Anda di halaman 1dari 9

Tugas Essay

Stabilisasi Lereng Batuan dengan Metode Rock Bolting


( Studi Kasus di Simplon Pass, Swiss )

Disusun oleh :
Kartika Dirayati
13 / 349414 / TK /41109

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
Mei 2016
Stabilisasi Lereng Batuan dengan Metode Rock Bolting

Lereng batuan merupakan salah satu bentuk topografi di permukaan bumi yang
membentuk kemiringan dengan sudut tertentu terhadap bidang horizontal.Berbagai faktor
alam dan aktivitas konstruksi yang dilakukan pada lereng batuan dapat mengurangi
kestabilan dari lereng tersebut. Beberapa contohnya antara lain adalah adanya penggalian
atau pemotongan pada kaki lereng, penambahan beban pada lereng, ataupun akibat adanya
curah hujan yang tinggi sehingga mempengaruhi ketinggian muka air tanah pada lereng
batuan.
Pada permukaan tanah yang tidak horisontal atau miring,komponen gravitasi cenderung
untuk menggerakkan tanah ke bawah. Jika komponen gravitasi sedemikian besar sehingga
perlawanan terhadap geseran yang dapat dikerahkan oleh tanah pada bidang longsornya
terlampaui, maka akan terjadi kelongsoran lereng ( Hary Christady Hardiyatmo; 2010 ).
Pergerakan batuan pada peristiwa keruntuhan batuan biasanya terjadi dengan kecepatan
yang tinggi. Apabila hal ini terjadi pada daerah yang sering dilalui oleh banyak orang, seperti
pada jalan jalan yang melintasi lereng, maka dapat membahayakan jiwa pengemudi yang
melintas. Selain itu, pada proyek proyek seperti pembangunan terowongan ataupun
pembuatan jalan di daerah lereng, keruntuhan batuan dapat mengakibatkan kerugian ataupun
terhambatnya proyek tersebut.

Gambar 1 . Pergerakkan Batuan pada Lereng


Sumber : http://gazebosipil.blogspot.co.id/2012/05/penanganan-keruntuhan-lereng-
batuan.html

Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu upaya untuk mengurangi resiko terjadinya
kelongsoran pada lereng batuan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
perkuatan pada lereng batuan agar kondisi pada lereng menjadi stabil. Perkuatan pada lereng
batuan dapat dilakukan dengan berbagai macam cara yang ditentukan berdasarkan dari
kondisi lingkungan di sekitarnya ataupun berdasarkan kemudahan pengerjaannya. Salah satu
bentuk perkuatan lereng yang dapat diterapkan antara lain adalah dengan rock bolting.
Rock bolting adalah metode perkuatan yang dilakukan dengan pengangkuran (anchoring)
yang bertujuan untuk meningkatkan kekakuan dan kekuatan dari lereng batuan, sehingga
metode ini juga sering dikenal sebagai metode rock anchoring. Pada metode ini, angkur yang
terbuat dari baja akan dimasukan ke dalam lubang lubang yang sudah dibuat pada lereng,
kemudian dilakukan grouting agar angkur benar benar menyatu dengan lereng batuan.
Dengan metode rock bolting ini, diharapkan baja yang ditanam dapat menahan gaya gaya
yang bekerja pada lereng, sehingga lereng tetap stabil.
Selain itu, stabilisasi dan perkuatan lereng dengan rock bolting juga bertujuan untuk
mencegah longsoran ( sliding ), toppling, dan jatuhan ( falling movement ) pada lereng
batuan. Rock bolt dan cable bolt dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis berdasarkan
teknik pengangkurannya. Stillborg ( 1986 ) berpendapat bahwa beberapa jenis bolt adalah
sebagai berikut1 :
1. mechanically anchored rock bolt
2. grouted rockbolts
3. grouted cable bolts
4. friction anchored bolts
Rock bolt dapat berupa untensioned atau tensioned dengan grouting pada batuan.
Perkuatan pada tensioned rock bolt berupa perkuatan aktif, yang disebut juga sebagai
prestressed bolt.Perkuatan aktif juga berguna untuk memadatkan lereng dan lapisan
dasar.Sedangkan pada untensioned rock bolt, perkuatannya bersifat pasif. Menurut G.P Giani
( 1992 ), sistem perkuatan aktif pada massa batuan terdiri dari :
1. zona pengangkuran dimana angkur ditanamkan ke dalam batuan
2. batang angkur bebas
3. kepala angkur beserta bantalan poros dengan pengunci
Pada tensioned bolt, gaya tarik pada anchor akan didistribusikan ke bidang reaksi pada
batuan permukaan sehingga menimbulkan tegangan pada batuan massa yang akan merubah
tegangan normal dan geser pada bidang longsor. Permasalahan yang dapat timbul pada
tensioned bolt disebabkan oleh berkurang/ bertambahnya tegangan angkur akibat adanya
pengenduran, rayapan, ataupun korosi. Pemasalahan ini dapat diatasi dengan melakukan
pengukuran secara berkala agar tegangan yang hilang pada angkur dapat diketahui. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui apakah sistem perkuatan masih bekerja secara optimal atau tidak.

