Anda di halaman 1dari 8

SALPINGITIS

A. Definisi
Salpingitis adalah terjadinya inflamasi pada tuba fallopi. Tuba fallopi
perpanjangan dari uterus, salpingitis adalah salah satu penyebab umum terjadinya
infertitas pada wanita. Apabila salpingitis tidak ditangani dengan segera, maka infeksi
ini akan menyebabkan kerusakan pada tuba fallopi secra permanen sehingga sel telur
yang dikeluarkan dari ovarium tidak dapat bertemu dengan seperma. Tanpa
penanganan yang cepat infeksi bisa terjadi secara permanen merusak tuba fallopi
sehingga sel telur yang dikeluarkan pada proses menstruasi tidak bisa bertemu dengan
sperma. 1

B. Epidemiologi
Dari wanita usia 15 – 44 tahun, 0,29% per 100.000 pasien meninggal karena
salpingitis. Kejadian salpingitis terbanyak pada wanita dengan sosial ekonomi rendah.
Kasus yang dilaporkan wanita yang terkena saat berkembang menjadi salpingitis
kronik dengan komplikasi. 1
Salpingitis mempengaruhi 11% wanita usia subur. Pengaruh yang besar pada
hubungan seks di usia muda, banyak pasangan dan gaya hidup tidak sehat dari pada
faktor lain yang menyebabkan salpingitis. Menjadi prevalensi tertinggi pada usia 15 –
24 tahun. Kurangnya pengetahuan dengan gejala yang timbul dan keinginan
menggunakan kontrasepsi meningkatkan kejadian yang timbul. 1
Dalam satu periode salpingitis resiko infertilitasnya 8 – 17 %, sedangkan
dengan tiga periode salpingitis memiliki resiko infertil 40 – 60 % walau tergantung
pula dengan derajat keparahan penyakit. Rusaknya tuba meningkatkan resiko ektopik,
sekali terkena salpingitis 7 – 10 kali kejadian hamil ektopik. Setengah dari kejadian
ektopik dikarenakan infeksi salpingitis. 1,2

C. Etiologi
Infeksi ini jarang terjadi sebelum siklus menstruasi pertama, setelah
menopause maupun selama kehamilan. Penularan yang utama terjadi melalui
hubungan seksual, tetapi bakteri juga bisa masuk ke dalam tubuh setelah prosedur
kebidanan/kandungan (misalnya pemasangan IUD, persalinan, keguguran, aborsi dan
biopsi endometrium). Penyebab lainnya yang lebih jarang terjadi adalah:
 Aktinomikosis (infeksi bakteri)
 Skistosomiasis (infeksi parasit)
 Tuberkulosis
 Penyuntikan zat warna pada pemeriksaan rontgen khusus

Beberapa bakteri yang paling umum bertanggung jawab untuk salpingitis meliputi:

 Klamidia
 N.gonorhe
 Mycoplasma
 Staphylococcus
 Streptococcus 3

D. Patofisiologi
Kebanyakan kasus salpingitis terjadi dalam 2 tahap. Pertama melibatkan
akuisisi infeksi vagina atau leher rahim. Yang kedua melibatkan peningkatan saluran
kelamin bagian atas. Meskipun mekanisme yang tepat untuk peningkatan tidak
diketahui, siklus menstruasi mundur dan pembukaan leher rahim selama menstruasi
tapi hal tersebut merupakan faktor yang dapat meningkatkan infeksi. 1,3
Proses membedahan seperti biopsi endometrium, kuret dan hysteroscopies,
merupakan predisposisi wanita untukinfeksi ini. Perubahan dalam lingkungan mikro
cervicovaginal dihasilkan dari terapi antibiotik, ovulasi, menstruasi atau penyakit
menular seksual (PMS) dapat mengganggu keseimbangan flora endogen,
nonpatogenik biasanya menyebabkan organisme untuk berkembang biak sangat cepat
dan akan naik ke saluran bagian atas. 1
Faktor – faktor ini juga dapat memfasilitasi peningkatan bakteri patogen,
seperti neisseria gonorrhoeae atau chlamdia trachomatis. Intercourse juga dapat
berkontribusi untuk peningkatan infeksi dengan kontraksi rahim secara mekanis
membujuk organisme untuk meningkat. Selainitu sperma dapat membawa organisme
ke saluran kelamin bagin atas pada saat hubungan seksual. 1

E. Tanda Gejala
Ada pun tanda gejala gejala dari salpingitis adalah:
 Nyeri pada kedua sisi perut
 Demam
 Mual muntah
 Kelainan pada vagina seperti perubahan warna yang tidak seperti orang
normal atau berbau
 Nyeri selama ovulasi
 Sering kencing
 Lower back pain
 Disminorhoe

