Anda di halaman 1dari 206

ESTER

KELOMPOK 7 TEKNIK KIMIA S1 B

Dwiki Gusdi Randa, Muhammad Bima Afiq Naufal,


Samsinar Sriningsih, Vini Alvia Sari
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta kelapangan berfikir dan waktu sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas monograf “Ester”.

Monograf ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan sebagai
mahasiswa yang mengikuti program Mata Kuliah Kimia Organik. Diharapkan dengan
adanya monograf ini penulis dapat mengerti dan memahami jenis-jenis senyawa
hidrokarbon terutama “Ester”.

Penulis menyadari dalam penulisan monograf ini masih terdapat kekurangan,


sehingga kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan dalam perkembangan
kedepannya. Serta ucapan terimakasih kepada dosen mata kuliah : Drs. Irdoni HS,MS.
yang telah membimbing dan memberikan tugas kepada penulis. Semoga monograf ini
dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan juga penulis khususnya.

Pekanbaru, Desember 2017

Penulis

i|ESTER
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................ i

Daftar Isi...................................................................................................... ii

Daftar Gambar ............................................................................................. iii

Daftar Tabel ................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Definisi Ester ................................................................................ 1

B. Sifat-sifat Ester ............................................................................. 3

C. Klasifikasi Ester............................................................................ 4

BAB II TATA NAMA ESTER .................................................................. 12

A. IUPAC ........................................................................................... 13

B. Trivial ............................................................................................ 15

BAB III REAKSI ESTER .......................................................................... 19

BAB IV PEMBUATAN ESTER ................................................................ 53

BAB V APLIKASI ESTER ........................................................................ 123

Daftar Pustaka ............................................................................................. 193

Profil Penulis ............................................................................................... 196

ii | E S T E R
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1. Pembuatan Ester ................................................................................... 28

3.2. Serangan Nukleofil Lemah .................................................................. 29

3.3. Reaksi Adisi dan Eliminasi Terhadap Serangan Nukleofil .................. 29

3.4. Reaksi Ester dengan Ammonia ............................................................ 44

3.5. Reaksi Ester dengan Pereaksi Grignard ............................................... 52

3.6. Reaksi Keton dengan R’’MgX ............................................................. 52

3.7. Reaksi Reversibel Ester dan Alkohol ................................................... 68

3.8. Reaksi Trigliserida dengan Metanol .................................................... 68

4.1 Pengaruh Suhu Terhadap % Yield Ester................................................ 69

4.2 Pengaruh Rasio Reaktan Terhadap % Yield Ester...................................70

4.3 Pengaruh Katalis Terhadap % Yield Ester...............................................71

4.4 Pengaruh Suhu Terhadap Interfacial Tension..........................................72

4.5 Pengaruh Suhu Terhadap Interfacial Tension.........................................73

4.6 Pengaruh Konsentrasi H2so4 Terhadap Interfacial Tension...................82

4.7 Pegaruh Konsentrasi H2so4 Terhadap Ketabilan Emulsi........................82

4.8 Reaksi Saponifikasi dari Ester.................................................................83

iii | E S T E R
4.9 Reaksi Saponifikasi dari Asam Lemak Bebas.........................................123

5.1. Kegunaan Ester .................................................................................... 124

5.2. Aspirin .................................................................................................. 124

5.3. Struktur Aspirin.................................................................................... 135

5.4. Struktur molekul 4-Formil-2-metoksifenil 3-metilbutanoat ............... ..140

5.5. Diagram Alir Pembuatan Biodiesel ..................................................... ..149

5.6. Serat Poliester....................................................................................... ..152

5.7. (a) Biji Karet tanpa Cangkang, (b) Biji Karet dengan Cangkang ........ ..154

5.8. Reaksi Hidrolisis Asam dan Basa ........................................................ ..154

5.9. Reaksi Penyabunan dan Pengasaman................................................... ..155

5.10. Reaksi Adisi dan Eliminasi ................................................................ ..155

5.11. Reaksi Alkohol mengandung Karbon Kiral ....................................... ..160

5.12. Rasemisasi atau Inversi ...................................................................... ..160

iv | E S T E R
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Aroma Ester.......................................................................................... 5

2.1. Rumus Molekul, Rumus Ikatan Dan Nama Dari Ester…………… 12

2.2. Rumus Struktur Dan Nama Iupac ...................................................... 13

2.3. Nama Trivial Beberapa Ester. ............................................................ 15

3.1 Tabel Pembuatan Mes......................................................................... 70

3.2 Pengaruh Sumber Enzim Lipase Pada Perubahan Kadar ALB

Minyak Sawit ..................................................................................... 74

5.1. Beberapa Turunan Ester Sebagai Essense.......................................... 129

5.2. Bilangan Oktana Bensin Indonesia. ................................................... 148

5.3. Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Karet. ..................................... 151

v|ESTER
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi Ester

Ester adalah senyawa turunan dari asam karboksilat dengan mengganti ion
hidrogen pada gugus hidroksil oleh radikal hidrokarbon. Ester dibentuk dari reaksi
kondensasi alkohol dengan suatu asam sebagai katalisnya (esterifikasi). Asam-asam
itu dapat berupa, asam phosfat, asam sulfat, asam nitrat, asam borat, dsb. Ester yang
mudah menguap terdapat dalam parfum, pheromon, dan minyak atsiri. Nama ester
diturunkan dari bahasa Jerman yakni Essig-Ather yang berarti cuka ether. Eter siklik
dinamakan lakton.

Reaksi esterifikasi merupakan reaksi pembentukan ester dengan reaksi


langsung antara suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol. Suatu reaksi pemadatan
untuk membentuk suatu ester disebut esterifikasi. Esterifikasi dapat dikatalis oleh
kehadiran ion H+. Asam belerang sering digunakan sebagai sebagai suatu katalisator
untuk reaksi ini. Pada skala industri, etil asetat di produksi dari reaksi esterifikasi antara
asam asetat (CH3COOH) dan etanol (C2H5OH) dengan bantuan katalis berupa asam
sulfat (H2SO4). Proses esterifikasi suatu reaksi reversible antara suatu asam karboksilat
dengan suatu alkohol. Produk esterifikasi disebut ester yang mempunyai sifat yang
khas yaitu baunya yang harum. Sehingga pada umumnya digunakan sebagai
pengharum (essence) sintetis. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi reversible yang
sangat lambat. Tetapi bila menggunakan katalis asam sulfat atau asam klorida,
kesetimbangan reaksi akan tercapai dalam beberapa jam. Esterifikasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor diantaranya adalah; struktur molekul dari alkohol, suhu proses dan
konsentrasi katalis maupun reaktan.

Alkil lkanoat/ Ester adalah sebuah asam karboksilat mengandung gugus -


COOH, dan pada sebuah ester hidrogen pada gugus ini digantikan dengan sebuah

1|ESTER
gugus hidrokarbon dari berbagai jenis. Gugus ini bisa berupa gugus alkil seperti metil
atau etil, atau gugus yang mengandung sebuah cincin benzen seperti fenil.

Ester dapat terhidrolisis dengan pengaruh asam membentuk alkohol dan asam
karboksilat. Reaksi hidrolisis tersebut merupakan kebalikan dari pengesteran. Di sini
senyawa karbon mengikat gugus fungsi –COOR adalah alkilalkanoat. Ester diturunkan
dari alkohol dan asam karboksilat. Untuk ester turunan dari asam karboksilat paling
sederhana, nama-nama tradisional digunakan, seperti formate, asetat, dan propionate
(Harold, 1983).
Ester diturunkan dari asam karboksilat dengan mengganti gugus OH dengan
gugus OR (R adalah gugus alkil atau aril). Ester merupakan senyawa organik yang
bersifat netral, tidak bereaksi dengan logam Na dan PCl3.
Ester yang terdiri dari asam-asam yang berat molekul rendah dan alkohol
merupakan senyawa-senyawa cair yang tidak berwarna, sedikit larut dalam air dengan
bau semerbak, dan mudah menguap. Ester dari beberapa asam karboksilat dengan
rantai panjang terdapat secara alamiah di dalam lemak, lilin, dan minyak (Keenan,
1980).
Ester yang paling lazim adalah etil asetat, CH3CO2CH2CH3, suatu pelarut cat
dan cat kuku maupun pelarut untuk perekat. Etil asetat dan ester lain dengan sepuluh
karbon atau kurang merupakan suatu cairan yang mudah menguap dengan bau enak
yang mirip dengan buah-buahan dan sering dijumpai dalam buah-buahan dan bunga-
bungaan. Banyak ester, baik yang dari alam maupun dibuat oleh manusia, yang digunakan
sebagai bahan penyedap (flavoring agent). Bau dan citarasa dari buah-buahan tertentu dapat
disebabkan oleh beberapa ester. Misalnya etil asetat, n-butil asetat, dan n-pentil asetat
semuanya merupakan citarasa dari pisang-pisang. Ester yang terdapat dari alam yang
terbuat dari asam karbiksilat berantai-panjang dan alkohol berantai-panjang disebut lili.
Kebanyakan bahan yang disebut lilin biasanya adalah campuran dua ester atau lebih
dan zat-zat lain. Campuran semacam itu merupakan zat padat yang mudah meleleh, dan

jangka leleh yang lebar (40-90 C). Bila dicampur dengan pelarut organik tertentu,

2|ESTER
dapat mudah dioleskan sebagai larutan pelindung. Misalnya, carnauba wax digunakan
secara meluas sebagai pemoles mobil dan lantai.
Minyak lemak dan ester dari rantai panjang asam karboksilat dan gliserol. Ester
cair volatilitas rendah pelunakan berfungsi sebagai agen untuk resindan plastik. Ester
juga mencakup banyak industri polimer penting. Polimetil metakrilat adalah pengganti
kaca dijual di bawah nama Lucite dan kaca, polietilen tereftalat digunakan sebagai film
(Mylar) dan sebagai serat tekstil dijual sebagai Terylene, Fortrel, dan Dacron (Suparno,
2006).
Adapun minyak dan lemak hewani dan nabati merupakan ester yang besar dan
rumit. Perbedaan antara sebuah lemak (seperti mentega) dengan sebuah minyak
(seperti minyak bunga matahari) hanya pada titik leleh campuran ester yang
dikandungnya. Jika titik leleh di bawah suhu kamar, maka ester akan berwujud cair
– yakni minyak. Jika titik leleh diatas suhu kamar, ester akan berwujud padatan – yakni
lemak.

B. Sifat-Sifat Ester

Senyawa – senyawa ester antara lain mempunyai sifat-sifat umum sebagai


berikut:
1. Pada umumnya mempunyai bau yang harum, menyerupai bau buah-
buahan.
2. Senyawa ester pada umumnya sedikit larut dalam air dan bersifat
polar.
3. Ester lebih mudah menguap dibandingkan dengan asam atau
alcohol pembentuknya.
4. Ester merupakan senyawa karbon yang netral.
5. Ester khususnya minyak atau lemak bereaksi dengan basa
membentuk garam(sabun) dan gliserol. Reaksi ini dikenal dengan
reaksi safonifikasi penyabunan

3|ESTER
Sifat Kimia
Ester pada umumnya bersifat polar. Sifat kimia ini menyebabkan ester yang
jumlah atom karbonnya sedikit mudah larut dalam air. Kelarutan ester berkurang
dengan bertambahnya atom karbon. Ester merupakan senyawa polar yang mempunyai
dipol-dipol yang saling berinteraksi di mana interaksi ini menimbulkan gaya antar molekul.
Adanya gaya antar molekul menyebabkan ester memilki titik didih yang lebih tinggi dari
senyawa hidrokarbon lain yang memiliki bentuk molekul dan massa atom relatifnya
mirip. Namun dibandingkan dengan senyawa alkohol dan asam karboksilat yang bentuk
molekul dan molekul relatifnya mirip titik didih ester lebih rendah. Hal ini disebabkan
ester tidak memiliki gugus OH- sehingga interaksi antar molekul ester tidak
membentuk ikatan hidrogen.
- Dapat mengalami hidrolisis
- Dapat mengalami reaksi penyabunan

C. Klasifikasi Ester

Berdasarkan jenis asam dan alkohol penyusun, ester dapat dikelompokkan


dalam 3 golongan, yaitu ester buah-buahan, lilin, serta lemak dan minyak. Berikut
adalah ketiga golongan tersebut:

a. Ester buah-buahan

Ester dari asam karboksilat suku rendah dengan alkohol suku rendah akan
membentuk ester dengan 10 atau kurang atom C. Ester ini pada suhu kamar akan
berbentuk zat cair yang mudah menguap dan memiliki aroma khas yang harum. Karena
banyak ditemukan di buah-buahan atau bunga, ester jenis ini disebut sebagai ester
buah-buahan.

4|ESTER
b. Lilin

Lilin atau wax adalah ester dari asam karboksilat berantai panjang dengan
alkohol berantai panjang juga. Beberapa jenis lilin tersebut contohnya:
Lilin lebah dari sarang lebah memiliki rumus C22,25H47,51COOC32,34H65,69
Spermacet dari rongga kepala ikan paus memiliki rumus C15H31COOC16H33
Carnacauba dari daun palem Brazil memiliki rumus C25,27H51,55COOC30,32H61,65
Namun perlu diperhatikan bahwa lilin yang dimaksud di sini bukan lilin yang sering
dipakai ketika mati lampu ya, karena lilin tersebut termasuk golongan hidrokarbon
parafin, bukan ester.

c. Lemak dan minyak

Lemak merupakan ester dari gliserol dengan asam-asam karboksilat suku


tinggi.Lemak merupakan salah satu golongan ester yang paling banyak terdapat di
alam.Adapun contoh lemak adalah lemak sapi, sedangkan contoh minyak adalah
minyak jagung dan minyak kelapa.Apa yang membedakan lemak dan minyak? Lemak
pada suhu kamar memiliki bentuk padat sedangkan minyak berbentuk cair, serta lemak
bersumber dari hewan sedangkan minyak bersumber dari tumbuhan.

(sukardjo, 1983: 45-46)

Tabel 1.1 Aroma ester

Nama Struktur Aroma atau terdapat di


Alil hexanoate nenas

5|ESTER
Benzil asetat pir , strawberry , melati

Butil butirat Nenas

Etil butirat pisang, nanas, stroberi

Etil heksanoat nanas, pisang lilin hijau

Etil sinamat kayu manis

Etil format herrcy, raspberry,


strawberry
Etil heptanoat aprikot, ceri, anggur,
raspberi

Etil isovalerat Apel

Etil laktat mentega, krim

6|ESTER
Etil nonanoat Anggur

Etil pentanoat Apel

Geranil asetat Pelargonium

Alil heksanoat Nanas

Benzil asetat pir, stroberi, melati

Bornil asetat pine

Butil butirat nanas

penghilang cat kuku, cat


Etil asetat
pada mainan, lem

Etil butirat pisang, nanas, stroberi

Etil heksanoat nanas

Etil sinamat kulit manis

7|ESTER
Etil format lemon, rum, stroberi

aprikot, ceri, anggur,


Etil heptanoat
raspberi

Etil isovalerat apel

Etil laktat mentega, krim

Etil nonanoat anggur

Etil pentanoat apel

Geranil asetat Pelargonium

Geranil butirat ceri

Geranil pentanoat apel

Isobutil asetat ceri, raspberi, stroberi

Isobutil format raspberi

Isoamil asetat pir, pisang

8|ESTER
Isopropil asetat Fruity

Linalil asetat lavender, sage

Linalil butirat persik

Linalil format apel, persik

Metil asetat lem

Metil antranilat anggur, melati

Metil benzoat fruity, ylang ylang, feijoa

Metil butirat (metil butanoat) nanas, apel, stroberi

Metil sinamat strawberry

Methyl pentanoat (metil valerat) bunga

Metil fenilasetat madu

9|ESTER
root beer, wintergreen,
Metil salisilat Salsaparila, Germolene dan
Ralgex ointments

Nonil kaprilat jeruk

Oktil asetat jeruk

Oktil butirat parsnip

Amil asetat (pentil asetat) apel, pisang

Pentil butirat (amil butirat) aprikot, pir, nanas

Pentil heksanoat (amil kaproat) apel, nanas

Pentil pentanoat (amil valerat) apel

Propil asetat pir

blackberry, nanas, keju,


Propil heksanoat
wine

10 | E S T E R
Propil isobutirat rum

Terpenil butirat ceri

11 | E S T E R
BAB II
TATA NAMA ESTER
Ester adalah senyawa yang dapat dianggap turunan dari asam karboksilat
dengan mengganti ion hidrogen pada gugus hidroksil oleh radikal hidrokarbon.

Gugus fungsi : –COOH –CO–

Rumus Umum : R–COOH R–COO–R’

Kelompok Senyawa : ASAM KARBOKSILAT ESTER

Asam karboksilat mempunyai gugus fungsi karboksil; nama lainnya (nama


IUPAC) adalah asam alkanoat. Sedangkan ester mempunyai gugus fungsi karbonil;
nama lainnya (nama IUPAC) adalah alkil alkanoat.

Tabel 2.1. Rumus Molekul, Rumus Ikatan dan Nama dari Ester
Rumus Molekul Rumus Ikatan Nama
C2H4O2 H−COO−CH3 Metil metanoat; metil format
C3H6O2 H−COO−C2H5 Etil metanoat; etil format
C4H8O2 H−COO−C3H7 Propil metanoat; propil format
C5H10O2 H−COO−C4H9 Butil metanoat; butil format

Ester diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam karboksilat mengandung


gugus -COOH, dan pada sebuah ester hidrogen pada gugus ini digantikan dengan
sebuah gugus hidrokarbon dari berbagai jenis. Gugus ini bisa berupa gugus alkil seperti
metil atau etil, atau gugus yang mengandung sebuah cincin benzen seperti fenil.

12 | E S T E R
Rumus Umum :

Rantai induk ester adalah rantai terpanjang yang mengandung gugus ester (-
COOR’). Rantai alkil atau gugus lain yang terikat pada rantai induk dinamakan rantai
cabang. Penomoran rantai induk dimulai dari salah satu ujung sedemikian sehingga
atom C pada gugus ester mendapatkan nomor terkecil, diberi akhirn -OAT, dari nama
rantai hidrokarbonnya. Contoh penamaan beberapa senyawa ester secara IUPAC
adalah sebagai berikut:

A. IUPAC

Tabel 2.2. Rumus Struktur dan Nama IUPAC

Rumus Struktur Nama IUPAC

CH3–COOCH3 Metil Etanoat

CH3–COOCH2CH3 Etil etanoat

CH3-CH2-COO-CH2-CH3 Etil Propanoat

CH3-CH2-COO-CH2CH2CH3 Propil Propanoat

CH3-CH2-COO-CH2CH2CH2CH3 Butil Propanoat

13 | E S T E R
CH3-COO-CH2CH2CH2CH2CH3 Pentil Etanoat

CH3-COO-CH2CH2CH2CH2CH3 Butil Etanoat

Contoh penamaan beberapa senyawa ester secara IUPAC adalah sebagai


berikut :

CH3 CH2 C OCH2 CH3 : Etil Propanoat

14 | E S T E R
O

CH3 C O CH(CH3)2 : isopropyl etanoat

O CH3

CH3 (CH2)3 C OCH2 CH CH3:isobutyl pentanoat

B. Trivial

Tabel 2.3. Nama Trivial Beberapa Ester

Nama Trivial As.


No Rumus Struktur Nama Trivial Ester Karboksilat

1 H-CO-O-CH3 metil formiat asam formiat

2 CH3-CO-O-CH3 metil asetat asam asetat

3 CH3-CH2 -CO-O-CH2-CH3 etil propionat asam propionate

4 CH3-(CH2)2 -CO-O-CH3 metil butirat asam butirat

5 CH3-(CH2)3-CO-O-CH2-CH3 etil valerat asam valerat

15 | E S T E R
O

1. CH3 CH2 C OCH2 CH3 : Etil Propanoat

2. CH3 C O CH(CH3)2 : isopropyl etanoat

16 | E S T E R
O CH3

3. CH3 (CH2)3 C OCH2 CH CH3 : isobutyl


pentanoat

a. Isomeri pada Ester


Isomeri rantai dan posisi pada ester dimulai dari suku ketiga, yaitu yang
memiliki tiga atom karbon (C3H6O2).

O O

CH3 C O CH3 H C O CH2 CH3


(metil etanoat) (etil metanoat)

Isomer ester berikutnya adalah isomer dari C4H8O2, yaitu sebagai berikut
O O

CH3 CH2 C O CH3 CH3 C O CH2 CH3

(metal propanoat) (etil etanoat)

O O

H C O CH2 CH2 CH3 H C O CH CH3

CH3
(propil metanoat) (isopropil metanoat)

17 | E S T E R
B. Isomer Fungsi antara Asam Karboksilat dan Ester

Asam Karboksilat dan Ester mempunyai rumus umum molekul yang sama,
yaitu CnH2nO2, tetapi mengandung gugus fungsi yang berbeda. Asam karboksilat dan
Ester yang bersesuaian merupakan isomer fungsi. Contohnya senyawa dengan rumus
molekul C4H8O2 dapat berupa asam karboksilat atau ester. Sebagai asam karboksilat
C4H8O2 mempunyai 2 isomer dan sebagai ester mempunyai 4 isomer.

- Ester adalah senyawa yang dapat dianggap turunan dari asam karboksilat dengan
mengganti ion hidrogen pada gugus hidroksil oleh radikal hidrokarbon. Beberapa
contoh ester (R–COOR') ditunjukkan berikut ini.

Berdasarkan contoh tersebut, dapat disimpulkan bahwa rumus umum ester adalah :

Gugus –OH dari gugus karboksil diganti oleh gugus –OR'. Dalam ester, R dan R'
dapat sama atau berbeda.

Gugus karboksilat ditunjukkan dengan huruf tebal (bold).

Penataan nama ester dimulai dengan menyebutkan gugus alkil diikuti gugus
asam karboksilat yang menyusun ester dengan menghilangkan kata –asam. Contoh
penataan nama ester ditunjukkan berikut ini.

Dari asam format (HCOOH) :

HCOO–CH3 Metil format

HCOO–CH2CH3 Etil format

HCOO–CH2CH2CH3 n–propil format

Dari asam asetat (CH3COOH) :

CH3COO–CH3 Metil asetat CH3COO–CH2CH3 Etil asetat

18 | E S T E R
BAB III

REAKSI ESTER

Reaksi esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester dengan reaksi langsung


antara suatu asam karboksilat dengan suatu alkohol. Suatu reaksi pemadatan untuk
membentuk suatu ester disebut esterifikasi. Esterifikasi dapat dikatalis oleh ion H¬+.
Asam belerang sering digunakan sebagai sebagai suatu katalisator untuk reaksi ini.

19 | E S T E R
Reaksi esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester dengan cara merefluks
sebuah asam karboksilat bersama sebuah alkohol dengan katalis asam. Asam yang
digunakan sebagai katalis biasanya adalah asam sulfat. Pembentukan ester melalui
asilasi langsung asam karboksilat terhadap alkohol, seperti pada esterifikasi Fischer
lebih disukai ketimbang asilasi dengan anhidrida asam ( atom yang rendah) atau asil
klorida (sensitif terhadap kelembapan). Kelemahan utama asilasi langsung adalah
konstanta kesetimbangan kimia yang rendah. Hal ini harus diatasi dengan
menambahkan banyak asam karboksilat, dan pemisahan air yang menjadi hasil
reaksi. Pemisahan air dilakukan melalui distilasi Dean-Strak atau penggunaan saringan
molekul.
Ester adalah campuran organik dengan simbol R’ yang menggantikan suatu
atom hidrogen atau lebih. Ester juga dibentuk dengan asam yang tidak tersusun teratur;
sebagai contoh, dimetil sulfat yang juga disebut “asam belerang, dimethyl ester”.
Esterifikasi adalah reaksi pengubahan dari suatu asam karboksilat dan alkohol
menjadi suatu ester dengan menggunakan katalis asam. Reaksi ini juga sering disebut
esterifikasi Fischer. Ester adalah suatu senyawa yang mengandung gugus -COOR
dengan R dapat berbentuk alkil maupun aril. Suatu ester dapat dibentuk dengan reaksi
esterifikasi berkatalis asam. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi dapat balik
(reversible).
Laju esterifikasi suatu asam karboksilat bergantung terutama pada halangan
sterik dalam alkohol dan asam karboksilatnya. Kuat asam dari asam karboksilat hanya
memainkan peranan kecil dalam pembentukan ester. Untuk alasan sterik, urutan
reaktivitas alkohol untuk reaksi esterifikasi adalah metanol > alkohol 1º > alkohol 2º >
alkohol 3º.

20 | E S T E R
Variabel yang berpengaruh pada reaksi esterifikasi yaitu:
1. Suhu
Hal ini di karenakan sifat dari reaksi eksotermis, dan suhu dapat mempengaruhi
harga konstanta kecepatan reaksi.
2. Perbandingan zat pereaksi
Dikarenakan sifatnya yang reversible,maka salah satu perekatan harus di buat
berlebih agar optimal saat pembentukan ester.
3. Pencampuran
Dengan adanya pengadukan pada saat pencampuran,molekul-molekul pereaktan
dapat mengalami tumbukan yang lebih sering sehingga reaksi dapat berjalan
secara optimal.
4. Katalis
Adanya katalisator dalam reaksi dapat mempercepat jalannya suatu reaksi.
Kereakifan dari katalis bergantung dari jenis dan konsentrasi yang digunakan.
5. Waktu reaksi
Jika waktu bereaksi lama maka kesempatan molekul-molekul pertumbukan
semakin sering

Sifat Laju Reaksi Esterifikasi


Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh struktur molekul reaktan dan
radikal yang terbentuk dalam senyawa antara. Data tentang laju reaksi serta
mekanismenya disusun berdasarkan karakter kinetiknya, sedangkan data tentang
perkembangan reaksi dinyatakan sebagai konstanta kesetimbangan.
Secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut :

1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling
lambat alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.

21 | E S T E R
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas
konversi yang tinggi.
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu
berpengaruh terhadap laju reaksi.

Penggolongan Proses Esterifikasi


Sistem pemroses yang dirancang untuk menyelesaikan reaksi esterifikasi
dikehendaki untuk sedapat mungkin mencapai 100%. Oleh karena itu reaksi esterifikasi
merupakan kesetimbangan, maka konversi sempurna tidak mungkin tercapai, dan
sesuai informasi yang ada konversi yang dapat dicapai hanya sampai 98%. Nilai
konversi yang tinggi dapat dicapai dengan ekses reaktan yang besar.
Proses esterifikasi secara umum harus diketahui untuk dapat mendorong
konversi sebesar mungkin. Secara umum ada tiga golongan proses, dan penggolongan
ini bergantung kepada volatilitas ester, yaitu :
Golongan 1
Dengan ester yang sangat mudah menguap, seperti metil format, metil asetat,
dan etil format, titik didih ester lebih rendah daripada alkohol, oleh karena itu ester
segera dapat dihilangkan dari campuran reaksi. Produksi metil asetat dengan metode
distilasi Bachaus merupakan sebuah contoh dari golongan ini. Metanol dan asam asetat
diumpankan ke dalam kolom distilasi dan ester segera dipisahkan sebagai campuran
uap dengan metanol dari bagian atas kolom. Air terakumulasi di dasar tangki dan
selanjutnya dibuang. Ester dan alkohol dipisahkan lebih lanjut dalam kolom distilasi
yang kedua.
Golongan 2
Ester dengan kemampuan menguap sebaiknya dipisahkan dengan cara
menghilangkan air yang terbentuk secara distilasi. Dalam beberapa hal, campuran
terner dari alkohol, air dan ester dapat terbentuk. Kelompok ini layak untuk dipisahkan
lebih lanjut: dengan etil asetat, semua bagian ester dipindahkan sebagai campuran uap
dengan alkohol dan sebagian air, sedangkan sisa air akan terakumulasi dalam sistem.

22 | E S T E R
Dengan butil asetat, semua bagian air dipindahkan ke bagian atas dengan sedikit bagian
dari ester dan alkohol, sedangkan sisa ester terakumulasi dalam sistem.
Golongan 3
Dengan ester yang mempunyai volatilitas rendah, beberapa kemungkinan
timbul. Dalam hal butil dan amil alkohol, air dipisahkan sebagai campuran biner
dengan alkohol. Contoh proses untuk tipe seperti ini adalah pembuatan dibutil ftalat.
Untuk menghasilkan ester dari alkohol yang lebih pendek (metil, etil, propil)
dibutuhkan penambahan hidrokarbon seperti benzena dan toluena untuk memperbesar
air yang terdistilasi.dengan alkohol bertitik didih tinggi (benzil, furfuril, b-feniletil)
suatu cairan tambahan selalu diperlukan untuk menghilangkan kandungan air dari
campuran.
Mekanisme Reaksi Esterifikas

23 | E S T E R
Seperti banyak reaksi aldehida dan keton, esterifikasi asam karboksilat berlangsung
melalui serangkaian tahap protonasi dan deprotonasi. Oksigen karbonil diprotonasi,
alkohol nukleofilik menyerang karbon positif, dan eliminasi air akan menghasilkan
ester yang dimaksud. Inilah mekanisme reaksi esterifikasi :

Perhatikan bahwa dalam reaksi esterifikasi, ikatan yang terputus adalah ikatan C-O
asam karboksilat dan bukan -OH dari asam atau ikatan C-O dari alkohol.
Reaksi esterifikasi bersifat reversibel. Untuk memperoleh rendemen tinggi dari
ester, kesetimbangan harus digeser ke arah sisi ester. Satu teknik untuk mencapainya
adalah menggunakan salah satu zat pereaksi yang murah secara berlebihan. Teknik lain
yaitu membuang salah satu produk dalam campuran reaksi (misalnya dengan destilasi
air secara azeotropik).
Dengan bertambahnya halangan sterik dalam zat antara, laju pembentukan ester
akan menurun. Rendemen esternya pun berkurang. Alasannya ialah karena esterifikasi
itu merupkan suatu reaksi yang bersifat dapat balik dan spesies yang kurang terintangi
(pereaksi) akan lebih disukai. Jika suatu ester yang meruah (bulky) harus dibuat, maka
lebih baik digunakan jalur sintesis lain, seperti reaksi antara alkohol dengan suatu
anhidrida asam atau klorida asam, yang lebih reaktif daripada asam karboksilat dan
dapat bereaksi secara tak dapat balik.
Ester fenil umumnya tidak dibuat dengan secara langsung dari fenol dan asam
karboksilat karena kesetimbangan cenderung bergeser ke sisi pereaksi daripada
produk. Ester fenil dapat diperoleh dengan menggunakan derivat asam yang lebih
reaktif.
Reaksi esterifikasi Fischer adalah reaksi pembentukan ester dengan
caramerefluks sebuah asam karboksilat bersama sebuah alkohol dengan katalisasam.
Asam yang digunakan sebagai katalis biasanya adalah asam sulfat atauasam
Lewis seperti skandium (III) triflat.
Pembentukan ester melalui asilasi langsung asam karboksilat terhadap alkohol,
seperti pada esterifikasi Fischer lebih disukai ketimbang asilasi dengananhidrida

24 | E S T E R
asam (ekonomi atom yang rendah) atau asil klorida (sensitif terhadap kelembapan).
Kelemahan utama asilasi langsung adalah konstantakesetimbangan kimia yang rendah.
Hal ini harus diatasi dengan menambahkan banyak asam karboksilat, dan
pemisahan air yang menjadi hasil reaksi. Pemisahan air dilakukan melalui distilasi
Dean-Stark atau penggunaan saringan molekul.

Mekanisme reaksi esterifikasi Fischer terdiri dari beberapa langkah:

1. Transfer proton dari katalis asam ke atom oksigen karbonil, sehingga


meningkatkan elektrofilisitas dari atom karbon karbonil.
2. Atom karbon karbonil kemudian diserang oleh atom oksigen dari alkohol, yang
bersifat nukleofilik sehingga terbentuk ion oksonium.
3. Terjadi pelepasan proton dari gugus hidroksil milik alkohol, menghasilkan
kompleks teraktivasi.
4. Protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil, yang diikuti oleh pelepasan
molekul air menghasilkan ester.

PEMBUATAN ESTER

1. Pembuatan ester dari alkohol dan asil klorida (klorida asam)


Jika kita menambahkan sebuah asil klorida kedalam sebuah alkohol, maka
reaksi yang terjadi cukup progresif (bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamar
menghasilkan sebuah ester dan awan-awan dari asap hidrogen klorida yang asam
dan beruap. Sebagai contoh, jika kita menambahkan etanol klorida kedalam etanol,
maka akan terbentuk banyak hidrogen klorida bersama dengan ester cair etil etanoat.

25 | E S T E R
2. Pembuatan ester dari alkohol dan anhidrida asam
Reaksi-reaksi dengan anhidrida asam berlangsung lebih lambat dibanding
reaksi-reaksi yang serupa dengan asil klorida, dan biasanya campuran reaksi yang
terbentuk perlu dipanaskan.

Contoh etanol yang bereaksi dengan anhidrida etanoat sebagai sebuah


reaksi sederhana yang melibatkan sebuah alkohol.
Reaksi berlangsung lambat pada suhu kamar (atau lebih cepat pada pemanasan).
Tidak ada perubahan yang bisa diamati pada cairan yangtidak berwarna, tetapi sebuah
campuran etil etanoat dan asam etanoat terbentuk.

3. Pembuatan ester dari asam karboksilat dan alkohol


Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan
bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya adalah asam sulfat pekat. Terkadang juga
digunakan gas hidrogen klorida kering, tetapi katalis-katalis ini cenderung melibatkan
ester-ester aromatic (yakni ester yang mengandung sebuah cincin benzen).

Ester dapat dibuat dengan mereaksikan asam karboksilat dan alkohol yang
dipanaskan dengan katalis asam ( HCl atau H2SO4 ) :

asam karboksilat alkohol ester air

Proses reaksi diatas dinamakan esterifikasi ( Emil Fischer ). Reaksi


keseimbangan yang terjadi dapat digeser kekanan dengan beberapa cara yaitu
penambahan alkohol atau asam karboksilatnya ( tergantung mana yang lebih murah )
dan ester atau air yang terbentuk dipindahkan segera melalui penyulingan. Cara lain
dengan mempertinggi suhu dan katalisator ( HCl atau H2SO4 ) untuk mempercepat
terjadinya keseimbangan, sedangkan pengeluaran H2O dengan penarik atau

26 | E S T E R
higroskopik ( H2SO4, ZnCl2 ) digunakan untuk memperoleh ester yang lebih banyak.
Keseimbangan akan tercapai dengan hasil ester 66,67%.

Contoh aplikasi : pembuatan metil benzoat

H+

R – CO – O – H + H – O – R’ —–> R – C O- O – R’ + H2O

asam karboksilat alkohol ester air

asam benzoat metil alkohol metil benzoat air

Jika asam karboksilat atau alkoholnya dirintangi atau jika fenol digunakan sebagai
pengganti alkohol, kesetimbangan memihak ke arah pereaksi. Akibatnya ester atau
fenil ester tidak dapat terbentuk dengan reaksi esterifikasi langsung.

asam karboksilat alkohol

( reaktan terhalang )

asam etanoat fenol

a. Pencampuran etanol, asam asetat dan asam sulfat pekat menghasilkan bau yang
mirip bau balon karet, berwujud cair.

H+

CH3COOH + C2H5OH —–> CH3COOC2H5 + H2O

asam asetat etanol etil asetat air

27 | E S T E R
b. Pencampuran metanol, asam salisilat dan asam sulfat pekat mengahsilkan bau
yang mirip bau obat gosok, yang berwujud kristal putih.

Jika yang direaksikan adalah asam asetat anhidrid dengan asam salisilat akan
menghasilkan asam asetilsalisilat ( aspirin ). Berbagai metode pembuatan ester telah
dikembangkan. Salah satu metode umum yang digunakan adalah reaksi alkohol dengan
asam karboksilat. Pada reaksi ini, asam sulfat ditambahkan sebagai pendehidrasi
(katalis).

Gambar 3.1 Pembuatan Ester

Reaksi keseluruhannya adalah:

28 | E S T E R
Pada larutan yang bersifat asam, oksigen dari karbonil dari suatu ester dapat
diprotonkan. Kemudian karbon yang memiliki muatan positif parsial, dapat diserang
oleh nukleofil lemah seperti air. Berikut reaksinya:

Gambar 3.2 Serangan Nukleofil Lemah

Dalam larutan basa, karbon karbonil suatu ester dapat diserang oleh suatu
nukleofil yang baik tanpa protonasi terlbih dahulu. Jalan adisi dan eliminasi ini sama
dengan yang untuk asam klorida dan anhidrida.

Gambar 3.3. Reaksi Adisi dan Eliminasi terhadap Serangan Nukleofil

Pada sintesis ester, asam asetat melepaskan gugus –OH dan alkohol melepaskan
gugus H yang dikeluarkan sebagai H2O. Reaksi tersebut adalah reaksi kesetimbangan.
Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil yang banyak, dilakukan dengan salah satu
pereaksi berlebih, atau dapat juga dilakukan mengeluarkan ester yang terbentuk agar
kesetimbangan bergeser ke arah produk. Untuk memproduksi ester dalam jumlah
banyak, metode tersebut kurang efisien dan tidak praktis sebab tetapan kesetimbangan
untuk reaksi ini relatif kecil (Kc=3). Oleh karena tetapan kesetimbangan kecil, produk
yang dihasilkan pun sedikit. Di industri, ester disintesis dalam dua tahap. Pertama,
asam karboksilat diklorinasi menggunakan tionil klorida menjadi asil klorida.

29 | E S T E R
Selanjutnya, asil klorida direaksikan dengan alkohol menjadi ester. Persamaan reaksi
yang terjadi adalah:

Basa menyerap HCl yang dihasilkan dari reaksi. Hal ini mendorong reaksi ke
arah produk hingga sempurna.

Pembuatan Ester dari reaksi Asam Karboksilat dengan Alkohol dalam suasana
asam

Pembuatan Ester dengan cara ini adalah yang paling banyak dikenal karena dari
pengertiannya, Ester adalah turunan dari senyawa Asam Karboksilat. Asam
Karboksilat ini kemudian direaksikan dengan alkohol. Metode ini bisa digunakan untuk
mengubah alkohol menjadi Ester, tetapi metode ini tidak berlaku bagi Fenol, senyawa
dimana gugus -OH terikat langsung pada sebuah cincin Benzen. Fenol bereaksi dengan
asam karboksilat dengan sangat lambat sehingga reaksi tidak bisa digunakan untuk
tujuan pembuatan.

Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan


bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya asam sulfat pekat. Gas hidrogen klorida
kering terkadang digunakan, tetapi penggunaannya cenderung melibatkan ester-ester
aromatik (ester dimana asam karboksilat mengandung sebuah cincin benzen).
Reaksi pengesteran (esterifikasi) berjalan lambat dan dapat balik (reversibel).
Persamaan untuk reaksi antara asam RCOOH dengan alkohol R’OH (dimana R dan R’
bisa sama atau berbeda) adalah sebagai berikut:

30 | E S T E R
Jadi, misalnya, jika membuat etil etanoat dari asam etanoat dan etanol, maka
persamaan reaksinya akan menjadi :

O O

CH3 - C + CH3CH2OH CH3 - C + H2O

O–H O – CH2CH3

Asam karboksilat dan alkohol sering dipanaskan bersama disertai dengan


beberapa tetes asam sulfat pekat untuk mengamati bau ester yang terbentuk.

Ada 2 skala pembuatan Ester dengan cara ini.