Gambar 2. Perkuatan lereng batuan (a) tension rockbolt in a displaced block; (b) fully
grouted,untensioned dowels installed prior to excavation to pre-reinforce the rock
( Sumber : http://gazebosipil.blogspot.co.id/2012/05/penanganan-keruntuhan-lereng-batuan.html )

Perkuatan pasif memberikan dukungan pada lereng batuan dan meningkatkan tahanan
diskontinuitas ketika terjadi deformasi. Pemasangan bolt biasanya dilakukan tidak tegak lurus
terhadap bidang diskontinuitas. Pada perkuatan pasif, rock bolt dapat digrouting dengan
semen/ resin atau dapat pula berupa frictioned anchor. Akan tetapi, Friction anchored
rockbolt tidak direkomendasikan untuk perkerasan permanen walaupun perlindungan khusus
terhadap korosi diterapkan dalam pemasangannya ( G.P Giani, 1992 ).
Permasalahan yang dapat timbul pada perkuatan pasif adalah korosi pada baja yang dapat
menyebabkan berkurangnya tegangan dan kelicinan pada elemen baja. Selain itu, Grout dapat
mengalami retakan akibat pergerakan geser pada batuan sehingga dapat memicu korosi pada
baja. Kelebihan dari pengguaan untensioned bolt jika dibandingangkan dengan tensioned bolt
adalah pemasangannya yang lebih cepat serta lebih murah dari segi ekonomis jika
dibandingkan dengan tensioned bolt. Akan tetapi seiring dengan berjalannya waktu,
penggunaan tensioned bolt lebih aman jika dibandingkan dengan untensioned bolt.
Posisi, arah dan jarak antar angkur seharusnya ditentukan pertama pada saat
perancangan.Oleh karena itu, prosedur perancangan dan pelaksanaan pemasangan angkur
dilakukan dengan cara cara sebagai berikut :
1. Ground anchors harus dipasang dengan jarak minimal 2 m antar angkur.
2. Sudut pemasangan angkur 10° sampai -10° dari arah horizontal.
3. Arah angkur parallel dengan arah keruntuhan batuan.
4. Jarak angkur ditentukan berdasarkan pengaruh antar angkur, yang dapat dilihat
dengan meninjau kekuatan angkur, diameter angkur, kedalaman, dan kekuatan
keruntuhan batuan.
5. Perencanaan kekuatan angkur dihitung dengan rumus berikut :

( 1-1)

dimana, P = kekuatan bidang gelincir (kN/m2)


α = sudut angkur ( ° )
β = sudut bidang gelincir ( ° )
φ = sudut gesek internal bidang gelincir ( ° )
B = jarak antar angkur arah horizontal (m)
N = jumlah angkur arah vertikal

