Anda di halaman 1dari 8

Matematika Islam

Pada akhir abad kesembilan, banyak karya utama Euclid, Archimedes, Apollonius,
Diophantus, Ptolemy, dan matematikawan Yunani lainnya telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab dan tersedia untuk dipelajari oleh para sarjana yang berkumpul di Baghdad.
Cendekiawan Islam juga menyerap tradisi matematika kuno para juru tulis Babilonia, yang
tampaknya masih tersedia di Lembah Tigris-Efrat, dan selain itu mempelajari matematika
Hindu.
Secara khusus, matematikawan Islam sepenuhnya mengembangkan sistem angka
tempat desimal untuk memasukkan pecahan desimal, mensistematisasikan studi aljabar dan
mulai mempertimbangkan hubungan antara aljabar dan geometri, dipelajari dan membuat
kemajuan pada risalah geometri utama Yunani Euclid, Archimedes, dan Apollonius, dan
membuat perbaikan yang signifikan dalam bidang dan trigonometri bola.
, ada dua sistem yang digunakan. Para pedagang di pasar umumnya menggunakan
bentuk hisab jari, yang telah diturunkan selama beberapa generasi. Dalam sistem ini,
perhitungan umumnya dilakukan secara mental. Angka dinyatakan dalam kata-kata, dan
pecahan dinyatakan dalam skala Babilonia enam puluh. Ketika angka harus ditulis, sistem
sandi digunakan di mana huruf-huruf Arab alfabet dilambangkan angka.

Kajian matematika secara ilmiah dimulai sejak umat Islam bersentuhan dengan
beberapa karya bidang matematika dari peradaban lain setelah ditaklukannya wilayah
tersebut oleh umat Islam, misalnya Baghdad dan Alexandria. Alexandria pada saat
itu dikenal sebagai wilayah pusat perkembangan matematika, ditaklukkan oleh
umat Islam pada tahun 641 Masehi. Baghdad sebagai pusat pemerintahan Abbasiyyah
di bawah pimpinan al- Mansur, Harun al-Rasyid, dan al-Ma’mun, selanjutnya dijadikan
sebagai pusat ilmu pengetahuan, sehingga di kota tersebut segala aktivitas
ilmiah dilakukan seperti tukar menukar ilmu antar ilmuwan melalui karya dan
terjemahan (Muqowum, 2012).
Perkembangan matematika dalam sejarah peradaban Islam telah dimulai sejak
diturunkannya Al-Qur’an sebagai kitab suci bagi umat Islam. Melalui Al-Qur’an, secara
implisit Allah telah memberikan anjuran kepada makhluk-Nya untuk mempelajari
matematika guna memudahkan manusia dalam menjalani aktivitas kehidupan, utamanya
dalam beribadah. Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Ghashiyahayat 17-21. Dari
ayat tersebut diketahui bahwa dengan melakukan pengamatan terhadap langit
sekaligus benda-benda langit misalnya matahari dan bulan, seperti yang diperintahkan
oleh Allah, maka seseorang akan dapat menentukan dan mengetahui waktu shalat, arah
kiblat, waktu imsak dan waktu diperbolehkannya berbuka puasa.
Beberapa kajian tentang geometri ternyata mampu memberikan inspirasi kepada
ilmuwan-ilmuwan besar yang lahir pada masa berikutnya, termasuk ilmuwan-ilmuwan
muslim seperti Al-Khawarizmi, Al-Buzjani, dan Al-Battani. Ketiga ilmuwan tersebut
ialah ilmuwan muslim yang kemudian menghasilkan temuan-temuan baru, berperan
dalam mendeklarasikan teori-teori yang ada pada matematika bahkan mampu
memberikan sumbangsih terhadap perkembangan trigonometri.

si paling penting dari matematikawan Islam terletak pada bidang aljabar. Mereka mengambil
materi yang sudah dikembangkan oleh orang Babilonia, menggabungkannya dengan warisan
geometri Yunani klasik, dan menghasilkan aljabar baru, yang terus mereka kembangkan. .
Gagasan terpenting yang mereka pelajari dari studi mereka tentang karya-karya Yunani ini
adalah gagasan tentang bukti. Mereka menyerap gagasan bahwa seseorang tidak dapat
menganggap masalah matematika terpecahkan kecuali jika seseorang dapat menunjukkan
bahwa solusinya valid. Bagaimana cara mendemonstrasikan ini, khususnya untuk masalah
aljabar? Jawabannya tampak jelas. Satu-satunya bukti nyata adalah geometris.
Bagaimanapun, geometrilah yang ditemukan dalam teks-teks Yunani, bukan aljabar. Oleh
karena itu, para cendekiawan Islam pada umumnya menetapkan tugas untuk membenarkan
aturan aljabar, baik aturan Babilonia kuno atau aturan baru yang mereka temukan sendiri, dan
membenarkannya melalui geometri.

