Oleh :
Oleh :
Ns. Rondhianto, M.Kep
Departemen Keperawatan Klinik
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember
Standar Kompetensi
Peserta didik mampu memahami, menjelaskan dan mendemonstrasikan teknik manajemen jalan nafas
dengan benar.
Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Memahami dan menjelaskan kegagalan respirasi
2. Memahami dan menjelaskan prosedur resusitasi pulmoner
3. Memahami dan menjelaskan teknik reposisi korban
4. Memahami, menjelaskan dan mendemonstrasikan prosedur membuka jalan nafas
5. Memahami, menjelaskan dan mendemonstrasikan prosedur bantuan pernafasan
6. Memahami dan menjelaskan komplikasi akibat bantuan pernafasan yang salah
Seperti disebutkan diatas, bahwa prioritas utama dalam penatalaksanaan kedaruratan adalah
memelihara jalan nafas. Maka dalam bab ini kita akan membahas mengenai kegawatdaruratan
pernafasan terlebih dahulu. Dalam pembahasan kegawatdaruratan pernafasan sendiri meliputi kegagalan
respirasi, resusitasi pulmoner, bantuan pernafasan, obstruksi jalan nafas dan penanganannya. Kegagalan
respirasi meliputi berhentinya nafas normal dan pengurangan dari pernafasan, dimana intake oksigen
tidak cukup untuk menyokong kehidupan. Ketika pernafasan berhenti secara menyeluruh maka klien
dikatakan mengalami henti nafas/respirasi. Penyebab henti nafas adalah :
1. Spasme berat trachea atau bronchus
Hal ini disebabkan antara lain oleh inhalasi dari sejumlah kecil makanan atau air, asma bronchitis,
gas-gas iritan.
2. Obstruksi jalan nafas
Penyebabnya dapat dikarenakan lidah jatuh ke belakang pada saat korban tidak sadar dan berbaring
dengan posisi terlentang. Selain itu inhalasi atau menelan benda asing atau membengakaknya
jaringan sehubungan dengan trauma atau menelan benda-benda korosif.
3. Mati lemas
Diakibatkan oleh kantong plastik, bantal atau benda-benda lain yang digunakan untuk menutupi jalan
nafas.
4. Kompresi leher
Kompresi leher dapat terjadi karena adanya cekikan atau jeratan pada leher yang akan menyebabkan
penyempitan bahkan penutupan jalan nafas.
5. Kompresi rongga thoraks
Kompresi rongga thoraks dapat disebabkan oleh adanya berbagai trauma dada. Trauma ini bisa
diakibatkan karena kecelakaan yang mengakibatkan terhimpitnya rongga dada.
6. Kerusakan sistem saraf pusat
Kerusakan yang dimaksud adalah kerusakan pada saraf yang mengontrol pernafasan. Yang dapat
diakibatkan oleh kejutan listrik, keracunan, spasme otot atau juga paralysis.
7. Kekurangan suplai oksigen
Jumlah oksigen di udara tidak memadai untuk kebutuhan tubuh sehingga tuhuh akan mengalami
hipoksia. Hal ini bisa ditemukan pada kasus kebakaran yang mengakibatkan sedikitnya jumlah
oksigen atau juga keadaan-keadaan lain yang menimbulkan jumlah oksigen udara yang menurun.
8. Serangan yang berkesinambungan
Serangan yang berkesinambungan yang bisa menimbulkan henti nafas misalnya status epileptius
(ayan) yang bisa mengganggu fungsi otot-otot pernafasan bahakan juga fungsi saraf pusat
pengaturan nafas.
Perhatian :
Teknik head tilt, head tilt-Chin lift dan Head tilt-Neck lift tidak boleh dilakukan pada klien yang dicurigai
kemungkinan cedera servikalis atau spinal.
3. Bantuan pernafasan
Jenis bantuan pernafasan yang dapat diberikan pada klien ada 2 jenis, yaitu :
Perhatian :
Teknik pertolongan diatas hanya dilakukan pada orang dewasa. Ingat penolong harus
memberikan 1 nafas tiap 5 detik untuk mencapai rata-rata 12 pernafasan tiap menit. Sekali
penolong memberikan pernafasan buatan maka harus diteruskan sampai korban dapat bernafas
spontan atau sampai penolong digantikan orang lain yang terlatih.
