :


 Osteoporosis
 Kecelakaan lalu lintas
 Jatuh dari tempat yang tidak terlalu tinggi (seperti terpeleset di kamar
mandi)
 Trauma memuntir
 Trauma yang hebat
 Jatuh dari tempat yang tinggi
 Trauma langsung
 Trauma angulasi
 Tekanan varus/valgus

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai


kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi
akibat :
a. Peristiwa trauma tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba
dan berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan,
penghancuran, penekukan atau terjatuh dengan posisi miring,
pemuntiran, atau penarikan.

Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat


yang terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan
sementara) biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan
pada kulit diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan
fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
Bila terkena kekuatan tidak langsung tulang dapat mengalami
fraktur pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu;
kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan
fraktur melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur sebagian
melintang tetapi disertai fragmen kupu – kupu berbentuk segitiga
yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang
menyebabkan fraktur obliq pendek
5. Penarikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik
tulang sampai terpisah

b. Tekanan yang berulang – ulang


Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda
lain, akibat tekanan berulang – ulang.

c. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)


Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya
pada penyakit paget )

Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2001) penyebab fraktur dapat


dibagi menjadi tiga yaitu :
 Cidera Traumatik
Cidera traumatic pada tulang dapat di sebakan oleh :
 Cedera langsung bearti pukulan langsung terhadap tulang sehingga
tulang patah secara spontan. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintangdan kerusakan pada kulit diatasnya.
 Cedera tidak langsung bearti pukulan langsung berada jauh dari
lokasi benturan.
 Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.

 Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada
berbagai keadaan berikut :
 Tumor tulang (jinak atau ganas): pertumbuhan jaringan baru yang
tidak terkendali dan progesif.
 Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai sebagai salah satu proses yang
progesif, lambat dan nyeri.
 Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
Vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain, biasanya
disebabkan oleh defisiensi diet, tetapi kadang-kadang dapat
disebabkan oleh kegagalan absorbs Vitamin D atau oleh karena
asupan kalsium atau fosfat yang rendah.

 Secara spontan : disebakan oleh stress tulang yang terus menerus


misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas dikemiliteran.

LO.2.3. Klasifikasi

Fraktur dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

d. Berdasarkan hubungan dengan udara bebas

1. Fraktur tertutup: tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang


dengan dunia luar atau bagian eksternal tubuh.
2. Fraktur terbuka: terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka dibagi
menjadi 3 derajat, yaitu :
Derajat Luka Fraktur
I < 2 cm, Keruskan jaringan lunak sedikit, Sederhana, dislokasi
tidak ada tanda luka remuk. Kontaminasi ringan minimal
minimal
II > 2 cm , kontusi oto di sekitarnya Dislokasi fragmen jelas
III Luka lebar, hilangnya jaringan Kominutif, segmental,
disekitarnya fragmen tulang ada yang
hilang
e. Komplit dan tidak komplit
 Fraktur complete : bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang.
 Fraktur incomplete : bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang
 Hairline fracture : patah retak rambut
 Buckle fracture : bila terjadi lipatan dari korteks dengan
kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
Biasanya pada distal radius anak-anak.
 Greenstick fracture : fraktur tidak sempurna, korteks tulangnya
sebagian masih utuh, demikian juga
periosteumnya. Sering terjadi pada anak-anak.
Fraktur ini akan segera sembuh dan segera
mengalami remodelling ke bentuk fungsi
normal.
f. Sudut patah
 Fraktur transversal : garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu
panjang tulang. Pada fraktur semacam ini,
segmen-segmen tulang yang patah direposisi/
direduksi kembali ke tempatnya semula.
 Farktur oblik : garis patahnya membentuk sudut. Fraktur ini
tidak stabil dan sulit diperbaiki.
 Fraktur spiral : akibat trauma rotasi. Garis patah tulang
membentuk spiral. Fraktur cenderung cepat
sembuh.
g. Jumlah garis patah
 Fraktur kominutif : garis patah lebih dari 1 dan saling
berhubungan.
 Fraktur segmental : garis patah lebih dari 1 tetapi tidak saling
berhubungan.
 Fraktur multiple : garis patah lebih dari 1 tetapi pada tulang yang
berlainan.
h. Trauma
 Fraktur kompresi : 2 tulang menumbuk tulang ke-3 yang berada
diantaranya.
 Fraktur avulse : trauma tarikan, suatu fragmen tulang pada
tempat insersi tendon ataupun ligamen.
 Fraktur spiral