A. Skala kecil (skala tabung uji)

Untuk melangsungkan reaksi dalam skala tabung uji, semua zat (asam
karboksilat, alkohol dan asam sulfat pekat) yang dalam jumlah kecil dipanaskan di
sebuah tabung uji yang berada di atas sebuah penangas air panas selama beberapa
menit.
Karena reaksi berlangsung lambat dan dapat balik (reversibel), ester yang
terbentuk tidak banyak. Bau khas ester seringkali tertutupi atau terganggu oleh bau
asam karboksilat. Sebuah cara sederhana untuk mendeteksi bau ester adalah dengan
menaburkan campuran reaksi ke dalam sejumlah air di sebuah gelas kimia kecil.
Terkecuali ester-ester yang sangat kecil, semua ester cukup tidak larut dalam
air dan cenderung membentuk sebuah lapisan tipis pada permukaan. Asam dan alkohol
yang berlebih akan larut dan terpisah di bawah lapisan ester. Ester-ester
kecil seperti pelarut-pelarut organik sederhana memiliki bau yang mirip dengan
pelarut-pelarut organik (etil etanoat merupakan sebuah pelarut yang umum misalnya

31 | E S T E R
pada lem). Semakin besar ester, maka aromanya cenderung lebih ke arah perasa buah
buatan – misalnya “buah pir”.

B. Skala Besar

Jika ingin membuat sampel sebuah ester yang cukup besar, maka metode yang
digunakan tergantung pada (sampai tingkatan tertentu) besarnya ester. Ester-ester kecil
terbentuk lebih cepat dibanding ester yang lebih besar. Untuk
membuat sebuah ester kecil seperti etil etanoat, dapat melakukannya dengan
memanaskan secara perlahan sebuah campuran antara asam metanoat dan etanol
dengan bantuan katalis asam sulfat pekat, dan memisahkan ester melalui distilasi sesaat
setelah terbentuk.Ini dapat mencegah terjadinya reaksi balik. Pemisahan dengan
distilasi ini dapat dilakukan dengan baik karena ester memiliki titik didih yang paling
rendah diantara semua zat yang ada. Ester merupakan satu-satunya zat dalam campuran
yang tidak membentuk ikatan hidrogen, sehingga memiliki gaya antar-molekul yang
paling lemah.
Ester-ester yang lebih besar cenderung terbentuk lebih lambat. Dalam hal ini,
mungkin diperlukan untuk memanaskan campuran reaksi di bawah refluks selama
beberapa waktu untuk menghasilkan sebuah campuran kesetimbangan. Ester bisa
dipisahkan dari asam karboksilat, alkohol, air dan asam sulfat dalam campuran dengan
metode distilasi fraksional.

Pembuatan Ester Reaksi Perak Karboksilat dengan Alkil Halida

Pembuatan Ester ini melibatkan senyawa yaitu perak karboksilat (RCOOAg) dan
Alkil halida (R-X) dengan reaksi sebagai berikut:

O O
R – C – O Ag + R’ – X R – C – OR’ + Ag X

32 | E S T E R
Misalnya, akan dibuat senyawa Ester yaitu Metil Propanoat, maka kita dapat
mereaksikan perak propanoat dengan kloro metana dengan reaksinya sebagai berikut :
O O
CH3 – CH2 – C – OAg + CH3 – Cl CH3 – CH2 – C – OCH3 + HCl
(Perak Propanoat) (Kloro Metana) (Metil Propanoat)

Pembuatan Ester dengan Reaksi Asil Klorida (Klorida Asam) dengan Alkohol

Metode ini hanya berlaku bagi alkohol dan fenol. Untuk fenol, reaksi terkadang
dapatditingkatkan dengan pertama-tama mengubah fenol menjadi bentreaktif.
Jika kita menambahkan
sebuah asil klorida kedalam sebuah alkohol, maka reaksi yang terjadi cukup progresif
(bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamar menghasilkan sebuah ester dan awan-
awan dari asap hidrogen klorida yang asam dan beruap. Berikut ini rumus cara
paembuatan ester dengan reaksi asil klorida (klorida asam) dengan alkohol :

O O

R – C – Cl + R’ – OH R – C – OR’ + HCl

Jika kita menambahkan sebuah asil klorida kedalam sebuah alkohol, maka
reaksi yang terjadi cukup progresif (bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamaryang
terjadi cukup progresif (bahkan berlangsung hebat) pada suhu kamar menghasilkan
sebuah ester dan awan-awan dari asap hidrogen klorida yang asam dan beruap. Sebagai
contoh, jika kita menambahkan etanol krlorida ke dalam etanol, maka akan terbentuk
banyak hidrogen klorida bersama dengan ester cair etil etanoat. Zat yang biasanya
disebut "fenol" adalah zat yang paling sederhana dari golongan fenol. Fenol memiliki
sebuah gugus -OH terikat pada sebuah cincin benzen – dan tidak ada lagi selain itu.

33 | E S T E R
Reaksi antara etanoil klorida dengan fenol mirip dengan reaksi etanol walaupun
tidak begitu progresif. Fenil etanoat terbentuk bersama dengan gas hidrogen klorida.

Mempercepat reaksi antara fenol dengan beberapa asil klorida yang kurang
reaktif

Benzoil klorida memiliki rumus molekul C6H5COCl. Gugus -COCl terikat


langsung pada sebuah cincin benzen. Senyawa ini jauh lebih tidak reaktif dibanding
asil klorida sederhana seperti etanoil klorida. Fenol pertama-tama diubah menjadi
senyawa ionik natrium fenoksida (natrium fenat) dengan melarutkannya dalam larutan
natrium hidroksida.

Ion fenoksida bereaksi lebih cepat dengan benzoil klorida dibanding fenol, tapi
biarpun demikian reaksi tetap harus dikocok dengan benzoil klorida selama sekitar 15
menit. Padatan fenol benzoat terbentuk.

34 | E S T E R
6. Ester dari Reaksi Anhidrida Asam Alkanoat dengan Alkohol

Reaksi ini juga bisa digunakan untuk membuat ester baik dari alkohol maupun
fenol. Reaksinya berlangsung lebih lambat dibanding reaksi sebanding yang
menggunakan asil klorida, dan campuran reaksi biasanya perlu dipanaskan.Untuk
fenol, kita bisa mereaksikan fenol dengan larutan natrium hidroksida pertama kali,
yang menghasilkan ion fenoksida yang lebih reaktif. Mari kita mengambil contoh
etanol yang bereaksi dengan etanoat anhidrida sebagai sebuah reaksi sederhana yang
melibatkan sebuah alkohol: Reaksi yang berlangsung pada suhu kamar cukup lambat
(atau lebih cepat jika dipanaskan). Tidak ada perubahan yang dapat diamati pada cairan
tidak berwarna, tetapi sebuah campuran antara etil etanoat dengan asam etanoat
terbentuk.

Reaksi dengan fenol kurang lebih sama, tetapi lebih lambat. Fenil etanoat
terbentuk bersama dengan asam etanoat.

Reaksi ini tidak terlalu penting, tapi ada reaksi yang sangat mirip terlibat dalam
pembuatan aspirin (dibahas secara rinci pada halaman lain). Jika fenol pertama-tama
diubah menjadi natrium fenoksida dengan menambahkan larutan natrium hidroksida,
maka reaksinya berlangsung lebih cepat. Fenil etanoat lagi-lagi terbentuk, tapi kali ini
produk lainnya adalah natrium etanoat bukan asam etanoat.

35 | E S T E R
Halaman ini membahas tentang reaksi pengesteran (esterifikasi) – utamanya
reaksi antara alkohol dengan asam karboksilat untuk membuat ester. Disini juga
dibahas secara ringkas tentang pembuatan ester dari reaksi-reaksi antara asil klorida
(klorida asam) dengan alkohol, dan dari reaksi antara anhidrida asam dengan alkohol.

Reaksi Hidrolisis

Secara teknis, hidrolisis adalah sebuah reaksi dengan air. Reaksi inilah yang
sebenarnya terjadi ketika ester dihirolisis dengan air atau dengan asam encer seperti
asam hidroklorat encer. Hidrolisis ester dengan basa melibatkan reaksi dengan ion-ion
hidroksida, tetapi hasil keseluruhannya sangat mirip sehingga dikategorikan dalam
hidrolisis dengan air atau asam encer.

36 | E S T E R
Reaksi hidrolisis ester dalam suasana asam menghasilkan asam karboksilat dan
alkohol, namun bila reaksi hidrolisis dilangsungkan dalam suasana basa diperoleh
garam karboksilat dan alkohol. Hidrolisis ester dengan basa dise4but reaksi
Penyabunan (Saponifikasi).

Hidrolisis Menggunakan Air Atau Asam Encer

 Reaksi dengan air murni sangat lambat sehingga tidak pernah digunakan.
Reaksi ini dikatalisis oleh asam encer, sehingga ester dipanaskan di bawah
refluks dengan sebuah asam encer seperti asam hidroklorat encer atau asam
sulfat encer.

 Berikut dua contoh sederhana dari hidrolisis menggunakan sebuah katalis asam:

a) Hidrolisis Etil Etanoat

CH3COOCH2CH3+H2O H+(aq) CH3COOH + CH3CH2OH

etil etanoat asam etanoat etanol

b) Hidrolisis Metil Propanoat

CH3CH2COOCH3+H2O H+(aq) + CH3CH2COOH +CH3OH

metil propanoat asam propanoat metanol

Perhatikan bahwa kedua reaksi di atas dapat balik (reversibel). Untuk


melangsugkan hidrolisis sesempurna mungkin, harus digunakan air yang
berlebih. Air diperoleh dari asam encer, sehingga ester perlu dicampur dengan
asam encer yang berlebih.

Hidrolisis menggunakan Basa Encer

37 | E S T E R
 Ini merupakan cara yang lazim digunakan untuk menghidrolisis ester. Ester
dipanaskan di bawah refluks dengan sebuah basa encer seperti larutan natrium
hidroksida.

 Ada dua kelebihan utama dari cara ini dibanding dengan menggunakan asam
encer. Reaksinya berlangsung satu arah dan tidak reversibel, dan produknya
lebih mudah dipisahkan.

 Mari kita mengambil contoh ester sama seperti kedua contoh di atas, tapi
menggunakan larutan natrium hdroksida bukan sebuah asam encer:

 Pertama, hidrolisis etil etanoat menggunakan larutan natrium hidroksida:

 CH3COOCH2CH3 + NaOH CH3COONa + CH3CH2OH

etil etanoat natrium etanoat etanol

dan selanjutnya hidrolisis metil propanoat dengan cara yang sama:

CH3CH2COOCH3 + NaOH CH3CH2COONa + CH3OH

metil propanoat natrium propanat metanol

Perhatikan bahwa terbentuk garam natrium bukan asam karboksilat


sendiri.

Campuran ini relatif mudah dipisahkan. Jika digunakan dan selanjutnya


hidrolisis metil propanoat dengan larutan natrium hidroksida yang berlebih,
tidak akan ada ester yang tersisa. Alkohol yang terbentuk bisa dipisahkan
dengan distilasi. Pemisahan ini cukup mudah.

Jika anda menginginkan terbentuk asam bukan garamnya, anda harus


menambahkan asam kuat yang berlebih seperti asam hidroklorat encer atau asam sulfat
encer ke dalam larutan yang tersisa setelah distilasi pertama. Jika anda melakukan ini,

38 | E S T E R
campuran akan dibanjiri dengan ion-ion hidrogen. Ion-ion hidrogen ini ditangkap oleh
ion-ion etanoat (atau ion paropanoat atau ion apapun) yang terdapat dalam garam
membentuk asam etanoat (atau asam propanoat, dan lain-lain). Karena asam-asam ini
adalah asam lemah, maka ketika bergabung dengan ion hidrogen, cenderung tetap
bergabung. Sekarang asam karboksilat bisa dipisahkan dengan distilasi.

Hidrolisis ester-ester kompleks untuk membuat sabun

 Pembahasan ini berkaitan dengan hidrolisis basa (dengan menggunakan larutan


natrium hidroksida) ester-ester besar yang ditemukan dalam lemak dan minyak
hewani dan nabati.

 Jika ester-ester besar yang terdapat dalam lemak dan minyak hewani dan nabati
dipanaskan dengan larutan natrium hdiroksida pekat, reaksi yang terjadi persis
sama dengan reaksi pada ester-ester sederhana.

 Terbentuk asam karboksilat - kali ini, garam natrium dari sebuah asam besar
seperti asam oktadekanoat (asam stearat). Garam-garam ini merupakan
komponen sabun yang penting, yaitu komponen yang melakukan pembersihan.

 Juga terbentuk alkohol - kali ini, alkohol yang lebih rumit, propan-1,2,3-triol
(gliserol).

Karena hubungannya dengan pembuatan sabun, hidrolisis ester dengan


basa terkadang disebut sebagai saponifikasi.

Reaksi ester dengan pereaksi Grinard

Ester bereaksi dengan dua ekuivalen pereaksi grinard menghasilkan alcohol

39 | E S T E R
tersier. Reaksi berlangsung melalui serangan nukleofil pada gugus karbonil ester.
Hasil awalnya, keton, bereaksi lebih lanjut menghasilkan alcohol tersier.

Reaksi antara suatu ester dengan pereaksi Grignard merupakan cara istimewa
dalam pembuatan alkohol tersier. Pola umum dari reaksi ini adalah sebagai berikut.

O OMgBr OH
H2O
R COR’ + 2R’’MgBr R C R’’ R C R’’
(ester) H+
R’’ R’’
R’’MgBr

R’’MgBr

OMgBr O

40 | E S T E R
R COR’ R C R’’

R’’ R’OMgBr

Metode ini digunakan dalam pembuatan alcohol tersier damana paling


sedikit dua dari 3 gugus alkil yang melekat pada atom karbon adalah identik.

Reduksi Ester
Ester dapat direduksi dengan litium hidrida menjadi alcohol

O
LiAlH4
R C OR’ RCH2OH + R‘OH
(ester) (alcohol primer)

Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi untuk mengubah senyawa karboksilat menjadi
senyawa ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam lemak
bebas dengan alkohol membentuk ester dan air. Pada tahap ini merupakan tahapan awal
menggunakan katalis asam untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga 2%.
Asam sulfat (sulphuric acid) 0,5% berat dan alkohol umumnya metanol dengan rasio
molar antara alkohol dan minyak sebesar 6:1 terbukti memberikan hasil konversi yang
baik. Selain untuk menurunkan kadar asam, perlu dilakukan pengurangan kadar air.
Reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam dapat dilihat pada Persamaan [1].
O O

41 | E S T E R
R C OH + R’ OH R C O R’ + H20 [1]
Asam lemak Alkohol Kalor Ester Air

Esterifikasi Alkalin
Proses transesterifikasi merupakan proses lanjutan esterifikasi dengan
mereaksikan minyak produk esterifikasi dengan metanol dan katalis alkalin. Reaksi
transesterifikasi merupakan proses penggantian gugus alkoksi dari ester dengan
alkohol lain. Bila ester direaksikan dengan suatu alkohol, maka proses transesterifikasi
ini disebut reaksi alkoholisis. Alkohol rantai pendek yang digunakan untuk reaksi
esterifikasi adalah metanol dan etanol. Metanol lebih disukai karena murah dan
memiliki reaktivitas lebih tinggi dari pada etanol. Hasil dari reaksi transesterifikasi
antara trigliserida dengan metanol ini adalah senyawa fatty acid methyl ester (FAME).
Perbandingan molar antara alkohol dan produk tahap pertama sebesar 9:1. Reaksi
transesterifikasi (Persamaan [2]) menggunakan katalis basa (oksida logam, hidroksida
dari natrium atau kalium karbonat) lebih cepat dari pada katalis asam.
Reaksi transesterifikasi antara minyak dengan alkohol merupakan reaksi
kesetimbangan yang menghasilkan gliserol dan campuran alkil ester. Pada reaksi
kesetimbangan maka untuk mendapatkan metil ester yang besar, metanol yang
digunakan dibuat berlebih atau menghilangkan salah satu produk dari campuran reaksi
agar kesetimbangan bergeser ke arah kanan (produk). Penggunaan metanol yang
berlebih akan mengakibatkan sulitnya recovery gliserin sehingga diperlukan perkiraan
rasio metanol dengan minyak nabati yang tepat untuk setiap proses. Pada
reaksi transesterifikasi, trigliserida diubah secara bertahap menjadi digliserida,
monogliserida, dan akhirnya gliserin seperti terlihat pada persamaan [3]. Setiap satu
mol ester dihasilkan dalam tiap tahap. Reaksinya bersifat reversibel, meskipun
kesetimbangan mengarah pada pembentukan ester asam lemak dan gliserin.

Trigliserida (TG) + CH3OH Digliserida (DG) + R1COOCH3


Digliserida (DG) + CH3OH Monogliserida(MG) +R2COOCH3

42 | E S T E R
Monogliserida (MG) + CH3OH Gliserida (G) + R3COOCH3

Dengan adanya katalis (baik asam ataupun basa kuat) dapat mempercepat
tercapainya kesetimbangan. Dalam usaha untuk menghasilkan produk ester yang
banyak, maka metanol dibuat berlebihan. Adapun mekanisme reaksi transesterifikasi
dengan katalis basa adalah disajikan pada persamaan [4].

CH3OH + KOH CH3O- + KOH2+

Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis basa menghasilkan


alkoksida dan katalis terprotonkan. Senyawa nukleofilik yang terbentuk akan
menyerang alkoksida pada gugus karbonil sehingga pada trigliserida menghasilkan
senyawa tetrahidrat yang kemudian terbentuk alkil ester dan anion digliserida. Katalis
mengalami deprotonisasi sehingga terbentuk katalis yang aktif kembali, yang dapat
bereaksi dengan molekul alkohol berikutnya, dan siklus katalitik akan dimulai lagi.
Digliserida dan monogliserida akan dikonversi menjadi alkilester dan gliserol dengan
mekanisme yang sama. Dalam proses transesterifikasi minyak biji karet melibatkan
beberapa reaksi:
1. Reaksi transesterifikasi, merupakan reaksi utama yang bersifat anhidrat.
2. Reaksi netralisasi, merupakan reaksi samping yang tidak dapat dihindari
yaitu pembentukan sabun dan air.
3. Reaksi safonifikasi, merupakan reaksi samping yang tidak diinginkan,
disebabkan adanya air.
Rubber seed oil + alkohol Ester + gliserol
Fatty acid + alkali Sabun + Air
Rubber seed oil + alkali Sabun +gliserol
Metil Ester yang dihasilkan dari proses transesterifikasi ini harus memenuhi
beberapa syarat.

43 | E S T E R
Reaksi Senyawa Ester dengan Bahan Lain

a. Reaksi dengan Ammonia


Ester bereaksi dengan ammonia berair menghasilkan amida. Reaksi itu berjalan
lambat dibandingkan dengan reaksi antara halida asam atau anhidrida dan ammonia.
Lambatnya reaksi ester bisa memberi keuntungan karena reaksi antara klorida asam
dan suatu amina dapat terlalu hebat.

Gambar 3.4. Reaksi Ester dengan Ammonia

b. Reaksi dengan Pereaksi Grignard


Reaksi antara suatu ester dengan pereaksi Grignard merupakan cara istimewa
dalam pembuatan alkohol tersier. Pola umum dari reaksi ini adalah sebagai berikut.

Gambar 3.5. Reaksi Ester dengan Pereaksi Grignard

44 | E S T E R
Bila keton yang diperoleh di atas direaksikan lebih lanjut dengan R’’MgX maka
pada akhirnya diperoleh suatu alkohol tersier menurut persamaan reaksi berikut ini:

Gambar 3.6. Reaksi Keton dengan R’’MgX

Ester bereaksi dengan dua ekuivalen pereaksi grinard menghasilkan alcohol


tersier. Reaksi berlangsung melalui serangan nukleofil pada gugus karbonil ester. Hasil
awalnya, keton, bereaksi lebih lanjut menghasilkan alcohol tersier.
O OMgBr OH
H2O
R COR’ + 2R’’MgBr R C R’’ R C R’’
(ester) H+
R’’ R’’
R’’MgBr

R’’MgBr

OMgBr O

R COR’ R C R’’
R’’ R’OMgBr

45 | E S T E R
Metode ini digunakan dalam pembuatan alcohol tersier damana paling sedikit
dua dari 3 gugus alkil yang melekat pada atom karbon adalah identik.

Ester tidak bereaksi dengan ion halida atau dengan ion karboksilat sebab
nukleofil ini merupakan basa lebih lemah daripada gugus pergi ester. Suatu ester
bereaksi dengan air membentuk suatu asam karboksilat dan alkohol. Ini merupakan
suatu contoh reaksi hidrolisis – suatu reaksi dengan air yang mengubah satu senyawa
menjadi dua senyawa.

Suatu ester bereaksi dengan alkohol membentuk ester baru dan alkohol baru.
Ini merupakan contoh reaksi alkoholisis. Reaksi alkoholisis tertentu ini disebut juga
reaksi transesterifikasi sebab satu ester dirubah menjadi ester lain.

Hidrolisis dan alkoholisis dari suatu ester merupakan reaksi sangat lambat
sebab air dan alkohol merupakan nukleofil lemah dan ester memiliki gugus pergi yang
sangat basa. Hidrolisis dan alkoholisis ester dapat dikatalisis dengan asam. Kecepatan
hidrolisis dapat ditingkatkan dengan ion hidroksida dan kecepatan alkoholisis dapat
ditingkatkan dengan basa konjugasi (RO¯) dari alkohol reaktan.

46 | E S T E R
Ester juga bereaksi dengan amina membentuk amida. Reaksi dengan amina
mengubah satu senyawa menjadi dua senyawa yang disebut aminolisis. Sebagai catatan
bahwa aminolisis dari ester membutuhkan hanya satu ekuivalen amina, tidak seperti
aminolisis dari suatu asil halida atau asam anhidrida, yang membutuhkan dua
ekuivalen. ekuivalen.

Reaksi dari ester dengan amina tidak selambat reaksi dari ester dengan air dan
alcohol, sebab amina merupakan nukleofil yang lebih baik. Ini merupakan keuntungan
sebab kecepatan reaksi dari reaksi ester dengan amina tidak ditingkatkan dengan asam
atau HO¯ atau RO¯.

Reaksi-reaksi ester:

1. Reaksi Hidrolisis

Hidrolisis dari suatu ester menghasilkan asam karboksilat dan alkohol dalam suasana
asam. Reaksi ini kebalikan dari esterifikasi langsung asam karboksilat dan alkohol.
Untuk mendorong reaksi kearah pembentukan ester digunakan asam karboksilat dan
alkohol berlebihan dan menghasilkan air. sedangkan pad hidrolisis dalam suasana
asam digunakan air yang berlebihan untuk mendorong keseimbangan kearah
karboksilat dan alkohol.

H+,panas

CH3COOC2H5 + H2O ——-> CH3COOH + C2H5OH

47 | E S T E R
etil asetat air asam asetat etanol

2. Penyabunan atau Saponifikasi

Penyabunan atau saponifikasi merupakan reaksi hidrolisis ester dalam suasana


basa dan bukan merupakan reaksi keseimbangan. Karena itu penyabunan biasanya
memberikan hasil yang lebih baik dari asam karboksilat dan alkohol dalam suasana
asam.

Hasil mula-mula dari penyabunan adalah karboksilat karena campurannya


bersifat basa. Setelah campuran di asamkan karboksilat berubah menjadi asam
karboksilat. Ester, khususnya ester lemak dan minyak, dapat bereaksi dengan basa kuat
seperti NaOH atau KOH menghasilkan sabun. Reaksi ini disebut saponifikasi atau
penyabunan.Hasil samping reaksi ini adalah gliserol.

Sifat Fisika

1. Titik didih

48 | E S T E R
Ester-ester yang kecil memiliki titik didih yang mirip dengan titik didih aldehid
dan keton yang sama jumlah atom karbonnya. Seperti halnya aldehid dan keton, ester
adalah molekul polar sehingga memiliki interaksi dipol-dipol serta gaya dispersi van
der Waals. Akan tetapi, ester tidak membentuk ikatan hidrogen, sehingga titik didihnya
tidak menyerupai titik didih asam yang memiliki atom karbon sama.

a. Ester dengan titik didih rendah (low boiling ester)


Ester ini didistilasi dalam labu distilasi, maka akan keluar sebagai distilat yang
cukup tinggi kemurniannya. Alkohol dan sisa asam tetap tinggal dalam labu distilasi.
Contoh : metal asetat, etil asetat, metal format.

b. Ester dengan titik didih sedang (medium boiling ester)


Ester di distilasi dalam sebuah labu distilasi maka ester akan keluar bersama
alkohol, air serta sisa asam, dimana campuran tersebut komposisinya mempunyai titik
didih yang hampir sama dan fraksi mol campuran dalam fase uap dan cair yang
sama. Contoh : tert butil asetat, etil propionat.

c. Ester dengan titik didih tinggi (high boiling ester)


Ester ini dipisahkan dengan penguapan dan penambahan benzene sehingga sisa
asam, alkohol, dan air menguap, sedang ester tetap tinggal dalam distilator. Contoh :
etil pelargonat, n-Oktil asetat (Fessenden, 1982).
Ester merupakan senyawa yang penting dalam industri dan secara biologis.
Lemak adalah ester yang mempunyai rantai panjang asam karboksilat dengan
trihidroksi alkohol(gliserol). Bau yang enak dan buah-buahan adalah campuran yang
kompleks dari ester volatil.

49 | E S T E R
Bau dari isopentenil asetat adalah mirip dengan aroma buah pisang ataupun
buah pir. Butil butanoat seperti aroma nanas, sedangkan propil 2-metilpropanoat
memberi aroma rum (minuman). Sedangkan berton-ton senyawa polimer p-dimetil
terephtalat disintesis setiap tahunnya untuk membuat produk dengan nama Dacron,
yang merupakan polimer dari ester.
Dalam kimia, ester adalah suatu senyawa organik yang terbentuk melalui
penggantian satu (atau lebih) atom hidrogen pada gugus hidroksil dengan suatu gugus
organik (biasa dilambangkan dengan R’). Asam oksigen adalah suatu asam yang
molekulnya memiliki gugus -OH yang hidrogennya (H) dapat terdisosiasi menjadi ion
H+.
Ester dapat dibuat dari reaksi antara lain klorida asam dengan suatu alkohol
dalam media basa seperti piridin, dari reaksi asam anhidrida dengan suatu alkohol, dan
juga reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol menggunakan katalis karboksilat
dan alkohol direfluks secara bersama-sama dengan adanya asam sebagai katalis.
Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga tidak mungkin
mendapatkan ester secara kuantitatif dalam setiap mol reaktannya. Kesetimbangan
dapat diarahkan ke produk dengan mengambil produk airnya, atau dengan membuat
lebih kuantitas salah satu reaktan, biasanya reaktan yang harganya relatif murah.
Ada dua metode yang digunakan dalam esterifikasi yaitu proses batch dan
proses kontinyu. Proses esterifikasi berlangsung dibawah tekanan pada suhu 200-
250°C. Pada reaksi kesetimbangan, air dipindahkan secara kontinyu untuk
menghasilkan ester. Henkel telah mengembangkan esterifikasi countercurrent kontinyu
menggunakan kolom reaksi dodel plate. Teknologi ini didasarkan pada prinsip reaksi
esterifikasi dengan absorpsi simultan superheated metanol vapor dan desorpsi
metanolwater mixture.
Reaksi ini menggunakan tekanan sekitar 1000 Kpa dan suhu 240 °C.
Keuntungan dari proses ini adalah kelebihan metanol dapat dijaga secara nyata pada
rasio yang rendah yaitu 1,5 : 1 molar metanol : asam lemak dibandingkan proses batch

50 | E S T E R
dimana rasionya 3-4 : 1 molar. Metil ester yang melalui proses distilasi tidak
memerlukan proses pemurnian. Kelebihan metanol di rectified dan digunakan kembali.
Esterifikasi proses kontinyu lebih baik daripada proses batch. Dengan hasil yang sama,
proses kontinyu membutuhkan waktu yang lebih singkat dengan kelebihan metanol
yang lebih rendah.
Proses esterifikasi merupakan proses yang cenderung digunakan dalam
produksi ester dari asam lemak spesifik Laju reaksi esterifikasi sangat dipengaruhi oleh
struktur molekul reaktan dan radikal yang terbentuk dalam senyawa antara. Data
tentang laju reaksi serta mekanismenya disusun berdasarkan karakter kinetiknya,
sedangkan data tentang perkembangan reaksi dinyatakan sebagai konstanta
kesetimbangan. Secara umum laju reaksi esterifikasi mempunyai sifat sebagai berikut:

1. Alkohol primer bereaksi paling cepat, disusul alkohol sekunder, dan paling lambat
alkohol tersier.
2. Ikatan rangkap memperlambat reaksi.
3. Asam aromatik (benzoat dan p-toluat) bereaksi lambat, tetapi mempunyai batas
konversi yang tinggi.
4. Makin panjang rantai alkohol, cenderung mempercepat reaksi atau tidak terlalu
berpengaruh terhadap laju reaksi.
Sistem pemroses yang dirancang untuk menyelesaikan reaksi esterifikasi
dikehendaki untuk sedapat mungkin mencapai 100%. Oleh karena itu reaksi esterifikasi
merupakan kesetimbangan, maka konversi sempurna tidak mungkin tercapai, dan
sesuai informasi yang ada konversi yang dapat dicapai hanya sampai 98%. Nilai
konversi yang tinggi dapat dicapai dengan ekses reaktan yang besar

Pergantian bagian alkohol dari suatu ester dapat tercapai dalam larutan asam
atau basa oleh suatu reaksi reversibel antara ester dan alkohol. Reaksi transesterifikasi

51 | E S T E R
ini beranalogi langsung dengan hidrolisis dalam larutan asam atau basa. Karena reaksi
ini reversibel, biasanya digunakan alkohol senyawa awal secara berlebihan.

Gambar 3.7. Reaksi Reversibel Ester dan Alkohol

d. Reaksi antara suatu Trigliserida dengan Metanol

Gambar 3.8. Reaksi Trigliserida dengan Metanol

BAB IV

REAKSI PEMBUATAN ESTER

1. SISTEM KESEIMBANGAN PADA ESSENSE AROMA SINTETIS

52 | E S T E R
A. Perisa, Essense atau Penyedap Sintetis

Penyedap sintetis atau sering disebut sebagai penyedap artificial adalah


komponen atau zat yang dibuat menyerupai aroma penyedap alami. Penyedap sintetis
dapat dibuat dari bahan penyedap aroma baik campuran dengan bahan alami maupun
dari bahan sintetis itu sendiri. Beberapa komponen penyedap sintetis berperan sebagai
penguat aroma pada penyedap alami, contohnya asetaldehida dapat digunakan sebagai
penguat aroma jeruk. Macam-macam senyawa ester yang terdapat dalam kehidupan
sehari-hari :

Nama ester Struktur Bau atau terdapat di

Alil heksanoat nanas

Benzil asetat pir, stroberi, melati

Bornil asetat pine

Butil butirat nanas

Etil asetat penghilang cat kuku, cat pada mainan, lem

Etil butirat pisang, nanas, stroberi

Etil heksanoat nanas

53 | E S T E R
Etil sinamat kulit manis

Etil format lemon, rum, stroberi

Etil heptanoat aprikot, ceri, anggur, raspberi

Etil isovalerat apel

Etil laktat mentega, krim

Etil nonanoat anggur

Etil pentanoat apel

Geranil asetat Pelargonium

Geranil butirat ceri

Geranil pentanoat apel


Isobutil asetat ceri, raspberi, stroberi

Isobutil format raspberi

Isoamil asetat pir, pisang

54 | E S T E R
Isopropil asetat fruity

Linalil asetat lavender, sage

Linalil butirat persik

Linalil format apel, persik

Metil asetat lem

Metil antranilat anggur, melati

Metil benzoat fruity, ylang ylang, feijoa

Metil butirat (metil nanas, apel, stroberi


butanoat)

Metil sinamat strawberry

Methyl pentanoat (metil bunga


valerat)
Metil fenilasetat madu

Metil salisilat root beer, wintergreen, Germolene dan


Ralgex ointments

Nonil kaprilat jeruk

55 | E S T E R
Oktil asetat jeruk

Oktil butirat parsnip

Amil asetat (pentil apel, pisang


asetat)

Pentil butirat (amil aprikot, pir, nanas


butirat)

Pentil heksanoat (amil apel, nanas


kaproat)

Pentil pentanoat (amil apel


valerat)

Propil asetat pir

Propil heksanoat blackberry, nanas, keju, wine

Propil isobutirat rum

Terpenil butirat ceri

Masing-masing penyedap dapat memberikan aroma yang spesifik, misalnya


penggunaan etil butirat atau 3-hidroksi butirat dapat memberikan aroma anggur atau
bersifat sinergis dengan aroma anggur. Beberapa contoh senyawa pembentuk aroma
sintetis sebagai berikut

Senyawa Pembentuk Aroma Sintetis

56 | E S T E R
1. Nenas

Ester yang terkandung dalam buah nenas adalah Alil hexanoate

2. pir , strawberry ,dan melati

57 | E S T E R
Ester yang terkandung dalam pir , strawberry ,dan melati adalah Benzil asetat

3. Aprikot

58 | E S T E R
Ester yang terkandung dalam buah Aprikot adalah Ethyl Heptanoate

4. Raspberry

Ester yang terkandung dalam Raspberry adalah Isobutil Format

59 | E S T E R
5. Feijoa

Ester yang terdapat dalam buah Feijoa adalah Methyl Benzoate

60 | E S T E R
6. Blackberry

Ester yang terdapat pada buah Blackberry adalah Propylhexanoate

61 | E S T E R
7. Bunga Kenanga

Ester yang terdapat pada Bunga Kenanga adalah Metilbenzoate

62 | E S T E R
8. Bunga Pelargonium

Ester yang terdapat pada bunga Pelargonium adalah Geranylacetate

8. Bunga Mawar

Ester yang terdapat pada bunga Rose adalah Metylpentanoate

63 | E S T E R
10.Lavender

Ester yang terdapat pada bunga Lavender adalah Linalyl acetate

64 | E S T E R
11. Parfum Gardenia

Ester yang terkandung dalam parfum Gradenia adalah Methyl phenylacetate

65 | E S T E R
12.Parfum Floral

Ester yang terkandung dalam parfum Floral adalah Benzyl acetate

Essense atau penyedap sintetis merupakan suatu ester turunan asam karboksilat.
Ester dapat dibuat melalui reaksi keseimbangang antara asam karboksilat dengan
alkohol dalam suasana asam. Essense etil asetat ( bau balon karet ) dapat dibuat
mengguakan asam asetat ( cuka ) dengan etanol dan dtambahkan katalis asam sulfat
pekat. Sedangkan ester metil salisilat ( berbau obat gosok ) dibuat dari asam salisilat
dengan metanol dengan katalis asam sulfat. Untuk mendapatkan hasil ester yang
optimal perlu ditambahkan zat pereaksi ( asam karboksilat atau alkohol) secara
berlebihan, atau dengan menyuling ( destilasi ) hasil reaksi untuk memisahkan airnya.

Ester dapat bereaksi dengan air membentuk asam karboksilat dan alkohol (
reversibel ) dalam suasana asam melalui reaksi hidrolisis. Sedangkan jika dalam
suasana basa ( penyabunan) maka ester tidak mengalami reaksi keseimbangan (
irreversibel).

66 | E S T E R
2. PEMBENTUKAN METIL ESTER DENGAN TRANSESTERIFIKASI
SEBAGAI EMULSIFIER BERBAHAN BAKU MINYAK KELAPA SAWIT

Prosedur pertama memasukkan minyak sawit ke dalam labu leher tiga. Lalu
mengalirkan air pendingin menuju reflux. Menyalakan pemanas dan menjaga sampai
suhu yang diinginkan. Selanjutnya mencampur NaOH dengan metanol sesuai dengan
variabel. Campuran ini kemudian ditambahkan ke dalam minyak. Campuran tersebut
kemudian dipanaskan sampai suhu yang diinginkan dan diaduk dengan stirrer selama
30 menit. Setelah itu, produk dimasukkan ke dalam corong pemisah dan didiamkan
selama 24 jam. Setelah terbentuk lapisan, bagian bawah dipisahkan dari larutan.
Kemudian dilakukan pencucian dengan menggunakan H2SO4, setelah
terbentuk layer, kemudian layer pada bagian bawah corong pemisah dipisahkan.
Kemudian menambahkan aquadest ke dalam corong pemisah, setelah terbentuk layer,
larutan air dipisahkan dengan metil ester. Larutan air dibuang sedangkan metil ester
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan dengan Na2SO4. Kemudian
dilakukan penyaringan dengan kertas saring. Kemudian dilakukan analisis kandungan
metil ester dengan spektrofotometer-uv.
Proses selanjutnya adalah proses sulfonasi metil ester. Metil ester ditambahkan
H2SO4 dengan konsentrasi sesuai variabel. Kemudian dilakukan pemanasan dan
pengadukan selama 1 jam dengan suhu reaksi sesuai variabel. Selanjutnya dilakukan
proses metanolisis dengan penambahan metanol sebanyak 20%-berat H2SO4. Proses
ini dilakukan selama 30 menit pada suhu 60 °C. Setelah itu dilakukan proses penetralan
dengan penambahan NaOH 45%berat, proses penetralan dilakukan selama 30 menit
dengan suhu 45 °C. Kemudian dilakukan uji IFT (Interfacial Tension) pada campuran
minyak kelapa sawit-air dengan penambahan MES. Serta uji pH pada MES dan
lamanya waktu menjaga kestabilan minyak-air.

67 | E S T E R
Proses transesterifikasi
A. Pengaruh Suhu

Gambar 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap %Yield Metil Ester

Dimana %yield metil ester terus meningkat seiring peningkatan suhu reaksi
hingga suhu 60 °C. Pada suhu 70 °C, % yield mengalami penurunan dari 64.94%
menjadi 64.60%. Hal ini disebabkan karena pada suhu di atas 60 °C mendekati titik
didih dari metanol (titik didih metanol = 64.7 °C; pada tekanan 100 kPa). Hal ini
menyebabkan metanol telah berubah fase menjadi gas sehingga kontak anatar methanol
dan trigliserida berkurang. Suhu yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan
terlepasnya asam lemak dari trigliserida, sehingga meningkatnya bilangan asam.
Dimana apabila hal ini terjadi, akan terjadi kemungkinan asam lemak bereaksi dengan
katalis (NaOH). Ketika asam lemak bereaksi dengan NaOH akan terbentuk padatan
yang disebut proses penyabunan. Tentu hal ini tidak diinginkan karena selain
terbentuknya hasil samping yang tidak diinginkan hal ini juga berpengaruh terhadap
berkurangnya jumlah NaOH yang digunakan sebagai katalis.
B. Pengaruh Rasio Reaktan

Gambar 4.2 Pengaruh Rasio Reaktan Terhadap%Yield Metil Ester

68 | E S T E R
Dapat dilihat bahwa dengan meningkatnya rasio reaktan, %yield metil ester
semakin meningkat. Dan kemudian mulai mengalami peningkatan yang tidak begitu
berarti pada rasio reaktan di atas 1:15 (mol minyak:mol metanol). Hal ini menunjukkan
reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Secara teoritis, hal ini sesuai dengan asas Le
Chatelier. Dimana apabila konsentrasi produk dikurangi maka kesetimbangan reaksi
akan bergeser ke arah produk. Pengurangan konsentrasi produk dalam penelitian ini
dilakukan dengan penggbunaan methanol berlebih (excess).
C. Pengaruh Katalis NaOH

Gambar 4.3 Pengaruh Katalis Terhadap%Yield Metil Ester

Dengan semakin meningkatnya katalis, %yield juga mengalami kenaikan,


dikarenakan katalis akan menyebabkan reaksi semakin cepat. Akan tetapi pada variable
katalis 0.4 mol NaOH/kg minyak, sudah mulai terbentuk padatan (solidifikasi) yang
berasal dari proses penyabunan. Hal ini berbeda dari penelitian sebelumnya yang
menyebutkan bahwa katalis tidak boleh lebih dari 0.5 mol NaOH/kg minyak karena
akan terbentuk penyabunan. Perbedaan ini dapat terjadi karena adanya perbedaan
komposisi bahan baku (komposisi asam lemak). Dari percobaan yang telah dilakukan,
dapat dilihat bahwa kondisi katalis yang sesuai untuk proses transesterifikasi adalah
pada 0.3 mol NaOH/kg minyak.

