OLEH:
SUMARDI
Dibiayai oleh :
Proyek Due-Like Batch III Universitas Diponegoro Semarang
Bismillahirrahmaanirrahiim
Segala puji bagi Alloh SWT, atas berkat dan Rahmat Alloh Yang Maha Kuasa
dan dengan didorong keinginan yang kuat untuk menyelesaikan Bahan Ajar Komponen
Sistem Kontrol ini.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada DUE-Like Batch
III yang telah membiayai penyelesaian metode ini dan segenap panitia yang terlibat
didalamnya. Juga kepada Jurusan Teknik Elektro beserta pihak management jurusan,
rekan rekan dosen, karyawan penulis ucapkan rasa terima kasih yang setulusnya.
Laboratoriun Teknik Kontrol Otomatik, Pengelola Labiratorium, Laboran, dan
Asisten-asistenya terima kasih ya atas dukungan yang telah diberikan selama ini.
Buat keluarga terima kasih atas dukungan dan dorongannya sehingga metode ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Saran yang sifatnya memperbaiki metode ini penulis harapkan dan tunggu demi
peningkatan dan perbiakan dimasa mendatang.
Mudah-mudahan Alloh SWT memberikan balasan yang lebih baik kepada semua
pihak yang telah memberi bantuan kepada penulis.
Amien.
Alhamdulillaahirabbil’aalamin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
iii
2.5.10 Rangkaian-rangkaian yang Terintegrasi Khusus .... 31
iv
BAB V TRANSDUSER MEKANIK ........................................................ 66
5.1 Pengantar ............................................................................ 66
5.2 Perubahan, Lokasi, atau Posisi Transduser ........................ 66
5.2.1 Potensiometer ......................................................... 66
5.2.2 Kapasitif dan Induktif ............................................. 66
5.2.3 Reluktansi variable ................................................. 67
v
6.5 Sumber Optis ....................................................................... 105
6.5.1 Sumber Cahaya konvensional .................................. 106
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
i
2.5.10 Rangkaian-rangkaian yang Terintegrasi Khusus .... 31
ii
BAB V TRANSDUSER MEKANIK ........................................................ 66
5.1 Pengantar ............................................................................ 66
5.2 Perubahan, Lokasi, atau Posisi Transduser ........................ 66
5.2.1 Potensiometer ......................................................... 66
5.2.2 Kapasitif dan Induktif ............................................. 66
5.2.3 Reluktansi variable ................................................. 67
iii
6.5 Sumber Optis ....................................................................... 105
6.5.1 Sumber Cahaya konvensional .................................. 106
iv
GARIS-GARIS BESAR PROGRAM PERKULIAHAN
(GBPP)
Deskripsi Mata Kuliah: Mata kuliah ini berisi tentang Proses control, Bagaimana merancang suatu control proses, komponen-kompone yang digunaka,
actuator, sensor, pengkondisi sinyal. Aplikasi untuk masing masing komponen dan aplikasi secara umum.
Tujuan Instruksional Umum/ Tujuan Mata Kuliah: Setelah mahasiswa menyelesaikan kuliah ini diharapkan mampu merancang sitem control secara real
menggunakan komponen-komponen sensor dan actuator.
1
3 Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini, mahasiswa 3. Pengkondisi 3.1 Dasar-dasar teknik digital 3 X 50 [1], [2], [3], [4]
Sinyal Digital 3.2 Konverter
mampu Mengembangkan persamaan Boolean untuk
- Komparator
sebuah permasalahan sederhana alarm proses kontrol. - ADC
- DAC
Mengimplementasikan sebuah desain alarm kontrol proses
3.3 Akuisisi data dan keluaran
dengan rangkaian digital dan komparator. Menentukan system
3.4 Aplikasi
representasi suatu biner pecahan dan bilangan desimal.
Membuat diagram dasar DAC dan menjelaskan cara
kerjanya. Membuat diagram suatu pendekatan successive
ADC dan menjelaskan cara kerjanya. Menentukan resolusi
konversi dari ADC dan DAC. Membuat sistem akuisisi
data.
4 Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini, mahasiswa 4. Tranducer 4.1 definisi temperatur 3 X 50 [1], [2], [3], [4]
mampu mengklasifikasikan, memahami cara kerja, Panas 4.2 Tahanan logam vs temperatur
merancang dengan menggunakan macam-macam 4.3 Thermistor
tranducer panas. 4.4 Termocouple
4.5 Tranduser panas yang lain
4.6 Perancangan
5 Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini, mahasiswa 5.Tranduser 5.1 Traduser pergeseran, lokasi, 3x 50 [1], [2], [3], [4]
Jurusan Teknik Elektro akan mampu memahami, mekanik Posisi
menjelaskan, merancang tentang tranduser mekanik.. 5.2 Trandiser tegangan
5.3 Tranduser gerakan
5.4 Tranduser Tekanan
5.5 Tranduser Aliran
6 Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini, mahasiswa 6. Tranduser 6.1 Dasar-dasar radiasi medan 3x50 [1], [2], [3], [4]
Jurusan Teknik Elektro akan mampu memahami, Optis elektromagnetik
menjelaskan, merancang tentang tranduser optis 6.2 Photodetector
6.3 Pyrometri
6.4 Sumber Optis
^.5 Aplikasi
2
7 Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini, mahasiswa 7. Final Kontrol 7.1 Operasi Final Kontrol 6x50 [1], [2], [3], [4]
Jurusan Teknik Elektro akan mampu memahami, 7.2 Pengkonversi Sinyal
menjelaskan, merancang mengenai control proses secara 7.3 Aktuator
lengkap baik tanduser maupun actuator yang digunakan 7.4 Element kontrol
8 Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini, mahasiswa 8. Kontroler 8.1 Umum 6x50 [1], [2], [3], [4]
Jurusan Teknik Elektro akan mampu memahami,dan Analog 8.2 Kontrol Elektronik
merancang system control analog dengan komponen- 8.3 Kontrol Pneumatik
komponen pendukungnya 8.4 Perancangan
9 Setelah menyelesaikan pokok bahasan ini, mahasiswa 9. Kontrol Digital 9.1 Dasar control digital 6x50 [1], [2], [3], [4]
Jurusan Teknik Elektro akan mampu memahami,dan 9.2 Komputer data logging
merancang control digital dengan komponen-komponen 9.3 Kontrol Supervisor
pendukungnya 9.4 Direct Digital Control
[1] Curtis D. Johnson, Process Control Instrumentation Technology, John Wiley & Sons
[2] Kenneth A, Judith F Rubinson, Contemporary Instrumental Analysis, Prentis Hall International, 2000
[3] William D Cooper, Instrumentasi Elektronik dan Teknik Pengukuran, Penerbit Erlangga, 1985
[4] Joseph J. Carr, Sensors and Circuits, Prentice Hall, 1993
3
BAB I
PENDAHULUAN
TUJUAN PEMBELAJARAN
Bab ini akan membahas loop kontrol proses secara keseluruhan yang didalamnya
mengandung komponen-komponen yang mendukung pada proses kontrol. Setelah
membacanya diharapkan dapat:
1. Menggambar diagram blok suatu loop proses kontrol dengan
mendiskripsikan masing- masing elemen/komponennya
2. Menyebutkan tiga variable dinamik
3. Menggambarkan tiga kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi respon
loop kontrol proses
4. Mendefinisikan pemrosesan sinyal analog
5. Menggambarkan dua tipe proses kontrol digital
• Proses
Beberapa variabel dinamik tentu saja terlibat dalam suatu proses, dan mungkin
digunakan untuk mengontrol semua variabel pada saat yang sama. Akan dijumpai
proses-proses variabel tunggal dan proses-proses variabel banyak
• Pengukuran
Pengukuran diartikan sebagai pengambilan data dari besaran fisik yang
melibatkan beberapa variabel seperti tekanan pneumatic, tegangan listrik, dan
arus
• Evaluasi
1
Langkah yang diambil selanjutnya adalah mengamati pengukuran dan
menentukan tindakan apa yang harus diambil. Langkah ini disebut sebagai
evaluasi proses kontrol sekuensial.
• Elemen Kontrol (Komponen Sistem Kontrol)
Elemen terakhir dari loop proses kontrol adalah komponen yang secara langsung
mempengaruhi proses , merubah variable dinamik dan membawanya ke dalam
kondisi set point.
Gambar 1.1 Diagram blok loop proses kontrol empat elemen dasar
Gambar 1.2 dan gambar 1.3 memperlihatkan diagram fisik dan diagram blok dari
suatu proses kontrol. Komponen sistem kontrol yang menyusun proses kontrol terdiri dari
pengkondisi sinyal, sensor/tranduser dan aktuator.
2
Gambar 1.3 Diagram blok loop proses kontrol
3
1.3.2 Kriteria Evaluasi sistem Dinamik
Pada sistem dinamik parameter-parameter yang menentukan keberhasilan sistem
kontrol meliputi:
• Settling time
Merupakan waktu yang dibutuhkan oleh loop proses kontrol untuk membawa
variable dinamik sistem kembali menuju range yang diinginkan.
• Error Puncak
Merupakan deviasi maksimum sistem variable dinamik terhadap set point
• Error Residual
Merupakan representasi dari point operasi yang distabilkan dari variable dinamik
• Cycling ( Osilasi)
Diharapkan osilasi pada respon sistem minimum, dan osilasi minimum
didefinisikan sebagai selisih terkecil osilasi yang terjadi pada respon transient atau
saat perubahan set point.
• Area Minimum
Area diindikasikan dengan integral magnitude mutlak error saat memperoleh
gangguan.
4
Gambar 1.7 kriteria-kriteria pada evaluasi respon loop proses kontrol
5
Tegangan Biner
0 0000
1 0001
2 0010
3 0011
4 0100
5 0101
6 0110
7 0111
8 1000
9 1001
10 1010
• Transmisi Sinyal
Ada dua cara untul meng-encode-kan sinyal yang dapat ditransmisikan melalui loop
proses kontrol, yaitu mode transmisi parallel dan mode transmisi serial.
6
Gambar 1.11 Implementasi rangkaian digital dalam kapasitas supervisory
7
BAB II
PENGKONDISI SINYAL ANALOG
TUJUAN PEMBELAJARAN
2.1 PENGANTAR
8
frekuensi rendah secara lambat dimana amplifier respon d-c atau frekuensi rendah
bisa dipakai. Suatu faktor penting dalam pemilihan sebuah amplifier adalah
impedansi input yang amplifier tawarkan kepada transduser (atau elemen-elemen
lain yang menjadi input).
2.2.2 Linierisasi
Linierisasi bisa dihasilkan oleh sebuah amplifier yang gainnya sebuah
fungsi level tegangan untuk melinierkan semua variasi tegangan input ke tegangan
output. Sebuah contoh sering terjadi pada sebuah transduser dimana outputnya
adalah eksponensial berkenaan dengan variabel dinamik. Pada Gambar 2.1 dapat
dilihat sebuah contoh yang dimaksud dimana tegangan transduser diasumsikan
eksponensial terhadap intensitas cahaya I. Bisa dituliskan sebagai
VI = V0e-αt+ (2-1)
Dimana
VI = tegangan output pada intensitas I
V0 = tegangan intensitas zero
α = konstanta eksponensial
I = intensitas cahaya
VA = K ln(VIN) (2-2)
Dimana
VA = tegangan output amplifier
K = konstanta kalibrasi
VIN = tegangan input amplifier = VI [dalam Pers. (2-1)]
Gambar 2.1 Contoh sebuah output transduser nonlinier. Disini, intensitas cahaya diasumsikan
untuk menghasilkan tegangan output.
9
Gambar 2.2 Pengkondisi sinyal yang bagus menghasilkan tegangan output yang berubah secara
linier terhadap intensitas cahaya.
2.2.3 Konversi
Sering kali, pengkondisi sinyal digunakan untuk mengkonversi suatu tipe
variasi elektrik kepada tipe lainnya. Sehingga, satu kelas besar dari transduser-
transduser menyediakan perubahan tahanan dengan perubahan dalam variabe
dinamik. Dalam kasus ini, adalah perlu dibuat sebuah rangkaian untuk
mengkonversi perubahan tahanan ini baik kedalam sinyal tegangan maupun arus.
Secara umum ini dipenuhi oleh jembatan-jembatan bila perubahan sebagian
tahanan adalah kecil dan/atau dengan amplifier-amplifier yang gainnya berubah
terhadap tahanan.
10
perubahan fraksional dalam impedansi sangat kecil. Rangkaian potensiometerik
digunakan untuk mengukur tegangan dengan akurasi yang baik dan impedansi
sangat tinggi.
JEMBATAN WHEATSTONE
∆V = Va – Vb (2-4)
Dimana
11
Va = potensial titik a terhadap c
Vb = potensial titik b terhadap c
VR3
Va = (2-5)
R1 + R3
Dengan cara yang sama Vb adalah tegangan yang terbagi diberikan oleh
VR4
Vb = (2-6)
R2 + R4
Dimana
V = tegangan sumber jembatan
R1,R2,R3,R4 = resistor-resistor jembatan seperti diberikan oleh Gambar 2.3.
Jika sekarang kita kombinasikan Persamaan (2-4), (2-5), (2-6), beda tegangan atau
offset tegangan, dapat ditulis
VR3 VR4
∆V = − (2-7)
R1 + R3 R2 + R4
R2 R3 − R1 R4
∆V = V (2-8)
( R1 + R3 ).( R2 + R4 )
12
DETEKTOR GALVANOMETER
Penggunaan sebuah galvanometer sebagai detektor setimbang dalam
rangkaian jembatan memeperkenalkan beberapa perbedaaan dalam
perhitungannya karena tahanan detektor bisa rendah dan harus menentukan offset
jembatan sebagai offset arus. Jika jembatan disetimbangkan, Persamaan (2-9)
masih mendefinisikan hubungan antara resistor-resistor dalam lengan-lengan
jembatan. Persamaan (2-8) harus dimodifikasi untuk membolehkan penentuan
arus yang digambarkan dengan galvanometer jika kondisi setimbang tidak
muncul. Mungkin cara yng paling mudah untuk menentukan arus offset adalah
pertama menemukan rangkaian ekivalen Thevenin antara titik a dan b dari
jembatan (seperti digambarkan dalam rangkaian Gambar 2.3 dengan galvanometer
yang dihilangkan). Tegangan Thevenin dengan sederhana adalah perbedaan
tegangan rangkaian antara titik a dan b dari rangkaian. Tapi Persamaan (2-5)
adalah tegangan rangkaian terbuka, sehingga,
R2 R3 − R1R4
VTh = V (2-10)
( R1 + R3 ).( R2 + R4 )
R1 R3 RR
RTh = + 2 4 (2-11)
R1 + R3 R2 + R4
VTh
IG = (2-12)
RTh + RG
Gambar 2.4 Jika sebuah galvanometer digunakan untuk detektor setimbang adalah baik
menggunakan rangkaian ekivalen Thevenin dari jembatan Wheatstone.
13
KOMPENSASI LEAD
Kompensasi lead ditunjukkan pada Gambar 2.5. disini kita lihat bahwa R4,
yang dianggap sebagai transduser, dipindahkan ke tempat yang jauh dengan kabel
lead (1), (2), dan (3). Kabel (3) adalah lead daya dan tiadak berpengaruh pada
kondisi setimbang jembatan. Perhatikan bahwa jika kabel (2) mengubah tahanan
karena pengaruh-pengaruh yang spurious/palsu, ini mengenalkan perubahan
tersebut kepada kaki R4 dari jembatan. Kabel (1) terbuka terhadap lingkungan
yang sama dan berubah dengan jumlah yang sama tetapi dalam kaki R3 dari
jembatan. Secara efektif, R3 dan R4 kedua-duanya diubah secara identik,
sehungga Persamaan (2-9) memperlihatkan bahwa tidak terjadi perubahan dalam
jembatan setimbang. Tipe kompensasi ini sering dipakai dimana rangkaian
jembatan harus digunakan dengan lead yang panjang ke elemen aktif dari
jembatan.
Gambar 2.5 untuk aplikasi transduser jrak jauh sebuah sistem kompensasi digunakan untuk
menghindari error dari tahanan lead.
14
satu resistor lengan kepada dua, R4 dan R5. arus I diberikan pada jembatan melalui
pertemuan antara R4 dan R5 seperti yang ditunjukkan. Sekarang kita menetapkan
bahwa besarnya tahanan-tahanan jembatan adala sedemikian sehingga arus
terutama mengalir melalui R5. ini dapat disediakan oleh beberapa syarat. Paling
tidak harus terpenuhi
R4 >> R5 (2-13)
Sering kali, jika detektor setimbang impedansi tinggi digunakan, maka batasan
dari Persamaan (2-13) menjadi
Dengan asumsi bahwa baik Persamaan (2-13) ataupun (2-14) adalah terpenuhi,
tegangan pada titik b adalah penjumlahan dari tegangan sumber yang terbagi
ditambah jatuh tegangan melelui R5 dari arus I.
V ( R4 + R5 )
Vb = + IR5 (2-15)
R2 + R4 + R5
Tegangan pada titik a masih diberikan oleh Persamaan (2-5). Jadi tegangan offset
jembatan deberikan oleh ∆V = Va - Vb atau
VR3 V ( R4 + R5 )
∆V = − − IR5 (2-16)
R1 + R3 R2 + R4 + R5
15
Gambar 2.7 Menggunakan jembatan Whwatstone dasar untuk pengukuran tegangan
Detektor setimbang merespons tegangan antara titik c dan b. Dalam keadaan ini,
Vb diberikan oleh Persamaan (2-6) dan Vc oleh Persamaan (2-17)
Vc = Vx + Va (2-17)
Dimana Va diberikan oleh Persamaan (2-5), dan Vx adalah tegangan yang diukur.
Tegangan yang muncul melalui detektor setimbang adalah
∆V = Vc – Vb = Vx + Va – Vb
Kondisi setimbang didapat saat ∆V = 0; selanjutnya, tidak ada arus yang mengalir
melalui tegangan yang tidak diketahui tersebut jika kondisi setimbang demikian
telah diperoleh. Sehingga, pengukuran Vx dapat dibuat dengan variasi resistor-
resistor jembatan untuk menghasilkan keadaan setimbang dengan Vx dalam
rangkaian dan menyelesaikan Vx dengan menggunakan kondisi setimbang
VR3 VR4
Vx + − =0 (2-18)
R1 + R3 R2 + R4
Analisis serupa yang menggunakan sebuah jembatan setimbang arus dan resistor-
resistor jembatan tertentu memberikan kondisi setimbang yang dapat memberi
penyelesaian untuk Vx dalam hubungannya dengan arus penyebab setimbang I.
VR3 V ( R4 + R5 )
Vx + − − IR5 = 0 (2-19)
R1 + R3 R2 + R4 + R5
Vx – IR5 = 0 (2-20)
JEMBATAN A-C
Konsep jembatan yang dijelaskan dalam bagian ini dapat dipakai untuk
penyesuaian impedansi secara umum seperti tahanan-tahanan. Dalam keadaan ini,
16
jembatan direpresentasikan seperti dalam Gambar 2.8 dan memakai sebuah
eksitasi a-c, biasanya sebuah sinyal tegangan gelombang sinus. Analisa tingkah
laku jembatan pada dasarnya sama seperti pada cara sebelumnya tetapi tahanan
diganti impedansi. Kemudian tegangan offset jembatan direpresentasikan sebagai
Z 3 Z 2 − Z1Z 4
∆E = E (2-21)
( Z1 + Z 2 + Z 3 + Z 4 )
Dimana
Perhatikan bahwa kondisi ini sama seperti Persamaan (2-9) untuk jembatan
resistif.
17
perhitungan apa pun), dan Vw adalah sumber yang mempunyai tegangan yang
memamadai (seperti yang akan ditetapkan nanti) dan stabil. Supply VREF adalah
sebuah standar kalibrasi yang mempunyai tegangan yang telah diketahui secara
akurat. Unit D1 dan D2 keduanya adalah detektor setimbang dan bisa berupa
galvanometer ataupun detektor tegangan impedansi tinggi. Vx adalah tegangan
yang tidak diketahui yang akan diukur.
R1Va
Vb = (2-23)
R1 + R2
Vx = αVb
Dimana
18
D2. Perhatikan bahwa sekali pembagi dikalibrasi, tegangan acuan VREF dan
detktor D1 tidak diperlukan lebih lama.
OP AMP IDEAL
Untuk menjelaskan respon dari op amp ideal, kita menamai V1 tegangan
pada input (+), V2 tegangan pada terminal input (-), dan V0 tegangan output.
Idealnya, jika V1-V2 adalah positif (V1>V2), maka V0 saturasi positif. Jika V1-
V2 adalah negatif (V2>V1), maka V0 saturasi negatif seperti ditunjukkan dalam
Gambar 2.11b. Input (-) disebut input inverting. Jika tegangan dalam input ini
adalah lebih positif dibandingkan pada input (+), output saturasi negatif.
Amplifier ideal ini mempunyai gain tak terbatas karena perbedaan yang sangat
kecil antara V1 dan V2 hasilnya adalah output saturasi.