Pemasangan angkur untuk stabilisasi lereng batuan dapat dilakukan melalui 2 macam
pola arah pemasangan angkur. Pola pemasangan angkur tersebut antara lain adalah
pemasangan secara 1 arah atau Single Directional Anchored Rock Slope (SDARS). Selain
itu, terdapat pola pemasangan angkur lainnya, yaitu pemasangan angkur dengan berbagai
macam arah atau yang biasa dikenal dengan istilah Multiple Directional Anchored Rock
Slope ( MDARS ).
(a) (b)
Gambar 3. Pola Pemasangan Angkur : ( a ) Pemasangan angkur secara 1 arah atau Single
Dircetional Anchored Rock Slope ( SDARS) ; ( b) Pemasangan angkur dengan
berbagai arah atau Multi Directional Anchored Rock Slope
Sumber : Stability Analysis of Anchored Rock Slopes against Plane Failure Subjected to
Surcharge and Seismic Loads, Md Monir Hossain
STUDI KASUS

Contoh penggunaan rock bolting untuk stabilisasi lereng adalah pada penggunaan rock
bolting pada lereng batuan di Simplon Pass, Swiss. Pada kasus ini, akibat adanya rencana
pelebaran jalan di samping lereng, maka diperlukan pemotongan massa batuan pada lereng.
Disisi lain, massa batuan berukuran setinggi 40-50 m dan terus naik sebesar 45ᵒ. Oleh karena
itu, hal ini diperlukan untuk mengakomodasi rencana pelebaran jalan tersebut.
Massa batuan terbagi menjadi 2 blok dengan bentuk retakan yang beragam. Geometri
retakan akan mempengaruhi kestabilan dari lereng batuan apabila dilakukan pemotongan.
Geometri retakan lereng tersebut terdiri dari :
a. sistem retakan pertama ( yang terletak dekat dengan puncak lereng ), yang
bergerak menuruni lereng dengan bidang luncur 38ᵒ-45ᵒ. Lereng dengan sudut 38ᵒ
ini berpotensi untuk membahayakan stabilitas lereng.
b. Sistem retakan kedua dengan posisi yang hampir vertikal.
c. Sistem retakan ketiga, yaitu retakan dengan kemiringan yang hampir datar dan
menurun ke bagian sisi gunung.

Gambar 4. Sistem retakan pada lereng batuan di Simplon Pass, Swiss (VSL-Losinger,1978)
Sumber : Ground Anchors and Anchored Structures, Petros.P. Xanthakos.
Stabilisasi yang dilakukan terdiri dari 2 bagian, yaitu pengangkuran seluruh bagian dari
massa batuan dengan menggunakan angkur prestressed. Kemudian, pemindahan permukaan
batuan dan material yang terkonsolidasi dilakukan secara bertahap dengan menggunakan
metode blasting

Gambar 5. Tahapan pemindahan massa batuan di Simplon Pass, Swiss (VSL-Losinger,1978)


Sumber : Ground Anchors and Anchored Structures, Petros.P. Xanthakos.

Analisis Bidang Longsoran pada Lereng Batuan

Bidang gelincir pada lereng batuan bergesekan pada permukaan batuan, dan dip dari bidang
lereng yang mengalami kegagalan harus lebih besar dari sudut gesek batuan. Kedua kondisi
inilah yang harus diperhatikan dalam analisis batas keseimbangan dalam formulasi kriteria
kegagalan lereng ( Xanthakos, 1991 ). Kegagalan terjadi ketika kuat geser sepanjang bidang
gelincir terlampaui atau,
𝑤 sin 𝛿 + 𝑉 cos 𝛿 = 𝑐𝐴 + ( 𝑊𝑐𝑜𝑠𝛿 − 𝑈 − 𝑉𝑠𝑖𝑛𝛿 )𝑡𝑎𝑛ф ( 1-2 )

Dimana , c,ф = parameter kuat geser batuan ( kohesi, friksi )