Al-Khawarizmi
(Buku Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah)
Abu Ja’far Muhammad Ibn Musa Al-Khawarizmi atau biasa dikenal Al-
Khawarizmi. Nama Al-Khawarizmi mengacu pada tempat kelahirannya, sebuah kota
kecil sederhana di pinggir sungai Oxus (Ammu Darya), yaitu Khwarizm (Khanate of Khiva)
(Juhriyansyah, 2006).  Lahir sekitar tahun 780 di Khwarezmia (sekarang Khiva, Uzbekistan)
dan wafat sekitar tahun 850 di Bagdad. Hampir sepanjang hidupnya, ia bekerja
sebagai dosen di Sekolah Kehormatan di Bagdad yang didirikan oleh Khalifah Bani
Abbasiyah Ma'mun Ar-Rasyid, tempat ia belajar ilmu alam dan matematik, termasuk
mempelajari terjemahan naskah Sanskerta dan Yunani. Al-Khawarizmi merupakan
ilmuwan di bidang matematika, astronomi, geografi, ilmu bumi dan seni musik. Dalam
bidang matematika, Al-Khawarizmi dikenal sebagai ilmuwan yang memperkenalkan
konsep algoritma (Juhriyansyah, 2006). Al-Khawarizmi berhasil membuat buku yang
berjudul Hisab al-Jabr wa al-Muqabalah, yang merupakan kajian dalam bidang aljabar.
Buku karyanya tersebut banyak mengacu pada tulisan Diophantus (250 SM). Beliau juga
mengembangkan tabel rincian trigonometri yang memuat fungsi sinus dan garis
singgung tangen. Selain itu, Al-Khawarizmi telah menggagas dan memopulerkan
penggunaan angka 0 serta menyempurnakannya menggunakan angka desimal dan pecahan.
Al-Khawarizmi memperkenalkan sembilan karakter untuk menunjukkan sembilan
angka pertama dan, seperti yang dikatakan versi Latin, sebuah lingkaran untuk menunjukkan
nol. Dia mendemonstrasikan cara menulis angka apa pun menggunakan karakter ini dalam
notasi nilai tempat yang kita kenal. Dia kemudian menjelaskan algoritma penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, membagi dua, menggandakan, dan menentukan akar
kuadrat, dan memberikan contoh penggunaannya.

Besaran yang dia tangani umumnya ada tiga jenis, kuadrat (dari yang tidak diketahui),
akar kuadrat (yang tidak diketahui itu sendiri), dan bilangan mutlak (konstanta dalam
persamaan). Dia kemudian mencatat bahwa ada enam jenis persamaan yang dapat ditulis
menggunakan tiga jenis besaran ini:

1. Kuadrat sama dengan akar (ax 2 = bx).


2. Kuadrat sama dengan angka (ax 2 = c).
3. Akar sama dengan bilangan (bx = c).
4. Kuadrat dan akar sama dengan bilangan (ax 2 + bx = c).
5. Kuadrat dan angka sama dengan akar (ax 2 + c = bx).
6. Akar dan bilangan sama dengan kuadrat (bx + c = ax 2 ).

Salah satu alasan untuk klasifikasi enam kali lipat ini adalah bahwa matematikawan
Islam, tidak seperti orang Hindu, tidak berurusan dengan angka negatif sama sekali.
Koefisien, serta akar persamaan, harus positif. Jenis yang tercantum adalah satu-satunya jenis
yang memiliki solusi positif.

Al-Battani

Al-Battani memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad bin Jabir bin
Sanan Al-Harrani Ar-Raqqi Ash-Sha’ibi. Nama al-Battani diberikan kepadanya karena ia
dilahirkan di daerah Battan, Harran, sebuah daerah yang terletak di Barat daya Iraq. Al-
Battani lahir sekitar tahun 858 di Harran dekat Urfa, Turki. Orang Eropa mengenalnya
sebagai Albategnius. Setelah mengabdikan hidupnya untuk ilmu pengetahuan, terutama
astronomi dan matematika, Al-Battani meninggal pada 929.
Al-Battani merupakan seorang ahli matematika dan astronomi. Al-Battani telah
menciptakan berbagai penemuan ilmiah dalam bidang astronomi, matematika
(trigonometri berbentuk bola, aljabar, geometri), dan geografi.