i. Bergeser dan tidak bergeser


 Fraktur undisplaced : garis patah komplit tetapi ke-2 fragmen tidak
bergeser, periosteumnya masih utuh.
 Fraktur displaced : terjadi pergeseran fragmen-fragmen fraktur
yang juga disebut lokasi fragmen.
Terbagi atas:
- Dislokasi ad longitudinal cum contractionum: pergeseran searah
sumbu dan overlapping.
- Dislokasi ad axim: pergeseran yang membentuk sudut.
- Dislokasi ad latus: pergeseran di mana kedua fragmen saling
menjauh.
LO.2.4. Manifestasi Klinis

1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang


diimobilisasi.
2. Deformitas dapat disebabkan pergeseran fragmen pada fraktur lengan
dan eksremitas. Deformitas dapat di ketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi dengan
baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang
tempat melengketnya obat.
Deformitas ada 4 yaitu :
• Penonjolan yang abnormal
• Angulasi
• Rotasi
• Pemendekan
3. Pemendekan tulang, karena kontraksi otot yang melekat diatas dan
dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama
lain sampai 2,5 sampai 5,5 cm.
4. Krepitasi yaitu pada saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba
adanya derik tulang. Krepitasi yang teraba akibat gesekan antar
fragmen satu dengan lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini baru terjadi
setelah beberapa jam atau beberapa hari setelah cedera.
6. Spasme otot involunter dekat fraktur
7. Kehilangan sensasi karena putusnya saraf atau terjadi pendarahan.
8. Syok hipovolemik.

LO.2.5. Diagnosis & Diagnosis Banding

Penegakan diagnosis fraktur collum femur dibuat berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Dari anamnesis diketahui adanya riwayat trauma/jatuh yang diikuti nyeri
pinggul, pada pemeriksaan didapatkan posisi panggul dalam keadaan
fleksi, eksorotasi dan abduksi. Pada atlet yang mengalami nyeri pinggul
namun masih dapat berjalan pemeriksaan dimulai dengan riwayat rinci
dan pemeriksaan fisik. Dokter harus menanyakan apakah gejala yang
muncul terkait dengan olahraga atau kegiatan tertentu. Riwayat latihan
fisik harus diperoleh dan perubahan dalam tingkat aktivitas, alat bantu,
tingkat intensitas, dan teknik harus dicatat.
Adanya riwayat menstruasi harus diperoleh dari semua pasien wanita.
Amenore sering dikaitkan dengan penurunan kadar serum estrogen.
Kurangnya estrogen pelindung menyebabkan penurunan massa tulang.
Trias yang dijumpai pada wanita bisa berupa amenore, osteoporosis, dan
makan teratur banyak mempengaruhi perempuan aktif. Tanda dan gejala
pada perempuan meliputi fatigue, anemia, depresi, intoleransi dingin,
erosi enamel gigi. Dokter harus mencurigai adanya fraktur dan memahami
tanda-tanda yang mungkin dari para atlet wanita, terutama mencatat
fraktur yang tidak biasa terjadi dari trauma minimal. Sebagian besar atlet
menggambarkan timbulnya rasa sakit selama 2-3 minggu, dimana dapat
dijumpai perubahan dalam pelatihan atau penggunaan peralatan latihan.
Biasanya, pelari meningkatkan jarak tempuh mereka atau intensitas, atau
penggunaan sepatu lari. dokter harus bertanya tentang latihan individu dan
jarak tempuh.
Pasien biasanya melaporkan riwayat pinggul tiba-tiba, nyeri di
selangkangan, atau nyeri lutut yang memburuk dengan olahraga.
Karakteristik dari fraktur adalah riwayat sakit setempat yang berkaitan
dengan latihan yang meningkat dan berkurang dengan aktivitas dan baik
dengan istirahat atau dengan aktivitas yang kurang. Nyeri semakin parah
dengan pelatihan lanjutan. Rasa sakit berasal dari aktivitas berulang, dan
berkurang dengan istirahat.

