Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta kelapangan berfikir dan waktu sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas monograf “Ester”.
Monograf ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan sebagai
mahasiswa yang mengikuti program Mata Kuliah Kimia Organik. Diharapkan dengan
adanya monograf ini penulis dapat mengerti dan memahami jenis-jenis senyawa
hidrokarbon terutama “Ester”.
Penulis
i|ESTER
DAFTAR ISI
Daftar Isi...................................................................................................... ii
C. Klasifikasi Ester............................................................................ 4
A. IUPAC ........................................................................................... 13
B. Trivial ............................................................................................ 15
ii | E S T E R
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
iii | E S T E R
4.9 Reaksi Saponifikasi dari Asam Lemak Bebas.........................................123
5.7. (a) Biji Karet tanpa Cangkang, (b) Biji Karet dengan Cangkang ........ ..154
iv | E S T E R
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
v|ESTER
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi Ester
Ester adalah senyawa turunan dari asam karboksilat dengan mengganti ion
hidrogen pada gugus hidroksil oleh radikal hidrokarbon. Ester dibentuk dari reaksi
kondensasi alkohol dengan suatu asam sebagai katalisnya (esterifikasi). Asam-asam
itu dapat berupa, asam phosfat, asam sulfat, asam nitrat, asam borat, dsb. Ester yang
mudah menguap terdapat dalam parfum, pheromon, dan minyak atsiri. Nama ester
diturunkan dari bahasa Jerman yakni Essig-Ather yang berarti cuka ether. Eter siklik
dinamakan lakton.
1|ESTER
gugus hidrokarbon dari berbagai jenis. Gugus ini bisa berupa gugus alkil seperti metil
atau etil, atau gugus yang mengandung sebuah cincin benzen seperti fenil.
Ester dapat terhidrolisis dengan pengaruh asam membentuk alkohol dan asam
karboksilat. Reaksi hidrolisis tersebut merupakan kebalikan dari pengesteran. Di sini
senyawa karbon mengikat gugus fungsi –COOR adalah alkilalkanoat. Ester diturunkan
dari alkohol dan asam karboksilat. Untuk ester turunan dari asam karboksilat paling
sederhana, nama-nama tradisional digunakan, seperti formate, asetat, dan propionate
(Harold, 1983).
Ester diturunkan dari asam karboksilat dengan mengganti gugus OH dengan
gugus OR (R adalah gugus alkil atau aril). Ester merupakan senyawa organik yang
bersifat netral, tidak bereaksi dengan logam Na dan PCl3.
Ester yang terdiri dari asam-asam yang berat molekul rendah dan alkohol
merupakan senyawa-senyawa cair yang tidak berwarna, sedikit larut dalam air dengan
bau semerbak, dan mudah menguap. Ester dari beberapa asam karboksilat dengan
rantai panjang terdapat secara alamiah di dalam lemak, lilin, dan minyak (Keenan,
1980).
Ester yang paling lazim adalah etil asetat, CH3CO2CH2CH3, suatu pelarut cat
dan cat kuku maupun pelarut untuk perekat. Etil asetat dan ester lain dengan sepuluh
karbon atau kurang merupakan suatu cairan yang mudah menguap dengan bau enak
yang mirip dengan buah-buahan dan sering dijumpai dalam buah-buahan dan bunga-
bungaan. Banyak ester, baik yang dari alam maupun dibuat oleh manusia, yang digunakan
sebagai bahan penyedap (flavoring agent). Bau dan citarasa dari buah-buahan tertentu dapat
disebabkan oleh beberapa ester. Misalnya etil asetat, n-butil asetat, dan n-pentil asetat
semuanya merupakan citarasa dari pisang-pisang. Ester yang terdapat dari alam yang
terbuat dari asam karbiksilat berantai-panjang dan alkohol berantai-panjang disebut lili.
Kebanyakan bahan yang disebut lilin biasanya adalah campuran dua ester atau lebih
dan zat-zat lain. Campuran semacam itu merupakan zat padat yang mudah meleleh, dan
jangka leleh yang lebar (40-90 C). Bila dicampur dengan pelarut organik tertentu,
2|ESTER
dapat mudah dioleskan sebagai larutan pelindung. Misalnya, carnauba wax digunakan
secara meluas sebagai pemoles mobil dan lantai.
Minyak lemak dan ester dari rantai panjang asam karboksilat dan gliserol. Ester
cair volatilitas rendah pelunakan berfungsi sebagai agen untuk resindan plastik. Ester
juga mencakup banyak industri polimer penting. Polimetil metakrilat adalah pengganti
kaca dijual di bawah nama Lucite dan kaca, polietilen tereftalat digunakan sebagai film
(Mylar) dan sebagai serat tekstil dijual sebagai Terylene, Fortrel, dan Dacron (Suparno,
2006).
Adapun minyak dan lemak hewani dan nabati merupakan ester yang besar dan
rumit. Perbedaan antara sebuah lemak (seperti mentega) dengan sebuah minyak
(seperti minyak bunga matahari) hanya pada titik leleh campuran ester yang
dikandungnya. Jika titik leleh di bawah suhu kamar, maka ester akan berwujud cair
– yakni minyak. Jika titik leleh diatas suhu kamar, ester akan berwujud padatan – yakni
lemak.
B. Sifat-Sifat Ester
3|ESTER
Sifat Kimia
Ester pada umumnya bersifat polar. Sifat kimia ini menyebabkan ester yang
jumlah atom karbonnya sedikit mudah larut dalam air. Kelarutan ester berkurang
dengan bertambahnya atom karbon. Ester merupakan senyawa polar yang mempunyai
dipol-dipol yang saling berinteraksi di mana interaksi ini menimbulkan gaya antar molekul.
Adanya gaya antar molekul menyebabkan ester memilki titik didih yang lebih tinggi dari
senyawa hidrokarbon lain yang memiliki bentuk molekul dan massa atom relatifnya
mirip. Namun dibandingkan dengan senyawa alkohol dan asam karboksilat yang bentuk
molekul dan molekul relatifnya mirip titik didih ester lebih rendah. Hal ini disebabkan
ester tidak memiliki gugus OH- sehingga interaksi antar molekul ester tidak
membentuk ikatan hidrogen.
- Dapat mengalami hidrolisis
- Dapat mengalami reaksi penyabunan
C. Klasifikasi Ester
a. Ester buah-buahan
Ester dari asam karboksilat suku rendah dengan alkohol suku rendah akan
membentuk ester dengan 10 atau kurang atom C. Ester ini pada suhu kamar akan
berbentuk zat cair yang mudah menguap dan memiliki aroma khas yang harum. Karena
banyak ditemukan di buah-buahan atau bunga, ester jenis ini disebut sebagai ester
buah-buahan.
4|ESTER
b. Lilin
Lilin atau wax adalah ester dari asam karboksilat berantai panjang dengan
alkohol berantai panjang juga. Beberapa jenis lilin tersebut contohnya:
Lilin lebah dari sarang lebah memiliki rumus C22,25H47,51COOC32,34H65,69
Spermacet dari rongga kepala ikan paus memiliki rumus C15H31COOC16H33
Carnacauba dari daun palem Brazil memiliki rumus C25,27H51,55COOC30,32H61,65
Namun perlu diperhatikan bahwa lilin yang dimaksud di sini bukan lilin yang sering
dipakai ketika mati lampu ya, karena lilin tersebut termasuk golongan hidrokarbon
parafin, bukan ester.
5|ESTER
Benzil asetat pir , strawberry , melati
6|ESTER
Etil nonanoat Anggur
7|ESTER
Etil format lemon, rum, stroberi
8|ESTER
Isopropil asetat Fruity
9|ESTER
root beer, wintergreen,
Metil salisilat Salsaparila, Germolene dan
Ralgex ointments
10 | E S T E R
Propil isobutirat rum
11 | E S T E R
BAB II
TATA NAMA ESTER
Ester adalah senyawa yang dapat dianggap turunan dari asam karboksilat
dengan mengganti ion hidrogen pada gugus hidroksil oleh radikal hidrokarbon.
Tabel 2.1. Rumus Molekul, Rumus Ikatan dan Nama dari Ester
Rumus Molekul Rumus Ikatan Nama
C2H4O2 H−COO−CH3 Metil metanoat; metil format
C3H6O2 H−COO−C2H5 Etil metanoat; etil format
C4H8O2 H−COO−C3H7 Propil metanoat; propil format
C5H10O2 H−COO−C4H9 Butil metanoat; butil format
12 | E S T E R
Rumus Umum :
Rantai induk ester adalah rantai terpanjang yang mengandung gugus ester (-
COOR’). Rantai alkil atau gugus lain yang terikat pada rantai induk dinamakan rantai
cabang. Penomoran rantai induk dimulai dari salah satu ujung sedemikian sehingga
atom C pada gugus ester mendapatkan nomor terkecil, diberi akhirn -OAT, dari nama
rantai hidrokarbonnya. Contoh penamaan beberapa senyawa ester secara IUPAC
adalah sebagai berikut:
A. IUPAC
13 | E S T E R
CH3-COO-CH2CH2CH2CH2CH3 Pentil Etanoat
14 | E S T E R
O
O CH3
B. Trivial
15 | E S T E R
O
16 | E S T E R
O CH3
O O
Isomer ester berikutnya adalah isomer dari C4H8O2, yaitu sebagai berikut
O O
O O
CH3
(propil metanoat) (isopropil metanoat)
17 | E S T E R
B. Isomer Fungsi antara Asam Karboksilat dan Ester
Asam Karboksilat dan Ester mempunyai rumus umum molekul yang sama,
yaitu CnH2nO2, tetapi mengandung gugus fungsi yang berbeda. Asam karboksilat dan
Ester yang bersesuaian merupakan isomer fungsi. Contohnya senyawa dengan rumus
molekul C4H8O2 dapat berupa asam karboksilat atau ester. Sebagai asam karboksilat
C4H8O2 mempunyai 2 isomer dan sebagai ester mempunyai 4 isomer.
- Ester adalah senyawa yang dapat dianggap turunan dari asam karboksilat dengan
mengganti ion hidrogen pada gugus hidroksil oleh radikal hidrokarbon. Beberapa
contoh ester (R–COOR') ditunjukkan berikut ini.
Berdasarkan contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa rumus umum ester adalah :
Gugus –OH dari gugus karboksil diganti oleh gugus –OR'. Dalam ester, R dan R'
dapat sama atau berbeda.
Penataan nama ester dimulai dengan menyebutkan gugus alkil diikuti gugus
asam karboksilat yang menyusun ester dengan menghilangkan kata –asam. Contoh
penataan nama ester ditunjukkan berikut ini.
18 | E S T E R
BAB III
REAKSI ESTER
19 | E S T E R
Reaksi esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester dengan cara merefluks
sebuah asam karboksilat bersama sebuah alkohol dengan katalis asam. Asam yang
digunakan sebagai katalis biasanya adalah asam sulfat. Pembentukan ester melalui
asilasi langsung asam karboksilat terhadap alkohol, seperti pada esterifikasi Fischer
lebih disukai ketimbang asilasi dengan anhidrida asam ( atom yang rendah) atau asil
klorida (sensitif terhadap kelembapan). Kelemahan utama asilasi langsung adalah
konstanta kesetimbangan kimia yang rendah. Hal ini harus diatasi dengan
menambahkan banyak asam karboksilat, dan pemisahan air yang menjadi hasil
reaksi. Pemisahan air dilakukan melalui distilasi Dean-Strak atau penggunaan saringan
molekul.
Ester adalah campuran organik dengan simbol R’ yang menggantikan suatu
atom hidrogen atau lebih. Ester juga dibentuk dengan asam yang tidak tersusun teratur;
sebagai contoh, dimetil sulfat yang juga disebut “asam belerang, dimethyl ester”.
Esterifikasi adalah reaksi pengubahan dari suatu asam karboksilat dan alkohol
menjadi suatu ester dengan menggunakan katalis asam. Reaksi ini juga sering disebut
esterifikasi Fischer. Ester adalah suatu senyawa yang mengandung gugus -COOR
dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi
esterifikasi berkatalis asam. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi dapat balik
(reversible).
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada halangan
sterik dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya
memainkan peranan kecil dalam pembentukan ester. Untuk alasan sterik, urutan
reaktivitas alkohol untuk reaksi esterifikasi adalah metanol > alkohol 1º > alkohol 2º >
alkohol 3º.
20 | E S T E R
Variabel yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi yaitu:
1. Suhu
Hal ini di karenakan sifat dari reaksi eksotermis, dan suhu dapat mempengaruhi
harga konstanta kecepatan reaksi.
2. Perbandingan zat pereaksi
Dikarenakan sifatnya yang reversible,maka salah satu perekatan harus di buat
berlebih agar optimal saat pembentukan ester.
3. Pencampuran
Dengan adanya pengadukan pada saat pencampuran,molekul-molekul pereaktan
dapat mengalami tumbukan yang lebih sering sehingga reaksi dapat berjalan
secara optimal.
4. Katalis
Adanya katalisator dalam reaksi dapat mempercepat jalannya suatu reaksi.
Kereakifan dari katalis bergantung dari jenis dan konsentrasi yang digunakan.
5. Waktu reaksi
Jika waktu bereaksi lama maka kesempatan molekul-molekul pertumbukan
semakin sering
1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling
lambat alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
21 | E S T E R
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas
konversi yang tinggi.
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu
berpengaruh terhadap laju reaksi.
22 | E S T E R
Dengan butil asetat, semua bagian air dipindahkan ke bagian atas dengan sedikit bagian
dari ester dan alkohol, sedangkan sisa ester terakumulasi dalam sistem.
Golongan 3
Dengan ester yang mempunyai volatilitas rendah, beberapa kemungkinan
timbul. Dalam hal butil dan amil alkohol, air dipisahkan sebagai campuran biner
dengan alkohol. Contoh proses untuk tipe seperti ini adalah pembuatan dibutil ftalat.
Untuk menghasilkan ester dari alkohol yang lebih pendek (metil, etil, propil)
dibutuhkan penambahan hidrokarbon seperti benzena dan toluena untuk memperbesar
air yang terdistilasi.dengan alkohol bertitik didih tinggi (benzil, furfuril, b-feniletil)
suatu cairan tambahan selalu diperlukan untuk menghilangkan kandungan air dari
campuran.
Mekanisme Reaksi Esterifikas
23 | E S T E R
Seperti banyak reaksi aldehida dan keton, esterifikasi asam karboksilat berlangsung
melalui serangkaian tahap protonasi dan deprotonasi. Oksigen karbonil diprotonasi,
alkohol nukleofilik menyerang karbon positif, dan eliminasi air akan menghasilkan
ester yang dimaksud. Inilah mekanisme reaksi esterifikasi :
Perhatikan bahwa dalam reaksi esterifikasi, ikatan yang terputus adalah ikatan C-O
asam karboksilat dan bukan -OH dari asam atau ikatan C-O dari alkohol.
Reaksi esterifikasi bersifat reversibel. Untuk memperoleh rendemen tinggi dari
ester, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester. Satu teknik untuk mencapainya
adalah menggunakan salah satu zat pereaksi yang murah secara berlebihan. Teknik lain
yaitu membuang salah satu produk dalam campuran reaksi (misalnya dengan destilasi
air secara azeotropik).
Dengan bertambahnya halangan sterik dalam zat antara, laju pembentukan ester
akan menurun. Rendemen esternya pun berkurang. Alasannya ialah karena esterifikasi
itu merupkan suatu reaksi yang bersifat dapat balik dan spesies yang kurang terintangi
(pereaksi) akan lebih disukai. Jika suatu ester yang meruah (bulky) harus dibuat, maka
lebih baik digunakan jalur sintesis lain, seperti reaksi antara alkohol dengan suatu
anhidrida asam atau klorida asam, yang lebih reaktif daripada asam karboksilat dan
dapat bereaksi secara tak dapat balik.
Ester fenil umumnya tidak dibuat dengan secara langsung dari fenol dan asam
karboksilat karena kesetimbangan cenderung bergeser ke sisi pereaksi daripada
produk. Ester fenil dapat diperoleh dengan menggunakan derivat asam yang lebih
reaktif.
Reaksi esterifikasi Fischer adalah reaksi pembentukan ester dengan
caramerefluks sebuah asam karboksilat bersama sebuah alkohol dengan katalisasam.
Asam yang digunakan sebagai katalis biasanya adalah asam sulfat atauasam
Lewis seperti skandium (III) triflat.
Pembentukan ester melalui asilasi langsung asam karboksilat terhadap alkohol,
seperti pada esterifikasi Fischer lebih disukai ketimbang asilasi dengananhidrida
24 | E S T E R
asam (ekonomi atom yang rendah) atau asil klorida (sensitif terhadap kelembapan).
Kelemahan utama asilasi langsung adalah konstantakesetimbangan kimia yang rendah.
Hal ini harus diatasi dengan menambahkan banyak asam karboksilat, dan
pemisahan air yang menjadi hasil reaksi. Pemisahan air dilakukan melalui distilasi
Dean-Stark atau penggunaan saringan molekul.
PEMBUATAN ESTER
25 | E S T E R
2. Pembuatan ester dari alkohol dan anhidrida asam
Reaksi-reaksi dengan anhidrida asam berlangsung lebih lambat dibanding
reaksi-reaksi yang serupa dengan asil klorida, dan biasanya campuran reaksi yang
terbentuk perlu dipanaskan.
Ester dapat dibuat dengan mereaksikan asam karboksilat dan alkohol yang
dipanaskan dengan katalis asam ( HCl atau H2SO4 ) :
26 | E S T E R
higroskopik ( H2SO4, ZnCl2 ) digunakan untuk memperoleh ester yang lebih banyak.
Keseimbangan akan tercapai dengan hasil ester 66,67%.
H+
R – CO – O – H + H – O – R’ —–> R – C O- O – R’ + H2O
Jika asam karboksilat atau alkoholnya dirintangi atau jika fenol digunakan sebagai
pengganti alkohol, kesetimbangan memihak ke arah pereaksi. Akibatnya ester atau
fenil ester tidak dapat terbentuk dengan reaksi esterifikasi langsung.
( reaktan terhalang )
a. Pencampuran etanol, asam asetat dan asam sulfat pekat menghasilkan bau yang
mirip bau balon karet, berwujud cair.
H+
27 | E S T E R
b. Pencampuran metanol, asam salisilat dan asam sulfat pekat mengahsilkan bau
yang mirip bau obat gosok, yang berwujud kristal putih.
Jika yang direaksikan adalah asam asetat anhidrid dengan asam salisilat akan
menghasilkan asam asetilsalisilat ( aspirin ). Berbagai metode pembuatan ester telah
dikembangkan. Salah satu metode umum yang digunakan adalah reaksi alkohol dengan
asam karboksilat. Pada reaksi ini, asam sulfat ditambahkan sebagai pendehidrasi
(katalis).
28 | E S T E R
Pada larutan yang bersifat asam, oksigen dari karbonil dari suatu ester dapat
diprotonkan. Kemudian karbon yang memiliki muatan positif parsial, dapat diserang
oleh nukleofil lemah seperti air. Berikut reaksinya:
Dalam larutan basa, karbon karbonil suatu ester dapat diserang oleh suatu
nukleofil yang baik tanpa protonasi terlbih dahulu. Jalan adisi dan eliminasi ini sama
dengan yang untuk asam klorida dan anhidrida.
Pada sintesis ester, asam asetat melepaskan gugus –OH dan alkohol melepaskan
gugus H yang dikeluarkan sebagai H2O. Reaksi tersebut adalah reaksi kesetimbangan.
Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang banyak, dilakukan dengan salah satu
pereaksi berlebih, atau dapat juga dilakukan mengeluarkan ester yang terbentuk agar
kesetimbangan bergeser ke arah produk. Untuk memproduksi ester dalam jumlah
banyak, metode tersebut kurang efisien dan tidak praktis sebab tetapan kesetimbangan
untuk reaksi ini relatif kecil (Kc=3). Oleh karena tetapan kesetimbangan kecil, produk
yang dihasilkan pun sedikit. Di industri, ester disintesis dalam dua tahap. Pertama,
asam karboksilat diklorinasi menggunakan tionil klorida menjadi asil klorida.
29 | E S T E R
Selanjutnya, asil klorida direaksikan dengan alkohol menjadi ester. Persamaan reaksi
yang terjadi adalah:
Basa menyerap HCl yang dihasilkan dari reaksi. Hal ini mendorong reaksi ke
arah produk hingga sempurna.
Pembuatan Ester dari reaksi Asam Karboksilat dengan Alkohol dalam suasana
asam
Pembuatan Ester dengan cara ini adalah yang paling banyak dikenal karena dari
pengertiannya, Ester adalah turunan dari senyawa Asam Karboksilat. Asam
Karboksilat ini kemudian direaksikan dengan alkohol. Metode ini bisa digunakan untuk
mengubah alkohol menjadi Ester, tetapi metode ini tidak berlaku bagi Fenol, senyawa
dimana gugus -OH terikat langsung pada sebuah cincin Benzen. Fenol bereaksi dengan
asam karboksilat dengan sangat lambat sehingga reaksi tidak bisa digunakan untuk
tujuan pembuatan.
30 | E S T E R
Jadi, misalnya, jika membuat etil etanoat dari asam etanoat dan etanol, maka
persamaan reaksinya akan menjadi :
O O
O–H O – CH2CH3
Untuk melangsungkan reaksi dalam skala tabung uji, semua zat (asam
karboksilat, alkohol dan asam sulfat pekat) yang dalam jumlah kecil dipanaskan di
sebuah tabung uji yang berada di atas sebuah penangas air panas selama beberapa
menit.
Karena reaksi berlangsung lambat dan dapat balik (reversibel), ester yang
terbentuk tidak banyak. Bau khas ester seringkali tertutupi atau terganggu oleh bau
asam karboksilat. Sebuah cara sederhana untuk mendeteksi bau ester adalah dengan
menaburkan campuran reaksi ke dalam sejumlah air di sebuah gelas kimia kecil.
Terkecuali ester-ester yang sangat kecil, semua ester cukup tidak larut dalam
air dan cenderung membentuk sebuah lapisan tipis pada permukaan. Asam dan alkohol
yang berlebih akan larut dan terpisah di bawah lapisan ester. Ester-ester
kecil seperti pelarut-pelarut organik sederhana memiliki bau yang mirip dengan
pelarut-pelarut organik (etil etanoat merupakan sebuah pelarut yang umum misalnya
31 | E S T E R
pada lem). Semakin besar ester, maka aromanya cenderung lebih ke arah perasa buah
buatan – misalnya “buah pir”.
B. Skala Besar
Jika ingin membuat sampel sebuah ester yang cukup besar, maka metode yang
digunakan tergantung pada (sampai tingkatan tertentu) besarnya ester. Ester-ester kecil
terbentuk lebih cepat dibanding ester yang lebih besar. Untuk
membuat sebuah ester kecil seperti etil etanoat, dapat melakukannya dengan
memanaskan secara perlahan sebuah campuran antara asam metanoat dan etanol
dengan bantuan katalis asam sulfat pekat, dan memisahkan ester melalui distilasi sesaat
setelah terbentuk.Ini dapat mencegah terjadinya reaksi balik. Pemisahan dengan
distilasi ini dapat dilakukan dengan baik karena ester memiliki titik didih yang paling
rendah diantara semua zat yang ada. Ester merupakan satu-satunya zat dalam campuran
yang tidak membentuk ikatan hidrogen, sehingga memiliki gaya antar-molekul yang
paling lemah.
Ester-ester yang lebih besar cenderung terbentuk lebih lambat. Dalam hal ini,
mungkin diperlukan untuk memanaskan campuran reaksi di bawah refluks selama
beberapa waktu untuk menghasilkan sebuah campuran kesetimbangan. Ester bisa
dipisahkan dari asam karboksilat, alkohol, air dan asam sulfat dalam campuran dengan
metode distilasi fraksional.
Pembuatan Ester ini melibatkan senyawa yaitu perak karboksilat (RCOOAg) dan
Alkil halida (R-X) dengan reaksi sebagai berikut:
O O
R – C – O Ag + R’ – X R – C – OR’ + Ag X
32 | E S T E R
Misalnya, akan dibuat senyawa Ester yaitu Metil Propanoat, maka kita dapat
mereaksikan perak propanoat dengan kloro metana dengan reaksinya sebagai berikut :
O O
CH3 – CH2 – C – OAg + CH3 – Cl CH3 – CH2 – C – OCH3 + HCl
(Perak Propanoat) (Kloro Metana) (Metil Propanoat)
Pembuatan Ester dengan Reaksi Asil Klorida (Klorida Asam) dengan Alkohol
Metode ini hanya berlaku bagi alkohol dan fenol. Untuk fenol, reaksi terkadang
dapatditingkatkan dengan pertama-tama mengubah fenol menjadi bentreaktif.
