Anda di halaman 1dari 18

ANAMNESIS

1) Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi
intra uterin, infeksi intranatal)
2) Riwayat persalinan dengan tindakan atau komplikasi.
3) Riwayat ikterus atau terapi sinar atau transfusi tukar pada bayi sebelumnya.
4) Riwayat inkompatibilitas darah.
5) Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembeseran hepar dan limpa.
6) Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat
dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

PEMERIKSAAN FISIK
Metode visual memiliki angka kesalahan yang tinggi, namun masih dapat digunakan apabilatidak
ada alat. Pemeriksaan ini sulit diterapkan pada neonatus kulit berwarna, karena besarnya bias penilaian. Secara
evidence pemeriksaan metode visual tidak direkomendasikan, namun apabila terdapat keterbatasan alat masih
boleh digunakan untuk tujuan skrining dan bayi denganskrining positif segera dirujuk untuk diagnostik dan
tata laksana lebih lanjut.
WHO dalam panduannya menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, sebagai berikut:
a. Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari dengan cahayamatahari)
karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan buatandan bisa tidak terlihat
pada pencahayaan yang kurang.b.
b. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di bawah kulit dan jaringan
subkutan.
c. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh yang tampak kuning.
Klasifikasi ikterus :
Ikterus patologis :
- Ikterus segera setelah lahir
- Ikterus pada 2 hari pertama
- Ikterus pada usia > 14 hari
- Ikterus lutut atau siku atau lebih
- Bayi kurang bulan
- Tinja pucat
Ikterus fisiologis :
- Ikterus usia 3-13 hari
- Tidak ada tanda patologis

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk)
Pemeriksaan serumbilirubin harus dilakukan pada neonatus yangmengalami ikterus. Terutama pada
bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat.
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk
menentukan perlunya intervensi lebihlanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam
pelaksanaan pemeriksaan serumbilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap
dapat meningkatkanmorbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum
harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil).
Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dLatau
usia bayi > 2 minggu.

2) ‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’


TcB dapat digunakan an untuk menentukan kadar serum bilirubintotal, tanpa harus mengambil
sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubintotal < 15 mg/dL (< 257 µmol/L), dan
tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar. Bilirubinometer adalah
instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsipmemanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya
dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus
yang sedang diperiksa.Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat
dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance
yangtidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining,bukan untuk
diagnosis. Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis
biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun
transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam
mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.
3) Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan
mengapaensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.Beberapa metode
digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunyadengan metode oksidase-
peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin
menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan
lebih terarah.Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO
dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO
yang dikeluarkanmelalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.
4) Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus antara
lain:
• Golongan darah dan ‘Coombs test’
• Darah lengkap dan hapusan darah
• Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc
• Bilirubin direk
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dantingginya kadar
bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihanterapi sinar ataukah tranfusi tukar.1

DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
Ikterus neonatorum (Neonatal jaundice) merupakan fenomena biologis yang timbul
akibat tingginya produksi dan rendahnya ekskresi bilirubin selama masa transisi pada neonatus.
Pada neonatus produksi bilirubin 2 sampai 3 kali lebih tinggi dibanding orang dewasa normal. Hal
ini dapat terjadi karena jumlah eritosit pada neonatus lebih banyak dan usianya lebih pendek.
Sebagian kecil bayi yang tampak ikterik saat lahir, menderita suatu infeksi kongenital
yang dapat melewati plasenta dan mungkin dapat menyebabkan kerusakan serius pada janin.
Infeksi kongenital tersebut adalah toksoplasmosis, rubella,cytomegalovirus,virus herpes dan
sifilis. Ikterus akibat infeksi kongental ini biasanya merupakan gabungan bilirubin
tak terkonyugasi dan bilirubin terkonyugasi. Bayi memperlihatkan tanda-tanda infeksi
lainnya yang abnormal. Namun demikian, sebagian besar ikterus yang tampak dalam 24 jam
pertama adalah karena hemolisis yang berlebihan. .
Jenis bilirubin dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi/bilirubin indirek/bilirubin bebas yaitu bilirubin tidak larut
dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas larut dalam lemak
serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewatisawar darah otak.
2. Bilirubin terkonjugasi/bilirubin direk/bilirubin terikat yaitu bilirubin larutdalam air dan tidak
toksik untuk otak.2
Ikterus di bagi menjadi 2, yaitu :
1) Ikterus Fisiologis
Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat adalah
sebesar 1-3 mg/dL dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dL/24
jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya mencapai
puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dL untuk selanjutnya menurun
sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dL antara hari ke 5-7 kehidupan. Ikterus
akibat perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagai akibat
hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada konjugasi
dan ekskresi bilirubin oleh hati.
Ikterus disebut fisiologik bila
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melewati 10 mg% pada neonatus cukup bulan dan 12,5
mg% pada neonatus kurang bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5 mg% per hari.4.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologik
2) Ikterus patologik
Ikterus patologik adalah ikterus yang mempunyai dasar patologik atau kadar
bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemi. Untuk melihat
ikterus kadang-kadang agak sulit, apalagi dengan cahaya buatan. Yang paling baik
adalah dengan cahaya matahari dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati
untuk menghilangkan warna pengaruh sirkulasi.
Ikterus biasanya bermanifestasi pada kadar yang lebih rendah pada yang berkulit
putih dan lebih tinggi pada orang kulit berwarna. Umumnya ikterus baru terlihat jelas
bila bilirubin melebihi 6 mg%.
Setiap ikterus harus diawasi terhadap kemungkinan berkembangnya menjadi
ikterus yang patologik. Kerusakan otak akibat bilirubin indirek pada otak disebut
sebagai kernikterus.
Tanda klinik kernikterus pada permulaan tidak jelas, dapat berupa mata yang
berputar, letargi, kejang, tak mau menghisap, tonus otot meninggi, leher kaku dan
akhirnya opistotonus.