Karakteristik lain dari op amp adalah (1) impedansi tak terhingga antar
input-inputnya dan (2) impedansi output zero. Pada dasarnya, op amp adalah
peralatan yang mempunyai hanya dua keadaan output, +Vsat dan –Vsat. Dalam
praakteknya, peralatan ini selalu digunakan dengan umpanbalik dari output ke
input. Umpanbalik seperti ini menghasilkan implementasi dari berbagai hubungan
khusus antara tegangan input dan output.
19
Vo
+VSAT
V1 - V2
-VSAT
(a) (b)
Gambar 2.11 Op amp. (a) Simbol. (b) Karakteristik ideal dari sebuah op amp
Dalam keadaan ini, jumlah dari arus pada summing point harus nol.
I1 +I2 = 0 (2-24)
Vin Vout
+ =0 (2-25)
R1 R2
R2
Vout = - Vin (2-26)
R1
Jadi, rangkaian pada Gambar 2.12 adalah amplifier inverting dengan gain R2/R1
yang digeser 1800 dalam fase (terbalik) dari input. Alat ini juga merupakan
attenuator dengan menjadikan R2 < R1.
20
Gambar 2.12 Amplifier inverting
EFEK-EFEK NONIDEAL
Analisis dari rangkaian op amp dengan respons nonideal dilakukan dengan
memperhatikan parameter-parameter berikut:
1. Gain open loop berhingga. Op amp yang sebenarnya mempunyai gain
tegangan seperti ditunjukkan oleh respons amplifier dalam Gambar 2.13a.
Gain tegangan dinyatakan sebagai perubahan dalam tegangan output, ∆Vo,
dihasilkan dengan perubahan dalam tegangan input differensial ∆[V1-
V2].
2. Impedansi input berhingga. Op amp yang sebenarnya mempunyai
impedansi input dan, sebagai konsekuensi, tegangan berhingga dan arus
melalui terminal input.
3. Impedansi output tidak nol. Op amp yang sebenarnya mempunyai
impedansi output tidak nol, meskipun impedansi output rendah ini
khsusunya hanya beberapa ohm.
Dalam aplikasi modern efek nonideal ini dapat diabaikan dalam desian
rangkaian op amp. Contohnya, anggap rangkaian dari Gambar 2.13b dimana
impedansi berhingga dan gain dari op amp adalah sudah termasuk. Kita dapat
menggunakan analisis rangkaian standar umtuk menemukan hubungan antara
21
tegangan input dan output untuk rangkaian ini. Penjumlahan arus pada titik
penjumlan diberikan
I1 + I2 + Is = 0
Vin − Vs Vo − Vs Vs
+ − =0
R1 R2 Zin
R2 ⎛ 1 ⎞
Vo = - ⎜ ⎟Vin (2-27)
R1 ⎜⎝ 1 − µ ⎟⎠
Dimana
⎛ Zo ⎞⎛ R2 R2 ⎞
⎜⎜1 + ⎟⎜1 + + ⎟
⎝ R2 ⎟⎠⎜⎝ R1 Zin ⎟⎠
µ= (2-28)
⎛ Zo ⎞
⎜⎜ A + ⎟
⎝ R2 ⎟⎠
Jika kita anggap bahwa µ sangat kecil bila dibandingkan dengan kesatuan, maka
Persamaan (2-27) terduksi ke keadaan ideal yang diberikan oleh Persamaan (2-
26). Tentu, jika nilai khusus untuk IC op amp dipilih untuk satu keadaan dimana
R2/R1 = 100, kita dapat tunjukkan bahwa µ<<1. Contohnya, biasnya, IC op amp
untuk kegunaan umum menunjukkan
A = 200.000
Z0 = 75 Ω
Zin = 2 MΩ
22
bersama dengan gain open loop dan impedansi input dan output yang dijelaskan
sebelumnya. Beberapa karakteristik tersebut adalah:
Tegangan offset input. Dalam banyak kasus, tegangan output op amp tidak
boleh nol ketika tegangan pada input adalah nol. Tegangan yang harus
diterapkan dalam terminal input untuk menggerakkan output ke nol adalah
tegangan offset input.
Arus offset input. Seperti tegangan offset bisa diperlukan melalui input
untuk men-zero-kan tegangan output, sehingga arus jala bisa diperlukan
melalui input untuk men-zero-kan tegangan output. Arus yang demikian
dijadikan acuan sebagai arus offset input. Ini diambil sebagai perbedaan
dua arus input.
Arus bias input. Ini adalah rata-rata dari dua arus input yang diperlukan
untuk menggerakkan tegangan output ke nol.
Slew rate. Jika tegangan diterapkan dengan cepat ke input dari op amp,
output akan saturasi ke maksimum. Untuk input step slew rate adalah
kecepatan dimana output berubah ke nilai saturasi. Ini khususnya
dinyatakan sebagai tegangan per mikrosecond (V/µs).
Bandwith frekuensi gain satuan. Respons frekuensi dari op amp khusus
disefinisikan dengan bode plot dari gain tegangan open loop dengan
frekuensi. Plot seperti ini sangat penting untuk rancangan rangkaian yang
berhubungan dengan sinyal a-c. Adalah diluar jangkauan dari tulisan ini
untuk menjelaskan detail dari desain seperti ini yang memakai bode plot.
23
Gambar 2.14 Sebuah pengikut tegangan op amp. Rangkaian ini mempunyai impedansi input yang
sangat tinggi; sekitar 106-1011 Ω, tergantung pada op amp tersebut. Rangkaian ini berguna sebagai
sebuah transformer impedansi.
⎡R R ⎤
Vout = - ⎢ 2 V1 + 2 V2 ⎥ (2-29)
⎣ R1 R3 ⎦
Penjumlahan dapat diberi skala dengan pemilihan tahanan yang tepat. Contohnya,
jika kita membuat R1 = R2 = R3, maka outputnya adalah hanya jumlah (terbalik)
dari V1 dan V2. Rata-rata dapat dicari dengan menjadikan R1 = R3 dan R2 = R1/2.
24
bahwa tegangan summing point adalah Vin sehingga tidak ada beda tegangan yang
muncul melalui terminal-terminal input.
I1 + I2 = 0
Dimana
I1 = arus melalui R1
I2 = arus melalui R2
Tapi arus-arus ini dapat dicari dari hukum Ohm sedemikian sehingga persamaan
ini menjadi
⎛ R ⎞
Vout = ⎜⎜1 + 2 ⎟⎟Vin (2-30)
⎝ R1 ⎠
25
Vout =
R2
(V2 − V1 ) (2-31)
R1
Rangkaian ini mempunyai gain atau atenuasi variabel yang diberikan oleh
rasio R2 dan R1 dan merespons diferensial dalam input tegangan sebagaimana
diperlukan. Adalah sangat penting bahwa resistor dalam Gambar 2.17a yang
diindikasikan mempunyai nilai yang sama secara hati-hati disesuaikan dengan
tolakan yang pasti (assure rejetion) dari tegangan bersama ke kedua input.
Kerugian yang signifikan dari rangkaian ini adalah bahwa impedansi input pada
masing-masing terminal input adalah tidak besar, menjadi R1 + R2 pada input V2
dan R1 pada input V1. Untuk memakai rangkaian ini saat diinginkan amplifikasi
diferensial impedansi input yang tinggi, pengikut tegangan bisa dipakai sebelum
masing-masing input seperti diperlihatkan pada Gambar 2.17b. Rangkaian ini
memberikan gain yang sebaguna, amplifier diferensial impedansi input yang
tinggi untuk penggunaan dalam sistem-sistem instrumentasi.
Gambar 2.17 Amplifier diferensial. (a) Amplifier Diferensial (b) Amplifier Instrumentasi.
26
diperlihatkan pada Gambar 2.18. Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa
hubungan antara arus dan tegangan diberikan oleh
R2
I =− Vin (2-32)
R1R2
rangkaian dapat mengirimkan arus ke salah satu arah, sebagimana diperlukan oleh
sebuah aplikasi khusus.
Tahanan beban maksimum dan arus maksimum adalah berhubungan dan
ditentukan oleh kondisi bahwa output amplifier adalah saturasi dalam tegangan.
Analisis rangkaian ini menunjukkan bahwa saat tegangan output op amp
mencapai saturasi tahanan beban maksimum dan arus maksimum dihubungkan
oleh
⎡ ⎤
(R4 + R5 )⎢VSAT− R3 ⎥
RML = ⎣ IM ⎦ (2-34)
R3 + R4 + R5
RML = tahanan beban maksimum
VSAT = tegangan saturasi op amp
IM = arus maksimum
27
2.5.6 Konverter Arus ke Tegangan
Pada ujung penerima dari sistem trasnsmisi sinyal kontrol proses kita
sering perlu untuk mengubah arus kembali ke tegangan. Ini paling mudah
dilakukan dengan rangkaian yang diperlihatkan pada Gambar 2.19. Rangkaian ini
menyediakan suatu tegangan output yang diberikan oleh
Vout = IR (2-35)
28
Gambar 2.20 Rangkaian sample and hold. Tutup S1 untuk mengambil sampel dan buka untuk
menahan sampel. Tutup S2 untuk me-reset.
2.5.8 Integrator
Rangkaian op amp biasa yang terakhir yang menjadi pertimbangan adalah
integrator. Konfigurasi ini, diperlihatkan pada Gambar 2.21, terdiri dari sebuah
resistor input dan kapasitor umpan balik. Dengan menggunakan analisis ideal kita
dapat mejumlahkan arus pada summing point sebagai
Vin dVout
+C =0 (2-36)
R dt
1
RC ∫
Vout = − Vin dt (2-37)
yang ini menunjukkan bahwa tegangan output berubah-ubah sebagai integral dari
tegangan input dengan faktor skala 1/RC. Rangkaian ini digunakan dalam banyak
kasus dimana dinginkan integrasi dari output transduser.
Fungsi-fungsi lain juga dapat diimplementasikan, seperti sebuah tegangan
ramp linier. Jika tegangan input adalah konstan, Vin = K, maka peersamaan (2-37)
menjadi
K
Vout = − t (2-38)
RC
yang merupakan ramp linier, kemiringan negatif K/RC. Bebrapa mekanisme reset
melalui pengosongan kapasitor harus diberikan karena jika tidak Vout akat naik
sampai nilai saturasi output dan tetap pada keadaan itu.
29
Gambar 2.21 Rangkaian integrator. Sebuah saklar ditempatkan melewati kapasitor untuk merset
integrator.
2.5.9 Linierisasi
Op amp memberikan peranan divais yang sangat efektif untuk linierisasi
peralatan. Secara umum, ini dicapai dengan menempatkan elemen nonlinier dalam
loop umpan balik dari op amp sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.22.
Penjumlahan arus memberikan bahwa
+ F (Vout ) = 0
Vin
(2-39)
R
Dimana
F(Vout)
Gambar 2.22 Amplifier nonlinier dibuat dengan menempatkan elemen nonlinier dalam umpan
balik dari op amp.
⎛ Vin ⎞
Vout = G⎜ ⎟ (2-40)
⎝ R ⎠
Dimana
30
Vout = tegangan output
⎛V ⎞
G⎜ in ⎟ = fungsi nonlinier tegangan input, sebenarnya fungsi invers
⎝ R ⎠
dari F(Vout).
Jadi, sebagai sebuah contoh, jika sebuah dioda diletakkan dalam umpan balik
seperti diperlihatkan pada Gambar 2.23, maka fungsi F(Vout) adalah eksponensial
Dimana
F0 = konstanta amplitudo
Α = konstanta eksponensial
Invers dari fungsi ini adalah logaritma dan Persamaan (2-40) demikian menjadi
1 1
Vout = ln(Vin ) − ln(FoR ) (2-42)
α α
Gambar 2.23 Saat sebuah dioda ditempatkan di kaki umpan balik sebuah op amp, sebuah amplifier
nonlinier dibentuk yang outputnya adalah proporsional ke logaritma natural dari input.
31
Dalam bab berikutnya kita sering memerlukan pengkondisi sinyal yang akan
diimplementasikan melalui penggunaan IC-IC khusus ini. Secara umum, kita akan
menunjukkan perincian rancangan pengkondisi sinyal, tetapi pembaca seharusnya
selalu sadar bahwa IC-IC untuk kegunaan khusus ini bisa membuat seperti tidak
diperlukannya desain yeng teperinci.
32
BAB III
PENGKONDISIAN SINYAL DIGITAL
TUJUAN PEMBELAJARAN
Dalam bab ini, prinsip-prinsip dasar dari elektronika digital dan pemrosesan sinyal
digital dibahas dengan penekanan khusus pada teknik konversi digital ke analog dan
analog ke digital (A/D), dan sistem akuisisi data. Setelah membaca hal ini, anda
diharapkan dapat:
1. Mengembangkan persamaan Boolean untuk sebuah permasalahan sederhana
alarm proses kontrol.
2. Mengimplementasikan sebuah desain alarm kontrol proses dengan rangkaian
digital dan komparator.
3. Menentukan representasi suatu biner pecahan dan bilangan desimal.
4. Membuat diagram dasar DAC dan menjelaskan cara kerjanya.
5. Membuat diagram suatu pendekatan successive ADC dan menjelaskan cara
kerjanya.
6. Menentukan resolusi konversi dari ADC dan DAC.
7. Membuat sistem akuisisi data.
3.1 PENGANTAR
Alasan untuk konversi ke dalam elektronika digital adalah keinginan
perkembangan untuk mempergunakan komputer digital dalam proses industri. Secara
normal, komputer memerlukan informasi yang dikodekan dalam bentuk digital sebelum
dapat dipergunakan. Pertanyaan mengenai kebutuhan untuk pengkondisian sinyal digital
menjadi sebuah pertanyaan mengapa komputer sangat banyak digunakan di dalam
industri. Hal ini benar-benar hal kompleks dan banyaknya dapat ditulis berulang-ulang.
Dengan menyebutkan beberapa alasan yang akan dinyatakan, seperti yang akan
didiskusikan lebih lanjut yaitu. (1) kemudahan dengan menggunakan untuk
mengendalikan suatu sistem kontrol proses multivariabel, (2) melalui pemrograman
komputer, nonlinieritas di dalam output transduser dapat dilinierkan, (3) persamaan
kontrol yang rumit dapat diselesaikan untuk menentukan fungsi kontrol yang
diperlukan, dan (4) kemampuan untuk mengubah rangkaian pemroses digital yang
kompleks dalam bentuk mikro seperti integrated circuits (IC). Sungguh, dengan
pengembangan chip mikroporsesor, seluruh komputer dapat diimplementasikan pada
satu papan rangkaian tercetak (PCB). Teknologi ini tidak hanya mengurangi ukuran
fisik, namun juga dapat mengurangi konsumsi daya serta rata-rata kegagalan.
33
3.3.1 Detektor Kesalahan
Penggunaan teknik digital dalam kontrol proses memerlukan pengukuran
variabel dinamik dan informasi yang dikodekan ke dalam suatu bentuk digital. Sinyal
digital sendiri merupakan level dua keadaan (biner) dari tegangan pada suatu kabel.
Kemudian kita membahas informasi digital sebagai kondisi high (H atau 1) atau kondisi
rendah (L atau 0) pada suatu kabel yang membawa sinyal digital.
WORD DIGITAL
Diberikan suatu informasi biner yang sederhana yang dibawa oleh sinyal digital,
sangatlah jelas bahwa suatu penyusunan yang lebih kompleks harus digunakan untuk
menyatakannya ke dalam bentuk analog. Pada umumnya, hal ini dilakukan dengan
mempergunakan suatu susunan level digital untuk menyusun suatu word. Level digital
tunggal disebut sebagai bit suatu word. Misalnya, suatu word 6-bit terdiri 6 level digital
yang tidak bergantung satu sama lain yaitu 101011 yang bisa dianggap sebagai bilangan
6 digit dengan basis dua. Pertimbangan yang utama adalah bagaimana informasi kontrol
proses didekodekan ke dalam word digital ini.
34
m = jumlah digit dalam bilangan basis 2
Konversi suatu bilangan basis 10 yang kurang dari 1 menjadi ekivalen biner
malewati suatu prosedur dimana dilakukan perkalian berulang dengan 2. Hasil dari
masing-masing perkalian akan menjadi bagian pecahan dan termasuk bagian bulat 1 dan
0, yang menentukan apakah digit tersebut adalah 0 dan 1. Perkalian pertama
menghasilkan bit b1, sedangkan terakhir perkalian terakhir yang maenghasilkan 0 atau 1
adalah untuk bit bm.
35
Mari kita anggap sebuah contoh sederhana bagaimana persamaan Boolean dapat
dihasilkan dari suatu permasalahan praktis. Anggap sebuah tangki pencampur yang
memiliki tiga variabel yang penting: level cairan, tekanan, dan temperatur.
Permasalahan adalah dimana kita harus memberi sinyal sebuah alarm ketika kombinasi
tertentu dari kondisi yang terjadi di antara variabel-variabel ini. Dengan melihat Gambar
3.1, kita notasikan level dengan A, tekanan dengan B, dan temperatur dengan C, dan
anggap bahwa nilai batas telah diberikan untuk masing-masing variabel sehingga
variabel Boolean 1 atau 0 sebagai kuantitas fisik di atas atau di bawah nilai batas. Alarm
akan dipicu ketika variabel Boolean D menuju ka kondisi logika true. Kondisi alarm
adalah:
Sekarang kita menentukan sebuah ekspresi Boolean yang akan memberikan D = 1 untuk
masing-masing kondisi
Persamaan logika akhir dihasilkan oleh menggabungkan semua ketiga kondisi tersebut
sehingga jika ada yang berlogika benar (true) alarm akan berbunyi (D = 1). Hal ini
dapat digunakan dengan operasi OR
D = A⋅B + A⋅ C + A⋅ C ⋅ B (3-2)
Sekarang, persamaan ini akan membentuk langkah awal untuk mendesain rangkaian
elektronika digital yang akan melakukan operasi yang ditunjukkan.
CONTOH
Kembangkan sebuah rangkaian digital dengan menggunakan gerbang AND/OR yang
mengimplentasikan persamaan yang dikembangkan dalam SubBab 3.2.3.
SOLUSI
Masalah yang diragakan dalam SubBab 3.2.3 (dengan Gambar 3.1) memiliki sebuah solusi
persamaan Boolean
D = A⋅B + A⋅ C + A⋅ C ⋅ B (3-2)
36
Implementasi persamaan ini dengan mempergunakan erbang AND/OR yang
diperlihatkan dalam Gambar 3.2. Perlu diketahui bahwa AND, OR, dan inverter
dipergunakan dalam implementasi yang jelas dari persamaan ini.
3.3 KONVERTER
Alat bantu digital yang paling penting untuk teknologi kontrol proses adalah
yang menerjemahkan informasi digital ke bentuk analog dan juga sebaliknya. Sebagian
besar pengukuran variabel-variabel dinamik dilakukan oleh piranti ini yang
menerjemahkan informasi mengenai vaiabel ke bentuk sinyal listrik analog. Untuk
menghubungkan sinyal ini dengan sebuahkomputer atau rangkaian logika digital, sangat
perlu untuk terlebih dahulu melakukan konversi analog ke digital (A/D). Hal-hal
mengenai konversi ini haris diketahui sehingga ada keunikan, hubungan khusus antara
sinyal analog dan digital. Seringkali, situasi yang sebaliknya terjadi dimana sinyal
digital diperlukan untuk menggerakkan sebuah piranti analog. Dalam hal ini, diperlukan
sebuah konverter digital ke analog (D/A).
3.3.1 Komparator
Bentuk komunikasi yang paling mendasar antara wujud digital dan analog
adalah piranti (biasanya berupa IC) disebut komparator. Piranti ini, yang diperlihatkan
secara skematik dalam Gambar 3.4, secara sederhana membandingkan dua tegangan
pada kedua terminal inputnya. Bergantung pada tegangan man yang lebih besar,
outputnya akan berupa sinyal digital 1 (high) atau 0 (low). Komparator ini digunakan
secara luas untuk sinyal alarm ke komputer atau sistem pemroses digital. Elemen ini
juga merupakan satu bagian dengan konverter analog ke digital dan digital ke analog
yang akan didiskusikan nanti.
37
Sebuah komparator dapat tersusun dari sebuah opamp yang memberikan output
terpotong untuk menghasilkan level yang diinginkan untuk kondisi logika (+5 dan 0
untuk TTL 1 dan 0). Komparator komersil didesain untuk memiliki level logika yang
dperlukan pada bagian outputnya.
Perlu diketahui bahwa minimum dari Vx adalah nol, dan harga maksimum
ditentukan oleh ukuran dari word biner, karena dengan semua bit yang diset berharga
satu, ekivalen desimal mendekati harga VR sesuai dengan peningkatan jumah bit.
Sehingga sebuah word 4-bit memiliki harga maksimum
RESOLUSI KONVERSI
Resolusi konversi juga merupakan sebuah fungsi jumlah dari bit-bit yang ada
dalam word. Lebih banyak bit, lebih kecil perubahan di dalam output analog untuk
perubahan 1-bit di dalam word biner sehingga resolusi semakin besar. Perubahan
terkecil yang mungkin terjadi secara sederhana dinyatakan oleh
∆Vx = VR 2 – n (3-4)
Dimana
∆Vx = perubahan output terkecil
VR = tegangan referensi
n = jumlah bit-bit di dalam word
sehingga, sebuah konverter D/A word 5-bit dengan tegangan revferensi 10 volt
akan menghasilkan perubahan sebesar ∆Vx = (10) (2 – 5) = 0.3125 volt per volt.