Jika kita menambahkan
sebuah asil klorida kedalam sebuah alkohol, maka reaksi yang terjadi cukup progresif
(bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamar menghasilkan sebuah ester dan awan-
awan dari asap hidrogen klorida yang asam dan beruap. Berikut ini rumus cara
paembuatan ester dengan reaksi asil klorida (klorida asam) dengan alkohol :
O O
R – C – Cl + R’ – OH R – C – OR’ + HCl
Jika kita menambahkan sebuah asil klorida kedalam sebuah alkohol, maka
reaksi yang terjadi cukup progresif (bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamaryang
terjadi cukup progresif (bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamar menghasilkan
sebuah ester dan awan-awan dari asap hidrogen klorida yang asam dan beruap. Sebagai
contoh, jika kita menambahkan etanol krlorida ke dalam etanol, maka akan terbentuk
banyak hidrogen klorida bersama dengan ester cair etil etanoat. Zat yang biasanya
disebut "fenol" adalah zat yang paling sederhana dari golongan fenol. Fenol memiliki
sebuah gugus -OH terikat pada sebuah cincin benzen – dan tidak ada lagi selain itu.
33 | E S T E R
Reaksi antara etanoil klorida dengan fenol mirip dengan reaksi etanol walaupun
tidak begitu progresif. Fenil etanoat terbentuk bersama dengan gas hidrogen klorida.
Mempercepat reaksi antara fenol dengan beberapa asil klorida yang kurang
reaktif
Ion fenoksida bereaksi lebih cepat dengan benzoil klorida dibanding fenol, tapi
biarpun demikian reaksi tetap harus dikocok dengan benzoil klorida selama sekitar 15
menit. Padatan fenol benzoat terbentuk.
34 | E S T E R
6. Ester dari Reaksi Anhidrida Asam Alkanoat dengan Alkohol
Reaksi ini juga bisa digunakan untuk membuat ester baik dari alkohol maupun
fenol. Reaksinya berlangsung lebih lambat dibanding reaksi sebanding yang
menggunakan asil klorida, dan campuran reaksi biasanya perlu dipanaskan.Untuk
fenol, kita bisa mereaksikan fenol dengan larutan natrium hidroksida pertama kali,
yang menghasilkan ion fenoksida yang lebih reaktif. Mari kita mengambil contoh
etanol yang bereaksi dengan etanoat anhidrida sebagai sebuah reaksi sederhana yang
melibatkan sebuah alkohol: Reaksi yang berlangsung pada suhu kamar cukup lambat
(atau lebih cepat jika dipanaskan). Tidak ada perubahan yang dapat diamati pada cairan
tidak berwarna, tetapi sebuah campuran antara etil etanoat dengan asam etanoat
terbentuk.
Reaksi dengan fenol kurang lebih sama, tetapi lebih lambat. Fenil etanoat
terbentuk bersama dengan asam etanoat.
Reaksi ini tidak terlalu penting, tapi ada reaksi yang sangat mirip terlibat dalam
pembuatan aspirin (dibahas secara rinci pada halaman lain). Jika fenol pertama-tama
diubah menjadi natrium fenoksida dengan menambahkan larutan natrium hidroksida,
maka reaksinya berlangsung lebih cepat. Fenil etanoat lagi-lagi terbentuk, tapi kali ini
produk lainnya adalah natrium etanoat bukan asam etanoat.
35 | E S T E R
Halaman ini membahas tentang reaksi pengesteran (esterifikasi) – utamanya
reaksi antara alkohol dengan asam karboksilat untuk membuat ester. Disini juga
dibahas secara ringkas tentang pembuatan ester dari reaksi-reaksi antara asil klorida
(klorida asam) dengan alkohol, dan dari reaksi antara anhidrida asam dengan alkohol.
Reaksi Hidrolisis
Secara teknis, hidrolisis adalah sebuah reaksi dengan air. Reaksi inilah yang
sebenarnya terjadi ketika ester dihirolisis dengan air atau dengan asam encer seperti
asam hidroklorat encer. Hidrolisis ester dengan basa melibatkan reaksi dengan ion-ion
hidroksida, tetapi hasil keseluruhannya sangat mirip sehingga dikategorikan dalam
hidrolisis dengan air atau asam encer.
36 | E S T E R
Reaksi hidrolisis ester dalam suasana asam menghasilkan asam karboksilat dan
alkohol, namun bila reaksi hidrolisis dilangsungkan dalam suasana basa diperoleh
garam karboksilat dan alkohol. Hidrolisis ester dengan basa dise4but reaksi
Penyabunan (Saponifikasi).
Reaksi dengan air murni sangat lambat sehingga tidak pernah digunakan.
Reaksi ini dikatalisis oleh asam encer, sehingga ester dipanaskan di bawah
refluks dengan sebuah asam encer seperti asam hidroklorat encer atau asam
sulfat encer.
Berikut dua contoh sederhana dari hidrolisis menggunakan sebuah katalis asam:
37 | E S T E R
Ini merupakan cara yang lazim digunakan untuk menghidrolisis ester. Ester
dipanaskan di bawah refluks dengan sebuah basa encer seperti larutan natrium
hidroksida.
Ada dua kelebihan utama dari cara ini dibanding dengan menggunakan asam
encer. Reaksinya berlangsung satu arah dan tidak reversibel, dan produknya
lebih mudah dipisahkan.
Mari kita mengambil contoh ester sama seperti kedua contoh di atas, tapi
menggunakan larutan natrium hdroksida bukan sebuah asam encer:
38 | E S T E R
campuran akan dibanjiri dengan ion-ion hidrogen. Ion-ion hidrogen ini ditangkap oleh
ion-ion etanoat (atau ion paropanoat atau ion apapun) yang terdapat dalam garam
membentuk asam etanoat (atau asam propanoat, dan lain-lain). Karena asam-asam ini
adalah asam lemah, maka ketika bergabung dengan ion hidrogen, cenderung tetap
bergabung. Sekarang asam karboksilat bisa dipisahkan dengan distilasi.
Jika ester-ester besar yang terdapat dalam lemak dan minyak hewani dan nabati
dipanaskan dengan larutan natrium hdiroksida pekat, reaksi yang terjadi persis
sama dengan reaksi pada ester-ester sederhana.
Terbentuk asam karboksilat - kali ini, garam natrium dari sebuah asam besar
seperti asam oktadekanoat (asam stearat). Garam-garam ini merupakan
komponen sabun yang penting, yaitu komponen yang melakukan pembersihan.
Juga terbentuk alkohol - kali ini, alkohol yang lebih rumit, propan-1,2,3-triol
(gliserol).
39 | E S T E R
tersier. Reaksi berlangsung melalui serangan nukleofil pada gugus karbonil ester.
Hasil awalnya, keton, bereaksi lebih lanjut menghasilkan alcohol tersier.
Reaksi antara suatu ester dengan pereaksi Grignard merupakan cara istimewa
dalam pembuatan alkohol tersier. Pola umum dari reaksi ini adalah sebagai berikut.
O OMgBr OH
H2O
R COR’ + 2R’’MgBr R C R’’ R C R’’
(ester) H+
R’’ R’’
R’’MgBr
R’’MgBr
OMgBr O
40 | E S T E R
R COR’ R C R’’
R’’ R’OMgBr
Reduksi Ester
Ester dapat direduksi dengan litium hidrida menjadi alcohol
O
LiAlH4
R C OR’ RCH2OH + R‘OH
(ester) (alcohol primer)
Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi untuk mengubah senyawa karboksilat menjadi
senyawa ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam lemak
bebas dengan alkohol membentuk ester dan air. Pada tahap ini merupakan tahapan awal
menggunakan katalis asam untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga 2%.
Asam sulfat (sulphuric acid) 0,5% berat dan alkohol umumnya metanol dengan rasio
molar antara alkohol dan minyak sebesar 6:1 terbukti memberikan hasil konversi yang
baik. Selain untuk menurunkan kadar asam, perlu dilakukan pengurangan kadar air.
Reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam dapat dilihat pada Persamaan [1].
O O
41 | E S T E R
R C OH + R’ OH R C O R’ + H20 [1]
Asam lemak Alkohol Kalor Ester Air
Esterifikasi Alkalin
Proses transesterifikasi merupakan proses lanjutan esterifikasi dengan
mereaksikan minyak produk esterifikasi dengan metanol dan katalis alkalin. Reaksi
transesterifikasi merupakan proses penggantian gugus alkoksi dari ester dengan
alkohol lain. Bila ester direaksikan dengan suatu alkohol, maka proses transesterifikasi
ini disebut reaksi alkoholisis. Alkohol rantai pendek yang digunakan untuk reaksi
esterifikasi adalah metanol dan etanol. Metanol lebih disukai karena murah dan
memiliki reaktivitas lebih tinggi dari pada etanol. Hasil dari reaksi transesterifikasi
antara trigliserida dengan metanol ini adalah senyawa fatty acid methyl ester (FAME).
Perbandingan molar antara alkohol dan produk tahap pertama sebesar 9:1. Reaksi
transesterifikasi (Persamaan [2]) menggunakan katalis basa (oksida logam, hidroksida
dari natrium atau kalium karbonat) lebih cepat dari pada katalis asam.
Reaksi transesterifikasi antara minyak dengan alkohol merupakan reaksi
kesetimbangan yang menghasilkan gliserol dan campuran alkil ester. Pada reaksi
kesetimbangan maka untuk mendapatkan metil ester yang besar, metanol yang
digunakan dibuat berlebih atau menghilangkan salah satu produk dari campuran reaksi
agar kesetimbangan bergeser ke arah kanan (produk). Penggunaan metanol yang
berlebih akan mengakibatkan sulitnya recovery gliserin sehingga diperlukan perkiraan
rasio metanol dengan minyak nabati yang tepat untuk setiap proses. Pada
reaksi transesterifikasi, trigliserida diubah secara bertahap menjadi digliserida,
monogliserida, dan akhirnya gliserin seperti terlihat pada persamaan [3]. Setiap satu
mol ester dihasilkan dalam tiap tahap. Reaksinya bersifat reversibel, meskipun
kesetimbangan mengarah pada pembentukan ester asam lemak dan gliserin.
42 | E S T E R
Monogliserida (MG) + CH3OH Gliserida (G) + R3COOCH3
Dengan adanya katalis (baik asam ataupun basa kuat) dapat mempercepat
tercapainya kesetimbangan. Dalam usaha untuk menghasilkan produk ester yang
banyak, maka metanol dibuat berlebihan. Adapun mekanisme reaksi transesterifikasi
dengan katalis basa adalah disajikan pada persamaan [4].
43 | E S T E R
Reaksi Senyawa Ester dengan Bahan Lain
44 | E S T E R
Bila keton yang diperoleh di atas direaksikan lebih lanjut dengan R’’MgX maka
pada akhirnya diperoleh suatu alkohol tersier menurut persamaan reaksi berikut ini:
R’’MgBr
OMgBr O
R COR’ R C R’’
R’’ R’OMgBr
45 | E S T E R
Metode ini digunakan dalam pembuatan alcohol tersier damana paling sedikit
dua dari 3 gugus alkil yang melekat pada atom karbon adalah identik.
Ester tidak bereaksi dengan ion halida atau dengan ion karboksilat sebab
nukleofil ini merupakan basa lebih lemah daripada gugus pergi ester. Suatu ester
bereaksi dengan air membentuk suatu asam karboksilat dan alkohol. Ini merupakan
suatu contoh reaksi hidrolisis – suatu reaksi dengan air yang mengubah satu senyawa
menjadi dua senyawa.
Suatu ester bereaksi dengan alkohol membentuk ester baru dan alkohol baru.
Ini merupakan contoh reaksi alkoholisis. Reaksi alkoholisis tertentu ini disebut juga
reaksi transesterifikasi sebab satu ester dirubah menjadi ester lain.
Hidrolisis dan alkoholisis dari suatu ester merupakan reaksi sangat lambat
sebab air dan alkohol merupakan nukleofil lemah dan ester memiliki gugus pergi yang
sangat basa. Hidrolisis dan alkoholisis ester dapat dikatalisis dengan asam. Kecepatan
hidrolisis dapat ditingkatkan dengan ion hidroksida dan kecepatan alkoholisis dapat
ditingkatkan dengan basa konjugasi (RO¯) dari alkohol reaktan.
46 | E S T E R
Ester juga bereaksi dengan amina membentuk amida. Reaksi dengan amina
mengubah satu senyawa menjadi dua senyawa yang disebut aminolisis. Sebagai catatan
bahwa aminolisis dari ester membutuhkan hanya satu ekuivalen amina, tidak seperti
aminolisis dari suatu asil halida atau asam anhidrida, yang membutuhkan dua
ekuivalen. ekuivalen.
Reaksi dari ester dengan amina tidak selambat reaksi dari ester dengan air dan
alcohol, sebab amina merupakan nukleofil yang lebih baik. Ini merupakan keuntungan
sebab kecepatan reaksi dari reaksi ester dengan amina tidak ditingkatkan dengan asam
atau HO¯ atau RO¯.
Reaksi-reaksi ester:
1. Reaksi Hidrolisis
Hidrolisis dari suatu ester menghasilkan asam karboksilat dan alkohol dalam suasana
asam. Reaksi ini kebalikan dari esterifikasi langsung asam karboksilat dan alkohol.
Untuk mendorong reaksi kearah pembentukan ester digunakan asam karboksilat dan
alkohol berlebihan dan menghasilkan air. sedangkan pad hidrolisis dalam suasana
asam digunakan air yang berlebihan untuk mendorong keseimbangan kearah
karboksilat dan alkohol.
H+,panas
47 | E S T E R
etil asetat air asam asetat etanol
Sifat Fisika
1. Titik didih
48 | E S T E R
Ester-ester yang kecil memiliki titik didih yang mirip dengan titik didih aldehid
dan keton yang sama jumlah atom karbonnya. Seperti halnya aldehid dan keton, ester
adalah molekul polar sehingga memiliki interaksi dipol-dipol serta gaya dispersi van
der Waals. Akan tetapi, ester tidak membentuk ikatan hidrogen, sehingga titik didihnya
tidak menyerupai titik didih asam yang memiliki atom karbon sama.
49 | E S T E R
Bau dari isopentenil asetat adalah mirip dengan aroma buah pisang ataupun
buah pir. Butil butanoat seperti aroma nanas, sedangkan propil 2-metilpropanoat
memberi aroma rum (minuman). Sedangkan berton-ton senyawa polimer p-dimetil
terephtalat disintesis setiap tahunnya untuk membuat produk dengan nama Dacron,
yang merupakan polimer dari ester.
Dalam kimia, ester adalah suatu senyawa organik yang terbentuk melalui
penggantian satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus hidroksil dengan suatu gugus
organik (biasa dilambangkan dengan R’). Asam oksigen adalah suatu asam yang
molekulnya memiliki gugus -OH yang hidrogennya (H) dapat terdisosiasi menjadi ion
H+.
Ester dapat dibuat dari reaksi antara lain klorida asam dengan suatu alkohol
dalam media basa seperti piridin, dari reaksi asam anhidrida dengan suatu alkohol, dan
juga reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menggunakan katalis karboksilat
dan alkohol direfluks secara bersama-sama dengan adanya asam sebagai katalis.
Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga tidak mungkin
mendapatkan ester secara kuantitatif dalam setiap mol reaktannya. Kesetimbangan
dapat diarahkan ke produk dengan mengambil produk airnya, atau dengan membuat
lebih kuantitas salah satu reaktan, biasanya reaktan yang harganya relatif murah.
Ada dua metode yang digunakan dalam esterifikasi yaitu proses batch dan
proses kontinyu. Proses esterifikasi berlangsung dibawah tekanan pada suhu 200-
250°C. Pada reaksi kesetimbangan, air dipindahkan secara kontinyu untuk
menghasilkan ester. Henkel telah mengembangkan esterifikasi countercurrent kontinyu
menggunakan kolom reaksi dodel plate. Teknologi ini didasarkan pada prinsip reaksi
esterifikasi dengan absorpsi simultan superheated metanol vapor dan desorpsi
metanolwater mixture.
Reaksi ini menggunakan tekanan sekitar 1000 Kpa dan suhu 240 °C.
Keuntungan dari proses ini adalah kelebihan metanol dapat dijaga secara nyata pada
rasio yang rendah yaitu 1,5 : 1 molar metanol : asam lemak dibandingkan proses batch
50 | E S T E R
dimana rasionya 3-4 : 1 molar. Metil ester yang melalui proses distilasi tidak
memerlukan proses pemurnian. Kelebihan metanol di rectified dan digunakan kembali.
Esterifikasi proses kontinyu lebih baik daripada proses batch. Dengan hasil yang sama,
proses kontinyu membutuhkan waktu yang lebih singkat dengan kelebihan metanol
yang lebih rendah.
Proses esterifikasi merupakan proses yang cenderung digunakan dalam
produksi ester dari asam lemak spesifik Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh
struktur molekul reaktan dan radikal yang terbentuk dalam senyawa antara. Data
tentang laju reaksi serta mekanismenya disusun berdasarkan karakter kinetiknya,
sedangkan data tentang perkembangan reaksi dinyatakan sebagai konstanta
kesetimbangan. Secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut:
1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling lambat
alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas
konversi yang tinggi.
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu
berpengaruh terhadap laju reaksi.
Sistem pemroses yang dirancang untuk menyelesaikan reaksi esterifikasi
dikehendaki untuk sedapat mungkin mencapai 100%. Oleh karena itu reaksi esterifikasi
merupakan kesetimbangan, maka konversi sempurna tidak mungkin tercapai, dan
sesuai informasi yang ada konversi yang dapat dicapai hanya sampai 98%. Nilai
konversi yang tinggi dapat dicapai dengan ekses reaktan yang besar
Pergantian bagian alkohol dari suatu ester dapat tercapai dalam larutan asam
atau basa oleh suatu reaksi reversibel antara ester dan alkohol. Reaksi transesterifikasi
51 | E S T E R
ini beranalogi langsung dengan hidrolisis dalam larutan asam atau basa. Karena reaksi
ini reversibel, biasanya digunakan alkohol senyawa awal secara berlebihan.
BAB IV
52 | E S T E R
A. Perisa, Essense atau Penyedap Sintetis
53 | E S T E R
Etil sinamat kulit manis
54 | E S T E R
Isopropil asetat fruity
55 | E S T E R
Oktil asetat jeruk
56 | E S T E R
1. Nenas
57 | E S T E R
Ester yang terkandung dalam pir , strawberry ,dan melati adalah Benzil asetat
3. Aprikot
58 | E S T E R
Ester yang terkandung dalam buah Aprikot adalah Ethyl Heptanoate
4. Raspberry
59 | E S T E R
5. Feijoa
60 | E S T E R
6. Blackberry
61 | E S T E R
7. Bunga Kenanga
62 | E S T E R
8. Bunga Pelargonium
8. Bunga Mawar
63 | E S T E R
10.Lavender
64 | E S T E R
11. Parfum Gardenia
65 | E S T E R
12.Parfum Floral
Essense atau penyedap sintetis merupakan suatu ester turunan asam karboksilat.
Ester dapat dibuat melalui reaksi keseimbangang antara asam karboksilat dengan
alkohol dalam suasana asam. Essense etil asetat ( bau balon karet ) dapat dibuat
mengguakan asam asetat ( cuka ) dengan etanol dan dtambahkan katalis asam sulfat
pekat. Sedangkan ester metil salisilat ( berbau obat gosok ) dibuat dari asam salisilat
dengan metanol dengan katalis asam sulfat. Untuk mendapatkan hasil ester yang
optimal perlu ditambahkan zat pereaksi ( asam karboksilat atau alkohol) secara
berlebihan, atau dengan menyuling ( destilasi ) hasil reaksi untuk memisahkan airnya.
Ester dapat bereaksi dengan air membentuk asam karboksilat dan alkohol (
reversibel ) dalam suasana asam melalui reaksi hidrolisis. Sedangkan jika dalam
suasana basa ( penyabunan) maka ester tidak mengalami reaksi keseimbangan (
irreversibel).
66 | E S T E R
2. PEMBENTUKAN METIL ESTER DENGAN TRANSESTERIFIKASI
SEBAGAI EMULSIFIER BERBAHAN BAKU MINYAK KELAPA SAWIT
Prosedur pertama memasukkan minyak sawit ke dalam labu leher tiga. Lalu
mengalirkan air pendingin menuju reflux. Menyalakan pemanas dan menjaga sampai
suhu yang diinginkan. Selanjutnya mencampur NaOH dengan metanol sesuai dengan
variabel. Campuran ini kemudian ditambahkan ke dalam minyak. Campuran tersebut
kemudian dipanaskan sampai suhu yang diinginkan dan diaduk dengan stirrer selama
30 menit. Setelah itu, produk dimasukkan ke dalam corong pemisah dan didiamkan
selama 24 jam. Setelah terbentuk lapisan, bagian bawah dipisahkan dari larutan.
Kemudian dilakukan pencucian dengan menggunakan H2SO4, setelah
terbentuk layer, kemudian layer pada bagian bawah corong pemisah dipisahkan.
Kemudian menambahkan aquadest ke dalam corong pemisah, setelah terbentuk layer,
larutan air dipisahkan dengan metil ester. Larutan air dibuang sedangkan metil ester
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan Na2SO4. Kemudian
dilakukan penyaringan dengan kertas saring. Kemudian dilakukan analisis kandungan
metil ester dengan spektrofotometer-uv.
Proses selanjutnya adalah proses sulfonasi metil ester. Metil ester ditambahkan
H2SO4 dengan konsentrasi sesuai variabel. Kemudian dilakukan pemanasan dan
pengadukan selama 1 jam dengan suhu reaksi sesuai variabel. Selanjutnya dilakukan
proses metanolisis dengan penambahan metanol sebanyak 20%-berat H2SO4. Proses
ini dilakukan selama 30 menit pada suhu 60 °C. Setelah itu dilakukan proses penetralan
dengan penambahan NaOH 45%berat, proses penetralan dilakukan selama 30 menit
dengan suhu 45 °C. Kemudian dilakukan uji IFT (Interfacial Tension) pada campuran
minyak kelapa sawit-air dengan penambahan MES. Serta uji pH pada MES dan
lamanya waktu menjaga kestabilan minyak-air.
67 | E S T E R
Proses transesterifikasi
A. Pengaruh Suhu
Dimana %yield metil ester terus meningkat seiring peningkatan suhu reaksi
hingga suhu 60 °C. Pada suhu 70 °C, % yield mengalami penurunan dari 64.94%
menjadi 64.60%. Hal ini disebabkan karena pada suhu di atas 60 °C mendekati titik
didih dari metanol (titik didih metanol = 64.7 °C; pada tekanan 100 kPa). Hal ini
menyebabkan metanol telah berubah fase menjadi gas sehingga kontak anatar methanol
dan trigliserida berkurang. Suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan
terlepasnya asam lemak dari trigliserida, sehingga meningkatnya bilangan asam.
Dimana apabila hal ini terjadi, akan terjadi kemungkinan asam lemak bereaksi dengan
katalis (NaOH). Ketika asam lemak bereaksi dengan NaOH akan terbentuk padatan
yang disebut proses penyabunan. Tentu hal ini tidak diinginkan karena selain
terbentuknya hasil samping yang tidak diinginkan hal ini juga berpengaruh terhadap
berkurangnya jumlah NaOH yang digunakan sebagai katalis.
B. Pengaruh Rasio Reaktan
68 | E S T E R
Dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya rasio reaktan, %yield metil ester
semakin meningkat. Dan kemudian mulai mengalami peningkatan yang tidak begitu
berarti pada rasio reaktan di atas 1:15 (mol minyak:mol metanol). Hal ini menunjukkan
reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Secara teoritis, hal ini sesuai dengan asas Le
Chatelier. Dimana apabila konsentrasi produk dikurangi maka kesetimbangan reaksi
akan bergeser ke arah produk. Pengurangan konsentrasi produk dalam penelitian ini
dilakukan dengan penggbunaan methanol berlebih (excess).
C. Pengaruh Katalis NaOH
69 | E S T E R
Tabel 4.1 Pembentukan MES
Pengaruh Suhu
70 | E S T E R
menyatakan bahwa kenaikan hasil MES meningkat hingga suhu 108.9oC. Perbedaan
yang terjadi pada suhu 95oC yang seharusnya mengalami penurunaIFT yang lebih baik
terhadap variable sebelumnya dapat disebabkan penggunaan agent yang berbeda
H2SO4. Karena H2SO4 memiliki kereaktifan yang lebih tinggi daripada NaHSO3
maka peningkatan suhu akan lebih berpengaruh pada proses sulfonasi ini.
71 | E S T E R
Pengaruh Konsentrasi H2SO4
72 | E S T E R
Gambar 4.7 Pengaruh Konsentrasi H2SO4terhadap Kestabilan Emulsi
Pada pengujian kestabilan emulsi (Gambar 3.7), variabel yang paling baik
adalah pada konsentrasi H2SO4 sebesar 9M yaitu mampu menahan kestabilan selama
51.7 detik. Hal ini dikarenakan komposisi MES lebih besar sehingga produk lebih
stabil dalam mempertahankan emulsi minyak-air. Warna pada produk MES dengan
variabel ini tidak berbeda dengan variable sebelumnya yaitu berwarna coklat gelap.
Serta pH rata-rata sebesar 6.
Isolat yang dipilih untuk pengujian aktivitas lipolitik adalah bakteri yang
diisolasi dari sampel limbah mengandung minyak. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa dari beberapa isolat yang telah diidentifikasi, tiga biakan
penghasil enzim lipase yaitu C. rugosa, B. subtilis dan P. aerogenes menunjukkan
aktivitas lipolitik secara signifikan, masing-masing sebesar 32.10 U/mL, 37,05
U/mL dan 36,08 U/mL, setelah ketiga biakan tersebut diprakulturkan pada substrat
mengandung minyak zaitun 2% dan pada suhu ruang.