Jika ada kemungkinan cedera spinal/servikal. Lakukan manuver modified jaw-thrust untuk
membuka jalan nafas. Gunakan pipi untuk menutupi lubang hidung klien. Teknik sangat sulit
untuk dilakukan, perlu latihan secara kontinu.
Jika manuver jaw-thrust digunakan, maka pernafasan dari mulut ke hidung merupakan pilihan
yang lebih baik.
KOMPLIKASI
Komplikasi bantuan pernafasan adalah Distensi Lambung. Bantuan ventilasi dari mulut ke mulut atau ke
hidung dapat menyebabkan sejumlah udara masuk ke dalam lambung korban. Hal ini akan menyebabkan
lambung mengalami disitensi, hal ini sering mengindikasikan bahwa jalan nafas terhambat atau ventilasi
yang diberikan terlalu berlebihan. Distensi lambung biasanya terjadi pada anak-anak dan bayi, tapi dapat
juga terjadi pada orang dewasa. Distensi mayor akan menyebabkan masalah serius berupa :
a. Udara yang mengisi perut mengurangi volume paru-paru dengan menekan diafragma ke atas.
b. Regurgitas atau vomiting, masalah ini dapat menambah obstruksi jalan nafas atau aspirasi
karena muntahan masuk ke paru-paru korban. Bila ini terjadi aka paru-paru akan rusak dan akan
menimbulkan suatu lethal pneumonia.
PSIK
UNIVERSITAS JEMBER
NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
PROSEDUR TETAP
TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH:
Reposisi resusitasi adalah pemberian posisi yang tepat pada korban yang
mengalami kegagalan respirasi agar dapat diberikan resusitasi pernafasan
1 PENGERTIAN
dengan tepat serta memberikan posisi yang tepat setelah resusitasi tanpa
menimbulkan komplikasi lanjutan.
Memberikan posisi yang tepat sebelum pemberian bantuan resusitasi
2 TUJUAN
1. Korban kegagalan pernafasan
3 INDIKASI 2. Korban pasca pemberian bantuan resusitasi pernafasan
4 KONTRA INDIKASI -
1. Kaji identitas klien
2. Kaji kondisi klien :
PERSIAPAN a. kondisi umum
5
PASIEN b. riwayat trauma (cedera spinal, adanya fraktur bagian tubuh, fraktur
femur, servikalis, dll)
c. riwayat penyakit
1. Sarung tangan (k/p)
6 PERSIAPAN ALAT 2. Neck Coller
3. Alat imobilisasi (bidai, spalk, dan alat pengikat, mitella, dll)
Tahap Orientasi
Jika memungkinkan lakukan :
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya (kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada klien/keluarga
Tahap Kerja
Jika memungkinkan lakukan :
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau melakukan sesuatu sebelum
kegiatan dilakukan
5. Menanyakan keluhan utama klien
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik
7 CARA BEKERJA
Prosedur tidur terlentang
8. Korban dalam posisi telungkup
9. Penolong berlutut disamping korban
10. Kaji adanya riwayat fraktur, tangani sesuai kondisi klien (pasang neck
coller dan bidai jika diperlukan)
11. Luruskan kaki korban dan luruskan lengan korban yang dekat dengan
penolong ke samping kepala korban.
12. Letakkan salah satu tangan penolong untuk menyokong leher dan kepala
bagian belakang, tangan yang lain berada dibawah ketiak dari lengan
korban yang jauh dari sisi penolong.
13. Miringkan korban sebagai satu kesatuan unit
14. Baringkan korban pada punggungnya dan reposisi lengan yang terekstensi.
Prosedur posisi miring stabil
8. Jika korban sudah diberikan resusitasi dan sudah dalam kondisi stabil.
9. Posisikan korban dalam posisi terlentang
10. Penolong berlutut disamping korban
11. Kepala korban ditarik ke bawah dan dagunya diangkat untuk membuka
jalan nafas.
12. Kedua kaki korban diluruskan
13. Lengan korban yang paling dekat dengan penolong ditekuk membuat
sudut siku-siku dengan badannya, siku ditekuk dan telapak tangan
membuka ke atas.
14. Lengan korban yang jauh disilangkan pada dada, telapak tangannya
memegang pipi.
15. Tangan penolong yang lain memegang paha korban yang jauh, lutut korban
ditekuk keatas, kakinya menginjak lantai.