69 | E S T E R
Tabel 4.1 Pembentukan MES

Pengaruh Suhu

Gambar 4.4 Pengaruh Suhu TerhadapInterfacial Tension

Nilai IFT mengalami kecenderungan penurunan seiring dengan peningkatan


suhu. Pada suhu 85 °C diperoleh IFT sebesar 17.01 dyne/cm, dan mengalami
penurunan pada suhu 90 °C menjadi 16,89 dyne/cm, hal ini menunjukkan adanya
peningkatan yield sehingga komposisi MES semakin tinggi, yang berpengaruh pada
penurunan IFT. Tetapi pada variabel suhu 95 °C, IFT mengalami sedikit kenaikan
menjadi 16,97 dyne/cm. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang

70 | E S T E R
menyatakan bahwa kenaikan hasil MES meningkat hingga suhu 108.9oC. Perbedaan
yang terjadi pada suhu 95oC yang seharusnya mengalami penurunaIFT yang lebih baik
terhadap variable sebelumnya dapat disebabkan penggunaan agent yang berbeda
H2SO4. Karena H2SO4 memiliki kereaktifan yang lebih tinggi daripada NaHSO3
maka peningkatan suhu akan lebih berpengaruh pada proses sulfonasi ini.

Gambar 4.5 Pengaruh Suhu terhadap Kestabilan Emulsi


Pada uji kestabilan emulsi, Grafik 3.5 dapat ditunjukkan bahwa terjadi
kecenderungan kenaikan kestabilan seiring dengan naiknya suhu reaksi. Pada emulsi
minyak-air, pada saat penambahan MES ke dalam emulsi dapat menstabilkan emulsi
minyak-air yang terbaik pada kondisi suhu 90 °C yaitu selama 52.3 detik. Pada variabel
suhu, pH MES rata-rata sebesar 6. Hasil ini lebih baik dibandingkan penelitian
sebelumnya (Rudi Dova, dkk, 2008) dengan pH produk MES rata-rata sebesar 5. Hal
ini menunjukkan bahwa penambahan kandungan NaOH dari 30%berat menjadi
45%berat memberikan pengaruh kepada pH produk. Produk memiliki warna yang
coklat gelap. Warna ini dipengaruhi oleh bahan baku MES yang berbasis ME kelapa
sawit.

71 | E S T E R
Pengaruh Konsentrasi H2SO4

Gambar 4.6 Pengaruh Konsentrasi H2SO4terhadap Interfacial Tension

Nilai IFT mengalami penurunan sebanding dengan penurunan konsentrasi


H2SO4. Ditunjukkan pada konsentrasi H2SO4 11M, memiliki IFT sebesar 24.73
dyne/cm kemudian pada konsentrasi 9M menjadi 16.42 dyne/cm dan pada konsentrasi
7M menjadi 16.92 dyne/cm. Penurunan ini dikarenakan pada saat proses ini, H2SO4
sangat reaktif pada konsentrasi yang pekat. Dimana ditandai dengan dihasilkannya
panas yang berlebihan, munculnya gelembung-gelembung yang berbau menyengat.
Gelembung gelembung ini diduga adalah gas SO3. Selain itu warna campuran menjadi
lebih gelap, hal ini diduga karena terjadinya karbonisasi. Karena pada konsentrasi yang
tinggi dihasilkan panas yang berlebihan, maka terjadi reaksi samping berupa
pembentukan disodium karboksi sulfonat (disalt) dan asam metil sulfat yang bukan
merupakan senyawa penurun IFT, sehingga IFT mengalami peningkatan pada
konsentrasi yang lebih pekat. Sedangkan pada konsentrasi H2SO4 7M mengalami
peningkatan IFT, hal ini dapat dikarenakan kurang reaktifnya H2SO4
pada konsentrasi tersebut. Sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk
memperoleh kesetimbangan reaksi.

72 | E S T E R
Gambar 4.7 Pengaruh Konsentrasi H2SO4terhadap Kestabilan Emulsi

Pada pengujian kestabilan emulsi (Gambar 3.7), variabel yang paling baik
adalah pada konsentrasi H2SO4 sebesar 9M yaitu mampu menahan kestabilan selama
51.7 detik. Hal ini dikarenakan komposisi MES lebih besar sehingga produk lebih
stabil dalam mempertahankan emulsi minyak-air. Warna pada produk MES dengan
variabel ini tidak berbeda dengan variable sebelumnya yaitu berwarna coklat gelap.
Serta pH rata-rata sebesar 6.

3.Transesterifikasi Ester Asam Lemak Melalui Pemanfaatan Teknologi


Lipase

Isolat yang dipilih untuk pengujian aktivitas lipolitik adalah bakteri yang
diisolasi dari sampel limbah mengandung minyak. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa dari beberapa isolat yang telah diidentifikasi, tiga biakan
penghasil enzim lipase yaitu C. rugosa, B. subtilis dan P. aerogenes menunjukkan
aktivitas lipolitik secara signifikan, masing-masing sebesar 32.10 U/mL, 37,05
U/mL dan 36,08 U/mL, setelah ketiga biakan tersebut diprakulturkan pada substrat
mengandung minyak zaitun 2% dan pada suhu ruang.

73 | E S T E R
Hasil uji pengaruh pH dan suhu pada perumbuhan enzim lipase dari
berbagai sumber biakan menunjukkan bahwa pH dan suhu optimal untuk aktivitas
enzim lipase dari C. Rugosa, B. subtilis dan P. Aerogenes masing- masing adalah
pada pH 4,5 (5,14 μmol/menit) dan suhu 45°C (5,33 μmol/menit), pada pH 7,0
(masing-masing 5,81 μmol/menit dan 5,85 μmol/menit), dan pada suhu 40°C dan 45°C
(masing-masing 5,98 μmol/menit dan 5,92 μmol/menit)

Tabel 4.2 pengaruh sumber enzim lipase pada perubahan kadar ALB minyak sawit

Tabel menunjukkan hasil uji kualitatif perubahan pada substrat CPO setelah
terjadi reaksi enzimatik menggunakan beberapa biakan penghasil enzim lipase. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sumber enzim lipase berpengaruh pada proses
transesterifikasi, meskipun pada konsentrasi 10-25% pengaruh enzim tidak signifikan.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa enzim lipase dari biakan tertentu dapat bekerja
secara efektif dan efisien sebagai biokatalisator pada proses transesterifikasi karena
kondisi media bagi aktivitas enzimatik menjadi optimal, sehingga terjadi proses

74 | E S T E R
penguraian trigliserida yang diikuti pembentukan asam lemak yang diperlukan untuk
sintesis ester asam lemak.

Terjadinya reaksi transesterifikasi dapat dianalisis berdasarkan perbandingan


jumlah gugus hidroksil pada substrat sebelum dan sesudah reaksi enzimatik. Tabel 1
menunjukkan hasil bahwa enzim lipase berpengaruh terhadap penurunan kadar
asam lemak bebas (ALB) pada substrat CPO. Pada reaksi hidrolisis, penambahan
enzim lipase dari C. rugosa dapat menurunkan kadar ALB sebanyak 25%., sedangkan
penambahan enzim lipase dari B. subtilis dan P. aerogenes hanya menurunkan kadar
ALB sekitar 6-7%. Akan tetapi dengan penambahan santan kelapa atau butanol sebagai
pelarut organik, penurunan kadar ALB substrat mencapai 29-30%, bahkan hingga 34%
pada substrat dengan penambahan butanol yang direaksikan dengan enzim lipase dari
C. rugosa.

Hasil analisis kromatografi gas pada substrat CPO yang telah direaksikan
dengan butanol dan enzim lipase dari C. rugosa, menunjukkan bahwa komposisi
kandungan asam lemak tidak jenuh yang merupakan asam lemak esensial, terbentuk
lebih tinggi dibanding kandungan asam lemak jenuh. Hasil tersebut memberi indikasi
bahwa komposisi asam lemak bebas pada substrat CPO sebelum dan sesudah
mengalami reaksi transesterifikasi, mengalami perubahan yang nyata. Reaksi
transesterifikasi menggunakan butanol dengan enzim lipase dari C. rugosa dapat
meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh yaitu asam oleat, linoleat dan
linolenat, masing-masing sebesar 19%, 29% dan 42%, serta menurunkan asam
lemak jenuh, yaitu laurat dan palmitat masing-masing sebesar 87% dan 45%, akan
tetapi sebaliknya kandungan asam lemak jenuh stearat juga meningkat sebesar 53%.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak seluruh komponen asam lemak tidak
jenuh dapat ditingkatkan mengikuti penurunan kandungan sebagian asam lemak
jenuh. Sebaliknya Reaksi enzimatik menggunakan butanol dengan enzim lipase dari B.
subtilis dan P. aerogenes tidak dapat meningkatkan kandungan asam lemak tak

75 | E S T E R
jenuh yang terdiri dari asam oleat, linoleat dan linolenat, meskipun dapat menurunkan
asam lemak jenuh, khususnya asam laurat dan palmitat, masing-masing sebesar 96%
dan 62% (B. subtilis) serta 97% dan 69% (P. aerogenes). Peningkatan
kandungan asam stearat juga terjadi meskipun tidak terlalu besar.

Hasil tersebut mengindikasikan bahwa sumber enzim berpengaruh terhadap


peningkatan atau penurunan kandungan asam lemak bebas secara cukup
signifikan pada ketersediaan akseptor butanol. Perubahan komposisi dan kandungan
asam lemak bebas yang terdapat pada substrat CPO belum optimal, sehingga masih
dapat ditingkatkan lagi mengingat tingginya kandungan asam palmitat pada CPO (40-
46%) belum sepenuhnya dapat termanfaatkan dengan baik. Untuk meningkatkan reaksi
transesterifikasi secara lebih efektif dan efisien, diperlukan optimasi perihal sumber
enzim dari berbagai sumber biakan mikroba, khususnya dari golongan termofilik dan
alkalotoleran, serta kondisi optimum inkubasi maupun jenis pelarut organiknya, agar
seluruh kandungan asam lemak jenuh yang terdapat dalam substrat dapat ditransferkan
menjadi ester asam lemak secara optimal (Winarno, 1987). Indikasi tersebut
didasarkan pada asumsi apabila efektivitas enzim pada reaksi transesterifikasi
menjadi sangat tinggi, maka kandungan asam lemak tidak jenuh akan meningkat,
sehingga minyak akan tetap mencair pada suhu ruang dan fungsinya sebagai bahan
berminyak dapat dimanfaatkan secara optimal, antara lain sebagai senyawa aromatik
penyedap rasa, untuk produksi alkohol lemak atau untuk pemanfaatan sebagai produk
farmaka yang berfungsi untuk pencegahan dan penyembuhan penyakit yang berkaitan
dengan sistem peredaran darah, antara lain trombosis dan arteriosklerosis.

Proses ini membuktikan bahwa asam lemak pada minyak sawit mentah (CPO)
dan minyak kelapa, dapat direaksikan secara transesterifikasi menggunakan enzim
lipase yang diekstraksi dari biakan mikroba, antara lain C. rugosa, B. subtilis dan
P. aerogenes menjadi ester asam lemak, pada ketersediaan butanol sebagai pelarut
organik. Selain itu, reaksi transesterifikasi dengan enzim lipase dari C. rugosa juga
menyebabkan terjadinya perubahan pada kandungan asam lemak bebas. Perubahan

76 | E S T E R
cukup signifikan yang ditunjukkan oleh adanya penurunan beberapa komponen
asam lemak jenuh, diikuti dengan peningkatan beberapa komponen asam lemak
tidak jenuh sebagai asam lemak esensial, memberikan indikasi yang prospektif
perihal pemanfaatan enzim lipase dari biakan mikroba.

4.Transesterifikasi Minyak Nabati

Transesterifikasi adalah istilah umumyang digunakan untuk menjabarkan


reaksi organik yang penting di mana ester ditransformasi menjadi bahan lain melalui
interchange dari alkoksi. Jika reaksi terjadi antara ester original dengan suatu alcohol
maka proses transesterifikasi disebut sebagai alkoholisis. Dalam review ini istilah
transesterifikasi digunakan juga sebagai sinonim dari alkoholisis ester karboksilat.
Reaksi transesterifikasi adalah reaksi setimbang dan transformasinya terjadi oleh
adanya pencampuran reaktan. Keberadaan katalis dapat mempercepat pengaturan
kesetimbangan. Untuk memperoleh yield ester yang tinggi maka digunakan alcohol
berlebih.

Dalam transesterifikasi minyak nabati, trigliserida bereaksi dengan alkohol


dengan adanya asam kuat atau basa kuat sebagai katalis menghasilkan campuran fatty
acid alkyl ester dan. Reaksi transesterifikasi antara minyak atau lemak alami dengan
metanol digambarkan sebagai berikut:

Freedman, et al (1986) melaporkan bahwa reaksi transesterifikasi merupakan reaksi


tiga tahap dan reversibel di mana mono dan digliserida terbentuk sebagai intermediate.
Reaksi stoikimetris membutuhkan 1 mol trigliserida dan 3 mol alkohol. Dalam hal ini

77 | E S T E R
digunakan alkohol berlebih untuk meningkatkan yield alkyl ester dan untuk
memudahkan pemisahan fasanya dari gliserol yang terbentuk (Schuchardt, et al.,
1998).

Proses transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu suhu,


kecepatan pengadukan, jenis dan konsentrasi katalis dan perbandingan etanol-asam
lemak. Proses transesterifikasi akan berlangsung lebih cepat bila suhu dinaikkan
mendekati titik didih alkohol yang digunakan. Semakin tinggi kecepatan pengadukan
akan menaikkan pergerakan molekul dan menyebabkan terjadinya tumbukan. Pada
awal terjadinya reaksi, pengadukan akan menyebabkan terjadinya difusi antara minyak
atau lemak sampai terbentuk metil ester. Pemakaian alkohol berlebih akan mendorong
reaksi ke arah pembentukan etil ester dan semakin besar kemungkinan terjadinya
tumbukan antara molekul-molekul metanol dan minyak yang bereaksi (Hui, 1996).

Menurut Schuchardt, et al. (1998) di samping faktor-faktor yang telah


disebutkan sebelumnya, kemurnian reaktan terutama kandungan air dan kandungan
asam lemak bebas (FFA) juga merupakan faktor yang mempengaruhi keberlangsungan
transesterifikasi.

Transesterifikasi minyak nabati menjadi metil ester dilakukan dengan satu atau
dua tahap proses, tergantung pada mutu awal minyak nabati. Proses transesterifikasi
memerlukan katalis untuk mempercepat laju mbentukan ester. Biasanya katalis yang
digunakan berupa asam (HCl, H2SO4) atau katalis basa/alkali (NaOCH , KOH dan
NaOH).

78 | E S T E R
Transesterifikasi-Katalis Asam

Mekanisme trasesterifikasi-katalis asamdari minyak nabati digambarkan


dalamGambar 1. Gambar 1 menunjukkan mekanisme transesterifikasi-katalis asam
untuk monogliserida yang juga berlaku serupa untuk di- dan trigliserida (Stoffel, et al.,
1959). Berdasarkan mekanisme tersebut, asam karboksilat dapat terbentuk oleh reaksi
karbokasi tahap II dengan adanya air dalam campuran reaksi. Hal ini menjadi alasan
mengapa transesterifikasi-katalis asam harus berlangsung tanpa adanya air, disamping
untuk menghindari penurunan yield alkil ester.

Proses yang digambarkan dalam Gambar 1 dikatalisa oleh asam Bronsted


misalnya H2SO (Harrington and Evans, 1985). Penggunaan katalis ini memberikan
konversi atau yield yang tinggi, tetapi reaksi berlangsung lambat, menggunakan
temperatur di atas 100 ℃ dan waktu lebih dari 3 jam untuk mencapai reaksi yang
sempurna (Fredman, et al, 1984).

Pryde, et al. melaporkan bahwa proses metanolisis dari soybean oil dengan
kondisi 1% mol H SO , rasio alkohol terhadap minyak 30:1 pada 65 ℃ mencapai
konversi lebih besar dari 95% membutuhkan waktu selama 5 jam. Sedangkan untuk
butanolisis TG yang sama pada 117 ℃ membutuhkan waktu 3 jam dengan katalis dan

79 | E S T E R
rasio yang sama. Untuk etanolisis pada 78 dengan katalis dan rasio yang sama
membutuhkan waktu 18 jam.

Rasio molar alkohol terhadap minyak merupakan salah satu faktor utama yang
mempengaruhi transesterifikasi. Di satu sisi alkohol berlebih biasanya digunakan untuk
pembentukan produk. Tetapi disisi lain kelebihan jumlah alkohol mengakibatkan
recovery gliserol sulit dilakukan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu penelitian atau
percobaan untuk menetapkan rasio yang optimum.

Transesterifkasi-Katalis Basa

Proses dengan menggunakan katalis basa seperti sodium hidroksida umumnya


berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan katalis asam dikarenakan reaksi
berlangsung searah. Namun pemakaian katalis basa hanya berlangsung sempurna bila
minyak atau lemak dalam kondisi netral dan tanpa air.

80 | E S T E R
Mekanisme transesterifikasi-katalis basa ditunjukkan dalam Gambar 2.

Tahap I : Reaksi antara basa dan alkohol

menghasilkan alkoksida dan

katalis terprotonkan.

Tahap II : Nukleofilik menyerang

alkoksida pada grup karbonil

dari TG membentuk suatu

intermediate (Guthrie, 1991).

Tahap III : Pen-stabilan muatan

intermediate membentuk digliserida dan alkil ester.

Tahap IV : Katalis mengalami deprotonasi

dan kembali ke keadaan semula.

Pembentukan monogliserida dan ester terjadi melalui mekanisme yang serupa.


Alkoksida logam alkali merupakan katalis ang aktif. Freedman et al, (1986)
melaporkan bahwa penggunaan CHONa dalam metanolisis meskipun dalam
konsentrasi yang rendah (0.5%) memberikan eld yang tinggi (98%) dalam waktu reaksi
ang singkat (30 menit).

KOH dan NaOH meskipun harganya lebih murah dari alkoksida logam alkali
dan keaktifannya lebih kecil, tetapi dapat menghasilkan konversi yang tinggi dengan
konsentrasi yang lebih besar. Walaupun campuran alkohol/minyak yang digunakan
bebas air, namun sejumlah air akan dihasilkan dalam sistem dari reaksi antara

81 | E S T E R
hidroksida dengan alkohol. Keberadaan air mengakibatkan meningkatnya hidrolisis
ester yang dihasilkan dari pembentukan sabun.

Reaksi saponifikasi tidak diinginkan selama proses karena dapat mereduksi


yield ester dan mengakibatkan pemisahan gliserol menjadi sulit karena pembentukan
emulsi.

Gambar 4.8 Reaksi saponifikasi dari ester

Gambar 4.9 Reaksi saponifikasi dari asam lemak bebas

Reaksi saponifikasi yang terjadi digambarkan dalam Gambar 3 dan 4. K Filip


et al. (1992) melaporkan bahwa CO dengan konsentrasi dengan 2 atau 3% mol dapat
digunakan untuk mereduksi pembentukan sabun dan menghasilkan yield fatty acid
alkyl ester yang tinggi.

82 | E S T E R
Hal ini dapat digambarkan sebagai reaksi yang ditunjukkan dalam Gambar 5 di
mana reaksi yang terjadi adalah pembentukan bikarbonat dan bukan hidrolisis ester
(Schuchardt,1998).

5.Beberapa Aplikasi Fatty Acid Alkyl Ester

Ester-ester asam lemak merupakan grup yang sangat besar dari senyawa-
senyawa yang terdiri dari ester alam dan sintetis.Ester-ester sintetis ini termasuk alkil
ester sederhana, ester dari alkohol aromatik, ester dari alkohol polyhidrat dan ester yang
lebih kompleks seperti selulosa dan pati.

Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dapat ditransformasi menjadi produk


senyawaan kimia yang banyak digunakan dan bahan baku untuk sintesa lanjut seperti
ditunjukkan dalam Gambar 4.10.

Gambar 4.10 Aplikasi FattyAcid Metil Ester (FAME)

83 | E S T E R
Metil ester asam lemak dapat ditransformasikan menjadi beberapa senyawa
kimia lain yang banyak kegunaannya dan juga sebagai bahan baku untuk sintesa lanjut
seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 6.

Penggunaan metil ester sebagai bahan untuk memproduksi alkanolamida yang


digunakan langsung sebagai surfaktan non ionik, emulsifier, pengental, dan bahan
pembantu dalam pembuatan sifat plastis.

Sedangkan fatty alcohol digunakan sebagai aditif dalam bidang farmasi dan
kosmetik(C16 – C18), sebagai pelumas dan bahan pembantu dalam pembuatan sifat
plastis (C– C), tergantung pada panjang rantai karbonnya. Sedangkan isopropil ester
juga digunakan sebagai bahan pembantu dalam pembuatan sifat plastis dan emolien.
FAME lebih lanjut digunakan dalam pembuatan ester asam lemak karbohidrat
(sukrosa polyester) yang diaplikasikan sebagai surfaktan non ionik atau minyak makan
non kalori.

Disamping itu, ester asam lemak karbohidrat juga dapat digunakan sebagai
bahan bakar alternatif pengganti atau substitusi untuk mesin diesel (biodiesel). Gliserol
sebagai produk samping dalam pembuatan etil ester juga memiliki aplikasi penting
dalam bidang kosmetik, pasta gigi, farmasi, pangan, plastik, pernis, resin alkil,
tembakau, bahan peledak dan pemrosesan sel.

6. Analisis 3-Monokloro-1,2-Propanadiol (3-MCPD) Ester dalam Minyak Sawit


dengan Instrumen Kromatografi Gas-Spektroskopi Massa

Minyak goreng telah diteliti mengandung senyawa 3-monokloro-1,2-


propanadiol (3-MCPD) dalam bentuk ester yang merupakan senyawa kontaminan.
Analisis 3-MCPD ester padaminyak sawit yang dominan dikonsumsi masyarakat
Indonesia sangat penting untuk dilakukan mengingat senyawa ini merupakan prekursor

84 | E S T E R
pembentukan 3- MCPD yang telah terbukti sebagai senyawa karsinogen pada hewan
percobaan. Konsumsi minyak goreng yang mengandung 3 MCPD ester secara tidak
langsung meningkatkan potensi paparan 3-MCPD dalam tubuh. Studi terbaru
menunjukkan bahwa pada minyak, senyawa ini terutama terbentuk selama pemrosesan
pada suhu tinggi, yaitu proses. Hingga kini belum ada nilai tolerable daily intake (TDI)
maksimum untuk 3-MCPD ester dalam minyak, namun 3-MCPD ester tetap menjadi
perhatian untuk industri minyak dan lemak. Saat ini diketahui nilai tolerable daily
intake (TDI) maksimum terbaru untuk 3-MCPD, yaitu 7 μg/kg berat badan.

Peraturan mengenai jumlah maksimum 3-MCPD dalam makanan belum ada di


Indonesia maupun di dunia, akan tetapi negara Eropa telah mengatur jumlahnya dalam
ingredient protein hidrolisat (HVP) dan kecap kedelai, yaitu sebesar 20 μg/kg atau 20
ppb (apabila produk cair berdasarkan 40 basis kering) (EC No 1881/2006). Validasi
metode analisis diperlukan apabila metode yang digunakan bukan termasuk metode
standar. Telah banyak metode analisis 3-MCPD ester yang telah dikembangkan. Salah
satu metode yang banyak digunakan adalah metode pengukuran tidak langsung 3-
MCPD ester dengan menggunakan kromatografi gas spektroskopi massa (Gas
Chromatography Mass Spectrometry). Analisis dilakukan dengan menggunakan
transesterifikasi bas (NaOCH3 atau sodium metoksida) dan penderivat berupa larutan
phenylboronic acid atau asam fenil boronat (PBA). Tujuan umum dari penelitian ini
adalah melakukan evaluasi kandungan 3 MCPD ester dalam sampel minyak goreng
sawit yang terdapat di pasaran dengan metode analisis 3 MCPD ester menggunakan
Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS), modifikasi dari metode We βhaar,
yang divalidasi lebih lanjut dalam penelitian ini.

Validasi metode analisis terdiri dari uji unjuk kerja alat, uji linearitas instrumen,
limit deteksi atau limit of detection (LOD), limit kuantitasi atau limit of quantitation
(LOQ), uji rekoveri (akurasi), ripitabilitas (presisi), dan linieritas metode. Minyak
sawit terpilih sebagai sampel yang dianalisis karena dalam beberapa penelitian

85 | E S T E R
kandungan 3-MCPD estertertinggi pada minyak goreng ditemukan dalam minyak
sawit.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel minyak sawit
komersial. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis meliputi standar internal
3-MCPD-D5 1 mg/mL dari Cambridge Isotope Laboratories Inc. (Amerika Serikat)
dan 3-MCPD dari Sigma Aldrich Chemie GmbH (Jerman) dengan kemurnian > 98 ,
serta methyl tertiary-butyl ether (MTBE), etil asetat, sodium metoksida (NaOCH3),
asam asetat glasial, phenylboronic acid atau asam fenil boronat (PBA), aseton, n-
heksana, NaCl semuanya dengan kualitas pro analysis dari Merck (Jerman), dan Milli-
Q akuades (air bebas ion). Alat-alat untuk analisis meliputi tabung reaksi tutup ulir,
gelas piala, pipet volumetrik, pipet Mohr, pipet tetes, mikropipet, vortex, vial, botol
waste, botol semprot, timbangan, pengaduk kaca, sudip, dan penangas air. Instrumen
analisis yang digunakan adalah Gas Chromatography Mass Spectrometry (GC-MS)
dengan Single Quadrupole model QP 2010 merek Shimadzu (Jepang) milik
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Uji Unjuk Kerja Instrumen GC-MS

Persiapan Larutan Standar


Larutan standar yang digunakan pada uji unjuk kerja instrumen dibuat dengan
mencampurkan larutan 3-MCPD dan standar internal 3-MCPD-D5. Konsentrasi
larutan 3-MCPD dan standar internal 3-MCPD-D5 yang digunakan merupakan
konsentrasi yang dapat diamati peak peaknya dengan GC-MS. Larutan stok standar 3-
MCPD dibuat dari 3-MCPD cair kemurnian 98 dengan konsentrasi 1 mg/mL atau
1000 μg/mL dalam etil asetat, selanjutnya larutan diencerkan 100 kali (2 tahap, masing-
masing tahap 10 kali pengenceran) menjadi larutan kerja konsentrasi 10 μg/mL dengan
etil asetat. Larutan stok 3-MCPD-D5 konsentrasi 1 mg/mL diencerkan 100 kali (2
tahap) menjadi larutan kerja 10 μg/mL dengan etil asetat.

86 | E S T E R
Uji Unjuk Kerja Instrumen

Uji unjuk kerja instrumen meliputi uji linieritas alat dan limit deteksi alat serta
uji presisi waktu retensi. Uji linieritas alat dilakukan dengan menginjeksikan lima vial
larutan standar 3-MCPD yang konsentrasinya berbeda-beda. Konsentrasi 3-MCPD
yang digunakan, yaitu 0,25, 0,50, 1,00, 2,50, 5,00, dan 7,50 μg/mL larutan uji.
Pembuatan larutan standar dilakukan dengan mencampurkan larutan 3-MCPD
sebanyak 100 μL dan 2 μg standar internal 3-MCPD-D5 (dimodifikasi dari 5 μg
menurut Lanovia et al. 2014). Campuran kemudian d der vat sas dengan 250 μL reagen
PBA. Larutan selanjutnya dimasukkan pada penangas air yang bersuhu 80 °C selama
20 menit. Setelah didinginkan larutan diekstrak dengan 2 x 0,5 mL heksana
(dimodifikasi dari 1 x 3 mL menurut Lanovia et al. 2014). Larutan uji yang diperoleh
kemudian diinjeksikan ke instrumen GC-MS. Hasil pengukuran GC-MS berupa
kromatogram, yang di dalamnya mencakup hasil luas area dan waktu retensi. Hasil
pembacaan GC-MS selanjutnya digunakan untuk pembuatan kurva standar hubungan
antara rasio luas area 3-MCPD dengan 3-MCPD-D5 (sebagai sumbu y) dan konsentrasi
larutan standar (μg/mL) (sebagai sumbu x). Melalui kurva yang telah dibuat dapat
diketahui persamaan linier dan nilai koefisien determinasinya (R2). Linieritas dianggap
baik apabila memiliki R2 lebih dari 0,990. Waktu retensi dari berbagai kromatogram
(konsentrasi berbeda) dirata-ratakan serta dihitung standar deviasi (SD) dan relative
standard deviation (RSD). Keberterimaan RSD waktu retensi adalah < 2,0 (JECFA
2006).

Berdasarkan hasil penelitian, maka metode analisis 3-MCPD ester pada minyak
sawit dengan penderivatisasi phenyl boronic acid atau asam fenil boronat (PBA)
menggunakan instrumen GC-MS telah tervalidasi. Pengukuran 14 sampel minyak
sawit yang terdapat di pasaran dengan metode tersebut menunjukkan 100 sampel
positif mengandung 3-MCPD ester, pada kisaran 8,15 58,14 μg/g minyak.

87 | E S T E R
7. Pembuatan Ester 1,9-Nonanil Dilaktat Melalui Reaksi Esterifikasi Antara
Asam Laktat Dengan 1,9-Nonanadiol

Minyak jarak merupakan minyak nabati yang mempunyai kandungan asam


risinoleat yang tinggi. Asam risinoleat tersebut merupakan sumber dalam pembuatan
senyawa asam azelat, asam lemak tak jenuh ini mempunyai ikatan rangkap pada
gugus – CH=CH2- (CH2) 2-COOH (ikatan rangkap pada atom C9,C10 dapat
dioksidasi dengan menggunakan kalium permanganat dan ozon (O3) maupun
senyawa peroksida lainnya akan menghasilkan asam azelat (asam nonanadfioat)
(Ikan, 1969).
Turunan asam azelat telah banyak disintesis seperti amida, alkohol maupun
ester azelat. Senyawa 1,9-nonanadiol ini dapat disintesis dari asam azelat melalui
reduksi ester dimetil maupun dietil azelat menggunakan reduktor logam terlarut.
Demikian juga turunan 1,9 nonanadiol telah disintesis menjadi suatu diester, yaitu
1,9- diasetil nonana melalui reaksi asetilasi dengan asetat anhidrid yang berfungsi
sebagai bahan dasar pembuatan senyawa poliester. Dalam kesempatan ini peneliti
tertarik untuk mensintesis suatu senyawa turunan dari 1,9-nonanadiol yaitu 1,9-
nonanil dilaktat, senyawa ini mempunyai gugus hidrokarbon yang panjang dan gugus
diester yang bersifat lipofil serta dua buah gugus hidroksil yang bersifat hidrofil,
sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai bahan surfaktan.

BAHAN DAN METODA

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium dengan sampel asam laktat


buatan E Merk serta bahan kimia lain yang digunakan diperoleh dari retailer bahan
kimia di kota Medan, dan umumnya juga buatan E Merk. Seluruh pelarut yang
digunakan sebelumnya didestilasi dan pelarut yang bebas air disimpan dalam tabung
suasana gas nitrogen diberikan molekuler Shieve 4Ao.

88 | E S T E R
Pembuatan Natrium Laktat

Ke dalam labu leher tiga yang telah dilengkapi dengan pendingin bola dan
tabung CaCl2, dimasukkan 0,2 mol (18 g) asam laktat dan 0,2 mol (8 g) natrium
hidroksida yang terlebih dahulu dilarutkan dalam 100 ml metanol. Campurkan
direfluks selam 1 jam sambil diaduk. Lalu hasil refluks diuapkan pelarutnya hingga
diperoleh natrium laktat. Hasil yang diperoleh diuji titik leburnya.

Pembuatan 1,9-Diklorononana dari 1,9-Nonanadiol

Ke dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan corong penetes dengan
pendingin bola, dimasukkan 0,1 mol (16 g) 1,9-nonanadiol. Lalu ditambahkan
pelarutCHCl3 sebanyak 100 ml. Setelah sampel larut sempurna diteteskan tetes demi
tetes 0,2 mol (23,8) SOCl2 dalam suasana pendinginan sambil diaduk dengan
pengaduk magnet. Penetesan dilakukan sampai gas SO2 dan HCl tidak terbentuk lagi.
Lalu campuran tersebut direfluks selama lebih kurang 4 jam. Hasil refluks
dirotarievaporasi untuk memisahkan pelarut CHCl3. Selanjutnya senyawa 1,9
diklorononana yang diperoleh dianalisis dengan spektroskopi FT-IR.

Pembuatan 1,9-Nonanil Dilaktat

Masukkan 2 ml TEA ke dalam labu leher tiga, kemudian sambil didinginkan


di dalam es, dialiri gas HCl dari pesawat Kipps sehingga terbentuk endapan putih dari
TEAHCl. Selanjutnya labu dihubungkan dengan pendingin bola, corong penetes dan
pengaduk magnet. Kemudian 0,2 mol (22,4 g) natrium laktat yang terlebih dahulu
dilarutkan dalam 75 ml kloroform dimasukkan ke dalam labu sambil diaduk.
Selanjutnya diteteskan 1,9-diklorononana secara perlahan melalui corong penates

89 | E S T E R
sambil diaduk selama 2 jam dengan pengaduk magnet, lalu campuran direfluks selam
6 jam. Hasil refluks yang diperoleh disaring dan dirotarievaporasi, kemudian
diekstraksi degan diklorometana. Hasil ekstrak yang diperoleh dimurnikan dengan
cara kromatografi kolom. Kemudian diidentifikasi dengan spektroskop FT-IR.

Terbentuknya garam laktat diketahui dengan adanya perbedaan TL asam


laktat 16,8 oC dengan Natrium laktat 186oC. Klorinasi 1,9-nonanadiol dengan SOCl2
dalam pelarut CHCl3, terjadi reaksi subsitusi terhadap gugus –OH pada atom C1 dan
C9 yang pada dasarnya adalah alkohol primer menghasilkan 1,9-diklorononana di
mana hasil identifikasi FT-IR (Gambar 2) pada daerah bilangan gelombang 2931,6
cm-1 dan 2856,4 cm–1 menunjukkan adanya uluran CH Sp3 dan puncak serapan
pada daerah bilangan gelombang 725,2 cm-1 menunjukkan adanya C-Cl, sedangkan
serapan pada bilangan gelombang 3265,3 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus –
OH dan 1290,3 cm-1 menunjukkan serapan gugus C-O sretching tidak lagi dijumpai
(Gambar 1). Hasil esterifikasi garam laktat dengan 1,9- diklorononana dianalisis
dengan spektroskopi dengan FT-IR memberikan serapan pada daerah bilangan
gelombang 3384,3 cm-1 dan 1070,4 cm-1 menunjukkan gugus –OH dan vibrasi
streching C-O dari alkohol. Serapan 1732,0 cm–1 menunjukkan serapan khas
karbonil (-C=O) pada ester dan diperkuat dengan munculnya serapan 1170,7 cm–1
vibrasi stretching C-O-C ester serta 725,2 cm–1 adalah karakteristik dari (CH2)n.

90 | E S T E R
Gambar 4.10 Spektrum FT-IR 1,9–Nonanadiol

Gambar 4.11 Spektrum FT-IR 1,9–Diklorononana

91 | E S T E R
Gambar 4.11 Spektrum FT-IR 1,9–Nonanildilaktat

Dengan demikian senyawa 1,9-diklorononana dapat terbentuk


apabila 1,9-nonanadiol diklorinasi dengan SOCl2, maka akan terjadi reaksi subsitusi
gugus hidroksil oleh klor pada posisi C1 dan C9. Reaksi esterifikasi antara garam laktat
dan 1,9 Diklorononana dengan bantuan katalis perpindahan dua fasa TEA-HCl dalam
pelarut kloroform dapat menghasilkan senyawa 1,9-Nonildilaktat dengan rendemen
52%.

8. Sintesis ester parsial poli (neopentil poliol) tertentu dan asam monokarboksilat
alifatik

Ester parsial poli (neopentil poliol) dan asam monokarboksilat alifatik (atau
asam monokarboksilat alifatik) adalah senyawa yang dihasilkan bila kurang dari semua
hidrogen hidroksil dari poli (neopentil poliol) telah disubstitusi oleh bagian asil alifatik
asam monokarboksilat (atau bagian asil asam monokarboksilat alifatik).

Dalam satu proses pembuatan produk ester parsial spesifik campuran


pentaeritritol, asam lemak, (1-3 mol asam lemak per mol pentaeritritol), katalis asam
dan sejumlah xilena yang cukup untuk memenuhi air yang terbentuk oleh esterifikasi
dan kondensasi (juga disebut eterifikasi, dan juga dehidrasi) reaksi terbentuk dalam
kisaran suhu di mana reaksi yang diinginkan dilakukan pada tingkat reaksi optimum
praktis, dan di mana air xilen azeotrop dari campuran reaksi.

Campuran reaksi dijaga dalam kisaran suhu ini untuk periode waktu yang
dibutuhkan untuk esterifikasi pentaeritritol sampai batas yang diinginkan dan untuk
mengembunkan pentaeritrit kasar sebagian teresterifikasi sampai batas yang
diinginkan. Periode waktu ini dipastikan dengan mengacu pada jumlah air yang dicerna

92 | E S T E R
dari campuran reaksi oleh xilena. Bila kuantitas air yang diukur sama dengan kuantitas
teoritis air yang terbentuk bila poliol telah diesterifikasi sampai batas yang diinginkan,
ditambah kuantitas teoritis air yang terbentuk bila poliol yang diesterifikasi sebagian
telah dikondensasikan sampai batas yang diinginkan, akhir periode ini waktu telah
tercapai Kemudian, kelebihan stoikiometri dari satu atau lebih asam karboksilat atau
anhidridanya ditambahkan untuk benar-benar esterifikasi ester parsial dalam campuran
reaksi, atau kelebihan stoikiometrik dari alkohol seperti metanol ditambahkan sehingga
dapat dikonversi dengan transesterifikasi ester parsial polipentaleritritol dalam
campuran reaksi ke produk polipentaeritritol.

Campuran reaksi yang dihasilkan umumnya diolah untuk mengisolasi produk


akhir yang diinginkan yang biasanya merupakan campuran polipentaerititril murni
yang diesterifikasi seluruhnya atau campuran polipeneritol pelarut murni, tergantung
pada apakah esterifikasi atau transesterifikasi telah dilakukan.

Kerugian dari proses di atas berada dalam penggunaan xilena untuk


menghilangkan air yang terbentuk dalam campuran reaksi. Kehadirannya merupakan
biaya dalam penyimpanan, penanganan dan pemulihan. Selain itu, bila reaksi selesai,
biasanya sejumlah besar xylene tetap berada dalam campuran reaksi, dan ini
merupakan satu zat lebih dari mana produk akhir yang diinginkan biasanya harus
dipisahkan.

