Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas


jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan
penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga
disebabkan karena kecelakaan yang tidak terduga (Masjoer A, 2005).
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan sesuaijenis
dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Smelzter and Bare, 2002).
Fraktur cervikal yaitu suatu kondisi vertebra servikal dimana vertebra
atau lebih mengalami fraktur atau dislokasi, kedua kondisi ini dapat
menyebabkan tekanan pada medula spinalis, dan mengakibatkan disfungsi
neurovaskuler. Terjadinya kecelakaan secara tiba-tiba yang menyebabkan
fraktur sering kali membuat orang panik dan tidak tahu tindakan apa yang
harus dilakukan. Ini disebabkan tidak adanya kesiapan dan kurangnya
pengetahuan terhadap fraktur tersebut. Seringkali untuk penanganan fraktur
ini tidak tepat, karena kurangnya informasi yang tersedia.
Susunan tulang pada manusia terdiri dari berbagai macam tulang di
antaranya tulang vertebra (servikal, torakal, lumbal, sakral, koksigis).
Tulang servikalis terdiri dari 7 tulang yaitu C1 atau atlas, C2 atau axis, C3,
C4, C5, C6 dan C7. Apabila cidera pada bagain servikal akan
mengakibatkan terjadinya trauma servikal.di mana trauma servikal
merupakan keadaan cidera pada tulang belakang servikal dan medulla
spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, sublukasi atau fraktur vertebra
servikalis dan di tandai kompresi pada medulla spinal daerah servikal
(Muttaqin, 2011).
Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap tahun di
Amerika serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5
hingga 53,4 kasus dalam 1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja

1
dan dewasa muda.2 Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%),
jatuh (25%) dan cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%). Sisanya
akibat kekerasan dan kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla
spinalis mengakibatkan defisit neurologis, sering menimbulkan gejala yang
berat, dan terkadang menimbulkan kematian. Walaupun insidens pertahun
relatif rendah, tapi biaya perawatan dan rehabilitasi untuk cedera medulla
spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien. Angka
mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80%
meninggal di tempat kejadian (Emma, 2011).
Di Indonesia kecelakaan merupakan penyebab kematian ke empat,
setelah penyakit jantung, kanker, dan stroke, tercatat ±50 meningkat per
100.000 populasi tiap tahun, 3% penyebab kematian ini karena trauma
langsung medulla spinalis, 2% karena multiple trauma. Insiden trauma pada
laki-laki 5 kali lebih besar dari perempuan. Ducker dan Perrot melaporkan
40% spinal cord injury disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40%
luka tembak, sport, kecelakaan kerja. Lokasi fraktur atau fraktur dislokasi
cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia
dekade 3 (Emma, 2011).
Dampak trauma servikal mengakibatkan syok neurogenik, syok spinal,
hipoventilasi, hiperfleksia autonomic, gangguan pada pernafasan, gangguan
fungsi saraf pada jari-jari tangan, otot bisep, otot trisep, dan otot- otot leher.
Akibat atau dampak lebih lanjut dari trauma servikal yaitu kematian.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Fisiologi
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk
skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa
dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf,
menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada
orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12
thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.
Atlas (C1) adalah vertebra servikalis pertama dari tulang belakang. Atlas
bersama dengan Axis (C2) membentuk sendi yang menghubungkan tengkorak dan
tulang belakang dan khusus untuk memungkinkan berbagai gerakan yang lebih
besar. C1 dan C2 bertanggung jawab atas gerakan mengangguk dan rotasi kepala.
Atlas tidak memiliki badan. Terdiri dari anterior dan posterior sebuah
lengkungan dan dua massa lateral. Tampak seperti dua cincin. Dua massa lateral
pada kedua sisi lateral menyediakan sebagian besar massa tulang atlas. Foramina
melintang terletak pada aspek lateral. Axis terdiri dari tonjolan tulang besar dan
parsaticularis memisahkan unggulan dari proses artikularis inferior. Prosesus yang
mirip gigi (ondontoid) atau sarang adalah struktur 2 sampai 3 cm corticocancellous
panjang dengan pinggang menyempit dan ujung menebal. Kortikal berasal dari arah
rostral (kearah kepala) dari tubuh vertebra.
Trauma tulang dapat mengenai jaringan lunak berupa ligament, discus dan faset,
tulang belakang dan medulla spinalis. Adapun beberapa ligamen yang terdapat pada
tulang servikal antara lain adalah :
1. Ligamen'ta fla'va: serangkaian pita dari jaringan elastis kuning melekat dan
memperluas antara bagian ventral lamina dari dua tulang yang berdekatan, dari
sumbu ke sacrum. Namanya Latin untuk "ligamen kuning," dan ini terdiri dari
elastis jaringan ikat membantu mempertahankan postur tubuh ketika seseorang
sedang duduk atau berdiri tegak. Terletak posterior tubuh vertebra, tetapi anterior
proses spinosus dari tulang belakang, yang merupakan tulang Prongs memancing
ke bawah dari belakang setiap tulang belakang, yang flava ligamenta membentuk