73 | E S T E R
Hasil uji pengaruh pH dan suhu pada perumbuhan enzim lipase dari
berbagai sumber biakan menunjukkan bahwa pH dan suhu optimal untuk aktivitas
enzim lipase dari C. Rugosa, B. subtilis dan P. Aerogenes masing- masing adalah
pada pH 4,5 (5,14 μmol/menit) dan suhu 45°C (5,33 μmol/menit), pada pH 7,0
(masing-masing 5,81 μmol/menit dan 5,85 μmol/menit), dan pada suhu 40°C dan 45°C
(masing-masing 5,98 μmol/menit dan 5,92 μmol/menit)
Tabel 4.2 pengaruh sumber enzim lipase pada perubahan kadar ALB minyak sawit
Tabel menunjukkan hasil uji kualitatif perubahan pada substrat CPO setelah
terjadi reaksi enzimatik menggunakan beberapa biakan penghasil enzim lipase. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sumber enzim lipase berpengaruh pada proses
transesterifikasi, meskipun pada konsentrasi 10-25% pengaruh enzim tidak signifikan.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa enzim lipase dari biakan tertentu dapat bekerja
secara efektif dan efisien sebagai biokatalisator pada proses transesterifikasi karena
kondisi media bagi aktivitas enzimatik menjadi optimal, sehingga terjadi proses
74 | E S T E R
penguraian trigliserida yang diikuti pembentukan asam lemak yang diperlukan untuk
sintesis ester asam lemak.
Hasil analisis kromatografi gas pada substrat CPO yang telah direaksikan
dengan butanol dan enzim lipase dari C. rugosa, menunjukkan bahwa komposisi
kandungan asam lemak tidak jenuh yang merupakan asam lemak esensial, terbentuk
lebih tinggi dibanding kandungan asam lemak jenuh. Hasil tersebut memberi indikasi
bahwa komposisi asam lemak bebas pada substrat CPO sebelum dan sesudah
mengalami reaksi transesterifikasi, mengalami perubahan yang nyata. Reaksi
transesterifikasi menggunakan butanol dengan enzim lipase dari C. rugosa dapat
meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh yaitu asam oleat, linoleat dan
linolenat, masing-masing sebesar 19%, 29% dan 42%, serta menurunkan asam
lemak jenuh, yaitu laurat dan palmitat masing-masing sebesar 87% dan 45%, akan
tetapi sebaliknya kandungan asam lemak jenuh stearat juga meningkat sebesar 53%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak seluruh komponen asam lemak tidak
jenuh dapat ditingkatkan mengikuti penurunan kandungan sebagian asam lemak
jenuh. Sebaliknya Reaksi enzimatik menggunakan butanol dengan enzim lipase dari B.
subtilis dan P. aerogenes tidak dapat meningkatkan kandungan asam lemak tak
75 | E S T E R
jenuh yang terdiri dari asam oleat, linoleat dan linolenat, meskipun dapat menurunkan
asam lemak jenuh, khususnya asam laurat dan palmitat, masing-masing sebesar 96%
dan 62% (B. subtilis) serta 97% dan 69% (P. aerogenes). Peningkatan
kandungan asam stearat juga terjadi meskipun tidak terlalu besar.
Proses ini membuktikan bahwa asam lemak pada minyak sawit mentah (CPO)
dan minyak kelapa, dapat direaksikan secara transesterifikasi menggunakan enzim
lipase yang diekstraksi dari biakan mikroba, antara lain C. rugosa, B. subtilis dan
P. aerogenes menjadi ester asam lemak, pada ketersediaan butanol sebagai pelarut
organik. Selain itu, reaksi transesterifikasi dengan enzim lipase dari C. rugosa juga
menyebabkan terjadinya perubahan pada kandungan asam lemak bebas. Perubahan
76 | E S T E R
cukup signifikan yang ditunjukkan oleh adanya penurunan beberapa komponen
asam lemak jenuh, diikuti dengan peningkatan beberapa komponen asam lemak
tidak jenuh sebagai asam lemak esensial, memberikan indikasi yang prospektif
perihal pemanfaatan enzim lipase dari biakan mikroba.
77 | E S T E R
digunakan alkohol berlebih untuk meningkatkan yield alkyl ester dan untuk
memudahkan pemisahan fasanya dari gliserol yang terbentuk (Schuchardt, et al.,
1998).
Transesterifikasi minyak nabati menjadi metil ester dilakukan dengan satu atau
dua tahap proses, tergantung pada mutu awal minyak nabati. Proses transesterifikasi
memerlukan katalis untuk mempercepat laju mbentukan ester. Biasanya katalis yang
digunakan berupa asam (HCl, H2SO4) atau katalis basa/alkali (NaOCH , KOH dan
NaOH).
78 | E S T E R
Transesterifikasi-Katalis Asam
Pryde, et al. melaporkan bahwa proses metanolisis dari soybean oil dengan
kondisi 1% mol H SO , rasio alkohol terhadap minyak 30:1 pada 65 ℃ mencapai
konversi lebih besar dari 95% membutuhkan waktu selama 5 jam. Sedangkan untuk
butanolisis TG yang sama pada 117 ℃ membutuhkan waktu 3 jam dengan katalis dan
79 | E S T E R
rasio yang sama. Untuk etanolisis pada 78 dengan katalis dan rasio yang sama
membutuhkan waktu 18 jam.
Rasio molar alkohol terhadap minyak merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi transesterifikasi. Di satu sisi alkohol berlebih biasanya digunakan untuk
pembentukan produk. Tetapi disisi lain kelebihan jumlah alkohol mengakibatkan
recovery gliserol sulit dilakukan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu penelitian atau
percobaan untuk menetapkan rasio yang optimum.
Transesterifkasi-Katalis Basa
80 | E S T E R
Mekanisme transesterifikasi-katalis basa ditunjukkan dalam Gambar 2.
katalis terprotonkan.
KOH dan NaOH meskipun harganya lebih murah dari alkoksida logam alkali
dan keaktifannya lebih kecil, tetapi dapat menghasilkan konversi yang tinggi dengan
konsentrasi yang lebih besar. Walaupun campuran alkohol/minyak yang digunakan
bebas air, namun sejumlah air akan dihasilkan dalam sistem dari reaksi antara
81 | E S T E R
hidroksida dengan alkohol. Keberadaan air mengakibatkan meningkatnya hidrolisis
ester yang dihasilkan dari pembentukan sabun.
82 | E S T E R
Hal ini dapat digambarkan sebagai reaksi yang ditunjukkan dalam Gambar 5 di
mana reaksi yang terjadi adalah pembentukan bikarbonat dan bukan hidrolisis ester
(Schuchardt,1998).
Ester-ester asam lemak merupakan grup yang sangat besar dari senyawa-
senyawa yang terdiri dari ester alam dan sintetis.Ester-ester sintetis ini termasuk alkil
ester sederhana, ester dari alkohol aromatik, ester dari alkohol polyhidrat dan ester yang
lebih kompleks seperti selulosa dan pati.
83 | E S T E R
Metil ester asam lemak dapat ditransformasikan menjadi beberapa senyawa
kimia lain yang banyak kegunaannya dan juga sebagai bahan baku untuk sintesa lanjut
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 6.
Sedangkan fatty alcohol digunakan sebagai aditif dalam bidang farmasi dan
kosmetik(C16 – C18), sebagai pelumas dan bahan pembantu dalam pembuatan sifat
plastis (C– C), tergantung pada panjang rantai karbonnya. Sedangkan isopropil ester
juga digunakan sebagai bahan pembantu dalam pembuatan sifat plastis dan emolien.
FAME lebih lanjut digunakan dalam pembuatan ester asam lemak karbohidrat
(sukrosa polyester) yang diaplikasikan sebagai surfaktan non ionik atau minyak makan
non kalori.
Disamping itu, ester asam lemak karbohidrat juga dapat digunakan sebagai
bahan bakar alternatif pengganti atau substitusi untuk mesin diesel (biodiesel). Gliserol
sebagai produk samping dalam pembuatan etil ester juga memiliki aplikasi penting
dalam bidang kosmetik, pasta gigi, farmasi, pangan, plastik, pernis, resin alkil,
tembakau, bahan peledak dan pemrosesan sel.
84 | E S T E R
pembentukan 3- MCPD yang telah terbukti sebagai senyawa karsinogen pada hewan
percobaan. Konsumsi minyak goreng yang mengandung 3 MCPD ester secara tidak
langsung meningkatkan potensi paparan 3-MCPD dalam tubuh. Studi terbaru
menunjukkan bahwa pada minyak, senyawa ini terutama terbentuk selama pemrosesan
pada suhu tinggi, yaitu proses. Hingga kini belum ada nilai tolerable daily intake (TDI)
maksimum untuk 3-MCPD ester dalam minyak, namun 3-MCPD ester tetap menjadi
perhatian untuk industri minyak dan lemak. Saat ini diketahui nilai tolerable daily
intake (TDI) maksimum terbaru untuk 3-MCPD, yaitu 7 μg/kg berat badan.
Validasi metode analisis terdiri dari uji unjuk kerja alat, uji linearitas instrumen,
limit deteksi atau limit of detection (LOD), limit kuantitasi atau limit of quantitation
(LOQ), uji rekoveri (akurasi), ripitabilitas (presisi), dan linieritas metode. Minyak
sawit terpilih sebagai sampel yang dianalisis karena dalam beberapa penelitian
85 | E S T E R
kandungan 3-MCPD estertertinggi pada minyak goreng ditemukan dalam minyak
sawit.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel minyak sawit
komersial. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis meliputi standar internal
3-MCPD-D5 1 mg/mL dari Cambridge Isotope Laboratories Inc. (Amerika Serikat)
dan 3-MCPD dari Sigma Aldrich Chemie GmbH (Jerman) dengan kemurnian > 98 ,
serta methyl tertiary-butyl ether (MTBE), etil asetat, sodium metoksida (NaOCH3),
asam asetat glasial, phenylboronic acid atau asam fenil boronat (PBA), aseton, n-
heksana, NaCl semuanya dengan kualitas pro analysis dari Merck (Jerman), dan Milli-
Q akuades (air bebas ion). Alat-alat untuk analisis meliputi tabung reaksi tutup ulir,
gelas piala, pipet volumetrik, pipet Mohr, pipet tetes, mikropipet, vortex, vial, botol
waste, botol semprot, timbangan, pengaduk kaca, sudip, dan penangas air. Instrumen
analisis yang digunakan adalah Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS)
dengan Single Quadrupole model QP 2010 merek Shimadzu (Jepang) milik
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.
86 | E S T E R
Uji Unjuk Kerja Instrumen
Uji unjuk kerja instrumen meliputi uji linieritas alat dan limit deteksi alat serta
uji presisi waktu retensi. Uji linieritas alat dilakukan dengan menginjeksikan lima vial
larutan standar 3-MCPD yang konsentrasinya berbeda-beda. Konsentrasi 3-MCPD
yang digunakan, yaitu 0,25, 0,50, 1,00, 2,50, 5,00, dan 7,50 μg/mL larutan uji.
Pembuatan larutan standar dilakukan dengan mencampurkan larutan 3-MCPD
sebanyak 100 μL dan 2 μg standar internal 3-MCPD-D5 (dimodifikasi dari 5 μg
menurut Lanovia et al. 2014). Campuran kemudian d der vat sas dengan 250 μL reagen
PBA. Larutan selanjutnya dimasukkan pada penangas air yang bersuhu 80 °C selama
20 menit. Setelah didinginkan larutan diekstrak dengan 2 x 0,5 mL heksana
(dimodifikasi dari 1 x 3 mL menurut Lanovia et al. 2014). Larutan uji yang diperoleh
kemudian diinjeksikan ke instrumen GC-MS. Hasil pengukuran GC-MS berupa
kromatogram, yang di dalamnya mencakup hasil luas area dan waktu retensi. Hasil
pembacaan GC-MS selanjutnya digunakan untuk pembuatan kurva standar hubungan
antara rasio luas area 3-MCPD dengan 3-MCPD-D5 (sebagai sumbu y) dan konsentrasi
larutan standar (μg/mL) (sebagai sumbu x). Melalui kurva yang telah dibuat dapat
diketahui persamaan linier dan nilai koefisien determinasinya (R2). Linieritas dianggap
baik apabila memiliki R2 lebih dari 0,990. Waktu retensi dari berbagai kromatogram
(konsentrasi berbeda) dirata-ratakan serta dihitung standar deviasi (SD) dan relative
standard deviation (RSD). Keberterimaan RSD waktu retensi adalah < 2,0 (JECFA
2006).
Berdasarkan hasil penelitian, maka metode analisis 3-MCPD ester pada minyak
sawit dengan penderivatisasi phenyl boronic acid atau asam fenil boronat (PBA)
menggunakan instrumen GC-MS telah tervalidasi. Pengukuran 14 sampel minyak
sawit yang terdapat di pasaran dengan metode tersebut menunjukkan 100 sampel
positif mengandung 3-MCPD ester, pada kisaran 8,15 58,14 μg/g minyak.
87 | E S T E R
7. Pembuatan Ester 1,9-Nonanil Dilaktat Melalui Reaksi Esterifikasi Antara
Asam Laktat Dengan 1,9-Nonanadiol
88 | E S T E R
Pembuatan Natrium Laktat
Ke dalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan pendingin bola dan
tabung CaCl2, dimasukkan 0,2 mol (18 g) asam laktat dan 0,2 mol (8 g) natrium
hidroksida yang terlebih dahulu dilarutkan dalam 100 ml metanol. Campurkan
direfluks selam 1 jam sambil diaduk. Lalu hasil refluks diuapkan pelarutnya hingga
diperoleh natrium laktat. Hasil yang diperoleh diuji titik leburnya.
Ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan corong penetes dengan
pendingin bola, dimasukkan 0,1 mol (16 g) 1,9-nonanadiol. Lalu ditambahkan
pelarutCHCl3 sebanyak 100 ml. Setelah sampel larut sempurna diteteskan tetes demi
tetes 0,2 mol (23,8) SOCl2 dalam suasana pendinginan sambil diaduk dengan
pengaduk magnet. Penetesan dilakukan sampai gas SO2 dan HCl tidak terbentuk lagi.
Lalu campuran tersebut direfluks selama lebih kurang 4 jam. Hasil refluks
dirotarievaporasi untuk memisahkan pelarut CHCl3. Selanjutnya senyawa 1,9
diklorononana yang diperoleh dianalisis dengan spektroskopi FT-IR.
89 | E S T E R
sambil diaduk selama 2 jam dengan pengaduk magnet, lalu campuran direfluks selam
6 jam. Hasil refluks yang diperoleh disaring dan dirotarievaporasi, kemudian
diekstraksi degan diklorometana. Hasil ekstrak yang diperoleh dimurnikan dengan
cara kromatografi kolom. Kemudian diidentifikasi dengan spektroskop FT-IR.
90 | E S T E R
Gambar 4.10 Spektrum FT-IR 1,9–Nonanadiol
91 | E S T E R
Gambar 4.11 Spektrum FT-IR 1,9–Nonanildilaktat
8. Sintesis ester parsial poli (neopentil poliol) tertentu dan asam monokarboksilat
alifatik
Ester parsial poli (neopentil poliol) dan asam monokarboksilat alifatik (atau
asam monokarboksilat alifatik) adalah senyawa yang dihasilkan bila kurang dari semua
hidrogen hidroksil dari poli (neopentil poliol) telah disubstitusi oleh bagian asil alifatik
asam monokarboksilat (atau bagian asil asam monokarboksilat alifatik).
Campuran reaksi dijaga dalam kisaran suhu ini untuk periode waktu yang
dibutuhkan untuk esterifikasi pentaeritritol sampai batas yang diinginkan dan untuk
mengembunkan pentaeritrit kasar sebagian teresterifikasi sampai batas yang
diinginkan. Periode waktu ini dipastikan dengan mengacu pada jumlah air yang dicerna
92 | E S T E R
dari campuran reaksi oleh xilena. Bila kuantitas air yang diukur sama dengan kuantitas
teoritis air yang terbentuk bila poliol telah diesterifikasi sampai batas yang diinginkan,
ditambah kuantitas teoritis air yang terbentuk bila poliol yang diesterifikasi sebagian
telah dikondensasikan sampai batas yang diinginkan, akhir periode ini waktu telah
tercapai Kemudian, kelebihan stoikiometri dari satu atau lebih asam karboksilat atau
anhidridanya ditambahkan untuk benar-benar esterifikasi ester parsial dalam campuran
reaksi, atau kelebihan stoikiometrik dari alkohol seperti metanol ditambahkan sehingga
dapat dikonversi dengan transesterifikasi ester parsial polipentaleritritol dalam
campuran reaksi ke produk polipentaeritritol.
Singkatnya, proses penemuan ini terdiri dari pengenalan bahan poliol neopentil
tertentu, bahan asam monokarboksilat alifatik tertentu dan bahan katalis ke dalam zona
reaksi, dimana campuran reaksi terbentuk, membentuk campuran reaksi tersebut dalam
kisaran suhu di mana :
(1) esterifikasi parsial dari bahan poliol tersebut dengan bahan asam dan kondensasi
dari bahan poliol yang diesterifikasi sebagian dilakukan
93 | E S T E R
(2) secara substansial seluruh air yang terbentuk dalam esterifikasi dan eterifikasi
tersebut menguap dari campuran reaksi tersebut saat terbentuk, dan
(3) asam monokarboksilat alifatik bahan menguap dari campuran reaksi tersebut ke
campuran campuran kata tersebut dengan uap asam monokarboksilat alifatik dengan
panas yang cukup untuk meminimalkan kondensasi dan kembali ke campuran reaksi
uap air di zona reaksi di atas campuran reaksi.
Bahan poliol neopentil dari penemuan ini adalah material yang pada dasarnya terdiri
dari paling sedikit satu poliopropilena neopentil yang ditunjukkan oleh rumus struktur
C H 20H I R C R C H 20 H.
Dimana masing-masing R dipilih secara independen dari kelompok yang terdiri dari
CH C l'l dan CPI-0H. Contoh poliol neopentil tersebut meliputi pentaeritritol,
tn'metilolpropana, trimetiloletana, neopentil glikol dan sejenisnya. Dalam beberapa
perwujudan dari penemuan ini bahan neopentil glikol hanya terdiri dari poliol neopentil
semacam itu. Dalam perwujudan lainnya terdiri dari dua atau lebih poliol neopentil
tersebut.
Dalam perwujudan lain dari penemuan ini, ini mencakup dua atau lebih asam
tersebut. Contoh asam semacam itu meliputi asam alkanoat seperti, misalnya, asam C,
-C ,,, alkanoat yang meliputi asam asetat, asam butirat, asam valerat, asam kaproat,
asam enanthat, asam oktanoat, asam pelargonat, asam desanoat, laurat asam, dan
94 | E S T E R
sejenisnya. Contoh lainnya termasuk asam lemak tinggi dan campuran asam lemak
yang lebih tinggi seperti yang diperoleh dari sumber alami dan juga yang diperoleh
dengan ozonolisis asam oleat dan linoleat, oksonasi olefin, oksidasi olefin, dan
sejenisnya. Contoh asam semacam itu juga termasuk asam bercabang dan asam
terhalang seperti asam Koch.
Dalam perwujudan yang disukai dari proses penemuan ini selama reaksi
esterifikasi - reaksi kondensasi bahan asam monokarboksilat alifatik ditambahkan ke
campuran reaksi dari waktu ke waktu atau lebih disukai secara terus menerus untuk
mengganti paling sedikit sebagian dan lebih disukai secara substansial dari semua
bahan asam monokarboksilat alifatik diuapkan dari campuran reaksi.
Bahan katalis yang terlibat dalam campuran penemuan ini pada dasarnya
terdiri dari paling sedikit satu katalis esterifikasi asam. Dalam beberapa perwujudan
dari penemuan ini hanya terdiri dari satu katalis tersebut. Dalam perwujudan lainnya
terdiri dari dua atau lebih katalis tersebut. Contoh katalis esterifikasi asam meliputi
asam mineral, yang disukai terdiri dari asam sulfat, asam hidroklorida, dan sejenisnya,
95 | E S T E R
garam asam seperti, misalnya natrium bisulfat, natrium bisulfit, dan sejenisnya, asam
sulfonat seperti, misalnya , asam sulfonat benzena, asam sulfonat toluena, asam
sulfonat polistiren, asam metil sulfonat, asam etil sulfonat, dan sejenisnya,
Kuantitas bahan katalis yang ada dalam campuran reaksi adalah kuantitas
katalitik. Hal ini tergantung pada komposisi bahan katalis dan kisaran suhu reaksi.
Terlalu banyak bahan asam kuat dapat menyebabkan warna yang berlebihan pada
produk akhir, sementara terlalu sedikit bahan katalis tidak akan mendorong reaksi
kondensasi pada kisaran suhu reaksi. Direkomendasikan bila kisaran suhu reaksi
berkisar antara 170 sampai sekitar 200 ° C adalah sekitar milimeter asam sulfonat p-
toluena per mol bahan poliol neopentil atau sekitar 10 miliekuivalen asam sulfat per
mol bahan poliol neopentil.
Suhu minimum kisaran suhu reaksi dimana campuran reaksi dibuat dan dipertahankan
adalah suhu dimana reaksi esterifikasi dan kondensasi terjadi dan air yang terbentuk
dalam campuran reaksi menguap darinya, sebaiknya dengan perebusan. Suhu
maksimum umumnya kurang dari suhu dekomposisi komponen campuran reaksi, dan
lebih disukai kurang dari titik didih dalam campuran reaksi poliol neopentil. Rentang
suhu yang disukai adalah 170-200 C. Untuk alasan ini, asam alifatik pilihan
monokarboksilat adalah asam valerat, asam kaproat dan asam heptanoat.
96 | E S T E R
reaksi sama dengan jumlah air yang dihitung berdasarkan teoritis yang dihasilkan untuk
tingkat esterifikasi parsial yang diinginkan. dan tingkat kondensasi yang diinginkan,
reaksi dihentikan.
97 | E S T E R
kelembaban Barrett. Asam sulfat terkonsentrasi (1,0 w) diencerkan dengan air (2 v)
ditambahkan ke dalam campuran. Campuran reaksi yang dihasilkan dipanaskan sampai
suhu 192 C. dan dipertahankan pada suhu ini sampai 50,5 v air telah dikumpulkan
dalam perangkap kelembaban Barrett. Ini memakan waktu sekitar l.4 jam sejak asam
sulfat dimasukkan ke dalam campuran reaksi.
Bila produk ester parsial diperlakukan dengan cara konvensional dan sarana
untuk mendapatkan produk yang benar-benar solvolyzed atau alcoholyzed, analisis
kromatografi fase uap khas dari produk tersebut adalah: pentaeritritol, dipentaeritritol,
tirpentaeritritol dan tetrapentaeritritol pada rasio berat 35: 38: 1928. Bila produk ester
parsial diperlakukan dengan cara konvensional dan sarana untuk mendapatkan produk
polipentaerititrilol yang benar-benar esterifikasi, produk yang dihasilkan berguna,
misalnya sebagai stok dasar untuk pelumas sintetis. Dengan cara yang sama, produk
ester parsial lainnya diperoleh dari poliol neopentil lainnya dari penemuan ini dan asam
monokarboksilat alifatik dari penemuan ini. Suatu ciri keuntungan dari proses
penemuan ini adalah tidak adanya zat pengumpul air yang diikat dari reaktan.
Fitur lain, kelebihan, dan perwujudan khusus dari penemuan ini akan menjadi
jelas bagi mereka yang menggunakan keterampilan biasa dalam bidang ini setelah
membaca pengungkapan terdahulu. Perwujudan khusus ini berada dalam lingkup
penemuan ini. Selain itu, sementara perwujudan khusus dari penemuan ini telah
98 | E S T E R
dijelaskan dengan sangat rinci, variasi dan modifikasi dapat dilakukan tanpa
meninggalkan semangat dan lingkup seperti yang diungkapkan dan diklaim.
Bahasa yang pada dasarnya terdiri dari seperti yang digunakan dalam
spesifikasi ini tidak memasukkan zat yang tidak layak pada suatu konsentrasi yang
cukup untuk mempengaruhi secara substansial sifat dan karakteristik esensial dari
komposisi bahan yang didefinisikan, sambil mengizinkan adanya satu atau beberapa
zat yang tidak dapat direproduksi pada konsentrasi yang tidak mencukupi pada
mempengaruhi sifat dan karakteristik penting.
1. Dalam proses pembuatan poli (neopentil poliol) yang diesterifikasi sebagian, yang
meliputi pengenalan bahan poliol neopentil, bahan asam monokarboksilat alifatik dan
jumlah katalitik bahan katalis asam ke dalam zona reaksi, dimana campuran reaksi
terbentuk, kata neopentil bahan poliol yang pada dasarnya terdiri dari paling sedikit
satu poliol neopentil . Dimana masing-masing R dipilih secara bebas dari kelompok
yang terdiri dari CH C 11 dan CH OH, kata bahan asam monokarboksilat alifatik yang
pada dasarnya terdiri dari paling sedikit satu asam monokarboksilat hidrokarbon
alifatik, dan bahan katalis asam yang pada dasarnya terdiri dari pada paling sedikit satu
katalis esterifikasi asam, perbaikan dimana konsentrasi awal bahan asam
monokarboksilat alifatik tersebut dalam campuran reaksi tersebut adalah seperti
memberikan rasio mol awal gugus karboksil terhadap gugus hidroksil dalam campuran
reaksi dalam kisaran dari sekitar 0,25: 1 sampai sekitar 0,5: l dan, sementara campuran
reaksi tersebut dibuat dan dipertahankan pada -200 ° C, uap asam monokarboksilat
alifatik dan uap air ditarik dari zona reaksi tersebut.