Singkatnya, proses penemuan ini terdiri dari pengenalan bahan poliol neopentil
tertentu, bahan asam monokarboksilat alifatik tertentu dan bahan katalis ke dalam zona
reaksi, dimana campuran reaksi terbentuk, membentuk campuran reaksi tersebut dalam
kisaran suhu di mana :
(1) esterifikasi parsial dari bahan poliol tersebut dengan bahan asam dan kondensasi
dari bahan poliol yang diesterifikasi sebagian dilakukan

93 | E S T E R
(2) secara substansial seluruh air yang terbentuk dalam esterifikasi dan eterifikasi
tersebut menguap dari campuran reaksi tersebut saat terbentuk, dan
(3) asam monokarboksilat alifatik bahan menguap dari campuran reaksi tersebut ke
campuran campuran kata tersebut dengan uap asam monokarboksilat alifatik dengan
panas yang cukup untuk meminimalkan kondensasi dan kembali ke campuran reaksi
uap air di zona reaksi di atas campuran reaksi.

Bahan poliol neopentil dari penemuan ini adalah material yang pada dasarnya terdiri
dari paling sedikit satu poliopropilena neopentil yang ditunjukkan oleh rumus struktur
C H 20H I R C R C H 20 H.

Dimana masing-masing R dipilih secara independen dari kelompok yang terdiri dari
CH C l'l dan CPI-0H. Contoh poliol neopentil tersebut meliputi pentaeritritol,
tn'metilolpropana, trimetiloletana, neopentil glikol dan sejenisnya. Dalam beberapa
perwujudan dari penemuan ini bahan neopentil glikol hanya terdiri dari poliol neopentil
semacam itu. Dalam perwujudan lainnya terdiri dari dua atau lebih poliol neopentil
tersebut.

Bahan asam monokarboksilat hidrokarbon alifatik dari penemuan ini pada


dasarnya terdiri dari paling sedikit satu asam monokarboksilat alifatik yang menguap
cukup dalam kisaran suhu yang ditentukan ketika dalam campuran reaksi menyelimuti
campuran reaksi dengan uap, membawa uap air keluar dari zona reaksi, dan
meminimalkan kondensasi uap air di zona reaksi. Dalam beberapa perwujudan dari
penemuan ini hanya terdiri dari satu asam.

Dalam perwujudan lain dari penemuan ini, ini mencakup dua atau lebih asam
tersebut. Contoh asam semacam itu meliputi asam alkanoat seperti, misalnya, asam C,
-C ,,, alkanoat yang meliputi asam asetat, asam butirat, asam valerat, asam kaproat,
asam enanthat, asam oktanoat, asam pelargonat, asam desanoat, laurat asam, dan

94 | E S T E R
sejenisnya. Contoh lainnya termasuk asam lemak tinggi dan campuran asam lemak
yang lebih tinggi seperti yang diperoleh dari sumber alami dan juga yang diperoleh
dengan ozonolisis asam oleat dan linoleat, oksonasi olefin, oksidasi olefin, dan
sejenisnya. Contoh asam semacam itu juga termasuk asam bercabang dan asam
terhalang seperti asam Koch.

Asam alkenoat juga disertakan dan contohnya meliputi palmitoleic,


ricinoleic, linoleic, dan sejenisnya. Lebih disukai, asam atau asam yang membentuk
bahan asam monokarboksilat alifatik adalah atau tidak dapat bercampur atau paling
tidak secara substansial tidak larut dalam air. Konsentrasi awal bahan asam
monokarboksilat alifatik dalam campuran reaksi adalah seperti memberikan rasio mol
awal gugus karboksil terhadap gugus hidroksil dalam kisaran dari sekitar 0,25: 1
sampai sekitar 0,5: 1. Namun, rasio mol yang lebih tinggi dan lebih rendah berada
dalam konsep yang lebih luas dari penemuan ini. Dalam hal ini, rasio mol kurang dari
sekitar 0,25: 1 menghasilkan produk gelap dengan tingkat pengotor yang tinggi,
sementara rasio mol lebih besar dari sekitar 0,5:] cenderung mendukung reaksi
esterifikasi dan menghambat reaksi kondensasi.

Dalam perwujudan yang disukai dari proses penemuan ini selama reaksi
esterifikasi - reaksi kondensasi bahan asam monokarboksilat alifatik ditambahkan ke
campuran reaksi dari waktu ke waktu atau lebih disukai secara terus menerus untuk
mengganti paling sedikit sebagian dan lebih disukai secara substansial dari semua
bahan asam monokarboksilat alifatik diuapkan dari campuran reaksi.

Bahan katalis yang terlibat dalam campuran penemuan ini pada dasarnya
terdiri dari paling sedikit satu katalis esterifikasi asam. Dalam beberapa perwujudan
dari penemuan ini hanya terdiri dari satu katalis tersebut. Dalam perwujudan lainnya
terdiri dari dua atau lebih katalis tersebut. Contoh katalis esterifikasi asam meliputi
asam mineral, yang disukai terdiri dari asam sulfat, asam hidroklorida, dan sejenisnya,

95 | E S T E R
garam asam seperti, misalnya natrium bisulfat, natrium bisulfit, dan sejenisnya, asam
sulfonat seperti, misalnya , asam sulfonat benzena, asam sulfonat toluena, asam
sulfonat polistiren, asam metil sulfonat, asam etil sulfonat, dan sejenisnya,

Kuantitas bahan katalis yang ada dalam campuran reaksi adalah kuantitas
katalitik. Hal ini tergantung pada komposisi bahan katalis dan kisaran suhu reaksi.
Terlalu banyak bahan asam kuat dapat menyebabkan warna yang berlebihan pada
produk akhir, sementara terlalu sedikit bahan katalis tidak akan mendorong reaksi
kondensasi pada kisaran suhu reaksi. Direkomendasikan bila kisaran suhu reaksi
berkisar antara 170 sampai sekitar 200 ° C adalah sekitar milimeter asam sulfonat p-
toluena per mol bahan poliol neopentil atau sekitar 10 miliekuivalen asam sulfat per
mol bahan poliol neopentil.
Suhu minimum kisaran suhu reaksi dimana campuran reaksi dibuat dan dipertahankan
adalah suhu dimana reaksi esterifikasi dan kondensasi terjadi dan air yang terbentuk
dalam campuran reaksi menguap darinya, sebaiknya dengan perebusan. Suhu
maksimum umumnya kurang dari suhu dekomposisi komponen campuran reaksi, dan
lebih disukai kurang dari titik didih dalam campuran reaksi poliol neopentil. Rentang
suhu yang disukai adalah 170-200 C. Untuk alasan ini, asam alifatik pilihan
monokarboksilat adalah asam valerat, asam kaproat dan asam heptanoat.

Tekanan ambien yang digunakan dalam melakukan reaksi umumnya adalah


tekanan atmosfir. Namun, tekanan ambien yang lebih rendah dapat digunakan jika
diinginkan. Tekanan ambien yang lebih tinggi dapat digunakan jika bahan asam
monokarboksilat alifatik dapat diuapkan dari campuran reaksi pada tekanan tersebut
dan air dikeluarkan dengan uap asam monokarboksilat alifatik. Periode reaksi
sepanjang waktu di mana esterifikasi dan kondensasi parsial dilakukan dalam
campuran reaksi tergantung pada luasnya esterifikasi parsial dan tingkat kondensasi
yang diinginkan. Umumnya, bila kuantitas air yang terbentuk dalam reaksi esterifikasi
dan kondensasi parsial dan dikeluarkan sesuai dengan konsep penemuan ini dari zona

96 | E S T E R
reaksi sama dengan jumlah air yang dihitung berdasarkan teoritis yang dihasilkan untuk
tingkat esterifikasi parsial yang diinginkan. dan tingkat kondensasi yang diinginkan,
reaksi dihentikan.

Reaksi esterifikasi dan kondensasi parsial diakhiri dengan mendinginkan


campuran reaksi sampai 25 C., dengan menetralkan bahan katalis asam, atau dengan
menambahkan kelebihan stoikiometri dari bahan asam karboksilat dan benar-benar
esterifikasi ester parsial. Reaksi esterifikasi dan kondensasi parsial dilakukan pada
peralatan konvensional.

Modus terbaik yang sekarang dipikirkan untuk melaksanakan penemuan ini


diilustrasikan dengan contoh berikut dari perwujudan spesifik dari proses penemuan
ini. Penemuan ini tidak terbatas pada perwujudan spesifik. Dalam contoh ini, semua
persentase adalah berat kecuali dinyatakan secara tegas, semua bagian berat
ditunjukkan oleh w "dan semua bagian berdasarkan volume ditentukan oleh v" dengan
bagian berat (w) dan bagian-bagian dengan volume (v) menjadi dalam hubungan yang
sama seperti kilogram liter.
CONTOH Contoh ini mengilustrasikan perwujudan khusus yang disukai dari proses
penemuan ini untuk membuat produk polipentaerititrilol yang diesterifikasi sebagian
dari asam valerat dan pentaeritritol.

Untuk reaktor yang dilengkapi dengan pengaduk mekanik, termometer,


termoregulator, perangkap kelembaban Barrett dan kondensor Friedrichs diisi
pentaeritritol (272 w) dan asam valerat (217 v). Asam valerat tambahan (38 v)
ditambahkan ke perangkap kelembaban Barrett untuk memastikan tingkat konstan
asam valerat dalam campuran reaksi saat refluks dimulai.

Campuran pentaeritritol dan asam valerat dalam reaktor dipanaskan sampai


suhu 171 C., dimana suhu suatu jejak air (0,5 v) mulai dikumpulkan dalam perangkap

97 | E S T E R
kelembaban Barrett. Asam sulfat terkonsentrasi (1,0 w) diencerkan dengan air (2 v)
ditambahkan ke dalam campuran. Campuran reaksi yang dihasilkan dipanaskan sampai
suhu 192 C. dan dipertahankan pada suhu ini sampai 50,5 v air telah dikumpulkan
dalam perangkap kelembaban Barrett. Ini memakan waktu sekitar l.4 jam sejak asam
sulfat dimasukkan ke dalam campuran reaksi.

Sodium hidroksida (0,8 w) ditambahkan ke dalam campuran reaksi untuk


menetralkan katalis. Campuran yang dihasilkan adalah produk ester parsial yang
diinginkan. Ini pada dasarnya terdiri dari ester parsial polipentaeritritol dan asam
valerat. Biasanya adalah bijaksana untuk memperlakukan produk ini dengan cara
konvensional dan sarana untuk mendapatkan produk polipeneritritilol yang benar-
benar solvolyzed atau untuk mendapatkan produk polipentaerititrilol yang benar-benar
teresterifikasi.

Bila produk ester parsial diperlakukan dengan cara konvensional dan sarana
untuk mendapatkan produk yang benar-benar solvolyzed atau alcoholyzed, analisis
kromatografi fase uap khas dari produk tersebut adalah: pentaeritritol, dipentaeritritol,
tirpentaeritritol dan tetrapentaeritritol pada rasio berat 35: 38: 1928. Bila produk ester
parsial diperlakukan dengan cara konvensional dan sarana untuk mendapatkan produk
polipentaerititrilol yang benar-benar esterifikasi, produk yang dihasilkan berguna,
misalnya sebagai stok dasar untuk pelumas sintetis. Dengan cara yang sama, produk
ester parsial lainnya diperoleh dari poliol neopentil lainnya dari penemuan ini dan asam
monokarboksilat alifatik dari penemuan ini. Suatu ciri keuntungan dari proses
penemuan ini adalah tidak adanya zat pengumpul air yang diikat dari reaktan.

Fitur lain, kelebihan, dan perwujudan khusus dari penemuan ini akan menjadi
jelas bagi mereka yang menggunakan keterampilan biasa dalam bidang ini setelah
membaca pengungkapan terdahulu. Perwujudan khusus ini berada dalam lingkup
penemuan ini. Selain itu, sementara perwujudan khusus dari penemuan ini telah

98 | E S T E R
dijelaskan dengan sangat rinci, variasi dan modifikasi dapat dilakukan tanpa
meninggalkan semangat dan lingkup seperti yang diungkapkan dan diklaim.

Bahasa yang pada dasarnya terdiri dari seperti yang digunakan dalam
spesifikasi ini tidak memasukkan zat yang tidak layak pada suatu konsentrasi yang
cukup untuk mempengaruhi secara substansial sifat dan karakteristik esensial dari
komposisi bahan yang didefinisikan, sambil mengizinkan adanya satu atau beberapa
zat yang tidak dapat direproduksi pada konsentrasi yang tidak mencukupi pada
mempengaruhi sifat dan karakteristik penting.

1. Dalam proses pembuatan poli (neopentil poliol) yang diesterifikasi sebagian, yang
meliputi pengenalan bahan poliol neopentil, bahan asam monokarboksilat alifatik dan
jumlah katalitik bahan katalis asam ke dalam zona reaksi, dimana campuran reaksi
terbentuk, kata neopentil bahan poliol yang pada dasarnya terdiri dari paling sedikit
satu poliol neopentil . Dimana masing-masing R dipilih secara bebas dari kelompok
yang terdiri dari CH C 11 dan CH OH, kata bahan asam monokarboksilat alifatik yang
pada dasarnya terdiri dari paling sedikit satu asam monokarboksilat hidrokarbon
alifatik, dan bahan katalis asam yang pada dasarnya terdiri dari pada paling sedikit satu
katalis esterifikasi asam, perbaikan dimana konsentrasi awal bahan asam
monokarboksilat alifatik tersebut dalam campuran reaksi tersebut adalah seperti
memberikan rasio mol awal gugus karboksil terhadap gugus hidroksil dalam campuran
reaksi dalam kisaran dari sekitar 0,25: 1 sampai sekitar 0,5: l dan, sementara campuran
reaksi tersebut dibuat dan dipertahankan pada -200 ° C, uap asam monokarboksilat
alifatik dan uap air ditarik dari zona reaksi tersebut.

2. Suatu proses menurut klaim 1, dimana bahan poliol neopentil tersebut pada dasarnya
terdiri dari pentaeritritol. Bahan asam monokarboksilat alifatik diuapkan dari campuran
reaksi tersebut. Dimana bahan asam monokarboksilat alifatiknya tidak larut dalam air,
uap air dan uap asam monokarboksilat alifatik yang ditarik dari zona reaksi tersebut

99 | E S T E R
dikumpulkan dan dikondensasi, dan bahan asam monokarboksilat alifatik dipisahkan
dari kondensat dan dikembalikan untuk campuran reaksi tersebut.

9. Proses pembuatan dan pemurnian poligliserol dan esternya

Proses pemurnian polyglycerols adalah proses pembuatan poligliserin dan


turunannya dan penggunaan senyawa ini melalui spektrum yang luas dari aplikasi
industri dan yang dapat dimakan.
Ester dari poligliserol dari asam lemak tinggi telah digunakan terutama di
bidang makanan sebagai agen pengemulsi dalam margarin dan makanan berlemak
lainnya. Tujuannya yaitu untuk meminimalkan percikan lemak dalam operasi
penggorengan. Ester poligliserol tidak sesuai untuk penggunaan langsung pada
produk yang dapat dimakan. Warna warnanya relatif gelap, komposisi poligliserolnya
tidak terbatas, produk tersebut memiliki bau tak sedap dan rasa yang tidak diinginkan.
Operasi pemutihan yang biasa pada poligliserol mentah tidak efektif untuk
menghilangkan kekurangan ini. Selain penggunaan makanan, ester poligliserol juga
dapat digunakan untuk bahan pengemulsi, bahan pembasah, zat pelembut dalam
industri tekstil, digunakan dalam komposisi insektisida dan komposisi pencegahan
karat. Untuk penerapan ester poligliserol dan ester poligliker, sedikit jika
komersialisasi terjadi karena tidak hanya pada cacat seni sebelumnya dalam metode
pembuatan senyawa, tetapi juga karena ketidakmampuan untuk mengendalikan reaksi
untuk menghasilkan suatu poligliserol atau golongan poligliserol yang diinginkan
yang bebas dari sejumlah produk polimer lain yang tidak memiliki prop ester yang
diinginkan.
Suatu proses untuk pembuatan poligliserol dan ester poliglikerol dimana
cacat seni terdahulu yang terkait dengan produksi poligliserol dan ester poliglikerol
yang diatasi. Intinya proses ini melibatkan intercondensation gliserol dengan adanya
katalis basa dalam media anhidrat pada suhu di atas 100 C. Dengan demikian,

100 | E S T E R
distilasi terus menerus dari air yang terbentuk selama reaksi interkondensasi. Setelah
massa reaksi didinginkan, diencerkan dengan air dan zat pemutih yang dimasukkan
ke dalam media reaksi, suhu dipertahankan di bawah 100 C. untuk jangka waktu yang
cukup untuk memutihkan produk, kemudian disaring. Waktu pemutihan dapat
bervariasi dalam rentang yang luas namun umumnya antara sekitar satu setengah jam
dan 24 jam. Produk yang diperoleh adalah produk yang tidak hanya dikelantang tetapi
yang secara substansial telah menghilangkan bau tak diinginkan.

Katalis alkali adalah katalis konvensional yang digunakan dalam reaksi ini
seperti natrium hidroksida, kalium hidroksida, logam alkali alkoholat, natrium asetat,
oksida logam, dan lain-lain, dan dipekerjakan dalam jumlah sampai sekitar 2%.
Dengan menggunakan suhu yang lebih tinggi dan waktu reaksi yang lebih lama,
penggunaan katalis dapat dihilangkan. Meskipun sangat penting bahwa reaksinya
berlangsung di atas 100 C yaitu untuk mempertahankan kisaran suhu antara sekitar
100 C dan 300 C. dan biasanya berkisar dari 200 sampai 270 C.
Jumlah air untuk ditambahkan ke dalam poligliserol yang telah terbentuk
dapat bervariasi pada rentang yang luas dari sekitar sepertiga sebanyak poligliserol
yang terbentuk selama reaksi sampai kira-kira kali jumlah poligliserol yang terbentuk
selama reaksi, namun umumnya berada dalam kisaran sekitar 50% sampai 100% dari
jumlah poligliserol yang terbentuk dalam reaksi. Jumlah zat pemutih dapat bervariasi
antara sekitar 1 dan 15% dan sebaiknya antara 1 dan 5%. Bahan pemutih yang disukai
adalah karbon hitam meskipun bahan pemutih padat lainnya seperti lempung
teraktivasi, tanah pemutih, dan lain-lain dapat digunakan. Agen pemutih cair seperti
hidrogen peroksida, sodium hipoklorit, dan sebagainya, dapat digunakan secara
terpisah atau dapat ditambahkan bersamaan dengan agen pemutih padat. Bila bahan
pemutih cair digunakan sendiri, hasil yang diperoleh tidak memuaskan seperti ketika
agen pemutih padat dipekerjakan. Suhu selama operasi pemutihan dijaga di bawah
100 ° C dan umumnya berkisar dari kira-kira sampai C

101 | E S T E R
Dalam melaksanakan proses yang dijelaskan di atas, telah ditemukan bahwa
dengan menghubungkan perubahan dalam nilai droksil Degradasi hibrid dan
viskositas poligliserol karena niolek ular hidroksil terbentuk selama reaksi
berlangsung, reaksi Polyglycel ' Nilai 7018M dapat dihentikan pada titik mana pun
tergantung pada depi iyeemi 126 1.352 gree polimerisasi yang diinginkan. Sesuai
dengan prosedur ini, poligliserol berkisar dari digliserol (2 radikal gliserol) sampai
triacontagliserol (30 radikal gliserol) ff 'l s36 941 atau lebih tinggi dapat terbentuk.
Ini akan dicatat dari Tabel Omgliserol 33% I dan IA di bawah dan Gbr. 1 bahwa
sebagai rantai polimer 5 2st; panjang meningkat, konstanta seperti berat molekul dan
Dqdecaglycml 33g 6 viskositas juga meningkat, sedangkan nilai hidroksil de l
eeaglycerol 980 85 1D 1 Tetraglycerol 1,054 852 lipatan. Dalam kaitannya dengan
komposisi unsur poligliserol contoh (lgIctadgeaglyct-i'oli 1,350 831 011a ecaglycero
1,424 828 dapat menyebabkan penurunan kadar karbondioksida; disiapkan dalam
jumlah yang baik, sifat kimia dan mengkorelasikan propenserolerolerol 1,5 72 s21 MI
IA d Docosagliserol "1.040 818 erties dengan sifat yang ditunjukkan pada Ta es a
'pmosagiyw-atau 1.120 1 Gbr. Misalnya, jika seseorang menginginkan 2
Tetracosaglycemh.

Nilai nilai bobot majemuk 150 F. 180 F. 150 F. 180 F. pada 60 C.


DiglyceroL warna 160 1.352 1.320 1.256 reaksi secara berkala menentukan viskositas
dan hy- Poligliserol yang dibentuk oleh proses di atas dapat berupa nilai droksil dari
produk reaksi. Reaksi tersebut akan diesterifikasi dengan asam lemak yang memiliki
sekitar 2 sampai sekitar dihentikan ketika nilai hidroksil mendekati atom karbon-24
seperti nilai asetat, kaproik, laurat, oleat, retikal hidroksil 888 dan bila produk
tersebut memiliki stearat, behen, dan linoleat, dll dapat digunakan. Ester ester
viskositas sekitar 3.000 centistokes pada 150 F. dapat dibentuk baik dengan cara
esterifikasi langsung seperti ditunjukkan pada Gbr. 1.

102 | E S T E R
Demikian juga, jika seseorang ingin membuat atau menggunakan reaksi
transesterifikasi dengan menggunakan contriacontaglycerol, prosedur yang sama akan
dilakukan katalis transesterifikasi transesterari. Entah parsial atau keluar dan sifat
produk reaksi yang ditentukan secara berkala sampai ditemukan memiliki nilai
hidroksil dalam kisaran nilai hidroksil teoritis 802 dan viskositas pada kisaran sekitar
9.800 centistok pada 150 F. Dengan demikian akan menjadi Terlihat bahwa dengan
menghubungkan viskositas Dengan nilai hidroksil, seseorang dapat menghasilkan
hampir semua poligliserol yang diinginkan yang memiliki antara 2 dan 30 gliserol
radikal. Sifat lain seperti indeks bias dan berat jenis juga dapat digunakan untuk
menentukan titik akhir reaksi, terutama bila produk yang diinginkan adalah
poligliserol dari sekitar 8 radikal gliserol atau kurang. Kami telah menemukan bahwa
seiring dengan bertambahnya panjang rantai polimer di atas sekitar 8 radikal gliserol,
indeks bias dan berat jenis mencapai asimtot dan tidak dapat diandalkan untuk
menentukan titik akhir reaksi.
Produk yang benar-benar esterifikasi dapat diperoleh tergantung pada rasio
asam lemak yang digunakan dalam reaksi. Dalam pembuatan produk industri, kami
merasa lebih mudah dan lebih bijaksana untuk menyiapkan ester dengan
transesterifikasi daripada metode esterifikasi langsung. Hal ini terutama terjadi
dimana asam lemak campuran dari minyak tertentu diinginkan. Kami telah
menemukan bahwa transesterifikasi menghasilkan hasil yang diinginkan baik secara
ekonomi maupun mudah. Tabel II di bawah menyajikan tabulasi beberapa ester
poligliserol khas yang dibuat dengan transesterifikasi minyak gliserol yang
mengandung asam lemak campuran dan masing-masing poligliserol. Baik panjang
rantai poligliserol maupun jenis minyak yang digunakan mempengaruhi reaksi halus.
Lemak atau minyak yang tepat direaksikan dengan jumlah yang tepat dari poligliserol
yang tepat untuk mendapatkan ester poligliserol yang diinginkan.

103 | E S T E R
Dengan demikian produk dapat dibuat sesuai dengan proses yang dijelaskan
di atas yang akan mencakup keseluruhan rentang karakteristik hidrofilik-lipofilik.
Ester-ester poliglikerol ini dapat merupakan ester yang diesterifikasi sebagian atau
seluruhnya dan bergantung pada panjang rantai molekul poligliserol, dapat padat atau
cair; jenuh atau tak jenuh; alifatik atau aromatik; ester asam polikarboksilat
monodior; mono-, poliester dior dari poligliserol; ester asam tunggal atau campuran;
berat molekul tinggi atau rendah; air atau minyak larut. Asam panjang rantai pendek
dan menengah umumnya memberikan ester yang dapat larut dalam air sedangkan
asam panjang rantai panjang umumnya memberikan ester yang dapat terdispersi air
bila mono dan ester dari poligliserol terbentuk. Karena jumlah hidroksil semakin
teresterifikasi, produk yang terbentuk menjadi lipofilik progresif dan pada dasarnya
larut dalam minyak dalam semua proporsi.

Poligliserol yang diidentifikasi dalam Tabel I telah ditemukan sangat sesuai


untuk penggunaan semacam itu sebagai bahan pembentuk gel, humektan, bahan
penguat viskositas, pelumas, intermediet kimia, pelarut, perekat, agen penghubung
silang, pelunak, agen fotografi, dan sebagainya.
Ester-ester Polygliserol seperti yang tercantum dalam Tabel II, III dan IIIA
juga telah ditemukan sangat sesuai untuk digunakan pada produk-produk yang dapat
dimakan seperti es krim, margarin, shortening, selai kacang, lapisan gula, makanan
penutup beku, whipped topping, lemak nabati produk krim kopi dan roti. Kami telah
menemukan misalnya ester poligliserol yang tergabung dalam selai kacang 0
mengatasi penahan selai kacang ke langit-langit mulut dan hindari pemisahan minyak
dari selai kacang. Selain itu, ester poligliserol meningkatkan karakteristik penyebaran
selai kacang pada roti dan kerupuk. Kami juga menemukan bahwa shortening yang
disiapkan untuk campuran kue di mana bahan pengemulsi adalah ester poliglikerol,
menghasilkan kue dengan volume lebih besar, penyerapan air yang lebih baik, butiran
dan tekstur yang baik dan masa simpan yang baik. Sebagai contoh, dalam uji
perbandingan, dua tambalan disiapkan masing-masing berisi 30% shortening dan

104 | E S T E R
20% air dengan menggunakan prosedur produksi reguler. Dalam satu pengisian,
pemendekan yang digunakan adalah pemendekan komersial biasa yang
direkomendasikan untuk pengisi. Untuk yang lain, pemendekan disiapkan
mengandung pentaglycerolmonooleat dan disiapkan secara khusus mono dan di-
gliserida dari lemak nabati. Pengisian yang mengandung pemendekan emulsi biasa
memiliki berat jenis 0,6 sedangkan pengisian yang mengandung ester poligliserol
memiliki berat jenis 0,50. Kedua tambalan tersebut disimpan dalam inkubator di F.
selama 48 jam. Pada akhir masa ini, pengisian yang berisi pemendekan emulsi biasa
kehilangan konsistensi krimnya dan telah sangat terpisahkan, Sedangkan pengisian
yang berisi shortening yang disiapkan dengan ester poliglikerol mempertahankan
konsistensi krimnya dan tidak dipisahkan.

Ester-ester poligliserol seperti yang tercantum dalam aplikasi moresical


Meja. Penggunaan spesifik bergantung pada poligliserol tertentu atau minyak atau
asam lemak yang digunakan dalam pembuatan ester poliglikerol. Misalnya, bila
menggunakan minyak cair seperti biji kapas, kacang tanah, jagung dan kedelai atau
asam lemak dari minyak ini, atau asam lemak seperti oleat, linoleat, ada ester
poligliserol yang cair dan sesuai untuk satu. pengemulsi untuk produksi es krim.
Fakta bahwa pengemulsi itu cair dan dapat digunakan dengan penambahan langsung
ke dalam campuran karena es krim dihasilkan sangat bermanfaat bagi tren dan praktik
pembuatan es krim dan jenis es krim saat ini.
Bila ester poligliserol dibuat dari minyak terhidrogenasi sebagian atau
campuran asam lemak jenuh dan tak jenuh seperti dasar pemendekan atau minyak
dasar margarin, maka produk yang dihasilkan sangat sesuai untuk penggunaan
pengemulsi dalam penggunaan yang beragam seperti mentega margarin, shortening,
injeksi intravena emulsi, dll.

Bila ester poligliserol dibuat dari minyak jenuh atau asam fatt yang benar-
benar atau hampir benar-benar jenuh, maka produk yang dihasilkan tampaknya sangat

105 | E S T E R
sesuai untuk krim, salep, pasta kental, dan lain-lain. Jenis produk ini juga sangat
sesuai di mana umur simpan pada suhu tinggi diperlukan untuk emulsi terlepas dari
seberapa tebal atau tipisnya fluiditasnya.

Dalam penggunaan ester poligliserol semacam itu untuk emulsi injeksi


intravena, mereka telah terbukti memiliki sifat unik berkenaan dengan pola serum
darah. Di mana banyak pengemulsi lain yang telah mencoba memberikan emulsi
yang baik, mereka tampaknya mempengaruhi pola serum saat diperkenalkan ke aliran
darah. Ester poligliserol dari penemuan ini tampaknya tidak memiliki efek
pengubahan pada pola serum saat menjalankan fungsinya sebagai pengemulsi. Untuk
alasan ini jenis produk ini lebih disukai dalam pekerjaan injeksi intravena.
Jumlah ester poligliserol yang digunakan dalam berbagai komposisi akan
bervariasi dalam rentang yang luas tergantung pada penggunaan komposisi tertinggi.
Umumnya kita menemukan bahwa hasil yang baik diperoleh bila sekitar 0,01 sampai
5,0% ester poligliserol digabungkan dalam komposisi dan dari sekitar 0,12 sampai
sekitar 0,18% sangat sesuai untuk digunakan dalam campuran bake dan suntikan
intravena. Ester-ester poligliserol yang tergabung dalam lapisan kembang gula pada
tingkat kira-kira 1 sampai 2% lapisan akhir telah ditunjukkan untuk meningkatkan
sifat gloss pelapis tersebut dan untuk mempertahankan karakteristik gloss semacam
itu dalam studi umur simpan yang diperpanjang.

Pentaglycerol monoleate dalam icing shortening Komposisi berikut, di bagian berat:


Lemak gliserida memperpendek 113 Pentagliserol monoleat 2 Marshmallow 48 Gula
187 Susu susu skim 33 dicampur dengan 96 bagian air dingin selama lebih dari 30
menit dengan berbagai kecepatan dalam mixer kecepatan tinggi. Komposisi memiliki
berat jenis sekitar 0,42 sampai 0,50 dan lapisan gula tegas. Ester minyak
mono-kapas nitrase dalam bentuk permen Komposisi berikut berada dalam bagian
berat: Trigliserol monohidrogenatcd ester kapas dalam campuran kue Bahan kering
menurut beratnya adalah sebagai berikut:

106 | E S T E R
Kue tepung 300 Gula 390 Garam 10 Bubuk susu skim 30 Bubuk roti 18 740 bagian di
atas dicampur dengan 150 bagian air dingin, 109 bagian lemak gliserida dan 11
bagian ester di atas dalam alat pencampur yang sesuai, dan setelah itu 120 bagian dari
air dan 200 bagian telur ditambahkan beberapa menit. Adonan kemudian dipanggang
selama 22 sampai 25 menit pada sekitar 350 P.

Semua dasar salep sayuran A Percent Modified coconut triglyceride 45 Tripal'mitin 6


Decaglycerol decalinoleate Decaglycerol decastearate 5 Air 39 Parfum dan pengawet
q.s.

Rumusnya dapat dibuat sebagai berikut: Panaskan fasa minyak dan air secara terpisah
sampai 165 F. Tambahkan air ke fase minyak dengan agitasi menyeluruh: Keren
dengan pencampuran dan homogenkan.

Rumus di atas adalah unik karena ini adalah dasar salep apikal pharmaceu yang
seluruhnya terdiri dari produk edible dari sayuran.

Sudah diketahui bahwa pengemulsi mengganggu bakteriostat tipe bis-fenol atau alkil
parahidroksibenzoat. Percobaan yang menggunakan zona uji inhibisi dilakukan untuk
membandingkan beberapa ester poligliserol dengan surfaktan non-ionik lainnya. Tes
ini dijalankan dengan menggunakan larutan alkohol heksaklorofen 0,5% 0,5% dengan
delapan pengemulsi berbeda pada konsentrasi sampai 2%. Organisme uji meliputi dua
bakteri gram negatif (Escherichia coli dan Pseudomonas seruginosa) dan jamur
(Aspergillus niger). Hasil tes ini ditunjukkan di bawah ini:

Formulasi khas yang menggunakan ester poligliserol dan bakteriostat adalah sebagai
berikut:

107 | E S T E R
Krim deodoran (jenis lenyap) (A) Persen Dekagliserol dekalinoat
Dekagliserol monolaurat Isopropil miristat Asam asetat Asam stearat T.P. 1
Spermaceti G-ll WNW-pNNt- Gliserin 4 Air 66.5 Parfum dan pengawet q.s.

Rumusnya dapat dibuat sebagai berikut: Panaskan A dan B secara terpisah sampai
170 F. Tambahkan A ke B dengan agitasi menyeluruh. Dinginkan sampai 120 F.,
tambahkan parfumnya; lanjutkan pendinginan dengan agitasi sampai F.

Ester-ester poligliserol juga dapat digunakan sebagai bahan pembentuk gel untuk
minyak mineral, minyak bumi dan glikol. Stearat telah terbukti sangat efektif untuk
penggunaan ini. Misalnya, decaglycerol monostearate akan melapisi minyak mineral
dan gel yang dihasilkan dapat segera dibilas dengan Air. Dekagliserol lainnya yang
stearat dari tristearat di atas adalah lilin dan sesuai untuk digunakan dalam tablet
seperti pelapis, pelumas, dan lain-lain. Bahan seperti dekagliserol tristearat dan
poligliserol oleat juga direkomendasikan untuk wahana penguat diri. Penambahan
heksagliserol monooleat ke minyak mineral akan menghasilkan minyak bening yang
mudah dibilas dari tangan dengan Air. Ester lain seperti decaglycerol tetraoleate
dapat digunakan dengan cara yang sama dengan minyak sayur.

Sebagai contoh, kami telah menemukan bahwa trigliserol pentaasetat, heksacliserol


oktaasetat, dan decodolcerol dodecaacetat bila digunakan pada tingkat 15% dengan
karet alam atau karet tipe SBR standar (# 1502) cocok sebagai pelarut primer
polimer, yang memberikan suhu rendah yang sangat baik karakteristik karet sambil
meningkatkan modulus 20% dan tarik sebesar 40% diatas kontrol. Selanjutnya,
pentagliserol pentaasetat tampak menunjukkan keuntungan tambahan sebagai bahan
penguat dan akselerator.
Pada jenis sistem yang sama, substitusi dari ester isopentanoat, kaprilat, dan
ester poligliserol pelargonat yang sesuai sama-sama cocok. Ester ini terdiri dari
trigliserol pentaisopentanoat, trigliserol pentapelargonat, trigliserol pentacaprylate,

108 | E S T E R
decaglycerol dodecapelargonate dan hexaglycerol 'octacaprylate. Dioktophalat yang
digunakan sebagai kontrol, lebih rendah daripada ester-ester poligliserol di atas.

Anggota lain dari rangkaian homolog ester poligliserol yang benar-benar esterifikasi
seperti heksagliserol oktilakrilat, heksagliserol oktkapelonononon, dekagliserol
dodekakaprilat atau pelarutonagulan decagliserol ditemukan sebagai pelumas suhu
tinggi yang sangat baik yang sesuai untuk penggunaan otomotif dan penerbangan.
High termal dan E. 0022 'P3. aeroginosa A. niger Konsentrasi emulsifier yang
digunakan Emulsifier:

POE sorbltan mono oleate 7 8 POE sorbitan mono laurate. 5 POE (39) stearat POE
(23) lauryl alcohoL. Decaglycerol mono oleate 10 12 10 3 2 6 6 6 Deeagliserol mono
laurat 15 15 10 5 3 2 6 8 7 Deeagliserol monopalmitat 12 8 10 5 2 1 6 6 7
Hexagliserol mono oleat l 20 10 5 1 9 7 3 1 N o presipitat terjadi dalam alkohol pada
konsentrasi pengemulsi ini.
Norm-Semua tes dijalankan menggunakan larutan G-11 0,5% dalam
alkohol, dan dan angka menunjukkan zona penghambatan dalam mm.

tanpa pengemulsi; tidak menunjukkan penghambatan;

11 stabilitas oksidatif ditambah dengan viskositas yang sesuai pada berbagai suhu
membuat ester semacam itu sesuai untuk kondisi kaku dan parah yang luar biasa yang
dihadapi dalam aplikasi tersebut.

Misalnya ester poligliserol parsial ini dapat digabungkan dalam formulasi


cat dan pernis untuk membentuk emulsi minyak dalam air yang stabil dan untuk
memudahkan penyebaran pigmen ke seluruh cat.

109 | E S T E R
Grease yang dibuat dari polieterol tersebut selesai. Kami juga menemukan
ester poligliserol tertentu menjadi ester saat diuji dengan bahan dasar asam
dikarboksilat standar untuk reaksi dengan isosianat untuk membentuk ester glikol
minyak pelumas minyak bumi yang menunjukkan busa uretan yang lebih baik.
Poligliserol ini juga menghilangkan stabilitas tubuh, kekuatan dan geser pada jenis
kebutuhan terakhir untuk agen penghubung silang. Uretan busa dari senyawa sangat.
Di daerah penggunaan beberapa oleat atau ester lemak ini, berat molekul tinggi
dimungkinkan melalui oksidasi poligliserol sehingga memberi mobilitas lebih besar,
polimerisasi parar termal dari ikatan rangkap terutama saat menyiapkan gemuk jenis
litium. Masih asam lemak yang digunakan dalam ester tersebut. anggota lain dari
rangkaian homolog dari poligliserol Busa poliuretan ini dapat dibentuk oleh ester-
ester seperti trigliserol pentakaprilat atau trigliserol dengan metode konvensional
dimana uretra propentaisopentanoat bila diformulasikan menjadi irisan sintetis.
Misalnya, tergantung pada jenis lapisan poliester untuk nilon, tunjukkan
busa uretan yang sangat bagus yang diinginkan, bahan awal dan karakteristik pelumas
poligliserol serta stabilitas termal dapat digunakan per se atau dapat bereaksi dengan
berbagai warna dan baik bila dikenai. ke suhu untuk alkilena oksida seperti etilena
oksida atau butilena oksida, yang memproses serat nilon. Sebaliknya, minyak
mineral, monoetol, berbagai asam tak-jenuh atau minyak untuk menghasilkan ester
alkohol prodor di-hidric lebih rendah tidak hanya pada lubrinot yang memiliki
bilangan hidroksil yang diinginkan. Karakteristik polyeating ini namun dalam
stabilitas termal, produk gliserol gliserol kemudian dapat direaksikan dengan
karakteristik isosianat dan asap dan stabilitas warna. seperti toluena diisosianat untuk
membentuk poliester yang diinginkan. Masih ada anggota lain dari rangkaian
comasethane homolog. Formulasi tipikal untuk memproduksi ester poligliserol yang
diesterifikasi secara setengah jadi seperti busa poliuretan kaku trigliserol adalah
sebagai berikut: isooecanate, hexaglycerol octaacetate atau decaglyceiol 2-r Bahan
Berat (dalam gram) etil butirat digunakan pada permukaan polimer seperti 2.)