Tanda-tanda Ikterus Patologik


1. Ikterus yang terjadi dalam 24 jam pertama
2. Ikterus yang kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada bayi cukup bulan atau 12,5 mg%
pada bayi kurang bulan.
3. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama
5. Kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg%
6. Ikterus yang memiliki hubungan dengan proses hemolitik, infeksi, atau keadaan
patologik lain yang telah diketahui.
Diagnosis Banding
1) Breas feeding jaundice
Sekitar 5-10 persen bayi baru lahir. Hal ini terjadi pada minggu pertama setelah lahir
pada bayi yang tidak memperoleh cukup ASI. Jika bayi tidak memperoleh cukup ASI,
gerakan usus tidak terpacu dan frekuensi buang air besar berkurang sehingga tidak
banyak bilirubin yang dapat dikeluarkan. Karena itu, susui bayi minimal 8-12 kali
perhari khususnya dalam beberapa hari pertama. Untuk menilai kecukupan asupan
ASI, perhatikan :
 Jika berat badan bayi berkurang ≥ 10% berat lahir pada hari
ketiga,kecukupan ASI harus dievaluasi.
 Bayi yang memperoleh cukup ASI popoknya akan basah kuyup 4-6 kali
perhari dan BAB 3-4 kali ( usia 4 hari). Pada usia 3-4 hari, feses bayi
berubah dari mekonium ( warna gelap ) menjadi kekuningan dan lunak.3
2) Crigler – Najjar syndrome
Sindroma ini merupakan suatu penyakit yang jarang terjadi (1: 106 kelahiran) dan penyakit
ini berhubungan dengan berkurangnya aktiviti enzim glukoronil transferase yang lengkap. Penyakit
ini menjadi lebih ketara pada waktu neonatal awal, jaundice yang intens terjadi karena bilirubinin
direk. Pada pemeriksaan fisik, semuanya normal; analisa biologik hanya mendeteksi bilirubinindirek
yang tinggi.
Diagnosa yang dilakukan adalah jumlah bilirubin indirek, biopsy hati, enzim assay,
totalbilirubin dan bilirubin direk.
 Etiologi
Ditularkan dalam kalangan keluarga ( keturunan ). Seseorang anak harus
mendapat satu kopi gen yang defektif dari kedua orang tua untuk menderita
sindroma ini. Orang tua dengan hanya satu gen yang defektif mempunyai
aktivitas enzi setengah dari orang normal.
 Epidemiologi
Sindroma ini jarang sekali ditemukan, yaitu satu dalam sejuta kelahiran.
Penyakit ini dapat ditularkan pada semua jenis ras seluruh duni dan bisa juga
terjadi pada semua jenis kelamin.
 Patofisiologi
Crigler- Najjar syndrome ini terjadi karena adanya perubahan pada urutan
koding enzim UGT. Ini mengakibatkan tiadanya atau kurangnya enzim uridin
difosfat glikosiltransferase ( UGT ). Sindroma ini berhubungan hampir
sepenuhnya terhadap tiadanya enzim, yang berakibat level bilirubin indirek
yang tinggi ( > 50 mg/dL ) pada waktu kelahiran. Karakteristik Crigler- Najjar
yang kedua adalah turunnya level serum bilirubin ( > 20 mg/ dL ) dan
penurunan besar aktivitas UGT hepar. Pengobatan dengan fenobarbital dapat
menginduksi eskpresi UGT pada pasien dengan Crigler-Najjar tipe 2( Aris
syndrome), dengan penurunan level bilirubin serum sehingga 25%.
 Manifestasi klinis
-Konfusi dan perubahan pemikiran.
-Ikterus dan kuning pada sclera yang terjadi beberapa hari setelah lahir dan
bertambah buruk hari ke hari.
 Penatalaksanaan
o Fototerapi dibutuhkan secara regular sepanjang hidup. Pada bayi,
fototerapi dilakukan dengan lampu bilirubin atau lampu biru.
Fototerapi tidak efektif untuk anak 4 tahun ke atas karena kulit yang
tebal menghalang cahaya.
o Transplatasi hepar dapat digunakan pada penderita dengan sindroma
Crigler- Najar tipe 1.
o Transfusi darah dapat membantu mengontrol jumlah bilirubin dalam
plasma darah.
o Kalsium dapat digunakan untuk binding dan membuang bilirubun
dalam usus.
o Obat fenobarbital diguanakan untuk tipe 2.
 Pencegahan
Konseling tentang genetik direkomendasikan kepada orang tua dengan sejarah
sindroma Crigler-Najjar. Uji darah untuk pemabawa gen tersebut.
 Komplikasi
Kerusakan otak karena kernikterus, kulit, dan sklera kuning yang kronik.4
3) Inkompatibiltas RH dan ABO
Merupakan suatu penyakit darah yang terjadi apabila tipe darah ibu dan anak
tidak kompatibel. Jika tipe darah bayi masuk ke darah si ibu sewaktu dalam kandungan atau sewaktu
kelahiran, sistem imun si ibu akan melihat darah bayi sebagai suatubahan dari luar dan akan
menghasilkan antibodi untuk menyerang dan menghapuskan sel darahmerah bayi. Keadaan ini akan
mengakibatkan komplikasi dari ringan ke berat. Sistem imun ibu menyimpan antibodi yang
dihasilkannya tadi dan jika terjadi inkompatibilitas lagi, hal yang sama akan terjadi kepada sel darah
merah bayinya. Oleh karena itu, inkompatibilitas sering terjadi pada ibu yangmengandung kedua
kalinya atau kandungan setelah yang pertama, atau juga setelah keguguranatau aborsi