2. Suatu proses menurut klaim 1, dimana bahan poliol neopentil tersebut pada dasarnya
terdiri dari pentaeritritol. Bahan asam monokarboksilat alifatik diuapkan dari campuran
reaksi tersebut. Dimana bahan asam monokarboksilat alifatiknya tidak larut dalam air,
uap air dan uap asam monokarboksilat alifatik yang ditarik dari zona reaksi tersebut
99 | E S T E R
dikumpulkan dan dikondensasi, dan bahan asam monokarboksilat alifatik dipisahkan
dari kondensat dan dikembalikan untuk campuran reaksi tersebut.
100 | E S T E R
distilasi terus menerus dari air yang terbentuk selama reaksi interkondensasi. Setelah
massa reaksi didinginkan, diencerkan dengan air dan zat pemutih yang dimasukkan
ke dalam media reaksi, suhu dipertahankan di bawah 100 C. untuk jangka waktu yang
cukup untuk memutihkan produk, kemudian disaring. Waktu pemutihan dapat
bervariasi dalam rentang yang luas namun umumnya antara sekitar satu setengah jam
dan 24 jam. Produk yang diperoleh adalah produk yang tidak hanya dikelantang tetapi
yang secara substansial telah menghilangkan bau tak diinginkan.
Katalis alkali adalah katalis konvensional yang digunakan dalam reaksi ini
seperti natrium hidroksida, kalium hidroksida, logam alkali alkoholat, natrium asetat,
oksida logam, dan lain-lain, dan dipekerjakan dalam jumlah sampai sekitar 2%.
Dengan menggunakan suhu yang lebih tinggi dan waktu reaksi yang lebih lama,
penggunaan katalis dapat dihilangkan. Meskipun sangat penting bahwa reaksinya
berlangsung di atas 100 C yaitu untuk mempertahankan kisaran suhu antara sekitar
100 C dan 300 C. dan biasanya berkisar dari 200 sampai 270 C.
Jumlah air untuk ditambahkan ke dalam poligliserol yang telah terbentuk
dapat bervariasi pada rentang yang luas dari sekitar sepertiga sebanyak poligliserol
yang terbentuk selama reaksi sampai kira-kira kali jumlah poligliserol yang terbentuk
selama reaksi, namun umumnya berada dalam kisaran sekitar 50% sampai 100% dari
jumlah poligliserol yang terbentuk dalam reaksi. Jumlah zat pemutih dapat bervariasi
antara sekitar 1 dan 15% dan sebaiknya antara 1 dan 5%. Bahan pemutih yang disukai
adalah karbon hitam meskipun bahan pemutih padat lainnya seperti lempung
teraktivasi, tanah pemutih, dan lain-lain dapat digunakan. Agen pemutih cair seperti
hidrogen peroksida, sodium hipoklorit, dan sebagainya, dapat digunakan secara
terpisah atau dapat ditambahkan bersamaan dengan agen pemutih padat. Bila bahan
pemutih cair digunakan sendiri, hasil yang diperoleh tidak memuaskan seperti ketika
agen pemutih padat dipekerjakan. Suhu selama operasi pemutihan dijaga di bawah
100 ° C dan umumnya berkisar dari kira-kira sampai C
101 | E S T E R
Dalam melaksanakan proses yang dijelaskan di atas, telah ditemukan bahwa
dengan menghubungkan perubahan dalam nilai droksil Degradasi hibrid dan
viskositas poligliserol karena niolek ular hidroksil terbentuk selama reaksi
berlangsung, reaksi Polyglycel ' Nilai 7018M dapat dihentikan pada titik mana pun
tergantung pada depi iyeemi 126 1.352 gree polimerisasi yang diinginkan. Sesuai
dengan prosedur ini, poligliserol berkisar dari digliserol (2 radikal gliserol) sampai
triacontagliserol (30 radikal gliserol) ff 'l s36 941 atau lebih tinggi dapat terbentuk.
Ini akan dicatat dari Tabel Omgliserol 33% I dan IA di bawah dan Gbr. 1 bahwa
sebagai rantai polimer 5 2st; panjang meningkat, konstanta seperti berat molekul dan
Dqdecaglycml 33g 6 viskositas juga meningkat, sedangkan nilai hidroksil de l
eeaglycerol 980 85 1D 1 Tetraglycerol 1,054 852 lipatan. Dalam kaitannya dengan
komposisi unsur poligliserol contoh (lgIctadgeaglyct-i'oli 1,350 831 011a ecaglycero
1,424 828 dapat menyebabkan penurunan kadar karbondioksida; disiapkan dalam
jumlah yang baik, sifat kimia dan mengkorelasikan propenserolerolerol 1,5 72 s21 MI
IA d Docosagliserol "1.040 818 erties dengan sifat yang ditunjukkan pada Ta es a
'pmosagiyw-atau 1.120 1 Gbr. Misalnya, jika seseorang menginginkan 2
Tetracosaglycemh.
102 | E S T E R
Demikian juga, jika seseorang ingin membuat atau menggunakan reaksi
transesterifikasi dengan menggunakan contriacontaglycerol, prosedur yang sama akan
dilakukan katalis transesterifikasi transesterari. Entah parsial atau keluar dan sifat
produk reaksi yang ditentukan secara berkala sampai ditemukan memiliki nilai
hidroksil dalam kisaran nilai hidroksil teoritis 802 dan viskositas pada kisaran sekitar
9.800 centistok pada 150 F. Dengan demikian akan menjadi Terlihat bahwa dengan
menghubungkan viskositas Dengan nilai hidroksil, seseorang dapat menghasilkan
hampir semua poligliserol yang diinginkan yang memiliki antara 2 dan 30 gliserol
radikal. Sifat lain seperti indeks bias dan berat jenis juga dapat digunakan untuk
menentukan titik akhir reaksi, terutama bila produk yang diinginkan adalah
poligliserol dari sekitar 8 radikal gliserol atau kurang. Kami telah menemukan bahwa
seiring dengan bertambahnya panjang rantai polimer di atas sekitar 8 radikal gliserol,
indeks bias dan berat jenis mencapai asimtot dan tidak dapat diandalkan untuk
menentukan titik akhir reaksi.
Produk yang benar-benar esterifikasi dapat diperoleh tergantung pada rasio
asam lemak yang digunakan dalam reaksi. Dalam pembuatan produk industri, kami
merasa lebih mudah dan lebih bijaksana untuk menyiapkan ester dengan
transesterifikasi daripada metode esterifikasi langsung. Hal ini terutama terjadi
dimana asam lemak campuran dari minyak tertentu diinginkan. Kami telah
menemukan bahwa transesterifikasi menghasilkan hasil yang diinginkan baik secara
ekonomi maupun mudah. Tabel II di bawah menyajikan tabulasi beberapa ester
poligliserol khas yang dibuat dengan transesterifikasi minyak gliserol yang
mengandung asam lemak campuran dan masing-masing poligliserol. Baik panjang
rantai poligliserol maupun jenis minyak yang digunakan mempengaruhi reaksi halus.
Lemak atau minyak yang tepat direaksikan dengan jumlah yang tepat dari poligliserol
yang tepat untuk mendapatkan ester poligliserol yang diinginkan.
103 | E S T E R
Dengan demikian produk dapat dibuat sesuai dengan proses yang dijelaskan
di atas yang akan mencakup keseluruhan rentang karakteristik hidrofilik-lipofilik.
Ester-ester poliglikerol ini dapat merupakan ester yang diesterifikasi sebagian atau
seluruhnya dan bergantung pada panjang rantai molekul poligliserol, dapat padat atau
cair; jenuh atau tak jenuh; alifatik atau aromatik; ester asam polikarboksilat
monodior; mono-, poliester dior dari poligliserol; ester asam tunggal atau campuran;
berat molekul tinggi atau rendah; air atau minyak larut. Asam panjang rantai pendek
dan menengah umumnya memberikan ester yang dapat larut dalam air sedangkan
asam panjang rantai panjang umumnya memberikan ester yang dapat terdispersi air
bila mono dan ester dari poligliserol terbentuk. Karena jumlah hidroksil semakin
teresterifikasi, produk yang terbentuk menjadi lipofilik progresif dan pada dasarnya
larut dalam minyak dalam semua proporsi.
104 | E S T E R
20% air dengan menggunakan prosedur produksi reguler. Dalam satu pengisian,
pemendekan yang digunakan adalah pemendekan komersial biasa yang
direkomendasikan untuk pengisi. Untuk yang lain, pemendekan disiapkan
mengandung pentaglycerolmonooleat dan disiapkan secara khusus mono dan di-
gliserida dari lemak nabati. Pengisian yang mengandung pemendekan emulsi biasa
memiliki berat jenis 0,6 sedangkan pengisian yang mengandung ester poligliserol
memiliki berat jenis 0,50. Kedua tambalan tersebut disimpan dalam inkubator di F.
selama 48 jam. Pada akhir masa ini, pengisian yang berisi pemendekan emulsi biasa
kehilangan konsistensi krimnya dan telah sangat terpisahkan, Sedangkan pengisian
yang berisi shortening yang disiapkan dengan ester poliglikerol mempertahankan
konsistensi krimnya dan tidak dipisahkan.
Bila ester poligliserol dibuat dari minyak jenuh atau asam fatt yang benar-
benar atau hampir benar-benar jenuh, maka produk yang dihasilkan tampaknya sangat
105 | E S T E R
sesuai untuk krim, salep, pasta kental, dan lain-lain. Jenis produk ini juga sangat
sesuai di mana umur simpan pada suhu tinggi diperlukan untuk emulsi terlepas dari
seberapa tebal atau tipisnya fluiditasnya.
106 | E S T E R
Kue tepung 300 Gula 390 Garam 10 Bubuk susu skim 30 Bubuk roti 18 740 bagian di
atas dicampur dengan 150 bagian air dingin, 109 bagian lemak gliserida dan 11
bagian ester di atas dalam alat pencampur yang sesuai, dan setelah itu 120 bagian dari
air dan 200 bagian telur ditambahkan beberapa menit. Adonan kemudian dipanggang
selama 22 sampai 25 menit pada sekitar 350 P.
Rumusnya dapat dibuat sebagai berikut: Panaskan fasa minyak dan air secara terpisah
sampai 165 F. Tambahkan air ke fase minyak dengan agitasi menyeluruh: Keren
dengan pencampuran dan homogenkan.
Rumus di atas adalah unik karena ini adalah dasar salep apikal pharmaceu yang
seluruhnya terdiri dari produk edible dari sayuran.
Sudah diketahui bahwa pengemulsi mengganggu bakteriostat tipe bis-fenol atau alkil
parahidroksibenzoat. Percobaan yang menggunakan zona uji inhibisi dilakukan untuk
membandingkan beberapa ester poligliserol dengan surfaktan non-ionik lainnya. Tes
ini dijalankan dengan menggunakan larutan alkohol heksaklorofen 0,5% 0,5% dengan
delapan pengemulsi berbeda pada konsentrasi sampai 2%. Organisme uji meliputi dua
bakteri gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas seruginosa) dan jamur
(Aspergillus niger). Hasil tes ini ditunjukkan di bawah ini:
Formulasi khas yang menggunakan ester poligliserol dan bakteriostat adalah sebagai
berikut:
107 | E S T E R
Krim deodoran (jenis lenyap) (A) Persen Dekagliserol dekalinoat
Dekagliserol monolaurat Isopropil miristat Asam asetat Asam stearat T.P. 1
Spermaceti G-ll WNW-pNNt- Gliserin 4 Air 66.5 Parfum dan pengawet q.s.
Rumusnya dapat dibuat sebagai berikut: Panaskan A dan B secara terpisah sampai
170 F. Tambahkan A ke B dengan agitasi menyeluruh. Dinginkan sampai 120 F.,
tambahkan parfumnya; lanjutkan pendinginan dengan agitasi sampai F.
Ester-ester poligliserol juga dapat digunakan sebagai bahan pembentuk gel untuk
minyak mineral, minyak bumi dan glikol. Stearat telah terbukti sangat efektif untuk
penggunaan ini. Misalnya, decaglycerol monostearate akan melapisi minyak mineral
dan gel yang dihasilkan dapat segera dibilas dengan Air. Dekagliserol lainnya yang
stearat dari tristearat di atas adalah lilin dan sesuai untuk digunakan dalam tablet
seperti pelapis, pelumas, dan lain-lain. Bahan seperti dekagliserol tristearat dan
poligliserol oleat juga direkomendasikan untuk wahana penguat diri. Penambahan
heksagliserol monooleat ke minyak mineral akan menghasilkan minyak bening yang
mudah dibilas dari tangan dengan Air. Ester lain seperti decaglycerol tetraoleate
dapat digunakan dengan cara yang sama dengan minyak sayur.
108 | E S T E R
decaglycerol dodecapelargonate dan hexaglycerol 'octacaprylate. Dioktophalat yang
digunakan sebagai kontrol, lebih rendah daripada ester-ester poligliserol di atas.
Anggota lain dari rangkaian homolog ester poligliserol yang benar-benar esterifikasi
seperti heksagliserol oktilakrilat, heksagliserol oktkapelonononon, dekagliserol
dodekakaprilat atau pelarutonagulan decagliserol ditemukan sebagai pelumas suhu
tinggi yang sangat baik yang sesuai untuk penggunaan otomotif dan penerbangan.
High termal dan E. 0022 'P3. aeroginosa A. niger Konsentrasi emulsifier yang
digunakan Emulsifier:
POE sorbltan mono oleate 7 8 POE sorbitan mono laurate. 5 POE (39) stearat POE
(23) lauryl alcohoL. Decaglycerol mono oleate 10 12 10 3 2 6 6 6 Deeagliserol mono
laurat 15 15 10 5 3 2 6 8 7 Deeagliserol monopalmitat 12 8 10 5 2 1 6 6 7
Hexagliserol mono oleat l 20 10 5 1 9 7 3 1 N o presipitat terjadi dalam alkohol pada
konsentrasi pengemulsi ini.
Norm-Semua tes dijalankan menggunakan larutan G-11 0,5% dalam
alkohol, dan dan angka menunjukkan zona penghambatan dalam mm.
11 stabilitas oksidatif ditambah dengan viskositas yang sesuai pada berbagai suhu
membuat ester semacam itu sesuai untuk kondisi kaku dan parah yang luar biasa yang
dihadapi dalam aplikasi tersebut.
109 | E S T E R
Grease yang dibuat dari polieterol tersebut selesai. Kami juga menemukan
ester poligliserol tertentu menjadi ester saat diuji dengan bahan dasar asam
dikarboksilat standar untuk reaksi dengan isosianat untuk membentuk ester glikol
minyak pelumas minyak bumi yang menunjukkan busa uretan yang lebih baik.
Poligliserol ini juga menghilangkan stabilitas tubuh, kekuatan dan geser pada jenis
kebutuhan terakhir untuk agen penghubung silang. Uretan busa dari senyawa sangat.
Di daerah penggunaan beberapa oleat atau ester lemak ini, berat molekul tinggi
dimungkinkan melalui oksidasi poligliserol sehingga memberi mobilitas lebih besar,
polimerisasi parar termal dari ikatan rangkap terutama saat menyiapkan gemuk jenis
litium. Masih asam lemak yang digunakan dalam ester tersebut. anggota lain dari
rangkaian homolog dari poligliserol Busa poliuretan ini dapat dibentuk oleh ester-
ester seperti trigliserol pentakaprilat atau trigliserol dengan metode konvensional
dimana uretra propentaisopentanoat bila diformulasikan menjadi irisan sintetis.
Misalnya, tergantung pada jenis lapisan poliester untuk nilon, tunjukkan
busa uretan yang sangat bagus yang diinginkan, bahan awal dan karakteristik pelumas
poligliserol serta stabilitas termal dapat digunakan per se atau dapat bereaksi dengan
berbagai warna dan baik bila dikenai. ke suhu untuk alkilena oksida seperti etilena
oksida atau butilena oksida, yang memproses serat nilon. Sebaliknya, minyak
mineral, monoetol, berbagai asam tak-jenuh atau minyak untuk menghasilkan ester
alkohol prodor di-hidric lebih rendah tidak hanya pada lubrinot yang memiliki
bilangan hidroksil yang diinginkan. Karakteristik polyeating ini namun dalam
stabilitas termal, produk gliserol gliserol kemudian dapat direaksikan dengan
karakteristik isosianat dan asap dan stabilitas warna. seperti toluena diisosianat untuk
membentuk poliester yang diinginkan. Masih ada anggota lain dari rangkaian
comasethane homolog. Formulasi tipikal untuk memproduksi ester poligliserol yang
diesterifikasi secara setengah jadi seperti busa poliuretan kaku trigliserol adalah
sebagai berikut: isooecanate, hexaglycerol octaacetate atau decaglyceiol 2-r Bahan
Berat (dalam gram) etil butirat digunakan pada permukaan polimer seperti 2.)
110 | E S T E R
Decaglyceiol tetraoleate polyethylene and found to be quite sultable as
slipping (hydroxyl No. 264.3) 100 agents and mcreasmg the surface lubricatlon of the
poly- Water 3 6 mer setting. ""5 u When paint and dye pigments were ground and
disig g i i i gggg persed in such complete polyglycerol esters as triglycerol stannoiils
octoat 4 Z-methylpentanoate or triglycerol acetate on a 3-roll paint Silic (L 8 1 d mill,
it was found that such esters were able to wet out one and carry much higher amounts
of the pigment or dye Polyglycerol esters may also be halogenated so that they than
the customary dye esters used for this purpose. This may be used by themselves or in
conjunction with other wetting and dispersing characteristic may be utilized to
materials to produce a flameproof or flame retardant good advantage in the printing
ink, paint and allied fields. urethane foam.
Ester-ester poligliserol parsial yang dibuat dari mono-, di- Halogenasi dapat
dilakukan dengan asam lemak konvensional dan tak jenuh ganda telah ditemukan
sebagai prosedur untuk membentuk senyawa yang secara khusus memuaskan untuk
digunakan dalam area seperti formula adhegenerik: sives, cat, dan pernis, mantel
pelindung, uretan CHZORCHORCHZO [CHZ CHOR emulsi busa, disperslons dan
banyak bidang lainnya. Thls CH CH CHORCH ATAU utilitas diyakini disebabkan
oleh ikatan ganda ganda 2 n 2 serta hidroksil bebas dari poligliserol dimana R adalah
radikal yang dipilih dari kelompok tersebut karena penggunaan sebagai kelompok
fungsional atau sebagai pereaksi untuk hidrogen , halogen, radikal asil dari
karboksilat produksi turunan lainnya. Sifat ini dapat mengandung asam antara 2 dan
24 atom karbon dan halobe yang terlihat dari data pada Tabel VII di bawah ini yang
menunjukkan radikal asil terdahulu dari asam karboksilat yang memiliki sifat fisik
dari beberapa ester poligliserol khas 2 dan 24 atom karbon dan paling sedikit satu dari
kata yang telah ditemukan sangat sesuai pada kelompok IR adalah senyawa yang
dipilih dari grup conpaint dan varnish, dan industri uretana. sosis halogen tersebut
dan kata radikal asil.
Satu atau lebih gugus hidroksi dari poligliserol atau ester parsial poligliserol dapat
diganti dengan gugus amino. Dengan cara ini turunan amino yang dihasilkan dapat
111 | E S T E R
mengalami reaksi karakteristik amina atau alkohol. Derivat semacam itu sesuai untuk
zat antara kimia, zat pengemulsi dalam pembuatan resin dll.
Bahan adisi alkilena oksida dapat dibentuk melalui reaksi dengan ester
parsial polibliserol dan senyawa tersebut telah ditemukan sangat sesuai untuk
digunakan sebagai pengemulsi, dalam aplikasi yang dapat dimakan, surfaktan, agen
anti-statis tekstil, dan aplikasi industri lainnya.
Komposisi asam hidroksi dapat dibentuk dengan ester poligliserol dan
senyawa tersebut telah ditemukan sangat sesuai untuk digunakan sebagai pengemulsi
baik pada makanan yang dapat dimakan maupun dalam aplikasi industri. Aduk-aduk
hidroksi ini memiliki rumus generik berikut:
Dari gugus R tersebut adalah radikal asil dari asam hidroksi karboksilat dan dimana n
adalah bilangan bulat dari 0 sampai 28. Di antara asam hidroksi karboksilat yang
dapat direaksikan dengan poligliserol adalah: asam alfa-hidroksi-monokarboksilat
seperti asam laktat; asam beta-hidroksi dikarboksilat seperti asam malat; Asam alpha-
beta dikarboksilat seperti asam tartarat; asam beta-hidroksi-tricarboksilat seperti asam
sitrat; asam beta-hidroksi-monokarboksilat seperti asam beta-hidroksi-butirat.
Misalnya ester parsial poligliserol yang ditetapkan dalam Tabel III di atas telah
direaksikan dengan satu atau lebih mol asam hidroksi seperti laktat, sitrat dan tartrat.
112 | E S T E R
Bila teoritis 4 mols. Dari air reaksi telah diperoleh, campuran didinginkan dengan
cepat sementara diselimuti dengan gas inert. Produk yang dihasilkan adalah cairan
kental dengan warna kuning dan bau tajam.
Contoh 2 Pembuatan pentagliserol tetraoleat 816 bagian pentagliserol yang
dimurnikan dari Contoh 1 dicampur dengan 2240 bagian berat asam oleat dalam
bejana reaksi yang sesuai yang diperlengkapi seperti biasa untuk reaksi esterifikasi.
Suhu reaksi dipertahankan antara 190 dan 215 C. untuk jangka waktu yang cukup
lama sampai nilai asam lemak bebas turun menjadi 9,6. Produk dicuci dengan air
garam, dikelantang, disaring dan dikeringkan. Tetraoleat murni pentagliserol
memiliki kadar asam lemak bebas 9,6, nilai hidroksil 121,9, dan jumlah saponifikasi
162,1.
Contoh 3 Pembuatan trigliserol distearat Trigliserol yang dibuat seperti
yang dijelaskan pada Contoh 1 dengan jumlah 900 bagian berat dicampur dengan
2240 bagian asam stearat. Suhu reaksi dipertahankan pada 185 sampai 215 C. sampai
nilai asam lemak bebas turun menjadi 1,8. Produk dimurnikan seperti yang dijelaskan
pada Contoh 1.
Contoh 4 Tetraglycerol yang dibuat dengan proses Contoh 1 dalam jumlah
1884 bagian berat dicampur dengan asam oleat dalam jumlah 1680 bagian dan
direaksikan dengan cara biasa pada kisaran suhu antara 195 sampai 220 C. sampai
Nilai asam lemak bebas turun menjadi 2,3. Produk dimurnikan seperti yang
dijelaskan pada Contoh 2.
Contoh 5 Pembuatan oktagliserol monostearat 224-0 bagian berat
oktagliserol dicampur dengan 1120 bagian asam stearat dan reaksinya terjadi pada
190 sampai 205 C. untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga nilai asam lemak
bebasnya turun menjadi 1,6. Produk kemudian dimurnikan seperti yang dijelaskan
pada Contoh 1.
Contoh 6 Pembuatan poligliserol diasetat 1 mol pentagliserol dikelantang
dicampur dengan 2 mol anhidrida asetat dan campuran dipanaskan selama 30 menit
pada 130 sampai 150 ° C di bawah total refluks. Suhu dikurangi menjadi 120 C.,
113 | E S T E R
vakum penuh diaplikasikan selama 30 menit untuk menghilangkan 2 mol asam asetat.
Produk ini disempurnakan dan dikelantang. Ini adalah cairan kuning pucat yang
berbau hambar; itu memiliki f.f.a. 0,3, jumlah saponifikasi 235,7, nilai hidroksil
643,9, dan indeks bias Butyro pada 60 C. dari 62,4.
Contoh 7 Pembuatan ester lemak pentaglycerol asetilasi Campuran dibuat
dari 1 mol ester lemak pentaglycerol dan 1 mol anhidrida asetat. Ini dipanaskan
selama 30 menit di bawah total refluks pada 130 sampai 150 C. Satu mol asam asetat
dilucuti pada suhu 120 ° C selama vakum penuh selama 30 menit. Produknya adalah
pasta kuning muda yang berbau hambar. Ini memiliki f.f.a. dari 2,1, nilai hidroksil
217,6 dan nilai yodium 33,7 dan indeks bias Butyro pada 60 C. dari 51,9
Contoh 8 Pembuatan ester minyak jagung pentagliserol Campuran dibuat
dari 1800 bagian minyak jagung dan sejumlah pentagliserol yang dikelantang dengan
katalis basa. Ini dipanaskan di bawah selimut nitrogen sampai 250 ° C di bawah 30
mm. vakum, suhu tersebut dipertahankan selama 15 menit, gliserin dilepaskan di
esterinterchange yang disuling. 0,8% asam fosfat ditambahkan dengan hati-hati dan
massa didinginkan dengan cepat sampai 100 C. Produk dikelantang dan disaring.