110 | E S T E R
Decaglyceiol tetraoleate polyethylene and found to be quite sultable as
slipping (hydroxyl No. 264.3) 100 agents and mcreasmg the surface lubricatlon of the
poly- Water 3 6 mer setting. ""5 u When paint and dye pigments were ground and
disig g i i i gggg persed in such complete polyglycerol esters as triglycerol stannoiils
octoat 4 Z-methylpentanoate or triglycerol acetate on a 3-roll paint Silic (L 8 1 d mill,
it was found that such esters were able to wet out one and carry much higher amounts
of the pigment or dye Polyglycerol esters may also be halogenated so that they than
the customary dye esters used for this purpose. This may be used by themselves or in
conjunction with other wetting and dispersing characteristic may be utilized to
materials to produce a flameproof or flame retardant good advantage in the printing
ink, paint and allied fields. urethane foam.
Ester-ester poligliserol parsial yang dibuat dari mono-, di- Halogenasi dapat
dilakukan dengan asam lemak konvensional dan tak jenuh ganda telah ditemukan
sebagai prosedur untuk membentuk senyawa yang secara khusus memuaskan untuk
digunakan dalam area seperti formula adhegenerik: sives, cat, dan pernis, mantel
pelindung, uretan CHZORCHORCHZO [CHZ CHOR emulsi busa, disperslons dan
banyak bidang lainnya. Thls CH CH CHORCH ATAU utilitas diyakini disebabkan
oleh ikatan ganda ganda 2 n 2 serta hidroksil bebas dari poligliserol dimana R adalah
radikal yang dipilih dari kelompok tersebut karena penggunaan sebagai kelompok
fungsional atau sebagai pereaksi untuk hidrogen , halogen, radikal asil dari
karboksilat produksi turunan lainnya. Sifat ini dapat mengandung asam antara 2 dan
24 atom karbon dan halobe yang terlihat dari data pada Tabel VII di bawah ini yang
menunjukkan radikal asil terdahulu dari asam karboksilat yang memiliki sifat fisik
dari beberapa ester poligliserol khas 2 dan 24 atom karbon dan paling sedikit satu dari
kata yang telah ditemukan sangat sesuai pada kelompok IR adalah senyawa yang
dipilih dari grup conpaint dan varnish, dan industri uretana. sosis halogen tersebut
dan kata radikal asil.
Satu atau lebih gugus hidroksi dari poligliserol atau ester parsial poligliserol dapat
diganti dengan gugus amino. Dengan cara ini turunan amino yang dihasilkan dapat

111 | E S T E R
mengalami reaksi karakteristik amina atau alkohol. Derivat semacam itu sesuai untuk
zat antara kimia, zat pengemulsi dalam pembuatan resin dll.

Bahan adisi alkilena oksida dapat dibentuk melalui reaksi dengan ester
parsial polibliserol dan senyawa tersebut telah ditemukan sangat sesuai untuk
digunakan sebagai pengemulsi, dalam aplikasi yang dapat dimakan, surfaktan, agen
anti-statis tekstil, dan aplikasi industri lainnya.
Komposisi asam hidroksi dapat dibentuk dengan ester poligliserol dan
senyawa tersebut telah ditemukan sangat sesuai untuk digunakan sebagai pengemulsi
baik pada makanan yang dapat dimakan maupun dalam aplikasi industri. Aduk-aduk
hidroksi ini memiliki rumus generik berikut:

Dari gugus R tersebut adalah radikal asil dari asam hidroksi karboksilat dan dimana n
adalah bilangan bulat dari 0 sampai 28. Di antara asam hidroksi karboksilat yang
dapat direaksikan dengan poligliserol adalah: asam alfa-hidroksi-monokarboksilat
seperti asam laktat; asam beta-hidroksi dikarboksilat seperti asam malat; Asam alpha-
beta dikarboksilat seperti asam tartarat; asam beta-hidroksi-tricarboksilat seperti asam
sitrat; asam beta-hidroksi-monokarboksilat seperti asam beta-hidroksi-butirat.
Misalnya ester parsial poligliserol yang ditetapkan dalam Tabel III di atas telah
direaksikan dengan satu atau lebih mol asam hidroksi seperti laktat, sitrat dan tartrat.

Contoh 1 Pembuatan pentaglycerol 465 bagian gliserol 99,5% ditempatkan


dalam bejana reaksi yang dilengkapi dengan agitator mekanis, kondensor refluks dan
inlet nitrogen. Katalis natrium hidroksida ditambahkan dalam jumlah sekitar 4,5
bagian. Campuran dipanaskan sampai kira-kira 260 C. dan air reaksi dibiarkan
menyuling sambil mempertahankan selembar nitrogen atau gas inert lainnya dalam
bejana reaksi.

112 | E S T E R
Bila teoritis 4 mols. Dari air reaksi telah diperoleh, campuran didinginkan dengan
cepat sementara diselimuti dengan gas inert. Produk yang dihasilkan adalah cairan
kental dengan warna kuning dan bau tajam.
Contoh 2 Pembuatan pentagliserol tetraoleat 816 bagian pentagliserol yang
dimurnikan dari Contoh 1 dicampur dengan 2240 bagian berat asam oleat dalam
bejana reaksi yang sesuai yang diperlengkapi seperti biasa untuk reaksi esterifikasi.
Suhu reaksi dipertahankan antara 190 dan 215 C. untuk jangka waktu yang cukup
lama sampai nilai asam lemak bebas turun menjadi 9,6. Produk dicuci dengan air
garam, dikelantang, disaring dan dikeringkan. Tetraoleat murni pentagliserol
memiliki kadar asam lemak bebas 9,6, nilai hidroksil 121,9, dan jumlah saponifikasi
162,1.
Contoh 3 Pembuatan trigliserol distearat Trigliserol yang dibuat seperti
yang dijelaskan pada Contoh 1 dengan jumlah 900 bagian berat dicampur dengan
2240 bagian asam stearat. Suhu reaksi dipertahankan pada 185 sampai 215 C. sampai
nilai asam lemak bebas turun menjadi 1,8. Produk dimurnikan seperti yang dijelaskan
pada Contoh 1.
Contoh 4 Tetraglycerol yang dibuat dengan proses Contoh 1 dalam jumlah
1884 bagian berat dicampur dengan asam oleat dalam jumlah 1680 bagian dan
direaksikan dengan cara biasa pada kisaran suhu antara 195 sampai 220 C. sampai
Nilai asam lemak bebas turun menjadi 2,3. Produk dimurnikan seperti yang
dijelaskan pada Contoh 2.
Contoh 5 Pembuatan oktagliserol monostearat 224-0 bagian berat
oktagliserol dicampur dengan 1120 bagian asam stearat dan reaksinya terjadi pada
190 sampai 205 C. untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga nilai asam lemak
bebasnya turun menjadi 1,6. Produk kemudian dimurnikan seperti yang dijelaskan
pada Contoh 1.
Contoh 6 Pembuatan poligliserol diasetat 1 mol pentagliserol dikelantang
dicampur dengan 2 mol anhidrida asetat dan campuran dipanaskan selama 30 menit
pada 130 sampai 150 ° C di bawah total refluks. Suhu dikurangi menjadi 120 C.,

113 | E S T E R
vakum penuh diaplikasikan selama 30 menit untuk menghilangkan 2 mol asam asetat.
Produk ini disempurnakan dan dikelantang. Ini adalah cairan kuning pucat yang
berbau hambar; itu memiliki f.f.a. 0,3, jumlah saponifikasi 235,7, nilai hidroksil
643,9, dan indeks bias Butyro pada 60 C. dari 62,4.
Contoh 7 Pembuatan ester lemak pentaglycerol asetilasi Campuran dibuat
dari 1 mol ester lemak pentaglycerol dan 1 mol anhidrida asetat. Ini dipanaskan
selama 30 menit di bawah total refluks pada 130 sampai 150 C. Satu mol asam asetat
dilucuti pada suhu 120 ° C selama vakum penuh selama 30 menit. Produknya adalah
pasta kuning muda yang berbau hambar. Ini memiliki f.f.a. dari 2,1, nilai hidroksil
217,6 dan nilai yodium 33,7 dan indeks bias Butyro pada 60 C. dari 51,9
Contoh 8 Pembuatan ester minyak jagung pentagliserol Campuran dibuat
dari 1800 bagian minyak jagung dan sejumlah pentagliserol yang dikelantang dengan
katalis basa. Ini dipanaskan di bawah selimut nitrogen sampai 250 ° C di bawah 30
mm. vakum, suhu tersebut dipertahankan selama 15 menit, gliserin dilepaskan di
esterinterchange yang disuling. 0,8% asam fosfat ditambahkan dengan hati-hati dan
massa didinginkan dengan cepat sampai 100 C. Produk dikelantang dan disaring.
Hasil ester adalah cairan kuning pucat yang berbau hambar. Ini memiliki f.f.a. 2,8,
jumlah saponifikasi 133,2, dan nilai hidroksil 312,9.
Contoh 9 Pembuatan triacontagliserol 2785 gram gliserin 99% dan natrium
hidroksida 1,0% dipanaskan sampai sekitar 235 C. pada 200 mm. tekanan. Reaksi
dipertahankan pada kondisi ini sampai 550 gram air teoritis telah berevolusi. Pada
titik ini reaksi diperlambat dengan pendinginan sampai sekitar 225 C. dan produk
reaksi diambil sampelnya pada interval 15 menit untuk nilai hidroksil. Bila nilai
hidroksil mendekati 803 massa reaksi didinginkan untuk menghentikan reaksi pada
sekitar 100 C. di bawah selimut nitrogen. Produk yang dihasilkan diencerkan dengan
200% berat air dan karbon aktif 10%, dan dikelantang dalam pengadukan selama
sekitar 30 menit pada 80 sampai 100 C. Produk disaring vakum dan kemudian
dikeringkan dengan vakum untuk menghilangkan air. Produk akhir memiliki nilai
hidroksil 802,8 dan viskositas pada 150 F. dari 9800 centistokes.

114 | E S T E R
Contoh 10 Pembuatan tetradecaglycerol 1297 gram gliserin 99% dan 14
gram natrium hidroksida dibebankan ke dalam labu 5 liter yang dilengkapi dengan
agitator mekanik, termometer, kolom, dan selimut nitrogen. Kadar reaksi dipanaskan
sampai kira-kira 260265 C., mempertahankan suhu kepala di bawah C. Bila teoritis
243 gram air reaksi telah berevolusi, muatan reaksi didinginkan sampai sekitar 250 C.
dan sampel pada interval 15 menit untuk nilai hidroksil . Bila nilai hidroksil
mendekati 846, reaksinya dihentikan dengan mendinginkan sampai 100 C. di bawah
selimut nitrogen. Produk reaksi diencerkan dengan 100% berat air. Karbon aktif
dalam jumlah 10% berat ditambahkan ke produk yang dilarutkan. Produk
dikelantang, vakum disaring dan dikeringkan dengan cara biasa. Produk akhir
memiliki nilai hidroksil 854 dan viskositas 4893 centistokes pada 150 F.

Contoh 11 Pembuatan diglicerol tetraasetat Mengisi 600 gram digliserol


(3,6 mol) dan 8 gram asam fosfat pekat (untuk menetralisir katalis dalam digliserol)
ke dalam labu 3 liter, dilengkapi dengan agitator mekanis, corong jatuh, termometer,
kolom refluks, di bawah selimut nitrogen . Biaya reaksi dipanaskan sampai 90 C. di
bawah total refluks. 1530 gram anhidrida asetat (15 mol-0,6 mol) ditambahkan ke
muatan reaksi secara perlahan karena reaksinya eksotermik. Massa reaksi
dipertahankan berdasarkan refluks total selama sekitar 2 jam sampai 150 C. Asam
asetat berlebih didistilasi sekitar 120 sampai C. dengan perlahan mengurangi tekanan.
Produk yang dihasilkan adalah uap deodorized pada 120 C. selama sekitar 2 jam pada
5 mm. tekanan dan kemudian dikelantang dengan karbon (1%) di bawah vakum pada
80 sampai 100 C. dan akhirnya disaring vakum. Produk akhir memiliki asam lemak
bebas (sebagai oleat) 0,25; jumlah hidroksil 5,5; nilai saponifikasi 665,4; dan nilai
warna Gardner 4+.

Contoh 12 Pembuatan digliserol mono arachido behenate Mengisi 500 gram


digliserol (3,0 mol) dan 960 gram asam arakidik-behenat (3,0 mol) ke dalam labu 3

115 | E S T E R
liter, dilengkapi dengan agitator, di bawah selimut nitrogen. Biaya reaksi dipanaskan
sampai sekitar 190 ° C atau sampai air esterifikasi berevolusi; kemudian perlahan
dipanaskan sampai sekitar 250 sampai 255 ° C menjaga suhu kepala di bawah 105 C.
5 gram asam fosfat 85% yang dilarutkan dalam 5 gram air ditambahkan secara hati-
hati ke muatan reaksi bila suhu kepala di bawah 100 C. Vakum (200 mm) tekanan)
diperkenalkan dan dipertahankan sampai kadar asam lemak bebas turun di bawah 2,0
persen. Pada titik ini, muatan reaksi didinginkan sampai sekitar 180 ° C, uap
dihilangkan pada 5 mm. tekanan selama sekitar 2 jam; dikelantang dengan karbon
dan vakum disaring pada sekitar 80 C. Produk akhir memiliki asam lemak bebas
(f.f.a.) 0,5; jumlah hidroksil 260,4; nilai saponifikasi 123,2.
Contoh 13 Persiapan triacontagliserol dotriakontasetat 1120 gram
triacontagliserol (0,5 mol) dan 14 gram asam fosfat pekat (untuk menetralkan katalis
dalam triakontagliserol) dibebankan ke dalam labu 5 liter yang dilengkapi dengan
agitator mekanis, kolom refluks, di bawah selimut nitrogen. Biaya reaksi dipanaskan
sampai sekitar 90 sampai 95 C. dengan agitasi. 1735 gram anhidrida asetat (17 mol-1
mol) ditambahkan ke muatan reaksi secara perlahan karena reaksinya eksotermik.
Reaksi dipertahankan pada total refluks sekitar 130 sampai 135 ° C selama sekitar 2
jam. Produknya deodorized, dikelantang, dan disaring dengan cara biasa. Produk
akhir memiliki f.f.a. = 0,13; Nilai OH = 2,4, Sap. # = 494,7; dan warna = 5 (Gardner)
dan nilai warna Gardner 8.

Contoh 14 Pembuatan triacontagliserol nona rapeseed stearine ester Mengisi


1,5 mole rapeseed stearine (1350 gram), 0,5 mol triacontaglyercol 1120 gram), dan
0,1% berat natrium hidroksida menjadi labu tiga liter yang dilengkapi dengan takeoif
jalur pendek, pengaduk meachanical, dan termometer, di bawah selimut nitrogen.
Biaya reaksi dipanaskan dengan vakum penuh (sekitar 5 mm tekanan) sampai sekitar
235 C. dan dipertahankan pada suhu ini selama sekitar 15 menit untuk melepaskan
gliserida 011. Biaya reaksi dinetralkan ke pH 5-6,5 dengan penambahan asam fosfat.
Produk reaksi dihilangkan bau, dikelantang, dan disaring dengan cara biasa. Produk

116 | E S T E R
akhir memiliki f.f.a. = 2,9; bilangan hidroksil (nilai OH) = 325,4; nilai saponifikasi
(Sap. #) == 107,6, dan warna 7 (Gardner).

Contoh 15 Pembuatan pentaglycerol dilinoleate 776 gram pentaglycerol (2


mol), 1120 gram asam lemak safflower (4 mol), dan 8 gram asam fosfat dimasukkan
ke dalam labu 3 liter. Reaksi ini disebabkan terjadi pada sekitar 250 C. untuk jangka
waktu yang cukup lama sampai asam lemak bebas turun menjadi kurang dari tiga.
Produknya deodorized, dikelantang, dan disaring dengan cara biasa. Produk akhir
memiliki f.f.a. = 2.7; Nilai OH = 355,6; Getah. # = 116,4; dan nilai warna 7
(Gardner).

10. Proses pembuatan ester gula

Latar Belakang Penemuan Penemuan ini berhubungan dengan peningkatan


produksi gula ester melalui transeste'rifikasi gula dengan ester asam lemak. Proses
transesterifikasi konvensional sebelumnya dilakukan dengan adanya media reaksi
pelarut inert seperti dimetil formamida atau dimetil sulfoksida dengan adanya salah
satu katalis transenisiikasi dasar yang diketahui. Proses prior art ini mengalami
kerugian karena memerlukan penggunaan pelarut khusus yang sedikit beracun, dan
juga perlunya pelepasan pelarut setelah selesai reaksi. Selain itu, proses semacam itu
memerlukan penggunaan tiga kali lipat reaktan gula untuk mendapatkan monoester
gula yang bernilai komersial. Penemuan ini didasarkan pada penemuan yang tidak
terduga bahwa adalah mungkin untuk menghilangkan media reaksi inert yang
dibutuhkan sebelumnya dalam kondisi yang tidak memerlukan penggunaan sisa
reaktan gula tiga kali lipat namun memperoleh hasil monoester gula komersial yang
signifikan.

117 | E S T E R
Uraian Lengkap Penemuan Sesuai dengan proses transesterifikasi dari
penemuan ini, dilakukan dengan adanya katalis transesterifikasi dasar yang biasa atau
yang diketahui pada suhu dari 100 sampai 170 ° C dan pada tekanan dalam kisaran dari
sekitar 0,1 sampai sekitar 500 mm. Hg, pilihan suhu yang digunakan mendikte tekanan
di dalam distilasi rentang tersebut dari hasil samping alkohol yang dihasilkan. Maju
yang disukai adalah dari 130 sampai 160 ° C dan tekanan yang disukai adalah dari 1
sampai 15 mm. HG. Waktu reaksi bukanlah aspek penting dari penemuan ini selain
dari "determinatif terhadap persentase hasil yang diperoleh. Secara umum, berkisar
antara 3 sampai 24 jam, kebanyakan kondisi reaksi telah berjalan dalam waktu sekitar
5 sampai jam.

Meskipun semua gula rentan terhadap proses transesterifikasi dari penemuan


instan, disakarida dan trisakarida umumnya lebih disukai karena menghasilkan produk
yang lebih komersial secara signifikan. Sukrosa dan trehalosis melambangkan
disakarida dan rafinosa adalah trisakarida khas.

Ester asam lemak yang disukai untuk proses penemuan ini meliputi alkil ester
rendah dari asam lemak jenuh atau tak jenuh atau asam lemak hidroksi yang memiliki
12-18 atom karbon. Contoh ester asam lemak yang penting terutama meliputi metil,
etil, propyLhydroxypropyl, dan gliserol ester dari laun'c, myristic, palmitic, stearic,
hydroxy stearic, o1eic, "ricinenic, linoleic and ricinoleic. Selain itu, ester asam lemak
hadir dalam talloil, Minyak kelapa dan minyak kedelai sangat diminati oleh sudut
pandang identitas produk.

Salah satu katalis transesterifikasi dasar konvensional yang digunakan dalam


proses prior art juga dapat digunakan dalam proses sekarang. Secara umum, jumlah
katalitiknya berkisar dari sekitar 0,5 sampai 20% berat berdasarkan jumlah pereaksi
ester asam lemak. Katalis pilihan yang tipikal termasuk garam logam alkali dari asam

118 | E S T E R
lemah, hidroksida logam alkali dan alkali alkohol turunan alkanol rendah. Katalis dasar
yang disukai adalah potasium karbonat.

Rasio molar gula terhadap ester asam lemak yang digunakan dalam
penemuan ini berkisar antara sekitar 0,5 dan 3 mol gula sampai 1 mol ester asam lemak.
Rasio yang disukai adalah dari sekitar 0,8 sampai sekitar 1,2 mol gula per mol ester
lemak ester yang digunakan.

Pemulihan produk dari penemuan instan ini sesuai dengan teknik


konvensional dari prior art. Akan sangat membantu untuk merebus produk reaksi kasar
di methylethyl ketone, chloroform atau acetone dengan adanya sejumlah kecil asam
untuk tujuan mengubah produk sampingan garam asam lemak menjadi asam lemak.
Setelah itu, gula yang tidak bereaksi dapat dikeluarkan dari larutan panas dengan
filtrasi hisap. Setelah pendinginan lebih lanjut, produk ester gula yang diinginkan
memisahkan padatan dari filtrat.

Produk ester gula dari penemuan ini terdiri dari campuran ester. Bergantung
pada pilihan rasio reaktan, ester asam lemak ester dan katalis yang digunakan,
campuran ini terdiri dari pemantau mono dan dalam proporsi yang bervariasi,
monoester menjadi produk utama yang hadir. Bergantung pada pilihan reaktan,
rasionya dan kondisi reaksi lainnya, hasil "yang diperoleh, berdasarkan monoester,
berkisar dari sekitar 60 sampai teori.

Seperti yang diketahui oleh mereka dalam bidang ini, ester gula dari jenis
yang dihasilkan oleh penemuan ini berguna sebagai pengemulsi biologis yang dapat
dikurangkan dalam pengolahan makanan, industri farmasi dan kosmetik.

119 | E S T E R
Contoh berikut dimaksudkan untuk menggambarkan penemuan ini namun
tidak membatasi lingkupnya. Presentasi yang dimaksud di dalamnya adalah berat dan
suhu berada dalam derajat celcius.

CONTOH 1 34,2 g. (0,1 mol) sukrosa, 29,9 g. (0,1 mol) metil stearat dan 4,5
g. kalium karbonat dipanaskan dengan diaduk sampai 15 mm. Hg, dengan sekitar 3 g.
penyulingan metanol selama. 8 jam.

Campuran reaksi yang dihasilkan yang mengandung, selain dari gula stearat,
gula yang tidak bereaksi, metil stearat, kalium karbonat dan kalium stearat, direbus
dengan 200 "cc methylethil keton setelah penambahan 4 cc asam asetat glasial (untuk
mengubah kalium stearat ke dalam asam stearat), dan sementara gula panas dan kalium
asetat yang tidak terlarut disaring dengan isap. Saat pendinginan, gula stearat dalam
bentuk bubuk coklat muda yang diendapkan dari filtrat. Hasil: 42 g. ('= 69% dari
teoritis mengacu pada sukrosa monostearate).

Nilai saponifikasi: dihitung- Monostearate 92 Distearate 128 Ditemukan 105


memiliki nilai saponifikasi 109 dapat diisolasi, CONTOH 2 34,2 g. (0,1 mol) sukrosa,
21,4 g. (0,1 mol) metil laurat dan 4,5 g. kalium karbonat dipanaskan dengan
pengadukan dalam vakum pada 140 sampai 145/15 mm. Hg selama 12 jam, sekitar 3
g. metanol didistilasi. Produk mentah direbus dengan 200 cc. aseton setelah
penambahan 4 cc. asam glasialasetat, kemudian disaring dengan isap, dan ester gula
yang dipisahkan dari filtrat disaring dengan penyedotan pada 32,6 g. ester gula (=
62,2% teoritis yang mengacu pada sukrosa monolaurat) diperoleh.

Nilai saponifikasi: dihitung- Monolaurat 107 Dilaurasi 159 Ditemukan 106


CONTOH 3 Dengan kondisi yang diberikan pada Contoh 1 dan menggunakan 34,2 g.
(0,1 mol) sukrosa, 59,8 g. (0,2 mol) metil stearat dan 4,5 g. kalium karbonat, sekitar 6

120 | E S T E R
g. metanol disuling. Setelah mendidih produk kasarnya, dengan 200 cc. metil-etil keton
dan 4 cc. asam asetat glasial, diperoleh produk kasar dari mana 70,2 g. sukrosa distearat
(= 80% teoritis) yang memiliki nilai saponifikasi 128 dapat diisolasi.

CONTOH 4 34,2 g. (0,1 mol) sukrosa, 34,3 g. (0,1 mol) 1,2-propanadiol


monostearat dan 4,5 g. kalium karbonat adalah 4 dipanaskan dengan pengadukan pada
-145 1 mm. 'HG. Sekitar 7,5 cc. Discharge 1,2-propanadiol dalam perjalanan '8 jam.
Setelah bekerja seperti yang dijelaskan pada Contoh 1, 45,4 g. gula stearat (= 74,5%
teoritis mengacu pada sukrosa monostearat) yang memiliki nilai saponifikasi 103
diperoleh.

Jika 1,2 propanediol monostearat dari contoh ini diganti dengan 0,1 mol 1,2-
propanadiol monooleat (43,1 g.), Suatu sukrosa oleat yang memiliki sifat-sifat serupa
diperoleh.

1. Proses pembuatan gula. ester dengan transesterifikasi gula dengan ester asam lemak
yang terdiri dari pemanasan campuran yang terdiri dari jumlah katalitik katalis
transesterifikasi dasar, dari sekitar 0,5 sampai sekitar 3 mol gula yang dipilih dari
kelompok yang terdiri dari sukrosa, trehalosa dan raflinose dan 1 mol ester asam lemak
yang merupakan alkil ester rendah dari asam lemak jenuh atau tak jenuh atau asam
lemak hidroksi yang memiliki 12 sampai 18 atom karbon pada suhu dari 100 sampai C
dan pada tekanan dalam kisaran dari sekitar 0,1 sampai sekitar 500 mm Hg ke distilloff
menghasilkan produk sampingan alkohol dan memulihkan ester gula yang dihasilkan.

2. Proses klaim 1 dimana dari sekitar 0,8 sampai sekitar 1,2 mol gula sampai 1 mol
ester asam lemak digunakan.

121 | E S T E R
3. Proses klaim 2 dimana pemanasan tersebut dilakukan selama sekitar 3 sampai sekitar
24 jam.

4. Proses klaim 1 dimana gula tersebut adalah sukrosa, kata ester asam lemak adalah
metil stearat, metil laurat atau 1,2-propanadiol monostearat dan katalis tersebut adalah
potassium karbonat.

122 | E S T E R
BAB V

APLIKASI ESTER

Gambar 5.1 Kegunaan Ester

1. Bidang Kedokteran
Aspirin bersifat antipiretik dan analgesik karena merupakan

kelompok senyawa glikosida, aspirin yang merupakan nama lain dari asam asetil
salisilat dapat disintesis dari asam salisilat, yaitu dengan mereaksikannya dengan
anhidrida asetat, hal ini dilakukan pertama kali oleh Felix Hofmann dari perusahaan
Bayer, Jerman. Karena saat itu antipiretik dan analgesik yang ada sangat keras terhadap
sistem pencernaan.

Dalam tablet aspirin komersil sering kali masih terdapat asam salisilat
didalamnya, juga ada tablet yang kadar aspirinnya tidak memenuhi standar, karena itu
perlu diuji kandungannya dengan uji FeCl3 dan diuji kadarnya dengan titrasi asam
basa. Sifat antipiretik dan analgesik yang ditemukan berasal dari senyawa salicin.
salicin merupakan kelompok glikosida. Glikosida adalah senyawa yang memiliki
bagian gula terikat pada non-glikosa L.Aglikon dalam salian adalah salial alkohol dan

123 | E S T E R
tereduksi sempurna menjadi asam salisilat. Asam salisilat sangat keras terhadap bibir
kerongkongan dan perut.

Gambar 5.2 Aspirin

Aspirin bermanfaat untuk meringankan rasa sakit, terutama sakit kepala dan
pusing, sakit gigi, dan nyeri otot serta menurunkan demam. Aspirin dibuat dengan
mereaksikan asam salisilat dengan anhidrida asam asetat menggunakan katalis 85%
H3PO4 sebagai zat penghidrasi. Asam salisilat adalah asam bifungsional yang
mengandung dua gugus –OH dan –COOH. Karenanya asam salisilat ini dapat
mengalami dua jenis reaksi yang berbeda yaitu reaksi asam dan basa. Reaksi dengan
anhidrida asam asetat akan menghasilkan aspirin, sedangkan reaksi dengan methanol
akan menghasilkan metil salisilat.

Gambar 5.3. Struktur Aspirin

124 | E S T E R
Uji terhadap asam salisilat, ”my aspirin”, dan aspirin komersil digunakan untuk
menguji kemurnian aspirin, khususnya mendeteksi apakah masih terdapat asam
salisilat dalam sampel. Kemurnian aspirin bisa diuiji dengan menggunakan besi (III)
klorida. Besi (III) klorida bereaksi dengan gugus fenol membentuk kompleks ungu.
Asam salisilat (murni) akan berubah menjadi ungu jika FeCl3 ditambahkan, karena
asam salisilat mempunyai gugus fenol, seperti terlihat pada gambar. Selain itu
kemurnian aspirin juga dapat ditentukan dengan uji titik leleh, dimana seharusnya titik
leleh aspirin murni adalah 136 oC . Sedangkan untuk kandungan analisis aspirin dapat
digunakan titrasi asam basa menggunakan NaOH setelah Kristal aspirin dilarutkan
dalam etanol (pelarut organik). Titik leleh dari aspirin dapat diteentukan dengan
cara memasukan aspirin kedalam dua tabung kapiler yang dipasangkan pada melting
blok dan termometer distatif yang kemudian dipanaskan dengan bunsen. Amati trayek
titik leleh yang diperoleh.

Sintesis Aspirin

Pada pembuatan aspirin dipakai katalis H3PO4 untuk mempercepat reaksi, reaksi
ini juga dilakukan pada air yang dipanaskan agar mempercepat tercapainya energi
aktivasi. Sedangkan pendinginan dimaksudkan untuk membentuk kristal, karena ketika
suhu dingin, molekul-molekul aspirin dalam larutan akan bergerak melambat dan pada
akhirnya terkumpul membentuk endapan melalui proses nukleasi (induced nucleation)
dan pertumbuhan partikel. Mekanismenya adalah sebagai berikut :

125 | E S T E R
Anhidrida asetat menyerang H+
Anhidrida asam asetat mengalami resonansi
Anhidrida asam asetat menyerang gugus fenol dari asam salisilat
H+ terlepas dari –OH dan berikatan dengan atom O pada anhidrida asam asetat
Anhidrida asam asetat terputus menjadi asam asetat dan asam asetilsalisilat
(aspirin)
H+ akan lepas dari aspirin

Beberapa ester ada yang digunakan untuk pengobatan, misalnya etil asetat
(untuk penyakit kulit akibat parasit), fenil salisilat (antiseptik untuk usus), dan lain-
lain.

2.Bidang Makanan

a. Ester sebagai essens


Ester yang memiliki 3 sampai 5 atom karbon dapat larut dalam air dan
selebihnya tidak larut dalam air. Ester merupakan kelompok senyawa organik yang
memiliki aroma yang wangi seperti bunga dan buah sehingga banyak digunakan
sebagai pengharum (essence), sarirasa dalam industri makanan dan minuman. Ester
yang digunakan biasanya yang berwujud cair pada suhu kamar. Titik leleh dan
titik didih ester lebih rendah dibanding asam karboksilat dan alkohol asamnya. Hal ini
disebabkan dalam ester tidak terbentuk ikatan hidrogen antarmolekulnya sedangkan
pada alkohol dan asam karboksilat terjadi ikatan hidrogen antarmolekulnya. Adanya
ikatan hidrogen inilah yang menyebabkan titik leleh dan titik didih alkohol asalnya
lebih tinggi. Kelompok ester yang memiliki aroma buah disajikan pada tabel berikut
ini:

126 | E S T E R
Aroma
Nama atau Struktur
sumber

Alil
Hexanoat Nenas
e

O
Pir ,
Benzil
strawberr
C O
Asetat
y , melati C
H
O
Butil
Butirat
Nenas C

CH3 O CH3

O
Pisang, CH3
Etil
Nanas,
Butirat C
Stroberi
CH3 O

127 | E S T E R
O
Nanas,
Etil
Pisang
Heksanoa
Lilin C
t
Hijau
CH3 O CH3

O
Etil Kayu
C O
Sinamat Manis
CO
CH H
Cherry,
Raspberry
,
Etil
Strawberr
Format
O O CH3
y

O
Aprikot,
Etil
Ceri,
Heptanoa
Anggur, C CH3
t
Raspberi
CH3 O

128 | E S T E R
O
Etil CH3
Apel
Isovalerat C
CH3 O CH3

Etil Mentega, C CH3


Laktat Krim
CH3 O
CH3

Tabel 5.1. Beberapa Turunan Ester Sebagai Essens

b. Ester Turunan Vanilin


Terdapat beberapa jenis turunan vanilin yang termasuk kedalam senyawa ester
yaitu 4-Formil-2-metoksifenil 3-metilbutanoat, 4-(Isopentanoiloksi)-3-metoksibenzil
isopentanoat dan 4-(Isobutiriloksi)-3-metoksibenzil isobutirat. 4-(Isobutiriloksi)-3-
metoksibenzil isobutirat mempunyai karakter butterly dan vanillaaroma; sedangkan 4-
(Isopentanoiloksi)-3-metoksibenzil isopentanoat berkarakter vanilla dan sweetaroma.
Atribut intensitas aroma yang tertinggi adalah ester (10), berikutnya ester (3) dan yang
terendah adalah ester (11).

129 | E S T E R
Gambar 5.4 Struktur molekul 4-Formil-2-metoksifenil 3-metilbutanoat (3)(kiri)
4(Isobutiriloksi) -3-metoksibenzil isobutirat (10)(tengah) , 4-(Isopentanoiloksi)-3
metoksibenzil isopentanoat (11 )(kanan)

c. Ester Sebagai Pengemulsi/Pengental

Ester dapat digunankan untuk mengubah sifat tekstur dan keawetan dari suatu
makanan. Selain itu dengan menggunakan senyawa ester kita dapat menghasilkan
produk yang kental. Contoh: Ester sukrosa, monoester gliserol, ester sorbitan, ester
komplek(laktat, tartrat dan lain-lain).

d. Ester Sukrosa Asam Lemak


Ester sukrosa asam lemak merupakan ester non ionik yang memilikigugus yang
bersifat hidrofilik dan lipofilik yang dipergunakan secara luas pada bahan makanan

130 | E S T E R
karena mudah dicerna dan diansorbsi oleh tubuh. Ester sukrosa asam lemak ini dapat
disintesis dengan tiga cara yaitu: 1. Reaksi esterifikasi antara asil klorida asam lemak
ataupun anhidrid dengan sukrosa, 2) Transesterifikasi antara metil asam lemak dengan
sukrosa pada pemanasan suhu tinggi, 3) reaksi enzimatis antara sukrosa dengan asam
lemak menggunakan lipase.

e. Mentega

Susu mengandung lemak hewani, dan kadarnya bergantung pada jenis dan
umur hewan di samping kualitas makanannya. Butiran kecil dari lemak sering tampak
mengumpul ke permukaannya yang disebut dadih. Jika dadih merupakan emulsi lemak
dan air, maka mentega merupakan emulsi air dalam lemak. Dadih dapat dipisahkan dan
selanjutnya dapat dibuat mentega. Mentega adalah dadih kental dengan kelembaban
maksimum 16%. Jadi mentega dapat dibuat dari dadih yang telah mengeras dengan
mengubahnya menjadi gumpalan besar dalam air susu. Gumpalan ini dipisahkan dan
diproses sampai diperoleh sifat mentega di atas. Mentega juga dapat dibuat langsung

131 | E S T E R
dari susu dengan cara mengubah butiran lemak susu menjadi gumpalan besar,
dipisahkan dan diproses lebih lanjut. Mentega yang bermutu harus mengandung
vitamin A dan D yang cukup.

f. Margarin

Margarin serupa dengan mentega. Hanya bahan dasarnya dari lemak hewan
(bukan dari susu) yang telah dikeraskan, minyak nabati, susu kental, kuning telur yang
telah diasinkan, vitamin, dan bahan tambahan lain. Ada juga margarin yang hanya
menggunakan minyak nabati dan sering diperdagangkan dengan nama mentega nabati.
Nilai gizi mentega tak dapat disamai oleh margarin karena susu yang menjadi bahan
dasar utama mentega memiliki nilai gizi paling tinggi.
3. Industri

Karena sifat yang dimilikinya, ester dimanfaatkan pada industri-industri


kosmetika, parfum, konfeksi, dan industri minuman. Bahkan campuran beberapa ester
dapat memberikan bau atau rasa dari buah tertentu. Bau buah prambos dapat diperoleh
dari campuran 9 ester. (Lihat Tabel 9.14.)

132 | E S T E R
a. Sabun

Bahan dasar sabun adalah minyak/lemak, NaOH/KOH, dan bahan tambahan (pengisi,
pewangi, pewarna). Jika minyak/lemak dan NaOH dimasak, minyak/lemak pecah
menjadi asam lemak dan gliserol. Asam lemaknya bereaksi dengan NaOH (disebut
reaksi penyabunan) membentuk sabun. Sabun (lapisan bawah) dipisahkan dari gliserol
dan air (lapisan atas), dan selanjutnya sabun diberi bahan tambahan. Sabun yang
diperoleh dinamakan sabun cuci. Sabun mandi diperoleh bila menggunakan basa KOH.
Gliserol sebagai hasil samping pembuatan sabun dimurnikan untuk memisahkan
airnya. Gliserol yang memiliki kegunaan luas diperoleh dengan cara ini.

b. Ester Lilin (waxes)


Lilin (waxes) adalah ester dari alcohol suku tinggi dengan asam karboksilat suku
tinggi.Lilin yang dimaksud disini bukanlah lilin,yang merupakan residu distilasi
minyak bumi (lilin paraffin). Beberapa contoh ester lilin, yaitu mirisil palmitat
(C15H31 – C00 – C30H61) dan mirisil serotat (C25H51 – COO – C30H61).

133 | E S T E R
Lilin dapat bersumber dari hewan dan tumbuh-tumbuhan,misalnya dari tawon
(lebah),rongga kepala ikan paus,dan daun palma Bracillia.Lilin pada umumnya
digunakan untuk salutan pelindung,misalnya untuk mobil dan batik.
Selain keterngan diatas mengenai kegunaan ester seperti di atas,masih banyak
kegunaan ester yang lainnya seperti polyester. Poliester merupakan polimer yang
disusun oleh monomer ester. Penggunaan dari polimer ini adalah pengganti bahan
pakaian yang berasal dari kapas. Produk yang dikenal adalah dacron dan tetoron nama
dagang sebagai serat tekstil. Polimer ini juga dapat dikembangkan lagi dan
dipergunakan sebagai pita perekam magnetic dengan nama dagang mylar. Dan
senyawa-senyawa ester juga dimanfaatkan dalam pembuatan biodiesel.

c. Biodiesel

Biodiesel dibuat melalui suatu proses kimia yang disebut transesterifikasi. Biodiesel
merujuk kepada bahan api diesel berasaskan minyak sayuran atau lemak hewan yang

134 | E S T E R
terdiri daripada rantaian panjang alkil (metil, propil atau etil) ester. Biodiesel biasanya
dihasilkan melalui tindak balas kimia lipid (contoh, minyak sayuran, lemak hewan
dengan alkohol.

Biodiesel bertujuan untuk digunakan dalam mesin diesel canggih dan dengan
itu berbeda dari minyak sayuran langsung yang digunakan sebagai bahan api enjin
diesel diubah suai.

Biodiesel boleh digunakan sendirian, atau dicampur dengan petrodiesel. Proses dalam
pembuatan biodiesel ini menghasilkan dua produk yaitu metil esters (biodiesel)/mono-
alkyl esters dan gliserin yang merupakan produk samping. Bahan baku utama untuk
pembuatan biodiesel antara lain minyak nabati, lemak hewani, lemak bekas/lemak daur
ulang. Sedangkan sebagai bahan baku penunjang yaitu alkohol.

Gambar 5.5 Diagram Alir Pembuatan Biodiesel dengan Reaksi Transesterifikasi

Pada pembuatan biodiesel dibutuhkan katalis untuk proses esterifikasi. Produk


biodiesel pengolahan pendahuluan dari bahan baku tersebut.

135 | E S T E R
Secara kimia, biodiesel transesterified terdiri dari campuran mono-alkyl ester
bagi jaringan panjang asid lemak. Bentuk paling biasa menggunakan methanol (ditukar
kepada sodium methoxide) untuk menghasilkan methyl esters (biasanya dirujuk
sebagai Methyl Ester Asid Lemak - FAME) kerana ia merupakan alkohol paling murah
yang ada, sungguhpun ethanol boleh digunakan bagi menghasilkan ethyl ester
(biasanya dirujuk sebagai biodiesel Ethyl Ester Asid Lemak ("Fatty Acid Ethyl Ester -
FAEE") dan kandungan alkohol lebih tinggi seperti isopropanol dan butanol juga telah
digunakan.