 Etiologi
Tipe darah seseorang ditentukan dengan adanya dua protein yang berbeda yang dikenali
sebagai antigen. Antigen A, B, dan O mempresentasikan tipe darah seseorang sebagai tipe
A, B, AB atau O. Jika seseorang mempunyai faktor Rh antigen, darahnya mungkin Rh-
positif atau Rh-negatif
Inkompatibilitas Rh : Selalu terjadi apabila ibu dengan Rh (-) mengandung anak dari ayah
yang Rh (+)
Inkompatibitilas ABO : Tidak selalu terjadi. Terjadi bila seorang ibi dan bayinya
mempunyai tipe darah yang tidak sama seperti :
Tipe darah ibu A B O
Tipe darah anak B A A atau B

 Epidemiologi
Jarang terjadi karena adanya deteksi dini dan pengobatan. Terdapat kurang
lebih 4000 kasus pertahun di Amerika Serikat. Inkompatibilitas selalunya
terjadi pada kandugnan yang kedua atau kandungan seterusnya.
Inkompatibilitas Rh lebih sering terjadi berbanding inkomaptibilitas ABO.
Tiga kali lebih rentan ada bayi Kaukasia berbanding bayi Afrika-Amerika.
 Gejala klinis
- Kulit pucat
- Kuning pada cairan amnion, tali pusat, kulit dan mata
- Pembesaran hati atau limpa
- Bengkak berat pada badan
 Penatalaksanaan
Inkompatabilitas pada neonatus dapat dicegah. Wanita yang bakal menjadi ibu atau yang
menginginkan anak selalunya dilakukan test darah. Jika seorang ibu itu Rh-negatif dan
belum lagi disensitisasi,dia akan diberikan obat Rh immunoglobulin atau RhoGAM. Obat
ini akan memproduksi produk darah yang akan mencegah antibodi ibu dengan Rh-negatif
dari bereaksi pada darah Rh-positif bayinya. Selalunya RhoGAM diberikan pada minggu
ke-28 kandungan dan sekali lagi dalam 72 jam sebelum bayi lahir.
 Komplikasi
- Semasa dalam kandungan : Anemia ringan atau berat, hiperbilirubinemia dan
jaundice, hidrops fetalis.
- Setelah bayi lahir : Hiperbilirubinemia berat dan jaundice, kernikterus.

4) Hepatitis
 Etiologi
Pada bayi baru lahir, hepaitits terutama disebabkan oleh HVB. HVB mempunyai besar
42 nm,mempunyai envelop yang juga merupakan protein surface antigen (HBsAg). HBV
mempunyai nucleocapsid icosahedral, genom DNA circular dan partially double-stranded (4
gen→surfaceprotein, core protein, DNA polymerase, X protein). Hanya manusia hospes alami HBV
dan tidak ada hewan reservoir. HBV spesifik menginfeksi hati karena reseptor spesifik untuk virus
terdapat pada membrana sel hepatosit yang memudahkan masuk(entry) dan faktor transkripsi hanya
ada dalam sel hati (post-entry)

 Epidemiologi
HBV  virus berenvelop  peka kondisi lingkungan luar.
Tiga cara penularan utama :
a. Darah melalui tusukan jarum suntik, dan transfusi darah.
b. Hubungan seksual.
c. Perinatal: tertulara waktu lewat jalan lahir, ASI.