Hasil ester adalah cairan kuning pucat yang berbau hambar. Ini memiliki f.f.a. 2,8,
jumlah saponifikasi 133,2, dan nilai hidroksil 312,9.
Contoh 9 Pembuatan triacontagliserol 2785 gram gliserin 99% dan natrium
hidroksida 1,0% dipanaskan sampai sekitar 235 C. pada 200 mm. tekanan. Reaksi
dipertahankan pada kondisi ini sampai 550 gram air teoritis telah berevolusi. Pada
titik ini reaksi diperlambat dengan pendinginan sampai sekitar 225 C. dan produk
reaksi diambil sampelnya pada interval 15 menit untuk nilai hidroksil. Bila nilai
hidroksil mendekati 803 massa reaksi didinginkan untuk menghentikan reaksi pada
sekitar 100 C. di bawah selimut nitrogen. Produk yang dihasilkan diencerkan dengan
200% berat air dan karbon aktif 10%, dan dikelantang dalam pengadukan selama
sekitar 30 menit pada 80 sampai 100 C. Produk disaring vakum dan kemudian
dikeringkan dengan vakum untuk menghilangkan air. Produk akhir memiliki nilai
hidroksil 802,8 dan viskositas pada 150 F. dari 9800 centistokes.
114 | E S T E R
Contoh 10 Pembuatan tetradecaglycerol 1297 gram gliserin 99% dan 14
gram natrium hidroksida dibebankan ke dalam labu 5 liter yang dilengkapi dengan
agitator mekanik, termometer, kolom, dan selimut nitrogen. Kadar reaksi dipanaskan
sampai kira-kira 260265 C., mempertahankan suhu kepala di bawah C. Bila teoritis
243 gram air reaksi telah berevolusi, muatan reaksi didinginkan sampai sekitar 250 C.
dan sampel pada interval 15 menit untuk nilai hidroksil . Bila nilai hidroksil
mendekati 846, reaksinya dihentikan dengan mendinginkan sampai 100 C. di bawah
selimut nitrogen. Produk reaksi diencerkan dengan 100% berat air. Karbon aktif
dalam jumlah 10% berat ditambahkan ke produk yang dilarutkan. Produk
dikelantang, vakum disaring dan dikeringkan dengan cara biasa. Produk akhir
memiliki nilai hidroksil 854 dan viskositas 4893 centistokes pada 150 F.
115 | E S T E R
liter, dilengkapi dengan agitator, di bawah selimut nitrogen. Biaya reaksi dipanaskan
sampai sekitar 190 ° C atau sampai air esterifikasi berevolusi; kemudian perlahan
dipanaskan sampai sekitar 250 sampai 255 ° C menjaga suhu kepala di bawah 105 C.
5 gram asam fosfat 85% yang dilarutkan dalam 5 gram air ditambahkan secara hati-
hati ke muatan reaksi bila suhu kepala di bawah 100 C. Vakum (200 mm) tekanan)
diperkenalkan dan dipertahankan sampai kadar asam lemak bebas turun di bawah 2,0
persen. Pada titik ini, muatan reaksi didinginkan sampai sekitar 180 ° C, uap
dihilangkan pada 5 mm. tekanan selama sekitar 2 jam; dikelantang dengan karbon
dan vakum disaring pada sekitar 80 C. Produk akhir memiliki asam lemak bebas
(f.f.a.) 0,5; jumlah hidroksil 260,4; nilai saponifikasi 123,2.
Contoh 13 Persiapan triacontagliserol dotriakontasetat 1120 gram
triacontagliserol (0,5 mol) dan 14 gram asam fosfat pekat (untuk menetralkan katalis
dalam triakontagliserol) dibebankan ke dalam labu 5 liter yang dilengkapi dengan
agitator mekanis, kolom refluks, di bawah selimut nitrogen. Biaya reaksi dipanaskan
sampai sekitar 90 sampai 95 C. dengan agitasi. 1735 gram anhidrida asetat (17 mol-1
mol) ditambahkan ke muatan reaksi secara perlahan karena reaksinya eksotermik.
Reaksi dipertahankan pada total refluks sekitar 130 sampai 135 ° C selama sekitar 2
jam. Produknya deodorized, dikelantang, dan disaring dengan cara biasa. Produk
akhir memiliki f.f.a. = 0,13; Nilai OH = 2,4, Sap. # = 494,7; dan warna = 5 (Gardner)
dan nilai warna Gardner 8.
116 | E S T E R
akhir memiliki f.f.a. = 2,9; bilangan hidroksil (nilai OH) = 325,4; nilai saponifikasi
(Sap. #) == 107,6, dan warna 7 (Gardner).
117 | E S T E R
Uraian Lengkap Penemuan Sesuai dengan proses transesterifikasi dari
penemuan ini, dilakukan dengan adanya katalis transesterifikasi dasar yang biasa atau
yang diketahui pada suhu dari 100 sampai 170 ° C dan pada tekanan dalam kisaran dari
sekitar 0,1 sampai sekitar 500 mm. Hg, pilihan suhu yang digunakan mendikte tekanan
di dalam distilasi rentang tersebut dari hasil samping alkohol yang dihasilkan. Maju
yang disukai adalah dari 130 sampai 160 ° C dan tekanan yang disukai adalah dari 1
sampai 15 mm. HG. Waktu reaksi bukanlah aspek penting dari penemuan ini selain
dari "determinatif terhadap persentase hasil yang diperoleh. Secara umum, berkisar
antara 3 sampai 24 jam, kebanyakan kondisi reaksi telah berjalan dalam waktu sekitar
5 sampai jam.
Ester asam lemak yang disukai untuk proses penemuan ini meliputi alkil ester
rendah dari asam lemak jenuh atau tak jenuh atau asam lemak hidroksi yang memiliki
12-18 atom karbon. Contoh ester asam lemak yang penting terutama meliputi metil,
etil, propyLhydroxypropyl, dan gliserol ester dari laun'c, myristic, palmitic, stearic,
hydroxy stearic, o1eic, "ricinenic, linoleic and ricinoleic. Selain itu, ester asam lemak
hadir dalam talloil, Minyak kelapa dan minyak kedelai sangat diminati oleh sudut
pandang identitas produk.
118 | E S T E R
lemah, hidroksida logam alkali dan alkali alkohol turunan alkanol rendah. Katalis dasar
yang disukai adalah potasium karbonat.
Rasio molar gula terhadap ester asam lemak yang digunakan dalam
penemuan ini berkisar antara sekitar 0,5 dan 3 mol gula sampai 1 mol ester asam lemak.
Rasio yang disukai adalah dari sekitar 0,8 sampai sekitar 1,2 mol gula per mol ester
lemak ester yang digunakan.
Produk ester gula dari penemuan ini terdiri dari campuran ester. Bergantung
pada pilihan rasio reaktan, ester asam lemak ester dan katalis yang digunakan,
campuran ini terdiri dari pemantau mono dan dalam proporsi yang bervariasi,
monoester menjadi produk utama yang hadir. Bergantung pada pilihan reaktan,
rasionya dan kondisi reaksi lainnya, hasil "yang diperoleh, berdasarkan monoester,
berkisar dari sekitar 60 sampai teori.
Seperti yang diketahui oleh mereka dalam bidang ini, ester gula dari jenis
yang dihasilkan oleh penemuan ini berguna sebagai pengemulsi biologis yang dapat
dikurangkan dalam pengolahan makanan, industri farmasi dan kosmetik.
119 | E S T E R
Contoh berikut dimaksudkan untuk menggambarkan penemuan ini namun
tidak membatasi lingkupnya. Presentasi yang dimaksud di dalamnya adalah berat dan
suhu berada dalam derajat celcius.
CONTOH 1 34,2 g. (0,1 mol) sukrosa, 29,9 g. (0,1 mol) metil stearat dan 4,5
g. kalium karbonat dipanaskan dengan diaduk sampai 15 mm. Hg, dengan sekitar 3 g.
penyulingan metanol selama. 8 jam.
Campuran reaksi yang dihasilkan yang mengandung, selain dari gula stearat,
gula yang tidak bereaksi, metil stearat, kalium karbonat dan kalium stearat, direbus
dengan 200 "cc methylethil keton setelah penambahan 4 cc asam asetat glasial (untuk
mengubah kalium stearat ke dalam asam stearat), dan sementara gula panas dan kalium
asetat yang tidak terlarut disaring dengan isap. Saat pendinginan, gula stearat dalam
bentuk bubuk coklat muda yang diendapkan dari filtrat. Hasil: 42 g. ('= 69% dari
teoritis mengacu pada sukrosa monostearate).
120 | E S T E R
g. metanol disuling. Setelah mendidih produk kasarnya, dengan 200 cc. metil-etil keton
dan 4 cc. asam asetat glasial, diperoleh produk kasar dari mana 70,2 g. sukrosa distearat
(= 80% teoritis) yang memiliki nilai saponifikasi 128 dapat diisolasi.
Jika 1,2 propanediol monostearat dari contoh ini diganti dengan 0,1 mol 1,2-
propanadiol monooleat (43,1 g.), Suatu sukrosa oleat yang memiliki sifat-sifat serupa
diperoleh.
1. Proses pembuatan gula. ester dengan transesterifikasi gula dengan ester asam lemak
yang terdiri dari pemanasan campuran yang terdiri dari jumlah katalitik katalis
transesterifikasi dasar, dari sekitar 0,5 sampai sekitar 3 mol gula yang dipilih dari
kelompok yang terdiri dari sukrosa, trehalosa dan raflinose dan 1 mol ester asam lemak
yang merupakan alkil ester rendah dari asam lemak jenuh atau tak jenuh atau asam
lemak hidroksi yang memiliki 12 sampai 18 atom karbon pada suhu dari 100 sampai C
dan pada tekanan dalam kisaran dari sekitar 0,1 sampai sekitar 500 mm Hg ke distilloff
menghasilkan produk sampingan alkohol dan memulihkan ester gula yang dihasilkan.
2. Proses klaim 1 dimana dari sekitar 0,8 sampai sekitar 1,2 mol gula sampai 1 mol
ester asam lemak digunakan.
121 | E S T E R
3. Proses klaim 2 dimana pemanasan tersebut dilakukan selama sekitar 3 sampai sekitar
24 jam.
4. Proses klaim 1 dimana gula tersebut adalah sukrosa, kata ester asam lemak adalah
metil stearat, metil laurat atau 1,2-propanadiol monostearat dan katalis tersebut adalah
potassium karbonat.
122 | E S T E R
BAB V
APLIKASI ESTER
1. Bidang Kedokteran
Aspirin bersifat antipiretik dan analgesik karena merupakan
kelompok senyawa glikosida, aspirin yang merupakan nama lain dari asam asetil
salisilat dapat disintesis dari asam salisilat, yaitu dengan mereaksikannya dengan
anhidrida asetat, hal ini dilakukan pertama kali oleh Felix Hofmann dari perusahaan
Bayer, Jerman. Karena saat itu antipiretik dan analgesik yang ada sangat keras terhadap
sistem pencernaan.
Dalam tablet aspirin komersil sering kali masih terdapat asam salisilat
didalamnya, juga ada tablet yang kadar aspirinnya tidak memenuhi standar, karena itu
perlu diuji kandungannya dengan uji FeCl3 dan diuji kadarnya dengan titrasi asam
basa. Sifat antipiretik dan analgesik yang ditemukan berasal dari senyawa salicin.
salicin merupakan kelompok glikosida. Glikosida adalah senyawa yang memiliki
bagian gula terikat pada non-glikosa L.Aglikon dalam salian adalah salial alkohol dan
123 | E S T E R
tereduksi sempurna menjadi asam salisilat. Asam salisilat sangat keras terhadap bibir
kerongkongan dan perut.
Aspirin bermanfaat untuk meringankan rasa sakit, terutama sakit kepala dan
pusing, sakit gigi, dan nyeri otot serta menurunkan demam. Aspirin dibuat dengan
mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan katalis 85%
H3PO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang
mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat
mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam dan basa. Reaksi dengan
anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin, sedangkan reaksi dengan methanol
akan menghasilkan metil salisilat.
124 | E S T E R
Uji terhadap asam salisilat, ”my aspirin”, dan aspirin komersil digunakan untuk
menguji kemurnian aspirin, khususnya mendeteksi apakah masih terdapat asam
salisilat dalam sampel. Kemurnian aspirin bisa diuiji dengan menggunakan besi (III)
klorida. Besi (III) klorida bereaksi dengan gugus fenol membentuk kompleks ungu.
Asam salisilat (murni) akan berubah menjadi ungu jika FeCl3 ditambahkan, karena
asam salisilat mempunyai gugus fenol, seperti terlihat pada gambar. Selain itu
kemurnian aspirin juga dapat ditentukan dengan uji titik leleh, dimana seharusnya titik
leleh aspirin murni adalah 136 oC . Sedangkan untuk kandungan analisis aspirin dapat
digunakan titrasi asam basa menggunakan NaOH setelah Kristal aspirin dilarutkan
dalam etanol (pelarut organik). Titik leleh dari aspirin dapat diteentukan dengan
cara memasukan aspirin kedalam dua tabung kapiler yang dipasangkan pada melting
blok dan termometer distatif yang kemudian dipanaskan dengan bunsen. Amati trayek
titik leleh yang diperoleh.
Sintesis Aspirin
Pada pembuatan aspirin dipakai katalis H3PO4 untuk mempercepat reaksi, reaksi
ini juga dilakukan pada air yang dipanaskan agar mempercepat tercapainya energi
aktivasi. Sedangkan pendinginan dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena ketika
suhu dingin, molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada
akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced nucleation)
dan pertumbuhan partikel. Mekanismenya adalah sebagai berikut :
125 | E S T E R
Anhidrida asetat menyerang H+
Anhidrida asam asetat mengalami resonansi
Anhidrida asam asetat menyerang gugus fenol dari asam salisilat
H+ terlepas dari –OH dan berikatan dengan atom O pada anhidrida asam asetat
Anhidrida asam asetat terputus menjadi asam asetat dan asam asetilsalisilat
(aspirin)
H+ akan lepas dari aspirin
Beberapa ester ada yang digunakan untuk pengobatan, misalnya etil asetat
(untuk penyakit kulit akibat parasit), fenil salisilat (antiseptik untuk usus), dan lain-
lain.
2.Bidang Makanan
126 | E S T E R
Aroma
Nama atau Struktur
sumber
Alil
Hexanoat Nenas
e
O
Pir ,
Benzil
strawberr
C O
Asetat
y , melati C
H
O
Butil
Butirat
Nenas C
CH3 O CH3
O
Pisang, CH3
Etil
Nanas,
Butirat C
Stroberi
CH3 O
127 | E S T E R
O
Nanas,
Etil
Pisang
Heksanoa
Lilin C
t
Hijau
CH3 O CH3
O
Etil Kayu
C O
Sinamat Manis
CO
CH H
Cherry,
Raspberry
,
Etil
Strawberr
Format
O O CH3
y
O
Aprikot,
Etil
Ceri,
Heptanoa
Anggur, C CH3
t
Raspberi
CH3 O
128 | E S T E R
O
Etil CH3
Apel
Isovalerat C
CH3 O CH3
129 | E S T E R
Gambar 5.4 Struktur molekul 4-Formil-2-metoksifenil 3-metilbutanoat (3)(kiri)
4(Isobutiriloksi) -3-metoksibenzil isobutirat (10)(tengah) , 4-(Isopentanoiloksi)-3
metoksibenzil isopentanoat (11 )(kanan)
Ester dapat digunankan untuk mengubah sifat tekstur dan keawetan dari suatu
makanan. Selain itu dengan menggunakan senyawa ester kita dapat menghasilkan
produk yang kental. Contoh: Ester sukrosa, monoester gliserol, ester sorbitan, ester
komplek(laktat, tartrat dan lain-lain).
130 | E S T E R
karena mudah dicerna dan diansorbsi oleh tubuh. Ester sukrosa asam lemak ini dapat
disintesis dengan tiga cara yaitu: 1. Reaksi esterifikasi antara asil klorida asam lemak
ataupun anhidrid dengan sukrosa, 2) Transesterifikasi antara metil asam lemak dengan
sukrosa pada pemanasan suhu tinggi, 3) reaksi enzimatis antara sukrosa dengan asam
lemak menggunakan lipase.
e. Mentega
Susu mengandung lemak hewani, dan kadarnya bergantung pada jenis dan
umur hewan di samping kualitas makanannya. Butiran kecil dari lemak sering tampak
mengumpul ke permukaannya yang disebut dadih. Jika dadih merupakan emulsi lemak
dan air, maka mentega merupakan emulsi air dalam lemak. Dadih dapat dipisahkan dan
selanjutnya dapat dibuat mentega. Mentega adalah dadih kental dengan kelembaban
maksimum 16%. Jadi mentega dapat dibuat dari dadih yang telah mengeras dengan
mengubahnya menjadi gumpalan besar dalam air susu. Gumpalan ini dipisahkan dan
diproses sampai diperoleh sifat mentega di atas. Mentega juga dapat dibuat langsung
131 | E S T E R
dari susu dengan cara mengubah butiran lemak susu menjadi gumpalan besar,
dipisahkan dan diproses lebih lanjut. Mentega yang bermutu harus mengandung
vitamin A dan D yang cukup.
f. Margarin
Margarin serupa dengan mentega. Hanya bahan dasarnya dari lemak hewan
(bukan dari susu) yang telah dikeraskan, minyak nabati, susu kental, kuning telur yang
telah diasinkan, vitamin, dan bahan tambahan lain. Ada juga margarin yang hanya
menggunakan minyak nabati dan sering diperdagangkan dengan nama mentega nabati.
Nilai gizi mentega tak dapat disamai oleh margarin karena susu yang menjadi bahan
dasar utama mentega memiliki nilai gizi paling tinggi.
3. Industri
132 | E S T E R
a. Sabun
Bahan dasar sabun adalah minyak/lemak, NaOH/KOH, dan bahan tambahan (pengisi,
pewangi, pewarna). Jika minyak/lemak dan NaOH dimasak, minyak/lemak pecah
menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemaknya bereaksi dengan NaOH (disebut
reaksi penyabunan) membentuk sabun. Sabun (lapisan bawah) dipisahkan dari gliserol
dan air (lapisan atas), dan selanjutnya sabun diberi bahan tambahan. Sabun yang
diperoleh dinamakan sabun cuci. Sabun mandi diperoleh bila menggunakan basa KOH.
Gliserol sebagai hasil samping pembuatan sabun dimurnikan untuk memisahkan
airnya. Gliserol yang memiliki kegunaan luas diperoleh dengan cara ini.
133 | E S T E R
Lilin dapat bersumber dari hewan dan tumbuh-tumbuhan,misalnya dari tawon
(lebah),rongga kepala ikan paus,dan daun palma Bracillia.Lilin pada umumnya
digunakan untuk salutan pelindung,misalnya untuk mobil dan batik.
Selain keterngan diatas mengenai kegunaan ester seperti di atas,masih banyak
kegunaan ester yang lainnya seperti polyester. Poliester merupakan polimer yang
disusun oleh monomer ester. Penggunaan dari polimer ini adalah pengganti bahan
pakaian yang berasal dari kapas. Produk yang dikenal adalah dacron dan tetoron nama
dagang sebagai serat tekstil. Polimer ini juga dapat dikembangkan lagi dan
dipergunakan sebagai pita perekam magnetic dengan nama dagang mylar. Dan
senyawa-senyawa ester juga dimanfaatkan dalam pembuatan biodiesel.
c. Biodiesel
Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi. Biodiesel
merujuk kepada bahan api diesel berasaskan minyak sayuran atau lemak hewan yang
134 | E S T E R
terdiri daripada rantaian panjang alkil (metil, propil atau etil) ester. Biodiesel biasanya
dihasilkan melalui tindak balas kimia lipid (contoh, minyak sayuran, lemak hewan
dengan alkohol.
Biodiesel bertujuan untuk digunakan dalam mesin diesel canggih dan dengan
itu berbeda dari minyak sayuran langsung yang digunakan sebagai bahan api enjin
diesel diubah suai.
Biodiesel boleh digunakan sendirian, atau dicampur dengan petrodiesel. Proses dalam
pembuatan biodiesel ini menghasilkan dua produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-
alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk
pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur
ulang. Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol.
135 | E S T E R
Secara kimia, biodiesel transesterified terdiri dari campuran mono-alkyl ester
bagi jaringan panjang asid lemak. Bentuk paling biasa menggunakan methanol (ditukar
kepada sodium methoxide) untuk menghasilkan methyl esters (biasanya dirujuk
sebagai Methyl Ester Asid Lemak - FAME) kerana ia merupakan alkohol paling murah
yang ada, sungguhpun ethanol boleh digunakan bagi menghasilkan ethyl ester
(biasanya dirujuk sebagai biodiesel Ethyl Ester Asid Lemak ("Fatty Acid Ethyl Ester -
FAEE") dan kandungan alkohol lebih tinggi seperti isopropanol dan butanol juga telah
digunakan.
136 | E S T E R
Pengumuman lanjut dilakukan pada tahun 2007: Usahasama Ashland Inc. dan Cargill
mengumumkan rancangan bagi menghasilkan propylene glycol di Eropah dari glycerol
dan Dow Chemical mengumumkan rancangan yang sama bagi Amerika Utara. Dow
juga merancang membina kilang di China bagi menghasilkan epichlorhydrin dari
glycerol. Epichlorhydrin merupakan sumber kasar bagi resin epoxy.
Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi
berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau
KOH atau natrium metoksida. Katalis yang akan dipilih tergantung minyak nabati yang
digunakan,apabila digunakan minyak mentah dengan kandungan ALB kurang dari 2
%, disamping terbentuk sabun dan juga gliserin.
137 | E S T E R
d. Ester pada Industri Plastik Ramah Lingkungan
138 | E S T E R
plant industri PLA di Indonesia dengan memanfaatkan pati ubi jalar. Tampaknya PLA
akan menjadi primadona plastik biodegradabel di masa datang.
2. Poli(ß-hidroksibutirat) (PHB)
PHB adalah poliester yang diproduksi sebagai cadangan makanan oleh
mikroorganisme seperti Alcaligenes (Ralstonia) eutrophus, Bacillus megaterium dsb.
PHB mempunyai titik leleh yang tinggi (Tm = 180o C), tetapi karena kristalinitasnya
yang tinggi menyebabkan sifat mekanik dari PHB kurang baik. Kopolimer poli (b-
hidroksi butirat-ko-valerat) (PHB/ V) merupakan kopolimer hasil usaha perbaikan sifat
kristalinitas dari PHB. Dalam majalah Scientific America edisi August 2000, Tillman
U Gerngros melakukan kajian tentang tingkat keramahan plastik biodegradabel
terhadap lingkungan. Dia menyatakan bahwa untuk memproduksi PHB dibutuhkan
total energi yang jauh lebih besar dibanding dengan energi yang dibutuhkan untuk
memproduksi plastik konvensional seperti polietilen dan polietilen tereftalat.
Kenyataannya memang beberapa perusahaan yang memproduksi PHB menghentikan
kegiatan produksinya, disebabkan karena mahalnya biaya produksi yang dibutuhkan.
139 | E S T E R
plat TLC dikembangkan dalam larutan heksan:dietil eter:asam asetat (80:20:1) selama
satu jam.
Poliester dapat diproduksi dalam berbagai bentuk seperti lembaran dan bentuk
3 dimensi, poliester sebagai termoplastik bisa berubah bentuk sehabis dipanaskan.
Walau mudah terbakar di suhu tinggi, poliester cenderung berkerut menjauhi api dan
memadamkan diri sendiri saat terjadi pembakaran. Serat poliester mempunyai
140 | E S T E R
kekuatan yang tinggi dan E-modulus serta penyerapan air yang rendah dan pengerutan
yang minimal bila dibandingkan dengan serat industri yang lain.
141 | E S T E R
Selain poliester ada turunan dari ester yang dapat dimanfaatkan di dalam
perindustrian tekstil yaitu buthyl stearat yang juga termasuk dalam ester asam lemak
monoalkohol ini dapat digunakan sebagai pelumas pada pembuatan textil, baik pada
pembuatan filamen maupun minyak conning. Minyak coning berguna pada proses
pemintalan dan perajutan.
142 | E S T E R
Dengan mengembangkan minyak biji karet sebagai bahan baku pembuatan
biogasoline, maka sumber daya alam Indonesia yang melimpah tersebut dapat diolah
menjadi valuable product yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Minyak biji karet yang
digunakan untuk pembuatan bahan baku biogasoline merupakan hasil pengepresan biji
karet.
Minyak biji karet ataupun minyak nabati pada umumnya memiliki kekentalan
yang relatif tinggi dan mengandung asam lemak bebas lebih dari 2% dibandingkan
dengan minyak solar dari fraksi minyak bumi Kekentalan dan kadar asam lemak bebas
ini dapat dikurangi dengan memutus percabangan rantai karbon tersebut melalui proses
transesterifikasi menggunakan alkohol rantai pendek, misalnya metanol atau etanol
(Setyawardhani, 2003 : 7). Metanol lebih disukai karena memiliki reaktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan etanol. (www.journeytoforever.org, 2003).