Menggunakan alkohol dengan molekul lebih berat meningkatkan ciri-ciri aliran


sejuk bagi ester yang terhasil, dengan kos tindak balas transesterification kurang
efisien. Pengeluaran lipid transesterification digunakan bagi menukar minyak asas
kepada esters yang dikehendaki. Sebarang asid lemak bebas (FFAs) dalam minyak asas
samaada ditukar kepada sabun atau disingkirkan dari proses, atau ia di esterified
(menghasilkan biodiesel lanjut) dengan menggunakan pemangkin berasid. Selepas
pemprosesan ini, tidak seperti minyak lemak tulin, biodiesel memiliki ciri-ciri
pembakaran yang menyamai diesel petrolium, dan boleh menggantikannya dalam
kegunaan masa kini. Hasil sampingan proses transesterification merupakan
penghasilan glycerol. Bagi setiap 1 tan biodiesel yang dihasilkan, 100 kg glycerol
dihasilkan. Pada asalnya, terdapat pasaran yang baik bagi glycerol, yang membantu
ekonomi proses secara keseluruhannya. Bagaimanapun, dengan peningkatan
penghasilan biodiesel sejagat, harga pasaran bagi glycerol kasar (mengandungi 20%
air dan sisa pemangkin) telah merundum. Penyelidikan sedang dijalankan secara
sejagat bagi menggunakan glycerol ini sebagai blok binaan kimia. Satu perintis di UK
adalah Cabaran Glycerol ("The Glycerol Challenge").

Biasanya, glycerol kasar ini perlu ditulinkan, biasanya dilakukan menggunakan


penurasan hampagas, yang memerlukan tenaga yang banyak. Glycerol tulin (98%+
tulin) kemudian boleh digunakan secara langsung, atau ditukar kepada barangan lain.

136 | E S T E R
Pengumuman lanjut dilakukan pada tahun 2007: Usahasama Ashland Inc. dan Cargill
mengumumkan rancangan bagi menghasilkan propylene glycol di Eropah dari glycerol
dan Dow Chemical mengumumkan rancangan yang sama bagi Amerika Utara. Dow
juga merancang membina kilang di China bagi menghasilkan epichlorhydrin dari
glycerol. Epichlorhydrin merupakan sumber kasar bagi resin epoxy.

Alkohol yang digunakan sebagai pereaksi untuk minyak nabati adalah


methanol, namun dapat pula digunakan ethanol, isopropanol atau butyl, tetapi perlu
diperhatikan juga kandungan air dalam alkohol tersebut. Bila kandungan air tinggi akan
mempengaruhi hasil biodiesel kualitasnya rendah, karena kandungan sabun, ALB dan
trigiserida tinggi. Disamping itu hasil biodiesel juga dipengaruhi oleh tingginya suhu
operasi proses produksi, lamanya waktu pencampuran atau kecepatan pencampuran
alkohol.

Katalisator dibutuhkan pula guna meningkatkan daya larut pada saat reaksi
berlangsung, umumnya katalis yang digunakan bersifat basa kuat yaitu NaOH atau
KOH atau natrium metoksida. Katalis yang akan dipilih tergantung minyak nabati yang
digunakan,apabila digunakan minyak mentah dengan kandungan ALB kurang dari 2
%, disamping terbentuk sabun dan juga gliserin.

Katalis tersebut pada umumnya sangat higroskopis dan bereaksi membentuk


larutan kimia yang akan dihancurkan oleh reaktan alkohol. Jika banyak air yang diserap
oleh katalis maka kerja katalis kurang baik sehingga produk biodiesel kurang baik.
Setelah reaksi selesai, katalis harus di netralkan dengan penambahan asam mineral
kuat. Setelah biodiesel dicuci proses netralisasi juga dapat dilakukan dengan
penambahan air pencuci, HCl juga dapat dipakai untuk 318 proses netralisasi katalis
basa, bila digunakan asam phosphate akan menghasil pupuk phosphat (K3PO4).

137 | E S T E R
d. Ester pada Industri Plastik Ramah Lingkungan

1. Poli Asam Laktat (PLA)

PLA merupakan poliester yang dapat diproduksi menggunakan bahan baku


sumberdaya alam terbarui seperti pati dan selulosa melaui fermentasi asam laktat.
Polimerisasi secara kimiawi untuk menghasilkan PLA dari asam laktat dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu secara langsung dari asam laktat dan secara tidak langsung melalui
pembentukan laktida (dimer asam laktat) terlebih dahulu, dan diikuti dengan
polimerisasi menjadi PLA. PLA mempunyai titik leleh yang tinggi sekitar 175oC, dan
dapat dibuat menjadi lembaran film yang transparans. Perusahaan-perusahaan besar
dunia mulai bergerak untuk memproduksi PLA, seperti Cargill-Dow Chemicals Co.
yang akan memproduksi PLA dengan skala 140.000 ton/ tahun dengan memanfaatkan
pati jagung. Sedangkan di Jepang, perusahaan Shimadzu Co. dan Mitsui Chemicals Co.
juga memiliki plant produksi PLA. Perusahaan Toyota kabarnya juga akan mendirikan

138 | E S T E R
plant industri PLA di Indonesia dengan memanfaatkan pati ubi jalar. Tampaknya PLA
akan menjadi primadona plastik biodegradabel di masa datang.

2. Poli(ß-hidroksibutirat) (PHB)
PHB adalah poliester yang diproduksi sebagai cadangan makanan oleh
mikroorganisme seperti Alcaligenes (Ralstonia) eutrophus, Bacillus megaterium dsb.
PHB mempunyai titik leleh yang tinggi (Tm = 180o C), tetapi karena kristalinitasnya
yang tinggi menyebabkan sifat mekanik dari PHB kurang baik. Kopolimer poli (b-
hidroksi butirat-ko-valerat) (PHB/ V) merupakan kopolimer hasil usaha perbaikan sifat
kristalinitas dari PHB. Dalam majalah Scientific America edisi August 2000, Tillman
U Gerngros melakukan kajian tentang tingkat keramahan plastik biodegradabel
terhadap lingkungan. Dia menyatakan bahwa untuk memproduksi PHB dibutuhkan
total energi yang jauh lebih besar dibanding dengan energi yang dibutuhkan untuk
memproduksi plastik konvensional seperti polietilen dan polietilen tereftalat.
Kenyataannya memang beberapa perusahaan yang memproduksi PHB menghentikan
kegiatan produksinya, disebabkan karena mahalnya biaya produksi yang dibutuhkan.

e. Ester Asam Lemak


Reaksi Transesterifikasi Ester Asam Lemak
Substrat CPO dan pelarut alkohol (etanol, metanol, propanol, butanol
konsentrasi 10-25%) atau buffer sebagai kontrol dalam gelas erlenmeyer 100-mL
diinkubasi dengan 25% larutan enzim lipase dari beberapa biakan mikroba (B. subtilis,
C. rugosa dan P. aerogenes) dengan cara dikocok menggunakan pengocok magnetis
pada suhu 50°C selama 24 jam. Campuran produk (masing-masing sebanyak 2,0 mL)
disaring untuk memisahkannya dari kotoran yang tidak terlarut. Hasil reaksi dianalisis
secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (TLC; thin layer
chromatography) dan secara kuantitatif menggunakan GC. Sampel
diencerkan dengan etanol dengan perbandingan 1:10. Sebanyak 0,01 mL sampel encer
digunakan untuk analisis TLC. Untuk mengetahui spot produk yang terkromatografi,

139 | E S T E R
plat TLC dikembangkan dalam larutan heksan:dietil eter:asam asetat (80:20:1) selama
satu jam.

Setelah dikeringkan, plat TLC disemprot dengan 0,1% 2’,7’- diklorofluoresin


dalam 99,5% etanol dan selanjutnya diamati pada panjang gelombang 254 dan 360 nm.
GC. Sampel (2,0 μL) dimasukkan dalam kolom silikagel GC. GC dijalankan dengan
pelarut H2 (g) dan N2 (g) pada suhu awal 150°C dan suhu injektor 200°C. Deteksi
cuplikan diukur dilakukan dengan FID pada suhu 250°C.

f. Ester pada Industri Tekstil

Gambar 5.6 Serat Poliester

Poliester adalah suatu kategori polimer yang mengandung gugus fungsional


ester dalam rantai utamanya. Meski terdapat banyak sekali poliester, istilah "poliester"
merupakan sebagai sebuah bahan yang spesifik lebih sering merujuk pada polietilena
tereftalat (PET). Poliester termasuk zat kimia yang alami, seperti yang kutin dari kulit
ari tumbuhan, maupun zat kimia sintetis seperti polikarbonat dan polibutirat.

Poliester dapat diproduksi dalam berbagai bentuk seperti lembaran dan bentuk
3 dimensi, poliester sebagai termoplastik bisa berubah bentuk sehabis dipanaskan.
Walau mudah terbakar di suhu tinggi, poliester cenderung berkerut menjauhi api dan
memadamkan diri sendiri saat terjadi pembakaran. Serat poliester mempunyai

140 | E S T E R
kekuatan yang tinggi dan E-modulus serta penyerapan air yang rendah dan pengerutan
yang minimal bila dibandingkan dengan serat industri yang lain.

Poliester merupakan salah satu polimer sintetis yang terbuat Purified


Terephtalic Acid (PTA) atau dimetil ester dimethyl terephthalate (DMT) dan Mono
Etilena Glikol (MEG). Dengan pangsa pasar sebesar 18% dari semua bahan plastik
yang diproduksi, poliester berada di urutan ketiga setola polietilena (33.5%) dan
polipropilena (19,5%).

Bahan-bahan mentah utamanya adalah sebagai berikut:

• Purified Terephthalic Acid – PTA – CAS-No.: 100-21-0


Sinonim: 1,4 Dibenzenedicarboxylic acid,
Sum formula; C6H4(COOH)2 , berat mol: 166,13

• Dimethylterephthalate – DMT- CAS-No: 120-61-6


Sinonim: 1,4 Dibenzenedicarboxylic acid dimethyl ester
Sum formula C6H4(COOCH3)2 , berat mol: 194,19

• Mono Etilena Glikol – MEG – CAS No.: 107-21-1


Sinonim: 1,2 Ethanediol
Sum formula: C2H6O2 , berat mol: 62,07

Dibutuhkan katalis untuk menghasilkan sebuah polimer dengan berat molekul


yang tinggi. Katalis yang paling umum dipakai adalah antimon trioksida (atau antimon
tri asetat). Sintesis poliester pada umumnya dicapai dengan reaksi polikondensasi.
Rumus umum untuk reaksi dari sebuah diol dengan sebuah asam dikarboksilat adalah:

(n+1) R(OH)2 + n R´(COOH)2 ---> HO[ROOCR´COO]nROH + 2n


H2O

141 | E S T E R
Selain poliester ada turunan dari ester yang dapat dimanfaatkan di dalam
perindustrian tekstil yaitu buthyl stearat yang juga termasuk dalam ester asam lemak
monoalkohol ini dapat digunakan sebagai pelumas pada pembuatan textil, baik pada
pembuatan filamen maupun minyak conning. Minyak coning berguna pada proses
pemintalan dan perajutan.

Informasi Terkini tentang Ester


Proses Perengkahan Katalitik Metil Ester Dari Minyak Biji Karet
Menggunakan Asam Sulfat Sebagai Alternatif Pembuatan Biogasoline.
Dewasa ini penggunaan bensin sebagai bahan bakar kendaraan bermotor
menunjukan perkembangan yang pesat. Bensin banyak digunakan sebagai bahan bakar
kendaraan baik mobil dan sepeda motor. Peningkatan jumlah kendaraan berbahan
bakar bensin juga mengakibatkan kebutuhan bahan bakar bensin semakin tinggi pada
tahun 2006 (17,47 juta kiloliter) dan diperkirakan pada tahun 2010 sebesar 22,5 juta
kiloliter (Indartono, 2006 : 3), padahal persediaan minyak bumi sebagai bahan mentah
bensin semakin menipis. Pada Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional, pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) ditargetkan 5%
pada tahun 2025 (Widodo, 2006 : 1). Oleh karena itu perlu dicari sumber bensin
alternatif sehingga dapat mencukupi kebutuhan bensin di Indonesia.

Sumber bahan bakar alternatif untuk menghasilkan bensin diupayakan berasal


dari bahan nabati. Seperti halnya biodiesel, minyak nabati dapat digunakan sebagai
biogasoline. Minyak nabati dapat diperoleh dari macammacam tumbuhan, contohnya
minyak biji karet, minyak sawit, minyak kelapa, minyak jarak, minyak kelor, minyak
biji matahari, dan minyak biji kapuk. 2 Pemilihan minyak biji karet sebagai bahan baku
pembuatan biogasoline disebabkan di Jawa Tengah banyak sekali limbah biji karet
yang masih terbatas kegunaannya, sebagai mainan ketapel anak-anak dan minyak
masak/minyak lampu, bahkan cenderung dibuang. Peneliti melihat peluang adanya
kemampuan biji karet tersebut untuk diambil minyaknya (37,5%) (Loo, 1990 : 33).

142 | E S T E R
Dengan mengembangkan minyak biji karet sebagai bahan baku pembuatan
biogasoline, maka sumber daya alam Indonesia yang melimpah tersebut dapat diolah
menjadi valuable product yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Minyak biji karet yang
digunakan untuk pembuatan bahan baku biogasoline merupakan hasil pengepresan biji
karet.
Minyak biji karet ataupun minyak nabati pada umumnya memiliki kekentalan
yang relatif tinggi dan mengandung asam lemak bebas lebih dari 2% dibandingkan
dengan minyak solar dari fraksi minyak bumi Kekentalan dan kadar asam lemak bebas
ini dapat dikurangi dengan memutus percabangan rantai karbon tersebut melalui proses
transesterifikasi menggunakan alkohol rantai pendek, misalnya metanol atau etanol
(Setyawardhani, 2003 : 7). Metanol lebih disukai karena memiliki reaktivitas yang
lebih tinggi dibandingkan dengan etanol. (www.journeytoforever.org, 2003).
Reaksi transesterifikasi berjalan lambat, maka diperlukan katalis untuk
menurunkan energi aktivasi dan mempercepat reaksi. Katalis dapat berupa asam, basa,
atau enzim (Groggins, 1958; Ming et al., 1999; Kose dan Tuter, 2002 :77). Pada proses
transesterifikasi, katalis basa memiliki keunggulan dibandingkan dengan katalis asam
dari segi kecepatan, kesempurnaan reaksi, dan tidak 3 memerlukan suhu operasi yang
tinggi untuk menjalankan reaksi. Suhu operasi yang relatif rendah memberikan
keuntungan berupa kebutuhan energi untuk proses rendah pula sehingga akan
menurunkan biaya operasi (Swern, 1982 : 83).
Dalam perindustrian minyak, bensin dihasilkan dari perengkahan katalitik
dengan menggunakan katalis. Katalis yang biasa digunakan adalah katalis asam.
Dengan cara yang sama metil ester dari minyak biji karet selanjutnya mengalami
perengkahan katalitik dengan menggunakan katalis asam untuk menghasilkan bensin,
seperti halnya pada industri minyak bumi. Perengkahan katalitik ini memiliki banyak
keunggulan dibanding dengan perengkahan termal (Speight, 1991 : 66), diantaranya
dapat menghasilkan bensin dengan bilangan oktana yang lebih tinggi.
Metil ester memiliki ikatan rangkap sehingga lebih mudah mengalami
perengkahan dengan katalis asam sulfat. Ikatan rangkap pada metil ester inilah yang

143 | E S T E R
nantinya mengalami perengkahan menjadi senyawa yang lebih pendek. Inisiator Metil
Etil Keton Peroksida akan membuat metil oleat dan metil linoleat menjadi radikal bebas
yang mempermudah reaksi perengkahan oleh katalis asam sulfat. Dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan diantaranya Ramadhas, dkk (2005) melakukan dua
tahap esterifikasi untuk memproses minyak biji karet mentah (unrefined rubber seed
oil) menjadi biodiesel. Pada penelitian Moestika, dkk (2004) meneliti biogasoline dari
minyak sawit melalui perengkahan dengan katalis alumina menghasilkan berat molekul
yang masih tinggi. Demikian pulayang dilakukan oleh Handayani (2004) membuat
biogasoline dengan katalis yang 4 lain yaitu menggunakan katalis zeolite.
Produk biogasoline yang didapat memiliki bilangan oktana yang lebih tinggi
(rata-rata 114) dibandingkan bensin (88) tetapi viskositas dan densitas produk masih
terlalu tinggi.

a) Bensin

144 | E S T E R
Bensin merupakan campuran hidrokarbon kompleks yang memiliki rentang titik didih
180- 200°C. Bensin memiliki sruktur molekul yang terdiri dari campuran 4-12 atom
karbon. Senyawa yang terdapat dalam bensin terdiri dari parafin (sikloparafin dan
paraffin bercabang), olefin, dan aromatik. Bensin dihasilkan dari distilasi fraksinasi
minyak bumi dan pemisahannya berdasarkan perbedaan titik didih. Destilasi secara
fraksional menghasilkan 250 mL bensin rantai lurus (straight-run gasoline) untuk
setiap liter minyak mentah (Semar, 2006 : 21). Selain destilasi fraksional, bensin juga
diproses melalui reaksi perengkahan, reformasi, alkilasi, dan isomerisasi. Proses
reformasi, alkilasi, dan isomerisasi dimaksudkan untuk menghasilkan bensin dengan
mutu yang lebih baik yaitu meningkatkan bilangan oktana.
Spesifikasi Bensin
Bensin sebagai bahan bakar kendaraan bermotor harus memenuhi beberapa
spesifikasi untuk meningkatkan efisiensi mesin dan mengurangi dampak negatif dari
gas yang dibuang. Gas hasil pembakaran dapat menimbulkan berbagai masalah
lingkungan dan kesehatan. Bensin harus memiliki bilangan oktana tinggi dan bebas
dari gas buang yang mengandung zat-zat membahayakan kesehatan dan lingkungan
bila dilepaskan ke udara.
Spesifikasi bensin yang digunakan sebagai bahan bakar telah ditetapkan
melalui Surat Keputusan Direktorat Jendral Minyak dan gas Bumi No.
22K/72/DDJM/1990 dan No. 18K/72/DDJM/1990. Bensin dispesifikasikan menurut
parameter-parameter yang diperlukan bensin sesuai dengan penggunaannya.
Parameter-parameter tersebut dibagi menjadi tiga, yaitu sifat pembakaran, sifat
volatilitas, dan sifat stabilitas kebersihan.
-Sifat Pembakaran
Karakteristik utama yang diperlukan dalam bensin adalah sifat
pembakarannya yang diukur dengan bilangan oktana. Bilangan oktana merupakan
kecenderungan bensin untuk mengalami pembakaran yang tidak normal sehingga
mengalami ketukan pada mesin. Semakin tinggi bilangan oktana semakin berkurang

145 | E S T E R
kecenderungannya untuk mengalami ketukan dan semakin tinggi kemampuannya
untuk digunakan pada rasio kompresi tinggi tanpa mengalami ketukan.
Bilangan Oktana diukur dengan menggunakan mesin CFR (Cooperative Fuel
Research) yang dioperasikan pada kondisi tertentu. Bahan bakar yang dihasilkan
dibandingkan dengan bahan bakar rujukan yang terbuat dari n-heptana yang memiliki
bilangan oktana 0 dan isooktana yang memiliki bilangan oktana 100. Secara umum,
bilangan oktana menyatakan presentasi isooktana dalam bahan bakar rujukan yang
memberikan intensitas kekuatan yang sama pada mesin uji. Ada dua macam bilangan
oktana yaitu RON (Research Octane Number) yang memberikan gambaran mengenai
unjuk kerja dalam kondisi pengendara biasa dan 8 MON (Motor Octane Number) yang
memberikan unjuk kerja dalam kondisi pengendara yang lebih berat. Sehingga
bilangan oktana dapat ditulis dengan rumus:

Bilangan Oktana = RON + MON


2
Cara mendapatkan bensin dengan bilangan oktana cukup tinggi dilakukan dengan.
1. Memilih minyak bumi yang memiliki kandungan aromatik yang tinggi dalam trayek
didih bensin.
2. Meningkatkan kandungan aromatik melalui pengolahan reformasi, atau alkana
bercabang, atau olefin bertitik didih rendah.
3. Menambahkan aditif peningkat bilangan oktana seperti timbal aktif. Tetapi timbel
memiliki sifat beracun yang sangat berat sehingga penggunaan timbel dapat diganti
dengan MTBE (methyl-tertiary-buthyleter) dan TBA (tertiary-buthyl-alcohol)
(Soemarwoto, 2006 : 2).
4. Menggunakan komponen yang memiliki bilangan oktana tinggi misalnya alkohol
atau eter.

146 | E S T E R
-Sifat Volatilitas
Ada tiga sifat volatilitas yang biasanya digunakan dalam spesifikasi bensin
antara lain kurva distilasi, tekanan uap, dan perbandingan V/L. Kurva destilasi
dihasilkan dari destilasi bensin menurut metode ASTM yang berkaitan dengan masalah
operasi dan unjuk kerja kendaraan bermotor. Bagian ujung depan kurva destilasi
berkaitan dengan kemudahan mesin dinyalakan pada waktu dingin, penyalaan pada
waktu panas dan kecenderungan mengalami pembentukan es pada 9 karburator.
Bagian ujung belakang kurva berkaitan dengan masalah pembentukan getah
bensin, endapan di ruang bakar dan busi serta pengenceran terhadap minyak pelumas.
Sedangkan bagian tengah kurva berkaitan dengan daya dan percepatan. Kemulusan
operasi serta konsumsi bahan bakar. Persyaratan volatilitas bensin adalah bahan bakar
bensin harus mudah menguap pada saat penyalaan (starting), mudah mencapai
pemanasan yang tepat (warm-up/acceleration), distribusi yang merata pada setiap
silinder mesin (fuel distribution), dan tidak terlalu berat (oil dillution) serta tidak terlalu
mudah menguap agar tidak membentuk sumbatan (vapour lock) pada karburator
(Semar, 2006 : 25).
-Sifat Kestabilan dan Kebersihan
Bensin harus bersih, aman, tidak rusak, dan tidak merusak dalam
penyimpanan dan pemakaiannya. Parameter spesifikasi yang berkaitan dengan sifat ini
antara lain zat getah, korosi, dan berbagai uji tentang kandungan senyawa belerang
yang bersifat korosif. Pada bensin yang diuapkan biasanya mengandung banyak getah
pada yang melekat pada mesin dan apabila terjadi pengendapan yang terlalu banyak
akan mengakibatkan kerusakan mesin. Oleh karena itu kandungan getah pada bensin
harus dibatasi. Minyak bumi banyak mengandung belerang dalam jumlah kecil.
Senyawa belerang ini bersifat korosif dan semuanya terbakar di dalam mesin
menghasilkan senyawa belerang oksida yang korosif dan dapat merusak bagian-bagian
mesin, selain itu juga beracun dan dapat merusak lingkungan. Oleh karena itu
kandungan belerang pada bensin perlu dibatasi.
-Kandungan Hidrokarbon

147 | E S T E R
Senyawa hidrokarbon bensin jenis aromatik, olefin, dan benzena adalah
peningkat angka oktana yang baik tetapi kandungan dalam bensin harus dibatasi karena
dapat menimbulkan pengaruh buruk terhadap mesin dan lingkungan hidup. Kandungan
aromatik dalam bensin mempengaruhi kandungan benzena, bertambah tinggi semakin
tinggi kandungan aromatik dalam bensin semakin tinggi pula kandungan benzena.
Aromatik berlebih akan menimbulkan deposit dalam di ruang bakar mesin
(Combustion chamber deposit), yang beracun. Olefin dapat menimbulkan deposit pada
katup (intake valve deposit) mesin (Semar, 2006 : 25).
- Karakteristik Bensin
Ada tiga macam bensin di Indonesia yaitu Premium, Pertamax, dan Pertamax
Plus. Ketiga bensin tersebut mempunyai perbedaan pada bilangan oktannya.

Tabel 5.2. Bilangan Oktana Bensin Indonesia


No Jenis Bensin Bilangan Oktana

1 Premium 88

2 Pertamax 92

3 Pertamax Plus 95

(Sumber : Dirjen Migas)

b) Minyak Biji Karet


Saat ini tanaman karet yang banyak di Indonesia adalah jenis Brasiliensis,
klasifikasi botani tanaman ini adalah sebagai berikut : Divisi ; Spermatophyta

148 | E S T E R
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledonae
Keluarga : Euphorbiaceae
Genus : Hevea
Spesies : Hevea Brasiliensis

Karet cukup baik dikembangkan di daerah lahan kering beriklim basah seperti
Indonesia. Tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan
komoditas lainnya, yaitu:
(1) dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta masih mampu
dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur,
(2) mampu membentuk ekologi hutan, yang pada umumnya terdapat pada
daerah lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk
menanggulangi lahan kritis,
(3) dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang mengusahakannya, dan
(4) memiliki prospek harga yang cukup baik, karena kebutuhan karet dunia
semakin meningkat setelah Cina membuka pasar baru bagi karet Indonesia
(http://primatani.litbang.deptan.go.id, 2006).

Gambar 5.6 (a) Biji karet tanpa cangkang, (b) Biji Karet Dengan

149 | E S T E R
Cangkang
Indonesia sebagai negara penghasil karet alam (38% produksi karet dunia)
memiliki perkebunan karet yang sangat luas. Biji karet terdapat di setiap ruang buah.
Jumlah biji biasanya tiga, kadang enam, sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar
dengan kulit keras. Warna biji coklat kehitaman dengan bercak pola yang khas. Biji
terdiri dari 51% kulit dan inti 49%, akan tetapi hanya memberikan rendemen 43,5%
minyak mentah (Loo, 1990 : 3). Minyak biji karet mentah (unrefined rubber seed oil)
diperoleh dari biji. Minyak yang didapat langsung dari pemerahan atau pengempaan
biji sumber minyak (oilseed), yang kemudian disaring dan dikeringkan disebut sebagai
minyak lemak mentah (Soeradjaja, 2005 : 3). Minyak
lemak mentah diproses lanjut guna menghilangkan kadar gum (degumming) dan asam-
asam lemak bebas (dengan netralisasi dan steam refining) disebut refined fatty oil
(Soeradjaja, 2005 : 43). Minyak tersebut berwarna kuning muda dengan massajenis
0,924-0,930 kg/L. Minyak yang mempunyai angka iodine tinggi (>115 gram I2/100
gram) mempunyai kadar asam linolenat besar (>12%) dan bilangan penyabunan 190-
195 mg-KOH/g (Hilditch, 1986 : 37). Asam-asam lemak minyak biji karet ini sangat
bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Asam lemak juga merupakan bahan yang mudah terbakar dan bila diproses
dengan alkoholisis dapat bermanfaat sebagai biodiesel, sedangkan gliserol banyak
digunakan dalam industri makanan, farmasi, kosmetika, bahan peledak dan lain-lain.
Meskipun minyak biji karet mempunyai prospek ekonomi yang menjanjikan, tetapi
studi mengenai pengolahannya belum banyak dilakukan. Keunggulan-keunggulan
dimiliki oleh tanaman karet, maka minyak biji karet dipandang potensial untuk diolah
menjadi bahan bakar alternatif pada mesin motor yaitu biogasoline untuk skala
komersial. Sejauh ini penggunaan minyak biji karet sebagai bahan baku dalam sintesis
biogasoline belum pernah dilakukan.
Dengan mengolah minyak biji karet menjadi biogasoline akan diperoleh
banyak keuntungan, yaitu sebagai upaya untuk mengatasi krisis energi dengan jalan
mengembangkan biofuel alternatif untuk masa depan. Selain itu, biogasoline dari

150 | E S T E R
minyak biji karet merupakan upaya pengembangan sumber daya hayati yang melimpah
di Indonesia menjadi produk yang strategis dan bernilai ekonomis tinggi.
Tabel 5.3 Komposisi Asam Lemak Minyak Biji Karet
Komponen % berat
Asam palmitat (C16H32O2) 16:00 7,5-10,6

Asam stearat (C18H36O2) 18:00 8,6-23,8

Asam Arachidat(C20H40O2) 20:00 0,3-1,3

Asam Oleat (C18H34O2) 18:01 17,2-30,0


Asam Linoleat (C18H32O2) 18:02 30,0-39,0

Asam Linolenat (C18H30O2) 18:03 21,0-26,0


(Hilditch, 1986)

c) Metil Ester

151 | E S T E R
Metil ester adalah senyawa ester yang mengikat gugus metil, senyawa ini
merupakan minyak mentah (crude oil) karena masih mengandung pengotor (sisa
katalis, metanol, gliserol, dan sabun). Metil ester dapat dibuat dengan proses
transesterifikasi. Reaksi transesterifikasi merupakan metode memproduksi metil ester
dari refined fatty oil yang saat ini paling umum. Metode ini dapat menghasilkan fatty
acid methyl Ester (FAME) hingga 98% dari bahan baku minyak tumbuhan (Bouaid,
dkk, 2005 : 65). Ramadhas, dkk (2005 : 335) melakukan dua tahap esterifikasi untuk
memproses minyak biji karet mentah (unrefined rubber seed oil).
1). Penjelasan hidrolisis menggunakan basa encer.

Gambar 5.8 Reaksi Hidrolisis Asam dan Basa

Hidrolisis menggunakan Basa Encer Ini


merupakan cara yang lazim digunakan untuk menghidrolisis ester. Ester dipanaskan di
bawah refluks dengan sebuah basa encer seperti larutan natrium hidroksida. Ada dua
kelebihan utama dari cara ini dibanding dengan menggunakan asam encer. Reaksinya
berlangsung satu arah dan tidak reversibel, dan produknya lebih mudah dipisahkan.

152 | E S T E R
Contoh ester sama seperti kedua contoh di atas, tapi menggunakan larutan natrium
hdroksida bukan sebuah asam encer: Pertama, hidrolisis etil etanoat
menggunakan larutan natrium hidroksida:

dan selanjutnya hidrolisis metil propanoat dengan cara yang sama:

58

Perhatikan bahwa terbentuk garam natrium bukan asam karboksilat sendiri.


Campuran ini relatif mudah dipisahkan. Jika digunakan larutan natrium hidroksida
yang berlebih, tidak akan ada ester yang tersisa. Alkohol yang terbentuk bisa
dipisahkan dengan distilasi. Pemisahan ini cukup mudah.

Jika anda menginginkan terbentuk asam bukan garamnya, anda harus


menambahkan asam kuat yang berlebih seperti asam hidroklorat encer atau asam sulfat
encer ke dalam larutan yang tersisa setelah distilasi pertama. Campuran akan
dibanjiri dengan ion-ion hidrogen. Ion-ion hidrogen ini ditangkap oleh ion-ion etanoat
(atau ion paropanoat atau ion apapun) yang terdapat dalam garam membentuk asam
etanoat (atau asam propanoat, dan lain-lain). Karena asam-asam ini adalah asam lemah,
maka ketika bergabung dengan ion hidrogen, cenderung tetap bergabung. Sekarang
asam karboksilat bisa dipisahkan dengan distilasi.

Hidrolisis suatu ester dalam basa, atau penyabunan (saponifikasi) merupakan


suatu reaksi tak reversibel. Karena tidak reversibel tersebut penyabunan seringkali
menghasilkan asam karboksilat dan alcohol dengan rendemen yang lebih baik daripada
hidrolisis-asam. Karena reaksi berlangsung dalam suasana basam hasil penyabunan
ialah garam karboksilat. Asam bebas akan diperoleh bila larutan tersebut diasamkan.
Berikut reaksinya :

153 | E S T E R
Gambar 5.9 Reaksi Penyabunan dan Pengasaman

Sejumlah bukti telah terkumpul untuk mendukung bagan mekanistik berikut,


yang merupakan mekanisme khas dari serangan nukleofilik pada derivate asam
karboksilat.

Gambar 5.10. Reaksi Adisi dan Eliminasi

Pertama reaksi tersebut mengikuti kinetika orde kedua-yakni, ester OH- muncul
dalam tahap penetu laju. Kedua, jika bagian alkohol dari ester itu mengandung karbon
kiral, penyabunan berlangsung dengan konfigurasi alkohol yang dipertahankan. Fakta
ini mendukung pemutusan ikatan karbonil-oksigen bukan pemutusan alkil-oksigen.

154 | E S T E R
Gambar 5.11. Reaksi Alkohol mengandung Karbon Kiral

Gambar 5.12 Rasemisasi atau Inversi

2) Apa yang dimaksud dengan esterifikasi dan transesterifikasi?

Esterifikasi adalah reaksi untuk mengubah senyawa karboksilat menjadi


senyawa ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan dengan mereaksikan asam lemak
bebas dengan alkohol membentuk ester dan air. Pada tahap ini merupakan tahapan awal
menggunakan katalis asam untuk menurunkan kadar asam lemak bebas hingga 2%.
Asam sulfat (sulphuric acid) 0,5% berat dan alkohol umumnya metanol dengan rasio
molar antara alkohol dan minyak sebesar 6:1 terbukti memberikan hasil konversi yang
baik. Selain untuk menurunkan kadar asam, perlu dilakukan pengurangan kadar air.

155 | E S T E R
Reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam dapat dilihat pada Persamaan [1].
O O

R C OH + R’ OH R C O R’ + H20 [1]
Asam lemak Alkohol Kalor Ester Air

Reaksi transesterifikasi, merupakan reaksi utama yang bersifat anhidrat. Proses


transesterifikasi merupakan proses lanjutan esterifikasi dengan mereaksikan minyak
produk esterifikasi dengan metanol dan katalis alkalin. Transesterifikasi pergantian
bagian alkohol dari suatu ester dapat tercapai dalam larutan asam atau basa oleh suatu
reaksi reversibel antara ester dan alkohol. Reaksi transesterifikasi ini beranalogi
langsung dengan hidrolisis dalam larutan asam atau basa. Karena reaksi ini reversibel,
biasanya digunakan alkohol senyawa awal secara berlebihan.

A. Esterifikasi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Goreng Bekas

Minyak goreng bekas dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel.
Kadar asam lemak bebas yang tinggi dalam minyak goreng bekas menyebabkan
perlunya dilakukan pretreatment terhadap bahan baku. Asam lemak bebas dapat
diturunkan kadarnya dengan mereaksikan minyak goreng bekas dengan metanol
(reaksi esterifikasi). Pada reaksi esterifikasi didapatkan kondisi optimal : waktu reaksi
2,5 jam, suhu 60 oC dan konsentrasi katalis asam sulfat 0,25 %. Pada kondisi ini asam
lemak bebas dapat diturunkan kadarnya dari 2,5 % menjadi 1,1%.
Minyak goreng bekas atau minyak jelantah dapat digunakan sebagai bahan
baku dalam proses pembuatan biodiesel. Pemanfaatan minyak goreng bekas untuk
pembuatan biodiesel akan memberikan beberapa keuntungan, diantaranya : dapat
mereduksi limbah rumah tangga atau industri makanan dan mereduksi biaya produksi

156 | E S T E R
biodiesel sehingga harganya lebih murah dibanding dengan menggunakan minyak
nabati murni. Minyak goreng bekas mengandung asam
lemak bebas (Free Fatty Acid, FFA) yang dihasilkan dari reaksi oksidasi dan hidrolisis
pada saat penggorengan. Adanya FFA dalam minyak goreng bekas dapat menyebabkan
reaksi samping yaitu reaksi penyabunan, jika dalam proses pembuatan biodiesel
langsung menggunakan reaksi transesterifikasi. Sabun
yang dihasilkan dapat mengganggu reaksi dan proses pemurnian biodiesel (Aziz,
2007). Baidawi (2008) mengatakan bahwa reaksi transesterifikasi memerlukan minyak
dengan kemurnian tinggi (kandungan FFA <2%). Jika FFA tinggi akan mengakibatkan
reaksi transesterifikasi terganggu akibat terjadinya reaksi penyabunan antara katalis
dengan FFA. Rahayu (2008) malah mensyaratkan kadar asamlemak bebas minyak
nabati harus kecil dari 1%.
Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan asam lemak bebas
adalah mereaksikan asam lemak bebas dengan alkohol dengan bantuan katalis asam
sulfat. Reaksi ini dikenal dengan esterifikasi. Esterifikasi merupakan reaksi antara
asam karboksilat dengan alkohol menghasilkan ester dan air. Asam karboksilat yang
digunakan dapat berasal dari asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak nabati
atau berupa distilat asam lemak sawit (DALMs)(Rasyd,2010

produk yang dihasilkan masih menyerupai warna minyak goreng bekas. Hal ini
disebabkan karena jumlah asam lemak bebas hanya 2,5%. Jadi produk yang dihasilkan
tidak akan mempengaruhi warna minyak goreng bekas.
Pengaruh waktu reaksi terhadap penurunan FFA Semakin lama waktu reaksi,
kadar FFA yang dihasilkan semakin berkurang. Ini menandakan terjadinya reaksi
antara FFA dengan metanol menghasilkan ester. Lamanya waktu reaksi memberikan

157 | E S T E R
kesempatan kepada molekul-molekul senyawa untuk bereaksi semakin besar, sehingga
FFA yang tersisa semakin berkurang (Aziz, 2007).
Penurunan kadar FFA terjadi cukup tajam pada 30 menit yaitu sekitar 48%. Asam
lemak bebas turun dari 2,5% menjadi 1,3%. Hal ini disebabkan karena pada awal reaksi
konsentrasi reaktan maksimal sehingga reaksi dapat berlangsung dengan cepat. Setelah
30 menit penurunan asam lemak bebas tidak terlalu besar. Sampai waktu 2,5 jam
konversi maksimal hanya 55% dengan kandungan asam lemak
bebas 1,1%. Ini menandakan bahwa reaksi sudah mendekati kesetimbangan.
Baidawi (2008) mendapatkan waktu reaksi yang hampir sama sekitar 2 jam ketika
menurunkan kadar FFA dari 5,2% menjadi 1,7%. Yuliani et al (2008) mendapatkan
penurunan kadar FFA sebesar 88% ketika mereaksikan minyak biji karet dengan
metanol menggunakan asam sulfat (1%) sebagai katalis. Perbedaan penurunan kadar
FFA ini disebabkan karena sumber minyak yang digunakan berbeda yang secara
langsung menyebabkan perbedaan komposisi kimia senyawa yang berbeda pula.
Pengaruh suhu reaksi dipelajari pada rentang suhu 30 – 70 oC. Pada suhu 30
oC konversi FFA sekitar 39 %. FFA turun dari 2,5% menjadi 1,5%. Dengan
meningkatnya suhu maka konversi FFA juga semakin meningkat. Konversi tertinggi
dicapai pada suhu 60 oC sebesar 55% dengan kadar FFA sekitar 1,1%.
Pengaruh suhu terhadap penurunan kadar FFA Suhu yang tinggi menyebabkan
gerakan molekul-molekul senyawa semakin cepat atau energi kinetik yang dimiliki
molekul-molekul pereaksi semakin besar sehingga tumbukan antara molekul pereaksi
juga meningkat.
Arrhenius yang menyatakan bahwa dengan naiknya suhu maka konstanta
kecepatan reaksi (k) juga meningkat. Dengan naiknya nilai konstanta kecepatan reaksi
akan menyebabkan laju reaksi akan semakin besar karena laju reaksi berbanding lurus
dengan konstanta kecepatan reaksi. Pada suhu 70 oC konversi reaksi malah turun
menjadi 47% dengan kadar FFA 1,3%. Penurunan ini disebabkan karena ada sebagian
metanol yang berubah fasa menjadi gas. Diketahui bahwa titik didih metanol 64 oC.