F. Interpretasi Pemeriksaan
a) Pemeriksaan umum:
1. Suhu biasanya meningkat
2. Tekanan darah normal
3. Denyut nadi cepat
b) Pemeriksaan abdomen:
1. Nyeri perut bawah
2. Nyeri lepas
3. Rigiditas otot
4. Bising usus menurun
5. Distensi abdomen
c) Pemeriksaan inspekulo:
Tampak sekret purulen di ostium serviks
d) Pemeriksaan laboratorium:
Leukosit cenderung meningkat 3

G. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis, maka perlu dilihat dari berbagai pemeriksaan,
diantaranya:
a) Pemeriksaan umum:
1. Suhu biasanya meningkat
2. Tekanan darah normal
3. Denyut nadi cepat
b) Pemeriksaan abdomen:
1. Nyeri perut bawah
2. Nyeri lepas
3. Rigiditas otot
4. Bising usus menurun
5. Distensi abdomen
c) Pemeriksaan inspekulo:
Tampak sekret purulen di ostium serviks
d) Pemeriksaan laboratorium:
Leukosit cenderung meningkat
Pemeriksaan fisik harus dilakukan secara cermat untuk membantu
membedakan diantara beberapa keadaan yang berbeda yang diwakili oleh gambaran
klinis. Tentukan dengan pemeriksaan abdomen apakah terdapat tanda-tanda
peritonitis, termasuk difans muskular (infoluntary guarding), nyeri langsung, nyeri
alih, dan nyeri lepas, tanda psoas yang positif, dan nyeri pada sudut kostovertebral.
Lakukan pemeriksaan pelvis yang cermat dan hati-hati, termasuk pemeriksaan
bimanual palpasi rektal dan vaginal, carilah informasi untuk mendapatkan lokasi yang
tepat dan sifat proses penyakit, catatlah adanya rasa sakit pada palpasi juga dengan
menggerakkan serviks ke satu sisi atau sisi lainnya. Tentukan adanya massa atau
penebalan adneksa. Jika ditemukan massa dan konfirmasikan melalui pemeriksaan
ultrasonografi, pasien harus diperiksa untuk abses tubo-ovarium dan ditangani dengan
tepat.
Lakukan usaha untuk menunjukkan penyebab nyeri pelvis tentukan apakah
polanya rekuren, progresif dan berhubungan dengan menstruasi, misalnya, sebagai
kemungkinan tanda endometriosis, atau akut, intermiten dan disertai dengan nyeri
pinggang dan disuria, yang menggambarkan pielitis, atau urolitiasis. Mungkin sulit
untuk membedakan pielonefritis dari salpingitis karena dapat terjadi iritasi uriter jika
tuba yang mengalami inflamasi terletak (atau menempel) pada tepi posterior
ligamentum latum dimana menyilang uriter. Carilah penjelasan laboratories dengan
melakukan sekurangnya hitung darah lengkap, hitung diferensial, laju endap darah,
dan urinalisis. Ingatlah bahwa beberapa proses peradangan noninfeksius, seperti
nekrosis jaringan avaskular yang berhubungan dengan torsio atau infark adneksa,
dapat menyebabkan efek sistemik yang diketahui dari likositosis, pergeseran hitung
diferensial, dan peningkatan laju endap darah. Ingatlah juga bahwa petanda
laboratorium untuk infeksi dapat timbul lebih lambat pada kasus salpingitis; petanda
tersebut dapat timbul beberapa jam setelah gejala klinis (bahkan beberapa hari),
sehingga memberikan banyak keraguan. Konsentrasi serum C-protein fase akut
seringkali sangat menolong dalam keadaan ini. Perubahan menstruasi, tanda-tanda
yang mengarahkan pada kehamilan, nyeri bahu, atau tenesmus memerlukan
pertimbangan yang serius adanya kehamilan ektopik. Lakukan tes kehamilan, lebih
disukai pengukuran human chronic gonadotropin (hCG) subunit-beta, dan
pemeriksaan ultrasonografi jelas diperlukan pada keadaan ini. 4

Diagnosis banding:

Kondisi umum pelvis yang sering terlupakan untuk salpingitis akut adalah
kehamilan ektopik, apendistis akut, dan diverticulitis (diagnosis lain yang perlu
dipertimbangkan meliputi endometriosis, kista overium, enteritis regional dan
leiomioma uteri). Kehamilan ektopik harus dicurigai bila terdapat riwayat amenore,
oligomenore, atau gejala-gejala kehamilan terutama bila suhu dan hitung leukosit
tidak menunjukkan peningkatan yang bermakna. Kuldosentesis dapat menyingkap
adanya darah yang tidak membeku.

