Anda di halaman 1dari 4

BAB II

ISI

1.1. Perkembangan Matematika Arab (Abad ke VIII – XIV)


Perkembangan matematika Arab sesudah pertengahan abad kedelapan adalah sangat
mengagumkan sekali , dan mempunyai peranan serta kontribusi yang besar sekali terhadap
perkembangan sejarah matematika . Pada abad 1 perkembangan agama islam, bangsa arab
masih jauh ketinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan dibandingkan dengan negeri-negeri
sekelilingnya, seperti Persia, India, Yunani, dan Romawi. Pada abad permulaan ini
nampaknya bangsa Arab masih sibuk dengan pertentangan-pertentangan dalam negeri sendiri
dan sibuk mengembangkan islam mulai dari jazirah Arab sampai ke luar Arab. Tetapi pada
tahun 750, yaitu pada permulaan pemerintahan khalifah-khalifah Bahu Abbas keadaan
berbalik tajam sekali , dimana mulai pada saat itu bangsa Arab bangkit mengejar ketinggalan
ketinggalannya dalam bidang ilmu pengetahuan . Bangsa Arab mulai mempelajari astronomi,
konsep-konsep falsafah, ilmu kedokteran, matematika dan ilmu lainnya dari Yunani, Mesir,
India, Babylonia dan lain-lainya. Karya ilmu klasik Yunani dan India dibawa ke Baghdad ,
kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Hal ini sangat menguntungkan sekali bagi
perkembangan sejarah metematika, karena hampir seluruh karya matematician Yunani Kuno
tidak dapat ditemukan lagi,yang tinggal sekarang hanyalah terjemahan dari karya-karya ini
dalam bahasa Arab.
Selama masa pemerintahan khalifah-khalifah Bahu Abbas, terutama sekali dalam
masa khalifah terkenal Al-manshur, Harun Al-rasyid, dan Al- makmun, kota baghdad
menjadi pusat pengembangan matematika dan ilmu pengetahuan alam lainya menggantikan
Alexandria pada zaman Yunani. Pada masa pemerintahan khalifah almanshur ( 754 – 779)
karya-karya matematician Brahmagupta diboyong ke baghdad, kemudian diterjemahkan
kedalam bahasa Arab. Diantara karya Brahmagupta ini adalah “Brahma sphuta siddhanta”,
yaitu buku yang berisi tentang astronomi, matematika,dan ilmu pengetahuan alam lainnya.
Tidak lama setelah diterjemahkannya karya Brahmagupta ini (775), maka pada
tahun 700 karya matematician Yunani Ptolemy tentang astrologi yang berjudul “ Tetrabiblos”
diterjemahkan pula kedalam bahasa Arab dari bahasa Yunani.
Pada masa khalifah Al-Mamun memerintah tahun 809-833, ia mendirikan
observatorium di Bagdad dan mengukur meridian bumi. Ia menyuruh melanjutkan
terjemahan buku-buku Elemen Euclides sehingga lengkap. Buku Ptolomeus yang berjudul
Syntaksis Matematika diterjemahkan kedalam bahasa Arab dengan judul Almagest. Banyak
ahli-ahli pengetahuan pada masa itu menulis Matematika. Diantaranya Musa Al-Khowarizmi,
Tabit Ibnu Qorra, Al-Battani, dll.

1.2. Ahli-Ahli Matematika di Arab


A. Al-Khawarizmi
Tidak diketahui dengan pasti kapan Muhammad ibn Musa al-khawarismi
dilahirkan, diperkirakan dia meninggal sekitar tahun 850.Al-Khawarismi menulis lebih
dari setengah lusin karya tentang matematika dan astronomi. Karya-karyanya
kemungkinan berdasarkan kepada karya-karya Siddhanta dari India. Al-Khawarizmi
dikenal sebagai bapak Aljabar. Berikut adalah karya-karya dari Akhawarizmi, yaitu :
1. Aritmatika
Al-khawarizmi menulis aturan-aturan berhitung, misalnya aturan menentukan sisa
suatu bilangan jika dibagi oleh 9, aturan itu disebut aturan mengeluarkan 9, yang
berbunyi sebagai berikut : jika suatu bilangan dibagi oleh 9, maka sisanya sama
dengan sisa bila jumlah angka penyusun bilangan itu dibagi oleh 9.
Contoh:
a. Sisa pembagian 789 oleh 9
Penyelesaian : Cari sisa dari (7+9+8) dibagi oleh 9. Maksudnya disini adalah 7
+ 8 + 9 = 24 jika 24 : 9 hasilnya 2 dan sisa 24 – 18 = 6.
Dan jika dibuktikan dengan kalkulator 789:9= 8.66
 Jadi terbukti benar