Pemeriksaan Fisik

Inspeksi
- Bandingkan dengan bagian yang sehat
- Perhatikan posisi anggota gerak
- Keadaan umum penderita secara keseluruhan
- Ekspresi wajah karena nyeri
- Lidah kering . basah
- Adanya tanda- tanda perdarahan

Palpasi ( feel )
- Temperatur setempat yang meningkat
- Nyeri tekan
- Krepitasi
- Pengukuran tungkai terutama pada tungkai bawah untuk mengukur
adanya perbedaan panjang tungkai

Move ( pergerakan )
Berupa pergerakan aktif dan pasif pada sendi proksimal dan distal pada
daerah yang mengalami trauma.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur,


harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :

 Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.


 Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
 Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera
maupun yang tidak terkena cedera (untuk membandingkan dengan
yang normal)
 Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
Foto Rontgen

Pada proyeksi AP kadang tidak jelas


ditemukan adanya fraktur pada kasus yang
impacted, untuk ini diperlukan
pemerikasaan tambahan proyeksi axial.
Pergeseran dinilai melalui bentuk
bayangan tulang yang abnormal dan
tingkat ketidakcocokan garis trabekular
pada kaput femoris dan ujung leher femur.
Penilaian ini penting karena fraktur yang
terimpaksi atau tidak bergeser (stadium I
dan II Garden ) dapat membaik setelah
fiksasi internal, sementara fraktur yang
bergeser sering mengalami non union dan
nekrosisavaskular.

Radiografi foto polos secara tradisional telah digunakan sebagai langkah


pertama dalam pemeriksaan pada fraktur tulang pinggul. Tujuan utama
dari film x-ray untuk menyingkirkan setiap patah tulang yang jelas dan
untuk menentukan lokasi dan luasnya fraktur. Adanya pembentukan
tulang periosteal, sclerosis, kalus, atau garis fraktur dapat menunjukkan
tegangan fraktur. Radiografi mungkin menunjukkan garis fraktur pada
bagian leher femur, yang merupakan lokasi untuk jenis fraktur. Fraktur
harus dibedakan dari patah tulang kompresi, yang menurut Devas dan
Fullerton dan Snowdy, biasanya terletak pada bagian inferior leher
femoralis. Jika tidak terlihat di film x-ray standar, bone scan atau
Magnetic Resonance Imaging (MRI) harus dilakukan.

Bone Scanning

Bone scanning dapat membantu menentukan adanya fraktur, tumor, atau


infeksi.Bone scan adalah indikator yang paling sensitif dari trauma tulang,
tetapi mereka memiliki kekhususan yang sedikit. Shin dkk. melaporkan
bahwa bone scanning memiliki prediksi nilai positif 68%.

Bone scanning dibatasi oleh resolusi spasial relatif dari anatomi pinggul.
Di masa lalu, bone scanning dianggap dapat diandalkan sebelum 48-72
jam setelah patah tulang, tetapi sebuah penelitian yang dilakukan oleh
Hold dkk menemukan sensitivitas 93%, terlepas dari saat cedera.
Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI telah terbukti akurat dalam penilaian fraktur dan andal dilakukan
dalam waktu 24 jam dari cedera, namun pemeriksaan ini mahal. Dengan
MRI, fraktur biasanya muncul sebagai garis fraktur di korteks dikelilingi
oleh zona edema intens dalam rongga meduler. Dalam sebuah studi oleh
Quinn dan McCarthy, temuan pada MRI 100% sensitif pada pasien
dengan hasil foto rontgen yang kurang terlihat.MRI dapat menunjukkan
hasil yang 100% sensitif, spesifik dan akurat dalam mengidentifikasi
fraktur collum femur.

2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:


 Darah rutin,
 Faktor pembekuan darah,
 Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan
operasi),
 Urinalisa,
 Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin
untuk kliren ginjal).