38
Gambar 3.6 Diagram yang memperlihatkan input dan output dari
konverter digital ke analog (DAC) n-bit.
KARAKTERISTIK DAC
Untuk aplikasi modern hampir semua DAC berupa rangkaian terintegrasi (IC), yang
diperlihatkan sebagai kotak hitam memiliki karakteristik input dan output tertentu.
Dalam Gambar 3.6, kita lihat elemen penting dari DAC dengan input dan output yang
diinginkan. Karakteristik yang berkaitan dapat diringkas oleh referensi dari gambar ini.
1. Input Digital. Secara khusus, jumlah bit dalam sebuah word biner paralel
disebutkan di dalam lembar spesifikasi. Biasanya, level logika TTL
dipergunakan kecuali dikatakan lain.
2. Catu Daya. Merupakan bipolar pada level ± 12 V hingga ± 18 V seperti yang
dibutuhkan oleh amplifier internal.
3. Suplai Referensi. Diperlukan untuk menentukan jangkauan tegangan output dan
resolusi dari konverter. Suplai ini harus stabil, memiliki riple yang kecl. Dalam
beberapa unit, diberikan referensi internal.
4. Output. Sebuah tegangan yang merepresentasikan input digital. Tegangan ini
berubah dengan step sama dengan perubahan bit input digital dengan step yang
ditentukan oleh Persamaan (3-4). Output aktual dapat berupa bpolar jika
konverter didesain untuk menginterpretasikan input digital negatif.
5. Offset. Karena DAC biasanya diimplementasikan dengan op-amp, maka
mungkin adanya tegangan output offset dengan sebuah input nol. Secara khusus,
koneksi akan diberikan untuk mendukung pengesetan ke harga nol dari output
DAC dengan input word nol.
6. Mulai konversi. Sejunlah rangkaian DAC memberikan sebuah logika input yang
mempertahankan konversi dari saat terjadinya hingga diterimanya sebuah
perintah logika tertentu (1 atau 0). Dalam ini, word input digital diabaikan
hingga diterimanya input logka tertentu.
Dalam sejumlah hal, sebuah buffer input diberikan untuk memegang (hold)
word digital selama dilakukannya konversi hingga selesai, bahkan word ini sendiri
dapat muncuk pada jalur input hanya dalam waktu singkat. Buffer-buffer ini biasanya
39
berupa flip-flop (FF) yang yang dimasukkan di antara terminal-terminal input dari
konverter dan jalur digital.
STRUKTUR DAC
Jelasnya, sebuah DAC dipergunakan sebagai kotak hitam (black box), dan tidak ada
pengetahuan mengenai cara kerja internal diperlukan. Ada beberapa hal penting ntuk
menunjukkan bagaimana konversi dapat diimplementasikan. Konversi yang paling
sederhana mempergunakan sebuah suatu deretan op-amp ntuk input dengan tujuan
dipilih penguatan yang memberikan suatu output sesuai dengan Persamaan (3-3).
Macam yang paling umum adalah mempergunakan sebuah jaringan ladder resistif untuk
menghasilkan fungsi transfer. Jaringan ini diperlihatkan dalam Gambar 3.7 dalam hal
konverter 4-bit. Dengan pilihan resistor R-2R, dapat diperlihatkan malaui analisis
jaringan dimana teganganoutput diberikan oleh Persamaan (3-4). Saklar merupakan
saklar analog elektronik.
DAC SERIAL
Dalam sejumlah kasus, word digital merupakan tipe serial pada jalur input selain bit
paralel. Dalam hal ini, diperlukan baik konverter serial maupun konverter serial ke
paralel, dengan output bufer.
40
Vx = VR [b12–1 + b22– 2 + . . . + bn2 – n ] (3-5)
Dimana
Vx = input tegangan analog
VR = tegangan referensi
b1 b2 . . . bn = output digital n-bit
Kita mempergunakan kesamaan pendekatan dalam ersamaan ini karena tegangan di
sebelah kanan dapat berubah oleh ukuran step yang terbatas oleh Persamaan (3-4),
∆V = VR 2 – n (3-4)
Hal ini berarti bahwa ada ketidakpastian dari ∆V di dalam melakukan konversi dari
tegangan analog ke snyal digital. Ketidakpastian ini harus diambil ke dalam
perhitungan di dalam aplikasi desain. Jika permasalahan sesuai dengan pertimbangan
menentukan suatu resolusi tertentu terhadap tegangan analog, maka ukuran word dan
referensi harus dipilih ntuk mendapatkan resolusi ini dalam bilangan yang
dikonversikan ke bilangan digital.
STRUKTUR A/D
Hampir semua ADC yang tersedia dalam bentuk rakitan rangkaian terintegrasi
(IC) yang dapat dianggap sebagai kotak hitam (black box). Untuk dapat benar-benar
mengenal karakteristik dari piranti ii, sangatlah penting untuk memeriksa teknik standar
yang dipergunakan untuk melakukan konversi. Ada dua metoda yang dipergunakan
untuk melakukan konversi yang merepresentasikan pendekatan yang sangat berbeda
untuk permasalahan konversi.
41
Gambar 3.8 Konverter A/D tipe pendekatan successive sangat
umum digunakan dan melibatkan penggunaan konverter D/A.
Jika Vx lebih besar, maka b1 adalah satu; b2 diset ke 1 dan dilakukan test bagi Vx
terhadap VV = VR(2 – 1 + 2 – 2 ), dan seterusnya.
Jika Vx lebih kecil dari VR2–1, maka b1 direset ke nol; b2 diset ke 1 dan
dilakukan test bagi Vx terhadap VR 2 – 2. Proses ini diulang hingga bit terendah (least
significant bit) dari word. Operasi yang terjadi paling baik diilustrasikan melalui
contoh.
A/D RAMP
Konverter A/D tipe ramp pada intinya membandingkan tegangan input
terhadap tegangan ramp yang naik secara linier. Sebuah pencacah (counter) biner
diaktifkan untuk mencacah step ramp sampai tegangan ramp sama dengan input. Ramp
ini sendiri dihasilkan oleh sebuah rangkaian integrator op-amp, yang didiskusikan
dalam SubBab 2.5.6.
42
A/D RAMP SLOPE GANDA
ADC ini merupakan tipe yang paling umum dari konverter ramp. Diagram yang
disederhanakan dari piranti ini diperlihatkan pada Gambar 3.9. Prinsip kerjanya
berdasar pada kemampuan sinyal input untuk menggerakkan integrator untuk waktu
tetap T1, sehingga menghasilkan sebuah output
1
RC ∫
V1 = Vx dt (3-6)
atau karena Vx adalah konstan,
1
V1 = T1 Vx (3-7)
RC
Setelah waktu T1, input integrator secara elektronis tersaklar pada suplai referensi yang
bernilai negatif. Kemudian komparator melihat sebuah tegangan input yang berkurang
dari V1 sebagai
1
RC ∫
V2 = V1 − VR dt (3-8)
atau , karena VR adalah konstan dan V1 diperoleh dari Persamaan (3-7),
1 1
V2 = T1 Vx − t VR (3-9)
RC RC
sebuah pencacah diaktifkan pada waktu T1 dan mencacah hingga komparator
mengindikasikan V2 = 0 pada waktu tx, Persamaan (3-9) mengindikasikan bahwa Vx
sebesar
tx
Vx = VR (3-10)
T1
Sehingga, waktu pencacah tx adalah linier terhadap Vx dan juga tidak bergantung pada
karakteristik integrator, yaitu R dan C. Prosedur ini diperlihatkan dalam diagram waktu
pada Gambar 3.10 konversi dimulai sinyal digital konversi mulai (start) dan selesai
(complete) jugadipergunakan dalam piranti ini, dan (dalam beberapa kasus) referensi
internal atau eksternal dapat dipergunakan.
Gambar 3.10 Konverter A/D slope ganda mencacah waktu yang diperlukan
untuk zero crossing output integrator dari sebuah input yang diketahui.
KARAKTERISTIK UMUM
Sejumlah besar fitur umum yang mungkin dimiliki oleh konverter A/D, yang penting
dalam aplikasi:
43
1. Input. Biasanya berupa level tegangan analog. Level yang paling umum adalah
0 – 10 volt atau –10 hingga +10 jika dimungkinkan konversi bipolar. Dalam
beberapa kasus, level ditentukan oleh sebuah referensi suplai eksternal.
2. Output. Sebuah word biner paralel atau serial yang merupakan hasil pengkodean
input analog.
3. Referensi. Stabil, sumber dengan ripple kecil terhadap konversi.
4. Suplai Daya. Biasanya, sebuah suplai bipolar ±12 hingga ±18 V diperlukan
untuk amplifier analog dan komparator dan sebuah suplai +5 V untuk rangkaian
digital.
5. Input Sample and Hold. Error timbul jika tegangan inputberubah selama proses
konversi. Untuk alasan ini, sebuah amplifier sample and hold selalu
dipergunakan pada input untuk memberikan sebuah tegangan input tetap ntuk
proses konversi.
6. Sinyal digital. Sebagian besar ADC memerlukan sebuah logika input tinggi
pada jalur yang diberikan untukmenginisialisasi proses konversi. Ketika
konversi selesai, ADC biasanya memberikan sebuah level tegangan tinggi pada
jalur lainnya sebagai indikator untuk mengikuti perlengkapan status.
7. Waktu konversi. ADC harus berurutan melalui sebuah set operasi sebelum dapat
menemukan output digital yang diinginkan. Untuk alasan ini, sebuah bagian
penting dari spesifikasi adalah waktu yang diperlukan untuk konversi. Waktu
adalah 10 – 100 µs bergantung pada jumlah bit dan desain dari konverter.
44
pemrograman yang sesuai. Begitu juga, sebuah modul output data (Data Output
Module – DOM) memungkinkan komputer untuk mengeluarkan sinyal output untuk
lebih dari satu sumber di bawah kontrol program.
DEKODER ALAMAT
Bagian dari DAS ini menerima sebuah input dari komputer melalui jalur alamat
(16 bit untuk mikroprosesor 8-bit) yang berfungsi memilih sebuah kanal analog tertentu
yang akan diambil sampelnya. Modul iniseringkali didesain sedemikian rupa sehingga
gabungan dari kanal tertentu dan sebuah word alamat komputer dapat dipilih oleh
pemakai (user). Dalam beberapa hal, hal ini dilakukan dengan membuat alamat kanal
modul muncul pada komputer sesuai dengan alamat lokasi memori, hal ini terkadang
dipilih sejmlah kanal input analog. Dengan kata lain, pemilihan kanal input adalah
ekivalen dengan pembacaan isi dari sebuah lokasi memori. Dalam sistem yang lain,
sebuah kode biner dikirim dari komputer melalui piranti khusus input/ output untuk
memilih sebuah kanal analog dan memasukkan data melalui kanal tersebut. Dalam hal
ini, pemilihan kanal dilakukan oleh sesuatu yang disebut piranti pemilih kode (device
select code).
45
MULTIPLEKSER ANALOG
Elemen DAS ini pada dasarnya sebuah saklar yang mengambil sinyal alamat yang
dikodekan dan memilih data pada kanal yang terpilih dengan penutupan sebuah saklar
yang terhubung pada jalur input analog.
Seperti diperlihatkan pada Gambar 3.13 untuk sebuah sistem akhiran tunggal,
multiplekser menerima sebuah input dari dekoder alamat dan mempergunakannya
untuk menutup saklar yang sesuai memasukkan sinyal kanal yang akan dilewatkan pada
tahap berikutnya dari DAS. Gambar 3.13 memperlihatkan kanal 2 yang telah dipilih,
yang mungkin telah dipilih oleh sebuah 10 pada jalur input. Dengan cara yang sama, 00
akan memilih kanal 0, 01 kanal 1, 10 kanal 2, dan 11 kanal 3. sehingga, dekoder alamat
harus mengkonversi jalur alamat komputer pada salah satu dari empat kemungkinan
tersebut ketika DAS telah dialamatkan oleh komputer. Elemen saklar aktual biasanya
berupa Transisto Efek Medan (FETs) yang berada pada posisi resistansi “on”beberapa
ratus ohm dan sebuah resistansi “off” ratusan hingga ribuan megaohm.
AMPLIFIER
Hampir semua sistem akuisisi data meliputi sebuah bati penguatan yang
memungkinkan pengguna (uaser) untuk mengkompensasi level sinyal input. Gabungan
ADC umumnya didesain untuk beroperasi dari sebuah jangkauan input unipolar definit
atau bipolar sehinggalevel input harus disetel pada daerah ini. Sehingga jika input
sinyal ADC harus berada pada jangkauan 0 hingga 5 volt, penguatan dengan suatu bati
menjamin bahwa input berada dalam daerah ini. Jika ada perbedaan besar antara
bermacam level sinyal input, sejumlah pengkondisian snyal mungkin diperlukan sinyal
diberikan pada DAS.
ADC
Tentu saja, sebuah bagian penting dari DAS adalah konverter analog ke dgital.
Konverter ini akan menerima tegangan dengan rentang jangkauan tertenu seperti yang
diberikan oleh pengkondisian sinyal yang mendahuluinya. Konverter biasanya dapat
dikonfigurasi untuk menerima input unipolar atau bipolar. Hal-hal seperti penyetelan
offset dan penyetelan skala penuh harus dilakukan.
46
3.4.2 Modul Output Data (DOM)
Paragraf sebelumnya mendeskripsikan sistem yang
dipergunakanuntikmemasukkan data ke komputer. Umumnya, hal ini adalah sebuah
variabel kontrol proses yang terkontrol. Baik dalam kontrol pengawasan (supervisory
control) atau kontrol digital langsung (direct digital control), juga diperlukan untuk
memberikan sebuah mekanisme dimana komputer dapat menghasilkan output sebuah
sinyal baik sebagai penyetelan setpoint atau kepada elemen kontrol akhir. Antarmuka
(interface) jenis ini dibuat untuk sistem beberapa kanal oleh Modul Output Data (Data
Output Module – DOM). Blok umum dari piranti ini diberikan dalam Gambar 3.14.
Tujuan mum dari dekoder alamat adalah sama dengan DAS, yaitu memungkinkan
komputer untuk memilih sebuah kanal output tertentu. Dalam hal ini, komputer
“menuliskan” informasi ke dalam sebuah lokasi memori atau alamat output yang
dikonversikan ke sebuah tegangan analog oleh DAC. Kita mempergunakan sebuah
demultiplekser yang dapat mensaklar output dari DAC ke dalam salah satu dari word
data output yang berada dalam jalur data untuk beberapa mikrodetik. Pengunci (latch)
menahan (hold) data ini cukup lama untuk konversi dan aplikasi dalam loop kontrol
proses.
Kanal output analog
Jalur
kontrol
Jalur
Pengunci
data DAC Vref
input
komputer
47
BAB IV
TRANSDUSER PANAS
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah membaca dan mempelajari bab ini diharapkan mahasiswa dapat untuk :
1. Definisi energi panas, hubungan dari skala remperatur untuk energi panas,
kalibrasi skala temperature.
2. Transformasi pembacaan skala temperature antara skala Kelvin, Rankine,
Celcius, dan Fahrnheit.
3. Bentuk aplikasi dari sebuah RTD transduser suhu untuk problem khusus
dalam ukuran suhu.
4. Bentuk aplikasi dari thermistor untuk untuk problem khusus dalam ukuran
suhu.
5. Bentuk aplikasi dari thermo kopel untuk problem khusus dalam ukuran suhu.
6. Penjelasan operasi kepingan bimetal untuk ukuran temperature.
4.1 PENGANTAR
Proses kontrol adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi,
alami atau buatan, dengan kualitas fisik yang diatur. Disini tidak ada tanda
penyebaran luas dari control dari pada assosiasi suhu dan fenomena panas lainnya.
Dalam keadaan alami, beberapa dari tekhnik yang luar biasa dari pengaturan suhu
adalah menemukan dalam funsi hidup dari makhluk hidup. Dalam sisi buatan,
seseorang telah amat perhatian dengan control suhu sejak api pertama ditemukan
untuk pemanas. Pengaturan suhu industi selalu sangat penting dan menjadi tetep
lebih, dengan kemajuan tehnologi.
PADAT
Dalam materi padat, atom – atom atau molekul sangat kuat tarikan dan
ikatan satu sama lain, jadi tidak ada atom yang bergerak jauh dari lokasi partikelnya
atau equilbrium position. Kita dapat mengenalkan konsep energi panas dengan
mempertimbangkan gerakan molekul.
Sebuah benda padat mempunyai molekul yang tidak bergerak, ini berarti,
molekul dalam keadaan bebas. Sehingga materi dikatakan mempunyai energi panas
nol (WTH = 0). jika kita sekarang menambahkan energi pada materi dengan
memanaskannya dapat dikatakan materi mempunyai energi panas terbatas,WTH >0.
48
CAIRAN
Apabila energi diperbesar pada benda padat maka akan terjadi gerakan yang
semakin besar pada molekul-molekul sehingga akan dicapai titik dimana benda akan
mencair tetapi masih terjadi ikatan antara molekul yang satu dengan molekul lainnya.
GAS
Penambahan energi panas akan mempercepat gerakan molekul yang pada
akhirnya akan lepas ikatan molekul didalam materi. Ketika molekul sudah tidak
saling terikat maka materi akan menjadi gas.
4.2.2 Suhu
Jika kita mengukur energi panas, harus mempunyai beberapa macam unit
untuk klasifikasi ukuran,unit asli yang dipergunakan adalah “panas” dan “dingin”.
Sampai waktu tertentu sudah memuaskan tetapi dalam perkembangannya tidak pas
lagi untuk penngunaan secara modern. Unit yang pantas untuk meyatakan ukuran
energi adalah joule
49
menunjukkan variasi skala. Nilai energi yang dinyatakan oleh 10C sama dengan
yang dinyatakan oleh 1 0K hanya titik nolnya yang digeser.
T(0C) = T(K) – 273.15 (4-2)
Demikian pula ukuran 1 0F adalah sanma sdengan ukuran 1oR tetapi skalanya
berbeda
T(1oF) = T(1oR)- 459.6 (4-3)
o
Untuk tranformasi Celcius ke F adalah
T(1oF) = 9/5 T(1oC) + 32 (4-4)
50
Gambar 4.2 menunjukkan efek penambahan resistansi dengan suhu untuk
beberapa logam. Grafik menujukkan resistansi relative dengan suhu untuk logam
khusus kemurnian tinggi. Contoh pada suhukonstan (T) menggunakan persamaan
l
R=ρ (T= konstan) (4-7)
A
Dimana : R = resistansi (Ω)
l = panjang (m)
A = luas area (m2)
ρ = Resistivitas ( Ω − m)
4
3
2
1
0
-200 0 200 400 600 800
suhu (Celcius)
51
4.3.2 Resistansi dengan Aproksimasi Suhu
Kurva pada gambar 4.2 menunjukkan kurva sangat mendekati linear. Ini
diperlukan untuk mengembangkan aproksimasi analisa persamaan pada resistansi
dengan temperature dan partikel logam.
APROKSIMASI LINEAR
Aproksimasi linear dapat dikembangkan untuk aproksimasi resistansi dengan
suhu (R-T). Pada gambar 4.3 kita melihat kurva R – T dari beberapa materi. Disini
garis lurus digambar antara poit yang mewakili suhu T1 dan T2 , dan T0 mewakili
titik tengah suhu. Persamaan garis lurus merupakan aproksimasi linear untuk kurva
dari T1 ke T2. persamaan garisnya adalah
R(T ) = R(T0 )[1 + α 0 ∆T ] T1 < T < T2 (4-9)
dimana
R(T) = aproksimasi dari resistan pada suhu T
R(T0) = resistansi pada suhu T0
∆ T = T – T0
α 0 = perubahan fraksi dalam resistansi per derajat pada T0
Alasan untuk menggunkan α 0 sebagai slop fractional dari kurva R – T adalah karea
ini konstan sehingga dapat digunakan untuk kasus dimensi fisik yang lain ( panjang
dan luas) dari beberapa macam kawat. Catatan α 0 tergantung suhu tengah To.
Harga α 0 dapat ditemukan dari harga resistan dan suhu grafik lain,
sebagaimana diperlihatkan gambar 4.2
10
hambatan (ohm)
8
6
4
2
0
-50 0 50 100
s uhu (Ce lcius )
Gamabr 4.3 garis l linear aproksimasi dari resistan denan suhu antara T1dan T2
1
α0 = . (slope pada To) (4-10)
R (Ta )
atau untuk contoh dari gamabr 4.3
1 ⎡ R2 − R1 ⎤
α0 = .⎢ ⎥ (4-11)
R(To) ⎣ T2 − T1 ⎦
dimana
R2 = resistansi pada T2
R1 = resistansi pada T1
Catatan bahwa α mempunyai invers suhu dan tergantunng scala suhu yang
digunakan.
