Anda di halaman 1dari 24

MODUL PRAKTIKUM KEPERAWATAN KLINIK II A :

Manejemen Jalan Nafas

Oleh :

Ns. Rondhianto, M.Kep


NIP : 198303242006041002

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JEMBER
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2015
MANAJEMEN JALAN NAFAS (AIRWAY MANAGEMENT)

Oleh :
Ns. Rondhianto, M.Kep
Departemen Keperawatan Klinik
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember

Standar Kompetensi
Peserta didik mampu memahami, menjelaskan dan mendemonstrasikan teknik manajemen jalan nafas
dengan benar.

Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Memahami dan menjelaskan kegagalan respirasi
2. Memahami dan menjelaskan prosedur resusitasi pulmoner
3. Memahami dan menjelaskan teknik reposisi korban
4. Memahami, menjelaskan dan mendemonstrasikan prosedur membuka jalan nafas
5. Memahami, menjelaskan dan mendemonstrasikan prosedur bantuan pernafasan
6. Memahami dan menjelaskan komplikasi akibat bantuan pernafasan yang salah

A. Konsep Dasar Kegagalan Nafas dan Resusitasi Pumoner


Pada saat perawatan diberikan pada klien dalam situasi kedaruratan, beberapa keputusan penting
harus dibuat. Dalam mengambil keputusan tersebut membutuhkan penilaian yang didasarkan pada
pemahaman tentang kondisi yang menimbulkan kedaruratan dan efeknya terhadap klien. Tujuan utama
dari penatalaksanaan kedaruratan adalah mempertahakan hidup, mencegah keadaan memburuk sebelum
penanganan definitif dapat diberikan dan memulihkan kondisi klien seoptimal mungkin. Menurut
Smeltzer dan Bare (2001), prinsip penatalaksanaan yang digunakan dalam penatalaksanaan kedaruratan
adalah (1) memelihara jalan nafas dan menyediakan ventilasi adekuat, melakukan resusitasi jika
dibutuhkan. Mengkaji cedera dada dan adanya obstruksi jalan nafas, (2) kontrol perdarahan dan
konsekuensinya, (3) evaluasi dan pemulihan curah jantung, (4) mencegah dan menangani syok,
memelihara sirkulasi, (5) melakukan pemeriksaan fisik secara terus-menerus; keadaan cedera atau
penyakit yang serius dari klien yang tidak statis, (6) menentukan apakah klien dapat mengikuti perintah;
evaluasi respon pupil dan aktivitas motoriknya, (7) memantau perkembangan elektrocardiography, jika
diperlukan, (8) lakukan pembebatan jika ada dugaan fraktur servikalis dengan cedera kepala, (9)
melindungi luka dengan balutan steril, (10) periksa riwayat kesehatan seperti adanya alergi atau
kewaspadaan medik lain, dan (11) mulai mencatat status klien dalam lembar observasi untuk
mendapatkan petunjuk dalam pengambilan keputusan.

Seperti disebutkan diatas, bahwa prioritas utama dalam penatalaksanaan kedaruratan adalah
memelihara jalan nafas. Maka dalam bab ini kita akan membahas mengenai kegawatdaruratan
pernafasan terlebih dahulu. Dalam pembahasan kegawatdaruratan pernafasan sendiri meliputi kegagalan
respirasi, resusitasi pulmoner, bantuan pernafasan, obstruksi jalan nafas dan penanganannya. Kegagalan
respirasi meliputi berhentinya nafas normal dan pengurangan dari pernafasan, dimana intake oksigen
tidak cukup untuk menyokong kehidupan. Ketika pernafasan berhenti secara menyeluruh maka klien
dikatakan mengalami henti nafas/respirasi. Penyebab henti nafas adalah :
1. Spasme berat trachea atau bronchus
Hal ini disebabkan antara lain oleh inhalasi dari sejumlah kecil makanan atau air, asma bronchitis,
gas-gas iritan.
2. Obstruksi jalan nafas
Penyebabnya dapat dikarenakan lidah jatuh ke belakang pada saat korban tidak sadar dan berbaring
dengan posisi terlentang. Selain itu inhalasi atau menelan benda asing atau membengakaknya
jaringan sehubungan dengan trauma atau menelan benda-benda korosif.
3. Mati lemas
Diakibatkan oleh kantong plastik, bantal atau benda-benda lain yang digunakan untuk menutupi jalan
nafas.
4. Kompresi leher
Kompresi leher dapat terjadi karena adanya cekikan atau jeratan pada leher yang akan menyebabkan
penyempitan bahkan penutupan jalan nafas.
5. Kompresi rongga thoraks
Kompresi rongga thoraks dapat disebabkan oleh adanya berbagai trauma dada. Trauma ini bisa
diakibatkan karena kecelakaan yang mengakibatkan terhimpitnya rongga dada.
6. Kerusakan sistem saraf pusat
Kerusakan yang dimaksud adalah kerusakan pada saraf yang mengontrol pernafasan. Yang dapat
diakibatkan oleh kejutan listrik, keracunan, spasme otot atau juga paralysis.
7. Kekurangan suplai oksigen
Jumlah oksigen di udara tidak memadai untuk kebutuhan tubuh sehingga tuhuh akan mengalami
hipoksia. Hal ini bisa ditemukan pada kasus kebakaran yang mengakibatkan sedikitnya jumlah
oksigen atau juga keadaan-keadaan lain yang menimbulkan jumlah oksigen udara yang menurun.
8. Serangan yang berkesinambungan
Serangan yang berkesinambungan yang bisa menimbulkan henti nafas misalnya status epileptius
(ayan) yang bisa mengganggu fungsi otot-otot pernafasan bahakan juga fungsi saraf pusat
pengaturan nafas.

Tanda dan gejala tidak cukupnya pernafasan :


1. Pengembangan dada tidak ada/minimal/tidak sama antara kanan-kiri.
2. Pernafasan perut dominan atau pernafasn melalui mulut.
3. Penggunaan otot bantu pernafasan, seperti otot leher selama respirasi.
4. Tidak ada aliran udara (didengar atau dirasakan pada mulut/hidung.
5. Pernafasan berbunyi
6. Tempo pernafasan terlalu cepat atau lambat (takipnea/bradipnea)
7. Pernafasan dangkal atau terlalu dalam
8. Terjadi sianosis
9. Perpanjangan fase inspirasi atau ekspirasi
10. Tidak dapat/sulit berbicara dengan normal.

B. Prosedur Resusitasi Pulmoner


Resusitasi pulmoner adalah prosedur untuk evaluasi jalan nafas dan pemberian bantuan
pernafasan. Pada saat melakukan prosedur resusitasi pulmoner, tahapan yang dilalui adalah reposisi
korban, buka jalan nafas dan berikan bantuan nafas. Posisi yang paling baik dalam pemberian bantuan
nafas adalah posisi terlentang.