3. Pemeriksaan arteriografi
Arteriografi femoralis yaitu “pemeriksaan radiografi untuk
memperlihatkan pembuluh arteri pada ekstremitas bawah dengan
memasukkan kontras media positif”. ( Glenda J. Bryan ).

Indikasi Pemeriksaan
 Arterosklerosis Obliterans
Disebabkan oleh oklusi kronis pada arteri. Penimbunan lemak
dan jaringan fibrosa dalam arteri secara progresif
mempersempit lumen arteri sehingga jumlah darah yang
mengalir ke jaringan yang terletak diluar lesi berkurang.

 Aneurisma
Pelebaran pembuluh arteri. Aneurisma dapat terjadi pada aorta
atau cabang arteri perifer.

 Trauma Arteri
Biasanya disebabkan oleh luka yang cukup luas pada jaringan
lunak, fraktur,dll.

 Arteriovenosus Malformasi
Penyakit ini biasanya ditandai dengan pembesaran pada
tungkai. Malformasi terdiri atas tiga jenis yaitu hubungan
langsung antara arteri dan vena pada arteriola,
malformasi yang timbul pada kapiler dan malformasi pada
vena.
 Artritis
Peradangan yang terjadi pada pembuluh darah arteri.
 Neoplasma
Pertumbuhan jaringan baru yang abnormal, seperti tumor.

Kontra Indikasi

 Alergi terhadap kontras media


 Kelainan jantung

Kontras Media

Conray 280 ( Glenda J. Bryan )

Kontras media yang digunakan berjenis water soluble organik


iodine compounds dengan konsentrasi bahan antara 50% sampai 76%.
Jumlah kontras media yang dipunksi sebanyak 20 ml sampai 30 ml
untuk satu proyeksi arteriografi femoralis dengan kecepatan
penyuntikan 8 sampai ml/s dan 40 ml- 60 ml untuk proyeksi bilateral
dengan kecepatan penyuntikan mencapai 10 sampai 15 ml/s.

Teknik Pemeriksaan

Pemeriksaan Arteriografi Femoralis dilakukan dengan


beberapa tahap yaitu :

1. Persiapan Pasien

 Pasien puasa kurang lebih 5 jam sebelum dimulainya


pemeriksaan.
 Mencukur rambut pada daerah yang akan dilakukan punksi
( pada daerah inguinal atau lipatan paha dan pubis ).
 Pasien diwajibkan mixie sebelum pemeriksaan dimulai.

2. Premedikasi

Pemasukan bahan kontras ke dalam pembuluh darah akan


menyebabkan rasa sakit selama pemeriksaan dilakukan, sehingga
diperlukan premedikasi untuk mengurangi rasa sakit tersebut. Jika
dilakukan anastesi lokal maka harus diberikan omnopon dan
scopolamine.

3. Posisi Pasien

 Pasien diposisikan supine di atas meja pemeriksaan dengan jari-


jari kaki diputar 30° ke dalam.

 Kedua tumit sedikit dijauhkan agar mudah untuk diputar.


 Variasi posisi pasien juga dapat dilakukan untuk mendukung
penglihatan yang lebih baik pada daerah poplitea dan cabang-
cabangnya.

4. Metode Pemasukan Bahan Kontras

 Penyuntikan secara langsung (direct puncture)


Common femoral artery kanan merupakan arteri yang paling
sering dijadikan akses puncture oleh karena lumen yang cukup
besar, pulsasi yang teraba lebih superficial, terdapat caput
femoris di bagian profunda sehingga mudah dilakukan penekanan
arteri untuk menghindari hematoma dan komplikasi lebih lanjut.
 Kateterisasi teknik seldinger
Pada pemeriksaan arteriografi femoralis, punksi dilakukan
setelah anestesi lokal pada daerah lipat paha (inguinal) dengan
jarum no.18. Bila canul telah berada di dalam lumen arteri, maka
dimasukkan guide wire melalui jarum seldinger ke dalam lumen
arteri. Pemasukkan guide wire dilakukan di bawah kontrol
fluoroskopi dan diarahkan ke bifurkartio aorta abdominalis (
lumbal dua atau lumbal tiga ). Kemudian jarum atau canul
dicabut secara perlahan-lahan dan hati-hati agar guide wire tidak
tercabut. Daerah punksi ditekan agar tidak terjadi hematom.
Kateter dimasukkan melalui guide wire sampai ke daerah
pembuluh yang dikehendaki dibawah kontrol fluoroskopi. Guide
wire dicabut selanjutnya dimasukkan bahan kontras (tes kontras)
ke dalam kateter untuk melihat apakah kateter sudah berada
didalam pembuluh darah yang diinginkan.