APROKSIMASI QUADRAT
Aproksimasi kuadrat kurva R-T lebih akurat digunakan pada beberapa jenis
tingkatan diantara berapa tingkat suhu. Ini menyangkut keduanya hubungan linear
seperti sebelumnya, dan hubungan suhu yang membentuk kotak. Seperti persaman
dibawah 4 - 12 :
52
R(T ) = R(To)[1 + α1∆T + α 2 (∆T ) 2 (4-12)
dimana
R(T) = aproksimasi kuadrat dari resistan pada T
R(To) = resistan pada T0
α1 = perubahan fractional linear dalam resistan dengansuhu
∆ T = T-To
α 2 = perubahan fractional linear dalam resistan dengansuhu
Harga dari α1 dan α 2 ditentukan dari tabel atau grafik sebagai indikasi dalam contoh
, menggunakan harga resistan dan suhu pada 3 titik. Seperti sebelumnya, kedua α1
dan α 2 tergantung suhu yang digunakan.
Seperti contoh menunjukkan bagaimanan aproksimasi linear dibentuk
SENSITIVITAS
Perhitungan sensitivitas RTD dapat dicatat dari nilai tipical dari perubahan
kecil yang linier dalam tahanan dengan suhu. Untuk platinum, nilai ini secara tipical
adalah berkisar 0.004/0C dan untuk nikel adalah 0.005/0C. Sehingga, dengan
platinum, sebagai contoh sebuah perubahan hanya 0.4Ω akan mengubah 100Ω pada
RTD dengan perubahan suhu 10C. Biasanya spesifikasi akan disediakan dalam
bentuk informasi kalibrasi dan grafik tahanan versus suhu atau berbentuk tabel
harga-harga dari mana sensitivitas dapat ditentukan.untuk material yang sama tetapi
nilainya relativ konstan karena merupakan fungsi dari tahanan.
TANGGAPAN WAKTU
Secara umum, RTD mempunyai tanggapan waktu dari 0.5 sampai 5 datik
atau lebih. Lambatnya respon disebabkan lambatnya konduktivitas panas yang
membawa perangkat ke keseimbangan panas dengan lingkungannya. Umumya,
kontanta waktu ditentukan oleh kondisi “free air” atau kondisi “oil bath”. Dalam
kasus pembentukan, ada kontak panas dan karenanya, respon lambat, dan akhirnya
kontak panas yang baik dan respon cepat. Nilai ini memberikan range dari tanggapan
waktu sampai yang diharapkan sesuai dengan aplikasi.
KONSTRUKSI
Sebuah RTD, tentunya denagn mudah digambarkan sebagai sebuah kawat
yang resistansinya dimonitor sebagai fungsi suhu. Konstruksi ini serupa dengan
gulungan kawat atau potongan kawat untuk mencapai ukuran kecil dan
meningkatkan konduktivitas panas untuk mengurangi tanggapan waktu. Dalam
beberapa kasus, gulungan terlindungi dari lingkungan oleh lapisan atau kaleng
pelindung yang meningkatkan tanggapan waktu tetapi memerlukan perlawanan
terhadap lingkungan.
53
PENGKONDISI SINYAL.
Dengan perubahan fraksional yang sangat kecil dari resistansi dengan suhu
(0.4%), RTD pada umumnya digunakan pada rangkaian jembatan dengan semua
kondisi yang dideteksi secara akurat. Untuk aplikasi proses kontrol, jembatan
memerlukan “self-nulling”. Output dari rangkaian “nulling” menghasilkan keluaran
kontroller dari 4 sampai 20 mA atau 10 sampai 50 mA. Gambar 4.4 mengilustrasikan
ciri-ciri penting dari sistem demikian. Baris kompensasi pada kaki R3 jembatan
diperlukan ketika panjang timah adlah sangat panjang sehingga gradien panas pada
kaki RTD menyebabkan perubahan pada baris resistansi. Perubahan ini akan
menyebabkan keterlambatan informasi kesalahan, sebagai akibat perubahan
resistansi RTD. Dengan menggunakan garis kompensasi, perubahan resistansi yang
sama juga muncul pada R3.
Umpan balik dari kontroller dapat terjadi dalam beberapa bentuk, tergantung
dari perubahan penyetingan R2 menuju sumber arus yang menyediakan arus nol
sebagaimana pada rangkaian jembatan seimbang. Karena RTD adalah resistansi,
maka ada daya terdissipasi I2R oleh peralatan itu sendiri yang menyebabkan sedikit
efek panas, atau pemanasan sendiri. Hal ini juga dapat menyebabkan pembacaan
yang salah. Jadi, arus yang menuju RTD harus dijaga cukup rendah dan konstan
untuk menghindari pemanasan sendiri. Secara mendasar, konstanta dissipasi
biasanya disediakan pada spesifikasi RTD. Angka ini berhubungan dengan
kebutuhan daya untuk meningkatkan suhu RTD per satu derajat. Jadi, konstanta
dissipasi 25mW/0C menunjukkan bahwa jika rugi daya I2R pada RTD sama dengan
25 mW, kemudian RTD akan terpanaskan dengan 10C.
Konstanta dissipasi biasanya ditentukan oleh dua kondisi, udara bebas dan
“well-stirred oil bath”. Hal ini disebabkan perbedaan dalam kapasitas media untuk
membawa panas keluar dari perangkat. Kenaikan Suhu pemanasan sendiri dapat
ditemukan dari daya dissipasi oleh RTD dan konstanta dissipasi.
P
∆T = (4-13)
PD
dimana ∆T = kenaikan suhu karena pemanasan sendiri dalam 0C
P = dissipasi daya pada RTD dalam W
P
= konstanta dissipasi dari RTD dalam W/0C
PD
54
4.4 THERMISTOR
Thermistor adalah salah satu tipe lain dari transduser suhu yang mengukur
suhu melalui perubahan resistansi bahan. Karakteristik perangkat ini sangat berbeda
dengan RTD, dan tergantung pada perilaku khusus antara tahanan dengan suhu
semikonduktor.
Dengan rata-rata energi panas sebesar 0.039 eV, jumlah elektron yang cukup
akan mencapai level konduksi bahan untuk menjadi konduktor. Pada isolator sejati,
celah enrginya sangat besar sehingga tidak cukup energi untuk meloncati atau
mengatasi celah enrgi ini.
55
Gambar 4.5 Grafik Tahanan Versus Suhu Dari Bahan Semikonduktor.
4.4.2. Thermistor
Termistor adalag tranduscer suhu yang telah dikembangkan berdasarkan
prinsip tahanan semikonduktor yang berubah dengan adanya perubahan temperatur.
Bahan semikonduktor tertentu digunakan untuk bervariasi untuk mengakomodasi
range temperatur, sensitivitas, range tahanan, dan faktor lainnya. Perangkat ini
biasanya diproduksi secara massa untuk konfigurasi tertentu, dan tabel serta grafik
tahanan versus suhu disediakan untuk tujuan kalibrasi.
SENSITIVITAS
Sensitivitas termistor adalah faktor penting dalam aplikasi. Perubahan tahanan 10%
per oC adalah tidak umum. Sehingga termistor dengan tahanan nominal 10KΩ pada
suhu yang sama dapat berubah denagan 1KΩ untuk perubahan suhu 1oC. Ketika
digunakan dalam rangkaian jembatan pendeteksi nol, sensitivitas dapat memberikan
kontrol, pada prinsipnya kurang dari 1oC.
KONSTRUKSI
Karena termistor adalah semikonduktor penting, maka dapat dibuat dalam berbagai
bentuk. Sehingga, bentuk umum seperti disk, manik-manik, batangbervariasi dalam
ukuran dari bentuk manik berdiameter 1mm sampai diameter beberapa centimeter.
Dengan variasi doping dan menggunakan bahan semikonduktor yang berbeda, akan
diperoleh harga tahanan dengan range yang lebar pada suhu tertentu.
WAKTU RESPON
56
Waktu respon sebuah termistor tergantung pada jumlah bahan yang digunakan dan
keadaan lingkungan. Sehingga, untuk termistor berbentuk manik pada keadaan oil
bath, responnya adalah 0.5 detik. Termistor yang sama pada udara mempunyai waktu
respon 10 detik. Ketika dilindungi dalam teflon atau bahan yang lain untuk
perlindungan melawan keadaaa lingkungan, waktu respon akan meningkat.
PENGKONDISI SINYAL
Karena termistor menunjukkan perubahan tahanan yang besar dengan suhu, maka
ada banyak kemungkinan aplikasi rangakian. Dalam beberapa kasus, bagaimanapun
juga, rangkaian jembatan dengan deteksi nol digunakan karena keadaan nonlinier
dari termistor membuatnya sulit digunakan untuk sebagai pengukur aktual. Karena
perangkat ini adalah tahanan, perhatian untuk memastikan bahwa daya terdissipasi
pada termistor tidak melebihi batas yang ditentukan atau kemungkinan interferensi
dengan lingkungan yang mempengaruhi pengukuran suhu. Konstanta dissipasi adlah
bagian termistor sebab daya dalam miliwatt diperluakan untuk pencapaian suhu
termistor 1oC diatas linkungan. Harga dasar bervariasi dari 1mW/oC pada udara
bebas sampai 10mW/oC atau lebih pada kamar minyak.
4.5 THERMOKOPEL
Pada bab sebelumnya, kita telah membahas perubahan tahanan bahan sebagai
fungsi waktu. Misal perubahan tahanan didasarkan pada variabel parameter pada
pengukuran tahanan. Ada ketergantuangan lain dari tingkah laku listrik dari bahan
pada suhu yang dibentuk oleh basis pengukuran suhu. Efek ini dikarakterisasi oleh
transduser penghasil tegangan dalam emf yang diproduksi yang sebanding dengan
suhu. Emf ditentukan hampir linier dengan suhu dan dapat diperbaharui untuk
konstanta bahan. Perangkat yang mengukur suhu pada basis termoelektrik disebut
termokopel.
57
Gambar 4.6. Efek Seebeck dan Efek Peltier.
EFEK SEEBECK
Dengan menggunakan teori zat padat kondisi diatas dapat dianalisa untuk
menunjukkan bahwa emf dapat diberikan dengan integral temperatur.
T2
ε = ∫ (Q A − QB )dT
T1
dimana
ε = emf yang dihasilkan dalam volt
T1,T2 = temperatur ssambungan dalam oK
QA,QB= konstanta perpindahan panas dari dua logam
EFEK PELTIER
Sesuatu tang menarik dan kadaang-kadang diperluakn untuk perluasan yang
mempunyai sifat sama dengan termoelektrik yang telah didiskusikan di atas terjadi
ketika efek seebeck balik dipertimbangkan. Dalam kasus ini, kita membuat lup
tertutup dari dua logam yang berbeda, A dan B sebagaimana sebelumnya. Sekarang
tegangan eksternal diberikan ke sistem untuk menghasilkan arus yang mengalir
dalam rangkaian sebagaiman ditunjukkan dalam gambar 4.6b. karena perbadaan sifat
perpindahan elektrotermal dari logam, maka ditemukan bahwa slah satu sambungan
akan terpanaskan dan sambungan yang alain akan menjadi terdinginkan, sehingga
perangkat ini disebut refrigrator,. Proses ini berdasarkan pada efek peltier.
58
4.5.2 Termokopel
Untuk menggunakan efek seebeck sebagai dasar dari transduser suhu, kita
perlu menetapkan hubungan antara emf terukur dari termokopel dan suhu yang tidak
diketahui. Kita pertama melihat bahwa satu temperatur harus bisa diketahui karena
tegangan seebeck sebanding dengan differensial suhu pada sambungan. Lebih jauh
setiap sambungan dari logam yang berbeda yang dibuat dengan loop termokopel
entuk perangakat pengukuran, perluasan, dan sebagainya akan memberikan
kontribusi emf tergantung pada perbedaan logam, dan variasi suhu sambungan.
Untuk menyediakan keluaran yang pasti berdasar suhu yang diukur, digunakan
sebuah susunan seperti pada gambar 4.7a. gambar ini menjelaskan bahwa
pengukuran sambungan TM terbuka ke lingkungan yang suhunya akan diukur.
Sambungan ini dibentuk oleh dua logam A dan B. Dua sambungan yang lain
dibentuk oleh logam C, yang kemudian dihubungkan ke perlengkapan pengukuran.
Referensi sambungan ditentukan secara bersama, yang disebut dengan TR. Ketika
emf terukur, menyebabkan tegangan jatuh pada elemen resistif. Pada susunan ini
tegangan rangkaian terbuka terukur (pada impedansi tinggi) yang selanjutnya sebuah
fungsi perbedann temperatur(TM-TR) dan tipe dari logam A dan B. Tegangan
dihasilkan mempunyai magnitud yang tergantung pada magnitudo absolut pada
perubahan suhu dan polaritas tergantung pada temperatur mana yang lebih besar.
(a) (b)
Gambar 4.7. (a) sistem termokopel tiga kawat, (b) sistem termokopel dengan
perluasan
TIPE-TIPE TERMOKOPEL
Konfigurasi standar tertentu dari termokopel menggunakan logam tertentu
telah diadopsi dan memberikan penandaan, sebagai contoh ditunjukkan dalam tabel
4.2. masing-masing tipe mempunyai penjelasan-penjelasan ,seperti range, linieritas.
Keadaan lingkungan, sensitivitas dan sebagainya, yang dipilih tergentung dari
aplikasi yang dibuat. Pada stiap tipe, variasi ukuran konduktor diterapkan untuk
kasusu tertentu, misalnya pengukuran oven, lokasi pengukuran tinggi, dan
sebagainya. Kurva tegangan dan temperatur ditunukkan pada gambar 4.8 yang
menunjukkan suhu referensi pada 25oC dan beberapa tipe dari termokopel. Kita
dapat memberikan catatn penting dari kurva yang ada.
Pertama, kita lihat bahwa tipe J dan K mempunyai slope yang besar, sehinnga
mempunyai sensitivita syang tinggi , membuat pengukura lebih mudah. Untuk tipe R
dan S slopenya kecil dan sensitivitasnya rendah. Mereka mepunyai keuntungan
penting seperti range pengukuran yang lebih besar, termasuk suhu yang sangat tinggi
dan merupakan bahan yang sangat lembam. Penjelasan lain dari kurva adalah
kurvanya tidak linier.
59
TABEL TERMOKOPEL
Tabel termokopel secara sederhana meberikan tegangan yang dihasilakan oleh
termokopel ketika sambungan referensi berada pada referensi suhu tertentu, dan
pengukuran sambungan pada suhu yang ditentukan. Berdasarka tabel, sebagai contoh
kita lihat untuk tipe J pada suhu 210oC dengan refernsi 0oC, maka tegangannya
adalah :
V(210oC) = 11.34 mV
Tipe J
TC output (mV)
Tipe E
Tipe R
Temperatur (0C)
Jika kita mengukur tegangan 4.768 mV dengan tipe S dengan referensi 00C , dapat
kita lihat pada tabel bahwa
T(4.768 mV) = 560 0C (tipe S, ref 00C)
Dalam pengukuran sebenarnya, nilai tegangan yang terukur tidaklah selalu tepat
seperti nilai dalam tabel. Jika hal ini terjadi, kita harus melakukan interpolasi
terhadap nilai-nilai dalam tabel. Secara umum, nilai temperatur dapat ditemukan
dengan menggunakan persamaan interpolasi berikut:
⎡ T − TL ⎤
TM = TL + ⎢ H ⎥ (VM - VL) (4-14)
⎣V H − V L ⎦
Dari persamaan diatas, tegangan terukur VM terletak antara tegangan VH yang lebih
tinggi dan tegangan VL yang lebih rendah, dimana VH dan VL terdapat dalam tabel.
Temperatur yang sesuai dengan nilai tegangan ini adalah TH dan TL, seperti
ditunjukkan pada contoh 4.9.
60
PERUBAHAN TABEL REFERENSI
Meskipun tabel thermocouple telah disiapkan untuk temperatur junction
tertentu, tetapi dimungkinkan penggunaan tabel ini untuk temperatur referensi yang
berbeda dengna cara penggeseran skala tabel. Kunci yang harus diingat adalah
bahwa tegangan harus sesuai dengan perbedaan antara referensi dan pengukuran
temperatur junction. Dengan demikian, jika suatu nilai referensi baru lebih besar dari
tabel referensi, semua tegangan pada tabel akan lebih rendah untuk thermocouple ini.
Nilai ini akan dijadikan sebagai nilai referensi baru. Misalkan kita mempunyai TC
tipe J dengan referensi 300C. Pada tabel dengan referensi 00C, tipe J pada 300C akan
menghasilkan 1.54 mV. Ini berarti pada temperatur berapapun dengan TC ini akan
menghasilkan tegangan 1.54 mV kurang dari yang terdapat pada tabel. Sehingga,
mengacu pada tabel,
4000C menghasilkan V = 21.85 – 1.54 = 20.13 mV
1500C menghasilkan V = 8.00 – 1.54 6.28 mV
-900C menghasilkan V = -4.21 – 1.54 = -5.75 mV
Dengan cara yang sama, jika referensi baru lebih rendah dari referensi, semua
tegangan pada tabel akan menjadi lebih besar. Sebagai contoh, misalkan suatu
thermocouple tipe K dengan referensi –260C. Pertama, dengan interpolasi, dapat
ditentukan tegangan yang sesuai pada tabel dengan referensi 00C.
− 0.95 + 1.14
V(-260C) = -1.14 + (-26+30)
− 25 + 30
V(-260C) = -0.98 mV (tipe K, 00C ref)
Kemudian, setiap tegangan pada tabel harus ditambahkan dengan 0.98 mV, sehingga
4000C menghasilkan V = 1.40 + 0.98 = 17.38 mV
1500C menghasilkan V = 6.13 + 0.98 = 7.11 mV
-900C menghasilkan V = -3.19 + 0.98 = -2.21 mV
SENSITIVITAS
Dari tabel ditunjukkan bahwa range tegangan termokopel kurang dari 100 mV.
Sensitivitas terutama tergantung dari tipe sinyal yang diterapkan dan juga termokopel
itu sendiri. Dari gambar 4.8, terlihat bahwa tipe berikut mempunyai sensitivitas yang
terbaik dan terjelek.
Tipe J : 0.05 mV/0C
Tipe R : 0.006 mV/0C
KONSTRUKSI
Kebanyakan suatu termokopel merupakan suatu hasil penyatuan atau
penggulungan junction antara dua metal. Tetapi ada juga termokopel yang dibungkus
didalam lapisan pelindung atau bahkan disegel dalam kaca untuk melindungi dari
lingkungan yang bisa merusak. Ukuran kabel dari termokopel ditentukan oleh
aplikasinya, antara lain kabel #10, atau kabel #30 AWG atau kabel mikro 0.02 mm.
61
KONDISI SINYAL
Secara umum, elemen paling penting dalam pengkondisian sinyal TC adalah
kebutuhan untuk melakukan pengukuran pada impedansi tinggi. Meskipun resistansi
dc internal dari TC sangat kecil, tegangan yang dihasilkan juga sangat kecil. Dengan
demikian, jika arus tingi dialirkan ke TC, bisa terjadi kesalahan pembacaan sekian
persen. Tegangan TC juga diukur dengan sirkuit potensiometer, dijelaskan dalam bab
2, dimana dapat dilakukan pengukuran pada impedansi tertentu secara efektif.
Perkembangan teknik modern telah memungkinkan pengukuran alat secara
elektronik seperti penggunaan electrometer yang mengandung transistor efek medan
dengan sifat impedansi inputnya yang tinggi atau konfigurasi op-amp yang tepat
dengan impedansi input yang tinggi. Faktor lain dari pentingnya penggunaan TC
adalah kebutuhan akan pengetahuan referensi temperatur dari junction. Dalam
banyak aplikasi, terutama penggunaan medan, termometer digunakan untuk
menentukan temperatur lokal. Faktor koreksi, seperti yang telah dibicarakan pada
bagian sebelumnya, digunakan untuk membuktikan tegangan TC yang telah terukur
dimana digunakan untuk menentukan temperatur. Dalam beberapa kasus, dibutuhkan
untuk menempatkan junction referensi pada point jauh dari pengukuran junction.
Sebagai contoh, jika temperatur pada sekitar pengukuran junction bervariasi dalam
range yang lebar. Pada kasus ini, extension wires (kabel tambahan) digunakan, yang
terbentuk dari materil yang sama dengan TC itu sendiri.
PERTAMBAHAN PANAS
Kita telah mengetahui bahwa semakin besar energi panas akan menyebabkan
molekul dari suatu padatan mengalami kenaikan amplitudo dan frekuensi. Sifat ini
diharapkan untuk dapat berkolaborasi dengan penambahan volume padatan, karena
molekul cenderung untuk menempati volume yang lebih besar. Efek ini bervariasi
antara material karena berbagai faktor, termasuk ukuran dan berat molekul, struktur
pola, dan yang lainnya. Sehingga jika kita mempunyai batang dengan panjang l0 pada
temperatur T0 seperti ditunjukkan pada gambar 4.10, dan temperatur naik ke T, maka
batang akan mengalami pertambahan panjang menjadi l,
l = l0 [1 + γ∆T] (4-16)
dimana ∆T = T – T0 dan γ adalah koefisien pertambahan panjang dari bahan.