Hepatitis B terdapat di seluruh dunia terutama Asia, lebih dari 300 juta orang
hepatitis kronik 75% adalah orang asia. Di Asia, insidens hepatoseluler
carcinoa tinggi menunjukkan HBV adalah virus tumor.
 Gejala klinis
Masa inkubasi berkisarr 40-180 hari.
Akut :
Infeksi subklinik : tidak ada gejala hanya HbsAg (+) paling seing.
Infeksi klinik dengan gejala :
- Tanpa ikterus : lesu, anoreksia, urin coklat tua, tes fungsi hati
meningkat.
- Dengan ikterus : lesu, anoreksia, urin coklat tua, tes fungsi hati
meningkat,ikterus.
Kronik ( Carrier bula HbsAg (+) kurang lebih 6 bulan)
- Kronik persisten : klinis sehat, tes fungsi hati sedikit meningkat,
infeksius
- Kronik aktif : gejala hepatitis (+)5
5) Sepsis
Sepsis neonatal adalah sindroma klinis dengan ciri penyakit sistem simtomatik dan
bakterimia. Kadang ditemukan pula bakterimia asimtomatik. Setiap neonats yang
diduga menderita sepsis harus dilakukan pungsi lumbal
 Etiologi
Organisme yang sering menyebabkan sepsis atau meningitas adalah Eschercia
coli, Streptococcus group B, Staphlyococcus aures, Entercoccus, Klebsiella,
Enterobacter sp, Pseudomonas aerugionsa, Proteus sp. Akhir-akhir ini
organisme patogen yang sering menimbulkan penyakit pada bayi berat larhi
rendah yang membutuhkan kateter intravaskular adalah spesies Cnadida dan
Staphlyococccus koagulase engatif. Sepsis yang terjadi pada minggu pertama
akan melibatkan bermacam-macam organ dan biasanya berhubungan dengna
faktor ibu ( infeksi di dapat dari cairan amnion yang terinfeksi atau pada
waktu neonatus melalui jalan lahir).
 Manifestasi klinis
Ditemukan pada sepsis adalah suhu tubuh yang tidak stabil, ikterus, gawat
nafas, hepatomegali, distensi abdomen, anoreksia, muntah, dan letargi. Tanda
dini kadang sukar. Mungkin gejala yang nampak , penampilannya tidak sehat
dan malas minum.
 Diagnosis
Diagnosis tergantung dari orgnisme penyebab yang terisolasi darah, LCS, urin,
atau cairan tubuh lainnya. Darah untuk biakan harus diambil dari vena perifer
oleh karena bila diambil dari kateter yang dimasukan ke pembuluh darah akan
memberikan hasil positif semua. Pungsi vena femoral dapat menimbulkan
osteomelitis dan arteritis septik. Contoh darah untuk biakan sebaiknya diambil
2kali untuk menghindari kontaminasi bakteri. Sesaat sesudah contoh darah
diambil, sepsis harus segera diobati. Biakan urin pada bakterimia dilakukan
mengingat seringnya mikroorganisme ditemukan pada bayi bakterimia.
6) Sefalohematom neonatus
Perdarahan subperiosteal yang terjadi akibat trauma persalinan, yang biasanya
mengenai tulang parietal atau oksipital.
 Etiologi
-Partus lama/obstruksi
-Persalinan dengan ekstraksi vakum
 Manifestasi klinis
-Massa yang teraba agak keras dan berfluktuasi
-Pada palpasi ditemukan kesan suatu kawah dangkal didalam tulang di bawah
massa
-Pembengkakan tidak meluas melewati batas sutura yang terlibat
 Penatalaksanaan
-Yakinkan ibu bahwa ini bukan kondisi serius dan kondisi ini tidak
membutuhkan terapi. Dapat sembuh secara spontan setelah beberapa minggu
-Jangan mengaspirasi sefalohematoma meskipun teraba berfluktuasi

PATOFISIOLOGI
Dalam prosesnya bilirubin akan ditemukan dalam 2 bentuk. Yang pertama yang
disebut bilirubin bebas (indirek), merupakan hasil pemecahan hem yang merupakan hasil
penguraian hemoglobin (zat dalam sel darah merah). Bilirubin ini bersifat racun, sukar larut
dalam air mudah larut dalam lemak, dapat menembus lapisan pelindung otak sehingga
menyebabkan kerusakan. Yang kedua bilirubin direk yang merupakan hasil perubahan dari
bilirubin indirek di hati. Bilirubin ini mudah larut dalam air sehingga lebih mudah
dikeluarkan oleh tubuh.