3
dua sejajar, bersatu garis vertikal dalam kanalis vertebralis. Hal ini juga mencakup
dari C2, vertebra servikalis kedua, semua cara untuk S1 dari sacrum, tulang
ditumpuk pada dasar tulang belakang di panggul. Pada ujung atas, setiap flavum
ligamentum menempel pada bagian bawah lamina dari vertebra di atasnya. lamina
ini adalah proyeksi horizontal pasangan tulang yang membentuk dua jembatan
mencakup ruang antara pedikel di kedua sisi tubuh vertebral dan proses spinosus
belakangnya. Mereka memperpanjang dari pedikel, setiap proses yang kurus
menonjol ke belakang dari kedua sisi dari tubuh vertebra, dan sudut terhadap garis
tengah tulang belakang, menggabungkan di tengah. Dalam melakukannya, mereka
membentuk melebar "V" yang mengelilingi aspek posterior kanal tulang belakang.
2. Ligamentum nuchae adalah padat bilaminar septum, segitiga intermuskularis
fibroelastic garis tengah. Meluas dari tonjolan oksipital eksternal ke punggung C7
dan menempel pada bagian median dari puncak occipital eksternal, tuberkulum
posterior C1 dan aspek medial duri terpecah dua belah leher rahim, ligamen
terbentuk terutama dari lampiran aponeurotic dari otot leher rahim yang berdekatan
dan yg terletak di bawah. Dari dangkal sampai dalam, otot-otot ini adalah trapezius,
genjang kecil, capitus splenius, dan serratus posterior superior. Juga anatomi, dan
mungkin penting secara klinis, ligamen telah ditemukan memiliki lampiran berserat
langsung dengan dura tulang belakang antara tengkuk dan C1.
3. Zygapophyseal adalah sendi sinovial sendi-sendi paling dasar dalam tubuh
manusia. Gabungan sinovial ditandai dengan memiliki kapsul sendi, cairan-cairan
sinovial sendi kapsul untuk melumasi bagian dalam sendi, dan tulang rawan pada
permukaan sendi di tengah atas dan bawah permukaan yang berdekatan dari setiap
tulang belakang untuk memungkinkan tingkat gerakan meluncur.
4. Atlantoaxial ligamentum posterior adalah tipis, membran luas melekat, di atas,
untuk batas bawah lengkung posterior atlas , bawah, ke tepi atas dari lamina dari
sumbu.
5. Atlantoaxial ligamentum anterior adalah membran yang kuat, untuk batas
bawah lengkung anterior dari atlas, bawah, ke depan tubuh sumbu . Hal ini
diperkuat di garis tengah dengan kabel bulat, yang menghubungkan tuberkulum

4
pada lengkung anterior dari atlas ke tubuh dari sumbu, dan merupakan kelanjutan
ke atas dari ligamentum longitudinal anterior.
6. Ligamentum longitudinal posterior terletak dalam kanalis vertebralis, dan
membentang sepanjang permukaan posterior tulang belakang tubuh, dari tubuh
sumbu, di mana ia terus-menerus dengan tectoria membrana, untuk sakrum.
ligamentum ini lebih sempit di badan vertebra dan lebih luas pada ruang disk
intervertebralis. Hal ini sangat penting dalam memahami kondisi patologis tertentu
tulang belakang seperti lokasi khas untuk herniasi cakram tulang belakang.
7. Ligamentum transversal dari atlas adalah kuat, band tebal, yang lengkungan di
cincin dari atlas , dan mempertahankan proses yg mirip gigi di kontak dengan
lengkung anterior. Ligamentum transversal membagi cincin dari atlas menjadi dua
bagian yang tidak setara: ini, posterior dan lebih besar berfungsi untuk transmisi
dari medula spinalis dan membran dan saraf aksesori.