Beberapa nilai koefisien pertambahan ditunjukkan pada tabel 4.3.
T0
l0
T > T0
l > l0
Gambar 4.10. Suatu padatan mengalami penambahan panjang sesuai dengan temperatur.
62
Tabel 4.3. Koefisien Ekspansi Termal
TRANSDUCER BIMETAL
Transducer suhu yang telah dibicarakan diatas terjadi jika dua material dengan dua
koefisien pertambahan panas berbeda diikat bersama. Kemudian, jika dipanaskan,
laju pertambahan yang berbeda menyebabkan pembengkokan konstruksi batang,
seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.11.
Gambar 4.11. Suatu strip bimetal akan melengkung jika temperatur berubah karena perbedaan
koefisien pertambahan panas.
63
dapat disimpulkan bahwa tekanan uap tergantung pada temperatur. Material yang
berbeda akan mempunyai curva tekanan-temperatur yang berbeda pula. Gambar 4.12
menunjukkan sebuah kurva tekanan-temperatur dari metil klorida.
dimana
V(T) = volume saat temperatur T
V(T0) = volume saat temperatur T0
∆T = T – T0
β = koefisien pertambahan volume
Transducer temperatur jenis ini tidak terlalu sering digunakan dalam proses kontrol
karena diperlukan proses transduksi lebih jauh untuk mengubah temperatur menjadi
sinyal elektrik.
64
dimana pengukuran dilakukan, kecepatan pengukuran yang dibutuhkan, dan
hal-hal lain yang harus dipertimbangkan.
2. Identifikasi sinyal output yang dibutuhkan. Dalam kebanyakan aplikasi,
output yang keluar berupa arus standar 4-20 mA atau tegangan yang berskala
untuk mewakili range temperatur hasil pengukuran.
3. Memilih transducer temperatur yang tepat. Terutama berdasarkan dari hasil
oleh langkah pertama, suatu transducer yang telah cocok dengan spesifikasi
range, lingkungan dan seterusnya telah dipilih. Untuk beberapa kasus, faktor-
faktor seperti harga dan ketersediaan juga penting dalam pemilihan
transducer.
4. Merancang Kondisi Sinyal yang dibutuhkan. Dengan menggunakan teknik
pengkondisian sinyal seperti dalam bab 2 dan bab 3, transduksi temperatur
secara langsung diubah menjadi sinyal output sinyal yang dibutuhkan.
65
BAB V
TRANSDUCER MEKANIK
TUJUAN PEMBELAJARAN
Pembahasan pada bab ini dibatasi untuk pembahasan tentang transducer mekanik.
Setelah membaca bab ini diharapkan pembaca akan dapat :
1. Mendefenisikan hubungan antara percepatan, kecepatan, dan posisi.
2. Mendefenisikan karakteristik vibrasi dan denyut.
3. Mendesain aplikasi dari sebuah LVTD untuk masalah pengukuran
perubahan.
4. Menjelaskan type percepatan dan karakteristik-karakteristiknya.
5. Mendesain sebuah system pengukuran regangan yang menggunakan
logam emas strain gages.
6. Mendfenisikan dua type pengukuran tekanan dengan output sinyal listrik.
5.1 Pengantar
Kelas-kelas transducer digunakan untuk pengukuran gejala mekanika pada
proses kontrol industri. Pada beberapa kasus dilakukan perancangan transducer
untuk mengukur beberapa variabel mekanik atau biasanya juga digunakan untuk
mengukur variabel lain. Untuk belajar menggunakan transducer mekanik, sangat
penting memahami gejala mekanika itu sendiri, prinsip operasi dari teansducer, dan
aplikasi transducer secara mendetail.
5.2.1 Potensiometer
Alat ukur ini mengubah pergerakan linear atau angular kedalam perubahan
tahanan yang bisa diubah secara langsung kedalam tegangan atau arus. Beberapa
kerugian alat ukur potensiometer adalah pada beberapa pemakaian mesin, geseran
pada aksi penghapusan, limit resolusi pada unit wirewound, dan noise elektronik
tinggi.
66
KAPASITIF
Ide dasar dari transducer perubahan kapasitif adalah besarnya kapasitansi
dari dua lempeng adalah sebanding dengan luas area dibagi dengan jarak antara
kedua lempeng (C ∞ A/d ). Sehingga, jika jarak kedua lempeng semakin dekat maka
nilai kapasitansi akan semakin bertambah, dan jika luas area dikurangi, maka
besarnya kapasitansi akan berkurang. Gambar 5.2 menunjukkan dua tipe umum dari
kapasitif transduser.
INDUKTIF
Jika sebuah inti kosong dimasukkan kedalam sebuah induktor seperti pada
gambar 5.3, harga induktansi bertambah. Setiap posisi baru dari inti menghasilkan
sebuah perbedaan induktansi.
LVDT
Struktur dasar dari LVDT adalah sebuah inti / core dari bahan permeabel
yang bisa dipindah dan tiga koil, seperti terlihat pada gambar 5.4. Sebelah dalam inti
adalah primernya yang menghasilkan fluks magnetic melalui eksitasi oleh beberapa
sumber a-c. Dua koil sekunder mempunyai tegangan induksi karena hubungan
67
dengan primernya. Ketika inti terletak ditengah, tegangan induksi pada tiap
sekundernya sama. Tetapi ketika inti berpindah, perubahan pada hubungan fluks
menyebabkan satu tegangan sekunder bertambah dan yang lainnya turun. Lilitan
sekunder biasanya dihubungkan dalam posisi seri sehingga tegangan yang
menginduksi di tiap – tiapnya berbeda fasa dengan yang lain. Pada kasus ini, seperti
terlihat pada gambar 5.5, amplitudo tegangan output adalah nol ketika inti terletak
ditengah dan bertambah seperti ketika inti dipindah ke lainnya masuk atau keluar. Ini
terjadi karena amplitudo tegangan adalah linear dengan perpindahan core sepanjang
Hal ini terjadi dimana amplitudo tegangan adalah linier terhadap perpindahan
inti dalam suatu harga tertentu. Selanjutnya, pada saat inti bergerak terjadi suatu
pergeseran fase, baik yang berasal dari lokasi pusat atau yang menuju ke lokasi
pusat, sehingga dalam hal ini pengukuran fase berkaitan erat dengan arah pergerakan
inti. Sebuah rangkaian sederhana yang mempergunakan LVDT diperlihatkan pada
Gambar 5.6.
68
5.3 Transduser Regangan
Pengukuran regangan dipergunakan untuk mengukur tekanan dari suatu
system. Pertama-tama akan dilihat kembali konsep regangan dan hubungannya
dengan gaya yang menghasilkannya, dan kemudian mendiskusikan transduser yang
dipergunakan untuk mengukur regangan.
DEFINISI
Efek dari pemberian gaya dinyatakan sebagai tekanan dan hasil deformasi
dinyatakan sebagai regangan. Untuk mendukung perlakuan analitis yang cukup pada
subjek, tekanan dan regangan didefinisikan secara hati-hati untuk menekankan sifat
fisis dari suatu bahan yang ditekan dan tipe tertentu dari tekanan yang diberikan. Kita
gambarkan di sini tiga tipe khusus dari hubungan regangan dan tekanan.
69
Gambar 5.8a menunjukkan keadaan semula dari shear stress dengan
Shear Stress = F / A ( 5-4 )
Dimana :
F = gaya dalam N
A = Irisan daerah dalam m2
Sekarang strain didefinisikan sebagai perubahan sebagian dalam dimensi
keanggotaan sebagian. Hal ini ditunjukan dalam gambaran irisan pada gambar 5.8b.
Shear Strain = ∆x / l ( 5-5 )
Dimana
∆x = penyusunan ulang dalam m ( seperti terlihat dalam gambar 5.8b )
l = lebar dari contoh dalam m
Material dengan tipe spesifik akan selalu mengikuti kurva yang sama
meskipun mempunyai dimensi fisik yang berbeda. Dapat dikatakan bahwa linearitas
dan slope adalah konstan untuk tipe material tertentu saja. Konstanta ini dinamakan
modulus elastis atau modulus young yang diberikan oleh
F
stress
E= = A ………………………………………………………(5-6)
strain ∆l
l
F
Dimana : stress = dalam N/m2
A
∆l
Strain = tidak berdimensi
l
E = modulus elastisitas dalam N/m2
70
F
A
l
F
(a) hasil pengguntingan stress oleh sepasang gaya
∆x
F
l
F
(b) pengguntingan stress yang cenderung merubah bentuk benda sperti yang terlihat
Gambar 5.8 Pengguntingan stress didefinisikan dalam elemen pada gambar ini
Breaks (patah/putus)
s Pemuluran/pemanjangan
t
r
a
Daerah linear
i
Gambar 5.9 Kurva stress – strain pada daerah linear, pemuluran, dan patahan
Catatan bahwa modulus elastisitas mempunyai satuan yang sama dengan stress yaitu
N/m2. Table 5.1 memberikan modulus elastisitas untuk beberapa material. Dalam
bentuk yang sama pengguntingan modulus didefinisikan untuk pengguntingan strain
sebagai berikut:
F
stress
M= = A ……………………………………………………….(5-7)
strain ∆x
l
dimana semua satuan telah didefinisikan pada persamaan 5.6.
71
5.3.2 Prinsip Strain Gage
Pada bagian 4.2.1, telah kita lihat bahwa resistansi dari contoh logam
diberikan oleh
l0
R0 = ρ ………………………………………………………………..(4-7)
A0
dimana:
R0 = resistansi sample Ω
ρ = resistivitas sample Ω-m
l0 = panjang dalam m
A0 = luas area dalam m2
72
∆T = 1 0C
R(T0) = 120 Ω resistansi nominal
Kemudian kita cari ∆RT = 0,48 Ω yang mengalami dua kali perubahan karena
strain. Efek temperatur dapat menutupi efek strain yang akan kita coba ukur.
Untungnya kita dapat mengganti kerugian untuk temperatur dan efek lain yang
terlihat pada metode pengkondisian sinyal di bab berikut.
KONSTRUKSI
Desain dari SG dibuat sangat panjang, untuk memberi resistansi nominal
cukup luas (pada prakteknya) dan membuat kawat gage secukupnya atau foil
sehingga tidak menahan efek strain.
Gambar 5.10 bentuk umum dari foil dan kawat strain gage. Sensitivitas pada strain hanya pada satu
arah saja.
Dalam gambar 5.10, kita lihat bentuk umum dari SG. Resistansi nominal SG
yang tersedia biasanya 60, 120, 240, 350, 500 dan 1000 Ω.
PENGKONDISI SINYAL
Dua efek kritis pada teknik pengkondisian sinyal digunakan pada SGs. Yang
pertama, perubahan kecil pada resistansi yang memerlukan ketelitian dalam
pendesainan adalah pengukuran resistansi rangkaian. System SG yang baik mungkin
memerlukan resolusi 2 µm/m satuan. Dari persamaan (5-11), ini merupakan hasil
pada ∆R 4,8 x 10-4Ω untuk resistansi nominal gage 120 Ω.
Efek kedua yang dibutuhkan untuk menghasilkan beberapa kompensasi untuk
efek suhu, untuk mengeleminasi perubahan pada strain.
73
5.3.4 Strain Gages Semikonduktor
Kegunaan bahan semikonduktor, khususnya silicon pada aplikasi SG telah
berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Meskipun ada beberapa kelemahan
piranti ini disbanding jenis logam, tetapi banyak pula keunggulan dari piranti ini.
PRINSIP – PRINSIP
Pada kasus semikonduktor, resistivitas juga berubah terhadap strain berkaitan
dengan dimensi fisiknya. Hal ini dikarenakan perubahan pada pergerakan electron
dan hole dengan perubahan pada struktur kristal sebagai akibat adanya strain. Hasil
yang menguntungkan adalah lebih luasnya gage faktor dari pada yang mungkin ada
pada gages logam.
FAKTOR GAGE
Gage faktor semikonduktor juga diberikan oleh
∆R
GF = R ……………………………………………………………..(5-12)
strain
Nilai dari gage faktor semikonduktor bervariasi antara – 50 dan – 200. Jadi,
perubahan resistansi akan sesuai faktor dari 25 sampai 100 kali seperti yang ada pada
SGs logam.
KONSTRUKSI
Strain gages semikonduktor secara fisik terlihat seperti sebuah pita atau
bidang dari material dengan hubungan listrik seperti terlihat pada gambar 5.12.
Semikonduktor Belakang
Penyangga
Gambar 5.12 Konfigurasi Khusus pada strain gage semikonduktor
PENGKONDISIAN SINYAL
Pengkondisian sinyal masih secara khusus dengan rangkaian jembatan
dengan kompensasi suhu.
74
kuantitas bahan dalam hopper. Secara umum, piranti ini dikalibrasi sehingga gaya
(berat) secara langsung dihubungkan ke jembatan resistansi.
VIBRATION (getaran)
Jika sebuah benda diberikan gerakan periodik disekitar posisi
keseimbangannya seperti gambar 5.13, akan kita temukan bahwa kecepatan
maksimum akan mencapai 100g atau lebih. Gerakan ini dinamakan vibration
(getaran). Lebih jelasnya, pengukuran kecepatan pada besar ini sangat penting pada
dunia industri, dimana getaran sering ditemui pada operasi mesin. Secara umum,
getaran adalah sesuatu yang bervariasi, baik dalam frekuensi gerak periodik maupun
besar perpindahan dari posisi kesetimbangannya.
- x0 0 x0 x
Gambar 5.13 Sebuah benda pada gerak periodic disekitar keseimbangan pada x = 0. Puncak gerakan
pada x0
Catatan bahwa definisi dari ω sebagai frekuensi sudut konsisten dengan referensi ω
sebagai kecepatan sudut karena keduanya adalah sama. Jika sebuah benda berotasi,
kita definisikan waktu untuk menyelesaikan satu putaran sebagai periode T yang
hubungannya dengan frekuensi adalah f = 1/T. Frekuensi menggambarkan jumlah
putaran perdetik dan diukur dalam Hertz (Hz), dimana 1 Hz = 1 putaran perdetik.
75
Kecepatan angular pada suatu putaran perdetik menghubungkan ke kecepatan
angular 2 π rad/s karena satu putaran penuh adalah 2 π radian. Dari alasan ini kita
lihat bahwa f dan ω berhubungan sebagai
ω = 2 π f ……………………………………………………………..(5-14)
Karena f dan ω dihubungkan oleh sebuah konstanata, kita anggap frekuensi angular
sebanding dengan kecepatan angular.
Sekarang kita dapat cari kecepatan getar sebagai derivative persamaan (5-13)
v(t ) = −ω .x 0 . cos ωt …………………………………………………….. (5-15)
dan kita dapatkan percepatan dari sebuah derivative persamaan (5-15)
a (t ) = −ω 2 .x 0 . sin ωt …………………………………………………….(5-16)
Catatan bahwa, posisi getaran, kecepatan dan percepatan semuanya adalah fungsi
periodik yang mempunyai frekuensi dan periode yang sama. Bagian yang menarik
adalah percepatan puncak :
a peak = ω 2 .x 0 …………………...……………………………………….(5-17)
Kita lihat bahwa percepatan maksimum tergantung pada ω2, kuadrat dari frekuensi
angular. Ini dapat menghasilkan nilai kecepatan yang sangat besar bahkan dengan
puncak perpindahan sedang seperti contoh 5.5 berikut
DENYUT
Sebuah tipe yang sangat khusus dari percepatan terjadi ketika sebuah objek
yang mungkin bergerak secara beragam atau bergerak secara pelan-pelan, kemudian
tiba-tiba dihentikan, seperti akibat benturan. Istilah denyut/kejutan diberikan untuk
beberapa perlambatan, yang dicirikan dengan waktu yang sangat pendek, yang
mempunyai kelas waktu tipe mikrosekons dengan percepatan diatas 500 g. Pada
gambar 5.14 kita mempunyai sebuah grafik percepatan sebagai fungsi waktu untuk
percobaan denyut. Graphik ini ditandai dengan maksimum atau perlambatan akhir
apeak , waktu denyut Td, dan pantulan sebagai indikasinya. Kita dapat menemukan
rata-rata sebuah denyut dengan mengetahui harga kecepatan objek yang bergerak dan
durasi denyut sebagai bahan pertimbangan, seperti pada contoh 5.6
76
m = Massa benda (Kg)
a = Percepatan (m/s2)
Sekarang persamaan 5.18 tersebut digunakan untuk pengukuran percepatan
dan persamaan tersebut mengalami pereduksian kalau digunakan untuk pengukuran
pegas pada kondisi meregang. Sebab :
k
a= ∆x ...........................................................................5.19
m
77
EFEK VIBRASI
Efek dari frekuensi natural dan koefisien damping pada kelakuan dari pegas-
massa accelerometer adalah sangat baik diuraikan dalam batas aplikasi vibrasi. Jika
sebuah system-massa pegas diexpose untuk sebuah vibrasi, kemudian resultant
percepatan diberikan dengan persamaan :
a (t) = -ω2X0 sin ωt.....................................5.16
Jika persamaan ini digunakan pada persamaan 5.18, kita dapat melihat bahwa
pergerakan massa diberikan dengan persamaan :
mX 0 2
∆X = ω sin ωt..............................................................5.22
k
dimana semua parameter telah dibatasi dan ω = 2πƒ dan ƒ adalah frekuensi yang
digunakan.
Gambar 5.16 System massa pegas dengan osilasi natural dengan damping sebagai
respon transient terhadap impulse
Efek dari koefisien damping terlihat sebagai pereduksian dari resonansi akhir
dan tetap pada frekuensi tertinggi. Dengan ini kita dapat membuat observasi lanjut
mengenai efek dari frekuensi natural dan frekuensi getaran yang digunakan.
1. ƒ < ƒN ; Untuk frekuensi yang digunakan lebih rendah dari frekuensi natural,
frekuensi natural mempunyai efek yang sedikit pada tanggapan dasar massa
78
pegas yang diberikan oleh persamaan 5.18 dan 5.22. Keadaan praktis yang
1
aman dari frekuensi maksimum yang digunakan adalah ƒ < ƒN .
2,5
2. ƒ > ƒN ; Untuk sebuah frekuensi yang digunakan lebih besar dari frekuensi
natural, keluaran dari accelerometer tidak bergantung pada frekuensi yang
digunakan. Meskipun tidak ditunjukkan pada gambar 5.17 accelerometer
tetap mengukur perubahan vibrasi X0 dari persamaan 5.13. Hal yang menarik
yang menjadi catatan adalah bahwa massa seismic adalah tetap pada ruang
kasus ini. Biasanya frekuensi diset pada ƒ > 2,5 ƒN , untuk kasus ini.
5.4.4 Aplikasi
Catatan kecil tentang aplikasi accelerometer, dapat diperoleh dengan
pemahaman bagaimana pemilihan transducer dibuat dalam bagian tertentu.
79
Untuk percepatan steady state ini, kita memilih transducer yang memiliki : (1) Range
yang cukup untuk meng-cover percepatan magnetudo (2) frekuensi natural yang
cukup tinggi yang periodanya lebih pendek dari karakteristik waktu gerak putar yang
mengukur perubahan percepatan.
TEKANAN STATIC
Prinsip dari tekanan statik ini baru saja dijelaskan pada pragraph diatas,
dimana prinsip ini untuk fluida yang tidak bergerak, yang mana tidak ada pompa dari
pipa atau aliran dari sebuah cannel. Tekanan yang terjadi pada fluida yang tidak
bergerak disebut tekanan statik.
TEKANAN DINAMIK
Jika fluida tersebut dalam keadaan bergerak, maka teakanan yang timbul pada
setiap sekelilingnya akan bergantung pad pergerakannya. Sehingga, jika kita
mengukur besarnya tekanan dari air yang mengalir pada pipa yang ditutup, kita
mungkin mendapatkan besarnya tekanan tersebut, katakanlah 40 gaya persatuan luas.
Jika pipa tersebut kita buka, tekanan pada aliran air tersebut akan memiliki nilai yang
berbeda, katakanlah, 30 gaya per satuan luas. Jawaban ini, diberikan dimana
pengukuran tekanan harus mencatat setiap keadaan yang diukur. Tekanan dapat
bergantung kepada aliran fluida, pengompressan fluida, gaya luar, dan faktor lainnya.
SATUAN
Telah diketahui bahwa tekanan merupakan gaya (F) per satuan luas (A), kita
dapat menuliskan satuannya dalam system SI yaitu Newton per meter persegi
(N/m2). Satuan ini dikenal dengan nama pascal (Pa), jadi 1 Pa = 1 N/m2. Untuk
selanjutnya, satuan ini tidak banyak dipakai, dan yang sering digunakan dalam
standar SI adalah yang diberikan harga awalan, seperti kPa atau Mpa. Dalam system
satuan di Inggris, tekanan biasanya diberikan satuan poun per inci persegi (lb/in2). Ini
biasanya ditulis dengan psi. Untuk pengkonversian biasanya 1 psi kurang lebih sama
dengan 6,895 kPa.