Pada saat masih dalam kandungan, karena paru-paru yang belum berfungsi, janin
memiliki sel darah merah yang sangat banyak. Sel darah merah inilah yang dibutuhkan untuk
mengangkut oksigen dan zat makanan dari ibu ke janin. Setelah lahir, paru-paru mulai
berfungsi, sel darah merah tak dibutuhkan lagi akan dihancurkan. Proses penghancuran ini
akan menghasilkan bilirubin.

Pada dasarnya warna kekuningan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa
hal, antara lain:
a. Proses pemecahan eritrosit yang berlebihan.
b. Gangguan proses transportasi bilirubin.
c. Gangguan proses penggabungan (konjugasi) bilirubin dengan protein.
d. Gangguan proses pengeluaran bilirubin bersama air.
Gangguan pada proses di atas menyebabkan kadar bilirubin dalam darah meningkat,
akibatnya bayi nampak kekuningan.
Bilirubin yang terlalu tinggi pada keadaan tertentu dapat masuk kedalam otak dan
menyebabkan kerusakan otak dengan gejala gangguan pendengaran, keterbelakangan mental
dan gangguan tingkah laku.6

MANIFESTASI KLINIS

Ada beberapa batasan warna kekuningan pada bayi baru lahir untuk menilai proses
alamiah (fisiologis), maupun warna kekuningan yang berhubungan dengan penyakit
(patologis), agar lebih mudah dikenali.
Secara garis besar, batasan kekuningan bayi baru lahir karena proses fisiologis adalah
sebagai berikut:
a. Warna kekuningan tampak pada hari kedua sampai hari keempat.
b. Secara kasat mata, bayi nampak sehat.
c. Warna kuning berangsur hilang setelah 10-14 hari.
d. Kadar bilirubin (pigmen empedu) dalam darah krang dari 12 mg%.