Reaksi transesterifikasi berjalan lambat, maka diperlukan katalis untuk
menurunkan energi aktivasi dan mempercepat reaksi. Katalis dapat berupa asam, basa,
atau enzim (Groggins, 1958; Ming et al., 1999; Kose dan Tuter, 2002 :77). Pada proses
transesterifikasi, katalis basa memiliki keunggulan dibandingkan dengan katalis asam
dari segi kecepatan, kesempurnaan reaksi, dan tidak 3 memerlukan suhu operasi yang
tinggi untuk menjalankan reaksi. Suhu operasi yang relatif rendah memberikan
keuntungan berupa kebutuhan energi untuk proses rendah pula sehingga akan
menurunkan biaya operasi (Swern, 1982 : 83).
Dalam perindustrian minyak, bensin dihasilkan dari perengkahan katalitik
dengan menggunakan katalis. Katalis yang biasa digunakan adalah katalis asam.
Dengan cara yang sama metil ester dari minyak biji karet selanjutnya mengalami
perengkahan katalitik dengan menggunakan katalis asam untuk menghasilkan bensin,
seperti halnya pada industri minyak bumi. Perengkahan katalitik ini memiliki banyak
keunggulan dibanding dengan perengkahan termal (Speight, 1991 : 66), diantaranya
dapat menghasilkan bensin dengan bilangan oktana yang lebih tinggi.
Metil ester memiliki ikatan rangkap sehingga lebih mudah mengalami
perengkahan dengan katalis asam sulfat. Ikatan rangkap pada metil ester inilah yang
143 | E S T E R
nantinya mengalami perengkahan menjadi senyawa yang lebih pendek. Inisiator Metil
Etil Keton Peroksida akan membuat metil oleat dan metil linoleat menjadi radikal bebas
yang mempermudah reaksi perengkahan oleh katalis asam sulfat. Dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan diantaranya Ramadhas, dkk (2005) melakukan dua
tahap esterifikasi untuk memproses minyak biji karet mentah (unrefined rubber seed
oil) menjadi biodiesel. Pada penelitian Moestika, dkk (2004) meneliti biogasoline dari
minyak sawit melalui perengkahan dengan katalis alumina menghasilkan berat molekul
yang masih tinggi. Demikian pulayang dilakukan oleh Handayani (2004) membuat
biogasoline dengan katalis yang 4 lain yaitu menggunakan katalis zeolite.
Produk biogasoline yang didapat memiliki bilangan oktana yang lebih tinggi
(rata-rata 114) dibandingkan bensin (88) tetapi viskositas dan densitas produk masih
terlalu tinggi.
a) Bensin
144 | E S T E R
Bensin merupakan campuran hidrokarbon kompleks yang memiliki rentang titik didih
180- 200°C. Bensin memiliki sruktur molekul yang terdiri dari campuran 4-12 atom
karbon. Senyawa yang terdapat dalam bensin terdiri dari parafin (sikloparafin dan
paraffin bercabang), olefin, dan aromatik. Bensin dihasilkan dari distilasi fraksinasi
minyak bumi dan pemisahannya berdasarkan perbedaan titik didih. Destilasi secara
fraksional menghasilkan 250 mL bensin rantai lurus (straight-run gasoline) untuk
setiap liter minyak mentah (Semar, 2006 : 21). Selain destilasi fraksional, bensin juga
diproses melalui reaksi perengkahan, reformasi, alkilasi, dan isomerisasi. Proses
reformasi, alkilasi, dan isomerisasi dimaksudkan untuk menghasilkan bensin dengan
mutu yang lebih baik yaitu meningkatkan bilangan oktana.
Spesifikasi Bensin
Bensin sebagai bahan bakar kendaraan bermotor harus memenuhi beberapa
spesifikasi untuk meningkatkan efisiensi mesin dan mengurangi dampak negatif dari
gas yang dibuang. Gas hasil pembakaran dapat menimbulkan berbagai masalah
lingkungan dan kesehatan. Bensin harus memiliki bilangan oktana tinggi dan bebas
dari gas buang yang mengandung zat-zat membahayakan kesehatan dan lingkungan
bila dilepaskan ke udara.
Spesifikasi bensin yang digunakan sebagai bahan bakar telah ditetapkan
melalui Surat Keputusan Direktorat Jendral Minyak dan gas Bumi No.
22K/72/DDJM/1990 dan No. 18K/72/DDJM/1990. Bensin dispesifikasikan menurut
parameter-parameter yang diperlukan bensin sesuai dengan penggunaannya.
Parameter-parameter tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu sifat pembakaran, sifat
volatilitas, dan sifat stabilitas kebersihan.
-Sifat Pembakaran
Karakteristik utama yang diperlukan dalam bensin adalah sifat
pembakarannya yang diukur dengan bilangan oktana. Bilangan oktana merupakan
kecenderungan bensin untuk mengalami pembakaran yang tidak normal sehingga
mengalami ketukan pada mesin. Semakin tinggi bilangan oktana semakin berkurang
145 | E S T E R
kecenderungannya untuk mengalami ketukan dan semakin tinggi kemampuannya
untuk digunakan pada rasio kompresi tinggi tanpa mengalami ketukan.
Bilangan Oktana diukur dengan menggunakan mesin CFR (Cooperative Fuel
Research) yang dioperasikan pada kondisi tertentu. Bahan bakar yang dihasilkan
dibandingkan dengan bahan bakar rujukan yang terbuat dari n-heptana yang memiliki
bilangan oktana 0 dan isooktana yang memiliki bilangan oktana 100. Secara umum,
bilangan oktana menyatakan presentasi isooktana dalam bahan bakar rujukan yang
memberikan intensitas kekuatan yang sama pada mesin uji. Ada dua macam bilangan
oktana yaitu RON (Research Octane Number) yang memberikan gambaran mengenai
unjuk kerja dalam kondisi pengendara biasa dan 8 MON (Motor Octane Number) yang
memberikan unjuk kerja dalam kondisi pengendara yang lebih berat. Sehingga
bilangan oktana dapat ditulis dengan rumus:
146 | E S T E R
-Sifat Volatilitas
Ada tiga sifat volatilitas yang biasanya digunakan dalam spesifikasi bensin
antara lain kurva distilasi, tekanan uap, dan perbandingan V/L. Kurva destilasi
dihasilkan dari destilasi bensin menurut metode ASTM yang berkaitan dengan masalah
operasi dan unjuk kerja kendaraan bermotor. Bagian ujung depan kurva destilasi
berkaitan dengan kemudahan mesin dinyalakan pada waktu dingin, penyalaan pada
waktu panas dan kecenderungan mengalami pembentukan es pada 9 karburator.
Bagian ujung belakang kurva berkaitan dengan masalah pembentukan getah
bensin, endapan di ruang bakar dan busi serta pengenceran terhadap minyak pelumas.
Sedangkan bagian tengah kurva berkaitan dengan daya dan percepatan. Kemulusan
operasi serta konsumsi bahan bakar. Persyaratan volatilitas bensin adalah bahan bakar
bensin harus mudah menguap pada saat penyalaan (starting), mudah mencapai
pemanasan yang tepat (warm-up/acceleration), distribusi yang merata pada setiap
silinder mesin (fuel distribution), dan tidak terlalu berat (oil dillution) serta tidak terlalu
mudah menguap agar tidak membentuk sumbatan (vapour lock) pada karburator
(Semar, 2006 : 25).
-Sifat Kestabilan dan Kebersihan
Bensin harus bersih, aman, tidak rusak, dan tidak merusak dalam
penyimpanan dan pemakaiannya. Parameter spesifikasi yang berkaitan dengan sifat ini
antara lain zat getah, korosi, dan berbagai uji tentang kandungan senyawa belerang
yang bersifat korosif. Pada bensin yang diuapkan biasanya mengandung banyak getah
pada yang melekat pada mesin dan apabila terjadi pengendapan yang terlalu banyak
akan mengakibatkan kerusakan mesin. Oleh karena itu kandungan getah pada bensin
harus dibatasi. Minyak bumi banyak mengandung belerang dalam jumlah kecil.
Senyawa belerang ini bersifat korosif dan semuanya terbakar di dalam mesin
menghasilkan senyawa belerang oksida yang korosif dan dapat merusak bagian-bagian
mesin, selain itu juga beracun dan dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu
kandungan belerang pada bensin perlu dibatasi.
-Kandungan Hidrokarbon
147 | E S T E R
Senyawa hidrokarbon bensin jenis aromatik, olefin, dan benzena adalah
peningkat angka oktana yang baik tetapi kandungan dalam bensin harus dibatasi karena
dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap mesin dan lingkungan hidup. Kandungan
aromatik dalam bensin mempengaruhi kandungan benzena, bertambah tinggi semakin
tinggi kandungan aromatik dalam bensin semakin tinggi pula kandungan benzena.
Aromatik berlebih akan menimbulkan deposit dalam di ruang bakar mesin
(Combustion chamber deposit), yang beracun. Olefin dapat menimbulkan deposit pada
katup (intake valve deposit) mesin (Semar, 2006 : 25).
- Karakteristik Bensin
Ada tiga macam bensin di Indonesia yaitu Premium, Pertamax, dan Pertamax
Plus. Ketiga bensin tersebut mempunyai perbedaan pada bilangan oktannya.
1 Premium 88
2 Pertamax 92
3 Pertamax Plus 95
148 | E S T E R
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledonae
Keluarga : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea Brasiliensis
Karet cukup baik dikembangkan di daerah lahan kering beriklim basah seperti
Indonesia. Tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
komoditas lainnya, yaitu:
(1) dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta masih mampu
dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur,
(2) mampu membentuk ekologi hutan, yang pada umumnya terdapat pada
daerah lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk
menanggulangi lahan kritis,
(3) dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang mengusahakannya, dan
(4) memiliki prospek harga yang cukup baik, karena kebutuhan karet dunia
semakin meningkat setelah Cina membuka pasar baru bagi karet Indonesia
(http://primatani.litbang.deptan.go.id, 2006).
Gambar 5.6 (a) Biji karet tanpa cangkang, (b) Biji Karet Dengan
149 | E S T E R
Cangkang
Indonesia sebagai negara penghasil karet alam (38% produksi karet dunia)
memiliki perkebunan karet yang sangat luas. Biji karet terdapat di setiap ruang buah.
Jumlah biji biasanya tiga, kadang enam, sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar
dengan kulit keras. Warna biji coklat kehitaman dengan bercak pola yang khas. Biji
terdiri dari 51% kulit dan inti 49%, akan tetapi hanya memberikan rendemen 43,5%
minyak mentah (Loo, 1990 : 3). Minyak biji karet mentah (unrefined rubber seed oil)
diperoleh dari biji. Minyak yang didapat langsung dari pemerahan atau pengempaan
biji sumber minyak (oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan disebut sebagai
minyak lemak mentah (Soeradjaja, 2005 : 3). Minyak
lemak mentah diproses lanjut guna menghilangkan kadar gum (degumming) dan asam-
asam lemak bebas (dengan netralisasi dan steam refining) disebut refined fatty oil
(Soeradjaja, 2005 : 43). Minyak tersebut berwarna kuning muda dengan massajenis
0,924-0,930 kg/L. Minyak yang mempunyai angka iodine tinggi (>115 gram I2/100
gram) mempunyai kadar asam linolenat besar (>12%) dan bilangan penyabunan 190-
195 mg-KOH/g (Hilditch, 1986 : 37). Asam-asam lemak minyak biji karet ini sangat
bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Asam lemak juga merupakan bahan yang mudah terbakar dan bila diproses
dengan alkoholisis dapat bermanfaat sebagai biodiesel, sedangkan gliserol banyak
digunakan dalam industri makanan, farmasi, kosmetika, bahan peledak dan lain-lain.
Meskipun minyak biji karet mempunyai prospek ekonomi yang menjanjikan, tetapi
studi mengenai pengolahannya belum banyak dilakukan. Keunggulan-keunggulan
dimiliki oleh tanaman karet, maka minyak biji karet dipandang potensial untuk diolah
menjadi bahan bakar alternatif pada mesin motor yaitu biogasoline untuk skala
komersial. Sejauh ini penggunaan minyak biji karet sebagai bahan baku dalam sintesis
biogasoline belum pernah dilakukan.
Dengan mengolah minyak biji karet menjadi biogasoline akan diperoleh
banyak keuntungan, yaitu sebagai upaya untuk mengatasi krisis energi dengan jalan
mengembangkan biofuel alternatif untuk masa depan. Selain itu, biogasoline dari
150 | E S T E R
minyak biji karet merupakan upaya pengembangan sumber daya hayati yang melimpah
di Indonesia menjadi produk yang strategis dan bernilai ekonomis tinggi.
Tabel 5.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Karet
Komponen % berat
Asam palmitat (C16H32O2) 16:00 7,5-10,6
c) Metil Ester
151 | E S T E R
Metil ester adalah senyawa ester yang mengikat gugus metil, senyawa ini
merupakan minyak mentah (crude oil) karena masih mengandung pengotor (sisa
katalis, metanol, gliserol, dan sabun). Metil ester dapat dibuat dengan proses
transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi merupakan metode memproduksi metil ester
dari refined fatty oil yang saat ini paling umum. Metode ini dapat menghasilkan fatty
acid methyl Ester (FAME) hingga 98% dari bahan baku minyak tumbuhan (Bouaid,
dkk, 2005 : 65). Ramadhas, dkk (2005 : 335) melakukan dua tahap esterifikasi untuk
memproses minyak biji karet mentah (unrefined rubber seed oil).
1). Penjelasan hidrolisis menggunakan basa encer.
152 | E S T E R
Contoh ester sama seperti kedua contoh di atas, tapi menggunakan larutan natrium
hdroksida bukan sebuah asam encer: Pertama, hidrolisis etil etanoat
menggunakan larutan natrium hidroksida:
58
153 | E S T E R
Gambar 5.9 Reaksi Penyabunan dan Pengasaman
Pertama reaksi tersebut mengikuti kinetika orde kedua-yakni, ester OH- muncul
dalam tahap penetu laju. Kedua, jika bagian alkohol dari ester itu mengandung karbon
kiral, penyabunan berlangsung dengan konfigurasi alkohol yang dipertahankan. Fakta
ini mendukung pemutusan ikatan karbonil-oksigen bukan pemutusan alkil-oksigen.
154 | E S T E R
Gambar 5.11. Reaksi Alkohol mengandung Karbon Kiral
155 | E S T E R
Reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam dapat dilihat pada Persamaan [1].
O O
R C OH + R’ OH R C O R’ + H20 [1]
Asam lemak Alkohol Kalor Ester Air
Minyak goreng bekas dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak goreng bekas menyebabkan
perlunya dilakukan pretreatment terhadap bahan baku. Asam lemak bebas dapat
diturunkan kadarnya dengan mereaksikan minyak goreng bekas dengan metanol
(reaksi esterifikasi). Pada reaksi esterifikasi didapatkan kondisi optimal : waktu reaksi
2,5 jam, suhu 60 oC dan konsentrasi katalis asam sulfat 0,25 %. Pada kondisi ini asam
lemak bebas dapat diturunkan kadarnya dari 2,5 % menjadi 1,1%.
Minyak goreng bekas atau minyak jelantah dapat digunakan sebagai bahan
baku dalam proses pembuatan biodiesel. Pemanfaatan minyak goreng bekas untuk
pembuatan biodiesel akan memberikan beberapa keuntungan, diantaranya : dapat
mereduksi limbah rumah tangga atau industri makanan dan mereduksi biaya produksi
156 | E S T E R
biodiesel sehingga harganya lebih murah dibanding dengan menggunakan minyak
nabati murni. Minyak goreng bekas mengandung asam
lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA) yang dihasilkan dari reaksi oksidasi dan hidrolisis
pada saat penggorengan. Adanya FFA dalam minyak goreng bekas dapat menyebabkan
reaksi samping yaitu reaksi penyabunan, jika dalam proses pembuatan biodiesel
langsung menggunakan reaksi transesterifikasi. Sabun
yang dihasilkan dapat mengganggu reaksi dan proses pemurnian biodiesel (Aziz,
2007). Baidawi (2008) mengatakan bahwa reaksi transesterifikasi memerlukan minyak
dengan kemurnian tinggi (kandungan FFA <2%). Jika FFA tinggi akan mengakibatkan
reaksi transesterifikasi terganggu akibat terjadinya reaksi penyabunan antara katalis
dengan FFA. Rahayu (2008) malah mensyaratkan kadar asamlemak bebas minyak
nabati harus kecil dari 1%.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas
adalah mereaksikan asam lemak bebas dengan alkohol dengan bantuan katalis asam
sulfat. Reaksi ini dikenal dengan esterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi antara
asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan ester dan air. Asam karboksilat yang
digunakan dapat berasal dari asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati
atau berupa distilat asam lemak sawit (DALMs)(Rasyd,2010
produk yang dihasilkan masih menyerupai warna minyak goreng bekas. Hal ini
disebabkan karena jumlah asam lemak bebas hanya 2,5%. Jadi produk yang dihasilkan
tidak akan mempengaruhi warna minyak goreng bekas.
Pengaruh waktu reaksi terhadap penurunan FFA Semakin lama waktu reaksi,
kadar FFA yang dihasilkan semakin berkurang. Ini menandakan terjadinya reaksi
antara FFA dengan metanol menghasilkan ester. Lamanya waktu reaksi memberikan
157 | E S T E R
kesempatan kepada molekul-molekul senyawa untuk bereaksi semakin besar, sehingga
FFA yang tersisa semakin berkurang (Aziz, 2007).
Penurunan kadar FFA terjadi cukup tajam pada 30 menit yaitu sekitar 48%. Asam
lemak bebas turun dari 2,5% menjadi 1,3%. Hal ini disebabkan karena pada awal reaksi
konsentrasi reaktan maksimal sehingga reaksi dapat berlangsung dengan cepat. Setelah
30 menit penurunan asam lemak bebas tidak terlalu besar. Sampai waktu 2,5 jam
konversi maksimal hanya 55% dengan kandungan asam lemak
bebas 1,1%. Ini menandakan bahwa reaksi sudah mendekati kesetimbangan.
Baidawi (2008) mendapatkan waktu reaksi yang hampir sama sekitar 2 jam ketika
menurunkan kadar FFA dari 5,2% menjadi 1,7%. Yuliani et al (2008) mendapatkan
penurunan kadar FFA sebesar 88% ketika mereaksikan minyak biji karet dengan
metanol menggunakan asam sulfat (1%) sebagai katalis. Perbedaan penurunan kadar
FFA ini disebabkan karena sumber minyak yang digunakan berbeda yang secara
langsung menyebabkan perbedaan komposisi kimia senyawa yang berbeda pula.
Pengaruh suhu reaksi dipelajari pada rentang suhu 30 – 70 oC. Pada suhu 30
oC konversi FFA sekitar 39 %. FFA turun dari 2,5% menjadi 1,5%. Dengan
meningkatnya suhu maka konversi FFA juga semakin meningkat. Konversi tertinggi
dicapai pada suhu 60 oC sebesar 55% dengan kadar FFA sekitar 1,1%.
Pengaruh suhu terhadap penurunan kadar FFA Suhu yang tinggi menyebabkan
gerakan molekul-molekul senyawa semakin cepat atau energi kinetik yang dimiliki
molekul-molekul pereaksi semakin besar sehingga tumbukan antara molekul pereaksi
juga meningkat.
Arrhenius yang menyatakan bahwa dengan naiknya suhu maka konstanta
kecepatan reaksi (k) juga meningkat. Dengan naiknya nilai konstanta kecepatan reaksi
akan menyebabkan laju reaksi akan semakin besar karena laju reaksi berbanding lurus
dengan konstanta kecepatan reaksi. Pada suhu 70 oC konversi reaksi malah turun
menjadi 47% dengan kadar FFA 1,3%. Penurunan ini disebabkan karena ada sebagian
metanol yang berubah fasa menjadi gas. Diketahui bahwa titik didih metanol 64 oC.
158 | E S T E R
Dengan berkurangnya metanol dalam fasa cair akan dapat mengurangi reaksi antara
asam lemak bebas (FFA) dengan metanol.
Katalis yang digunakan adalah asam sulfat. Pengaruh konsentrasi katalis
dipelajari pada rentang 0,1 % - 1% berat. Dari Gambar 5 terlihat dari konsentrasi asam
sulfat 0,1%, 0,2% dan 0,25% terjadi kenaikan konversi asam lemak bebas. Konversi
yang dicapai maksimal 55% pada konsentrasi 0,25% berat dengan kadar FFA 1,1%.
Kenaikan ini disebabkan karena dengan adanya katalis akan menurunkan energi
aktivasi reaksi sehingga konstanta kecepatan reaksi akan meningkat (Sibarani, 2007).
Implikasinya akan meningkatkan pula laju reaksi esterifikasi asam lemak bebas (FFA).
Hubungan konsentrasi katalis dengan kadar FFA Penambahan konsentrasi
H2SO4 diatas 0,25% malah menurunkan konversi FFA. Penurunan ini disebabkan
karena terbentuknya dimetil eter dari reaksi antara exces H2SO4 dengan metanol yang
ditandai dengan perubahan larutan menjadi hitam kecokelatan (lebih gelap),
(Ramadhas et all., 2005). Adanya reaksi metanol dengan exces H2SO4 menyebabkan
jumlah metanol berkurang, sehingga konversi FFA juga menurun (Yuliani et all.,
2008).
Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa reaksi
esterifikasi minyak goreng bekas dapat menurunkan kadar asam lemak bebas dari 2,5%
menjadi 1,1%. Kondisi optimum yang dicapai pada waktu reaksi 2,5 jam, suhu 60 oC
dan konsentrasi katalis H2SO4.
Metil ester lemak merupakan senyawa ester alkil yang berasal dari minyak
nabati dengan alkohol yang dihasilkan melalui proses esterifikasi/transesterifikasi dan
mempunyai sifat fisika mendekati minyak solar diesel. Secara umum, metil ester dibuat
dari reaksi transesterifikasi, yakni reaksi alkohol dengan trigliserida membentuk metil
159 | E S T E R
ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa. Namun, reaksi tersebut sangat
dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam trigliserida. Reaksi
esterifkasi merupakan merupakan suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester dengan bantuan katalis asam. Dalam penelitian ini, bahan baku CPO
Off Grade lapisan atas dengan kadar asam lemak bebas sebesar 5.838 %.
Dan pengertian esterifikasi diacu sebagai reaksi antara asam lemak bebas
dengan alcohol membentuk metil ester dan air dengan bantuan katalis asam. Untuk
mendapatkan yield yang baik, dalam laporan ini dilakukan metode reaksi bertahap,
yakni reaksi esterifikasi, kemudian diikuti dengan reaksi transesterifikasi. Penelitian
dilakukan dengan mereaksikan 200gr trigliserida dan metanol dengan bantuan katalis
asam pada tahap esterifikasi dan katalis basa pada tahap transesterifikasi. Metode yang
digunakan pada tahap esterifikasi adalah dengan memvariasikan komposisi metanol-
asam sulfat dalam reaksi, yang nantinya dari tiap sampel dapat dianalisis densitas, pH,
FFA, dan API 60oF. Melalui percobaan di dapat bahwa komposisi terbaik untuk
mengkonversi asam lemak bebas dalam trigliserida menjadi metil ester adalah
komposisi pada sampel 2. Untuk selanjutnya, digunakan sampel 2 sebagai bahan baku
tahap transesterifikasi.
Metode yang dilakukan pada tahap transeterifikasi adalah memvariasikan rasio
trigliseridametanol dengan rasio mol 1 : 2, 1 : 4, dan 1 : 6 dengan jumlah katalis KOH
0.8 %, 1%, dan 1.2 % pada masing-masing rasio yang nantinya dari tiap sampel dapat
dianalisis kadar air, FFA, pH, dan angka penyabunan. Melalui percobaan didapat yield
yang paling baik pada rasio 1 : 6 dengan jumlah KOH 1 %, yakni sebesar 81,94 % atau
163.88 gram.
Minyak kelapa sawit juga merupakan lemak semi padat yang memiliki komposisi tetap.
Seperti minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit merupakan senyawa yang tidak
larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan
nontrigliserida. Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah dan inti
(kernel).
160 | E S T E R
Pada bagian serabut buah terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah
(pericarp), lapisan sebelah dalam (mesocarp atau pulp) dan lapisan paling (endocarp).
Bagian mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sekitar 56%, bagian inti (kernel)
mengandung minyak sekitar 44%, sedangkan endocarp tidak mengandung minyak
(Nurhida Pasaribu 2004 : 1-2).
Trigliserida terbentuk dari ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak.
161 | E S T E R
Hal tersebut menyebabkan kehilangan katalis dalam membentuk methyl ester dan
mengurangi yield produk.
Biodiesel adalah senyawa ester alkil dari minyak nabati dengan alkohol yang
dihasilkan melalui proses transesterifikasi/esterifikasi dan mempunyai sifat fisika
mendekati minyak solar/diesel. Biodiesel (methyl ester) terbentuk melalui reaksi antara
senyawa ester (CPO) dengan senyawa alkohol (metanol) sehingga terbentuk senyawa
ester baru (methyl ester). Bahan bakar biodiesel bersifat ramah lingkungan karena
menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan dengan diesel/solar,
yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) yang rendah; memiliki octane
number yang lebih tinggi sehingga pembakaran lebih sempurna (clear burning);
memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; dan dapat terurai (biodegradabe)
sehingga tidak menghasilkan racun (non toxic).
Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon
antara C6 - C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang
mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14 - C20, sehingga mempunyai
peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Metil ester asam lemak
memiliki rumus molekul Cn-1H2(n-r)-1CO–OCH3 dengan nilai n yang umum adalah
angka genap antara 8 sampai dengan 24 dan nilai r yang umum 0, 1, 2, atau 3.
Beberapa metil ester asam lemak yang dikenal adalah :
1. Metil stearat, C17H35COOCH3 [n = 18 ; r = 0]
2. Metil palmitat, C15H31COOCH3 [n = 16 ; r = 0]
3. Metil laurat, C11H23COOCH3 [n = 12 ; r = 0]
4. Metil oleat, C17H33COOCH3 [n = 18 ; r = 1]
5. Metil linoleat, C17H31COOCH3 [n = 18 ; r = 2]
6. Metil linolenat, C17H29COOCH3 [n = 18 ; r = 3]
162 | E S T E R
3. Pemurnian metil ester lebih mudah dibanding dengan lemak lainnya karena titik
didihnya lebih rendah.
4. Metil ester dapat diproses dalam peralatan karbon steel dengan biaya lebih rendah
daripada asam lemak yang memerlukan peralatan stainless steel.
Metil ester asam lemak tak jenuh memiliki bilangan setana yang lebih kecil
dibanding metil ester asam lemak jenuh (r = 0). Meningkatnya jumlah ikatan rangkap
suatu metil ester asam lemak akan menyebabkan penurunan bilangan setana. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa untuk komponen biodiesel lebih dikehendaki metil
ester asam lemak jenuh seperti yang terdapat dalam fraksi stearin minyak sawit.
Pembuatan biodiesel
Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung
kadar asam lemak bebas (FFA) tinggi (yakni lebih dari 2% - Ramadhas dkk. (2005)),
maka perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak
bebas hingga sekitar 2%.
Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung di dalam
trigliserida menjadi metil ester. Namun, membentuk campuran metil ester dan
trigliserida. Reaksi esterifikasi menurut J. Van Gerpen, dkk (2004) ditunjukkan pada
reaksi dibawah ini.
FFA + methanol → methyl ester + water
Reaksi esterifikasi berkatalis asam berjalan lebih lambat, namun metode ini
lebih sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam lemak bebas
relatif tinggi ((Freedman, Pryde dan Mounts, 1984) dan (Fukuda dkk., 2001)). Karena,
dari bentuk reaksi di atas, FFA yang terkandung di dalam trigliserida akan bereaksi
dengan methanol membentuk metil ester dan air. Jadi, semakin berkurang FFA,
methanol akan berekasi dengan trigliserida membentuk metil ester. Penelitian
163 | E S T E R
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Aksoy, Karahman, karaosmanoglu, dan
Civelekoglu, (1998) dan Ju, (2003) menunjukkan bahwa
esterifikasi berkatalis asam dapat digunakan pada bahan baku minyak bermutu rendah
atau memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi. Sehingga metode ini lebih sesuai
untuk CPO Offgrade.
Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi secara umum merupakan reaksi alkohol dengan
trigliserida menghasilkan methyl ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa.
Alkohol yang umumnya digunakan adalah methanol dan ethanol. Reaksi ini cenderung
lebih cepat membentuk metyl ester dari pada reaksi esterifikasi yang menggunakan
katalis asam. Namun, bahan baku yang akan digunakan pada reaksi transesterifikasi
harus memiliki asam lemak bebas yang kecil (< 2 %) untuk menghindari pembentukan
sabun.
CH2—O—C –R1 CH2— OH
O
O
CH —O—C—R2 + 3 CH3OH CH — OH + 3 R—O—C—CH3
O
CH2—O—C—R3 CH2— OH
Reaksi antara trigliserida dan akohol dengan katalis asam pada pembuatan
biodiesel kerap disebut sebagai reaksi esterifikasi. Sedangkan, jika menggunakan
katalis basa, disebut sebagai reaksi transesterifikasi.
Pada penelitian ini, variabel yang diamatiadalah komposisi methanol dan asam
sulfat pada tahap esterifikasi, rasio mol antara trigliserida(minyak), dan massa KOH.
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yakni tahap esterifikasi dan transesterifikasi.
Mula-mula dilakukan reaksi esterifikasi pada lapisan atas CPO offgrade dengan 4
164 | E S T E R
variasi pada variabel komposisi methanol dan asam sulfat pada suhu 50 - 58 oC selama
1 jam. Variasi komposisi methanol dan asam sulfat dalam satuan gram pada tahap
esterifikasi terdiri dari 2 x 2,25 x FFA : 2 x 0,05 x FFA ; 2 x 2,25 x FFA : 2 x 2 x 0,05
x FFA ; 2 x 2 x 2,25 x FFA : 2 x 0,05 x FFA ; 2 x 2 x 2,25 x FFA : 2 x 2 x 0,05 x FFA.
Lapisan atas hasil reaksi esterifikasi dari masing-masing komposisi dibandingkan satu
sama lain. Komposisi yang hasilnya paling baik akan dilanjutkan ke tahap
transesterifikasi. Penilaian hasil esterifikasi ditinjau dari kuantitas lapisan atas, nilai
FFA, pH, dan viskositas.
Setelah didapat komposisi reaksi esterifikasi yang paling baik, dilakukan
kembali reaksi esterifikasi dengan menggunakan komposisi tersebut dengan perlakuan
yang sama sebanyak variasi rasio dan persentase massa KOH yang akan dilakukan pada
tahap transesterifikasi, yakni 9 kali.
Ada peningkatan kuantitas lapisan atas terhadap variasi komposisi metanol-
asam sulfat dari komposisi sampel 1 hingga mencapai optimum pada komposisi
sampel 2. Penambahan katalis asam kuat yakni asam sulfat dapat mengurangi kadar
asam lemak bebas melalui protonasi oksigen karbonil asam
lemak bebas dalam triliserida oleh asam sulfat.
Selanjutnya, alkohol nukleofilik menyerang karbon positif, sehingga terjadi
eliminasi air yang diikuti oleh penarikan H+ oleh H2O hingga menghasilkan ester
(Fessenden, 1981). Kuantitas metil ester tertinggi terjadi pada variasi komposisi massa
methanol-asam sulfat pada sampel 2, yakni 185,04 gram. Hal ini disebabkan karena
esterifikasi bersifat dapat balik dan laju reaksi esterifikasi tergantung pada halangan
sterik dalam alkohol dan trigliserida.
Kekuatan asam dari trigliserida hanya mempunyai pengaruh yang kecil dalam
laju pembentukan ester. Dengan bertambahnya halangan sterik dalam zat antara, maka
laju reaksi pembentukan ester akan menurun sehingga rendemen esternya akan
berkurang (Rumondang Bulan, 2004). dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan jumlah
metil ester yang dihasilkan pada tahap transesterifikasi dari percobaan dengan
menggunakan jumlah katalis KOH sebanyak 0.8% ke percobaan dengan jumlah katalis
165 | E S T E R
KOH 1 %. Kemudian jumlah metil ester menurun pada percobaan dengan
menggunakan katalis KOH sebanyak 1.2 %. Hal tersebut disebabkan karena saat
dilakukan reaksi transesterifikasi, terjadi reaksi penyabunan. Kemungkinan, metanol
yang direaksikan habis bereaksi membentuk metil ester. Namun, tidak keseluruhan
trigliserida dikonversi menjadi metil ester dan gliserol. Sehingga, residu katalis KOH
di dalam trigliserida menyebabkan KOH bereaksi dengan trigliserida membentuk
sabun.
Hal ini jelas mengurangi yield metil ester yang dihasilkan. Terjadi kenaikan
jumlah metil ester yang dihasilkan pada tahap transesterifikasi dari percobaan dengan
menggunakan jumlah katalis KOH sebanyak 0.8% ke percobaan dengan jumlah katalis
KOH 1 %. Kemudian jumlah metil ester menurun pada percobaan dengan
menggunakan katalis KOH sebanyak 1.2 %. Hal tersebut disebabkan karena saat
dilakukan reaksi transesterifikasi, terjadi reaksi penyabunan. Kemungkinan, metanol
yang direaksikan habis bereaksi membentuk metil ester. Namun, tidak keseluruhan
trigliserida dikonversi menjadi metil ester dan gliserol. Sehingga, residu katalis KOH
yang ada di dalam trigliserida menyebabkan KOH bereaksi dengan trigliserida
membentuk sabun. Hal ini jelas mengurangi yield metil ester yang dihasilkan.
166 | E S T E R
peredaran darah antara lain trombosis dan ateroklerosis (Shirasaka dan Shimizu, 1995;
Posorske, 1984).
Produksi ester alkohol berantai panjang dari asam lemak dengan cara
esterifikasi dan alkoholisis oleh katalisator kimia sudah tidak diragukan lagi. Proses
secara kimiawi tersebut memiliki keterbatasan, antara lain asam-asam dari jenis yang
lebih tidak jenuh akan mengalami polimerisasi atau perubahan-perubahan lain selama
proses esterifikasi (Sil-Roy dan Bhattacharyya, 1993). Asam lemak dengan grup-grup
fungsional seperti epoksi dan hidroksi sulit sekali untuk diesterifikasi tanpa
merusaknya terlebih dahulu. Katalisis ester yang sulit dilakukan dengan metode
kimiawi tersebut menjadi sederhana dengan pemanfaatan teknologi enzimatik lipase
(Bailey, 1950; Sulistyo dkk., 2000).
Pada penelitian ini enzim lipase digunakan sebagai biokatalisator pada reaksi
hidrolisis dan transesterifikasi trigliserida dari minyak sawit mentah dan santan kelapa
dengan alkohol atau pelarut organik lainnya untuk mensintesis produk transfer berupa
ester asam lemak. Ekstraksi enzim lipase dari mikroba Biakan mikroba penghasil
enzim lipase terdiri dari Bacillus subtilis FM-9101, Candida rugosa FM-9301, dan
Pseudomonas aerogenes FM-9201 ditumbuhkan secara terpisah. Media basal untuk
memproduksi enzim mengandung pepton 0,5%, K2HPO4 0,1%, NaCl 0,05%, MgSO4
0,05%, FeSO4 0,001%, ZnSO4 0,0001%, CuSO4 0,0001%, MnSO4 0,0001%, ekstrak
khamir 0,5% (Cowan,1981; Sulistyo dkk., 1999) dan masing-masing bahan
penginduksi (minyak zaitun) sebanyak 2,0%, pada 10 mM bufer Na-fosfat pH 4,5-6,5.
Media produksi digoyang pada suhu ruang selama 5 hari, kemudian disentrifus pada
kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada 4°C dan supernatan digunakan sebagai
sumber enzim. Uji aktivitas enzimatik lipase Minyak zaitun sebanyak 1,0 mL
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, lalu ditambahkan berturut-turut 0,5 mL
CaCl2 0,1 M dan 4,5 mL bufer asetat 0,1 M (pH 5,5). Campuran reaksi diinkubasi pada
suhu 40°C selama 10 menit, kemudian ditambahkan enzim lipase sebanyak 10% (v/v)
dari masing-masing biakan dan diinkubasi kembali pada suhu 40°C dengan digoyang
pada kecepatan 160 rpm selama 30 menit. Selanjutnya, campuran reaksi ditambah 20
167 | E S T E R
mL etanol dan 3 tetes indikator fenolptalin serta dititrasi dengan NaOH 0,05 M sampai
terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Satu unit aktivitas enzim lipase setara
dengan 1 μmol asam lemak bebas yang dihasilkan dari hidrolisis substrat yang
dikatalisis oleh enzim lipase selama 30 menit.
Pengaruh pH dan suhu pada aktivitas enzimatik lipase Campuran reaksi (dalam
erlenmeyer 100-mL) mengandung 1,0 mL minyak zaitun, 0,5 mL CaCl2 0,1 M dan 4,5
mL 0,1 M bufer asetat pada pH 4,0-8,0, diinkubasikan pada suhu 30-60°C dengan cara
digoyang pada kecepatan 160 rpm selama 30 menit. Selanjutnya, aktivitas residu enzim
lipolitiknya diuji sebagaimana cara pengujian aktivitas enzimatik tersebut di atas.
Analisis asam lemak bebas (ALB) Kadar asam lemak bebas ditentukan dengan
mengukur sebanyak 5,0 g sampel minyak dalam campuran alkoholbenzena (25: 25,
v/v). Campuran larutan ditrasi dengan KOH-alkohol (0,1N) menggunakan indikator
fenolptalin. Titrasi dilakukan sampai larutan berubah menjadi merah muda. Persentase
ALB pada setiap sampel diperoleh dari hasil penghitungan volume larutan titrant
terhadap bobot molekul minyak. Kromatografi gas (GC) Campuran reaksi dianalisis
secara kuantitatif menggunakan kromatografi gas (GC) dengan menimbang sebanyak
0,02-0,05 g sampel dan dilarutkan dengan 2,0 mL NaOH dalam metanol 0,5 M,
kemudian dipanaskan pada suhu 80°C selama 20 menit. Setelah penambahan larutan
BF3 dalam metanol sebanyak 2,0 mL, sampel dipanaskan kembali pada suhu 80°C
selama 20 menit dan selanjutnya ditambahkan NaCl jenuh dan heksan, masing-masing
sebanyak 2,0 mL. Sampel (2,0 μl) dimasukkan dalam kolom silikagel GC. GC
dijalankan dengan pelarut H2 (g) dan N2 (g) pada suhu awal 150°C dan suhu injektor
200°C. Deteksi sampel diukur dengan FID pada suhu 250°C. Reaksi hidrolisis
enzimatik Substrat (50 g minyak asam) ditempatkan dalam gelas erlenmeyer 100 mL
diinkubasikan dengan 25% (v/v) larutan enzim lipase dalam buffer pada suhu 50°C dan
digoyang pada 100 rpm diatas shaker selama 24 jam.
Reaksi hidrolisis yang terjadi diestimasi dengan pengukuran kandungan asam
lemak bebas (ALB) pada setiap sampel yang dianalisis. Emulsi lemak dihancurkan
dengan cara pemanasan pada suhu 80°C dan lapisan lemak yang mengandung enzim
168 | E S T E R
dan gliserol dipisahkan dengan cara sentrifugasi. ALB sebagai produk hidrolisis yang
terkandung dalam lapisan lemak selanjutnya dianalisis. Reaksi transesterifikasi ester
asam lemak Substrat CPO dan pelarut alkohol (etanol, metanol, propanol, butanol
konsentrasi 10-25%) atau buffer sebagai kontrol dalam gelas erlenmeyer 100-mL
diinkubasi dengan 25% larutan enzim lipase dari beberapa biakan mikroba (B. subtilis,
C. rugosa dan P. aerogenes) dengan cara dikocok menggunakan pengocok magnetis
pada suhu 50°C selama 24 jam. Campuran produk (masing-masing sebanyak 2,0 mL)
disaring untuk memisahkannya dari kotoran yang tidak terlarut. Hasil reaksi dianalisis
secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (TLC; thin layer
chromatography) dan secara kuantitatif menggunakan GC. TLC. Sampel diencerkan
dengan etanol dengan perbandingan 1:10. Sebanyak 0,01 mL sampel encer digunakan
untuk analisis TLC. Untuk mengetahui spot produk yang terkromatografi, plat TLC
dikembangkan dalam larutan heksan:dietil eter:asam asetat (80:20:1) selama satu jam.
Setelah dikeringkan, plat TLC disemprot dengan 0,1% 2’,7’-diklorofluoresin dalam
99,5% etanol dan selanjutnya diamati pada panjang gelombang 254 dan 360 nm. GC.
Sampel (2,0 μL) dimasukkan dalam kolom silikagel GC. GC dijalankan dengan pelarut
H2 (g) dan N2 (g) pada suhu awal 150°C dan suhu injektor 200°C. Deteksi cuplikan
diukur dilakukan dengan FID pada suhu 250°C.
Hasilnya Isolat yang dipilih untuk pengujian aktivitas lipolitik adalah bakteri
yang diisolasi dari sampel limbah mengandung minyak. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa dari beberapa isolat yang telah diidentifikasi, tiga biakan
penghasil enzim lipase yaitu C. rugosa, B. subtilis dan P. aerogenes menunjukkan
aktivitas lipolitik secara signifikan, masing-masing sebesar 32.10 U/mL, 37,05 U/mL
dan 36,08 U/mL, setelah ketiga biakan tersebut diprakulturkan pada substrat
mengandung minyak zaitun 2% dan pada suhu ruang (Sulistyo dkk., 2001). Hasil uji
pengaruh pH dan suhu pada perumbuhan enzim lipase dari berbagai sumber biakan
menunjukkan bahwa pH dan suhu optimal untuk aktivitas enzim lipase dari C. Rugosa,
B. subtilis dan P. aerogenes masing-masing adalah pada pH 4,5 (5,14 μmol/menit) dan
suhu 45°C (5,33 μmol/menit), pada pH 7,0 (masing-masing 5,81 μmol/menit dan 5,85
169 | E S T E R
μmol/menit), dan pada suhu 40°C dan 45°C (masing-masing 5,98 μmol/menit dan 5,92
μmol/menit) (Gambar 1 dan 2).
Hasil uji kualitatif perubahan pada substrat CPO setelah terjadi reaksi enzimatik
menggunakan beberapa biakan penghasil enzim lipase. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sumber enzim lipase berpengaruh pada proses transesterifikasi, meskipun pada
konsentrasi 10-25% pengaruh enzim tidak signifikan. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa enzim lipase dari biakan tertentu dapat bekerja secara efektif dan efisien sebagai
biokatalisator pada proses transesterifikasi (Herawan dan Eka, 1996), karena kondisi
media bagi aktivitas enzimatik menjadi optimal, sehingga terjadi proses penguraian
trigliserida yang diikuti pembentukan asam lemak yang diperlukan untuk sintesis ester
asam lemak. Terjadinya reaksi transesterifikasi dapat dianalisis berdasarkan
perbandingan jumlah gugus hidroksil pada substrat sebelum dan sesudah reaksi
enzimatik. Hasil bahwa enzim lipase berpengaruh terhadap penurunan kadar asam
lemak bebas (ALB) pada substrat CPO. Pada reaksi hidrolisis, penambahan enzim
lipase dari C. rugosa dapat menurunkan kadar ALB sebanyak 25%., sedangkan
penambahan enzim lipase dari B. subtilis dan P. aerogenes hanya menurunkan kadar
ALB sekitar 6-7%. Akan tetapi dengan penambahan santan kelapa atau butanol sebagai
pelarut organik, penurunan kadar ALB substrat mencapai 29-30%, bahkan hingga 34%
pada substrat dengan penambahan butanol yang direaksikan dengan enzim lipase dari
C. rugosa. kromatogram TLC hasil reaksi
substrat CPO setelah penambahan butanol 10% dan dinkubasi menggunakan enzim
lipase dari C. Rugosa selama 48 jam. Secara kualitatif terjadinya reaksi transglikosilasi
dapat ditandai dengan adanya pembentukan spot-spot sebagai produk transfer (PT)
yang terdeteksi pada kromatogram hasil analisis TLC. Ester asam lemak yang memiliki
polaritas lebih tinggi, memiliki spot kromatogram dengan nilai-Rf yang lebih tinggi
(0,82) dibanding nilai-Rf produk asam lemak bebas hasil hidrolisis trigliserida pada
CPO antara lain stearat (Rf 0,59), palmitat (Rf 0,46), linoleat (Rf 0,25), linolenat (Rf
0,09) dan oleat (Rf 0,04).
170 | E S T E R
Kondisi campuran reaksi mengandung substrat CPO setelah penambahan
pelarut alkohol (metanol, etanol, butanol dan propanol) 10-25%, dinkubasi dengan
enzim lipase dari C. rugosa selama 48 jam. Secara kualitatif terjadinya reaksi
transesterifikasi ditunjukkan dengan adanya pembentukan ester asam lemak yang
memiliki polaritas dan solubilitas lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (buffer)
yang tidak diberi penambahan pelarut alkohol (Saifuddin dan Chua, 2004). Campuran
reaksi menunjukkan terjadinya perubahan sifat kelarutan yang lebih baik, ditandai
dengan tingginya kadar asam lemak tidak jenuh dari golongan oleat, linoleat dan
linolenat sebagai produk asam lemak bebas hasil hidrolisis trigliserida secara enzimatik
pada CPO.
Campuran reaksi mengandung substrat CPO dan beberapa pelarut alkohol
sebagai akseptor reaksi transesterifikasi dengan enzim lipase dari biakan C. rugosa.
Hasil analisis kromatografi gas pada substrat CPO yang telah direaksikan dengan
butanol dan enzim lipase dari C. rugosa, menunjukkan bahwa komposisi kandungan
asam lemak tidak jenuh yang merupakan asam lemak esensial, terbentuk lebih tinggi
dibanding kandungan asam lemak jenuh. Hasil tersebut memberi indikasi bahwa
komposisi asam lemak bebas pada substrat CPO sebelum dan sesudah mengalami
reaksi transesterifikasi, mengalami perubahan yang nyata. Reaksi transesterifikasi
menggunakan butanol dengan enzim lipase dari C. Rugosa dapat meningkatkan
kandungan asam lemak tak jenuh yaitu asam oleat, linoleat dan linolenat, masing-
masing sebesar 19%, 29% dan 42%, serta menurunkan asam lemak jenuh, yaitu laurat
dan palmitat masing-masing sebesar 87% dan 45%, akan tetapi sebaliknya kandungan
asam lemak jenuh stearat juga meningkat sebesar 53%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak seluruh komponen asam lemak tidak
jenuh dapat ditingkatkan mengikuti penurunan kandungan sebagian asam lemak jenuh.
Sebaliknya Reaksi enzimatik menggunakan butanol dengan enzim lipase dari B.
subtilis dan P. aerogenes tidak dapat meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh
yang terdiri dari asam oleat, linoleat dan linolenat, meskipun dapat menurunkan asam
lemak jenuh, khususnya asam laurat dan palmitat, masing-masing sebesar 96% dan
171 | E S T E R
62% (B. subtilis) serta 97% dan 69% (P. aerogenes). Peningkatan kandungan asam
stearat juga terjadi meskipun tidak terlalu besar. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa
sumber enzim berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan kandungan asam
lemak bebas secara cukup signifikan pada ketersediaan akseptor butanol. Perubahan
komposisi dan kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada substrat CPO belum
optimal, sehingga masih dapat ditingkatkan lagi mengingat tingginya kandungan asam
palmitat pada CPO (40-46%) belum sepenuhnya dapat termanfaatkan dengan baik.
Untuk meningkatkan reaksi transesterifikasi secara lebih efektif dan efisien, diperlukan
optimasi perihal sumber enzim dari berbagai sumber biakan mikroba, khususnya dari
golongan termofilik dan alkalotoleran, serta kondisi optimum inkubasi maupun jenis
pelarut organiknya, agar seluruh kandungan asam lemak jenuh yang terdapat dalam
substrat dapat ditransferkan menjadi ester asam lemak secara optimal (Winarno, 1987).
Indikasi tersebut didasarkan pada asumsi apabila efektivitas enzim pada reaksi
transesterifikasi menjadi sangat tinggi, maka kandungan asam lemak tidak jenuh akan
meningkat, sehingga minyak akan tetap mencair pada suhu ruang dan fungsinya
sebagai bahan berminyak dapat dimanfaatkan secara optimal, antara lain sebagai
senyawa aromatik penyedap rasa, untuk produksi alkohol lemak atau untuk
pemanfaatan sebagai produk farmaka yang berfungsi untuk pencegahan dan
penyembuhan penyakit yang berkaitan dengan sistem peredaran darah, antara lain
trombosis dan arteriosklerosis.
Kesimpulan Penelitian ini membuktikan bahwa asam lemak pada minyak sawit
mentah (CPO) dan minyak kelapa, dapat direaksikan secara transesterifikasi
menggunakan enzim lipase yang diekstraksi dari biakan mikroba, antara lain C. rugosa,
B. subtilis dan P. aerogenes menjadi ester asam lemak, pada ketersediaan butanol
sebagai pelarut organik. Selain itu, reaksi transesterifikasi dengan enzim lipase dari C.
rugosa juga menyebabkan terjadinya perubahan pada kandungan asam lemak bebas.
Perubahan cukup signifikan yang ditunjukkan oleh adanya penurunan beberapa
komponen asam lemak jenuh, diikuti dengan peningkatan beberapa komponen asam
172 | E S T E R
lemak tidak jenuh sebagai asam lemak esensial, memberikan indikasi yang prospektif
perihal pemanfaatan enzim lipase dari biakan mikroba.
173 | E S T E R
Anhidrida asetat dengan rumus molekul (CH3CO)2O mempunyai bau yang
tajam dengan berat molekul 102,09 g/mol, titik didih (760 mmHg) 138,6 oC, dan titik
lebur -73 oC. Reaksi anhidrida asetat dengan alkohol menghasilkan senyawa ester,
senyawa tersebut digunakan sebagai pereaksi dalam reaksi esterifikasi karena
merupakan turunan asam karboksilat paling reaktif setelah asil halida. Kegunaan
anhidrida asetat pada umumnya sebagai pereaksi dalam pembuatan ester asetat,
asetilasi pada obat-obatan dan pereaksi lainnya.