Dalam sejarah matematika, Al-Battani telah melakukan berbagai perbaikan dan


memberi solusi penting dalam masalah yang berhubungan dengan matematika trigonometri
berbentuk bola (spherical trigonometry), yakni ilmu matematika yang banyak memberikan
kontribusi dalam bidang astronomi (Gaudah, 2012). Selain itu, Al-Battani dikenal banyak
menggunakan prinsip-prinsip trigonometri saat melakukan observasi astronomi. Dalam teori
bintang misalnya, Ia memperkenalkan sinus dan kosinus sebagai chord atau tali busur, serta
menggunakan teori tangen dan kotangen yang kemudian menjadi dasar bagi ilmu
trigonometri modern. Salah satu pencapaiannya yang terkenal adalah tentang penentuan
tahun matahari sebagai 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik.

Salah satu karyanya yang terkenal ialah AzZaij Ash-Shabi’ atau yang banyak dikenal
dengan nama Az-Zij. Isi dari karyanya tersebut ialah uraian astronomis yang dilengkapi
dengan tabel-tabel, berbagai hasil observasi yang pernah dilakukannya, yang kemudian
memiliki pengaruh besar terhadap perkembangan astronomi dan trigonometri di Eropa pada
abad pertengahan dan pada permulaan Renaissance (Arsyad, 1989).

Abu Wafa’

Muhammad bin Muhammad bin Yahya bin Ismail bin al-Abbas Abu Wafa’ al-
Buzajani merupakan nama lengkap Abu Wafa’, seorang astronom dan matematikawan Arab.
Pada tahun 348 H/ 959 M beliau pindah ke Irak untuk kemudian meneliti gerak bintang dan
menetap di Baghdad sampai beliau meninggal pada bulan Rajab 388 H/ Juli 998 M (Arsyad,
1989).

Abu Wafa’ memiliki banyak karya di bidang astronomi dan matematika. Karya yang ditulis
oleh beliau di antaranya:

1. Sebuah buku aritmatika berjudul “Fi ma Yahtaj ilayh al-Kuttab wa al-Ummal min Ilm
al-Hisab” atau oleh Ibnu al-Qifti disebut sebagai “Al-Manazil fi alHisab”.
2. “Al-Kamil” yaitu sebuah buku yang mirip dengan “Almagest”. Pada tahun 1892 Carra
de Vaux menerjemahkan beberapa bagian dari buku ini.
3. “Al-Handasah” yaitu buku yang dituliskan dalam bahasa Arab dan bahasa Persi. “Al-
Handasah” sama dengan “Book of the Geometrical Construction”

Abu Wafa’ dikenal sebagai astronom dan matematikawan, namun jasa utama beliau
terletak pada pengembangan trigonometri yang lebih jauh. Beliau berhasil menyempurnakan
teorema-teorema Menelaus dalam trigonometri sferis, yang disebut “Rule of The Four
Magnitudes” (“Aturan Empat Besaran”), yakni: 𝑆𝑖𝑛 𝑎 ∶ 𝑆𝑖𝑛 𝑐 = 𝑆𝑖𝑛 𝐴 ∶ 1, dan teorema
tangen: 𝑡𝑔 𝑎:𝑡𝑔 𝐴 = 𝑆𝑖𝑛 𝑏: 1, dari rumus-rumus ini abu Wafa’ mengambil kesimpulan: 𝐶𝑜𝑠 𝑐
= 𝐶𝑜 . 𝐶𝑜𝑠 𝑏. Beliau juga yang pertama kali menerapkan dalil Sinus pada sudut miring
segitiga sferis, menggunakan secan dan cotangen dalam trigonometri dan penyelidikan
astronomis, serta mempunyai andil dalam menetapkan metode perhitungan Sin 300 (Arsyad,
1989).

Abu Wafa’ juga menemukan teori yang di Eropa disebut “Variation” atau jalan ke tiga
dari bulan yang ditemukan pada tahun 978 M. Teori ini merupakan kelanjutan sekaligus
penyempurnaan teori perbintangan al-Battani (Arsyad, 1989).