1. Reposisi korban untuk resusitasi


Pada keadaan kecelakaan/trauma atau non trauma, untuk mengevaluasi jalan nafas maupun
pernafasannya dan juga untuk memberikan bantuan nafas jika diperlukan, maka kita perlu melakukan
reposisi yang tepat untuk dapat melakukannya. Namun demikian sebelum melakukan reposisi hendaknya
dilakukan penilaian dan immobilasasi untuk cedera spinal dan fraktur, terutama fraktur servikal terlebih
dahulu.
Ada 2 jenis reposisi, yaitu posisi tidur terlentang dan miring stabil. Posisi tidur terlentang
merupakan posisi yang paling baik dalam pemberian bantuan nafas. Setelah pasien stabil maka klien
dapat diposisikan tidur terlentang (pada kasus trauma) atau posisi miring stabil (pada kasus non trauma)

Gambar 1. Prosedur miring stabil


Klien diletakkan pada sisi kirinya untuk membantu tetap terbukanya jalan nafas. Leher harus
tetap ekstensi dan pertahankan jangan sampai fleksi/jatuh ke dada. Ketika klien dalam posisi ini, maka
lidah akan begerak ke depan sehingga tidak menyumbat jalan nafas dan saliva, mukus serta muntahan
dapat keluar sehingga dapat membantu terbukanya jalan nafas. Posisi ini sering disebut dengan posisi
recovery/pemulihan.

2. Membuka jalan nafas


Cara membuka jalan nafas atau manuver jalan nafas adalah :
a. Manuver Head tilt
Teknik ini digunakan pada korban sadar maupun tidak sadar dalam posisi duduk (sadar), klien yang
duduk cenderung kepalanya fleksi kearah dada, lakukan reposisi agar kepalanya tidak menunduk.
Sedangkan pada klien sadar atau tidak sadar dapat diposisikan berbaring. Caranya adalah letakkan salah
satu tangan penolong pada dahi korban lalu dengan hati-hati dan mantap tekan ke belakang
menggunakan telapak tangan. Pada beberapa kasus akan ditemui klien yang berbaring dengan
menggunakan beberapa bantal. Maka memidahkan bantal akan mencegah kepala terlalu fleksi.

b. Manuver Head tilt-Chin lift


Manuver ini dilakukan untuk memperoleh pembukaan jalan nafas yang lebih optimal. Teknik ini dapat
digunakan pada klien sadar maupun tidak sadar. Caranya : Klien diposisikan berbaring terlentang,
penolong berlutut disebelah kepala klien, letakkan salah satu tangan penolong pada dahi korban, Tangan
yang lain diletakkan dibawah dagu klien. Ujung jari digunakan untuk mendorong dagu korban ke
belakang dan ujung jari tangan yang lain meyokong rahang bawah. Lihat gambar !

Gambar 2. Manuver Head tilt-Chin lift

c. Manuver Head tilt-Neck lift


Teknik ini dapat dilakukan pada klien dalam posisi duduk, tetapi akan jauh lebih efektif jika klien dalam
keadaan berbaring terlentang. Caranya : Klien diposisikan berbaring terlentang, penolong berlutut
disebelah kepala klien, letakkan tangan penolong paling dekat dengan kepala klien pada dahi dan tangan
yang lain dibawah leher, angkat leher klien samabil menekan dahi dengan lembut. Gerakan ini akan
menggeser lidah korban ke belakang tenggorokan dan membantu membukanya jalan nafas yan adekuat.

Perhatian :
Teknik head tilt, head tilt-Chin lift dan Head tilt-Neck lift tidak boleh dilakukan pada klien yang dicurigai
kemungkinan cedera servikalis atau spinal.

d. Manuver Jaw thrust


Teknik ini digunakan pada klien yang tidak sadar yang dicurigai kemungkinan cedera servikalis atau
spinal. Caranya : posisikan klien terlentang, penolong berlutut pada ujung kepala klien, tumpuan siku
penolong pada permukaan yang sama dimana klien terlentang, dengan hati-hati dan penuh kelembutan
letakkan tangan penolong pada kedua sisi dagu klien, disebelah lateral sudut rahang bawah, stabilkan
kepala klien dengan lengan bawah penolong kemudian tarik rahang ke belakang. Jangan memutar kepala
klien. Lihat gambar !
Gambar 3. Modified jaw thrust

3. Bantuan pernafasan
Jenis bantuan pernafasan yang dapat diberikan pada klien ada 2 jenis, yaitu :

a. Ventilasi mulut ke mulut


Teknik ini dapat dilakukan oleh satu orang penolong. Teknik ini digunakan terutama untuk korban yang
mengalami henti nafas. Pada saat melakukan pernafasan dari mulut ke mulut tetap pertahankan
terbukanya jalan nafas dengan menggunakan manuver Head tilt, Head tilt-Chin lift, Head tilt-Neck lift. Jika
ada kemungkinan cedera servikal atau spinal gunakan modified Jaw thrust tetapi minimal harus ada 2
orang penolong.

Gambar 4. Ventilasi mouth to mouth

Perhatian :
 Teknik pertolongan diatas hanya dilakukan pada orang dewasa. Ingat penolong harus
memberikan 1 nafas tiap 5 detik untuk mencapai rata-rata 12 pernafasan tiap menit. Sekali
penolong memberikan pernafasan buatan maka harus diteruskan sampai korban dapat bernafas
spontan atau sampai penolong digantikan orang lain yang terlatih.
 Jika ada kemungkinan cedera spinal/servikal. Lakukan manuver modified jaw-thrust untuk
membuka jalan nafas. Gunakan pipi untuk menutupi lubang hidung klien. Teknik sangat sulit
untuk dilakukan, perlu latihan secara kontinu.
 Jika manuver jaw-thrust digunakan, maka pernafasan dari mulut ke hidung merupakan pilihan
yang lebih baik.

Masalah yang muncul :


 Kesalahan dalam melekatkan mulut penolong ke mulut klien, misalnya pendorongan yang terlalu
keras.
 Lubang hidung tidak tertutup sepenuhnya.
 Kegagalan mempertahankan jalan nafas karena tidak adekuatnya manuver pembukaan jalan
nafas yang dilakukan.
 Mulut klien kurang terbuka lebar untuk mendapatkan ventilasi yang cukup.
 Kesalahan dalam membersihkan jalan nafas dari adanya obstruksi.

b. Ventilasi mulut ke hidung


Pada korban yang mengalami cedera hebat pada mulut atau rahang bawah yang tidak memungkinkan
dilakukan bantuan nafas mouth to mouth, maka dapat dilakukan pemberian bantuan pernafasan melalui
hidung. Teknik dan prosedur hampir sama dengan bantuan ventilasi dari mulut ke mulut. Berikan 1 nafas
tiap 5 detik untuk mendapatkan 12 nafas per menit.
Perhatian :
Untuk pernafasan mulut ke hidung, jangan biarkan bibir bawah ter-retraksi ketika di dorong memakai ibu
jari.

KOMPLIKASI
Komplikasi bantuan pernafasan adalah Distensi Lambung. Bantuan ventilasi dari mulut ke mulut atau ke
hidung dapat menyebabkan sejumlah udara masuk ke dalam lambung korban. Hal ini akan menyebabkan
lambung mengalami disitensi, hal ini sering mengindikasikan bahwa jalan nafas terhambat atau ventilasi
yang diberikan terlalu berlebihan. Distensi lambung biasanya terjadi pada anak-anak dan bayi, tapi dapat
juga terjadi pada orang dewasa. Distensi mayor akan menyebabkan masalah serius berupa :
a. Udara yang mengisi perut mengurangi volume paru-paru dengan menekan diafragma ke atas.
b. Regurgitas atau vomiting, masalah ini dapat menambah obstruksi jalan nafas atau aspirasi
karena muntahan masuk ke paru-paru korban. Bila ini terjadi aka paru-paru akan rusak dan akan
menimbulkan suatu lethal pneumonia.