16. Tangan korban dipegang terus supaya memegangi pipi.
17. Tarik badannya kearah penolong melalui tangan yang memegangi paha.
18. Kepala korban ditarik ke belakang supaya jalan nafas terbuka. Bila perlu
atur tangannya agar tetap menopang kepala.
19. Kaki korban yang diatas diatur agar panggul dan lututnya membentuk
siku-siku.
20. Periksa nadi dan pernafasnya secara teratur
PSIK
UNIVERSITAS JEMBER
NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
PROSEDUR TETAP
TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH:
Prosedur membuka jalan nafas adalah suatu prosedur yang dilakukan untuk
1 PENGERTIAN membuka jalan nafas (airway) agar diperoleh jalan nafas yang adekuat untuk
menopang fungsi respirasi
Membuka jalan nafas untuk mendapatkan kepatenan jalan nafas
2 TUJUAN
Korban kegagalan pernafasan akibat gangguan jalan nafas (klien tidak sadar,
3 INDIKASI maupun sadar)
Teknik head tilt, head tilt-Chin lift dan Head tilt-Neck lift tidak boleh
4 KONTRA INDIKASI dilakukan pada klien yang dicurigai kemungkinan cedera servikalis atau
spinal. Metode yang tepat adalah jaw thrust
1. Kaji identitas klien
2. Kaji kondisi klien :
a. kondisi umum
5 PERSIAPAN PASIEN
b. riwayat trauma (cedera spinal, adanya fraktur bagian tubuh, fraktur
femur, servikalis, dll)
c. dan riwayat penyakit)
1. Sarung tangan (k/p)
2. Neck Coller
6 PERSIAPAN ALAT
3. Alat imobilisasi (bidai, spalk, dan alat pengikat, mitella, dll)
A. Tahap Orientasi
Jika memungkinkan lakukan :
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya (kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada klien/keluarga
B. Tahap Kerja
Jika memungkinkan lakukan :
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau melakukan sesuatu sebelum
kegiatan dilakukan
5. Menanyakan keluhan utama klien
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik
7 CARA BEKERJA
Manuver Head tilt
8. Posisikan klien dalam posisi duduk (sadar) atau berbaring (sadar/tidak)
9. Penolong berada di samping korban
10. Letakkan telapak tangan pada kening klien
11. Tekan ke belakang dengan hati-hati dan mantap
PSIK
UNIVERSITAS JEMBER
NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
PROSEDUR TETAP
TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH:
Bantuan nafas adalah suatu prosedur pemberian nafas buatan pada klien
1 PENGERTIAN
dengan cara manual melalui mulut atau hidung korban
Menjamin keadekuatan pernafasan klien/korban
2 TUJUAN
Korban kegagalan pernafasan (tidak dapat bernafas spontan) dan dalam
3 INDIKASI
kondisi tidak sadar
1. Korban sadar dan dapat bernafas spontan
4 KONTRA INDIKASI 2. Jangan melakukan bantuan nafas mouth to mouth pada klien/korban yang
mengalami cedera hebat pada mulut atau rahang bawah
1. Kaji identitas klien
2. Kaji kondisi klien :
PERSIAPAN a. kondisi umum
5
PASIEN b. riwayat trauma (cedera spinal, adanya fraktur bagian tubuh, fraktur
femur, servikalis, dll)
c. riwayat penyakit
1. Sarung tangan
2. Neck Coller
6 PERSIAPAN ALAT 3. Alat imobilisasi (bidai, spalk, dan alat pengikat, mitella, dll)
4. Alat bantuan nafas (bagging)
5. Oksigen (k/p)
Tahap Orientasi
1. Berikan salam kepada orang disekitar korban/keluarga
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada orang disekitar
korban/keluarga korban
Tahap Kerja
4. Berikan kesempatan orang disekitar/keluarga korban bertanya sebelum
kegiatan dilakukan
5. Jaga privacy klien
6. Memulai dengan cara yang baik
7 CARA BEKERJA
Ventilasi Mouth to Mouth
7. Pastikan korban tidak sadar.
8. Posisikan korban terlentang dan buka jalan nafasnya
(gunakan manuver Head tilt, Head tilt-Chin lift atau Head tilt-Neck lift atau
jika anda berdua dapat menggunakan jaw thrust)
9. Buang benda-benda asing yang ada di mulut korban
Jika ada muntahan, darah atau cairan dan benda asing yang menyebabkan
obstruksi jalan nafas. Buang benda-benda asing tersebut.