5. Perawatan Pasien

 Pada akhir pemeriksaan kateter dan introduccer sheet dicabut.


 Tekan bekas suntikan sampai pendarahan berhenti.
 Setelah terjadi pendarahan, bekas punksi diberi plester.
 Pasien bed rest selama 24 jam dan harus tetap dikontrol tekanan
darah dan nadi selam 15 menit selama 4 jam pertama dan
setelahnya dilakukan 4 jam sekali selama 24 jam.
 Suhu tubu dan denyut nadi dicatat tiap 4 jam sekali selama 24
jam setelah pemeriksaan arteriografi femoralis.
 Setelah 24 jam, plester pada daerah bekas punksi bisa dilepas.
Diagnosis Banding

Fraktur collum femur di diagnosis banding dengan kelainan berikut :


 Osteitis Pubis
 Slipped Capital Femoral Epiphysis
 Snapping Hip Syndrome

LO.2.6. Tatalaksana

1. Terapi farmakologi
Penanganan fraktur batang femur ditangani dengan cara :

A. Antibiotik
Antibiotik diberikan apabila terjadi fraktur terbuka misalnya pada
fraktur corpus femur. Luka pada fraktur terbuka harus segera
diberi antibiotik karena apabila luka ditimbulkan karena terkena
benda dari luar atau luka yang kotor dan jaringan lunak banyak
yang rusak, sehingga memungkinkan mikroorganisme masuk
melalui luka tersebut.

Contoh antiobiotik yang diberikan yaitu :


a. Penisilin G
Obat untuk terapi tetanus (C.tetani), perlu ditambahkan toksoid
tetanus dan imunoglobulin tetanus (ATS) sebab Penisilin G
hanya tertuju pada pembasmian mikroorganisme vegetatif saja
b. Tetrasiklin
Obat ini merupakan pengganti apabila tidak ada Penisilin G
c. Kombinasi benzilpenisilin dan flukloksasilin tiap 6 jam selama
48 jam
d. Gentamisin atau metronidazol
Mencegah dari bakteri gram negative

B. Analgesik dan Anti inflamasi Non-Steroid (AINS)


Dipakai untuk menghilangkan rasa nyeri dan mencegah proses
terjadinya inflamasi pada pasien. Contoh obat jenis analgesik dan
Anti-Inflamasi Non-Steroid(AINS) diantaranya ibuprofen,
salisilat, salisilamid, diflunisial, dan para amino fenol
(parasetamol)

2. Terapi non-farmakologi
Prinsip-Prinsip Pengobatan Fraktur :
a. Jangan membuat keadaan lebih buruk
Beberapa fraktur terjadi akibat trauma disebabkan oleh pengobatan
yang diberikan disebut iatrogenik
b. Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat
Perlu ditetapkan apakah fraktur tersebut merupakan jenis fraktur
tertutup atau terbuka
c. Seleksi pengobatan untuk tujuan khusus
 Menghilangkan nyeri : terjadi karena adanya trauma pada
jaringan lunak dan akan bertambah nyeri bila ada pergeseran
 Memperoleh posisi yang lebih baik dari fragmen
 Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang
d. Bersifat realistik dan praktis
e. Menyesuaikan pengobatan sesuai dengan penderita (umur, jenis
fraktur, komplikasi)