W = berat dari massa batuan yang bergeser
A = luas per satuan lebar dari bidang luncur
U = resultan gaya angkat air sepanjang bidang longsor
V = resultan tekanan air
Tension crack

W Z
Zw

Angkur

Gambar 6.Bidang geometris untuk analisis pada keruntuhan lereng

Pada massa batuan yang ditahan oleh angkur, beban prategang yang bekerja pada angkur ( F )
bekerja dengan sudut α searah dengan kemiringan lereng. Kondisi kestabilan dicapai apabila :
𝑊 sin 𝜃 + 𝑈2 − 𝐹 cos 𝛼 = 𝑐𝑙 + ( 𝑊 cos 𝜃 − 𝑈1 + 𝐹𝑠𝑖𝑛𝛼 )𝑡𝑎𝑛ф ( 1-3)

U2

W cos Ѳ

W sin Ѳ

U1

Gambar 7 . Stabilisasi bidang dengan angkur

( 1-4)
𝑊 sin 𝜃 + 𝑈2 − 𝑐𝑙 − 𝑊𝑐𝑜𝑠𝜃 tan ф + 𝑈1 tan ф
𝐹=
(cos 𝛼 + 𝑡𝑎𝑛ф𝑠𝑖𝑛𝛼)

Gaya angkur ( F) menstabilkan lereng dengan cara menahan kemungkinan terjadinya


luncuran massa batuan secara langsung serta dengan meningkatkan gaya gesek sepanjang
bidang gelincir. F akan bernilai minimum ketika α = ф.
Jika tidak ada gaya U yang bekerja maka,
𝑊 sin 𝜃 − 𝑐𝑙 − 𝑊𝑐𝑜𝑠𝜃 tan ф ( 1-5 )
𝐹=
(cos 𝛼 + 𝑡𝑎𝑛ф𝑠𝑖𝑛𝛼)
Nilai F juga akan berkurang jika tidak ada 𝑈1 dan 𝑈2 yang bekerja pada lereng. Hal ini dapat
dilihat dari rumus ( 1-5 ) di atas, dimana faktor pembagi berkurang sehingga nilai F menjadi
berkurang. Hal ini berarti gaya yang ditahan oleh angkur ( rock bolt ) berkurang, sehingga
kondisi ini lebih aman bagi lereng. Cara untuk menghilangkan gaya angkat 𝑈1 dan 𝑈2 antara
lain adalah dengan memberikan sistem drainase pada lereng.

Kesimpulan
1. Pemasangan angkur pada lereng batuan dapat meningkatkan stabilitas tanah, hal ini
karena baja yang ditanam ( angkur) dapat menahan gaya gaya yang bekerja pada
lereng, sehingga lereng tetap stabil.
2. Semakin besar nilai gaya angkat air pada bidang gelincir, maka gaya yang akan
ditahan oleh angkur ( rock bolt ) akan semakin besar.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiyatmo, H.C. 2010. Mekanika Tanah 2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Hossain, Md Monir. 2011. Stability Analysis of Anchored Rock Slopes against Plane
Failure Subjected to Surcharge and Seismic Loads. Diakses dari laman
http://ro.ecu.edu.au/cgi/viewcontent.cgi?article=1139&context=theses hari Rabu, 19
Mei 2016 pukul 17.00 WIB.

Kusnadi, Irfan. 2012. Penanganan Keruntuhan Lereng Batuan. Dipost pada hari Minggu, 6
Mei 2012 pukul 18.53 WIB. Diakses dari laman
http://gazebosipil.blogspot.com/2012/05/penanganan-keruntuhan-lereng-batuan.html
pada hari Minggu, 15 Mei 2016 pukul 16.48 WIB.

Giani, G. P. ( 1988 ). Rock Slope Stability Analysis. Diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh :
A. A Balkema. Rotterdam, Belanda : A. A Balkema Publisher

Xanthakos, P. P. ( 1991 ). Ground Anchor and Anchored Structures. New York : John Wiley
& Sons Inc.

Anda mungkin juga menyukai