10. Pastikan klien telah bernafas dengan cukup;
lihat gerakan dada, rasakan aliran udara, dengarkan suara pernafasan.
Pastikan korban bernafas dalam 3-5 detik.
Oleh :
Ns. Rondhianto, M.Kep
Departemen Keperawatan Klinik
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember
Standar Kompetensi
Peserta didik mampu memahami, menjelaskan dan mendemonstrasikan teknik pembebasan jalan nafas
dari obstruksi benda asing dengan benar.
Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Memahami dan menjelaskan penyebab obstruksi benda asing dan klasifikasinya
2. Memahami, menjelaskan dan mendemonstrasikan penanganan obstruksi jalan nafas
Klasifikasi
Obstruksi parsial Obstruksi Komplit
Korban sadar Korban tidak sadar
Suara nafas abnornal : snoring, gurgling, Berusaha berbicara Tidak memperlihatkan :
crowling, wheezing tetapi tidak dapat - tanda-tanda normal bernafas.
melakukannya - Gerakan dada ritmik
Diskolorisasi kulit, Batuk Pertukaran udara melalui mulut
Perhatikan warna biru/biru abu-abu dan hidung
pada kulit, bibir, lidah, kuku atau daun
telinga.
Perubahan dalam bernafas, berubah Memegang leher
dari normal ke abnormal dan normal dengan tangan diantara
lagi. ibu jari dan jari-jari.
Gambar 5. Tanda universal pasien dengan obstruksi jalan nafas
Perhatian :
Jika obstruksi disebabkan darah, liquid, vomitus ditenggorokan maka alat penghisap mungkin digunakan
untuk membuka jalan nafas.
Prosedur :
Bungkukkan korban ke depan, bisa sambil duduk atau berdiri
Penolong berdiri di belakang korban.
Dengan telapak tangan penolong, lakukan penepukan pada punggung korban pada daerah antara
tulang belikat (scapula). Arah penepukan adalah ke depan atas.
Lakukan tepukan sebanyak 5 kali berurutan, jika masih tersumbat ulangi lagi.
Lihat gambar
Prosedur :
Korban duduk/berdiri Korban tiduran
Korban sadar : Korban tidak sadar :
Penolong berdiri di belakang korban Korban diposisikan supinasi dengan kepala
dan letakkan lengan dibawah ketiak mendongak dan dimiringkan ke kanan atau
korban sehingga melingkari kiri.
pinggangnya. Berlututlah diatas tubuh korban dengan dua
Tangan penolong mengepal (ibu jari tungkai korban berada diatara kedua lutut
di dalam) dan tempatkan sisi ibu jari penolong.
pada garis tengah abdomen korban, Letakkan pangkal tangan penolong pada garis
diantara pinggang dan rongga dada. abdomen, sedikit diatas pusar dan dibawah
Hindari pemegangan dada korban proc. Xiphoideus
terutama daerah persis dibawah Tempatkan tangan yang satunya diatas tangan
sternum (regio dari proc. Xiphoideus) tadi dan kunci lengan penolong pada bahu dan
Pegang kepalan tangan yang telah siku.
diposisikan menggunakan tangan Berikan kompresi dengan menekan tangan
satunya penolong, kedalam dan keatas ke arah
Lakukan penekanan ke dalam dan ke diafragma. (gerakannya seperti orang mencuci
arah diafragma sehingga kepalan akan baju).
menekan abdomen korban. Berikan 6-10 kali dorongan abdominal thrust
Berikan 6-10 kali dorongan ke arah dengan cepat.
dalam dan ke atas diafragma.
Gambar 7 . Manuver heimlich pada pasien sadar (7a) dan tidak sadar (7b)
Jika kedua cara diatas tidak berhasil (back blow dan manuver heimlich) maka tindakan selanjutnya
adalah gunakan secara bergantian cara : 5 kali memukul punggung dan 5 kali tepukan punggung.
Gambar 8. Manuver Chest Thrust pada korban sadar dan tidak sadar
Prosedur :
1. Korban tidak sadar :
Gunakan salah satu tangan untuk menstabilkan kening korban
Ibu jari tangan yang lain disilangkan dengan telunjuk, tempatkan ibu jari di bibir bawah dan
telunjuk pada gigi atas.