80
TEKANAN GAUGE
Dalam beberapa kasus tekanan absolut tidak memiliki sejumlah daya tarik
yang penting dalam pengertian tekanan. Gas atmosphere yang yang mengelilingi
bumi ini memiliki tekanan, karena berat dari atmosphere tersebut, tekanan
dipermukaan bumi kira-kira 14,7 psi, sebagaimana telah dicatat diatas. Jika sebuah
wadah tertutup pada permukaan bumi diisi sebuah gas pada tekanan absolut 14,7 psi,
kemudian keadaan tersebut diusahakan tidak ada tekanan efektif pada dinding-
dinding dari container, sebab gas atmosphere berusaha melakukan tekanan yang
sama dari luarnya. Pada kasus seperti ini, kondisi tersebut lebih tepat untuk
penjabaran tekanan dalam keadaan relatif, sehingga dibandingkan dengan tekanan
atmosphere. Ini dikenal dengan Tekanan Gauge, yang diberikan oleh persamaan:
Pg = Pabs – Pat .......................................................(5.23)
Dimana ;
Pg = Tekanan gauge
Pabs = Tekanan absolut
Pat = Tekanan atmosphere
Dalam system satuan di Inggris satuan psig dugunakan untuk satuan tekanan
gauge.
TEKANAN HEAD
Untuk beberapa fluida cair, tekanan head sering digunakan untuk
menjabarkan tekanan dari cairan dalam tanki atau pipa. Ini ditunjukkan untuk
tekanan statik yang dihasilkan oleh berat dari suatu cairan seperti yang telah
dijabarkan diatas. Tekanan ini hanya bergantung pada tinggi dari suatu cairan dan
kerapatan cairan (massa persatuan volume). Pada suatu persamaan, jika fluida cair
diisikan ke dalam tanki, maka tekanan pada bagian bawah dari tanki tersebut,
diberikan dengan persamaan:
P = ρ.g.h ..............................................................(5.24)
Dimana; P = Tekanan (Pa)
ρ = Kerapatan fluida cair (kg/m2)
g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2)
h = Kedalaman fluida cair (m)
Persamaan ini juga dapat digunakan untuk mencari harga tekanan dalam
system satuan Inggris, tetapi hal itu merupakan penggunaan yang biasanya untuk
menyatakan kerapatan dimana dalam system ini adalah kerapatan berat, ρw , dalam
lb/ft2 , yang mencakup gravitasi pada persamaan 5.24. Pada kasus ini, hubungan
antara tekanan dan kedalaman fluida menjadi :
P = ρw h ...............................................................(5.25)
Dimana : P = Tekanan (pa)
ρw = kerapatan berat (lb/ft2)
h = Kedalaman fluida (ft)
Jika satuan tekanan dipilih dalam psi, maka ft2 akan dinyatakan dalam 144
in2. oleh karena kejadian yang umum dan keharusan dari suatu cairan dalam tanki
menyatakan tekanan dari beberapa systrem, hal itu menjadi pnggunaan yang sudah
umum untuk menjabarkan sebuah tekanan secara langsung dalam kedalaman
equivalent dari cairan istimewa.
81
DIAGRAM
Satu elemen penting yang digunakan untuk mengubah informasi tekanan menjadi
pergeseran secara fisik digambarkan dalam bentuk diagram seperti yang ditunjukan
dalam gambar 5.20. Disini kita mencatat bahwa jika suatu tekanan P1 berada pada
salah satu sisi diagram dan P2 pada sisi yang lain, maka ada gaya yang ditunjukan
dengan rumus :.
F = ( P2 – P1 ) A
Dimana
A = diagram area dalam m3
P1, P2 = tekanan dalam N/m3
TABUNG BOURDON
Perubahan tekanan menjadi pergeseran yang secara khusus dan biasa
ditunjukan dengan tabung yang dibangun secara spesial, ditunjukan pada gambar
5.22. Jika bagian pada tabung dipisah secara rata atau lilitannya seperti ditunjukan
pada gambar, maka aplikasi tekanan dalam tabung menyebabkan tabung tidak
berbentuk lingkaran. Ini kemudian menghasilkan pergeseran dimana sebanding
terhadap tekanan.
KONVERSI ELEKTRONIK
Banyak teknik yang digunakan unutk mengkonversi pergeseran secara biasa
pada contoh sebelumnya menjadi sinyal – sinyal elektronik. Secara mudah ini
digunakan dalam mesin linkage yang dihubungkan dengan sebuah potensiometer.
Dalam bentuk ini, tekanan berhubungan dengan resistansi.
Seringkali pengikuran tekanan menggunakan diagram dalam bentuk umpan
balik khusus, seperti ditunjukan gambar 5.23. Sistem umpan balik menjaga gerakan
dengan induksi motor, Sinyal salah dalam system umpan balik menghasilkankan
pengukuran elektris dari elktron.
82
Gambar 5.23 sebuah tekanan differensial cell
83
5.6 TRANDUSER ALIRAN
Pengukuran dan control aliaran dapat dikatakan sebagai inti dari proses
industri. Berlangsungnya proses operasi manufaktur melibakan pergerakan dari
bagian tak terpakai materi, produk dan limbah yang dihasilkan dalam proses . Semua
fungsi itu dapat dikatakan sebagai aliran, meski bergerak secara otomatis melalui
susunan garis atau melalui sebuah pipa metilklorida.
84
TRANSDUCER ALIRAN
Dalam contoh cara kerja seperti gambar 5.25, itu sebagai bukti bahwa pembuka
hopper, dan susunan berat. Susunan berat menjadi bentuk pengukuran dari rata – rata
aliran yang dideterminasi, meskipun kita telah melihat bahwa pengukuran aliran
berubah menjadi pengukuran berat. Dalam kasus ini kita mempunyai asumsi bahwa
berat ini diukur sebagai load cell, yang mana kemudian menjadi pengukuran
tegangan gage.
UNIT ALIRAN
Unit digunakan untuk mendapatkan aliran yang diukur dapat dipisahkan dari
beberapa tipe yang tergantung bagaimana informasi diperlukan dalam proses khusus.
Secar umum dideskripsikan
Volume aliran rata – ratadinyatakan sebagai volume yang dibawa setiap unit waktu.
Unit yang dipakai adalah : gallons/min, m3/hr, ft3/hr.
Kecepatan aliran. Ditunjukan sebagai jarak pengngkutan cairan yang dibawa setiap
unit waktu. Jenis unit adalah m/min, ft/min.
85
PRINSIP ALIRAN PIPA
Aliran rata – rata dari cairan didalam pipa pada dasarnya adalah tekanan gaya
cairan kepipa. Dalam gambar 5.26, aliran yang masuk pipa, p, dibawa dengan
tekanan dalam pipa, tetapi tekanan ini disebabkan oleh berat cairan ditangki, karena
tinggi, h ( head ). Tekanan dicari dari persamaan ( 5-24 ) atau ( 5-25 ). Banyak jenis
factor menyebabkan adanya kenyataan produksi aliran rata – rata tekanan, masukan
kekentalan cairan, ukuran pipa, roughness pipa ( friction ), turbulansi dari aliran caoir
dan lainnya.
Dimana
Q = Volume aliran rata – rata
K = konsatanta pipa
∆p = Beda tekanan Restriction
Konstanta K tergantung banyak factor, meliputi tipe cairan, ukuran pipa, kecepatan
aliran, temperature dan lainnya.
Gambar 5.27 menunjukan 3 bagian metode. Menarik untuk diperhatikan
bahwa informasi aliran mempunyai konversi untuk tekanan, kita sekarang
mengerjakan satu metode dari pengukuran tekanan, yang mana mungkin sebagai
translasi pergeseran diukur dengan pergeseran transducer sebelum selesainya sinyal
yang didapat digunakan dalam proses control loop. Pada umumnya metode
pengukuran jatuh tekanan digunakan tekanan transducer yang berbeda seperti
ditunjukan gambar 5.23. Ini sering dikatakan dengan nama DP cell.
86
aliran. Jenis ini dari aliran transducer digunakan juga untuk cairan dan gas.
Pergerakan aliran vane meter mempunyai target vane dalam daerah aliran, yang akan
dirotasikan keluar aliaran sebagai pertambahan kecepatan aliran. Sudut dari vane
merupakan pengukuran dari aliran rata – rata. Jika rotasi vane shaft di tambahkan
dalam sebuah sudut pengukuran transducer, aliran rata – rata dapat diukur
menggunakan aplikasi proses control. Tipe turbin dari flow meter di hasilkan karena
susunan putaran bebas turbin dalam aliran. Rata – rata rotasi dari turbin sebanding
aliran rata – rata. Jika turbin di masukan dalam tachometer, sinyal elektrik yang
sesuai dapat dihasilkan. Seluruh metode tersebut adalah merupakan pengukuran
aliran, sangat diperlukan untuk menghadirkan substansi obstruction dalam aliran
yang ada sebagai bagian kerja pengukuran aliran. Alasannya, untuk keadaan ini
digunakan salah satu circumstances dimana sebuah obstruction tidak dapat
menyebabkan beberapa yang tidak diharapkan reaksinya dalam system aliran. Hal ini
diilkustrasikan dalam gambar 5.28
87
88
BAB VI
OPTICAL TRANSDUCER
TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari bab ini, pembaca diharapkan dapat:
1. menjelaskan radiasi gelombang elektromagnetik seperti frekuensi, panjang
gelombang, kecepatan dan propagansi, serta spektrumnya.
2. Menjelaskan energi dari gelombang elektromagnetik dalam bentuk daya,
intensitas, dan efek penyebaran.
3. Menjelaskan energi cahaya dari radiasi gelombang elektromagnetik.
4. Menjelaskan sruktur dan prinsip dari radiasi total dan pyrometer (alat
pengukur suhu yang tinggi) optik.
5. Mendesign aplikasi dari teknik optik untuk pengukuran proses kontrol.
6.1 PENGANTAR
Ketika radiasi gelombang elektromagnetik digunakan untuk membentuk
variabel dinamik, transduser tidak memberikan efek pada sistem. Pengukuran dari
sistem disebut nonlocal dan noncontact karena ridak ada kontak fisik yang dibuat
variable dengan lingkungannya. Karakteristik pengukuran noncontact biasanya dapat
dibuat dari jaraknya.
Dalam proses kontrol, radiasi gelombang elektromagnetik yang tampak
ataupun cahaya infra red digunakan untuk pengukuran. Teknik yang digunakan
dalam aplikasi tersebut dinamakan optical.
Kecepatan propagansi
Dirumuskan :
c = λf (6-1)
dimana :
c = 2,998 x 108 m/ss ≅ 3 x 108 m/s = kecepatan gelombang elektromagnetik
dalam vakum
89
λ = panjang gelombang (m)
f = frekuensi (Hz) atau cycle per secon (s-1)
Ketika radiasi bergerak melalu ruang yang tidak vakum, kecepatan
propagansi akan kurang dari c. Secara umum, kecepatan radiasi yang baru di
indikasikan oleh index bias dari mediumnya, dirumuskan :
c
n= (6-2)
v
CAHAYA TAMPAK
Mempunyai band antara 400 nm – 760 nm, gambar (6.1). Band radiasi ini
melingkup panjang gelombang itu dimana mata kita sensitip.
KARAKTERISTIK CAHAYA
FOTON
Energi foton dapat ditemukan dalam gelombang elektromagnetik pada
frekuensi partikular dalam kuantisasi diskrit energi. Jika beberapa sumber
mengeluarkan energi dari satu frekuensi , maka dinamakan quanta. Inilah yang
dinamakan foton. Dirumuskan:
hc
W p = hf = (6-3)
λ
dimana :
Wp = energi foton (J)
h = konstanta Plack (6,63 x 10-34 J-s)
f = frekuensi (s-1)
λ = panjang gelombang (m)
energi suatu foton sangat kecil jika dibandingkan dengan energi listrik. Gambar 6.2
menunjukkan energi yang dibawa satu foton dalam beberapa panjang gelombang.
Energi ini ditunjukkan dalam electron volt dimana 1 eV=1,62 10-19.
90
DAYA
Karena radiasi gelombang elektromagnetik bergerak maka dia mempunyai daya
dalam joule per detik atau watt. Jika sumber mengeluarkan 10 watt berarti 10 joule
dari energi cahaya dikeluarkan tiap detiknya.
INTENSIITY
Agar lebih jelas mengenai radiasi, akan dijelaskan ttg intensitas. 10 watt sumber
dipancarkan ke daeraah dengan luas 0,2 m2, kita dapat mencari intensitasnyaa (watt
per luas area), sehingga (10W)/(0,2 m2) di dapat 50 W/m2.
P
I= (6-4)
A
dimana :
2
I = intensitas (W/m )
P = daya (W)
A = luas daerah (m2)
Gambar 6.1 Spektrum radiasi gelombang elektromagnetik dari frekuensi rendah sampai sinar X dan
diluarnya.
91
DIVERGENSI
Karena radiasi merambat dalam garis lurus, ini ada kemungkinan bahwa
intensitas dari cahaya akan berubah meslipun dayanya konstan. Hal ini bisa dilihat
pada gambar 6.3. Di sini kita mempunya 10 W dalam area A1. Selama sifat dari
sumber dan cahaya merambat lurusss, kita dapat lihat bahwa beberapa jarak sama 10
W dibagikan lebih dari area A2, dan intensitas dikurangi. Penyebaran radiasi disebut
divergensi, terdapat θ yang diukur dari tepi cahaya sampai pusat arahan.
Gambar 6.2 Energi yang dibawa foton dengan variasi panjang gelombang dari radiasi
gelombang elektromagnetik.
Suatu tingkat energi cahaya melalui suatu daerah dapat dijelaskan dengan
komplit jika meliputi daya yang dibawa, cross sectional area dan divergensi
92
Bila suatu sumber memancarkan daya sebesar P seperti terlihat pada gambar 6.5.
Intensitas pada jarak R ditemukan dengan membagi daya total dengan luas daerah
permukaan bola dengan radius R dari sumber cahaya.
I = P/ A dalam W/m2
Sekarang luas permukaan bola dengan radius R diberikan oleh A = 4πR2, sehingga
untuk permukaan disekitar sumber titik
I = P/ 4πR2 dalam W/m2
Persamaan ini menunjukkan bahwa intensitas dari suatu sumber titik berkurang
sebanding dengan kuadrat kebalikan dari jarak.
KOHERN
Karakteristik radiasi yang kurang terlihat adalah kohernsinya. Kita telah
mengetahui bahwa cahaya diuraikan melaui listrik dan medan magnet yang berosilasi
pada kawasan waktu dan ruang. Secara umum, sumber-sumber cahaya konvensional
seperti bola lampu pijar dan flouresen menghasilkan sinar tanpa kohern.
Gambar 6.5 Intensitas cahaya dari sumber titik tergantung pada jarak dari sumber R dan daerah yang
diperhatikan A
93
SUMBER STANDAR
Untuk mendefinisikan satuan photometrik, suatu sumber standar dari radiasi
EM digunkan untuk mewakili gabungan dari daya dan khomatik. Sumber standar
terdiri atas segelas kimia platinum leleh pada suhu 2046 Kelvin seperti yang
digambarkan pada gambar 6.6.
Gambar 6.6 Gambar yang sangat sederhana berikut menunjukkan fitur-fitur penting yang dimiliki
suatu sumber standar yang dipergunakan untuk mendefinisikan satuan luminous ( keterangan )
INTENSITAS KETERANGAN
SI mendefinisikan satuan dari intensitas keterangan dengan satuan candela (
cd ). Suatu sumber standar dikatakan mengemisikan 1 candela dari suatu daerah
seluas seperenambelas cm persegi dari permukaannya. Satuan ini menunjukkan
jumlah besar radiasi yang diberikan oada segala arah dengan semua panjang
gelombang dari bagian permukaan tersebut. Seringkali, sumber diterangkan dengan
penerangan, Luminance, ( L ) yang menyatakan besar pengukuran lainnya dari
intensitas keterangan yang tidak menunjukkan pada suatu satuan luas tertentu. Oleh
karena itu, suatu sumber standar mempunyai luminance sebesar 60 cd/cm2, dengan
satuan pengukuran dalam cd/cm2.
FLUX KETERANGAN
Jumlah radiasi EM yang melalui suatu daerah perdetik relatif terhadap suatu
sumber standar didefinisikan sebagai flux keterangan ( luminous flux ). Satuan
pengukuran disebut lumen (lm) yang didefinisikan sebagai suatu sumber yang
memancarkan 1 cd ke sudut ruang sebesar 1 steradian ( 1 lumen = 1 cd/sr ).
Sementara sudut ruang diberikan sebagai ratio dari luas permukaan bola dengan
besar radiusnya. Satuan SI sudut ruang adalah steradian (sr) yang didefinisikan
sebeasar 4П sr untuk seluruh permukaan bola. Al ini diperoleh sebelumnya bahwa
bola dengan jari-jari R memiliki luas permukaan sebesar 4 ПR2 sehingga
Sudut ruang bola : Luas / R2 = 4 ПR2 / R2 = 4П sr
gambar 6.7 menjelaskan dengan jelas bahwa suatu daerah dengan luas A pada bola
dengan jari-jari R. Sudut ruang yang dibentuk, Ω, diberikan oleh
Ω = A / R2
Pada kasus ini, 1 sr diberikan saat luas permukaan pada persamaan 6-7 sama dengan
R2
Sehingga sekarang luminous flux dapat didefinisikan sebagai
Φ=I/Ω (6-8)
94
Gambar 6.7. Sudut ruang didefinisikan sebagai perbandingan dari area yang dimaksud pada bola
dengan jari-jari kuadrat.
PENERANGAN ( ILLUMINATION )
Besaran ini dinyatakan dengan satuan lux (lm) yaitu sebesar 1 lumen per-
meter kuadrat (lm/m2).
E= Φ/A (6-9)
Dimana
Φ = Luminous flux (lm)
A = Luas daerah (m2)
E = illumnasi (lm/m2)
6.3 PHOTODETEKTOR
Bagian penting dari suatu aplikasi sinar mengenai instrumentasi adalah
bagaimana mengukur atau mendeteksi radiasi. Pada bagian ini akan dipelajari tipe-
tipe photodetektor dengan penjelasan mengenai operasi dan cara kerjanya.
95
6.3.1 Karakteristik Photodetektor
Beberapa karakteristik dari photodetektor memiliki peran penting pada
aplikasi alat ini. Pad pembicaraan lebih kanjut, beragam tipe detektor dijelaskan
berdasarkan karakteristiknya seperti berikut
RESPON SPREKTUM
Sebagian besar detektor dapat bekerja pada daerah diatas panjang gelombang
radiasi yang menujukkan respon sprektum dari alat tersebut. Pada kasus yang umum,
respon yang diberikan berupa grafik datar dengan beberapa deviasi yang
diperbolehkan diantara band radiasi .
Perhatikan bahwa radiasi dengan panjang gelombang lebih besar dari yang
diprediksikan dengan persamaan 6-10 tidak dapat menyebabkan perubahan tahanan
di semikonduktor.
Perhatikan bahwa operasi thermistor melibatkan energi thermal sebagai
elektron yang pindah ke pita konduksi. Untuk mencegah photodetektor menunjukkan
efek thermal yang sama, diperlukan untuk mengopersikan alat ini pada temperatur
yang diatur atau untuk membuat gap energi terlalu besar pada efek thermal untuk
menghasilkan elektron terkonduksi. Kedua pendekatan ini digunakan pada
96
prakteknya. Batas atas dari respon sprektral sel ditentukan oleh berbagai faktor lain,
seperti pantulan dan tranparansi pada panjang gelombang tertentu.
STRUKTUR SEL
Dua bahan umum semikonduktor photokonduktif adalah cadmium sulfid
(CdS) dengan band gap 2,42 eV dan Cadmium Selenide ( CdSe ) dengan gap 1,74
eV. Karena energi gap ini, kedua bahan mempunyai tahanan yang sangat tinggi pada
suhu kamar. Hal ini menyebabkan tahanan yang tinggi pada praktek aplikasi. Untuk
mengatasi al ini, konfigurasi khusus digunakan, seperti ditunjukkan di gambar 6.8,
yang meminimalkan tahanan secara geometrik yang menyediakan daerah permukaan
maksimum bagi detektor. Hasil ini didasarkan pada persamaan yang telah diberikan
pada awal (bagian 4.3.1)
R = ρl / A (4-
7)
Dimana :
R : Tahanan (Ω)
ρ : resistifiti (Ω – m)
l : panjang (m)
A : luas daerah irisan (m2)
a) Suatu contoh tipis, sempit, dan panjang yang memberikan respon optimum dan tahanan
b) Dengan melipat pola diatas maju mundur kita akan mengumpulkan bahan yang sensitif
di udara
Gambar 6.8 Struktur Sell Photokonduktif
KARAKTERISTIK SEL
Karakteristik dari detektor photokonduktif sangat bervariasi berdasarkan pada
perbedaan bahan smikonduktor yang digunakan sebagai elemen aktifnya.