Prinsip umum pengobatan fraktur. Ada empat prinsip pengobatan


fraktur:
A. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur
Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur
dengan anamnesis, pemeriksan klinis dan radiologis. Pada awal
pengobatan perlu diperhatikan:
 Lokalisasi fraktur
 Bentuk fraktur
 Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
 Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah
pengobatan
B. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu
Restorasi fragmen fraktur dilakukan untuk mendapatkan posisi
yang dapat diterima. Pada fraktur intraartikuler diperlukan
reduksi anatomis dan sedapat mungkin mengembalikan fungsi
normal dan mencegah komplikasi seperti kekakuan, deformitas,
serta perubahan osteoartritis di kemudian hari. Posisi yang baik
adalah :
 Alignment yang sempurna
 Aposisi yang sempurna
C. Retention; imobilisasi fraktur
D. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal
mungkin

Penatalaksanaan Awal

Sebelum dilakukan pengobatan, maka diperlukan :

1. Pertolongan pertama
Membebaskan jalan nafas, menutup luka dengan perban bersih,
steril dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena
agar penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum
ambulans datang.
2. Penilaian klinis
Misalnya apakah luka terkena tulang, atau ada trauma pembuluh
darah atau saraf
3. Resusitasi
Kebanyakan penderita dengan cidera fraktur multipel datang
dengan keadaan syok, sehingga diperlukan resusitasi berupa
cairan infus atau transfusi darah serta obat-obat anti nyeri.

Terapi pada Fraktur Terbuka

Banyak pasien dengan fraktur terbuka mengalami cidera ganda dan


syok hebat. Bagi mereka, terapi di tempat seperti pada prinsip diatas
merupakan hal penting. Semua fraktur terbuka, tak peduli seberapa
ringannya harus dianggap terkontaminasi karena itu penting untuk
mencegahnya dari infeksi.
Untuk hal ini, ada beberapa hal yang penting :
1) Pembalutan luka dengan segera
2) Profilaksis antibiotik
3) Debridemen luka sedini mungkin
Pengangkatan benda asing atau jaringan yang mati misalnya kulit,
Fasia, Otot mati (makanan bagi bakteri), vaskuler, nervous, Tendon
dan tulang
4) Stabilisasi fraktur
a. Penutupan luka
Pada luka setelah debridemen, dapat ditutup dengan dijahit,
atau dengan cangkokan kulit.
b. Perawatan setelahnya
Tungkai ditinggikan di atas tempat tidur, jika luka dibiarkan
terbuka, periksa setelah 5-7 hari, jika terjadi toksemia atau
septikemia dilakukan drainase.

Tindakan terhadap fraktur terbuka:


a. Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta
pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
b. Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta
tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam
waktu kurang dari 6 jam (golden period 4 jam)
c. penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.

Perawatan fraktur leher femur tergantung pada usia pasien. Pada


anak-anak di bawah usia 16 tahun dengan fraktur undisplaced dan
berdampak patah tulang dapat ditangani dengan gips atau traksi.
Untuk mendeteksi dislokasi, pemeriksaan Roentgen sangat penting
pada setiap minggu selama satu bulan. Jika fraktur terdapat dislokasi
maka harus tetap dilakukan pembedahan dengan pin atau sekrup.

Antara umur16 sampai 60 tahun (orang yang aktif dengan deposit


tulang baik) dengan patah leher femur baik yang tidak ada dislokasi
dan ada dislokasi tetap dilakukan fiksasi dengan sekrup pinggul
dinamis (Kompresi platewith plat) atau beberapa sekrup.

Gambar 8.1. Dynamic hip screw


Fraktur impaksi dapat dirawat dengan istirahat dan traksi untuk
beberapa minggu diikuti dengan latihan yang lembut.Jika bagian
fraktur terpisah maka operasi dilakukan.

Di luar usia 60 tahun (orang yang kuang aktif atau dengan deposit
tulang yang sedikit) semua patah leher femur undisplaced dan
dislokasi dilakukan perawatan dengan pemindahan kepala femoralis
dan penggantian dengan prostesis (ujung atas femur tulang buatan)
seperti Austin Moore atau bipolar. Fraktur impaksi dirawat sama
dengan sebelumnya.