b. Sisa pembagian 653 oleh 9


Penyelesaian : Cari sisa dari (6+5+3) dibagi oleh 9. Maksudnya disini adalah
6 + 5 +3 = 14, jika 14 : 9 hasilnya 1 dan sisa 14 – 9 = 5.
Dan jika dibuktikan dengan kalkulator 653 : 9 = 72.55
 Jadi terbukti benar

2. Aljabar
Al-Kitāb al-mukhtaṣar fī 􀀀isāb al-jabr wa-l-muqābala (Arab: ‫حساب في المختصر الكتاب‬
‫ والمقابلة الجبر‬atau Kitab yang Merangkum Perhitungan Pelengkapan dan
Penyeimbangan) adalah buku matematika yang ditulis Al-Khawarizmi pada tahun
830. Kitab ini merangkum definisi aljabar.
Dalam kitab tersebut diberikan penyelesaian persamaan linear dan kuadrat dengan
menyederhanakan persamaan menjadi salah satu dari enam bentuk standar (di sini
b dan c adalah bilangan bulat positif), yaitu :
 kuadrat sama dengan akar (ax2 = bx)
 kuadrat sama dengan bilangan konstanta (ax2 = c)
 akar sama dengan konstanta (bx = c)
 kuadrat dan akar sama dengan konstanta (ax2 + bx = c)
 kuadrat dan konstanta sama dengan akar (ax2 + c = bx)
 konstanta dan akar sama dengan kuadrat (bx + c = ax2)
Contoh :
a. x2 = 40x – 4x2 dapat diubah menjadi bentuk aljabar 5x2 = 40x
b. 50 + x2 = 29 + 10x dapat diubah menjadi x2 + 21 = 10x.

Dalam aljabar dia menyusun aturan untuk menentukan pendekatan akar suatu
persamaan yang diseebut aturan letak dua kali salah. Secara aritmatika dikerjakan
sebagai berikut:
𝑥2 𝑓(𝑥1 )−𝑥1 𝑓 (𝑥2 )
X3 = 𝑓 (𝑥1 )−𝑓 (𝑥2 )

contoh :
Tentukan pendekatan salah satu akar dari x3 - 3x2 + 3 = 0
Penyelesaian : f(1) = 1, f(2) = 8-12+3 = -1
Salah satu akarnya tentu di antara 1 dan -1
𝑥2 𝑓(𝑥1 )−𝑥1 𝑓 (𝑥2 )
Maka, x3 = 𝑓 (𝑥1 )−𝑓 (𝑥2 )
2.1−1 (−1)
x3 = 1−(−1)
3
x3 = 2 = 1,5

B. Al-Battani
Di kalangan ilmuwan Barat, al-Battani dikenal dengan sebutan Albategni atau
Albategnius. Sarjana Muslim yang cemerlang ini menggunakan prinsip-prinsip
trigonometri saat melakukan observasi astronomi di observatorium yang dibangun
Khalifah Makmun al-Rasyid, khalifah Abbasiyah. Pengertian Sinus dan Kosinus
diperkenalkan al-Battani untuk menggantikan istilah Chord atau tali busur yang biasa
digunakan dalam perhitungan astronomi dan trigonometri di masa itu. Dalam bahasa
Arab, istilah Sinus disebut Ja’ib yang berarti teluk atau garis bengkok. Sedangkan
Kotangen dalam bahasa Arab adalah bayangan lurus atau garis istiwa’ (khatulistiwa)
dari Gnomon. Gnomon adalah semacam alat seperti papan yang digunakan untuk
mengukur cahaya matahari setelah dibagi menjadi dua belas bagian. Menurut al-
Battani, Tangen adalah garis bayang-bayang melintang jatuh di permukaan Gnomon.
Ia mengukur garis lurus khatulistiwa melalui pengukuran bayang-bayang yang
muncul pada alat Gnomon. Garis lurus itulah yang dikenal dengan sebutan Kotangen,
sedangkan garis melintangnya disebut Tangen. Teori Tangen dan Kotangen inilah
yang kemudian menjadi pilar dasar bagi ilmu trigonometri.

Anda mungkin juga menyukai