Senyawa mentol dapat dibuat menjadi mentil asetat dengan reaksi esterifikasi
Fischer menggunakan katalis asam. Menurut penelitian Roji (2001) diperoleh
rendemen (-)-mentil asetat sebesar 29,57 % dari (+)-mentol:anhidrida asetat 4:1 pada
temperatur 30 oC selama 48 jam [9] tapi belum diperoleh informasi pengaruh rasio mol
l-mentol dan anhidrida asetat, sehingga dalam penelitian ini dilakukan reaksi
esterifikasi Fischer l-mentol dan anhidrida asetat pada berbagai mol rasio dalam refluks
dengan temperatur 60 oC selama 1 jam.
Bahan kimia yang digunakan berderajat p.a produk Merck kecuali disebutkan
lain meliputi plat KLT silika GF254, anhidrida asetat, dietil eter, asam sulfat 98 %,
natrium bikarbonat, magnesium sulfat heptahidrat, etil asetat, n-heksana, metanol,
akuades (teknis), l-mentol (teknis) merk RRT Xinjing, dan gas nitrogen (teknis).
Peralatan gelas yang digunakan adalah seperangkat alat refluks dilengkapi
dengan corong tetes (kapasitas 100 mL), gelas arloji, vial, corong gelas, corong pisah
(kapasitas 125 mL), gelas kimia (kapasitas 50 mL,100 mL), pipet tetes, pengaduk gelas,
labu takar (kapasitas 100 mL). Selain itu juga termometer, mortar, cawan porselen,
neraca analitik (Precision Advanced) dan pipet mikro (Acura Manual 825) dengan
volume 0,5 – 10 μL. Sedangkan instrumentasi yang digunakan adalah FT-IR
(Shimadzu-8400 Series), KG (Agilent J&W HP-5) dilengkapi kolom HP-5 berisi fasa
diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar), panjang kolom 30 m, dan diameter
kolom 0,320 mm, serta KG-SM (Shimadzu QP-2010 Series) dilengkapi kolom Restek
Rtx-5MS berisi fasa diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar), panjang kolom
30 m, dan diameter kolom 0,320 mm.
174 | E S T E R
Esterifikasi l-mentol:anhidrida asetat pada variasi rasio mol 1:1 (E1); 2:1 (E2);
3:1 (E3); 4:1 (E4); dan 5:1 (E5) dilakukan dengan ditimbang sebanyak 3,90 g (0,025
mol); 7,82 g (0,050 mol); 11,72 g (0,075 mol); 15,63 g (0,10 mol) dan 19,53 g (0,125
mol), kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu leher 3, ditambah pelarut
dietil eter, dan anhidrida asetat masing-masing sebanyak 2,36 mL (0,025 mol).
Selanjutnya 0,12 g (0,001 mol) katalis asam sulfat 98 % ditambahkan ke dalam
campuran tersebut dan direfluks selama 1 jam pada temperatur 60 oC. Campuran hasil
sintesis ditambah larutan NaHCO3 5 % hingga mencapai pH akuades, selanjutnya 2
lapisan yang terbentuk yaitu fasa organik dan fasa air dipisahkan. Fasa organik
ditambah MgSO4 anhidrat sebanyak 0,013 mol pada E1; 0,019 mol pada E2; 0,015
mol pada E3; 0,011 mol pada E4; dan 0,015 mol pada E5. Selanjutnya fasa organik
dimasukkan dalam vial dan diuapkan pelarutnya dengan pengaliran gas nitrogen
sampai berat konstan. Selanjutnya disimpan dalam vial tertutup di lemari pendingin
untuk dilakukan analisis selanjutnya.
Karakterisasi senyawa l-mentol dan campuran hasil sintesis dilakukan
berdasarkan penentuan sifat fisik (warna, bau) dan dianalisis dengan KLT, FT-IR, KG,
dan KG-SM. Monitoring reaksi esterifikasi dilakukan pada plat silika GF254 yang
telah diaktivasi dalam oven selama 5 menit pada temperatur 110 oC dengan eluen n-
heksana:etil asetat 9:1, dan penampak noda larutan H2SO4 5% dalam metanol.
Kromatogram yang diperoleh berupa noda dihitung nilai Retardation factor (Rf) nya.
Analisis gugus fungsi senyawa l-mentol dan campuran hasi sintesis
dikarakterisasi dengan spektrofotometer FT-IR menggunakan metode lapisan tipis.
Sampel dilapiskan pada lempeng NaCl. Selanjutnya lempeng NaCl diletakkan diantara
dua celah cell holder yang100 mL). Selain itu juga termometer, mortar, cawan
porselen, neraca analitik (Precision Advanced) dan pipet mikro (Acura Manual 825)
dengan volume 0,5 – 10 μL. Sedangkan instrumentasi yang digunakan adalah FT-IR
(Shimadzu-8400 Series), KG (Agilent J&W HP-5) dilengkapi kolom HP-5 berisi fasa
diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar), panjang kolom 30 m, dan diameter
kolom 0,320 mm, serta KG-SM (Shimadzu QP-2010 Series) dilengkapi kolom Restek
175 | E S T E R
Rtx-5MS berisi fasa diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar), panjang kolom
30 m, dan diameter kolom 0,320 mm.100 mL). Selain itu juga termometer, mortar,
cawan porselen, neraca analitik (Precision Advanced) dan pipet mikro (Acura Manual
825) dengan volume 0,5 – 10 μL. Sedangkan instrumentasi yang digunakan adalah FT-
IR (Shimadzu-8400 Series), KG (Agilent J&W HP-5) dilengkapi kolom HP-5 berisi
fasa diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar), panjang kolom 30 m, dan
diameter kolom 0,320 mm, serta KG-SM (Shimadzu QP-2010 Series) dilengkapi
kolom Restek Rtx-5MS berisi fasa diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar),
panjang kolom 30 m, dan diameter kolom 0,320 mm.
Analisis menggunakan KG-SM dilakukan dengan cara menyuntikkan senyawa
l-mentol sebanyak 0,5 μL dengan kondisi operasional yaitu temperatur kolom 50 oC,
temperatur injektor 225 oC, tekanan gas 10,9 kpa, kecepatan aliran gas 20,9 mL/menit,
Split ratio 33, dan gas pembawa He. Sedangkan analisis terhadap campuran hasil
sintesis dilakukan dengan menyuntikkan campuran tersebut sebanyak 0,5 μL dengan
kondisi operasional yaitu temperatur kolom 70 oC, temperatur injektor 310 oC, tekanan
gas 10,9 kpa, kecepatan aliran gas 179,4 mL/menit, Split ratio 158, dan gas pembawa
He. Data yang diperoleh berupa TIC dan spektrum massa. Data TIC hasil analisis KG-
SM terhadap l-mentol digunakan untuk mengetahui kemurniannya dan spektrum massa
dari puncak TIC l-mentol yang diperoleh digunakan untuk mengetahui pola
fragmentasi senyawa l-mentol untuk dibandingkan dengan spektrum massa senyawa l-
mentol pada pustaka WILEY7.LIB. Sedangkan data TIC hasil analisis KG-SM
terhadap campuran hasil sintesis digunakan untuk mengetahui profil komponen
senyawa penyusun hasil sintesis dan komposisinya.
Hasil esterifikasi diperoleh senyawa berupa cairan berwarna kuning dan berbau
khas mint. Karakterisasi senyawa l-mentol dan senyawa penyususn hasil sintesis
dilakukan dengan KLT, FT-IR, KG, dan KG-SM. Analisis senyawa hasil sintesis
dengan KLT diperoleh kromatogram berupa 2 noda berwarna kuning kecoklatan
dengan Rf noda I = 0,38, menurut Poltor (2000) harga Rf senyawa l-mentol dalam
176 | E S T E R
ekstrak daun Peppermint dan daun Spearmint dengan eluen n-heksana:etil asetat 9:1
[10]. Sedangkan Rf noda II = 0,80 diduga adalah Rf produk esternya.
Data spektrum IR menunjukkan adanya gugus ester yaitu adanya vibrasi ulur
C=O pada bilangan gelombang 1737,74 cm-1, vibrasi ulur C–O pada bilangan
gelombang 1245,93 cm-1. Selain itu adanya vibrasi ulur O-H pada bilangan gelombang
3353,98 cm-1 dan vibrasi ulur C−O alkohol sekunder pada bilangan gelombang
1024,13cm-1 menunjukkan bahwa hasil esterifikasi masih mengandung l-mentol.
Analisis dengan KG dan KG-SM menunjukkan telah terbentuk senyawa l-
mentil asetat dengan area dan TIC yang berbeda dari puncak awalnya. Analisis
kromatogram campuran hasil sintesis dengan KG diperoleh 2 puncak, puncak I dengan
waktu retensi (tR) = 7,434 menit diduga adalah l-mentol sedangkan puncak II dengan
tR = 9,467 menit diduga adalah l-mentil asetat, senyawa tersebut mempunyai tR lebih
lama dibanding l-mentol dikarenakan sifatnya yang nonpolar sehingga lebih tertahan
pada kolom.
Hasil analisis KG-SM terhadap senyawa l-mentol dan campuran hasil sintesis
menunjukkan perbedaan tR l-mentol sebelum dan sesudah disintesis. Hal ini diduga
adanya perbedaan kondisi operasional analisis. Rasio mol mempengaruhi rendemen l-
mentil asetat yang diperoleh dari reaksi esterifikasi.
177 | E S T E R
sulfonat yang diperlihatkan dalam spektra FTIR pada bilangan gelombang di sekitar
1366,52 hingga 1015,30 cm-1.
Salah satu jenis asam lemak yang potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan MES adalah asam laurat yang memiliki jumlah atom karbon sebanyak 12
(C12). Menurut Foster (1996) dalam Hidayati (2012), beberapa hal yang harus
dipertimbangkan untuk menghasilkan kualitas MES terbaik adalah rasio mol, suhu
reaksi, lama reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, bahan untuk sulfonasi
(NaHSO3, H2SO4), waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi. Beberapa hasil
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hasil optimum dari proses
sulfonasi diperoleh dengan rasio mol yang berbeda.
178 | E S T E R
Menurut Hidayati (2009), dalam proses sulfoansi menggunakan bahan CPO
pada rasio mol 1:1,5 dan lama reaksi di atas 5 jam dapat meningkatkan nilai tegangan
muka. Hidayati (2009) juga menjelaskan bahwa menurut Sheats dan Arthur (2002),
rasio mol reaktan yang digunakan untuk sulfonasi menggunakan gas SO3 pada kisaran
1:1,2–1:1,3. Rasio mol berlebihan akan menghasilkan produk samping berupa olefin,
asam sulfat dan hidrolisis ester yang menghasilkan di-salt. Berdasarkan hasil penelitian
lainnya, berdasarkan optimasi proses pembuatan MES dari bahan baku metil ester
minyak Jarak Pagar menunjukkan bahwa kondisi kombinasi perlakuan optimum terjadi
pada suhu sulfonasi 102oC, lama sulfonasi 3,9 jam.
179 | E S T E R
f.Etil Asetat pada Pisang
Etil asetat bersifat volatil, relatif tidak toksik dan tidak higroskopis.
180 | E S T E R
Titik Didih 77,1 °C
Titik Nyala -4 °C
4. Sebagai bahan baku bagi pabrik parfum, flavor, kosmetik, dan minyak atsiri
(McKetta and Cuningham, 1994).
Bahan Baku Pembuatan Etil Asetat , Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan
salah satu jenis buah-buahan tropis yang tumbuh subur dan mempunyai wilayah
penyebaran merata di seluruh wilayah Indonesia. Pisang merupakan komoditas
unggulan yang mudah diusahakan, berumur singkat dan dapat dipanen sepanjang
tahun. Kulit pisang dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai makanan ternak. Akan
tetapi, limbah kulit pisang ini berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku yang
berguna dan mempunyai nilai lebih. Kulit pisang mengandung komponen yang
bernilai, seperti karbohidrat, vitamin C, kalsium dan nutrien lainnya. Berdasarkan sifat
fisik dan kimianya, limbah kulit pisang sangat berpotensi untuk digunakan sebagai
sumber karbon dalam pembuatan alkohol.
181 | E S T E R
Data produksi pisang di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Hal ini tentunya berbanding lurus dengan limbah yang dihasilkan yaitu
berupa kulit pisang. Berat kulit pisang dari berat keseluruhan buah pisang mencapai
30-40% dari total berat seluruh buah pisang. Kulit pisang mengandung komponen yang
bernilai, seperti karbohidrat, vitamin C, kalsium dan nutrien lainnya. Pada umumnya
kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata dan hanya dibuang sebagai limbah
organik saja atau digunakan sebagai bahan makanan ternak seperti kambing, sapi atau
kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang
menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai produk yang memiliki nilai
ekonomis tinggi misalnya etil asetat.
Selama ini, penelitian yang sudah ada masih mengenai pemanfaatan kulit
pisang sebagai bahan baku etanol. Dimana kulit pisang dihidrolisis terlebih dahulu
untuk mendapatkan glukosa kemudian difermentasi untuk diubah menjadi etanol. Pada
penelitian ini, kulit pisang diubah hingga menjadi etanol kemudian diesterifikasi
dengan asam asetat menjadi etil asetat. Jika dibandingkan dari prosesnya, tentu proses
ini lebih panjang dan lebih membutuhkan waktu yang lebih lama, jika dibandingkan
dengan proses pembuatan etanol. Tetapi jika dibandingkan dari segi harga dengan etil
asetat, etil asetat memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan etanol.
Harga jual etanol di pasaran adalah Rp. 236.000/L sementara harga jual etil asetat Rp.
671.600/L. Oleh sebab itu, penulis lebih memilih untuk lebih memanfaatkan kulit
pisang dalam pembuatan etil asetat.
Etil asetat adalah cairan jernih, tak berwarna, berbau khas yang digunakan
sebagai pelarut tinta, perekat dan resin. Jika dibandingkan dengan etanol, etil asetat
memiliki koefisien distribusi yang lebih tinggi dibanding etanol termasuk
kelarutannya dalam gasoline. Selain dari penggunaannya sebagai pelarut, etil asetat
dapat berfungsi sebagai bahan aditif untuk meningkatkan bilangan oktan pada bensin
serta dapat berguna sebagai bahan baku kimia serba guna. Dari penelitian ini
diharapkan limbah kulit pisang yang selama ini tidak memiliki nilai ekonomis dapat
dimanfaatkan sebagai bahan yang bernilai ekonomi tinggi seperti etil asetat. Untuk itu
182 | E S T E R
perlu dilakukan kajian potensi ekonomi etil asetat dari limbah kulit pisang. Namun,
dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Dalam hal ini,
harga etil asetat mengacu pada harga komersial dari etil asetat di pasaran.
183 | E S T E R
Rendemen tertinggi yaitu 22,5 % diperoleh pada rasio mol l-mentol:asam propionat
1:1.
Mentol (2-isopropil-5-metilsikloheksanol) merupakan alkohol monoterpen
siklik mempunyai 8 isomer optis aktif dengan sifat organoleptik yang berbeda.
Konfigurasi mentol yang sering digunakan adalah l-mentol karena mempunyai aroma
lebih segar daripada isomer lainnya. l-mentol dapat ditemukan pada minyak atsiri dari
daun Mentha canadensis L. dan Mentha. x piperita L. Senyawa tersebut digunakan
sebagai penambah aroma pada industri makanan, kosmetik dan farmasi. Aroma
senyawa alkohol kurang tajam jika dibandingkan mempengaruhi reaksi esterifikasi
yaitu katalis, waktu reaksi dan rasio mol yang digunakan. Reaksi esterifikasi yang
dilakukan tanpa menggunakan katalis berlangsung sangat lambat dan memerlukan
waktu beberapa hari untuk memperoleh produk. Katalis yang dapat digunakan berupa
asam, basa dan enzim.
Penelitian reaksi esterifikasi mentol dengan asam karboksilat selama ini
dilakukan menggunakan katalis enzim. Katalis enzim digunakan karena mentol
mempunyai 8 stereoisomer sehingga selektif terhadap salah satu enansiomer untuk
memperoleh hasil sintesis dengan enantiomer tertentu. Zhongxian et al. telah
melakukan esterifikasi dl-mentol dengan asam propionat menggunakan katalis enzim
lipase dari Candida cylinfracea dan mempelajari pengaruh temperatur, waktu dan pH
larutan buffer terhadap rendemen mentil propionat. Rentang temperatur yang diteliti
yaitu 30-55 °C dengan waktu reaksi 1 sampai 22 hari. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rendemen mentil propionat terbesar yaitu 31,8 % pada temperatur 45 °C dan
waktu reaksi 20 hari.
Selain itu, pengaruh rasio mol terhadap produk esterifikasi asam karboksilat
dengan alkohol telah diteliti oleh Nada et al. Pada penelitiannya etanol direaksikan
dengan asam asetat menggunakan katalis asam sulfat dengan rasio mol etanol:asam
asetat 10:1, 30:1 dan 50:1. Hasil optimum ester diperoleh sebesar 80 % pada rasio mol
10:1 dengan temperatur 60 °C selama 40 menit. Berdasarkan penelitian tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan mol alkohol akan menurunkan ester yang diperoleh.
184 | E S T E R
Penelitian tentang sintesis mentil ester melalui reaksi esterifikasi Fischer
dengan stereoisomer l-mentol dan asam propionat tanpa katalis enzim belum pernah
dilakukan, demikian juga pengaruh rasio mol reaktan terhadap produk mentil ester
belum diketahui. Reaksi esterifikasi Fischer merupakan reaksi alkohol dengan asam
karboksilat menggunakan katalis asam. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan
esterifikasi l-mentol dan asam propionat menggunakan katalis asam sulfat dengan
variasi rasio mol l-mentol:asam propionat 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4. Reaksi dilakukan pada
temperatur 60 °C seperti penelitian oleh Nada et al.dan waktu reaksi selama 1 jam.
Senyawa hasil sintesis dikarakterisasi berdasarkan penentuan sifat fisik meliputi warna
dan bau serta dianalisis dengan KLT, KG, KG-SM, dan FT-IR.
185 | E S T E R
perhitungan rasio l-mentil propionat terhadap campuran hasil sintesis, massa, dan
rendemen berturut-turut digunakan Persamaan (1), (2) dan (3)
Rasio l-mentil propionat tertinggi yaitu 22,53 % pada hasil sintesis E1. Hal ini
menunjukkan konversi l-mentol menjadi mentil propionat optimum pada rasio mol l-
mentol:asam propionat 1:1. Selain itu, rendemen tertinggi mentil propionat sebesar
22,5 % diperoleh pada rasio mol reaktan 1:1 dan peningkatan mol asam propionat
menurunkan rendemen l-mentil propionat. Penurunan rendemen l-mentil propionat dari
E1 hingga E4 disebabkan karena peningkatan mol asam propionat tidak sebanding
dengan peningkatan mol katalis asam sulfat yang digunakan. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa jumlah asam propionat yang terprotonasi oleh katalis asam sulfat tidak
maksimal sehingga adisi nukleofilik mentol terprotonasi ke gugus karbonil asam juga
tidak maksimal. Faktor lainnya karena waktu reaksi esterifikasi selama 1 jam kurang
lama sehingga tumbukan antar molekulnya kurang sempurna. Selanjutnya campuran
hasil sintesis dikarakterisasi dengan KG-SM untuk mengetahui profil komponen hasil
sintesis digunakan data TIC KG-SM dan spektrum massa. TIC keempat campuran hasil
sintesis mempunyai jumlah puncak dan tR yang sama. Berikut disajikan TIC KG-SM
campuran hasil sintesis E1 pada Gambar.
186 | E S T E R
Waktu retensi (mrnit)
187 | E S T E R
Reaksi esterifikasi l-mentol dengan asam propionat menghasilkan l-mentil
propionat berupa cairan kental berwarna kuning, berbau tajam dan diperoleh rendemen
tertinggi sebesar 22,5 % pada rasio mol l-mentol:asam propionat 1:1. Peningkatan mol
asam propionat berpengaruh terhadap produk ester l-mentil propionat, dimana
peningkatan mol asam propionat menurunkan produk mentil propionat.
188 | E S T E R
c) Penggunaan
_ Isoamil asetat dalam etanol digunakan sebagai perasa buatan.
_ Isoamil asetat juga digunakan dalam test efectivitas dari transpirator karena
zat ini mempunyai bau yang tajam yang tidak umum eksperiment sebagai
sesuatu yang tidak menyenangkan dapat mendeteksi rendahnya konsentrasi.
_ Isoamil Asetat juga digunakan sebagai campuran dalam pernis dan
nitroselulosa pernis, ada dalam hormon feromon pada lebah madu.
_ Isoamil asetat dapat digunakan untuk menarik sekelompok besar lebah
madu dalam lingkup kecil.
2.AMIL ASETAT
a) Rumus molekul: C7H14O2 ( CH3COO(CH2)4CH3)
b) Pembuatan
Senyawa amil asetat merupakan senyawa ester hasil kondensasi dari asam
asetat dengan 1-pentanol. Padahal ester dibentuk dari isomer pentanol yang lain
(amil alkohol) atau campuran dari beberapa pentanol yang sering menunjukkan
sebagai amil asetat.
c) Penggunaan
Amil asetat memiliki aroma yang mirip dengan aroma pisang dan apel yang
tidak dapat dideteksi oleh semua orang
3.BUTIL BUTIRAT
a) Rumus Struktur dan Molekul
Rumus struktur
189 | E S T E R
Butil butirat merupakan komponen organik yang dibentuk dari
kondensasi asam butirat dan butanol.
c) Penggunaan
Digunakan dalam pemanis buatan untuk membuat rasa manis buah
terutama nanas. Ini juga terdapat dalam berbagai buah-buahan seperti
apel, pisang, dan strawberry.
4. ETIL ASETAT
a) Rumus struktur dan molekul
Rumus struktur
5. ETIL BUTIRAT
a) Rumus molekul: C6H12O2
b) Pembuatan
Ini dapat dihasilkan dari reaksi etanol dan asam butirat. Ini adalah
reaksi kondensasi artinya air adalah produksi dalam reaksi seperti
190 | E S T E R
biproduk.
c) Penggunaan
Secara umum digunakan untuk aroma buatan diantaranya aroma nanas
dalam minuman beralkohol dan pencampuran dalam produk parfum.
6.ETIL LAKTAT
a) Rumus Struktur dan Molekul
Rumus struktur
7. ETIL PENTANOAT
a) Rumus Struktur dan Molekul
Rumus struktur
191 | E S T E R
b) Pembuatan : Etil pentanoat merupakan komponen organik digunakan dalam perasa
yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol dan dietil eter.
c) Penggunaan : Digunakan sebagai zat aditif makanan untuk memberi aroma buah-
buahan khususnya apel.
192 | E S T E R
DAFTAR PUSTAKA
Handayani Rini Dan Joko Sulistio. 2005. Transesterifikasi Ester Asam Lemak
193 | E S T E R
Melalui Pemanfaatan Teknologi Lipase: Biodiversitas, Vol 6, No. 3 Hal: 164-
167.
Hart,Craine Hart. 2005. Kimia Organik : suatu kuliah singkat, edisi 11. Jakarta :
Erlangga
Imani Nur,Abdul Rahman R.I, Dan Nurhaeni. 2016. Sintesis Surfaktan Metil
Lippincott, W.T., Garret, A.B., dan Verhoek, F.H. (1980). Chemistry – A Study of
Matter. Fourth Edition, New York: John Willey & Sons.
Miller Jr., G.T. (1981). Living in the Environment. Edisi III. Beltmon, California:
Wadsworth Publishing Company, Inc.
Mulyono HAM. (2006a). Kamus Kimia. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit PT. Bumi
Aksara.
Mulyono HAM. (2006b). Pembuatan Reagen Kimia di Laboratorium. Edisi
Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara.
Neidig, H.A. and Spencer, J.N. (1978). Introduction to the Chemistry Laboratory.
Boston, Massachusetts: Willard Grant Press.
Nurita Friska DM, Retnowati Rurini, Dan Suratmo.2014.Esterifikasi 2
Isopropil-5-Metilsikloheksanol(Lmentol) Menggunakan Asam Propionat :
Kimia Student Journal (Online), Vol 1, No. 2,
Nuryono, Iqmal T, Deni P. 2004. Petunjuk Praktikum : Kimia Dasar II. Yogyakarta :
Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UGM
Pessenden, Ralf J. and Pessenden, Joan S. (1983). Chemical Principles for The
Life Science. Second Edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
194 | E S T E R
Ritonga Yusuf Muhammad dan Mangunsong Ruben Reinhard Giovani.2016.
Wisnu Cahyadi. 2006. Bahan Tambahan Pangan: Analisis dan Aspek Kesehatan.
Yakarta : PT Bumi Aksara
195 | E S T E R
PROFIL PENULIS
No. HP : 082386936533
196 | E S T E R
Nama : Muhammad Bima Afiq Naufal
No. HP : 082169228667
Sesuatu
197 | E S T E R
Nama : Samsinar Sri Ningsih
No. HP : 082283871581
198 | E S T E R
Nama : Vini Alvia Sari
No. HP : 082239210231
199 | E S T E R
Dwiki Gusdi Randa, Muhammad Bima Afiq Naufal, Samsinar
Sriningsih, Vini Alvia Sari