Abu Wafa’ juga merumuskan persamaanpersamaan yang berhubungan dengan teori sinus
untuk segitiga sferis dan beliau juga lah orang pertama yang mendemonstrasikannya.
Persamaan-persamaan tersebut di antaranya:

1. Persamaan trigonometri untuk penjumlahan sudut


2. Persamaan trigonometri untuk setengah sudut
3. Persamaan trigonometri untuk sudut lipat dua

Omar Khayyam
Khayyam dalam bahasa Arab berarti pembuat tenda, nama tersebut disematkan pada
Omar Khayyam sebab ia berasal dari keluarga yang berprofesi sebagai pembuat tenda. Omar
Khayyam merupakan seorang ahli matematika, astronomer, dan filusuf. Omar Khayyam
dikenal sebagai pemuda yang luar biasa cerdas. Dalam usianya yang belum genap 25 tahun,
ia telah mampu menulis banyak buku tentang aritmatika, aljabar, dan musik.53 O‟Connor
dan Robertson menyatakan bahwa Omar Khayyam adalah orang pertama yang menemukan
teori umum dari persamaan berderajat tiga. Omar Khayyam mengembangkan persamaan
aljabar polinomial berderajat tiga dan menyatakan bahwa suatu persamaan berderajat tiga
dapat memiliki lebih dari solusi/penyelesaian. Ia mampu menunjukkan bagaimana sebuah
persamaan berderajat tiga memiliki dua solusi, namun masih gagal menunjukkan persamaan
berderajat tiga memiliki tiga solusi sekaligus. Dalam bukunya yang berjudul Risala fi’l-
barahin ‘ala masa’il al-Jabr wa’l-Muqabala, ia memperkenalkan lebih dari dua puluh jenis
persamaan kubik.

Usaha Omar Khayyam dalam mengembangkan aljabar polinomial berikutnya


dilanjutkan oleh Sharaf al-Din al-Tusi atau yang lebih akrab dikenal dengan nama al-Tusi.
Al-Tusi mencoba menemukan kondisikondisi kapan suatu persamaan pangkat tiga memiliki
penyelesaian atau tidak.

Al-Tusi

Sharaf al-Din al-Tusi. Dari namanya, dapat diketahui bahwa al-Tusi terlahir di Kota
Tus, Persia. Sama halnya dengan Omar Khayyam, al-Tusi juga memusatkan kajian
aljabarnya pada persamaan berderajat tiga berbentuk x 3+ d=bx 2. Al-Tusi mengawali
konsepnya dengan meletakkan persamaan berderajat tiga dalam bentuk x 2 (b−x)=d . Suatu
penyelesaian persamaan menurutnya bergantung pada fungsi pada ruas sebelah kirinya
(apakah mencapai harga d atau tidak). Untuk menentukannya, harus dicari terlebih dahulu
nilai maksimum dari fungsi tersebut. Al-Tusi menyatakan bahwa suatu fungsi akan mencapai
2b
nilai maksimumnya ketika nilai x= (dalam bukunya, al-Tusi tidak menjelaskan
3
2b
bagaimana ia dapat menemukan nilai ¿ ).
3

Kontribusi matematika Islam pada perkembangan ilmu matematika

- Bidang aljabar
Al-Khawarizmi berhasil membuat buku yang berjudul Hisab al-Jabr wa al-
Muqabalah, yang merupakan kajian dalam bidang aljabar. Buku karyanya
tersebut banyak mengacu pada tulisan Diophantus (250 SM).
- Bidang trigonometri
Al-Khawarizmi mengembangkan tabel rincian trigonometri yang memuat
fungsi sinus dan garis singgung tangen.

Kontribusi matematika Islam pada pembelajaran matematika

- Konsep algoritma
- Penggunaan angka 0, menggunakan angka decimal dan pecahan
- Trigonometri

Proyeksi matematika islam pada perkembangan yang akan dating

Daftar Pustaka

1. http://sunankalijaga.org/prosiding/index.php/kiiis/article/view/19/19
2. http://digilib.uinsby.ac.id/10386/5/bab%202.pdf
3. https://math.uin-suska.ac.id/tokoh-ilmuwan-matematika-dalam-peradaban-
islam/
4. https://www.scribd.com/document/362891962/Sejarah-Matematika-Islam

Anda mungkin juga menyukai