Pasal 11
(1) Pengawasan yang dilakukan oleh dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan pengawasan yang dilakukan oleh
Kepala BPOM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dilaporkan secara berkala
kepada Menteri.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.
Pasal 12
Pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan Menteri ini dapat dikenai sanksi
administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pemusnahan PMK 58
Penarikan sediaan farmasi, alkes dan bahan medis habis pakai dilakukan terhadap produk
yang izin edarnya dicabut oleh BPOM dilakukan oleh BPOM atau pabrik asal. Rumah sakit
harus punya sistem catatan penarikan terhadap kegiatan penarikan.
Pemusnahan PMK 72
Tidak disebutkan.
Pembahasan : Pencabutan izin edar obat oleh BPOM pernah dilakukan terhadap produk bius
Buvanest Spinal produksi Kalbe Farma karena terbukti tidak memenuhi aspek CPOB. Jika
tidak sesuai, industri harus turut melakkukan investigasi disamping juga pemerintah dan
BPOM sebagai pengawas.Dalam pedoman CPOB obat yang diproduksi harus sesuai dengan
tujuan penggunaannya. Sementara pada kasus ini, Buvanest yang seharusnya berisi
buvivacaine ternyata berisi asam traneksamat. Setelah dilakukan investigasi, BPOM
kemudian mencabut izin edar Buvanest dipasaran. Rumah sakit yang menggunakan Buvanest
kemudian melaporkan dan mendokumentasikan semua proses terkait pengembalian dan
pemusnahan obat tersebut.
BAB III
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :
PMK 72
1). Pengkajian dan pelayanan resep
2). Penelusuran riwayat penggunaan obat
3). Rekonsiliasi obat
4). Pelayanan informasi obat
5). Konseling
6). Visite
7). Pemantauan terapi obat
8). MESO.
PMK 58
1). Pengkajian dan pelayanan resep
2). Rekonsiliasi obat
3). Pelayanan informasi obat
4). Konseling
5). Visite
6). Pemantauan terapi obat
7). MESO.
Pembahasan :
Pada PMK 58 tidak disebutkan point 2 pada PMK 72 yaitu poin penelusuran riwayat
penggunaan obat. Penelusuran riwayat penggunaan obat seharusnya dilakukan oleh farmasi
klinkik di Rumah Sakit untuk meminimalisir terjadinya double terapi antara obat yang akan
diberikan oleh dokter dengan obat yang pernah dikonsumsi oleh pasien. Hal ini juga untuk
meminimalisir kemungkinan terjadinya interaksi obat antara obat yang pernah atau sedang
dikonsumsi oleh pasien dengan obat yang akan diberikan oleh dokter.
BAB IV
Pada permenkes 58 disebutkan ”Instalasi Farmasi Rumah Sakit” sedangkan pada
PMK 72 lebih dipersingkat “instalasi farmasi”.
Pembahasan : Instalasi Farmasi atau yang diperjelas menjadi Instalasi Farmasi
Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu departemen atau unit farmasi di Rumah Sakit yang
dikepalai oleh seorang apoteker yang telah memiliki pengalaan kerja minimal 3 tahun
yang bertanggung jawab seluruh Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.
Fasilitas utama dalam kegiatan pelayanan di Instalasi Farmasi diantaranya terdiri dari
ruang distribusi:
Permenkes 58
ruang distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai terdiri
dari distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai rawat
jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap (satelit farmasi).
Permenkes 72
Ruang distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai terdiri
dari distribusi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai rawat
jalan (apotek rawat jalan) dan rawat inap (satelit farmasi).
Pembahasan : Produksi Rumah Sakit adalah kegiatan membuat, merubah bentuk, dan
pengemasan kembali sediaan farmasi steril atau non steril untuk memenuhi kebutuhan
Rumah Sakit. Produksi dilaksanakan IFRS bila obat tersebut tidak diperdagangkan secara
komersial atau jika diproduksi sendiri akan lebih menguntungkan.