Adapun warna kekuningan pada bayi baru lahir yang patologis antara lain:
a. Warna kekuningan nampak pada bayi sebelum umur 36 jam.
b. Warna kekuningan lebih cepat menyebar kesekujur tubuh bayi.
c. Warna kekuningan lebih lama menghilang, biasanya lebih dari 2 minggu.
d. Bayi tampak tidak aktif, tak mau menyusu, cenderung lebih banyak tidur,
disertai suhu tubuh yang mungkin meningkat atau malah turun.
e. Adakalanya disertai dengan anemia (pucat).
f. Jika air kencingnya berwarna tua seperti air teh.
g. Kadar bilirubin dalam darah lebih dari 12 mg% pada bayi aterm dan > 10
mg% pada bayi prematur.
ETIOLOGI
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabakan
beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat disebabkan karena :
1. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis
yang mengikat pada inkompatibilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarah tertutup sepsis.
2. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnay substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat asidosis, hipoksia, dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim Glukoronil transferase ( sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain ialah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake
bilirubin ke sel hepar.
3. Ganggguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya
salisilat,sulfafurazole. Defisiemsi albumin menyebabkan lebih banyaknya terdapatnya
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
4. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan
di luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat menbimbulkan
kern-ikterus/ensefalopatibilirubin, serta mengobati penyebab langsung ikterus tadi.
Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan mengusahakan agar konjugasi bilirubin
dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya
glukoronil transferase dengan pemberianobat-obatan (luminal).
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau
albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi sinar atau
transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan kenaikan kadar
bilirubin.
Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra Venous Immuno Globulin dan
Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi
dan ekskresi bilirubin.
1) Terapi Sinar
Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958. Banyak teori
yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru mengemukakan bahwa
terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin. Energi sinar mengubah senyawa yang
berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan
bentuk isomernya. Bentuk isomer ini mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi
oleh hepar ke dalam saluran empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat
dan bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.
Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari beberapa buah lampu neon yang
diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak yang berfentilasi. Agar bayi mendapatkan
energi cahaya yang optimal (380-470 nm) lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian
bawah kotak lampu dipasang pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet
yang tidak bermanfaat untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah
penggunaan 3 bulan walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator
dan pasang tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali
sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-luasnya,
yaitu dengan membuka pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam agar bagian tubuh
yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama
penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila
kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 µmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam.
Penghentian atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan
efek samping terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain :
enteritis, hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek
samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat diteruskan
sementara keadaanyang menyertainya diperbaiki.
2) Terapi transfusi
Jika setelah menjalani fototerapi tak ada perbaikan dan kadar bilirubinterus meningkat hingga
mencapai 20 mg/dl atau lebih, maka perlu dilakukanterapi transfusi darah. Di khawatirkan
kelebihan bilirubin dapat menimbulkankerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek inilah yang harus
diwaspadaikarena anak bisa mengalami beberapa gangguan perkembangan. Untuk itu,darah bayi yang
sudah teracuni akan dibuang dan ditukar dengan darah lain.
Proses tukar darah akan dilakukan bertahap. Bila dengan sekali tukar darah, kadar
bilirubin sudah menunjukkan angka yang rendah, maka terapitransfusi bisa berhenti. Tapi
bila masih tinggi maka perlu dilakukan prosestranfusi kembali. Efek samping yang bisa
muncul adalah masuknya kuman penyakit yang bersumber dari darah yang dimasukkan ke dalam
tubuh bayi
3) Terapi obat-obatan
Terapi lainnya adalah dengan obat-obatan. Misalnya, obat phenobarbitalatau luminal untuk
meningkatkan pengikatan bilirubin di sel-sel hati sehingga bilirubin yang sifatnya indirect
berubah menjadi direct. Ada juga obat-obatanyang mengandung plasma atau albumin yang
berguna untuk mengurangitimbunan bilirubin dan mengangkut bilirubin bebas ke organ hati.
Biasanya terapi ini dilakukan bersamaan dengan terapi lain, sepertifototerapi.
Jika sudah tampak perbaikan maka terapi obat-obatan ini dikurangi bahkan
dihentikan. Efek sampingnya adalah mengantuk.. Akibatnya, bayi jadi banyak tidur dan kurang
minum ASI sehingga dikhawatirkan terjadikekurangan kadar gula dalam darah yang justru memicu
peningkatan bilirubin.Disamping itu manfaat atau efek dari pemberian obat biasanya terjadi
setelah3 hari pemberian obat. Sehingga, terapi obat-obatan bukan menjadi pilihanutama
untuk menangani hiperbilirubin karena biasanya dengan fototerapi sikecil sudah bisa ditangani.
4) Menyusui bayi dengan ASI
Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan feses dan urin.Untuk itu bayi harus
mendapatkan cukup ASI. Seperti diketahui, ASI memilikizat-zat terbaik bagi bayi yang dapat
memperlancar buang air besar dan kecilnya.
Akan tetapi, pemberian ASI juga harus di bawah pengawasan dokter karena pada
beberapa kasus, ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi(breast milk jaundice). Di dalam
ASI terdapat hormon pregnandiol yang dapat mempengaruhi kadar bilirubinnya. Meski demikian
dalam keadaan bilirubinyang tidak terlalu tinggi penghentian ASI tidak direkomendasikan
5) Terapi sinar matahari
Terapi dengan sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan. Biasanyadianjurkan
setelah bayi selesai dirawat di rumah sakit. Caranya, bayi dijemur selama setengah jam
dengan posisi yang berbeda-beda. Lakukan antara jam7.00 sampai 9.00. Inilah waktu dimana sinar
surya efektif mengurangi kadar bilirubin.