Apendisitis perlu dipertimbangkan bila nyeri terlokalisir pada kuadran kanan


bawah (terutama titik McBurney). Pada apendisitis, rangkaian gejala awalnya yang
klasik yaitu nyeri periumbilikalis, diikuti oleh anoreksia, nausea atau vomitus atau
keduanya, dan pergeseran rasa nyeri ke kuadran kanan bawah. Titik nyeri di atas
apendiks akan lebih nyeri pada pergerakan serviks. Demam ringan dan leukositosis
moderat merupakan gejala penyerta; hitung leukosit dan suhu sering lebih rendah dari
yang didapat pada salpingitis akut. (catatan : bila dilakukan laparatomi karena
dicurigai apendistis dan ditemukan salpingitis tanpa komplikasi, tuba tidak dibenarkan
diangkat atau diinsisi). Diverticulitis dapat sulit dibedakan dari salpingitis sisi kiri.
Serangan khas diverticulitis ditandai dengan nyeri pada kuadran kiri bawah,
menggigil, demam dan tanda-tanda peritoneum (peritoneal signs). Masa yang nyeri
dapat terpalpasi di atas sigmoid. Pasien dapat memberikan riwayat serangan
diverticulitis. 5

H. Tatalaksana
Dalam penatalaksanaan anjurkan untuk kultur darah dan antibiotic lewat IV
jika keadaan memburuk. Untuk menekankan kerusakan permanen pada anatomi dan
fisiologi tuba, pasien harus diterapi secepat mungkin dengan antibiotic yang sesuai.
Bila terdapat beberapa macam bakteri yang menginfeksi, antibiotic diberikan tidak
hanya satu.
Pasangan harus ikut diperiksa agar penyebaran dan pengobatan tuntas.
Diskusikan kemungkinan masalah yang terjadi dimasa mendatang seperti infertilitas,
kehamilan ektopik, dan pembentukan abses yang berperan untuk mengenal keadaan
dan prognosisnya untuk menghindarkan unfeksi ulang dan komplikasi.
1. Berobat jalan bila keadaan umum baik, dengan terapi
a) Berikan antibiotic
 Cefotaksim 2 gr IM
 Amoksisillin 3 gr per oral
 Ampisillin 3,5 gr per oral
 Prokain ampisillin G dalam aqua 4,8 juta unit IM pada 2 tempat
masing-masing disertai dengan pemberian prebenesid 1 gr diikuti
dengan,
 Doksisiklin 100 mg per os 2 kali sehari selama 10 sampai 14 hari
 Tetrasiklin 500 mg per os 4 kali sehari.
b) Tirah baring
2. Rawat inap jika terdapat keadaan-keadan yang dapat mengancam jiwa ibu. Rawat
inap mungkin diperlukan bila pasien tidak memberikan respon yang baik. Setelah
terapi berakhir dianjurkan dilakukan biakan serviks dan pemeriksaan pelvis
selanjutnya. Dianjurkan pada keadaan-keadaan berikut :
a) Diagnosis tidak pasti dan pembedahan darurat seperti apendisitis dan
kehamilan ektopik harus disingkirkan
b) Dicurigai adanya abses pelvis
c) Penyakitnya berat sehingga tidak memungkinkan untuk rawat jalan
d) Pasien hamil
e) Pasien tidak mampu mengikuti atau mentoleransi regimen pada waktu berobat
jalan
f) Pasien tidak memberikan respon terhadap pengobatan rawat jalan
g) Pasien memiliki penyakit-penyakit penyulit medic seperti diabetes atau
penyakit katup jantung

Penanganan termasuk pemberian antibiotic, analgesic, cairan dan bed rest.


Salpingitis yang tidak ditindak lanjuti akan berkembang menjadi Pelvic
Inflammatory Disease (PID). Waktu yang terbaik untuk pembedahan adalah saat
proses inflamasi menghilang secara maksimal diantara rekurensi.
Setelah dilakukan salpingektomi penting untuk menggunakan drain atau bisa
juga membuang tuba yang rusak. Kadang uterus dan ovarium juga dibuang
(hysterectomy dengan salpingo-oophorectomy). Laparoskopi hanya jika
menginginkan pembedahan kecil. Juga dikenal dengan “Bandpaid surgery” karena
hanya insisi kecil yang kemudian dimasukkan alat kecil untuk melihat isi abdomen
dan melakukan pembedahan. 2,4

I. Prognosis
Prognosis untuk salpingitis baik jika penyakit ini didiagnosis dan diobati dini,
meskipun sebagian kecil pasien akan menjadi tidak subur meskipun perawatan dini.
Prognosis buruk pada pasien dengan episode penyakit berulang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Benjamin CL, Beaver DC. Pathogenesis of salpingitis isthmica nodosa. Am J Clin
Pathol. 2005
2. Chawla, Nitin. et all. 2009. Salpingitis isthmica nodosa. Indian Journal of
Pathology and Microbiology
3. Cunningham, F.G., Gant, N.F., Gilstrap III, L.C., Hauth, J.C & Wanstrom, K.D.
2004. Obstetriwilliams. Ed 21. Jakarta : EGC
4. Sarwono. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo
5. Widyastuti. 2009. Ilmu Kebidanan YBP-SP. Ed.3. Jakarta : FKUI

Anda mungkin juga menyukai