158 | E S T E R
Dengan berkurangnya metanol dalam fasa cair akan dapat mengurangi reaksi antara
asam lemak bebas (FFA) dengan metanol.
Katalis yang digunakan adalah asam sulfat. Pengaruh konsentrasi katalis
dipelajari pada rentang 0,1 % - 1% berat. Dari Gambar 5 terlihat dari konsentrasi asam
sulfat 0,1%, 0,2% dan 0,25% terjadi kenaikan konversi asam lemak bebas. Konversi
yang dicapai maksimal 55% pada konsentrasi 0,25% berat dengan kadar FFA 1,1%.
Kenaikan ini disebabkan karena dengan adanya katalis akan menurunkan energi
aktivasi reaksi sehingga konstanta kecepatan reaksi akan meningkat (Sibarani, 2007).
Implikasinya akan meningkatkan pula laju reaksi esterifikasi asam lemak bebas (FFA).
Hubungan konsentrasi katalis dengan kadar FFA Penambahan konsentrasi
H2SO4 diatas 0,25% malah menurunkan konversi FFA. Penurunan ini disebabkan
karena terbentuknya dimetil eter dari reaksi antara exces H2SO4 dengan metanol yang
ditandai dengan perubahan larutan menjadi hitam kecokelatan (lebih gelap),
(Ramadhas et all., 2005). Adanya reaksi metanol dengan exces H2SO4 menyebabkan
jumlah metanol berkurang, sehingga konversi FFA juga menurun (Yuliani et all.,
2008).
Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa reaksi
esterifikasi minyak goreng bekas dapat menurunkan kadar asam lemak bebas dari 2,5%
menjadi 1,1%. Kondisi optimum yang dicapai pada waktu reaksi 2,5 jam, suhu 60 oC
dan konsentrasi katalis H2SO4.

b.PEMBUATAN METIL ESTER ASAM LEMAK DARI CPO OFF GRADE


DENGAN METODE ESTERIFIKASI-TRANSESTERIFIKASI

Metil ester lemak merupakan senyawa ester alkil yang berasal dari minyak
nabati dengan alkohol yang dihasilkan melalui proses esterifikasi/transesterifikasi dan
mempunyai sifat fisika mendekati minyak solar diesel. Secara umum, metil ester dibuat
dari reaksi transesterifikasi, yakni reaksi alkohol dengan trigliserida membentuk metil

159 | E S T E R
ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa. Namun, reaksi tersebut sangat
dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam trigliserida. Reaksi
esterifkasi merupakan merupakan suatu reaksi antara asam karboksilat dan alkohol
membentuk ester dengan bantuan katalis asam. Dalam penelitian ini, bahan baku CPO
Off Grade lapisan atas dengan kadar asam lemak bebas sebesar 5.838 %.
Dan pengertian esterifikasi diacu sebagai reaksi antara asam lemak bebas
dengan alcohol membentuk metil ester dan air dengan bantuan katalis asam. Untuk
mendapatkan yield yang baik, dalam laporan ini dilakukan metode reaksi bertahap,
yakni reaksi esterifikasi, kemudian diikuti dengan reaksi transesterifikasi. Penelitian
dilakukan dengan mereaksikan 200gr trigliserida dan metanol dengan bantuan katalis
asam pada tahap esterifikasi dan katalis basa pada tahap transesterifikasi. Metode yang
digunakan pada tahap esterifikasi adalah dengan memvariasikan komposisi metanol-
asam sulfat dalam reaksi, yang nantinya dari tiap sampel dapat dianalisis densitas, pH,
FFA, dan API 60oF. Melalui percobaan di dapat bahwa komposisi terbaik untuk
mengkonversi asam lemak bebas dalam trigliserida menjadi metil ester adalah
komposisi pada sampel 2. Untuk selanjutnya, digunakan sampel 2 sebagai bahan baku
tahap transesterifikasi.
Metode yang dilakukan pada tahap transeterifikasi adalah memvariasikan rasio
trigliseridametanol dengan rasio mol 1 : 2, 1 : 4, dan 1 : 6 dengan jumlah katalis KOH
0.8 %, 1%, dan 1.2 % pada masing-masing rasio yang nantinya dari tiap sampel dapat
dianalisis kadar air, FFA, pH, dan angka penyabunan. Melalui percobaan didapat yield
yang paling baik pada rasio 1 : 6 dengan jumlah KOH 1 %, yakni sebesar 81,94 % atau
163.88 gram.
Minyak kelapa sawit juga merupakan lemak semi padat yang memiliki komposisi tetap.
Seperti minyak nabati lainnya, minyak kelapa sawit merupakan senyawa yang tidak
larut dalam air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan
nontrigliserida. Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah dan inti
(kernel).

160 | E S T E R
Pada bagian serabut buah terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah
(pericarp), lapisan sebelah dalam (mesocarp atau pulp) dan lapisan paling (endocarp).
Bagian mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sekitar 56%, bagian inti (kernel)
mengandung minyak sekitar 44%, sedangkan endocarp tidak mengandung minyak
(Nurhida Pasaribu 2004 : 1-2).
Trigliserida terbentuk dari ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak.

Gliserol Asam Lemak Trigliserida Air


Jika kandungan ketiga asam lemak dalam trigliserida yang terbentuk adalah
sama (R1=R2=R3), maka trigliserida tersebut merupakan trigliserida sederhana.
Tetapi, jika salah satu asam lemak penyusunnya tidak sama, maka trigliserida tersebut
merupakan trigliserida campuran. Sifat jenuh atau tidak jenuh dari asam lemak itu
sendiri dapat dilihat dari ada tidaknya ikatan rangkap pada rantai hidrokarbon. Jika
pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap, maka asam lemak tersebut disebut
asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai
hidrokarbonnya, maka disebut asam lemak jenuh.

Asam Lemak Bebas


Kadar asam lemak bebas dihitung sebagai presentase berat (b/b) dari asam
lemak bebas yang terkandung dalam minyak sawit mentah (CPO) dimana berat
molekul asam lemak bebas tersebut dianggap sebesar 256 (sebagai asam palmitat).
Mutu minyak sawit juga dipengaruhi oleh kadar asam lemak bebasnya, karena jika
kadar asam lemaknya bebasnya tinggi, maka akan timbul bau tengik di samping juga
dapat merusak peralatan karena mengakibatkan timbulnya korosi. Pada proses
pembuatan biodiesel, kandungan asam lemak bebas dalam minyak/lemak dapat
bereaksi dengan katalis basa membentuk sabun.
R-OH + KOH K-OR + H2O
Asam Sabun

161 | E S T E R
Hal tersebut menyebabkan kehilangan katalis dalam membentuk methyl ester dan
mengurangi yield produk.
Biodiesel adalah senyawa ester alkil dari minyak nabati dengan alkohol yang
dihasilkan melalui proses transesterifikasi/esterifikasi dan mempunyai sifat fisika
mendekati minyak solar/diesel. Biodiesel (methyl ester) terbentuk melalui reaksi antara
senyawa ester (CPO) dengan senyawa alkohol (metanol) sehingga terbentuk senyawa
ester baru (methyl ester). Bahan bakar biodiesel bersifat ramah lingkungan karena
menghasilkan emisi gas buang yang jauh lebih baik dibandingkan dengan diesel/solar,
yaitu bebas sulfur, bilangan asap (smoke number) yang rendah; memiliki octane
number yang lebih tinggi sehingga pembakaran lebih sempurna (clear burning);
memiliki sifat pelumasan terhadap piston mesin; dan dapat terurai (biodegradabe)
sehingga tidak menghasilkan racun (non toxic).
Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon
antara C6 - C22. Minyak sawit merupakan salah satu jenis minyak nabati yang
mengandung asam lemak dengan rantai karbon C14 - C20, sehingga mempunyai
peluang untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel. Metil ester asam lemak
memiliki rumus molekul Cn-1H2(n-r)-1CO–OCH3 dengan nilai n yang umum adalah
angka genap antara 8 sampai dengan 24 dan nilai r yang umum 0, 1, 2, atau 3.
Beberapa metil ester asam lemak yang dikenal adalah :
1. Metil stearat, C17H35COOCH3 [n = 18 ; r = 0]
2. Metil palmitat, C15H31COOCH3 [n = 16 ; r = 0]
3. Metil laurat, C11H23COOCH3 [n = 12 ; r = 0]
4. Metil oleat, C17H33COOCH3 [n = 18 ; r = 1]
5. Metil linoleat, C17H31COOCH3 [n = 18 ; r = 2]
6. Metil linolenat, C17H29COOCH3 [n = 18 ; r = 3]

Kelebihan metil ester asam lemak dibanding asam-asam lemak lainnya :


1. Ester dapat diproduksi pada suhu reaksi yang lebih rendah.
2. Gliserol yang dihasilkan dari metanolisis adalah bebas air.

162 | E S T E R
3. Pemurnian metil ester lebih mudah dibanding dengan lemak lainnya karena titik
didihnya lebih rendah.
4. Metil ester dapat diproses dalam peralatan karbon steel dengan biaya lebih rendah
daripada asam lemak yang memerlukan peralatan stainless steel.

Metil ester asam lemak tak jenuh memiliki bilangan setana yang lebih kecil
dibanding metil ester asam lemak jenuh (r = 0). Meningkatnya jumlah ikatan rangkap
suatu metil ester asam lemak akan menyebabkan penurunan bilangan setana. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa untuk komponen biodiesel lebih dikehendaki metil
ester asam lemak jenuh seperti yang terdapat dalam fraksi stearin minyak sawit.

Pembuatan biodiesel
Bila bahan baku yang digunakan adalah minyak mentah yang mengandung
kadar asam lemak bebas (FFA) tinggi (yakni lebih dari 2% - Ramadhas dkk. (2005)),
maka perlu dilakukan proses praesterifikasi untuk menurunkan kadar asam lemak
bebas hingga sekitar 2%.
Reaksi Esterifikasi
Reaksi esterifikasi mengkonversi asam lemak bebas yang terkandung di dalam
trigliserida menjadi metil ester. Namun, membentuk campuran metil ester dan
trigliserida. Reaksi esterifikasi menurut J. Van Gerpen, dkk (2004) ditunjukkan pada
reaksi dibawah ini.
FFA + methanol → methyl ester + water
Reaksi esterifikasi berkatalis asam berjalan lebih lambat, namun metode ini
lebih sesuai untuk minyak atau lemak yang memiliki kandungan asam lemak bebas
relatif tinggi ((Freedman, Pryde dan Mounts, 1984) dan (Fukuda dkk., 2001)). Karena,
dari bentuk reaksi di atas, FFA yang terkandung di dalam trigliserida akan bereaksi
dengan methanol membentuk metil ester dan air. Jadi, semakin berkurang FFA,
methanol akan berekasi dengan trigliserida membentuk metil ester. Penelitian

163 | E S T E R
sebelumnya yang telah dilakukan oleh Aksoy, Karahman, karaosmanoglu, dan
Civelekoglu, (1998) dan Ju, (2003) menunjukkan bahwa
esterifikasi berkatalis asam dapat digunakan pada bahan baku minyak bermutu rendah
atau memiliki kandungan asam lemak bebas tinggi. Sehingga metode ini lebih sesuai
untuk CPO Offgrade.
Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi secara umum merupakan reaksi alkohol dengan
trigliserida menghasilkan methyl ester dan gliserol dengan bantuan katalis basa.
Alkohol yang umumnya digunakan adalah methanol dan ethanol. Reaksi ini cenderung
lebih cepat membentuk metyl ester dari pada reaksi esterifikasi yang menggunakan
katalis asam. Namun, bahan baku yang akan digunakan pada reaksi transesterifikasi
harus memiliki asam lemak bebas yang kecil (< 2 %) untuk menghindari pembentukan
sabun.
CH2—O—C –R1 CH2— OH
O

O
CH —O—C—R2 + 3 CH3OH CH — OH + 3 R—O—C—CH3

O
CH2—O—C—R3 CH2— OH

Reaksi antara trigliserida dan akohol dengan katalis asam pada pembuatan
biodiesel kerap disebut sebagai reaksi esterifikasi. Sedangkan, jika menggunakan
katalis basa, disebut sebagai reaksi transesterifikasi.
Pada penelitian ini, variabel yang diamatiadalah komposisi methanol dan asam
sulfat pada tahap esterifikasi, rasio mol antara trigliserida(minyak), dan massa KOH.
Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap, yakni tahap esterifikasi dan transesterifikasi.
Mula-mula dilakukan reaksi esterifikasi pada lapisan atas CPO offgrade dengan 4

164 | E S T E R
variasi pada variabel komposisi methanol dan asam sulfat pada suhu 50 - 58 oC selama
1 jam. Variasi komposisi methanol dan asam sulfat dalam satuan gram pada tahap
esterifikasi terdiri dari 2 x 2,25 x FFA : 2 x 0,05 x FFA ; 2 x 2,25 x FFA : 2 x 2 x 0,05
x FFA ; 2 x 2 x 2,25 x FFA : 2 x 0,05 x FFA ; 2 x 2 x 2,25 x FFA : 2 x 2 x 0,05 x FFA.
Lapisan atas hasil reaksi esterifikasi dari masing-masing komposisi dibandingkan satu
sama lain. Komposisi yang hasilnya paling baik akan dilanjutkan ke tahap
transesterifikasi. Penilaian hasil esterifikasi ditinjau dari kuantitas lapisan atas, nilai
FFA, pH, dan viskositas.
Setelah didapat komposisi reaksi esterifikasi yang paling baik, dilakukan
kembali reaksi esterifikasi dengan menggunakan komposisi tersebut dengan perlakuan
yang sama sebanyak variasi rasio dan persentase massa KOH yang akan dilakukan pada
tahap transesterifikasi, yakni 9 kali.
Ada peningkatan kuantitas lapisan atas terhadap variasi komposisi metanol-
asam sulfat dari komposisi sampel 1 hingga mencapai optimum pada komposisi
sampel 2. Penambahan katalis asam kuat yakni asam sulfat dapat mengurangi kadar
asam lemak bebas melalui protonasi oksigen karbonil asam
lemak bebas dalam triliserida oleh asam sulfat.
Selanjutnya, alkohol nukleofilik menyerang karbon positif, sehingga terjadi
eliminasi air yang diikuti oleh penarikan H+ oleh H2O hingga menghasilkan ester
(Fessenden, 1981). Kuantitas metil ester tertinggi terjadi pada variasi komposisi massa
methanol-asam sulfat pada sampel 2, yakni 185,04 gram. Hal ini disebabkan karena
esterifikasi bersifat dapat balik dan laju reaksi esterifikasi tergantung pada halangan
sterik dalam alkohol dan trigliserida.
Kekuatan asam dari trigliserida hanya mempunyai pengaruh yang kecil dalam
laju pembentukan ester. Dengan bertambahnya halangan sterik dalam zat antara, maka
laju reaksi pembentukan ester akan menurun sehingga rendemen esternya akan
berkurang (Rumondang Bulan, 2004). dapat dilihat bahwa terjadi kenaikan jumlah
metil ester yang dihasilkan pada tahap transesterifikasi dari percobaan dengan
menggunakan jumlah katalis KOH sebanyak 0.8% ke percobaan dengan jumlah katalis

165 | E S T E R
KOH 1 %. Kemudian jumlah metil ester menurun pada percobaan dengan
menggunakan katalis KOH sebanyak 1.2 %. Hal tersebut disebabkan karena saat
dilakukan reaksi transesterifikasi, terjadi reaksi penyabunan. Kemungkinan, metanol
yang direaksikan habis bereaksi membentuk metil ester. Namun, tidak keseluruhan
trigliserida dikonversi menjadi metil ester dan gliserol. Sehingga, residu katalis KOH
di dalam trigliserida menyebabkan KOH bereaksi dengan trigliserida membentuk
sabun.
Hal ini jelas mengurangi yield metil ester yang dihasilkan. Terjadi kenaikan
jumlah metil ester yang dihasilkan pada tahap transesterifikasi dari percobaan dengan
menggunakan jumlah katalis KOH sebanyak 0.8% ke percobaan dengan jumlah katalis
KOH 1 %. Kemudian jumlah metil ester menurun pada percobaan dengan
menggunakan katalis KOH sebanyak 1.2 %. Hal tersebut disebabkan karena saat
dilakukan reaksi transesterifikasi, terjadi reaksi penyabunan. Kemungkinan, metanol
yang direaksikan habis bereaksi membentuk metil ester. Namun, tidak keseluruhan
trigliserida dikonversi menjadi metil ester dan gliserol. Sehingga, residu katalis KOH
yang ada di dalam trigliserida menyebabkan KOH bereaksi dengan trigliserida
membentuk sabun. Hal ini jelas mengurangi yield metil ester yang dihasilkan.

c.Transesterifikasi Ester Asam Lemak Melalui Pemanfaatan Teknologi Lipase


Minyak sawit telah banyak digunakan dalam industri pangan dan non pangan
sebagai bahan baku industri farmasi, kosmetika, deterjen dan surfaktan (Ghosh dan
Bhattacharyya, 1995; Tucker dan Woods, 1995). Asam lemak dan ester asam lemak
berantai pendek juga bermanfaat sebagai senyawa aromatik penyedap rasa (Kosugi dan
Azuma, 1994; Singh dkk., 1994). Metil dan etil ester asam lemak berantai panjang
bermanfaat untuk produksi alkohol lemak serta bahan bakar pengganti untuk motor
bermesin disel (Linko dkk., 1994). Asam lemak tidak jenuh berantai panjang, antara
lain asam oleat, linoleat, linolenat dan arakhidonat (Ketaren, 1986), bahkan bermanfaat
untuk pencegahan dan penyembuhan berbagai penyakit yang berkaitan dengan sistem

166 | E S T E R
peredaran darah antara lain trombosis dan ateroklerosis (Shirasaka dan Shimizu, 1995;
Posorske, 1984).
Produksi ester alkohol berantai panjang dari asam lemak dengan cara
esterifikasi dan alkoholisis oleh katalisator kimia sudah tidak diragukan lagi. Proses
secara kimiawi tersebut memiliki keterbatasan, antara lain asam-asam dari jenis yang
lebih tidak jenuh akan mengalami polimerisasi atau perubahan-perubahan lain selama
proses esterifikasi (Sil-Roy dan Bhattacharyya, 1993). Asam lemak dengan grup-grup
fungsional seperti epoksi dan hidroksi sulit sekali untuk diesterifikasi tanpa
merusaknya terlebih dahulu. Katalisis ester yang sulit dilakukan dengan metode
kimiawi tersebut menjadi sederhana dengan pemanfaatan teknologi enzimatik lipase
(Bailey, 1950; Sulistyo dkk., 2000).
Pada penelitian ini enzim lipase digunakan sebagai biokatalisator pada reaksi
hidrolisis dan transesterifikasi trigliserida dari minyak sawit mentah dan santan kelapa
dengan alkohol atau pelarut organik lainnya untuk mensintesis produk transfer berupa
ester asam lemak. Ekstraksi enzim lipase dari mikroba Biakan mikroba penghasil
enzim lipase terdiri dari Bacillus subtilis FM-9101, Candida rugosa FM-9301, dan
Pseudomonas aerogenes FM-9201 ditumbuhkan secara terpisah. Media basal untuk
memproduksi enzim mengandung pepton 0,5%, K2HPO4 0,1%, NaCl 0,05%, MgSO4
0,05%, FeSO4 0,001%, ZnSO4 0,0001%, CuSO4 0,0001%, MnSO4 0,0001%, ekstrak
khamir 0,5% (Cowan,1981; Sulistyo dkk., 1999) dan masing-masing bahan
penginduksi (minyak zaitun) sebanyak 2,0%, pada 10 mM bufer Na-fosfat pH 4,5-6,5.
Media produksi digoyang pada suhu ruang selama 5 hari, kemudian disentrifus pada
kecepatan 10.000 rpm selama 15 menit pada 4°C dan supernatan digunakan sebagai
sumber enzim. Uji aktivitas enzimatik lipase Minyak zaitun sebanyak 1,0 mL
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL, lalu ditambahkan berturut-turut 0,5 mL
CaCl2 0,1 M dan 4,5 mL bufer asetat 0,1 M (pH 5,5). Campuran reaksi diinkubasi pada
suhu 40°C selama 10 menit, kemudian ditambahkan enzim lipase sebanyak 10% (v/v)
dari masing-masing biakan dan diinkubasi kembali pada suhu 40°C dengan digoyang
pada kecepatan 160 rpm selama 30 menit. Selanjutnya, campuran reaksi ditambah 20

167 | E S T E R
mL etanol dan 3 tetes indikator fenolptalin serta dititrasi dengan NaOH 0,05 M sampai
terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Satu unit aktivitas enzim lipase setara
dengan 1 μmol asam lemak bebas yang dihasilkan dari hidrolisis substrat yang
dikatalisis oleh enzim lipase selama 30 menit.
Pengaruh pH dan suhu pada aktivitas enzimatik lipase Campuran reaksi (dalam
erlenmeyer 100-mL) mengandung 1,0 mL minyak zaitun, 0,5 mL CaCl2 0,1 M dan 4,5
mL 0,1 M bufer asetat pada pH 4,0-8,0, diinkubasikan pada suhu 30-60°C dengan cara
digoyang pada kecepatan 160 rpm selama 30 menit. Selanjutnya, aktivitas residu enzim
lipolitiknya diuji sebagaimana cara pengujian aktivitas enzimatik tersebut di atas.
Analisis asam lemak bebas (ALB) Kadar asam lemak bebas ditentukan dengan
mengukur sebanyak 5,0 g sampel minyak dalam campuran alkoholbenzena (25: 25,
v/v). Campuran larutan ditrasi dengan KOH-alkohol (0,1N) menggunakan indikator
fenolptalin. Titrasi dilakukan sampai larutan berubah menjadi merah muda. Persentase
ALB pada setiap sampel diperoleh dari hasil penghitungan volume larutan titrant
terhadap bobot molekul minyak. Kromatografi gas (GC) Campuran reaksi dianalisis
secara kuantitatif menggunakan kromatografi gas (GC) dengan menimbang sebanyak
0,02-0,05 g sampel dan dilarutkan dengan 2,0 mL NaOH dalam metanol 0,5 M,
kemudian dipanaskan pada suhu 80°C selama 20 menit. Setelah penambahan larutan
BF3 dalam metanol sebanyak 2,0 mL, sampel dipanaskan kembali pada suhu 80°C
selama 20 menit dan selanjutnya ditambahkan NaCl jenuh dan heksan, masing-masing
sebanyak 2,0 mL. Sampel (2,0 μl) dimasukkan dalam kolom silikagel GC. GC
dijalankan dengan pelarut H2 (g) dan N2 (g) pada suhu awal 150°C dan suhu injektor
200°C. Deteksi sampel diukur dengan FID pada suhu 250°C. Reaksi hidrolisis
enzimatik Substrat (50 g minyak asam) ditempatkan dalam gelas erlenmeyer 100 mL
diinkubasikan dengan 25% (v/v) larutan enzim lipase dalam buffer pada suhu 50°C dan
digoyang pada 100 rpm diatas shaker selama 24 jam.
Reaksi hidrolisis yang terjadi diestimasi dengan pengukuran kandungan asam
lemak bebas (ALB) pada setiap sampel yang dianalisis. Emulsi lemak dihancurkan
dengan cara pemanasan pada suhu 80°C dan lapisan lemak yang mengandung enzim

168 | E S T E R
dan gliserol dipisahkan dengan cara sentrifugasi. ALB sebagai produk hidrolisis yang
terkandung dalam lapisan lemak selanjutnya dianalisis. Reaksi transesterifikasi ester
asam lemak Substrat CPO dan pelarut alkohol (etanol, metanol, propanol, butanol
konsentrasi 10-25%) atau buffer sebagai kontrol dalam gelas erlenmeyer 100-mL
diinkubasi dengan 25% larutan enzim lipase dari beberapa biakan mikroba (B. subtilis,
C. rugosa dan P. aerogenes) dengan cara dikocok menggunakan pengocok magnetis
pada suhu 50°C selama 24 jam. Campuran produk (masing-masing sebanyak 2,0 mL)
disaring untuk memisahkannya dari kotoran yang tidak terlarut. Hasil reaksi dianalisis
secara kualitatif menggunakan kromatografi lapis tipis (TLC; thin layer
chromatography) dan secara kuantitatif menggunakan GC. TLC. Sampel diencerkan
dengan etanol dengan perbandingan 1:10. Sebanyak 0,01 mL sampel encer digunakan
untuk analisis TLC. Untuk mengetahui spot produk yang terkromatografi, plat TLC
dikembangkan dalam larutan heksan:dietil eter:asam asetat (80:20:1) selama satu jam.
Setelah dikeringkan, plat TLC disemprot dengan 0,1% 2’,7’-diklorofluoresin dalam
99,5% etanol dan selanjutnya diamati pada panjang gelombang 254 dan 360 nm. GC.
Sampel (2,0 μL) dimasukkan dalam kolom silikagel GC. GC dijalankan dengan pelarut
H2 (g) dan N2 (g) pada suhu awal 150°C dan suhu injektor 200°C. Deteksi cuplikan
diukur dilakukan dengan FID pada suhu 250°C.
Hasilnya Isolat yang dipilih untuk pengujian aktivitas lipolitik adalah bakteri
yang diisolasi dari sampel limbah mengandung minyak. Hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa dari beberapa isolat yang telah diidentifikasi, tiga biakan
penghasil enzim lipase yaitu C. rugosa, B. subtilis dan P. aerogenes menunjukkan
aktivitas lipolitik secara signifikan, masing-masing sebesar 32.10 U/mL, 37,05 U/mL
dan 36,08 U/mL, setelah ketiga biakan tersebut diprakulturkan pada substrat
mengandung minyak zaitun 2% dan pada suhu ruang (Sulistyo dkk., 2001). Hasil uji
pengaruh pH dan suhu pada perumbuhan enzim lipase dari berbagai sumber biakan
menunjukkan bahwa pH dan suhu optimal untuk aktivitas enzim lipase dari C. Rugosa,
B. subtilis dan P. aerogenes masing-masing adalah pada pH 4,5 (5,14 μmol/menit) dan
suhu 45°C (5,33 μmol/menit), pada pH 7,0 (masing-masing 5,81 μmol/menit dan 5,85

169 | E S T E R
μmol/menit), dan pada suhu 40°C dan 45°C (masing-masing 5,98 μmol/menit dan 5,92
μmol/menit) (Gambar 1 dan 2).
Hasil uji kualitatif perubahan pada substrat CPO setelah terjadi reaksi enzimatik
menggunakan beberapa biakan penghasil enzim lipase. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sumber enzim lipase berpengaruh pada proses transesterifikasi, meskipun pada
konsentrasi 10-25% pengaruh enzim tidak signifikan. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa enzim lipase dari biakan tertentu dapat bekerja secara efektif dan efisien sebagai
biokatalisator pada proses transesterifikasi (Herawan dan Eka, 1996), karena kondisi
media bagi aktivitas enzimatik menjadi optimal, sehingga terjadi proses penguraian
trigliserida yang diikuti pembentukan asam lemak yang diperlukan untuk sintesis ester
asam lemak. Terjadinya reaksi transesterifikasi dapat dianalisis berdasarkan
perbandingan jumlah gugus hidroksil pada substrat sebelum dan sesudah reaksi
enzimatik. Hasil bahwa enzim lipase berpengaruh terhadap penurunan kadar asam
lemak bebas (ALB) pada substrat CPO. Pada reaksi hidrolisis, penambahan enzim
lipase dari C. rugosa dapat menurunkan kadar ALB sebanyak 25%., sedangkan
penambahan enzim lipase dari B. subtilis dan P. aerogenes hanya menurunkan kadar
ALB sekitar 6-7%. Akan tetapi dengan penambahan santan kelapa atau butanol sebagai
pelarut organik, penurunan kadar ALB substrat mencapai 29-30%, bahkan hingga 34%
pada substrat dengan penambahan butanol yang direaksikan dengan enzim lipase dari
C. rugosa. kromatogram TLC hasil reaksi
substrat CPO setelah penambahan butanol 10% dan dinkubasi menggunakan enzim
lipase dari C. Rugosa selama 48 jam. Secara kualitatif terjadinya reaksi transglikosilasi
dapat ditandai dengan adanya pembentukan spot-spot sebagai produk transfer (PT)
yang terdeteksi pada kromatogram hasil analisis TLC. Ester asam lemak yang memiliki
polaritas lebih tinggi, memiliki spot kromatogram dengan nilai-Rf yang lebih tinggi
(0,82) dibanding nilai-Rf produk asam lemak bebas hasil hidrolisis trigliserida pada
CPO antara lain stearat (Rf 0,59), palmitat (Rf 0,46), linoleat (Rf 0,25), linolenat (Rf
0,09) dan oleat (Rf 0,04).

170 | E S T E R
Kondisi campuran reaksi mengandung substrat CPO setelah penambahan
pelarut alkohol (metanol, etanol, butanol dan propanol) 10-25%, dinkubasi dengan
enzim lipase dari C. rugosa selama 48 jam. Secara kualitatif terjadinya reaksi
transesterifikasi ditunjukkan dengan adanya pembentukan ester asam lemak yang
memiliki polaritas dan solubilitas lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (buffer)
yang tidak diberi penambahan pelarut alkohol (Saifuddin dan Chua, 2004). Campuran
reaksi menunjukkan terjadinya perubahan sifat kelarutan yang lebih baik, ditandai
dengan tingginya kadar asam lemak tidak jenuh dari golongan oleat, linoleat dan
linolenat sebagai produk asam lemak bebas hasil hidrolisis trigliserida secara enzimatik
pada CPO.
Campuran reaksi mengandung substrat CPO dan beberapa pelarut alkohol
sebagai akseptor reaksi transesterifikasi dengan enzim lipase dari biakan C. rugosa.
Hasil analisis kromatografi gas pada substrat CPO yang telah direaksikan dengan
butanol dan enzim lipase dari C. rugosa, menunjukkan bahwa komposisi kandungan
asam lemak tidak jenuh yang merupakan asam lemak esensial, terbentuk lebih tinggi
dibanding kandungan asam lemak jenuh. Hasil tersebut memberi indikasi bahwa
komposisi asam lemak bebas pada substrat CPO sebelum dan sesudah mengalami
reaksi transesterifikasi, mengalami perubahan yang nyata. Reaksi transesterifikasi
menggunakan butanol dengan enzim lipase dari C. Rugosa dapat meningkatkan
kandungan asam lemak tak jenuh yaitu asam oleat, linoleat dan linolenat, masing-
masing sebesar 19%, 29% dan 42%, serta menurunkan asam lemak jenuh, yaitu laurat
dan palmitat masing-masing sebesar 87% dan 45%, akan tetapi sebaliknya kandungan
asam lemak jenuh stearat juga meningkat sebesar 53%.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak seluruh komponen asam lemak tidak
jenuh dapat ditingkatkan mengikuti penurunan kandungan sebagian asam lemak jenuh.
Sebaliknya Reaksi enzimatik menggunakan butanol dengan enzim lipase dari B.
subtilis dan P. aerogenes tidak dapat meningkatkan kandungan asam lemak tak jenuh
yang terdiri dari asam oleat, linoleat dan linolenat, meskipun dapat menurunkan asam
lemak jenuh, khususnya asam laurat dan palmitat, masing-masing sebesar 96% dan

171 | E S T E R
62% (B. subtilis) serta 97% dan 69% (P. aerogenes). Peningkatan kandungan asam
stearat juga terjadi meskipun tidak terlalu besar. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa
sumber enzim berpengaruh terhadap peningkatan atau penurunan kandungan asam
lemak bebas secara cukup signifikan pada ketersediaan akseptor butanol. Perubahan
komposisi dan kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada substrat CPO belum
optimal, sehingga masih dapat ditingkatkan lagi mengingat tingginya kandungan asam
palmitat pada CPO (40-46%) belum sepenuhnya dapat termanfaatkan dengan baik.
Untuk meningkatkan reaksi transesterifikasi secara lebih efektif dan efisien, diperlukan
optimasi perihal sumber enzim dari berbagai sumber biakan mikroba, khususnya dari
golongan termofilik dan alkalotoleran, serta kondisi optimum inkubasi maupun jenis
pelarut organiknya, agar seluruh kandungan asam lemak jenuh yang terdapat dalam
substrat dapat ditransferkan menjadi ester asam lemak secara optimal (Winarno, 1987).
Indikasi tersebut didasarkan pada asumsi apabila efektivitas enzim pada reaksi
transesterifikasi menjadi sangat tinggi, maka kandungan asam lemak tidak jenuh akan
meningkat, sehingga minyak akan tetap mencair pada suhu ruang dan fungsinya
sebagai bahan berminyak dapat dimanfaatkan secara optimal, antara lain sebagai
senyawa aromatik penyedap rasa, untuk produksi alkohol lemak atau untuk
pemanfaatan sebagai produk farmaka yang berfungsi untuk pencegahan dan
penyembuhan penyakit yang berkaitan dengan sistem peredaran darah, antara lain
trombosis dan arteriosklerosis.
Kesimpulan Penelitian ini membuktikan bahwa asam lemak pada minyak sawit
mentah (CPO) dan minyak kelapa, dapat direaksikan secara transesterifikasi
menggunakan enzim lipase yang diekstraksi dari biakan mikroba, antara lain C. rugosa,
B. subtilis dan P. aerogenes menjadi ester asam lemak, pada ketersediaan butanol
sebagai pelarut organik. Selain itu, reaksi transesterifikasi dengan enzim lipase dari C.
rugosa juga menyebabkan terjadinya perubahan pada kandungan asam lemak bebas.
Perubahan cukup signifikan yang ditunjukkan oleh adanya penurunan beberapa
komponen asam lemak jenuh, diikuti dengan peningkatan beberapa komponen asam

172 | E S T E R
lemak tidak jenuh sebagai asam lemak esensial, memberikan indikasi yang prospektif
perihal pemanfaatan enzim lipase dari biakan mikroba.

d.ESTERIFIKASI l-MENTOL DAN ANHIDRIDA ASETAT DENGAN


VARIASI RASIO MOL REAKTAN
Ester merupakan senyawa berbau harum, yang dapat diperoleh dari reaksi
antara alkohol dan asam karboksilat. Senyawa tersebut banyak digunakan dalam
industri parfum, kosmetik, dan makanan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan
esterifikasi terhadap l-mentol dengan anhidrida asetat dan mengetahui pengaruh rasio
mol l-mentol:anhidrida asetat (1:1, 2:1, 3:1, 4:1, 5:1) terhadap produk ester yang
dihasilkan. Reaksi dilakukan dengan mencampurkan senyawa l-mentol, anhidrida
asetat dan katalis H2SO4 98 % dalam pelarut dietil eter dalam refluks selama 1 jam.
Hasil sintesis dianalisis berdasarkan penentuan sifat fisik (warna,bau) dan
dikarakterisasi dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Spektrofotometri Infra Merah
(FT-IR), Kromatografi Gas (KG), dan Kromatografi Gas-Spektrometri Massa (KG-
SM). Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa hasil sintesis masih berupa campuran
yaitu l-mentol dan l-mentil asetat, berupa cairan berwarna kuning dan berbau khas mint.
Rasio mol l-mentol dan anhidrida asetat mempengaruhi produk l-mentil asetat. % rasio
tertinggi l-mentil asetat yaitu sebesar 18,79 % pada rasio mol l-mentol:anhidrida asetat
2:1. Sedangkan rendemen tertinggi senyawa l-mentil asetat yaitu sebesar 28,28 % pada
rasio mol l-mentol:anhidrida asetat 2:1.
Mentol merupakan komponen utama minyak atsiri tanaman Mentha (Mentha
piperita, Mentha arvensis, dan sebagainya) dan juga dapat diperoleh dari hasil sintesis,
senyawa tersebut berupa kristal yang mempunyai aroma seperti mint, memberikan
sensasi dingin dan menyegarkan. Secara struktur senyawa tersebut termasuk senyawa
alkohol monoterpen siklik, berupa alkohol sekunder dan mempunyai 8 stereoisomer.
Mentol alami mempunyai sifat optis aktif yaitu konfigurasi l-mentol yang disebut
levomentol, dan berdasarkan sistem IUPAC 2-isopropil-5-metil-sikloheksanol dengan
berat molekul 156,27 g/mol dan mempunyai rumus molekul (C10H20O) .

173 | E S T E R
Anhidrida asetat dengan rumus molekul (CH3CO)2O mempunyai bau yang
tajam dengan berat molekul 102,09 g/mol, titik didih (760 mmHg) 138,6 oC, dan titik
lebur -73 oC. Reaksi anhidrida asetat dengan alkohol menghasilkan senyawa ester,
senyawa tersebut digunakan sebagai pereaksi dalam reaksi esterifikasi karena
merupakan turunan asam karboksilat paling reaktif setelah asil halida. Kegunaan
anhidrida asetat pada umumnya sebagai pereaksi dalam pembuatan ester asetat,
asetilasi pada obat-obatan dan pereaksi lainnya.
Senyawa mentol dapat dibuat menjadi mentil asetat dengan reaksi esterifikasi
Fischer menggunakan katalis asam. Menurut penelitian Roji (2001) diperoleh
rendemen (-)-mentil asetat sebesar 29,57 % dari (+)-mentol:anhidrida asetat 4:1 pada
temperatur 30 oC selama 48 jam [9] tapi belum diperoleh informasi pengaruh rasio mol
l-mentol dan anhidrida asetat, sehingga dalam penelitian ini dilakukan reaksi
esterifikasi Fischer l-mentol dan anhidrida asetat pada berbagai mol rasio dalam refluks
dengan temperatur 60 oC selama 1 jam.
Bahan kimia yang digunakan berderajat p.a produk Merck kecuali disebutkan
lain meliputi plat KLT silika GF254, anhidrida asetat, dietil eter, asam sulfat 98 %,
natrium bikarbonat, magnesium sulfat heptahidrat, etil asetat, n-heksana, metanol,
akuades (teknis), l-mentol (teknis) merk RRT Xinjing, dan gas nitrogen (teknis).
Peralatan gelas yang digunakan adalah seperangkat alat refluks dilengkapi
dengan corong tetes (kapasitas 100 mL), gelas arloji, vial, corong gelas, corong pisah
(kapasitas 125 mL), gelas kimia (kapasitas 50 mL,100 mL), pipet tetes, pengaduk gelas,
labu takar (kapasitas 100 mL). Selain itu juga termometer, mortar, cawan porselen,
neraca analitik (Precision Advanced) dan pipet mikro (Acura Manual 825) dengan
volume 0,5 – 10 μL. Sedangkan instrumentasi yang digunakan adalah FT-IR
(Shimadzu-8400 Series), KG (Agilent J&W HP-5) dilengkapi kolom HP-5 berisi fasa
diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar), panjang kolom 30 m, dan diameter
kolom 0,320 mm, serta KG-SM (Shimadzu QP-2010 Series) dilengkapi kolom Restek
Rtx-5MS berisi fasa diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar), panjang kolom
30 m, dan diameter kolom 0,320 mm.