Pencegahan distensi gaster :


a. Kepala korban tetap dalam posisi dimana jalan nafas terbuka.
b. Hindari penggunaan kekuatan penuh dan terlalu cepat dalam memberikan ventilasi dan batasi
volume yang diberikan.

Penanganan distensi gaster :


a. Coba reposisi kepala korban untuk meyediakan jalan nafas yang lebih baik.
b. Waspada akan terjadinya muntah dan miringkan korban bila terjadi. Ingat lindungi kepala dan
lehernya.
c. Jangan mengerakkan kepala korban kecuali jika korban tanpa cedera spinal.
PROSEDUR REPOSISI UNTUK RESUSITASI DAN PASCA RESUSITASI

PSIK
UNIVERSITAS JEMBER
NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
PROSEDUR TETAP
TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH:

Reposisi resusitasi adalah pemberian posisi yang tepat pada korban yang
mengalami kegagalan respirasi agar dapat diberikan resusitasi pernafasan
1 PENGERTIAN
dengan tepat serta memberikan posisi yang tepat setelah resusitasi tanpa
menimbulkan komplikasi lanjutan.
Memberikan posisi yang tepat sebelum pemberian bantuan resusitasi
2 TUJUAN
1. Korban kegagalan pernafasan
3 INDIKASI 2. Korban pasca pemberian bantuan resusitasi pernafasan

4 KONTRA INDIKASI -
1. Kaji identitas klien
2. Kaji kondisi klien :
PERSIAPAN a. kondisi umum
5
PASIEN b. riwayat trauma (cedera spinal, adanya fraktur bagian tubuh, fraktur
femur, servikalis, dll)
c. riwayat penyakit
1. Sarung tangan (k/p)
6 PERSIAPAN ALAT 2. Neck Coller
3. Alat imobilisasi (bidai, spalk, dan alat pengikat, mitella, dll)
Tahap Orientasi
Jika memungkinkan lakukan :
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya (kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada klien/keluarga

Tahap Kerja
Jika memungkinkan lakukan :
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau melakukan sesuatu sebelum
kegiatan dilakukan
5. Menanyakan keluhan utama klien
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik
7 CARA BEKERJA
Prosedur tidur terlentang
8. Korban dalam posisi telungkup
9. Penolong berlutut disamping korban
10. Kaji adanya riwayat fraktur, tangani sesuai kondisi klien (pasang neck
coller dan bidai jika diperlukan)
11. Luruskan kaki korban dan luruskan lengan korban yang dekat dengan
penolong ke samping kepala korban.
12. Letakkan salah satu tangan penolong untuk menyokong leher dan kepala
bagian belakang, tangan yang lain berada dibawah ketiak dari lengan
korban yang jauh dari sisi penolong.
13. Miringkan korban sebagai satu kesatuan unit
14. Baringkan korban pada punggungnya dan reposisi lengan yang terekstensi.
Prosedur posisi miring stabil
8. Jika korban sudah diberikan resusitasi dan sudah dalam kondisi stabil.
9. Posisikan korban dalam posisi terlentang
10. Penolong berlutut disamping korban
11. Kepala korban ditarik ke bawah dan dagunya diangkat untuk membuka
jalan nafas.
12. Kedua kaki korban diluruskan
13. Lengan korban yang paling dekat dengan penolong ditekuk membuat
sudut siku-siku dengan badannya, siku ditekuk dan telapak tangan
membuka ke atas.
14. Lengan korban yang jauh disilangkan pada dada, telapak tangannya
memegang pipi.
15. Tangan penolong yang lain memegang paha korban yang jauh, lutut korban
ditekuk keatas, kakinya menginjak lantai.
16. Tangan korban dipegang terus supaya memegangi pipi.
17. Tarik badannya kearah penolong melalui tangan yang memegangi paha.
18. Kepala korban ditarik ke belakang supaya jalan nafas terbuka. Bila perlu
atur tangannya agar tetap menopang kepala.
19. Kaki korban yang diatas diatur agar panggul dan lututnya membentuk
siku-siku.
20. Periksa nadi dan pernafasnya secara teratur

1. Evaluasi respon klien


2. Berikan reinforcement positif
8 HASIL
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
9 DOKUMENTASI 2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP
PROSEDUR MEMBUKA JALAN NAFAS

PSIK
UNIVERSITAS JEMBER
NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
PROSEDUR TETAP
TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH:

Prosedur membuka jalan nafas adalah suatu prosedur yang dilakukan untuk
1 PENGERTIAN membuka jalan nafas (airway) agar diperoleh jalan nafas yang adekuat untuk
menopang fungsi respirasi
Membuka jalan nafas untuk mendapatkan kepatenan jalan nafas
2 TUJUAN
Korban kegagalan pernafasan akibat gangguan jalan nafas (klien tidak sadar,
3 INDIKASI maupun sadar)

Teknik head tilt, head tilt-Chin lift dan Head tilt-Neck lift tidak boleh
4 KONTRA INDIKASI dilakukan pada klien yang dicurigai kemungkinan cedera servikalis atau
spinal. Metode yang tepat adalah jaw thrust
1. Kaji identitas klien
2. Kaji kondisi klien :
a. kondisi umum
5 PERSIAPAN PASIEN
b. riwayat trauma (cedera spinal, adanya fraktur bagian tubuh, fraktur
femur, servikalis, dll)
c. dan riwayat penyakit)
1. Sarung tangan (k/p)
2. Neck Coller
6 PERSIAPAN ALAT
3. Alat imobilisasi (bidai, spalk, dan alat pengikat, mitella, dll)

A. Tahap Orientasi
Jika memungkinkan lakukan :
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya (kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada klien/keluarga

B. Tahap Kerja
Jika memungkinkan lakukan :
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau melakukan sesuatu sebelum
kegiatan dilakukan
5. Menanyakan keluhan utama klien
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik
7 CARA BEKERJA
Manuver Head tilt
8. Posisikan klien dalam posisi duduk (sadar) atau berbaring (sadar/tidak)
9. Penolong berada di samping korban
10. Letakkan telapak tangan pada kening klien
11. Tekan ke belakang dengan hati-hati dan mantap

Manuver Head tilt-Chin lift


12. Klien diposisikan berbaring terlentang
13. Penolong berlutut disebelah kepala klien.
14. Letakkan telapak tangan yang dekat kepala korban pada dahi korban.
15. Tangan yang lain diletakkan dibawah dagu klien.
16. Tangan yang ada pada dahi di tekankan ke belakang dengan hati-hati dan
mantap.
17. Gunakan ujung jari tangan yang lain untuk mendorong dagu korban ke
belakang dan menyokong rahang bawah.

Manuver Head tilt-Neck lift


18. Klien diposisikan berbaring terlentang
19. Penolong berlutut disebelah kepala klien
20. Letakkan tangan penolong paling dekat dengan kepala klien pada dahi
dan tangan yang lain dibawah leher.
21. Angkat leher klien sambil menekan dahi dengan lembut.
22. Gerakan ini akan menggeser lidah korban ke belakang tenggorokan dan
membantu membukanya jalan nafas yan adekuat.

Manuver Jaw thrust


23. Posisikan klien terlentang
24. Penolong berlutut pada ujung kepala klien.
25. Tumpukan siku penolong pada permukaan yang sama dimana klien
terlentang.
26. Dengan hati-hati dan penuh kelembutan letakkan tangan penolong pada
kedua sisi dagu klien, disebelah lateral sudut rahang bawah.
27. Stabilkan kepala klien dengan lengan bawah penolong
28. Tempatkan ibu jari kedua tangan penolong pada bibir bawah klien
29. Tarik rahang ke belakang dan jangan memutar kepala klien dan buka
mulut klien dengan kedua ibu jari.

1. Evaluasi respon klien


2. Berikan reinforcement positif
8 HASIL
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
9 DOKUMENTASI 2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP
PROSEDUR PEMBERIAN BANTUAN NAFAS

PSIK
UNIVERSITAS JEMBER
NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
PROSEDUR TETAP
TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH:

Bantuan nafas adalah suatu prosedur pemberian nafas buatan pada klien
1 PENGERTIAN
dengan cara manual melalui mulut atau hidung korban
Menjamin keadekuatan pernafasan klien/korban
2 TUJUAN
Korban kegagalan pernafasan (tidak dapat bernafas spontan) dan dalam
3 INDIKASI
kondisi tidak sadar
1. Korban sadar dan dapat bernafas spontan
4 KONTRA INDIKASI 2. Jangan melakukan bantuan nafas mouth to mouth pada klien/korban yang
mengalami cedera hebat pada mulut atau rahang bawah
1. Kaji identitas klien
2. Kaji kondisi klien :
PERSIAPAN a. kondisi umum
5
PASIEN b. riwayat trauma (cedera spinal, adanya fraktur bagian tubuh, fraktur
femur, servikalis, dll)
c. riwayat penyakit
1. Sarung tangan
2. Neck Coller
6 PERSIAPAN ALAT 3. Alat imobilisasi (bidai, spalk, dan alat pengikat, mitella, dll)
4. Alat bantuan nafas (bagging)
5. Oksigen (k/p)
Tahap Orientasi
1. Berikan salam kepada orang disekitar korban/keluarga
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada orang disekitar
korban/keluarga korban

Tahap Kerja
4. Berikan kesempatan orang disekitar/keluarga korban bertanya sebelum
kegiatan dilakukan
5. Jaga privacy klien
6. Memulai dengan cara yang baik
7 CARA BEKERJA
Ventilasi Mouth to Mouth
7. Pastikan korban tidak sadar.
8. Posisikan korban terlentang dan buka jalan nafasnya
(gunakan manuver Head tilt, Head tilt-Chin lift atau Head tilt-Neck lift atau
jika anda berdua dapat menggunakan jaw thrust)
9. Buang benda-benda asing yang ada di mulut korban
Jika ada muntahan, darah atau cairan dan benda asing yang menyebabkan
obstruksi jalan nafas. Buang benda-benda asing tersebut.
10. Pastikan klien telah bernafas dengan cukup;
lihat gerakan dada, rasakan aliran udara, dengarkan suara pernafasan.
Pastikan korban bernafas dalam 3-5 detik.

Jika tidak ada nafas.


11. Mantapkan posisi klien dalam posisi jalan nafas terbuka (gunakan
manuver yang sesuai) dan tutupi lubang hidung dengan ibu jari dan
telunjuk atau bisa juga dengan pipi penolong.
12. Buka mulut lebar-lebar dan ambil nafas dalam.
13. Tempatkan mulut penolong mengelilingi mulut klien, eratkan mulut
penolong di mulut klien dengan menggunakan bibirnya.
14. Tekan lubang hidung klien, sehingga lubang hidungnya tertutup
15. Hembuskan nafas ke dalam mulut klien sampai terlihat pengembangan
dada dan rasakan suatu tahanan yang disebabkan oleh pengembangan
paru. Hentikan hembusan ketika terlihat dadanya naik untuk mencegah
overventilasi.
16. Sudahi kontak mulut dengan klien, lepaskan tekanan pada lubang hidung
agar klien dapat berekspirasi pasif, lalu ulangi lagi. Setiap ventilasi
dilakukan dalam waktu 1 sampai 1,5 detik.
17. Berikan 1 nafas tiap 5 detik (rata-rata 12 pernafasan tiap menit)
18. Periksa nadi karotis. Jika ada denyutan tapi tidak bernafas lanjutkan
ventilasi dari mulut ke mulut.

Ventilasi mouth to Nose


19. Pastikan korban tidak sadar.
20. Posisikan korban terlentang dan buka jalan nafasnya
(gunakan manuver Head tilt, Head tilt-Chin lift atau Head tilt-Neck lift atau
jika anda berdua dapat menggunakan jaw thrust)
21. Pastikan klien telah bernafas dengan cukup;
lihat gerakan dada, rasakan aliran udara, dengarkan suara pernafasan.
Pastikan korban bernafas dalam 3-5 detik.
Jika tidak ada nafas
22. Letakkan satu tangan penolong ke kening korban untuk mempertahankan
terbukanya jalan nafas dan gunakan tangan yang lain untuk menutupi
mulut korban.
23. Pastikan hidung korban tetap terbuka.
24. Berikan ventilasi melalui hidung
25. Lepas kontak mulut dengan hidung korban harus dilepas. Biarkan terjadi
exhalasi pasif
26. Posisikan tangan penolong tetap berada di kening korban untuk menjaga
terbukanya jalan nafas selama exhalasi.
27. Berikan 1 nafas tiap 5 detik (rata-rata 12 pernafasan tiap menit)
28. Periksa nadi karotis. Jika ada denyutan tapi tidak bernafas lanjutkan
ventilasi dari mulut ke mulut
1. Evaluasi respon klien
2. Berikan reinforcement positif
8 HASIL
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
9 DOKUMENTASI 2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP
MANAJEMEN OBSTRUKSI BENDA ASING PADA SALURAN PERNAFASAN

Oleh :
Ns. Rondhianto, M.Kep
Departemen Keperawatan Klinik
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember

Standar Kompetensi
Peserta didik mampu memahami, menjelaskan dan mendemonstrasikan teknik pembebasan jalan nafas
dari obstruksi benda asing dengan benar.

Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Memahami dan menjelaskan penyebab obstruksi benda asing dan klasifikasinya
2. Memahami, menjelaskan dan mendemonstrasikan penanganan obstruksi jalan nafas

A. Konsep Dasar Obstruksi jalan nafas


Obstruksi jalan nafas merupakan suatu gangguan pada jalan nafas akibat adanya sumbatan oleh
benda asing yang dapat mengganggu proses respirasi (jalan nafas tidak adekuat) sehingga menimbulkan
gangguan dalam kepatenan jalan nafas. Obstruksi jalan nafas akan mengganggu proses respirasi secara
keseluruhan karena akan menyebabkan korban mengalami insufisiensi nafas. Penyebab obstruksi jalan
nafas diantaranya adalah :
1. Obstruksi oleh lidah
Hal ini sering terjadi pada korban tidak sadar atau over dosis alkohol maupun obat-obatan lain. Terjadi
ketika kepala fleksi ke depan. Cara penanganannya yaitu dengan membuka jalan nafas dengan teknik-
teknik yang telah disebutkan diatas.
2. Obstruksi oleh epiglotis
Usaha korban untuk memaksa inspirasi, mungkin menyebabkan tekananan negatif yang memaksa
epigolotis dan lidah menutupi jalan nafas.
3. Obstruksi benda asing (obstruksi mekanik)
Misalnya: mainan, es, patahan gigi, makanan (tersedak), muntahan dapat menyebabkan jalan nfas
tersumbat.
4. Kerusakan jaringan
Kecelakaan dapat mengakibatkan luka tusuk pada leher, luka remuk pada wajah, menghirup udara
panas (pada kasus kebakaran), racun, cedera hebat pada leher atau dada. Pembengkakan faring dan
jaringan trakhea, keadaan ini dapat mengganggu jalan nafas.
5. Penyakit
Infeksi respiratori, reaksi alergi, penyakit kronik tertentu seperti asma dapat menyebabkan edema dan
spasme bronkhial yang dapat mengganggu jalan nafas.

Klasifikasi
Obstruksi parsial Obstruksi Komplit
Korban sadar Korban tidak sadar
Suara nafas abnornal : snoring, gurgling, Berusaha berbicara Tidak memperlihatkan :
crowling, wheezing tetapi tidak dapat - tanda-tanda normal bernafas.
melakukannya - Gerakan dada ritmik
Diskolorisasi kulit, Batuk Pertukaran udara melalui mulut
Perhatikan warna biru/biru abu-abu dan hidung
pada kulit, bibir, lidah, kuku atau daun
telinga.
Perubahan dalam bernafas, berubah Memegang leher
dari normal ke abnormal dan normal dengan tangan diantara
lagi. ibu jari dan jari-jari.
Gambar 5. Tanda universal pasien dengan obstruksi jalan nafas

B. Penanganan Obstruksi Jalan Nafas oleh Benda Asing


Apabila penolong menemui korban kecelakaan tidak sadarkan diri dan mengalami henti nafas,
jangan buang waktu untuk mencari adanya obstruksi jalan nafas, langsung berikan ventilasi dengan
resusitasi pulomoner. Jika ada obstruksi akan terlihat ketika mencoba memberikan ventilasi.

Perhatian :
Jika obstruksi disebabkan darah, liquid, vomitus ditenggorokan maka alat penghisap mungkin digunakan
untuk membuka jalan nafas.

Metode Pembebasan Jalan Nafas :


1. Metode Back Blow
Teknik ini digunakan untuk korban tersedak dan dia dalam keadaan sadar. Metode ini banyak digunakan,
jika obstruksi jalan nafas terjadi pada anak-anak. Namun tidak menutup kemungkinan metode ini juga
bisa diterapkan pada orang dewasa.

Prosedur :
 Bungkukkan korban ke depan, bisa sambil duduk atau berdiri
 Penolong berdiri di belakang korban.
 Dengan telapak tangan penolong, lakukan penepukan pada punggung korban pada daerah antara
tulang belikat (scapula). Arah penepukan adalah ke depan atas.
 Lakukan tepukan sebanyak 5 kali berurutan, jika masih tersumbat ulangi lagi.
 Lihat gambar

Gambar 6. Metode Back Blow pada anak-anak

2. Metode Abdominal Thurst


Teknik ini dikenal juga dengan istilah “ manuver Heimlich”. Metode ini dilakukan jika cara tepukan
punggung tidak berhasil. Cara ini sebetulnya dilakukan untuk merangsang reflek muntah. Dapat
digunakan pada korban sadar maupun tidak sadar. Perhatian : Jangan digunakan pada ibu hamil atau
bayi maupun anak-anak yang masih kecil.

Prosedur :
Korban duduk/berdiri Korban tiduran
Korban sadar : Korban tidak sadar :
 Penolong berdiri di belakang korban  Korban diposisikan supinasi dengan kepala
dan letakkan lengan dibawah ketiak mendongak dan dimiringkan ke kanan atau
korban sehingga melingkari kiri.
pinggangnya.  Berlututlah diatas tubuh korban dengan dua
 Tangan penolong mengepal (ibu jari tungkai korban berada diatara kedua lutut
di dalam) dan tempatkan sisi ibu jari penolong.
pada garis tengah abdomen korban,  Letakkan pangkal tangan penolong pada garis
diantara pinggang dan rongga dada. abdomen, sedikit diatas pusar dan dibawah
 Hindari pemegangan dada korban proc. Xiphoideus
terutama daerah persis dibawah  Tempatkan tangan yang satunya diatas tangan
sternum (regio dari proc. Xiphoideus) tadi dan kunci lengan penolong pada bahu dan
 Pegang kepalan tangan yang telah siku.
diposisikan menggunakan tangan  Berikan kompresi dengan menekan tangan
satunya penolong, kedalam dan keatas ke arah
 Lakukan penekanan ke dalam dan ke diafragma. (gerakannya seperti orang mencuci
arah diafragma sehingga kepalan akan baju).
menekan abdomen korban.  Berikan 6-10 kali dorongan abdominal thrust
 Berikan 6-10 kali dorongan ke arah dengan cepat.
dalam dan ke atas diafragma.

Gambar 7 . Manuver heimlich pada pasien sadar (7a) dan tidak sadar (7b)

Jika kedua cara diatas tidak berhasil (back blow dan manuver heimlich) maka tindakan selanjutnya
adalah gunakan secara bergantian cara : 5 kali memukul punggung dan 5 kali tepukan punggung.

3. Metode manual Chest Thrust


Teknik ini jarang digunakan, tetapi dilakukan jika pada keadaan korban sedang hamil atau korban terlalu
besar sehingga lengan penolong tidak dapat melingkari penuh pinggang korban.
Prosedur :
Korban duduk/berdiri Korban tiduran
Korban sadar : Korban tidak sadar :
 Penolong berdiri di belakang korban dan  Korban diposisikan supinasi dengan kepala
letakkan lengan dibawah ketiak korban mendongak dan dimiringkan ke kanan atau
sehingga melingkari dada korban. kiri.
 Kepalkan tangan penolong, kemudian sisi  Berlututlah disamping dada korban, dengan
ibu jari diletakkan diatas garis tengah wajah menghadap dada korban.
sternum, kira-kira setinggi 2-3 cm dari  Tempatkan salah satu pangkal tangan
proc. Xiphoideus. penolong diatas garis sternum
 Genggam kepalan tadi dengngan tangan  Tempatkan tangan yang satunya diatas
satunya, dan tangan tadi dan kunci lengan penolong pada
 Secara cepat berikan 4 dorongan bahu dan siku.
langsung ke belakang. Jangan mendorong  Condongkan ke depan sehingga bahu
ke atas atau ke bawah. penolong melampaui garis tengah dada
korban.
 Berikan 4 dorongan lambat dengan kekuatan
berbeda-beda. Kekuatan dorongan haruslah
cukup untuk menekan rongga dada.

Gambar 8. Manuver Chest Thrust pada korban sadar dan tidak sadar

4. Metode Finger Sweeps (Sapuan jari)


Penolong memegang lidah dan rahang bawah menggunakan jari-jari serta mengangkatnya (ibu jari
memegang lidah, jari yang lain memegang rahang bawah), untuk memindahkan lidah jauh dari faring
bagian belakang. Gerakan ini juga menggerakkan lidah menjauh dari benda-benda asing yang mungkin
menyumbat tenggorokan bagian belakang. Hal ini dilakukan untuk melonggarkan obstruksi jalan nafas.

Prosedur :
1. Korban tidak sadar :
 Gunakan salah satu tangan untuk menstabilkan kening korban
 Ibu jari tangan yang lain disilangkan dengan telunjuk, tempatkan ibu jari di bibir bawah dan
telunjuk pada gigi atas.
 Lakukan manuver crossing finger, tahan rahang bawah agar tidak menutup.
 Setelah itu lepaskan tangan yang ada di kening, gunakan prosedur tangue jaw lift
 Masukkan telunjuk dari tangan yang bebas ke rongga mulut korban dan gerakkan jari ini dalam
mulut dari dinding sebelah dalam pipi sampai pangkal lidah. Gunakan tangan sebagai satu kait.
 Halau benda-benda asing yang ada, pindahkan ke mulut dan buang.

2. Korban sadar
Pada korban sadar dapat langsung dilakukan manuver tangue jaw lift.
Hati-hati jangan sampai menginduksi muntah dan mendorong objek jauh ke dalam jalan nafas korban.
Waspadalah untuk menghindari gigitan korban.

Gambar 9. Finger sweeps

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN


a. Jangan menggunakan metode abdominal thrust pada ibu hamil atau bayi maupun anak-anak yang
masih kecil.
b. Pada wanita hamil jika mengalami obstruksi jalan nafas karena benda asing dapat digunakan metode
Chest thrust.
c. Pada penanganan obstruksi jalan nafas pada bayi, prinsipnya sama dengan tindakan pertolongan
pada orang dewasa, dengan menggunakan teknik back blow perbedaanya hanya kekuatan yang
tepukan yang diberikan lebih lemah. Sedangkan pada anak-anak kekuatan tepukannya diantara
kekuatan tepukan orang dewasa dan bayi.

PROSEDUR MANAJEMEN OBSTRUKSI BENDA ASING


PADA SALURAN PERNAFASAN

PSIK
UNIVERSITAS JEMBER
NO DOKUMEN: NO REVISI: HALAMAN:
PROSEDUR TETAP
TANGGAL TERBIT DITETAPKAN OLEH:

Manajemen obstruksi benda asing pada saluran nafas adalah suatu prosedur
1 PENGERTIAN yang dilakukan kepada korban untuk membebaskan saluran nafas dari
sumbatan benda asing.
1. Mengeluarkan benda asing dari saluran nafas
2 TUJUAN
2. Menjamin keadekuatan pernafasan klien/korban
1. Korban asfiksia akibat sumbatan benda asing
2. Dapat dilakukan pada klien sadar atau tidak sadar
3 INDIKASI
3. Chest thrust dapat dilakukan pada keadaan korban sedang hamil atau
korban terlalu besar
1. Metode abdominal thrust tidak boleh digunakan pada ibu hamil atau bayi
4 KONTRA INDIKASI
maupun anak-anak yang masih kecil
1. Kaji identitas klien
2. Kaji kondisi klien :
PERSIAPAN a. kondisi umum (hamil, anak-anak, sadar/tidak)
5
PASIEN b. riwayat trauma (cedera spinal, adanya fraktur bagian tubuh, fraktur
femur, servikalis, dll)
c. riwayat penyakit
1. Sarung tangan
2. Neck Coller (k/p)
6 PERSIAPAN ALAT 6. Alat imobilisasi (bidai, spalk, dan alat pengikat, mitella, dll)
7. Alat bantuan nafas (bagging)
8. Oksigen (k/p)
Tahap Orientasi
Jika memungkinkan lakukan :
1. Berikan salam, panggil klien dengan namanya (kesukaanya)
2. Perkenalkan nama dan tanggung jawab perawat
3. Jelaskan tujuan, prosedur dan lamanya tindakan pada klien/keluarga

Tahap Kerja
Jika memungkinkan lakukan :
4. Berikan kesempatan klien bertanya atau melakukan sesuatu sebelum
7 CARA BEKERJA
kegiatan dilakukan
5. Menanyakan keluhan utama klien
6. Jaga privacy klien
7. Memulai dengan cara yang baik

Metode Back Blow (klien dewasa)


8. Bungkukkan korban ke depan, bisa sambil duduk atau berdiri
9. Penolong berdiri di belakang korban.
10. Dengan telapak tangan penolong, lakukan penepukan pada punggung
korban pada daerah antara tulang belikat (scapula). Arah penepukan
adalah ke depan atas.
11. Lakukan tepukan sebanyak 5 kali berurutan, jika masih tersumbat ulangi
lagi.

Metode Abdominal Thurst


Korban sadar :
12. Penolong berdiri di belakang korban dan letakkan lengan dibawah ketiak
korban sehingga melingkari pinggangnya.
13. Tangan penolong mengepal (ibu jari di dalam) dan tempatkan sisi ibu jari
pada garis tengah abdomen korban, diantara pinggang dan rongga dada.
14. Hindari pemegangan dada korban terutama daerah persis dibawah
sternum (regio dari proc. Xiphoideus)
15. Pegang kepalan tangan yang telah diposisikan menggunakan tangan
satunya
16. Lakukan penekanan ke dalam dan ke arah diafragma sehingga kepalan
akan menekan abdomen korban.
17. Berikan 6-10 kali dorongan ke arah dalam dan ke atas diafragma.
Korban tidak sadar :
18. Korban diposisikan supinasi dengan kepala mendongak dan dimiringkan
ke kanan atau kiri.
19. Berlututlah diatas tubuh korban dengan dua tungkai korban berada
diatara kedua lutut penolong.
20. Letakkan pangkal tangan penolong pada garis abdomen, sedikit diatas
pusar dan dibawah proc. Xiphoideus
21. Tempatkan tangan yang satunya diatas tangan tadi dan kunci lengan
penolong pada bahu dan siku.
22. Berikan kompresi dengan menekan tangan penolong, kedalam dan keatas
ke arah diafragma. (gerakannya seperti orang mencuci baju).
23. Berikan 6-10 kali dorongan abdominal thrust dengan cepat.

Metode Chest Thrust


Korban sadar :
24. Penolong berdiri di belakang korban dan letakkan lengan dibawah ketiak
korban sehingga melingkari dada korban.
25. Kepalkan tangan penolong, kemudian sisi ibu jari diletakkan diatas garis
tengah sternum, kira-kira setinggi 2-3 cm dari proc. Xiphoideus.
26. Genggam kepalan tadi dengan tangan satunya, dan
27. Secara cepat berikan 4 dorongan langsung ke belakang. Jangan mendorong
ke atas atau ke bawah.
Korban tidak sadar :
28. Korban diposisikan supinasi dengan kepala mendongak dan dimiringkan
ke kanan atau kiri.
29. Berlututlah disamping dada korban, dengan wajah menghadap dada
korban.
30. Tempatkan salah satu pangkal tangan penolong diatas garis sternum
31. Tempatkan tangan yang satunya diatas tangan tadi dan kunci lengan
penolong pada bahu dan siku.
32. Condongkan ke depan sehingga bahu penolong melampaui garis tengah
dada korban.
33. Berikan 4 dorongan lambat dengan kekuatan berbeda-beda. Kekuatan
dorongan haruslah cukup untuk menekan rongga dada.

Metode Finger Sweeps (Sapuan jari)


Korban tidak sadar :
34. Gunakan salah satu tangan untuk menstabilkan kening korban
35. Ibu jari tangan yang lain disilangkan dengan telunjuk, tempatkan ibu jari di
bibir bawah dan telunjuk pada gigi atas.
36. Lakukan manuver crossing finger, tahan rahang bawah agar tidak
menutup.
37. Setelah itu lepaskan tangan yang ada di kening, gunakan prosedur tangue
jaw lift
38. Masukkan telunjuk dari tangan yang bebas ke rongga mulut korban dan
39. Gerakkan jari ini dalam mulut dari dinding sebelah dalam pipi sampai
pangkal lidah. Gunakan tangan sebagai satu kait.
40. Halau benda-benda asing yang ada, pindahkan ke mulut dan buang.
Korban sadar
41. Masukkan telunjuk dari tangan yang bebas ke rongga mulut korban dan
42. Gerakkan jari ini dalam mulut dari dinding sebelah dalam pipi sampai
pangkal lidah. Gunakan tangan sebagai satu kait.
43. Halau benda-benda asing yang ada, pindahkan ke mulut dan buang
44. Hati-hati jangan sampai menginduksi muntah dan mendorong objek jauh
ke dalam jalan nafas korban. Waspadalah untuk menghindari gigitan
korban.

1. Evaluasi respon klien


2. Berikan reinforcement positif
8 HASIL
3. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengakhiri kegiatan dengan baik
1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
9 DOKUMENTASI 2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP
INTUBASI ENDOTRAKHEAL TUBE (ETT)

Oleh :
Ns. Rondhianto, M.Kep
Departemen Keperawatan Klinik
Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Jember

Standar Kompetensi
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu menjelaskan dan
mendemostrasikan teknik intubasi endotrakheal tube.

Kompetensi Dasar
Setelah menyelesaikan pembelajaran praktikum mahasiswa mampu :
1. Menjelaskan konsep dan prinsip dasar Intubasi Endotrakheal Tube (ETT)
2. Mendemonstrasikan teknik intubasi ETT

A. Konsep Dasar
Intubasi endotrakheal adalah suatu prosedur yang seringkali dilakukan di ruang ICU (Intensive
Care Unit) ataupun di tempat emergency lainnya seperti kamar operasi dan ruang IGD (Instalasi Gawat
Darurat). Prosedur ini sering kali dilakukan untuk memberikan pertolongan dalam membebaskan jalan
nafas pada klien yang tidak sadar atau kesuilitan untuk bernafas spontan. Dalam pelaksanaan prosedur
ini perlu diperhatikan agar tidak justru malah menimbulkan kerugian bagi klien. Diantaranya muncul
komplikasi seperti edema dan perdarahan pada trachea, bahkan kolaps pada paru-paru.

Gambar 1. Posisi ETT dalam saluran nafas

Penggunaan teknik yang benar dan monitoring yang ketat setelah pemasangan diharapkan akan
dapat mengeleminir komplikasi-komplikasi tersebut. Sehingga klien tidak menjadi pihal yang dirugikan.
Hasil normal yang diharapkan dari prosedur ini adalah pipa dimasukkan ke dalam trachea dapat
memaintenance jalur keluar masuknya udara pada saluran nafas bagian atas sehingga memungkinkan
udara dapat melalui jalan nafas dengan bebas dari paru-paru dan begitu juga sebaliknya untuk proses
ventilasi yan adekuat.

Intubasi endotracheal adalah suatu prosedur yang dilakukakan dengan cara memasukkan sebuah
pipa (tube) kedalam trachea (windpipe) dengan tujuan untuk memelihara jalan nafas pada pasien yang
tidak sadar atau tidak bisa bernafas spontan. Oksigen, agen anestetik dan pengobatan dengan cara
inhalasi (gas) dapat dilakukan melalui pipa tersebut.
Tujuan dari intubasi endotrakheal adalah untuk menegakkan patensi jalan nafas. Keuntungan dari
ventilasi melalui ETT banyak sekali, diantaranya adalah :
1. Mencegah distensi lambung
2. Mencegah aspirasi isi lambung
3. Memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi
4. Dapat memberikan beberapa obat (seperti atropine, lidokain, epinefrin)
5. Memberikan ventilasi dengan adekuat
6. Membersihkan lendir pada bagian yang dalam

Gambar 2 dan 3. Intubasi Endotrakheal Tube (ETT)

Menurut Barbara Clark Mims cit Mary E. Mancini (1994) Secara umum indikasi dilakukannya
intubasi endotrakheal adalah :
1. Kebutuhan akan ventilasi mekanik (pasien tidak dapat mempertahankan jalan nafas yang adekuat)
2. Kebutuhan akan hygiene pulmoner
3. Kemungkinan aspirasi
4. Kemungkinan obstruksi jalan anafas bagian atas
5. Pemberian anastesi
6. Penolong tidak mampu memberikan ventilasi adekuat dengan cara konvensional
7. Pasien Henti Jantung
8. Pasien sadar tetapi ventilasi kurang adekuat

Gambar 4. Pemasangan ETT dan Resusitasi “bagging”

Secara khusus indikasi dilakukan intubasi ETT adalah :


1. Respiratory arrest
2. Respiratory failure
3. Airway obstruction
4. Need for prolonged ventilatory support
5. Class III or IV hemorrhage with poor perfusion
6. Severe flail chest or pulmonary contusion
7. Multiple trauma, head injury and abnormal mental status
8. Inhalation injury with erythema/edema of the vocal cords
9. Protection from aspiration

Tidak ada kontraindikasi yang absolut, namun demikian edema jalan nafas bagian atas yang buruk
atau fraktur dari wajah dan leher dapat memungkinkan dilakukannya intubasi. Evaluasi setelah intubasi
harus dilakukan dan di follow-up untuk mencegah komplikasi yang muncul. Komplikasi yang muncul
diantaranya edema dan perdarahan pada trachea, perforasi esophagus , pneumothorak (paru-paru
kolaps) dan aspirasi. Monitoring terhadap tanda dan gejala potensial yang dapat mengancam jiwa terkait
dengan masalah pada jalan nafas harus benar-benar diperhatikan. Tanda dan gejala lain yang menyertai
komplikasi diantaranya adalah nyeri dan bengkak pada wajah dan leher, nyeri dada, subcutaneous
emphysema, dan kesulitan menelan.
Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi yang bisa muncul adalah :
1. Memar, laserasi dan abrasi
2. Perdarahan hidung (dengan intubasi nasotrakheal)
3. Obstruksi jalan nafas (herniasi manset, tube kaku)
4. Sinusitis (dengan nasotakheal tube)
5. Ruptur tracheal
6. Fistula trakheoesofageal
7. Muntah aspirasi, gigi copot atau rusak
8. Disritmia jantung

PERSIAPAN PASIEN
Sebelum pelaksanaan intubasi ETT, klien harus ditempatkan berbaring supinasi dengan kepala
hiperekstensi. Jika dilakukan di ruang operasi, maka pelaksana intubasi menggunakan kacamata googles,
sarung tangan dan gaun khusus. Anestesi umum dianjurkan diberikan kepada klien sebelum pelaksanaan
intubasi. Namun pada keadaan emergency bisa tidak dilakukan anastesi.
PERSIAPAN ALAT
Alat dan bahan yang disiapkan adalah :
1. Endotrakheal tube dalam berbagai ukuran. Siapkan 3 ukuran: 1. ukuran yang diperkirakan; 2. 1
ukuran lebih kecil; 3. 1 ukuran lebih besar.
 Perempuan : No. 7,0 ; 7,5; 8,0
 Laki-laki : No. 7,5; 8,0 ; 8,5
 Keadaan emergency : No.7,5
2. Stylet (sejenis kawat yang dimasukkan ke dalam kateter atau kanula dan menjaga kanula tersebut
tetap kaku/tegak)
3. Laringoskop, bengkok dan berujung lurus (lengkap dengan Handle dan Blade)
4. Forsep Macgill (hanya untuk intubasi nasotrakheal)
5. Jelly anestesi
6. Kassa 4x4 cm
7. Spuit 10 cc atau 20 cc
8. Jalan nafas orofaringeal
9. Resusitasi bag dengan adapter dan masker yang dihubungkan dengan tabung oksigen dan flowmeter
10. Peralatan penghisap lendir (SUCTION PUMP)
11. Kanul Suction
12. Stetoskop
13. Sarung tangan
14. Bantal atau penganjal
15. Ujung penghisap tonsil Yankauer
16. Plester dan gunting
17. Ventilator atau set oksigen
18. Mesin monitor jantung (EKG)
19. Set defibrilasi jika terjadi henti jantung
TAHAPAN

A. TAHAP PERSIAPAN
1. Persiapan Perawat
a. Lakukan pengkajian: baca catatan keperawatan dan medis
b. Rumuskan diagnosa terkait
c. Buat perencanaan tindakan
d. Kaji kebutuhan tenaga perawat, minta perawat lain membantu jika perlu
e. Cuci tangan

2. Persiapan alat
a. Endotrakheal tube dalam berbagai ukuran,siapkan 3 ukuran.
a. Perempuan : No. 7,0 ; 7,5; 8,0
b. Laki-laki : No. 7,5; 8,0 ; 8,5
c. Keadaan emergency : No.7,5
b. Stylet (sejenis kawat yang dimasukkan ke dalam kateter atau kanula dan menjaga
kanula tersebut tetap kaku/tegak)
c. Laringoskop, bengkok dan berujung lurus (lengkap dengan Handle dan Blade)
d. Forsep Macgill (hanya untuk intubasi nasotrakheal)
e. Jelly anestesi
f. Kassa 4x4 cm
g. Spuit 10 cc atau 20 cc
h. Jalan nafas orofaringeal
i. Resusitasi bag dengan adapter dan masker yang dihubungkan dengan tabung oksigen
dan flowmeter
j. Peralatan penghisap lendir (SUCTION PUMP)
k. Kanul Suction
l. Stetoskop
m. Sarung tangan
n. Bantal atau penganjal
o. Ujung penghisap tonsil Yankauer
p. Plester dan Gunting
q. Ventilator atau set oksigen
r. Mesin monitor jantung (EKG)
s. Set defibrilasi jika terjadi henti jantung
3. Persiapan pasien
a. Kaji identitas klien
b. Kaji kondisi klien
c. Pastikan posisi klien

B. TAHAP KERJA
1. Cek alat-alat yang diperlukan dan pilih ukuran ETT sesuai kebutuhan
2. Beri pelumas pada ujung ETT sampai daerah “cuff”
3. Lakukan hiperventilasi minimal 30 detik
4. Letakkan bantal di bawah oksiput untuk memberikan posisi hiperekstensi pada kepala.
5. Bila perlu lakukan penghisapan lendir pada mulut dan pharing
6. Buka mulut dengan cara “cross finger” dan tangan kiri memegang laringoskop
7. Masukkan bilah laringoskop menelusuri mulut sebelah kanan, sisihkan lidah ke kiri.
Masukkan bilah sampai mencapai dasar lidah, perhatikan agar lidah atau bibir tidak
terjepit diantara bilah dan gigi pasien
8. Angkap laringoskop ke atas dan ke depan dengan kemiringan 30-40 derajat, jangan
menggunakan gigi sebagai titik tumpu.
9. Lakukan Sellick manouver, bila pita suara sudah terlihat, masukkan ETT sambil perhatikan
bagian proksimal “cuff” ETT melewati pita suara +- 1-2 cm atau pada orang dewasa
kedalaman ETT 19-23 cm
10. Waktu untuk intubasi tidak boleh lebih dari 30 detik
11. Cabut stilet dan lakukan suction.
12. Lakukan ventilasi dengan menggunakan “bagging” dan lakukan auskultasi, pertama pada
lambung kemudian pada paru-paru kanan dan kiri sambil memperhatikan pengembangan
dada.
13. Bila terdengar suara “gargling” pada lambung dan dada tidak mengembang, lepaskan ETT,
lakukan hiperventilasi kembali selama 30 detik dengan O2 100% selanjutnya lakukan
tindakan intubasi kembali.
14. Jika suara napas hanya terdengar di paru-paru kanan tarik ETT 1-2 cm dan cek ulang.
15. Kembangkan balon “cuff” dengan menggunakan spuit 10 cc atau 20 cc dengan volume
secukupnya sampai tidak terdengar suara kebocoran udara di mulut saat dilakukan
ventilasi (bagging) untuk mencegah aspirasi.
16. Lakukan fiksasi ETT dengan plester agar tidak terdorong atau tercabut.
17. Pasang pipa orofaring.
18. Lakukan ventilasi terus dengan oksigen 100 %

C. TAHAP TERMINASI/EVALUASI
1. Evaluasi hasil yang dicapai (subyektif dan obyektif)
2. Beri reinforcement positif pada klien
3. Kontrak pertemuan selanjutnya
4. Mengakhiri pertemuan dengan baik
5. Cuci tangan
D. DOKUMENTASI
1. Catat tindakan yang telah dilakukan, tanggal dan jam pelaksanaan
2. Catat hasil tindakan (respon subjektif dan objektif) di dalam catatan
3. Dokumentasikan tindakan dalam bentuk SOAP

Anda mungkin juga menyukai