Lakukan manuver crossing finger, tahan rahang bawah agar tidak menutup.
Setelah itu lepaskan tangan yang ada di kening, gunakan prosedur tangue jaw lift
Masukkan telunjuk dari tangan yang bebas ke rongga mulut korban dan gerakkan jari ini dalam
mulut dari dinding sebelah dalam pipi sampai pangkal lidah. Gunakan tangan sebagai satu kait.
Halau benda-benda asing yang ada, pindahkan ke mulut dan buang.
2. Korban sadar
Pada korban sadar dapat langsung dilakukan manuver tangue jaw lift.
Hati-hati jangan sampai menginduksi muntah dan mendorong objek jauh ke dalam jalan nafas korban.
Waspadalah untuk menghindari gigitan korban.
PSIK
UNIVERSITAS JEMBER
NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
PROSEDUR TETAP
TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH:
Manajemen obstruksi benda asing pada saluran nafas adalah suatu prosedur
1 PENGERTIAN yang dilakukan kepada korban untuk membebaskan saluran nafas dari
sumbatan benda asing.
1. Mengeluarkan benda asing dari saluran nafas
2 TUJUAN
2. Menjamin keadekuatan pernafasan klien/korban
1. Korban asfiksia akibat sumbatan benda asing
2. Dapat dilakukan pada klien sadar atau tidak sadar
3 INDIKASI
3. Chest thrust dapat dilakukan pada keadaan korban sedang hamil atau
korban terlalu besar
1. Metode abdominal thrust tidak boleh digunakan pada ibu hamil atau bayi
4 KONTRA INDIKASI
maupun anak-anak yang masih kecil
1. Kaji identitas klien
2. Kaji kondisi klien :
PERSIAPAN a. kondisi umum (hamil, anak-anak, sadar/tidak)
5
PASIEN b. riwayat trauma (cedera spinal, adanya fraktur bagian tubuh, fraktur
femur, servikalis, dll)
c. riwayat penyakit
1. Sarung tangan
2. Neck Coller (k/p)
6 PERSIAPAN ALAT 6. Alat imobilisasi (bidai, spalk, dan alat pengikat, mitella, dll)
7. Alat bantuan nafas (bagging)
8. Oksigen (k/p)
Tahap Orientasi
Jika memungkinkan lakukan :
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya (kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada klien/keluarga
Tahap Kerja
Jika memungkinkan lakukan :
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau melakukan sesuatu sebelum
7 CARA BEKERJA
kegiatan dilakukan
5. Menanyakan keluhan utama klien
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik
Oleh :
Ns. Rondhianto, M.Kep
Departemen Keperawatan Klinik
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember
Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu menjelaskan dan
mendemostrasikan teknik intubasi endotrakheal tube.
Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan konsep dan prinsip dasar Intubasi Endotrakheal Tube (ETT)
2. Mendemonstrasikan teknik intubasi ETT
A. Konsep Dasar
Intubasi endotrakheal adalah suatu prosedur yang seringkali dilakukan di ruang ICU (Intensive
Care Unit) ataupun di tempat emergency lainnya seperti kamar operasi dan ruang IGD (Instalasi Gawat
Darurat). Prosedur ini sering kali dilakukan untuk memberikan pertolongan dalam membebaskan jalan
nafas pada klien yang tidak sadar atau kesuilitan untuk bernafas spontan. Dalam pelaksanaan prosedur
ini perlu diperhatikan agar tidak justru malah menimbulkan kerugian bagi klien. Diantaranya muncul
komplikasi seperti edema dan perdarahan pada trachea, bahkan kolaps pada paru-paru.
Penggunaan teknik yang benar dan monitoring yang ketat setelah pemasangan diharapkan akan
dapat mengeleminir komplikasi-komplikasi tersebut. Sehingga klien tidak menjadi pihal yang dirugikan.
Hasil normal yang diharapkan dari prosedur ini adalah pipa dimasukkan ke dalam trachea dapat
memaintenance jalur keluar masuknya udara pada saluran nafas bagian atas sehingga memungkinkan
udara dapat melalui jalan nafas dengan bebas dari paru-paru dan begitu juga sebaliknya untuk proses
ventilasi yan adekuat.