Di bawah jam tujuh, sinar ultraviolet belum cukup efektif, sedangkan diatas jam
sembilan kekuatannya sudah terlalu tinggi sehingga akan merusak kulit. Bila pagi hari dalam
keadaan mendung sinar matahari sore atau akhir matahari mungkin masih dianggap aman, sekitar
jam 16.00 s/d 17.00. Hindari posisi yang membuat bayi melihat langsung ke matahari karena dapat
merusak matanya. Perhatikan pula situasi di sekeliling, keadaan udara harus bersih.7

KOMPLIKASI

Jika bayi kuning patologis tidak mendapatkan pengobatan, maka akan terjadi
penyakit kern ikterus. Kern ikterus adalah suatu sindrom neurologik yang timbul sebagai
akibat penimbunan tak terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kern ikterus dapat
menimbulkan kerusakan otak dengan gejala gangguan pendengaran, keterbelakangan mental
dan gangguan tingkah laku.

Dibagi dalam 4 derajat, yaitu :

Derajat I : lethargia, malas minum, hipotoni.

Derajat II : Respon meningkat, tonus meningkat, kejang, hipertermia, bayi bisa


meninggal.

Derajat III : Bila tertolong bayi tampak normal atau asimtomatik.

Derajat IV : Opistotonus, jangaka lama terjadi gejala berupa gangguan motorik,


pendengararan

Selain itu dapat menyebabkan diare akibat hiperosmolar dalam usus.8

PROGNOSIS
Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek telah
melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita kernikterus atau
ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera terlihat pada masa neonatus
atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian. Pada masa neonatus gejala mungkin
sangat ringan dan hanya memperlihatkan gangguan minum, latergi dan hipotonia.
Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut
mungkin didapatkan adanya atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di
hari kemudian. Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita
hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan fisis dan
motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman pendengarannya.

PENCEGAHAN
Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :
1. Pengawasan antenatal yang baik.
2. Menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan ikterus bayi pada masa kehamilan
dan kelahiran.
3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.
4. Penggunaan Fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.
5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir
6. Pemberian makanan yang dini
7. Pencegahan infeksi7

EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65%
mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998
menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.

Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit


pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat
Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus
pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan
kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito
melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5
mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada
hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan
hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi
kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi.
Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang
dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.
Faktor risiko untuk tibilnya ikterus neonatorum
A. Faktor Maternal
 Ras atau kelompok etnik tertentu ( Asia, Native, American, Yunani)
 Komplikasi kehamilan ( DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
 Penggunaan infuks okstosin dalam larutan hipotonik.
 ASI
B. Faktor perinatal
 Trauma lahir ( sefalohematom, ekimosis)
 Infeksi ( bakteri, virus, protozoa)
C. Faktor neonatus
 Prematuritas
 Faktor genetik
 Polistemia
 Obat ( streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxasol)
 Rendahnya asupan ASI
 Hipoglikemia
 Hipoalbuminemia9

DAFTAR PUSTAKA

1. Roberts EA. The jaundiced baby. In: Deirdre A Kelly. Disease of the liver and biliary system 2nd Ed.
Blackwell Publishing 2004, p.35-73
2. Hull D, Johnson DI. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: Kedokteran EGC; 2008.
Hal 61-4; 168-70
3. Pujiarta PS. Kuning pada bayi baru lahir. Jakarta: Pondok Indah Heatlhcare. 40-41
4. Creasy RK, Resnik R. Maternal fetal medicine. Edisi ke-5. Philadephia: Saunder;
2004. h. 537-54.
5. MacSween. Pathology of the liver. Edisi ke-5 Philadephia. Elsiver Limited; 2007. h
159-165.
6. Rudoplh AM, Hoffman JI, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolp. Jakarta:
Kedokteran EGC; 2007. h. 1253-76.
7. Markum AH. Buku ajar ilmu kesehatan anak. Jakarta: Kedokteran UI; 2002. h. 313-7
8. Robbins. Dasar patologi penyakit. Edisi ke-5.Jakarta: Kedokteran EGC. h. 276-7.
9. Maisles MJ. Neonatal Hyperbilirubinemia. Dalam : Klaus MH and Fanaroff AA. Care
of the High-Risk Neonate. 5th edition, WB Saunder Co. 2001: 324-62.

Anda mungkin juga menyukai