Gambar 8.2. Prosthesis Austin Moore


Berikut foto sinar x menunjukkan fraktur leher femur pada anak laki-
laki berusia 13 tahun.Foto pertama diambil 20 hari setelah
fraktur.Anda dapat melihat rekahan dislokasi.Foto selanjutnya
diambil 1 hari setelah pembedahan memperbaiki fraktur dengan
sekrup.Foto yang paling bawah menunjukkan fraktur bersatu setelah 2
bulan.
Gambar 8.3. pemasangan sekrup pada fraktur leher femur

Gambar 8.4. Penyatuan fraktur


Berikut foto seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun yang datang
berobat 1 bulan setelah mempertahankan fraktur leher femur
dislokasi. Foto pertama menunjukkan fraktur. Dia berhasil dioperasi
dengan osteotomy valgus (berbentuk baji memotong tulang) dan
fiksasi dari fraktur dengan plat samping dan sekrup.Foto kedua
diambil 2 bulan setelahnya.Sekarang memungkinkan pasien untuk
berjalan dengan bantalan berat parsial pada ekstremitas. Foto ketiga
diambil lima bulan setelah operasi. Sekarang fraktur telah bersatu. (8)

Gambar 8.5. Fraktur dan 2 bulan setelah pemasangan sekrup


Gambar 8.6.Lima bulan setelah pemasangan sekrup

Pengobatan fraktur tertutup bisa konservatif dan operatif.


1. Terapi konservatif
a. Proteksi saja
b. Imobilisasi saja tanpa reposisi, misalnya pemasangan gips
pada fraktur inkomplit dan fraktur dengan kedudukan baik.
c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan
2. Terapi operatif
a. Reposisi terbuka, fiksasi interna
b. Reposisi tertutup dengan control radiologis diikuti fiksasi
eksterna.
Tata laksana fraktur collum femoris

Penangangan fraktur leher femur yang bergeser dan tidak stabil


adalah reposisi tertutup dan fiksasi interna secepatnya dengan pin
yang dimasukkan dari lateral melalui kolum femur. Bila tidak dapat
dilakukan pembedahan ini, cara konservatif yang terbaik adalah
mobilisasi langsunf dengan pemberian anestesi intraartikuler dan
menggunakan tongkat. Mobilisasi dilakukan agar terbentuk
psedoartrisus yang tidak nyeri sehingga penderita diharapkan bias
berjalan dengan sedikit pemendekan dan sedikit rasa sakit yang dapat
ditahan.Terapi operatif dianjurkan pada orang lanjut usia berupa
penggantian kaput femur dengan prosthesis atau eksisi kaput femur
diikuti dengan mobilisasi dini pascabedah