Karakteristik –karaktersitik ini disimpulkan untuk nilai - nilai tertentu pada tabel 6.3
97
Tabel 6.3 Karakeristik Photokonduktor
Photokonduktor Konstanta Waktu Sprektum Pita
CdS ~ 100 ms 0.47 – 0.71 µm
CdSe ~ 10 ms 0.6 – 0.77 µm
PbS ~ 400 µs 1 – 3 µm
PbSe ~ 10 µs 1.5 - 4 µm
PENGKONDISI SINYAL
Seperti Thermistor, suatu sell photokonduktif mempunyai tahanan yang
menurun nonlinier dengan suatu variabel dinamis, pada kasus ini, intensitas radiasi.
Berbagai rangkaian penguat menggunakan photokonduktor sebagai elemen
rangkaian digunakan untuk merubah perubahan tahanan menjadi perubahan arus atau
tegangan.
PRINSIP
rinsip-prinsip operasi dari sel photovolataik dijelaskan dengan baik pada
gambar 6.10. Kita melihat bahwa sel sebenarnya adalah dioda raksasa, dibuat
menggunakan sambungan pn diantara semikonduktor donor secara tepat. Photon
menembus sell melalui lapisan tipis donor atas p dan kemudian diserap oleh elektron
pada lapisan n, menimbulkan susunan konduksi elektron dan hole. Potensial daerah
deplesi dari sambungan pn kemudian memisahkan konduksi elektron dan hole
menyebabkan beda potensial untuk melewati sambungan. Sambungan atas adalah
positif dan bawah adalah negatif. Adalah mungkin juga untuk membangun suatu sel
dengan sebuah lapisan donor tipis n pada sisi atas sehingga semua polaritas
berkebalikan. Secara umum, tegangan rangkaian terbuka V yang diberikan pada sel
ini berubah secara logaritmis dengan intensitas radiasi dimana
V = Vo ln ( I ) (6-11)
Dimana
I = intensitas dalam W/m2
Vo = tegangan kalibrasi, konstanta
V = tegangan output,yang tidak diisi
KARAKTERISTIK SEL
Sifat-sifat dari sel photokonduktif bergantung pada material-material yang
dipakai untuk sel serta sifat doping yang dipergunakan untuk memberikan lapisan n
dan p. Sejumlah sel hanya dipergunakan pada temperatur rendah untuk menjaga efek
thermal dari deteksi radiasi yang tidak dikenal. Sel photovoltaik silikon mungkin
yang paling umum dipergunakan. Tabel 6.4 menampilkan sejumlah tipe dari sel dan
spesifikasi khususnya.
98
Gambar 6.10 Struktur sel photovoltaik
PENGKONDISIAN SINYAL
Secara umum, pengkondisian sinyal bergantung pada aplikasi dimana sel
dipergunakan. Konfigurasi sederhana dari Op-amp memberikan ukuran dari tegangan
rangkaian terbuka (open-circuit) ataupun arus pada impedansi beban dengan harga
tertentu.
99
6.3.5 Detektor Photoemissive
TABUNG PHOTOMULTIPLIER
Dioda sederhana yang dideskripsikan di atas adalah dasar dari salah satu
photodetektor yang paling sensitif yang ada, seperti yang diperlihatkan pada Gambar
6.12a. Seperti hal di atas, sebuah katoda dihubungkan dengan suatu tegangan negatif
yang cukup besar dan dilapisi dengan bahan photoemissive. Akan tetapi dalam hal
ini terdapat beberapa elektroda, disebut dynode, yang diberi tegangan yang lebih
positif. Elektroda terakhir adalah anodayang di-groundk-kan melalui resistor R.
Sebuah photoelektron dari katoda mengenai dynode pertama dengan energi yang
cukup untuk melepas elektron-elektron. Semua elektron tersebut dipercepat menuju
ke dynode kedua dimana masing-masing mengenai permukaan dengan energi yang
cukup untuk melepas lagi sejumlah elektron. Proses tersebut berulang untuk pada
masing-masing dynode hingga elektron-elektronyang mencapai anoda memiliki
jumlah yang berlipat, dimana mereka menghasilkan suatu arus melalui R. Oleh
karena itu, , multiplier (tidak seperti transduser lainnya) memiliki penguatan
berhubungan dengan pendeteksiannya. Suatu photon tunggal yang mengenai katoda
akan menghasilkan jutaan elektron pada anoda! Hal ini efek yang ditimbulkan oleh
photomultiplier dalam hal sensitivitas. Beberapa desain susunan elektroda
memanfaatkan prinsip yang sama dengan operasi yang diperlihaatkan pada Gambar
6.12a.
100
(a) Struktur dasar dari tabung photomultiplier
SPESIFIKASI
Spesifikasi dari tabung multiplier bergantung pada beberapa hal:
1. Jumlah dari dynode dan bahan dimana mereka dirancang untuk menentukan
amplifikasi atau penguatan arus.
2. Respon spektral ditentukan oleh dua faktor.
6.4 PYROMETRY
Salah satu aplikasi yang paling penting dari transduser optoelektronik adalah
dalam pengukuran temperatur tanpa kontak. Pengertian awal dari pyrometry pada
saat ini telah mencakup sejumlah metode dari pengukuran temperatur yang
menghubungkan radiasi EM. Metode tersebut bergantung pada hubungan langsung
antara temperatur objek dan radiasi EM yang dipancarkan.
6.4.1 Radiasi Thermal
Semua objek yang memiliki temperatur tertentu secara mutlak mengemisikan
radiasi EM. Telah diketahui bahwa radiasi EM dihasilkan oleh percepatan dari
101
muatan listrik. Kita juga telah mengetahui bahwa penambahan energi thermal pada
suatu objek akan menghasilkan gerak getar dari molekul objek. Penggabungan
sederhana dari konsep tersebut, dipasangkan dengan fakta bahwa molekul terdiri dari
muatan-muatan listrik, mengarah pada kesimpulan bahwa objek dengan energi
thermal tertentu mengemisikan radiasi EM oleh karena pergerakan muatan.
RADIASI BENDA HITAM
Untuk menjelaskan deskripsi kuantitas dari radiasi thermal, pertama-tama perlu
mempertimbangkan suatu objek ideal. Suatu objek yang menyerap semua radiasi
yang mengenainya tanpa mempertimbangkan panjang gelombang, ini disebut sebagai
penyerap sempurna. Dan objek tersebut juga memancarkan radiasi tanpa
memperhatikan hal khusus dari panjang gelombang, dan hal ini dinamakan sebagai
pemancar sempurna.
102
untuk benda hitam, radiasi yang dipancarkan dan temperatur merupakan salah satu
hubungan timbal balik yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Radiasi Total. adalah total energi radiasi yang dipancarkan tiap detik untuk
semua panjang gelombang meningkat sebanding dengan pangkat empat dari
temperatur, atau
E ∝T4 . . . (6-12)
dimana
E = emisi radiasi, dalam J/s per satuan luas atau W/m2
T = temperatur objek (K)
2. Radiasi Monokromatik. Hal ini juga jelas dari Gambar 6.13 dimana energi
radiasi yang dipancarkan pada panjang gelombang tertentu meningkat
sebagai fungsi temperatur.
GAMBAR 6.14 Radiasi EM yang diemisikan oleh lubang kecil di dalam logam
berbentuk ½ lingkaran dengan rongga yang disimulasikan sebagai benda hitam
pada saat temperatur T
103
RADIASI TOTAL PYROMETER
Gambar 6.15. memperlihatkan radiasi dari suatu objek dikumpulkan oleh cermin
lengkung S dan difokuskan pada detektor pita lebar D. Sinyal dari detektor ini
kemudian menjadi tanda dari intensitas radiasi yang datang yang menunjukkan
temperatur objek. Di dalam piranti tersebut detektor merupakan deretan dari
thermokopel mikro yang ditambahkan untuk membuat gelap piringan (disc)
platinum. Radiasi diserap oleh piringan yang akan memanaskan termokopel dan akan
menghasilkan emf. Keuntungan dari detektor tersebut adalah dapat merespon radiasi
tampak dan IR tanpa memperhatikan panjang gelombang.
GAMBAR 6.16 Suatu pyrometer optis yang cocok dengan intensitas dari objek
yang dipanaskan, filamen yang dikalibrasikan, biasanya sebagai panjang
gelombang dalam merah
104
Gambar 6.16 memperlihatkan sistem khusus untuk implementasi dari suatu
pyrometer optis. Dalam gambar tersebut, sistem difokuskan pada objek yang akan
diukur temperaturnya, dimana pem-filter-an dilakukan hanya pada panjang
gelombang yang diinginkan, yang biasanya adalah merah. Pengamat juga melihat
filamen platinum yang ditumpangkan pada citra dari objek. Pada pemanasan rendah
filamen akan terlihat gelap terhadap latar belakang objek, seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 6.17a. pada saat filamen dipanaskan, akan muncul sebagai filamen
yang terang terhadap latar belakang objek, seperti yang diperlihatkan pada Gambar
6.17c. Di suatu tempat dintara nya adalah titik pada saat kecerahan dari filamen dan
objek yang diukur adalah cocok. Pada setting inim filamen tidak muncul dengan
pembandingan latar belakang objek, dan temperatur objek dapat dibaca dari
penghubung filamen pemanas.
Jangkauan dari piranti pyrometer optis ditentukanditentukan dalam bagian akhir pada
titik dimana objek menjadi cahaya tampak dalam merah ( ~500 K) dan secara jelas
dibatasi oleh titik leleh dari platinum pada batas akhir (~3000 K). Akurasi adalah
tipikal pada ±5 K hingga ±10K yang merupakan fungsi dari operator kesalahan
(error) dalam penyesuaian intensitas dan koreksi emisivitas untuk objek. Piranti
tersebut tidak mudah diadaptasikan untuk mengontrol proses, karena mereka
membutuhkan perbandingan optis yang teliti., biasanya oleh operator manusia.
Aplikasi-aplikasinya lebih menonjol dalam pengukuran spot dimana monitoring
secara konstan atau kontrol temperatur tidak diperlukan.
105
disandarkan pada penguatan cahaya oleh rangsangan emisi dari radiasi (LASER -
Light Ampification by Stimulated Emission of Radiation) telah memberikan sumber
radiasi EM yang memiliki karakteristik yang bagus untuk aplikasi untuk pengukuran
proses kontrol/ Dalam bagian ini, akan dibahas karakteristik-karakteristik umum dari
sumber konvensional dan sumber cahaya laser beserta aplikasinya untuk masalah
pengukuran. Diskusi kita dibatasi untuk sumber dari pita gelombang tampak atau IR,
meskipun perlu diketahui bahwa banyak aplikasi berada dalam daerah diluar
spektrum radiasi EM.
FLUORESENCE
Setiap materi menunjukkan karakteristik yang unik pada deeksitasi
elektronnya. Karakteristik transisi berlangsung secara normal kira-kira 10-8 detik.
Pada beberapa kasus waktu transisi memakan waktu beberapa jam atau hari. Level
tersebut dinamakan “long lived state” dan terlihat pada benda yang bersinar di
kegelapan mengikuti cahaya sumber, yang biasa terjadi pada pengukuran eksitasinya
yaitu dengan memberi cahaya atau diberikan elektron pada benda “long lived state”,
karena waktu transisi terjadi sampai beberapa menit benda akan terus mengemisikan
106
cahaya pada ruang gelap hingga keadaan semula, benda-benda tersebut digunakan
sebagai bahan dasar dari laser.
6.6 APLIKASI
Beberapa aplikasi dari teknik optical transduction dalam proses kontrol akan
dibahas. Tujuannya untuk menunjukkan sifat dasar yang khas dari beberapa aplikasi
dan tidak mendesain secara detail. Pyrometry untuk pengukuran suhu telah dibahas
dan tidak dipertimbangkan dalam contoh ini.
6.6.2 Turbidity
Dimungkinkan juga untuk mengukur turbidity dari benda cair dalam proses in
line, yaitu tanpa kebutuhan utuk mengambil sampel periodik dengan metode yang
sama pada gambar 6.24. pada kasus ini, sinar laser terpecah dan lewat melalui dua
sampel untuk photodetector yang cocok. Satu sampel adalah standar yang dipilih dari
turbidity yang diijinkan. Sampel lain adalah sampel in line dari proses liquidnya
107
sendiri. Jika sampel in line melemahkan cahaya lebih dari standar, sistem
pengkondisi sinyal memicu alarm dan mengambil tindakan untuk merubah turbidity.
6.6.3 Ranging
Perkembangan dari photodetector laser telah memperkenalkan beberapa
metode pengukuran jarak dan titik tempuh dari obyek dengan cara non contact. Jarak
dapat diukur dengan mengukur waktu cahaya dari pulsa cahaya yang dipantulkan
dari obyek yang jauh. Karena kecepatan cahaya konstan, kita menggunakan
persamaan sederhana untuk menemukan jarak dengan waktu cahaya T diketahui.
Sehingga jarak adalah
D = cT/2
Dimana D = jarak obyek (m)
C = kecepatan cahaya (m/s)
T = waktu yang ditempuh cahaya (s)
metode ranging ini dapat digunakan untuk pengukuran jarak yang lebih dekat
dibatasi dengan kemampuan pengukuran waktu dan kemampuan deteksi dari sinyal
yang terefleksi, untuk jarak yang lebih jauh instrumen pengukuran dikenbangkan
melalui metode ini. Kecepatan atau rata-rata pergerakan benda bergerak dapat diukur
dengan menggunakan sistem komputasi elelktronik yang mencatat perubahan waktu
tempuh pulsa dan menghitung kecepatan. Metode inferometric yang digunakan pada
radar Dopler dicakup dalam bahasan ini.
108
Gambar 6.23 salah satu rangkaian untuk mengimplementasikan dari contoh 6.12
Gambar 6.24 Pengukuran turbidity yang dapat dibuat dengan sistem optic
109
BAB VII
FINAL KONTROL
TUJUAN PEMBELAJARAN
Di dalam bab ini, diperkenalkan teknik yang umum digunakan untuk implementasi
fungsi elemen kontrol. Setelah membaca bab ini, anda harus bisa:
1. Mendefinisikan ketiga bagian dari operasi kontrol akhir.
2. Memberi dua contoh konversi sinyal listrik.
3. Menguraikan prinsip operasi ac, dc, dan motor stepper.
4. Menjelaskan bagaimana suatu aktuator pnematik posisi baik yang langsung
maupun yang membalikkan.
5. Membedakan control valve(control valve)yang quick-opening, linier, dan
persentase dalam kaitan dengan aliran versus posisi stem.
6. Menjelaskan bagaimana teknik perekat control valve mengijinkan pemilihan
ukuran control valve yang sesuai.
7.1 PENGANTAR
Komponen sistem kontrol pada kontrol bagian akhir adalah tranduser. Ada
beberapa jenis trnduser yang dapat digunakan pada proses kontrol. Dalam pemilihan
tranduser harus dipertimbangkan di lingkungan yang bagaimana tranduser tersebut
akan diguanakan.
110
Gambar 7.1 Elemen operasi kontrol akhir
Langkah ini mengacu pada modifikasi yang harus dibuat pada sinyal kontrol untuk
terhubung dengan baik dengan langkah kontrol berikutnya, yaitu aktuator. Sehngga,
jika suatu elemen kontrol valve dioperasikan oleh suatu aktuator motor listrik, maka
sinyal kontrol 4-20 mA dc harus dimadifikasi untuk mengoperasikan motor itu. Jika
suatu motor dc digunakan, modifikasi boleh jadi adalah konversi arus ke tegangan
dan penguatan.
Bentuk standar modifikasi sinyal dibahas Bagian 7.3. Alat yang
melaksanakan konversi sinyal seperti itu sering disebut transduser sebab ia
mengkonversi sinyal kontrol dari satu bentuk ke bentuk lain, seperti arus ke tekanan,
arus ke tegangan, dan semacamnya.
7.2.2 Aktuator
(Lihat Gambar 7.1) Hasil konversi sinyal menyediakan suatu sinyal yang dikonversi
dan/atau diperkuat yang dirancang untuk beroperasi/menggerakkan suatu mekanisme
untuk merubah suatu variabel kontrol di dalam proses itu. Efek langsung pada
umumnya diterapkan oleh sesuatu dalam proses, seperti suatu valve atau heater yang
harus dioperasikan oleh beberapa alat. Aktuator adalah suatu terjemahan sinyal
kontrol (yang dikonversi) ke dalam tindakan pada elemen kontrol. Jadi, jika suatu
valve dioperasikan, maka aktuator adalah suatu alat yang mengkonversi sinyal
kontrol ke dalam tindakan fisik membuka atau menutup valve. Beberapa contoh
aktuator bersama-sama penggunaan kontrol proses dibahas Bagian 7.4.
Lihat Gambar 7.1) Pada akhirnya kita mendapatkan elemen kontrol akhir sendiri.
Alat ini mempunyai pengaruh langsung pada variabel dinamis proses dan dirancang
sebagai suatu bagian integral dari proses itu sendiri. Jadi, jika aliran dikontrol, maka
elemen kontrol, suatu valve, harus dibangun secara langsung pada sistem aliran.
Dengan cara yang sama, jika temperatur dikontrol, maka beberapa mekanisme atau
elemen kontrol yang mempunyai suatu pengaruh langsung pada temperatur harus
dilibatkan pada proses itu. Ini bisa jadilah kombinasi suatu heater/cooler yang secara
elektris digerakkan oleh rele atau suatu valve pnematik untuk mengendalikan influks
reaktan.
111
Pada Gambar 7.2, suatu sistem kontrol ditunjukkan untuk mengendalikan
derajat tingkat baking (tingkat kematangan/bakaran) dari, katakanlah, biskuit, yang
ditentukan oleh warna biskuit. Sistem Pengukuran optis menghasilkan suatu sinyal
pengkondisii 4-20 mA yang merupakan suatu representasi analog warna biskuit (dan,
oleh karena itu, menunjukkan baking yang sesuai). Kontroler membandingkan
pengukuran itu dengan setpoint dan suatu sinyal keluaran 4-20 mA yang mengatur
konveyer menumpan m kecepatan motor untuk melakukan penyesuaian waktu
membakar biskuit. Operasi Kontrol akhir kemudian direpresentasikan dengan suatu
konversi sinyal yang mengubah bentuk sinyal 4-20 mA ke dalam suatu sinyal 50-100
volt seperti yang diperlukan untuk kontrol kecepatan motor. Motor sendiri adalah
aktuator, sedangkan perakitan ban berjalan konveyer adalah elemen kontrol.
Disebabkan aplikasi teknik kontrol proses di dalam industri adalah bervariasi
seperti industri itu sendiri, [adalah tidak praktis untuk mempertimbangkan lebih dari
beberapa teknik pengendalian akhir. Dengan mempelajari beberapa contoh, pembaca
seharusnya disiapkan untuk meneliti dan memahami banyak teknik lain yang muncul
di industri.
Gambar 7.2 Sebuah sistem kontrol proses yang memperlihatkan operasi kontrol akhir
Sasaran konversi sinyal yang prinsip adalah untuk mengkonversi sinyal kontrol low-
energy kepada suatu sinyal energi tinggi untuk men-drive aktuator. Sinyal Keluaran
Kontroler secara khusus adalah salah satu dari tiga bentuk: (1) arus listrik, pada
umumnya 4-20 mA; (2) tekanan pnematik, pada umumnya 3-15 psi atau 20-100 kPa;
dan (3) sinyal digital, pada umumnya tegangan LEVEL TTL dalam bentuk paralel
atau serial. Ada banyak pola yang berbeda untuk konversi sinyal ini kepada bentuk
lain, tergantung pada bentuk akhir yang diinginkan dan tergantung pada teknologi
untuk menghasilkan konversi seperti ini. Di bagian berikut, sejumlah pola konversi
yang lebih umum diperkenalkan. Anda perlu selalu mau menerima kemajuan
teknologi dan metoda baru pengkondisii dan konversi sinyal yang akan datang
dengan kemajuan ini.
112
7.3.1 Sinyal Listrik Analog
Berbagai metoda pengkondisi sinyal analog yang dibahas pada Bab 2 digunakan
dalam konversi yang penting bagi kontrol akhir. Paragrap berikut meringkas
sebagian dari pendekatan yang lebih umum.
RELAY
Suatu konversi umum untuk digunakan sinyal kontroler [itu] untuk mengaktipkan
suatu relay ketika suatu ON/OFF sederhana atau kontrol dua-position adalah cukup.
Dalam beberapa hal, sinyal arus rendah adalah tidak cukup untuk men-drive suatu
relay industri berat, dan suatu amplifier digunakan untuk menaikkan tegangan sinyal
kontrol tersebut kepada suatu level yang cukup untuk melakukan pekerjaan itu.
AMPLIFIER
amplifier ac atau dc daya tinggi sering dapat menyediakan konversi yang perlu dari
sinyal kontrol daya rendah bagi suatu bentuk energi tinggi. amplifier seperti itu bisa
melayani kontrol motor, kontrol panas, kontrol level cahaya, dan sejumlah besar lain
kebutuhan industri.