Intubasi endotracheal adalah suatu prosedur yang dilakukakan dengan cara memasukkan sebuah
pipa (tube) kedalam trachea (windpipe) dengan tujuan untuk memelihara jalan nafas pada pasien yang
tidak sadar atau tidak bisa bernafas spontan. Oksigen, agen anestetik dan pengobatan dengan cara
inhalasi (gas) dapat dilakukan melalui pipa tersebut.
Tujuan dari intubasi endotrakheal adalah untuk menegakkan patensi jalan nafas. Keuntungan dari
ventilasi melalui ETT banyak sekali, diantaranya adalah :
1. Mencegah distensi lambung
2. Mencegah aspirasi isi lambung
3. Memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
4. Dapat memberikan beberapa obat (seperti atropine, lidokain, epinefrin)
5. Memberikan ventilasi dengan adekuat
6. Membersihkan lendir pada bagian yang dalam
Menurut Barbara Clark Mims cit Mary E. Mancini (1994) Secara umum indikasi dilakukannya
intubasi endotrakheal adalah :
1. Kebutuhan akan ventilasi mekanik (pasien tidak dapat mempertahankan jalan nafas yang adekuat)
2. Kebutuhan akan hygiene pulmoner
3. Kemungkinan aspirasi
4. Kemungkinan obstruksi jalan anafas bagian atas
5. Pemberian anastesi
6. Penolong tidak mampu memberikan ventilasi adekuat dengan cara konvensional
7. Pasien Henti Jantung
8. Pasien sadar tetapi ventilasi kurang adekuat
Tidak ada kontraindikasi yang absolut, namun demikian edema jalan nafas bagian atas yang buruk
atau fraktur dari wajah dan leher dapat memungkinkan dilakukannya intubasi. Evaluasi setelah intubasi
harus dilakukan dan di follow-up untuk mencegah komplikasi yang muncul. Komplikasi yang muncul
diantaranya edema dan perdarahan pada trachea, perforasi esophagus , pneumothorak (paru-paru
kolaps) dan aspirasi. Monitoring terhadap tanda dan gejala potensial yang dapat mengancam jiwa terkait
dengan masalah pada jalan nafas harus benar-benar diperhatikan. Tanda dan gejala lain yang menyertai
komplikasi diantaranya adalah nyeri dan bengkak pada wajah dan leher, nyeri dada, subcutaneous
emphysema, dan kesulitan menelan.
Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi yang bisa muncul adalah :
1. Memar, laserasi dan abrasi
2. Perdarahan hidung (dengan intubasi nasotrakheal)
3. Obstruksi jalan nafas (herniasi manset, tube kaku)
4. Sinusitis (dengan nasotakheal tube)
5. Ruptur tracheal
6. Fistula trakheoesofageal
7. Muntah aspirasi, gigi copot atau rusak
8. Disritmia jantung
PERSIAPAN PASIEN
Sebelum pelaksanaan intubasi ETT, klien harus ditempatkan berbaring supinasi dengan kepala
hiperekstensi. Jika dilakukan di ruang operasi, maka pelaksana intubasi menggunakan kacamata googles,
sarung tangan dan gaun khusus. Anestesi umum dianjurkan diberikan kepada klien sebelum pelaksanaan
intubasi. Namun pada keadaan emergency bisa tidak dilakukan anastesi.
PERSIAPAN ALAT
Alat dan bahan yang disiapkan adalah :
1. Endotrakheal tube dalam berbagai ukuran. Siapkan 3 ukuran: 1. ukuran yang diperkirakan; 2. 1
ukuran lebih kecil; 3. 1 ukuran lebih besar.