174 | E S T E R
Esterifikasi l-mentol:anhidrida asetat pada variasi rasio mol 1:1 (E1); 2:1 (E2);
3:1 (E3); 4:1 (E4); dan 5:1 (E5) dilakukan dengan ditimbang sebanyak 3,90 g (0,025
mol); 7,82 g (0,050 mol); 11,72 g (0,075 mol); 15,63 g (0,10 mol) dan 19,53 g (0,125
mol), kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu leher 3, ditambah pelarut
dietil eter, dan anhidrida asetat masing-masing sebanyak 2,36 mL (0,025 mol).
Selanjutnya 0,12 g (0,001 mol) katalis asam sulfat 98 % ditambahkan ke dalam
campuran tersebut dan direfluks selama 1 jam pada temperatur 60 oC. Campuran hasil
sintesis ditambah larutan NaHCO3 5 % hingga mencapai pH akuades, selanjutnya 2
lapisan yang terbentuk yaitu fasa organik dan fasa air dipisahkan. Fasa organik
ditambah MgSO4 anhidrat sebanyak 0,013 mol pada E1; 0,019 mol pada E2; 0,015
mol pada E3; 0,011 mol pada E4; dan 0,015 mol pada E5. Selanjutnya fasa organik
dimasukkan dalam vial dan diuapkan pelarutnya dengan pengaliran gas nitrogen
sampai berat konstan. Selanjutnya disimpan dalam vial tertutup di lemari pendingin
untuk dilakukan analisis selanjutnya.
Karakterisasi senyawa l-mentol dan campuran hasil sintesis dilakukan
berdasarkan penentuan sifat fisik (warna, bau) dan dianalisis dengan KLT, FT-IR, KG,
dan KG-SM. Monitoring reaksi esterifikasi dilakukan pada plat silika GF254 yang
telah diaktivasi dalam oven selama 5 menit pada temperatur 110 oC dengan eluen n-
heksana:etil asetat 9:1, dan penampak noda larutan H2SO4 5% dalam metanol.
Kromatogram yang diperoleh berupa noda dihitung nilai Retardation factor (Rf) nya.
Analisis gugus fungsi senyawa l-mentol dan campuran hasi sintesis
dikarakterisasi dengan spektrofotometer FT-IR menggunakan metode lapisan tipis.
Sampel dilapiskan pada lempeng NaCl. Selanjutnya lempeng NaCl diletakkan diantara
dua celah cell holder yang100 mL). Selain itu juga termometer, mortar, cawan
porselen, neraca analitik (Precision Advanced) dan pipet mikro (Acura Manual 825)
dengan volume 0,5 – 10 μL. Sedangkan instrumentasi yang digunakan adalah FT-IR
(Shimadzu-8400 Series), KG (Agilent J&W HP-5) dilengkapi kolom HP-5 berisi fasa
diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar), panjang kolom 30 m, dan diameter
kolom 0,320 mm, serta KG-SM (Shimadzu QP-2010 Series) dilengkapi kolom Restek

175 | E S T E R
Rtx-5MS berisi fasa diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar), panjang kolom
30 m, dan diameter kolom 0,320 mm.100 mL). Selain itu juga termometer, mortar,
cawan porselen, neraca analitik (Precision Advanced) dan pipet mikro (Acura Manual
825) dengan volume 0,5 – 10 μL. Sedangkan instrumentasi yang digunakan adalah FT-
IR (Shimadzu-8400 Series), KG (Agilent J&W HP-5) dilengkapi kolom HP-5 berisi
fasa diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar), panjang kolom 30 m, dan
diameter kolom 0,320 mm, serta KG-SM (Shimadzu QP-2010 Series) dilengkapi
kolom Restek Rtx-5MS berisi fasa diam 5 % fenil / 95 % metilpolisiloksan (nonpolar),
panjang kolom 30 m, dan diameter kolom 0,320 mm.
Analisis menggunakan KG-SM dilakukan dengan cara menyuntikkan senyawa
l-mentol sebanyak 0,5 μL dengan kondisi operasional yaitu temperatur kolom 50 oC,
temperatur injektor 225 oC, tekanan gas 10,9 kpa, kecepatan aliran gas 20,9 mL/menit,
Split ratio 33, dan gas pembawa He. Sedangkan analisis terhadap campuran hasil
sintesis dilakukan dengan menyuntikkan campuran tersebut sebanyak 0,5 μL dengan
kondisi operasional yaitu temperatur kolom 70 oC, temperatur injektor 310 oC, tekanan
gas 10,9 kpa, kecepatan aliran gas 179,4 mL/menit, Split ratio 158, dan gas pembawa
He. Data yang diperoleh berupa TIC dan spektrum massa. Data TIC hasil analisis KG-
SM terhadap l-mentol digunakan untuk mengetahui kemurniannya dan spektrum massa
dari puncak TIC l-mentol yang diperoleh digunakan untuk mengetahui pola
fragmentasi senyawa l-mentol untuk dibandingkan dengan spektrum massa senyawa l-
mentol pada pustaka WILEY7.LIB. Sedangkan data TIC hasil analisis KG-SM
terhadap campuran hasil sintesis digunakan untuk mengetahui profil komponen
senyawa penyusun hasil sintesis dan komposisinya.
Hasil esterifikasi diperoleh senyawa berupa cairan berwarna kuning dan berbau
khas mint. Karakterisasi senyawa l-mentol dan senyawa penyususn hasil sintesis
dilakukan dengan KLT, FT-IR, KG, dan KG-SM. Analisis senyawa hasil sintesis
dengan KLT diperoleh kromatogram berupa 2 noda berwarna kuning kecoklatan
dengan Rf noda I = 0,38, menurut Poltor (2000) harga Rf senyawa l-mentol dalam

176 | E S T E R
ekstrak daun Peppermint dan daun Spearmint dengan eluen n-heksana:etil asetat 9:1
[10]. Sedangkan Rf noda II = 0,80 diduga adalah Rf produk esternya.
Data spektrum IR menunjukkan adanya gugus ester yaitu adanya vibrasi ulur
C=O pada bilangan gelombang 1737,74 cm-1, vibrasi ulur C–O pada bilangan
gelombang 1245,93 cm-1. Selain itu adanya vibrasi ulur O-H pada bilangan gelombang
3353,98 cm-1 dan vibrasi ulur C−O alkohol sekunder pada bilangan gelombang
1024,13cm-1 menunjukkan bahwa hasil esterifikasi masih mengandung l-mentol.
Analisis dengan KG dan KG-SM menunjukkan telah terbentuk senyawa l-
mentil asetat dengan area dan TIC yang berbeda dari puncak awalnya. Analisis
kromatogram campuran hasil sintesis dengan KG diperoleh 2 puncak, puncak I dengan
waktu retensi (tR) = 7,434 menit diduga adalah l-mentol sedangkan puncak II dengan
tR = 9,467 menit diduga adalah l-mentil asetat, senyawa tersebut mempunyai tR lebih
lama dibanding l-mentol dikarenakan sifatnya yang nonpolar sehingga lebih tertahan
pada kolom.
Hasil analisis KG-SM terhadap senyawa l-mentol dan campuran hasil sintesis
menunjukkan perbedaan tR l-mentol sebelum dan sesudah disintesis. Hal ini diduga
adanya perbedaan kondisi operasional analisis. Rasio mol mempengaruhi rendemen l-
mentil asetat yang diperoleh dari reaksi esterifikasi.

e.Sintesis Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) dari Metil Laurat


Telah dilakukan penelitian tentang Sintesis Surfaktan Metil Ester Sulfonat
(MES) dari Metil Laurat. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan mol
terbaik antara metil ester dari asam laurat dengan agen pensulfonasi NaHSO3 dalam
sulfonasi metil laurat. Variasi rasio mol yang digunakan mencakup perbandingan 1:1;
1:1,2; 1:1,4; dan 1:1,6 (v/b). Rasio 1 : 1,4 menghasilkan MES yang terbaik dengan nilai
stabilitas emulsi 94,5 menit, bilangan asam 1,3 ml KOH/g sampel dan tegangan
permukaan sebesar 39,3 dyne/cm. Sintesis MES dihasilkan dengan adanya gugus

177 | E S T E R
sulfonat yang diperlihatkan dalam spektra FTIR pada bilangan gelombang di sekitar
1366,52 hingga 1015,30 cm-1.

Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan pemukaan (surface


active agent) yang dapat diproduksi secara sintesis kimiawi atau biokimiawi. Salah satu
jenis surfaktan yang dapat digunakan sebagai bahan aktif penurun tegangan permukaan
tersebut adalah Metil Ester Sulfonat (MES) yang berbahan dasar minyak nabati
(Lestari, 2006).
Surfaktan MES merupakan jenis surfaktan anionik yang umumnya
dimanfaatkan sebagai bahan aktif dalam produk detergen. Bahan dasar pembuatan
detergen adalah rantai panjang alkohol jenuh C12 hingga C18. Detergen mengandung
gugus sulfat atau sulfonat yang dapat larut dalam air dan memiliki rantai karbon
panjang yang larut dalam oli dan vaselin (Sastrohamidjojo, 2005).
Surfaktan metil ester sulfonat diperoleh dari proses esterifikasi/ transesterifikasi
dan dilanjutkan dengan proses sulfonasi yaitu dengan mereaksikannya dengan pereaksi
sulfonat. Disebut dengan reaksi sulfonasi karena melibatkan penambahan sulfat pada
senyawa organik. Bernardini (1983) dan Pore (1993) dalam Supriningsih (2010)
menjelaskan bahwa salah satu pereaksi yang umum digunakan pada proses sulfonasi
adalah NaHSO3. Sulfonasi merupakan penghasil produk turunan yang terbentuk
melalui reaksi antara kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak dan alkohol lemak.

Salah satu jenis asam lemak yang potensial dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan MES adalah asam laurat yang memiliki jumlah atom karbon sebanyak 12
(C12). Menurut Foster (1996) dalam Hidayati (2012), beberapa hal yang harus
dipertimbangkan untuk menghasilkan kualitas MES terbaik adalah rasio mol, suhu
reaksi, lama reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, bahan untuk sulfonasi
(NaHSO3, H2SO4), waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi. Beberapa hasil
penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hasil optimum dari proses
sulfonasi diperoleh dengan rasio mol yang berbeda.

178 | E S T E R
Menurut Hidayati (2009), dalam proses sulfoansi menggunakan bahan CPO
pada rasio mol 1:1,5 dan lama reaksi di atas 5 jam dapat meningkatkan nilai tegangan
muka. Hidayati (2009) juga menjelaskan bahwa menurut Sheats dan Arthur (2002),
rasio mol reaktan yang digunakan untuk sulfonasi menggunakan gas SO3 pada kisaran
1:1,2–1:1,3. Rasio mol berlebihan akan menghasilkan produk samping berupa olefin,
asam sulfat dan hidrolisis ester yang menghasilkan di-salt. Berdasarkan hasil penelitian
lainnya, berdasarkan optimasi proses pembuatan MES dari bahan baku metil ester
minyak Jarak Pagar menunjukkan bahwa kondisi kombinasi perlakuan optimum terjadi
pada suhu sulfonasi 102oC, lama sulfonasi 3,9 jam.

Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian untuk menentukan kondisi yang


optimum dari rasio mol untuk memproduksi MES secara maksimal dengan
menggunakan bahan baku asam laurat dengan agen pensulfonasi NaHSO3.

Surfaktan MES merupakan jenis surfaktan anionik yang umumnya


dimanfaatkan sebagai bahan aktif dalam produk detergen. Bahan dasar pembuatan
detergen adalah rantai panjang alkohol jenuh C12 hingga C18. Detergen mengandung
gugus sulfat atau sulfonat, keduanya berguna karena larut dalam air dan memiliki rantai
karbon panjang yang larut dalam oli dan vaselin (Sastrohamidjojo, 2005).
Produksi surfaktan MES dihasilkan melalui proses sulfonasi dengan
mereaksikan metil ester dengan agen sulfonasi NaHSO3. Keunggulan dari Na-bisulfit
(NaHSO3) menurut Hidayati (2006) bahwa produk yang dapat dihasilkan berwarna
lebih cerah dan mudah diaplikasikan pada skala produk kecil. Dalam penelitian ini
dilakukan variasi rasio mol dengan agen pensulfonasi dibuat berlebih.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil


kesimpulan bahwa rasio mol 1:1,4 kondisi terbaik berdasarkan dari hasil perlakuan.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dari surfaktan Metil Ester Sulfonat
(MES), antara lain: rasio mol, lama reaksi, suhu reaksi, dan kondisi proses pemurnian.

179 | E S T E R
f.Etil Asetat pada Pisang

Etil asetat adalah senyawa organik dengan rumus empiris CH3COOC2H5.


Senyawa ini merupakan ester dari ethanol dan asam asetat. Senyawa ini berwujud
cairan tak berwarna, memiliki aroma khas. Etil asetat adalah pelarut polar menengah
yang volatil (mudah menguap), tidak beracun, dan tidak higroskopis. Etil asetat dibuat
melalui reaksi esterifikasi Fischer dari asam asetat dan etanol. Reaksi esterifikasi
Fischer adalah reaksi pembentukan ester dengan cara merefluks asam karboksilat
bersama etanol dengan katalis asam. Reaksi esterifikasi merupakan reaksi reversible
yang sangat lambat, tetapi bila menggunakan katalis, kesetimbangan reaksi akan
tercapai lebih cepat. Asam yang dapat digunakan sebagai katalis adalah asam sulfat,
asam klorida, dan asam fosfat. Dari reaksi asam asetat dan etanol inilah akan
menghasilkan etil asetat dengan persamaan reaksinya :

CH3COOH + C2H5OH ⇌ CH3COOC2H5 + H2O


Asam asetat Etanol Etil asetat Air

Etil asetat bersifat volatil, relatif tidak toksik dan tidak higroskopis.

Berat Molekul 88,105 gr/mol


Wujud Cairan Bening
Densitas 0,897 gr/ml
Titik Leleh -83,6 °C

180 | E S T E R
Titik Didih 77,1 °C
Titik Nyala -4 °C

Beberapa kegunaan etil asetat :


1. Sebagai bahan pelarut cat dan bahan baku pembuatan plastik

2. Untuk kebutuhan industri farmasi

3. Sebagai bahan baku bagi industri tinta cetak

4. Sebagai bahan baku bagi pabrik parfum, flavor, kosmetik, dan minyak atsiri
(McKetta and Cuningham, 1994).

Bahan Baku Pembuatan Etil Asetat , Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan
salah satu jenis buah-buahan tropis yang tumbuh subur dan mempunyai wilayah
penyebaran merata di seluruh wilayah Indonesia. Pisang merupakan komoditas
unggulan yang mudah diusahakan, berumur singkat dan dapat dipanen sepanjang
tahun. Kulit pisang dapat dimanfaatkan secara langsung sebagai makanan ternak. Akan
tetapi, limbah kulit pisang ini berpotensi untuk diolah menjadi bahan baku yang
berguna dan mempunyai nilai lebih. Kulit pisang mengandung komponen yang
bernilai, seperti karbohidrat, vitamin C, kalsium dan nutrien lainnya. Berdasarkan sifat
fisik dan kimianya, limbah kulit pisang sangat berpotensi untuk digunakan sebagai
sumber karbon dalam pembuatan alkohol.

Pembuatan Etil Asetat


1 Hidrolisis
2. Esterifikasi
3. Fermentasi

181 | E S T E R
Data produksi pisang di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Hal ini tentunya berbanding lurus dengan limbah yang dihasilkan yaitu
berupa kulit pisang. Berat kulit pisang dari berat keseluruhan buah pisang mencapai
30-40% dari total berat seluruh buah pisang. Kulit pisang mengandung komponen yang
bernilai, seperti karbohidrat, vitamin C, kalsium dan nutrien lainnya. Pada umumnya
kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata dan hanya dibuang sebagai limbah
organik saja atau digunakan sebagai bahan makanan ternak seperti kambing, sapi atau
kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang
menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai produk yang memiliki nilai
ekonomis tinggi misalnya etil asetat.
Selama ini, penelitian yang sudah ada masih mengenai pemanfaatan kulit
pisang sebagai bahan baku etanol. Dimana kulit pisang dihidrolisis terlebih dahulu
untuk mendapatkan glukosa kemudian difermentasi untuk diubah menjadi etanol. Pada
penelitian ini, kulit pisang diubah hingga menjadi etanol kemudian diesterifikasi
dengan asam asetat menjadi etil asetat. Jika dibandingkan dari prosesnya, tentu proses
ini lebih panjang dan lebih membutuhkan waktu yang lebih lama, jika dibandingkan
dengan proses pembuatan etanol. Tetapi jika dibandingkan dari segi harga dengan etil
asetat, etil asetat memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan etanol.
Harga jual etanol di pasaran adalah Rp. 236.000/L sementara harga jual etil asetat Rp.
671.600/L. Oleh sebab itu, penulis lebih memilih untuk lebih memanfaatkan kulit
pisang dalam pembuatan etil asetat.
Etil asetat adalah cairan jernih, tak berwarna, berbau khas yang digunakan
sebagai pelarut tinta, perekat dan resin. Jika dibandingkan dengan etanol, etil asetat
memiliki koefisien distribusi yang lebih tinggi dibanding etanol termasuk
kelarutannya dalam gasoline. Selain dari penggunaannya sebagai pelarut, etil asetat
dapat berfungsi sebagai bahan aditif untuk meningkatkan bilangan oktan pada bensin
serta dapat berguna sebagai bahan baku kimia serba guna. Dari penelitian ini
diharapkan limbah kulit pisang yang selama ini tidak memiliki nilai ekonomis dapat
dimanfaatkan sebagai bahan yang bernilai ekonomi tinggi seperti etil asetat. Untuk itu

182 | E S T E R
perlu dilakukan kajian potensi ekonomi etil asetat dari limbah kulit pisang. Namun,
dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Dalam hal ini,
harga etil asetat mengacu pada harga komersial dari etil asetat di pasaran.

Harga etil asetat 60% = Rp. 200.000/L


Harga etil asetat 99,5% = Rp. 671.600/L
Dapat dilihat bahwa, kadar etil asetat yang semakin tinggi akan meningkatkan
harga jual etil asetat tersebut. Semakin tinggi kadar etil asetat yang diperoleh maka
harga jualnya akan semakin meningkat dimana akan semakin menambah nilai
ekonomis dari kulit pisang yang selama ini hanya dimanfaatkan secara terbatas dan
juga dapat mengurangi sampah organik serta mengurangi dampak lingkungan dari
pembuangan limbah kulit pisang ke lingkungan.

g.ESTERIFIKASI 2-ISOPROPIL-5-METILSIKLOHEKSANOL (l-MENTOL)


MENGGUNAKAN ASAM PROPIONAT

Mentol merupakan salah satu komponen minyak peppermint (Mentha piperita).


Senyawa tersebut dapat diubah menjadi senyawa ester yang mempunyai aroma lebih
tajam dibandingkan senyawa alkoholnya. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan
esterifikasi terhadap l-mentol menggunakan asam propionat dan mengetahui pengaruh
rasio mol reaktan terhadap produk ester yang dihasilkan. Esterifikasi dilakukan dengan
mereaksikan senyawa l-mentol, asam propionat dan katalis asam sulfat dalam pelarut
dietil eter dengan refluks selama 1 jam. Rasio mol l-mentol dan asam propionat yang
digunakan adalah 1:1, 1:2, 1:3, 1:4.
Senyawa hasil esterifikasi dikarakterisasi berdasarkan sifat fisik yaitu warna,
bau dan analisis menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Gas
(KG), Kromatografi Gas-Spektrometer Massa (KG-SM) dan Spektrofotometri FT-IR.
Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa hasil sintesis berupa campuran l-mentol dan l-
mentil propionat berwarna kuning serta berbau harum lebih tajam daripada l-mentol.

183 | E S T E R
Rendemen tertinggi yaitu 22,5 % diperoleh pada rasio mol l-mentol:asam propionat
1:1.
Mentol (2-isopropil-5-metilsikloheksanol) merupakan alkohol monoterpen
siklik mempunyai 8 isomer optis aktif dengan sifat organoleptik yang berbeda.
Konfigurasi mentol yang sering digunakan adalah l-mentol karena mempunyai aroma
lebih segar daripada isomer lainnya. l-mentol dapat ditemukan pada minyak atsiri dari
daun Mentha canadensis L. dan Mentha. x piperita L. Senyawa tersebut digunakan
sebagai penambah aroma pada industri makanan, kosmetik dan farmasi. Aroma
senyawa alkohol kurang tajam jika dibandingkan mempengaruhi reaksi esterifikasi
yaitu katalis, waktu reaksi dan rasio mol yang digunakan. Reaksi esterifikasi yang
dilakukan tanpa menggunakan katalis berlangsung sangat lambat dan memerlukan
waktu beberapa hari untuk memperoleh produk. Katalis yang dapat digunakan berupa
asam, basa dan enzim.
Penelitian reaksi esterifikasi mentol dengan asam karboksilat selama ini
dilakukan menggunakan katalis enzim. Katalis enzim digunakan karena mentol
mempunyai 8 stereoisomer sehingga selektif terhadap salah satu enansiomer untuk
memperoleh hasil sintesis dengan enantiomer tertentu. Zhongxian et al. telah
melakukan esterifikasi dl-mentol dengan asam propionat menggunakan katalis enzim
lipase dari Candida cylinfracea dan mempelajari pengaruh temperatur, waktu dan pH
larutan buffer terhadap rendemen mentil propionat. Rentang temperatur yang diteliti
yaitu 30-55 °C dengan waktu reaksi 1 sampai 22 hari. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rendemen mentil propionat terbesar yaitu 31,8 % pada temperatur 45 °C dan
waktu reaksi 20 hari.
Selain itu, pengaruh rasio mol terhadap produk esterifikasi asam karboksilat
dengan alkohol telah diteliti oleh Nada et al. Pada penelitiannya etanol direaksikan
dengan asam asetat menggunakan katalis asam sulfat dengan rasio mol etanol:asam
asetat 10:1, 30:1 dan 50:1. Hasil optimum ester diperoleh sebesar 80 % pada rasio mol
10:1 dengan temperatur 60 °C selama 40 menit. Berdasarkan penelitian tersebut
menunjukkan bahwa peningkatan mol alkohol akan menurunkan ester yang diperoleh.

184 | E S T E R
Penelitian tentang sintesis mentil ester melalui reaksi esterifikasi Fischer
dengan stereoisomer l-mentol dan asam propionat tanpa katalis enzim belum pernah
dilakukan, demikian juga pengaruh rasio mol reaktan terhadap produk mentil ester
belum diketahui. Reaksi esterifikasi Fischer merupakan reaksi alkohol dengan asam
karboksilat menggunakan katalis asam. Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan
esterifikasi l-mentol dan asam propionat menggunakan katalis asam sulfat dengan
variasi rasio mol l-mentol:asam propionat 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4. Reaksi dilakukan pada
temperatur 60 °C seperti penelitian oleh Nada et al.dan waktu reaksi selama 1 jam.
Senyawa hasil sintesis dikarakterisasi berdasarkan penentuan sifat fisik meliputi warna
dan bau serta dianalisis dengan KLT, KG, KG-SM, dan FT-IR.

Untuk memonitoring terbentuknya mentil ester pada hasil sintesis maka


dilakukan analisis dengan KLT. Analisis hasil KLT E1-E4 menunjukkan hasil sintesis
berupa campuran karena diperoleh 2 noda berwarna kuning kecoklatan dimana noda I
mempunyai nilai Rf sama dengan nilai Rf mentol yaitu 0,42. Sedangkan noda II dengan
nilai Rf 0,88 adalah produk hasil esterifikasi yaitu mentil ester.
Semua hasil esterifikasi belum bereaksi sempurna menghasilkan ester. Hasil
sintesis berupa cairan kental berbau harum tajam dan hasil esterifikasi E1 berwarna
kuning dan E2-E4 berwarna kuning kecoklatan. Warna yang semakin coklat dari E2-
E4 mengindikasikan produk mengalami oksidasi karena peningkatan jumlah asam
propionat yang digunakan. Hasil sintesis E1, E2, E3, E4 mempunyai berat berturut-
turut 2,64, 2,42, 1,93 dan 2,35 g.
Selanjutnya campuran hasil sintesis dikarakterisasi dengan KG untuk mengetahui
rasio, massa, dan rendemen l-mentil propionat. Pada kromatogram KG terlihat 2
puncak yang menunjukkan 2 komponen dengan tR=8,22 menit dan 11,45 menit
berturut-turut diduga l-mentol dan l-mentil propionat. Puncak l-mentil propionat lebih
lambat karena bersifat kurang polar dibandingkan dengan l-mentol. Jenis kolom HP-5
bersifat non polar sehingga senyawa yang bersifat kurang polar seperti l-mentil
propionat akan cenderung tertahan dalam fasa diam dan terelusi lebih lambat. Hasil

185 | E S T E R
perhitungan rasio l-mentil propionat terhadap campuran hasil sintesis, massa, dan
rendemen berturut-turut digunakan Persamaan (1), (2) dan (3)

%Area M* %Area MP* Rasio MP (%) Rendemen MP


(%)
E1 27,24 22,53 22,53 22,5
E2 56,85 27,13 27,13 14,7
E3 23,81 7,27 7,27 8,5
E4 50,73 3,46 3,46 2,8

Rasio l-mentil propionat tertinggi yaitu 22,53 % pada hasil sintesis E1. Hal ini
menunjukkan konversi l-mentol menjadi mentil propionat optimum pada rasio mol l-
mentol:asam propionat 1:1. Selain itu, rendemen tertinggi mentil propionat sebesar
22,5 % diperoleh pada rasio mol reaktan 1:1 dan peningkatan mol asam propionat
menurunkan rendemen l-mentil propionat. Penurunan rendemen l-mentil propionat dari
E1 hingga E4 disebabkan karena peningkatan mol asam propionat tidak sebanding
dengan peningkatan mol katalis asam sulfat yang digunakan. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa jumlah asam propionat yang terprotonasi oleh katalis asam sulfat tidak
maksimal sehingga adisi nukleofilik mentol terprotonasi ke gugus karbonil asam juga
tidak maksimal. Faktor lainnya karena waktu reaksi esterifikasi selama 1 jam kurang
lama sehingga tumbukan antar molekulnya kurang sempurna. Selanjutnya campuran
hasil sintesis dikarakterisasi dengan KG-SM untuk mengetahui profil komponen hasil
sintesis digunakan data TIC KG-SM dan spektrum massa. TIC keempat campuran hasil
sintesis mempunyai jumlah puncak dan tR yang sama. Berikut disajikan TIC KG-SM
campuran hasil sintesis E1 pada Gambar.

186 | E S T E R
Waktu retensi (mrnit)

Berdasarkan Gambar, menunjukkan adanya 2 puncak yang mengindikasikan 2


senyawa dengan tR 8,94 menit dan 12,14 menit. Puncak pertama dengan tR 8,94 menit
menghasilkan spektrum massa senyawa dengan puncak m/z 138, 123, 109, 95, 81, 71,
67, 55 dan 41 . Spektrum massa tersebut mempunyai kemiripan dengan puncak m/z
dari fragmentasi senyawa mentol dalam pustaka WILEY7. Hasil analisis KG-SM
terhadap l-mentol dan hasil sintesis menunjukkan ada perbedaaan tR antara l-mentol
sebelum sintesis (tR 17,02 menit) dengan l-mentol dalam campuran hasil sintesis (tR
8,94 menit). Perbedaan tersebut diduga karena perbedaan kondisi operasional pada
pengukuran. Sedangkan puncak kedua dengan waktu retensi 12,14 menit mempunyai
m/z 138, 123, 109, 95, 81, 71 dan 67. Puncak ion molekul dari mentil propionat yaitu
m/z 212 tidak muncul, tetapi yang muncul puncak dengan m/z 138 menunjukkan ion
fragmen dari M-74 sebagai akibat lepasnya molekul asam propionat yang disebabkan
karena l-mentil propionat tidak stabil. Hasil sintesis masih berupa campuran yaitu
mentol dan l-mentil propionat.

Selanjutnya untuk mengetahui gugus fungsi campuran hasil analisis dilakukan


dengan FT-IR. Pada spektrum FT-IR hasil sintesis E1-E4 menunjukkan adanya serapan
C=O ester pada bilangan gelombang 1733,89 cm-1. Serapan khas ester tersebut
didukung dengan adanya serapan C-O ester pada bilangan gelombang 1195,78 cm-1
dan C-H ulur pada 2954,74-2923 cm-1. Selain itu adanya mentol dalam hasil sintesis
ditunjukkan dengan serapan –OH ulur pada bilangan gelombang 3363,62 cm-1 dengan
intensitas lemah.

187 | E S T E R
Reaksi esterifikasi l-mentol dengan asam propionat menghasilkan l-mentil
propionat berupa cairan kental berwarna kuning, berbau tajam dan diperoleh rendemen
tertinggi sebesar 22,5 % pada rasio mol l-mentol:asam propionat 1:1. Peningkatan mol
asam propionat berpengaruh terhadap produk ester l-mentil propionat, dimana
peningkatan mol asam propionat menurunkan produk mentil propionat.

h.ESTER SEBAGAI AROMA BUAH-BUAHAN


Aroma buah-buahan disebabkan oleh berbagai ester yang bersifat volatil.
Proses timbulnya aroma ini pada bahan yang berbeda tidak sama. Pada buah-buahan,
produksi senyawa aroma ini meningkat ketika mendekati masa klimaterik. Usaha-
usaha mengekstraksi senyawa aroma dari bahan-bahan senyawa aroma dari bahan-
bahan pangan meningkat sejalan dengan usaha untuk mengidentifikasi senyawa aroma
tersebut. Hal ini akhirnya menyebabkan timbulnya usaha untuk mengekstraksi
senyawa aroma untuk tujuan komersial. Keuntungan senyawa aroma hasil ekstraksi ini
adalah dapat digunakan untuk menambah aroma dari bahan lain.
1. ISOAMIL ASETAT
a) Rumus Struktur dan Molekul
Rumus molekul: C7H14O2
b) Pembuatan
Isoamil asetat merupakan ester yang dibentuk dari reaksi antara isoamil alcohol
dan asam asetat dengan katalis asam sulfat. Asam ini dinetralkan, diekstrak, dan
hasilnya dicuci dan kemudian didistilasi. Reaksi tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut:

188 | E S T E R
c) Penggunaan
_ Isoamil asetat dalam etanol digunakan sebagai perasa buatan.
_ Isoamil asetat juga digunakan dalam test efectivitas dari transpirator karena
zat ini mempunyai bau yang tajam yang tidak umum eksperiment sebagai
sesuatu yang tidak menyenangkan dapat mendeteksi rendahnya konsentrasi.
_ Isoamil Asetat juga digunakan sebagai campuran dalam pernis dan
nitroselulosa pernis, ada dalam hormon feromon pada lebah madu.
_ Isoamil asetat dapat digunakan untuk menarik sekelompok besar lebah
madu dalam lingkup kecil.

2.AMIL ASETAT
a) Rumus molekul: C7H14O2 ( CH3COO(CH2)4CH3)
b) Pembuatan
Senyawa amil asetat merupakan senyawa ester hasil kondensasi dari asam
asetat dengan 1-pentanol. Padahal ester dibentuk dari isomer pentanol yang lain
(amil alkohol) atau campuran dari beberapa pentanol yang sering menunjukkan
sebagai amil asetat.
c) Penggunaan
Amil asetat memiliki aroma yang mirip dengan aroma pisang dan apel yang
tidak dapat dideteksi oleh semua orang

3.BUTIL BUTIRAT
a) Rumus Struktur dan Molekul
Rumus struktur

Rumus molekul: C8H16O2


b) Pembuatan

189 | E S T E R
Butil butirat merupakan komponen organik yang dibentuk dari
kondensasi asam butirat dan butanol.
c) Penggunaan
Digunakan dalam pemanis buatan untuk membuat rasa manis buah
terutama nanas. Ini juga terdapat dalam berbagai buah-buahan seperti
apel, pisang, dan strawberry.

4. ETIL ASETAT
a) Rumus struktur dan molekul
Rumus struktur

Rumus molekul: C4H8O2


b) Pembuatan
Dapat diproduksi dari katalis dehidrogenasi dari etanol.
c) Penggunaan
Secara umum etil asetat digunakan sebagai bahan campuran.
Sebagai contoh ini untuk melarutkan pigmen dalam pernis kuku.
Pembuatan ini digunakan untuk mengeluarkan kafein pada kopi
dan daun teh.
_ Peraroma dalam minuman anggur
_ Mengawetkan serangga

5. ETIL BUTIRAT
a) Rumus molekul: C6H12O2
b) Pembuatan
Ini dapat dihasilkan dari reaksi etanol dan asam butirat. Ini adalah
reaksi kondensasi artinya air adalah produksi dalam reaksi seperti

190 | E S T E R
biproduk.
c) Penggunaan
Secara umum digunakan untuk aroma buatan diantaranya aroma nanas
dalam minuman beralkohol dan pencampuran dalam produk parfum.

6.ETIL LAKTAT
a) Rumus Struktur dan Molekul
Rumus struktur

Rumus molekul: C5H10O3


b) Pembuatan
Etil laktat merupakan monobasis ester yang dibentuk dari asam laktat
dan etanol secara umum digunakan dalam pencampuran. Komponen
etil laktat terdiri dari makhluk hidup.
c) Penggunaan
Aroma etil laktat terdapat dalam mild, butter, krim, buah-buahan dan
kelapa. Digunakan sebagai campuran dalam nitroselulosa, selulosa
asetat dan selulosa eter. Biasa digunakan dalam obat-obatan, zat aditif
pada makanan dan wewangian.

7. ETIL PENTANOAT
a) Rumus Struktur dan Molekul
Rumus struktur

Rumus molekul: C7H14O2

191 | E S T E R
b) Pembuatan : Etil pentanoat merupakan komponen organik digunakan dalam perasa
yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam etanol dan dietil eter.
c) Penggunaan : Digunakan sebagai zat aditif makanan untuk memberi aroma buah-
buahan khususnya apel.

192 | E S T E R
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (2007). Asam Sitrat. diambil dari


http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat , pada tanggal 22 Desember 2017.
Anonim. (2007). Jangan Takut Mengkonsumsi Mentega dan Margarine! Diambil
darihttp://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&art
id=106 &Itemid=3, pada tanggal 15 Desember 2017.
Anonim. (2008). IPA Terpadu 081. diambil dari
http://arifamrizal.files.wordpress.com/2008/04/ipa-terpadu-081.pdf , pada
tanggal 28 November 2017.
Arita Susila, Meta Berlian Dara, Dan Jaya Indrawan (Tanpa Tahun). “Pembuatan
Metil Ester Asam Lemak Dari Cpo Off Grade Dengan Metode
Esterifikasi-Transesterifikasi”. Palembang:Program Sarjana Teknik Kimia
Universitas Sriwijaya.
Brown, Theodore L. and LeMay Jr, H. Eugene. (1977). Chemistry: The Central
Science. Englewood, New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Chandler, John and Barnes, Dorothy. (1981). Laboratory Experiments in General
Chemistry. Encino, California: Glencoe Publishing Co., Inc.
Chasana Nuraini, Ruriri Retnowati, Dan Suratmo. 2014. Esterifikasi L-Mentol Dan
Anhidrida Asetat Dengan Variasi Rasio Mol Reaktan : Kimia.Student Journal
(Online), Vol. 1, No. 2
Elvira Syamsir. (2008). Peran Asam Butirat Dalam Menekan Kanker Kolorektal.
diambil dari http://id.shvoong.com/medicine-andhealth/ 1785870-peran-asam-
butirat- dalam-menekan/, pada tanggal 14 Mei 2008.

Fessenden ,Ralph; Fessenden,Joan S. 1997. Dasar-dasar Kimia Organik. Jakarta Barat


: Binarupa Aksara

Handayani Rini Dan Joko Sulistio. 2005. Transesterifikasi Ester Asam Lemak

193 | E S T E R
Melalui Pemanfaatan Teknologi Lipase: Biodiversitas, Vol 6, No. 3 Hal: 164-
167.

Hart,Craine Hart. 2005. Kimia Organik : suatu kuliah singkat, edisi 11. Jakarta :
Erlangga

Imani Nur,Abdul Rahman R.I, Dan Nurhaeni. 2016. Sintesis Surfaktan Metil

Ester Sulfonat (Mes) Dari Metil Laurat: Kovalen, 2(2):54-66.

Lippincott, W.T., Garret, A.B., dan Verhoek, F.H. (1980). Chemistry – A Study of
Matter. Fourth Edition, New York: John Willey & Sons.
Miller Jr., G.T. (1981). Living in the Environment. Edisi III. Beltmon, California:
Wadsworth Publishing Company, Inc.
Mulyono HAM. (2006a). Kamus Kimia. Edisi Kedua. Jakarta: Penerbit PT. Bumi
Aksara.
Mulyono HAM. (2006b). Pembuatan Reagen Kimia di Laboratorium. Edisi
Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara.
Neidig, H.A. and Spencer, J.N. (1978). Introduction to the Chemistry Laboratory.
Boston, Massachusetts: Willard Grant Press.
Nurita Friska DM, Retnowati Rurini, Dan Suratmo.2014.Esterifikasi 2
Isopropil-5-Metilsikloheksanol(Lmentol) Menggunakan Asam Propionat :
Kimia Student Journal (Online), Vol 1, No. 2,

Nuryono, Iqmal T, Deni P. 2004. Petunjuk Praktikum : Kimia Dasar II. Yogyakarta :
Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UGM

Pessenden, Ralf J. and Pessenden, Joan S. (1983). Chemical Principles for The
Life Science. Second Edition. Boston: Allyn and Bacon, Inc.

Riawan S. 1990. Kimia Organik : edisi 1. Jakarta Barat : Binarupa Aksara

194 | E S T E R
Ritonga Yusuf Muhammad dan Mangunsong Ruben Reinhard Giovani.2016.

Pembuatan Metil Ester Dari Minyak Kemiri Sunan Dengan Keberadaan

Co-Solvent Aseton Dan Katalis Heterogen Natrium Silikat Terkalsinasi:

Jurnal Teknik Kimia Usu, Vol. 5, No. 3

Russell, J.B., (1981), General Chemistry, Singapore: McGraw-Hill Book, Co.


Sackheim, G. I., and Schultz, R. M. (1979). Chemistry for the Health Science.
New York: Macmillan Company.
Washton, Nathan S. (1974). Teaching Science In Elementary and Middle Schools.
New York: David McKay Company, Inc.

Wisnu Cahyadi. 2006. Bahan Tambahan Pangan: Analisis dan Aspek Kesehatan.
Yakarta : PT Bumi Aksara

195 | E S T E R
PROFIL PENULIS

Nama : Dwiki Gusdi Randa

TTL : Tangerang, 14 Agustus 1999

Asal Sekolah : SMA Negeri 5 Pekanbaru

Program Studi : Teknik Kimia S1-B 2017

Alamat : Perum. Sakinah I

No. HP : 082386936533

Motto : Jadikan masalahmu sebagai tan tangan dalam


hidupmu

Social Media : dwikigusdi

196 | E S T E R
Nama : Muhammad Bima Afiq Naufal

TTL : Pekanbaru, 16 Maret 1999

Asal Sekolah : SMA Negeri 5 Pekanbaru

Program Studi : Teknik Kimia S1-B 2017

Alamat : Jl. Manggis No. 21, Panam

No. HP : 082169228667

Motto : Berfikir dua kali sebelum melakukan

Sesuatu

Social Media : B.IM.A

197 | E S T E R
Nama : Samsinar Sri Ningsih

TTL : Purworejo, 26 Oktober 1998

Asal Sekolah : SMAN 1 Pangkalan Kuras

Program Studi : Teknik Kimia S1-B 2017

Alamat : Desa Palas / Jl. Rajawali Sakti

No. HP : 082283871581

Motto : Kau adalah apa yang kau pikirkan

Social Media : samsriningsih

198 | E S T E R
Nama : Vini Alvia Sari

TTL : Sidomulio, 22 Desember 1999

Asal Sekolah : SMAS Pembangunan Bagan Batu

Program Studi : Teknik Kimia S1-B 2017

Alamat : Menggala Jhonson, Rohil / Jl. Kamboja

No. HP : 082239210231

Motto : Pergi, kerjakan, pulang, lupakan.

Social Media : vinialviasari

199 | E S T E R
Dwiki Gusdi Randa, Muhammad Bima Afiq Naufal, Samsinar
Sriningsih, Vini Alvia Sari

Anda mungkin juga menyukai