LO.2.7. Komplikasi

Komplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat
penanganan
fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik .
1. Komplikasi umum Syok karena perdarahan ataupun oleh karena
nyeri, koagulopati diffus dan gangguan fungsi pernafasan.Ketiga
macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama
pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi
gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi
umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT),
tetanus atau gas gangren
2. Komplikasi Lokal
a. Komplikasi dini
Komplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu
pasca trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu
minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
 Pada Tulang
 Infeksi, terutama pada fraktur terbuka.
 Osteomielitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau
tindakan operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat
menimbulkan delayed union atau bahkan non union.
Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa artritis supuratif
yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi
yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan kartilago
sendi dan berakhir dengan degenerasi
 Pada Jaringan lunak
 Lepuh , Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit
superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup
kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik
 Dekubitus.. terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang
oleh gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang
tebal pada daerah-daerah yang menonjol
 Pada Otot
Terputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif
otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang
robek melekat pada serabut yang utuh, kapsul sendi dan tulang.
Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup
lama akan menimbulkan sindroma crush atau trombus (Apley &
Solomon,1993).
 Pada pembuluh darah
Pada robekan arteri inkomplit akan terjadi perdarahan terus
menerus. Sedangkan pada robekan yang komplit ujung
pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti
spontan.
Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami iskemi bahkan
nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi
dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah
sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh
darah tersebut terlepas dan terjadi trombus.
Pada kompresi arteri yang lama seperti pemasangantorniquet
dapat terjadi sindromecrush. Pembuluh vena yang putus perlu
dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi
(Apley & Solomon, 1993).
Sindroma kompartemen terjadi akibat tekanan intra
kompartemen otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah
sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya.
Fenomena ini disebut Iskhemi Volkmann. Ini dapat terjadi pada
pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat menggangu
aliran darah dan terjadi edema dalam otot.
Apabila iskhemi dalam 6 jam pertama tidak mendapat
tindakan dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang
nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara
periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan kontraktur
volkmann. Gejala klinisnya adalah 5P yaitu Pain (nyeri),
Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness(denyut nadi hilang) dan
Paralisis.
 Pada saraf
Berupa kompresi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus),
aksonometsis (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka
dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley &
Solomon,1993).
Komplikasi lanjut
Pada tulang dapat berupa malunion, delayedunionatau nonunion. Pada
pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau
perpanjangan.
 Delayed union
Proses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara
normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan
sklerosis pada ujung-ujung fraktur, Terapi konservatif selama 6 bulan
bila gagal dilakukan Osteotomi. Lebih 20 minggu dilakukan cancellus
grafting (12-16 minggu)
 Non union
Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan.
- Tipe I (hypertrophic non union) tidak akan terjadi proses
penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan
fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan
koreksi fiksasi dan bone grafting.
- Tipe II (atrophic non union)disebut juga sendi palsu(pseudoartrosis)
terdapat jaringansinovial sebagai kapsul sendi beserta ronggasinovial
yang berisi cairan, prosesunion tidak akan dicapai walaupun
dilakukan imobilisasi lama.
Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi
periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen
fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai,implant atau gips yang
tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang
(fraktur patologis)
 Mal union
Penyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas.
Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi .
- Osteomielitis
Osteomielitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan
operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed
union sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota
gerak yang mengalami osteomielitis mengakibatkan terjadinya atropi
tulang berupa osteoporosis dan atropi otot ronggasinovial yang berisi
cairan, prosesunion tidak akan dicapai walaupun dilakukan
imobilisasi lama.
- Kekakuan sendi
Kekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan
imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler,
perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon.
Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan
melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan
periengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita
dengan kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon,1993).

LO.2.8. Prognosis

Pada umumnya fraktur femur lebih besar / sering di derita oleh laki-laki
dewasa dan laki-laki muda / pada pria dari apada kaum wanita karena
faktor aktivitas yang lebih banyak dilakukan. Dan biasanya untuk laki-laki
dewasa di akibatkan oleh adanya kecelakan / trauma lansung seperti
kecelakan pada kendaraan bermotor / karena adanya benturan yang keras /
jatuh dari ketinggian. Kemudian fraktur (femur) biasanya juga di alami
oleh kaum gerontik karena faktor patologik.
DAFTAR PUSTAKA

Apley. A. Graham. 1995. Orthopedi dan Fraktur Sistem Apley. Edisi 1. Jakarta : EGC.

Brunner and Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 3. Volume 8.
Jakarta : EGC.

Buku Histologi diFiore. Edisi 11. Jakarta: EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan Edisi 2.
Jakarta : EGC .

Donges, Marilyn B, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Lukman and Sorensen’s. 1993. Medical Surgical Nursing. 4th Edition buku 11. USA : WB
Sunder Company.

Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid II. FKUI. Media
Aesculapius.

Price, Slyvia A Dan Laraine M. Wilson.1995. Patofisiologi. Buku I . Edisi 4. Jakarta : EGC.

Rasjad, Chairudin. 1998. Ilmu Bedah Orthopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamupate.

Reksoprodjo S. Dkk. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. FKUI. Jakarta

Sjamsuhidrajat, R & Wim de Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smetzer, Suzanna. C. dkk. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddarth.
Edisi 8, vol 3. Jakarta : EGC.

http://bedah-mataram.org/index.php?option=com_content&view=article&id=112:fraktur-
leher-atau-kolum-femur-or&catid=39:refrat-ortopedi&Itemid=79

http://ppni-klaten.com/index.php?view=article&catid=39%3Appni-ak-
sub&id=63%3Afraktur&format=pdf&op

http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/3keperawatanpdf/207312089/bab2.pdf

Anda mungkin juga menyukai