CONTOH
Suatu penguat magnet memerlukan suatu sinyal masukan 5-10 volt dari suatu sinyal
kontrol 4-20 mA. Disain suatu sistem konversi sinyal untuk menyediakan hubungan
ini.
SOLUSI
Kita pertama harus mengkonversi arus kepada suatu tegangan, dan kemudian
menyediakan penguat dan bias yang diperlukan. Kita biasa mendapatkan suatu
tegangan dengan menggunakan suatu resistor dalam garis arus, misalnya, 100 Ω.
Sehingga yang 4-20 mA menjadi 0.4-2.0 volt. Sekarang, Sistem Amplifier harus
menyediakan suatu keluaran yang diberikan oleh:
Vout = KVin + VB
di mana jika K adalah gain dan VB adalah suatu tegangan bias yang sesuai. Kita
mengetahui bahwa 0.4 volt masukan harus menyediakan 5 volt keluaran, dan 2 volt
masukan harus menyediakan 10 volt keluaran. Ini mengijinkan kita untuk memukan
K dan VB, menggunakan persamaan simultan sebagai:
5 = 0.4 K + VB
10 = 2 K + VB
5 = 1,6 K
113
K = 3,125
yang kita gunakan dalam persamaan di atas yang mana saja untuk mendapatkan
VB= 3.75
Gambar 7.3 Rangkaian opamp untuk menghasilkan pengkondisi sinyal yang diperlukan pada Contoh
7.1
KONTROL MOTOR
Banyak rangkaian kontrol motor dirancang sebagai unit yang dikemas yang
menerima suatu sinyal dc level rendah secara langsung untuk mengendalikan
kecepatan motor. Jika sistim yang demikian tidak tersedia, [itu] adalah mungkin
untuk membangun rangkaian yang menggunakan amplifier bersama dengan SCR
atau TRIAC untuk melaksanakan kontrol ini. Elemen-elemen dasar motor listrik dan
beberapa kata-kata tentang kontrolnya didiskusikan nanti dalam bab ini.
Konversi sinyal digital ke bentuk yang diperlukan oleh operasi kontrol akhir secara
umum dilaksanakan menggunakan sistem yang telah dibahas Bab 3. Bagaimanapun
kiita menyebutkan lagi, elemen-elemen dasar interface keluaran antara komputer
dan kontrol akhir.
114
KONTROL ON/OFF
Ada banyak kasusdalam kontrol proses dimana algoritma kontrol terpenuhi oleh
perintah sederhana ke peralatan luar untuk mengubah kecepatan, menyalakan (atau
mematikan), bergerak naik, dan seterusnya. Dalam kasus yang demikian, komputer
dapat dengan mudah memuat/men-load suatu garis keluaran dengan suatu l atau 0
yang sesuai. Maka, ini merupakan suatu perihal sederhana untuk menggunakan
sinyal ini untuk menutup suatu relay atau mengaktipkan beberapa rangkaian luar
lain .
DAC
Ketika keluaran digital harus menyediakan suatu kontrol yang lembut, seperti terjadi
dalam memposisikan valve, komputer harus menyediakan suatu masukan bagi suatu
DAC yang kemudian menentukan suatu keluaran analog yang sesuai. Ketika suatu
komputer harus menyediakan keluaran bagi banyak elemen kontrol akhir, suatu
modul keluaran data atau sistem seperti yang uraikan Bab 3 dapat dipakai. Modul
yang terintegrasi ini berisi saluran pengalamatan, DAC, dan elemen-elemen yang
diperlukan lainnya dari sistem interface output yang terisi sendir/selfcontained.
DIRECT ACTING
Karena penggunaan digital dan teknik komputer dalam kontrol proses
menjadi semakin tersebar luas metoda baru dari kontrol akhir telah dikembangkan
dimana dapat digerakkan secara langsung oleh komputer. Sehingga, suatu motor
stepper, untuk dibahas kemudian, dengan mudah berhubungan dengan sinyal digital
yang merupakan keluaran komputer. Di dalam pengembangan lain, IC khusus dibuat
dengan berada di dalam elemen kontrol akhir dan mengijinkan sinyal digital untuk
dihubungkan secara langsung.
PRINSIP- PRINSIP
Di dalam suatu sistem pnematik, informasi dibawa oleh tekanan gas dalam suatu
pipa. Jika kita mempunyai suatu pipa dengan panjang berapa saja dan menaikkan
tekanan gas pada satuujungnya, peningkatkan tekanan ini akan menyebarn sepanjang
pipa sampai tekanan sepanjang/seluruhnya dinaikkan kepada nilai yang baru. Sinyal
Tekanan menjalar sepanjang pipa pada suatu kecepatan di sekitar kelajuan bunyi di
(dalam) gas (udara), sekitar 330 m/s (1082 ft/s). jadi, jika suatu transduser
memvariasi tekanan gas pada satu ujung 330-meter pipa (sekitar 360 yard), sebagai
jawaban atas beberapa variabel terkontrol, maka tekanan yang sama terjadi di ujung
pipa lain setelah suatu penundaan kira-kira l detik. Untuk banyak instalasi kontrol
115
proses, penundaan waktu ini] tidak tatap, walaupun itu adalah sangat lambat
dibandingkan dengan sinyal listrik. Perkembangbiakan Sinyal jenis ini telah
digunakan selama bertahun-tahun dalam kontrol proses sebelum teknologi
electrical/electronic dikembangkan sampai suatu level keandalan dan keselamatan
untuk memungkinkan penggunaannya dengan konfidens. Pnematik masih digunakan
banyak instalasi baik oleh karena bahaya pada perlengkapan listrik atau sebagai suatu
carryover dari tahun sebelumnya, di mana konversi ke metoda listrik tidak hemat
biaya. Secara umum, sinyal pnematik dibawa dengan udara kering sebagai gas dan
informasi sinyal disesuaikan untuk berada di dalam cakupan 3-15 psi. Di dalam
sistem unit SI, digunakan cakupan 20-100 kPa. Ada tiga jenis konversi sinyal dari
perhatian utama dan dibahas dibawah..
AMPLIFIKASI (PENGUATAN)
Suatu amplifier pnematik, juga disebut suatu booster atau relay, menaikkan
tekanan dan/atau volume arus udara oleh beberapa jumlah proporsional secara linier
dari sinyal masukan. Jadi, jika pendorong mempunyai suatu gain tekanan 10,
keluaran akan 30-150 psi untuk suatu masukan 3-15 psi. Ini terpenuhi via suatu
regulator yang diaktipkan oleh sinyal kontrol. Sebuah diagram bagan/pola salah satu
jenis booster tekanan ditunjukkan Gambar 7.4. perahtikan bahwa, karena tekanan
sinyal bervariasi, gerakan diafragma akan menggerakkan busi/penyumbat dalam blok
bodi dari booster. Jika gerakan adalah ke bawah, kebocoran gas dikurangi dan
tekanan di luar garis akan meningkat. Alat yang ditunjukkan adalah bertindak
reverse/kebalikan, sebab suatu tekanan high-signal akan menyebabkan tekanan
keluaran berkurang. Banyak disain lainnya juga digunakan.
Gambar 7.4 Sebuah amplifier pnematik atau booster mengkonversi tekanan sinyal kepada tekanan
yang lebih tinggi atau beberapa dengan volume udara yang lebih besar.
SISTEM NOZZLE/FLAPPER
Suatu konversi sinyal yang sangat penting adalah dari tekanan ke gerakan
mekanis dan sebaliknya. Konversi ini dapat disajikan oleh suatu sistem
nozzle/flapper (kadang-kadang disebut suatu sistem nozzle/baffle). Suatu diagram
116
alat ini ditunjukkan Gambar 7.5a. Suatu persediaan tekanan yang ter-regulasi, pada
umumnya di atas 20 psig, menyediakan suatu sumber udara melalui
restriksi/pembatasan. Alat pemercik (nozzle) terbuka pada ujung di mana gap ada
antara nozzle dan flapper, dan udara lepas dalam daerah ini. Jika flapper bergerak
menurun dan menutup flapper yang terbuka sehingga tidak ada udara bocor, tekanan
sinyal akan naik kepada tekanan supply/persediaan. Ketika flappere pindah, tekanan
sinyal akan turun oleh karena kebocoran gas. Akhirnya, ketika flapper adalah jauh
sekali (terbuka), tekanan akan stabil pada beberapa nilai yang ditentukan oleh
kebocoran yang maksimum melalui nozzle itu. Gambar 7.5b menunjukkan hubungan
antara tekanan sinyal dan jarak gap. Perhatikan sesitivitas yang besar dalam daerah
pusat . Suatu nozzle/flapper dirancang untuk beroperasi dalam daerah pusat, di mana
keniringan garis adalah terbesar. Di daerah ini, tanggapan akan seperti sedemikian
hingga suatu gerakan yang sangat kecil dari flapper dapat merubah tekanan oleh
suatu ordemagnitude. Diskusi lebih lebar tentang sistem ini diberikan pada Bab 10
mengenai diskusi tentang kontroler pnematik.
117
suatu kumparan menghasilkan suatu gaya yang akan cenderung untuk menarik
flappere itu turun dan menutup gap. Ini beras\rti bahwa suatu arus yang besar akan
menghasilkan tekanan yang besar sewhingga ini merupakan direct acting.
Penyesuaian pegas dan barangkali posisi relatif terhadap poros memungkinkan unit
itu untuk dikalibrasi sedemikian sehingga 4 mA sesuai dengan 3 psig dan 20 mA
sesuai dengan 15 psig.
7.4 AKTUATOR
Jika suatu valve digunakan untuk kontrol aliran fluida, beberapa mekanisme
harus secara fisik membuka atau menutup valve itu. Jika suatu heater adalah
menghangatkan suatu sistem, beberapa alat harus membuat heater itu ON atau OFF
beberapa eksitasinya. Ini adalah contoh-contoh yang dibutuhkan untuk suatu kedua-
aktuator dalam loop kontrol proses. Perhatikan perbedaan alat ini dari masukan
sinyal kontrol dan elemen kontrol sendiri (valve, heater, dan seterusnya, seperti
ditunjukkan Gambar 7.1). Aktuator mempunyai banyak bentuk berbeda untuk sesuai
kebutuhan loop kontrol proses tertentu. Kita akan melihat beberapa jenis aktuator
pnematik dan listrik.
SOLENOID
Suatu solenoid adalah suatu alat dasar yang mengkonversi suatu sinyal listrik
ke dalam gerakan mekanis, pada umumnya seperti garis. Seperti ditunjukkan Gambar
7.7, solenoid terdiri dari suatu kumparan dan alat pengisap. Pengisap tersebut
mungkin adalah free-standing atau dimuati pegas. Kumparan mempunyai beberapa
rating tegangan atau arus dan tipenya mungkin dc atau ac. Spesifikasi Solenoid
meliputi rating listrik dan gaya pengisap menarik atau mendorong ketika yang diberi
118
tegangan tertentu]. Gaya ini mungkin dinyatakan dalam newton atau kilogram di
dalam sistem SI, dan dalam pound atau ons dalam Sistem Inggris. Beberapa solenoid
terbatas hanya untuk tugas sebentar-sebentar oleh karena batasan yang berkenaan
dengan panas. Dalam hal ini, duty cycle maksimum (persentase total waktu) akan
ditetapkan. Solenoid digunakan ketika suatu gaya mendadak yang besar harus
dipakai untuk melaksanakan beberapa pekerjaan. Di dalam Gambar 7.8, suatu
solenoid digunakan untuk perubahan gigi persneling suatu transmisi dua-position.
Suatu SCR digunakan untuk mengaktipkan kumparan solenoid tersebut.
Gambar 7.7 Sebuah solenoid mengkonversi suatu sinyal listrik ke perpindahan fisik
MOTOR LISTRIK
Motor listrik adalah alat yang menerima masukan listrik dan menghasilkan
suatu perputaran kontinu sebagai hasilnya. Jenis motor dan ukurannya bermacam-
macam tergantung pada hal kecepatan putaran (jumlah putaran tiap menit, atau rpm),
tenaga awal putaran (torsi), tenaga putaran, dan macam-macam spesifikasi lainnya.
Motor listrik banyak dipakai sebagai aktuator dalam kontrol proses. Mungkin situasi
kontrol yang paling umum adalah di mana kecepatan motor men-drive beberapa
bagian suatu proses, dankecepatan tersebut harus dikontrol untuk mengendalikan
beberapa variabel di dalam pross tersebut, ebagai contoh suatu sistem konveyer.
Banyak jenis motor listrik, masing-masing dengan kekhususan karakteristiknya. Kita
akan mendiskusikan ke tiga variasi yang paling umum: motor dc, motor ac, dan
motor stepper.
119
MOTOR DC
Dalam bentuk paling sederhana, suatu motor dc menggunakan suatu magnet
tetap (PM) untuk menghasilkan suatu medan magnet statis melintasi dua kutub.
Antara kutub-kutub dihubungkan suatu kumparan kawat yang bebas untuk berputar
(armature) dan kumparan kawat ini dihubungkan ke suatu sumber arus dc melalui
suatu tombol yang tertempel pada batang (komutator). Sistem ini ditunjukkan secara
skematis di dalam Gambar 7.9a. Untuk kondisi yang diperlihatkan, arus di dalam
kumparan akan menghasilkan suatu medan magnet dengan suatu orientasi
utara/selatan seperti itu ditunjukkan Gambar 7.9b. Penolakan selatan PM dan selatan
kumparan (dan yang utara) akan menyebabkan suatu tenaga putaran yang akan
memutar kumparan tersebut seperti yang ditunjukkan. Jika komutator tidak dipisah,
kumparan hanya akan berputar sampai PM dan kumparan kutub utara dan selatan
terletak di atas dan kemudian berhenti, tetapi karena komutator, kumparan tersebut
mendapati bahwa saat berputar arah arus yang melalui melalui kumparan membalik
sedemikian sehingga kondisi yang ditunjukkan Gambar 7.9c terjadi. Jadi, tenaga
putaran muncul lagi, dan kumparan terus berputar. Dari model yang sederhana ini
anda dapat melihat bahwa kumparan akan terus berputar. Kecepatan akan tergantung
pada arus. Pada kenyataannya, arus jangkar tidaklah ditentukan oleh resistansi
kumparan, oleh karena suatu emf lawan yang diproduksi oleh perputaran kawat di
dalam suatu medan magnet. Sehingga, tegangan yang efektif, yang menentukan arus
dari resistansi kawat dan Hukam Ohm, adalah perbedaan antara tegangan yang
diterapkan dan emf lawan yang diproduksi oleh perputaran tersebut.
120
suatu motor dc compound/campuran. Lambang skematik dari tiap jenis motor
ditunjukkan Gambar 7.10. Karakteristik motor dc dengan suatu kumparan medan
sebagai berikut.
1. Medan seri. Motor ini mempunyai tenaga putaran awal yang besar tetapi sukar
untuk mempercepat kontrol. Baik untuk aplikasi starting ringan, nonmobile loads
dan di mana kontrol kecepatan tidaklah penting, seperti untuk quick-opening valve.
2. Medan shunt. Motor ini mempunyai suatu starting tenaga putaran yang lebih
kecil, tetapi karakteristik speed-control yang sangat baik yang dengan bermacam-
macam arus eksitasi jangkar. Baik untuk aplikasi di mana kecepatan hendak
dikontrol, seperti sistem konveyor.
3. Medan Campuran/Compound. Motor ini mencoba untuk memperoleh corak
yang terbaik daridua jenis sebelumnya. Biasanya, tenaga awal putaran dan
kemampuan speed-control berkisar antara kedua kasus murni di atas.
MOTOR AC
Ada banyak jenis motor ac. Kita akan memberikan prinsip-prinsip dasar dari
beberapa tipe. Suatu kecepatan putaran motor ac synchronous ditentukan oleh
frekuensi tegangan arus ac yang men-drive-nya. Aplikasi utamanya adalah di dalam
121
pemilihan waktu, oleh karena stabilitas yang tinggi dari frekuensi saluran listrik.
Operasi motor jenis ini dapat dilihat dari suatu contoh sederhana yang ditunjukkan
Gambar 7.11. Di sini, Rotor adalah suatu PM, dan medan disajikan oleh kumparan
yang di-drive dari saluran arus ac-nya. Oleh karena kelembaman PM, tenaga awal
putaran tidaklah sangat tinggi, tetapi sekali perputaran dimulai PM itu akan berputar
dalam fase dengan pembalikan medan disebabkan oleh osilasi tegangan saluran ac.
Itu telah jelas, kemudian bahwa kecepatan perputaran ditentukan oleh frekuensi
saluran ac. Suatu motor induksi menggantikan PM dengan suatu kumparan kawat
beratyang diinduksi arus dari perubahab medan ac yang dieksitasi kumparan-medan.
Gambar 7.12 menggambarkan motor ini. Seperti sebelumnya, sekali perputaran
dimulai rotor tersebut akan terus berputar di dalam fase dengan frekuensi saluran
yang diinduksi perubahan eksitasi kumparan-medan. Kesukaran dengan motor ini
adalah bahwa motor ini tidak self-starting, dan diperlukan modifikasi khusus untuk
mendapat/kannya mulai berputar. Kemudian, dengan jelas, tenaga putaran permulaan
adalah sangat rendah. Satu metoda untuk menyediakan self-starting adalah men-
drive motor dengan dua atau lebih fase eksitasi . Akan tetapi, secara umum, motor
ac tidak mempunyai suatu tenaga awal putaran yang tinggi maupun metoda kontrol
kecepatan baik sekali.
Gambar 7.12 Motor induksi tergantung pada sebnuah medan rotor yang diinduksi oleh kumparan-
kumparan medan ac (tidak diperlihatkan
MOTOR STEPPER
Motor stepper tahun-tahun ini telah menjadi semakin penting oleh karena
kemudahannya dihubungkan dengan rangkaian digital. Suatu motor stepper adalah
suatu mesin putar yang sebetulnya berputar penuh oleh/dengan sequencing melalui
serangkaian step-step pemutaran diskrit. Masing-Masing step posisi adalah suatu
posisi keseimbangan yang, tanpa eksitasi lebih lanjut , posisi rotor akan tetap pada
122
step terakhir. Jadi, perputaran yang berlanjut dicapai oleh masukan suatu deretan
pulsa, masing-masing menyebabkan suatu kemajuan satu langkah. Ingat ini
bukanlah perputaran yang benar-benar kontinyu, tetapi perputaran diskrit. Kecepatan
putaran ditentukan oleh banyaknya step satu putaran dan rate pulsa yang dipakai.
Suatu rangkaian driver diperlukan untuk mengkonversi deretan pulsa tersebut ke
dalam sinyal yang sesuai untuk men-drive motor itu.
Operasi suatu motor stepper dapat dipahami dari model yang sederhana yang
dituunjukkan Gambar 7.13, yang mempunyai 90° per step. Di dalam motor ini, rotor
adalah suatu PM yang di-drive oleh satu set elektromagnet tertentu. Di dalam posisi
yang ditunjukkan, sistem adalah dalam keseimbangan dan tidak ada gerakan yang
terjadi. Tombol-tombol secara khas adalah divais solid-state, seperti transistor, SCR,
atau TRIAC. Tombol sequencer akan mengarahkan tombol-tombol itu melalui suatu
urutan posisi ketika pulsa diterima. Pulsa berikutnya pada Gambar 7.13 akan
mengubah S2 dari C ke D, menghasilkan kutub elektromagnet tersebut
membalikkan medan. Sekarang, sebab orientasi kutub utara/selatan adalah berbeda,
rotor tertolak dan tertarik sedemikian sehingga bergerak ke posisi keseimbangan
yang baru yang ditunjukkan Gambar 7.14b. Dengan pulsa berikutnya, SI diubah ke
B, menyebabkan yang sama dengan pembalikan kutub dan perputaran PM ke suatu
posisi baru, seperti ditunjukkan Gambar 7.14c. Akhirnya, pulsa berikutnya
menyebabkan S2 switch ke C lagi, dan rotor PM melangkah lagi ke suatu posisi
123
keseimbangan baru, seperti di Gambar 7.14d. Pulsa berikutnya akan mengirimkan
sistem kembali ke status yang asli dan rotor kepada posisi yang asli. Urutan ini
kemudian diulangi seperti urutan pulsa masuk, menghasilkan suatu perputaran yang
berlanjut menurut step rotor PM. Walaupun contoh ini menggambarkan prinsip
operasi, yang paling umum motor stepper tidak menggunakan suatu PM, tetapi lebih
suatu rotor material magnetis (bukan magnet) dengan gigi sejumlah tertentu. Rotor
ini di-drive oleh susunan yang berubah-ubah (phased) dari kumparan-kumparan
dengan sejumlah kutub yang berbeda sehingga rotor tidak pernah bisa benar-benar
lurus dengan ststor. Gambar 7.15 menggambarkan ini untuk rotor dengan delapan
gigi dan stator dengan dua belas kutub. Perhatikan bahwa seperangkat empat gigi
dikelompokkan sedangkan empat lagi tidak. Jika eksitasi ditempatkan pada
kelompok kutub berikutnya (B) dan mengambil alih kelompok pertama (A), maka
rotor akan melangkah sekali sampai lurus dengan kelompok kutub B.
124