Perempuan : No. 7,0 ; 7,5; 8,0
Laki-laki : No. 7,5; 8,0 ; 8,5
Keadaan emergency : No.7,5
2. Stylet (sejenis kawat yang dimasukkan ke dalam kateter atau kanula dan menjaga kanula tersebut
tetap kaku/tegak)
3. Laringoskop, bengkok dan berujung lurus (lengkap dengan Handle dan Blade)
4. Forsep Macgill (hanya untuk intubasi nasotrakheal)
5. Jelly anestesi
6. Kassa 4x4 cm
7. Spuit 10 cc atau 20 cc
8. Jalan nafas orofaringeal
9. Resusitasi bag dengan adapter dan masker yang dihubungkan dengan tabung oksigen dan flowmeter
10. Peralatan penghisap lendir (SUCTION PUMP)
11. Kanul Suction
12. Stetoskop
13. Sarung tangan
14. Bantal atau penganjal
15. Ujung penghisap tonsil Yankauer
16. Plester dan gunting
17. Ventilator atau set oksigen
18. Mesin monitor jantung (EKG)
19. Set defibrilasi jika terjadi henti jantung
TAHAPAN
A. TAHAP PERSIAPAN
1. Persiapan Perawat
a. Lakukan pengkajian: baca catatan keperawatan dan medis
b. Rumuskan diagnosa terkait
c. Buat perencanaan tindakan
d. Kaji kebutuhan tenaga perawat, minta perawat lain membantu jika perlu
e. Cuci tangan
2. Persiapan alat
a. Endotrakheal tube dalam berbagai ukuran,siapkan 3 ukuran.
a. Perempuan : No. 7,0 ; 7,5; 8,0
b. Laki-laki : No. 7,5; 8,0 ; 8,5
c. Keadaan emergency : No.7,5
b. Stylet (sejenis kawat yang dimasukkan ke dalam kateter atau kanula dan menjaga
kanula tersebut tetap kaku/tegak)
c. Laringoskop, bengkok dan berujung lurus (lengkap dengan Handle dan Blade)
d. Forsep Macgill (hanya untuk intubasi nasotrakheal)
e. Jelly anestesi
f. Kassa 4x4 cm
g. Spuit 10 cc atau 20 cc
h. Jalan nafas orofaringeal
i. Resusitasi bag dengan adapter dan masker yang dihubungkan dengan tabung oksigen
dan flowmeter
j. Peralatan penghisap lendir (SUCTION PUMP)
k. Kanul Suction
l. Stetoskop
m. Sarung tangan
n. Bantal atau penganjal
o. Ujung penghisap tonsil Yankauer
p. Plester dan Gunting
q. Ventilator atau set oksigen
r. Mesin monitor jantung (EKG)
s. Set defibrilasi jika terjadi henti jantung
3. Persiapan pasien
a. Kaji identitas klien
b. Kaji kondisi klien
c. Pastikan posisi klien
B. TAHAP KERJA
1. Cek alat-alat yang diperlukan dan pilih ukuran ETT sesuai kebutuhan
2. Beri pelumas pada ujung ETT sampai daerah “cuff”
3. Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik
4. Letakkan bantal di bawah oksiput untuk memberikan posisi hiperekstensi pada kepala.
5. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan pharing
6. Buka mulut dengan cara “cross finger” dan tangan kiri memegang laringoskop
7. Masukkan bilah laringoskop menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri.
Masukkan bilah sampai mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir tidak
terjepit diantara bilah dan gigi pasien
8. Angkap laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30-40 derajat, jangan
menggunakan gigi sebagai titik tumpu.
9. Lakukan Sellick manouver, bila pita suara sudah terlihat, masukkan ETT sambil perhatikan
bagian proksimal “cuff” ETT melewati pita suara +- 1-2 cm atau pada orang dewasa
kedalaman ETT 19-23 cm
10. Waktu untuk intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik
11. Cabut stilet dan lakukan suction.
12. Lakukan ventilasi dengan menggunakan “bagging” dan lakukan auskultasi, pertama pada
lambung kemudian pada paru-paru kanan dan kiri sambil memperhatikan pengembangan
dada.
13. Bila terdengar suara “gargling” pada lambung dan dada tidak mengembang, lepaskan ETT,
lakukan hiperventilasi kembali selama 30 detik dengan O2 100% selanjutnya lakukan
tindakan intubasi kembali.
14. Jika suara napas hanya terdengar di paru-paru kanan tarik ETT 1-2 cm dan cek ulang.
15. Kembangkan balon “cuff” dengan menggunakan spuit 10 cc atau 20 cc dengan volume
secukupnya sampai tidak terdengar suara kebocoran udara di mulut saat dilakukan
ventilasi (bagging) untuk mencegah aspirasi.
16. Lakukan fiksasi ETT dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut.
17. Pasang pipa orofaring.
18. Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 %
C. TAHAP TERMINASI/EVALUASI
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Mengakhiri pertemuan dengan baik
5. Cuci tangan
D. DOKUMENTASI
1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP