Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Oleh

ENDRA JAYADI SAPUTRA,S.Kep


016.02.0615

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS ANGKATAN XII-c


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) MATARAM
MATARAM
2017

1
LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

1. Definisi
a. Mobilisasi
 Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan
kemandirian bagi seseorang (Ansari, 2011).
 Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat
melakukan keegiatan dengan bebas (Kosier, 1989 cit Ida
2009)
 Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak
secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi. Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi,
membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki
dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu
12 jam (Mubarak, 2008).
b. Imobilisasi
 Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat
aktivitas yang kurang darimobilitas optimal (Ansari,
2011).
 Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus
istirahat di tempat tidur,tidak bergerak secara aktif
akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ
tubuh yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga
diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah
baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih
akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).
 Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/
tirah baring (bed rest) selama 3 hari atau lebih (Adi,
2005). Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan
fisik secara mandiri yang dialami seseorang (Pusva,
2009).
 Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana
individu tidak saja kehilangan kemampuan geraknya secara

2
total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari
kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
 Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan
oleh North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu
yangmengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan
fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih
dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi
anatomic akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi
motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda),
penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan
pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005).
 Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk
menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan
sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus
baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini
dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit,
menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka
dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit
secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh.
Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi
darah perifer, system respirasi, menurunkan pergerakan
paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru)
dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh
Lindgren et al, 2004)

2. Tujuan Mobilisasi
 Memenuhi kebutuhan dasar manusia
 Mencegah terjadinya trauma
 Mempertahankan tingkat kesehatan
 Mempertahankan interaksi sosial dan peran sehari - hari
 Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh

3
3. Batasan karakteristik
a. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam
lingkungan, termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan
ambulasi.
b. Keengganan untuk melakukan pergerakan.
c. Keterbatasan rentang gerak.
d. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
e. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol
mekanis dan medis
f. Gangguan koordinasi

4. Jenis Mobilitas dan Imobilitas


a. Jenis Mobilitas :
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.
Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer
dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak
secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik
dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai
pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan
traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas
sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol
motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma
reversibel pada system musculoskeletal, contohnya
adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap.
Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang
reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena
stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,

4
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik
dan sensorik.
b. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
1) Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan
otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang
lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien.
2) Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta
sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif
misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
3) Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktifitas yang diperlukan
c. Jenis Imobilitas :
1) Imobilisasi fisik,
merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan
tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.
2) Imobilisasi intelektual,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan
daya pikir.
3) Imobilitas emosional,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan
secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba
dalam menyesuaikan diri.
4) Imobilitas sosial,
merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam
melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya,
sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

5. Etiologi
a. Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain:
(Restrick, 2005)
1) Fall
2) Fracture
3) Stroke

5
4) Postoperative bed rest
5) Dementia and Depression
6) Instability
7) Hipnotic medicine
8) Impairment of vision
9) Polipharmacy
10) Fear of fall
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi
1) Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat
pendidikannya. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang
akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan
kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan
kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya;
seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan
seorang pramugari atau seorang pemambuk.
2) Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan
mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah
tulang akan kesulitan untukobilisasi secara bebas.
Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena
adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih
lamban. Ada kalanya klien harus istirahat di tempat
tidurkarena mederita penyakit tertentu misallya; CVA yang
berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3) Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam
melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang
biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya
dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4) Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau
energi, orang yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya
di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang
pelari.

6
5) Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasny
dibandingkan dengan seorang remaja. Anak yang selalu
sakit dalam masa pertumbuhannya akan berbeda pula tingkat
kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

c. Faktor resiko
Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut, seperti pada
tabel berikut:
Gangguan Artritis
muskuloskeletal Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)
Gangguan Stroke
neurologis parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar,
neuropati)
Penyakit Gagal jantung kongensif (berat)
kardiovaskular Penyakit jantung koroner (nyeri dada
yang sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio
yang sering)
Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan
jatuh)
Penyebab Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah
lingkungan sakit atau panti werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau
kronik
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama
metastasis luas pada keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya
metastasis luas pada keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan
yang disebabkan obat antipsikotik)

6. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular,
meliputi sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon,
kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja
sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik

7
dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan
klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi
(peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung,
tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra
indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan
kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran
skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan
dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari
otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya
aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari
empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi
organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan
dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
a. Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung
kekuatan dan stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi
ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
b. Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan,
tetapi elastis dan menggunakan kartilago untuk menyatukan
permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang
mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal
antara sternum dan iga.
c. Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua
permukaan tulang disatukan dengan ligamen atau membran. Serat

8
atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak
dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki
bawah (tibia dan fibula) .
d. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang
dapat digerakkan secara bebas dimana permukaan tulang yang
berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan
oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti
sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi
interfalang pada jari.
e. Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih,
mengkilat, fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan
menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan
membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan
ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang
belakang) saat punggung bergerak.
f. Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat,
yang menghubungkan otot dengan tulang. Tendon itu kuat,
fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan
ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
g. Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak
mempunyai vaskuler, terutama berada disendi dan toraks,
trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah
besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami
osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti
osteoarthritis.
h. Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik
volunteer utama, berada di konteks serebral, yaitu di girus
prasentral atau jalur motorik.
i. Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari
bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot. Proprioseptor
memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara
berkesinambungan. Misalnya proprioseptor pada telapak kaki
berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri
atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki
secara terus menerus. Proprioseptor memonitor tekanan,
melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah
posisi.

9
7. Tanda Dan Gejala
a. Dampak fisiologis dari imobilitas, antara lain:
EFEK HASIL
Penurunan konsumsi oksigenIntoleransi ortostatik
maksimum
Penurunan fungsi ventrikelPeningkatan denyut jantung,
kiri sinkop
Penurunan volume sekuncup Penurunan kapasitas kebugaran
Perlambatan fungsi usus Konstipasi
Pengurangan miksi Penurunan evakuasi kandung kemih
Gangguan tidur Bermimpi pada siang hari,
halusinasi

b. Efek Imobilisasi pada Berbagai Sistem Organ


ORGAN / SISTEM PERUBAHAN YANG TERJADI AKIBAT IMOBILISASI
Muskuloskeletal Osteoporosis, penurunan massa tulang,
hilangnya kekuatan otot, penurunan area
potong lintang otot, kontraktor, degenerasi
rawan sendi, ankilosis, peningkatan tekanan
intraartikular, berkurangnya volume sendi
Kardiopulmonal Peningkatan denyut nadi istirahat,
dan pembuluh penurunan perfusi miokard, intoleran
darah terhadap ortostatik, penurunan ambilan
oksigen maksimal (VO2 max), deconditioning
jantung, penurunan volume plasma, perubahan
uji fungsi paru, atelektasis paru,
pneumonia, peningkatan stasis vena,
peningkatan agresi trombosit, dan
hiperkoagulasi
Integumen Peningkatan risiko ulkus dekubitus dan
laserasi kulit
Metabolik dan Keseimbangan nitrogen negatif,
endokrin hiperkalsiuria, natriuresis dan deplesi
natrium, resistensi insulin (intoleransi
glukosa), hiperlipidemia, serta penurunan
absorpsi dan metabolisme vitamin/mineral

8. Komplikasi
a. Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara
normal, mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya
kecepatan metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu
fungsi metabolic normal antara lain laju metabolic:
metabolisme karbohidarat, lemak, dan protein, keseimbangan
cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan
gangguan pencernaan. Keberdaaan infeksius padaklien
immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya demam dan

10
penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan
oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
1) Defisensi kalori dan proterin merupakan karakteristik
klien yangmengalamianoreksia sekunder akibat mobilisasi.
Immobilisasi menyebabkan asam aminotidak digunakan dan
akan diekskresikan. Pemcahan asasm amino akan
terusterjadi dan menghasilkan nitrogen sehingga
akumulasinya kan menyebbakankeseimbangan nitrogen
negative , kehilangan berat badan , penurnan massaotot,
dan kelemahan akibat katabolisme jarinagn. Kehilangan
masa otottertutama pada hati,jantung,paru-paru, saluran
pencernaan, dan imunitas.
2) Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi
tulang. Hal initerjadi karena immobilisasi menyebabkan
kerja ginjal yang menyebabkanhiperkalsemia.
3) Gangguan nutrisi (hipoalbuminemia) Imobilisasi akan
mempengaruhi system metabolik dan endokrin yang akibatnya
akan terjadi perubahan terhadap metabolisme zat gizi.
Salah satu yang terjadi adalah perubahan
metabolisme protein. Kadar plasma kortisol lebih tinggi
pada usia lanjut yang imobilisasi sehingga menyebabkan
metabolisme menjadi katabolisme. Keadaan
tidak beraktifitas dan imobilisasi selama 7 hari akan
meningkatkan ekskresinitrogen urin sehingga terjadi
hipoproteinemia.
4) Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan
motilitas usus. Konstipasi sebagai gejala umum , diare
karena feces yang cair melewati bagian tejpit dan
menyebabkan masalah serius berupa obstruksi usus mekanik
bila tidak ditangani karena adanya distensi dan
peningkatan intraluminal yang akan semakin parah bila
terjadi dehidrasi, terhentinya basorbsi, gannguan cairan
dan elektrolit.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai
dampak dari imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein
menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang sehingga

11
dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya
perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat
menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan
zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa
melaksanakan aktivitas metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi
gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan hasil
makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses
eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem
pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin menurun,
ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu
berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan
terjadinya pembentukan trombus.
Perubahan Sistem Muskuloskeletal
g. Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara
langsung.
h. Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur
sendi dan osteoporosis.
i. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan
elastisitas kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat
imobilitas.
j. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah
urine.
k. Perubahan Perilaku

12
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain
timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.

9. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
1) Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang
yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan ekstremitas,
amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran
anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan
pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah
tulang.
2) Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian
pinggang berlebihan)
3) Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan
sendi
4) Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi,
dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
5) Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal.
Bila salah satu ekstremitas lebih pendek dari yang lain.
Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan dengan cara
berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis -
stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower
motor neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
6) Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih
panas atau lebih dingin dari lainnya dan adanya edema.
Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer,
warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
7) Mengkaji fungsional klien
Kategori tingkat kemampuan aktivitas

13
TINGKAT
KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang
lain, dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan

Rentang gerak (range of motion-ROM)


DERAJAT RENTANG
GERAK SENDI
NORMAL
Bahu Adduksi: gerakan lengan ke 180
lateral dari posisi samping
ke atas kepala, telapak
tangan menghadap ke posisi
yang paling jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah 150
ke arah depan dan ke arah
atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari 80-90
tangan tangan ke arah bagian dalam
lengan bawah.
Ekstensi: luruskan 80-90
pergelangan tangan dari
posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari- 70-90
jari tangan ke arah belakang
sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan 0-20
tangan ke sisi ibu jari
ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan 30-50
tangan ke arah kelingking
telapak tangan menghadap ke
atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari- 30
jari tangan ke belakang
sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari 20
tangan
Adduksi: rapatkan jari-jari 20
tangan dari posisi abduksi

Derajat kekuatan otot


PERSENTASE KEKUATAN
SKALA KARAKTERISTIK
NORMAL (%)

14
0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi
otot dapat di palpasi atau
dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan melawan
tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan
penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh

KATZ INDEX
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA pemantauan, Dengan pemantauan,
perintah ataupun perintah,
didampingi pendampingan personal
atau perawatan total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi sendiri Mandi dengan bantuan
tanpa bantuan, atau lebih dari satu
hanya memerlukan bagian tuguh, masuk
bantuan pada bagian dan keluar kamar
tubuh tertentu mandi. Dimandikan
(punggung, genital, dengan bantuan total
atau ekstermitas
lumpuh)
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap Membutuhkan bantuan
mandiri. Bisa jadi dalam berpakaian,
membutuhkan bantuan atau dipakaikan baju
unutk memakai sepatu secara keseluruhan
TOILETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar kecil Butuh bantuan menuju
(toilet), mengganti dan keluar toilet,
pakaian, membersihkan membersihkan sendiri
genital tanpa bantuan atau menggunakan
telepon
PINDAH (1 poin) (0 poin)
POSISI Masuk dan bangun dari Butuh bantuan dalam
tempat tidur / kursi berpindah dari tempat
tanpa bantuan. Alat tidur ke kursi, atau
bantu berpindah dibantu total
posisi bisa diterima
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol Sebagian atau total
secara baik inkontinensia bowel
perkemihan dan buang dan bladder
air besar
MAKAN (1 poin) (0 poin)

15
Mampu memasukkan Membutuhkan bantuan
makanan ke mulut sebagian atau total
tanpa bantuan. dalam makan, atau
Persiapan makan bisa memerlukan makanan
jadi dilakukan oleh parenteral
orang lain.

Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi
berat; 0 = Rendah (Sangat tergantung)

b. Pemeriksaan Penunjang
 Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur,
dan perubahan hubungan tulang.
 CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang
tertentu tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan
tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon.
Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya
patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
 MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik
pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan
magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
 Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat
↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

10. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug
sepanjang kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang
berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas
tergantung pada fungsi system musculoskeletal,
kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic
pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah
yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.
b. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari
imobilitas dapat dkurangi atau dicegah dengan intervensi
keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu

16
pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau
turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan
sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan
komplikasi. Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan
poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik

Selain itu, Upaya mencegahkan terjadinya masalah


akibat kurangnya mobilisasi antara lain:
 Perbaikan status gisi
 Memperbaiki kemampuan monilisasi
 Melaksanakan latihan pasif dan aktif
 Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan
bady aligmen (Struktur tubuh).
 Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik
(mobilisasi untuk menghindari terjadinya dekubitus /
pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian
tubuh.

17
11. Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis
1) Usia.
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan
aktifitas, terkait dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang
perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai
dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan.
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya
gangguan pada sistem muskuloskeletal, ketergantungan
terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan
atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot,
sikap tubuh, dan dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah
bagaimana respons psikologis klien terhadap masalah gangguan
aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan
klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk
mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat gangguan
aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya,
misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran
diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana
keyakinan dan nilai yang dianut klien dengan kondisi
kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien
menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah
klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain
(Asmadi, 2008).
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system
musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran,
dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan

18
skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan
untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti
langsung atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi
imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat
diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda
tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan
tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat
menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala
peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat,
tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti
perintah dan sinkop
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan
gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi
peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-
perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan
gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya
kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama
adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada
permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur
dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang
tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk
tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering,
distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang
dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk
pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau
nyeri pada abdomen bagian bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman
pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh
rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi
mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.

19
k. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk
intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan,
karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga
yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang
rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan
institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang
terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan
pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan
yang potensial dapat meningkatakan mobilitas

13. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Gangguan mobilitas fisik
b. Nyeri akut
c. Intoleransi aktivitas
d. Defisit perawatan diri (Tarwoto & Wartonah, 2003)

20
RENCANA KEPERAWATAN

NO DIANGOSA KEPERAWATAN
TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
DX DAN KOLABORASI
1 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan asuhan Latihan Kekuatan
fisik berhubungan keperawatan selama ...x 24 jam Ajarkan dan berikan dorongan pada klien untuk
dengan Kerusakan klien menunjukkan: melakukan program latihan secara rutin
sensori persepsi. Mampu mandiri total
Membutuhkan alat bantu Latihan untuk ambulasi
Membutuhkan bantuan orang lain Ajarkan teknik Ambulasi & perpindahan yang aman
Membutuhkan bantuan orang lain kepada klien dan keluarga.
dan alat Sediakan alat bantu untuk klien seperti kruk,
Tergantung total kursi roda, dan walker
Dalam hal : Beri penguatan positif untuk berlatih mandiri
Penampilan posisi tubuh yang dalam batasan yang aman.
benar
Pergerakan sendi dan otot Latihan mobilisasi dengan kursi roda
Melakukan perpindahan/ Ajarkan pada klien & keluarga tentang cara
ambulasi : miring kanan-kiri, pemakaian kursi roda & cara berpindah dari kursi
berjalan, kursi roda roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
Dorong klien melakukan latihan untuk memperkuat
anggota tubuh
Ajarkan pada klien/ keluarga tentang cara
penggunaan kursi roda

Latihan Keseimbangan
Ajarkan pada klien & keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara mandiri dan menjaga
keseimbangan selama latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.

21
Perbaikan Posisi Tubuh yang Benar
Ajarkan pada klien/ keluarga untuk mem
perhatikan postur tubuh yg benar untuk
menghindari kelelahan, keram & cedera.
Kolaborasi ke ahli terapi fisik untuk program
latihan.

2 Nyeri akut Setelah dilakukan Asuhan


berhubungan dengan keperawatan selama …. x 24 jam: Pain Management
cedera fisik Pain Level, Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
Pain control, termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
Comfort level frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Kriteria Hasil : Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Mampu mengontrol nyeri (tahu Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
penyebab nyeri, mampu mengetahui pengalaman nyeri pasien
menggunakan tehnik Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
nonfarmakologi untuk mengurangi Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain
nyeri, mencari bantuan) tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
Melaporkan bahwa nyeri lampau
berkurang dengan menggunakan Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
manajemen nyeri menemukan dukungan
Mampu mengenali nyeri (skala, Kurangi faktor presipitasi nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda Ajarkan tentang teknik non farmakologi
nyeri) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Menyatakan rasa nyaman setelah Tingkatkan istirahat
nyeri berkurang Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan
Tanda vital dalam rentang tindakan nyeri tidak berhasil
normal Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri

22
3 Intoleransi Setelah dilakukan Asuhan Managemen Energi
aktivitas keperawatan selama …. x 24 jam Tentukan penyebab keletihan: :nyeri, aktifitas,
berhubungan : perawatan , pengobatan
denganKelemahan umum Klien mampu mengidentifikasi Kaji respon emosi, sosial dan spiritual
aktifitas dan situasi yang terhadap aktifitas.
menimbulkan kecemasan yang Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk
berkonstribusi pada meningkatkan aktifitas.
intoleransi aktifitas. Monitor respon kardiorespirasi terhadap
Klien mampu berpartisipasi aktifitas : takikardi, disritmia, dispnea,
dalam aktifitas fisik tanpa diaforesis, pucat.
disertai peningkatan TD, N, RR Monitor asupan nutrisi untuk memastikan ke
dan perubahan ECG adekuatan sumber energi.
Klien mengungkapkan secara Monitor respon terhadap pemberian oksigen :
verbal, pemahaman tentang nadi, irama jantung, frekuensi Respirasi
kebutuhan oksigen, pengobatan terhadap aktifitas perawatan diri.
dan atau alat yang dapat Letakkan benda-benda yang sering digunakan pada
meningkatkan toleransi terhadap tempat yang mudah dijangkau
aktifitas. Kelola energi pada klien dengan pemenuhan
Klien mampu berpartisipasi kebutuhan makanan, cairan, kenyamanan /
dalam perawatan diri tanpa digendong untuk mencegah tangisan yang
bantuan atau dengan bantuan menurunkan energi.
minimal tanpa menunjukkan Kaji pola istirahat klien dan adanya faktor
kelelahan yang menyebabkan kelelahan.

Terapi Aktivitas
Bantu klien melakukan ambulasi yang dapat
ditoleransi.
Rencanakan jadwal antara aktifitas dan
istirahat.
Bantu dengan aktifitas fisik teratur : misal:
ambulasi, berubah posisi, perawatan personal,
sesuai kebutuhan.
Minimalkan anxietas dan stress, dan berikan
istirahat yang adekuat
Kolaborasi dengan medis untuk pemberian terapi,

23
sesuai indikasi

4 Defisit perawatan Setelah dilakukan asuhan Bantuan Perawatan Diri: Mandi, higiene mulut,
diri berhubungan keperawatan selama... x24 jm penil/vulva, rambut, kulit
dengan Kerusakan Klien mampu : Kaji kebersihan kulit, kuku, rambut, gigi,
neurovaskuler Melakukan ADL mandiri : mandi, mulut, perineal, anus
hygiene mulut ,kuku, Bantu klien untuk mandi, tawarkan pemakaian
penis/vulva, rambut, lotion, perawatan kuku, rambut, gigi dan mulut,
berpakaian, toileting, makan- perineal dan anus, sesuai kondisi
minum, ambulasi Anjurkan klien dan keluarga untuk melakukan
Mandi sendiri atau dengan oral hygiene sesudah makan dan bila perlu
bantuan tanpa kecemasan Kolaborasi dgn Tim Medis / dokter gigi bila ada
Terbebas dari bau badan dan lesi, iritasi, kekeringan mukosa mulut, dan
mempertahankan kulit utuh gangguan integritas kulit.
Mempertahankan kebersihan area
perineal dan anus Bantuan perawatan diri : berpakaian
Berpakaian dan melepaskan Kaji dan dukung kemampuan klien untuk
pakaian sendiri berpakaian sendiri
Melakukan keramas, bersisir, Ganti pakaian klien setelah personal hygiene,
bercukur, membersihkan kuku, dan pakaikan pada ektremitas yang sakit/
berdandan terbatas terlebih dahulu, Gunakan pakaian yang
Makan dan minum sendiri, longgar
meminta bantuan bila perlu Berikan terapi untuk mengurangi nyeri sebelum
Mengosongkan kandung kemih dan melakukan aktivitas berpakaian sesuai indikasi
bowel
Bantuan perawatan diri : Makan-minum
Kaji kemampuan klien untuk makan : mengunyah
dan menelan makanan
Fasilitasi alat bantu yg mudah digunakan klien
Dampingi dan dorong keluarga untuk membantu
klien saat makan

Bantuan Perawatan Diri: Toileting


Kaji kemampuan toileting: defisit sensorik

24
(inkontinensia), kognitif (menahan untuk
toileting), fisik (kelemahan fungsi/ aktivitas)
Ciptakan lingkungan yang aman(tersedia pegangan
dinding/ bel), nyaman dan jaga privasi selama
toileting
Sediakan alat bantu (pispot, urinal) di tempat
yang mudah dijangkau
Ajarkan pada klien dan keluarga untuk melakukan
toileting secara teratur

25
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta :


Salemba Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep,
proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses
keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan
intervensi NIC dan kriteria hasil NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba
Medika
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification
(NIC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006.
Jakarta: Prima Medika

26

Anda mungkin juga menyukai