Gambar. 2.1

5
Gambar 2.2

Cervikal disusun oleh 3 sendi penyusun yaitu : atlanto-occipital joint (C0-C1),


atlanto-axial joint Cervikal atlanto-axial joint (C1-C2), dan vertebrae joint (C2-
C7). Region ini merupakan (C1-C2), dan vertebrae joint (C2-C7). Region ini
merupakan region yang paling sering bergerak dari seluruh bagian tulang vertebra.
Hal itu dapat terlihat dari perannya yaitu untuk mengatur sendi dan memfasilitasi
posisi dari kepala, termasuk penglihatan (vision), pendengaran, penciuman dan
keseimbangan tubuh. Adapun gerakan yang dihasilkan pada region ini yaiyu fleksi-
ekstensi, rotasi dan lateral fleksi cervical (neuman, 2002).
a. Atlanto-occipital joint (C0-C1)

6
Atlanto-occipital joint (C0-C1) berperan dalam gerakan fleksi-ekstensi dan
lateral fleksiservikal. Artokinematika pada fleksi condylus yang conveks akan
slide kea rah belakang terhadap facet articularis yang concave sebesar 10
derajat. Sedangkan pada gerakan ekstensi condylus yang conveks akan slide
kea rah depan terhadap facet articularis yang concave sebesar 17 derajat. Pada
gerakan lateral fleksi cervical akan terjadi roll di sisi-sisi pada jumlah yang
kecil pada condylis occipital yang conveks terhadap facet articularis(atlas)
yang concave sebesar 5 derajat.
b. Atlanto-axial joint (C1-C2)
Gerakan utama pada atlanto axial joint adalah gerakan rotasi servikal ditambah
dengan gerakan fleksi dan ekstensi. Poada gerakan fleksi akan terjadi gerakan
pivot kedepan dan sedikit berputar pada atlas terhadap axis (C2). Gerakan
rotasi pada sendi ini sebesar 45 derajat dimana atlas yang berbentuk cincin akan
berputar disekitar processus odonthoid bagian processus articularis inferior
atlas yang sedikit concave akan slide dengan arah sirkuler (melingkar) terhadap
processus articularis superior axis.
c. Vertebra joints (C2-C7)
Pada vertebra joint terjadi gerakan fleksi-ekstensi, rotasi dan lateral fleksi
servikal. Pada gerakan fleksi permukaan processus aerticularis inferior
vertebrae superior yang berbentuk concave akan slide ke arah atas dan depan
terhadap processus articularis superior vertebra inferior sebesar 40 derajat,
sedangkan pada gerakan ekstensi permukaan processus articularis inferior
vertebra superior yang berbentuk concave akan slide kea rah bawah dan
belakang terhadap processus articularis superior vertebra inferior sebesar 70
derajat.
Adapun otot-otot penggeraka pada Regio Cervical ialah sebagai berikut :

Otot-otot Leher; tampak lateral (R. Putz & R Pabst: 2000), terlihat pada
gambar berikut ini.

7
Gambar 2.3
Keterangan gambar :
1. m. Sternocleidomastoideus 5. m. Scaleneus Anterior
2. m. Semispinalis 6. m. Scaleneus Medius
3. m. Splenius Capitis 7. m. Scaleneus Posterior
4. m. Levator Scapulae 8. m. Trapezius
a. m. Rectus capitis posterior major
1) Origo di procesus spinosus axis
2) Insertionya di linea nuchealis inferior
3) Inervasinya dari n. suboccipotalis.
b. m. Rectus capitis posterior minor
1) Origo di tuberculum posterius dari arcus posterior (atlas)
2) Insertionya di linea nuchealis inferior I
3) nervasinya dari n. suboccipotalis.
c. m. Obliqus capitis superior
1) Origo di tuberculum posterius dari arcus tranversus (atlas)
2) Insertionya di linea nuchealis inferior
3) Inervasinya dari n. suboccipotalis.
d. m. Obliqus capitis inferior
1) Origo di procesus spinosus axis
2) Insertionya di procesus tranversus
3) Inervasinya di n. suboccipotalis.

8
e. m. Rectus capitis lateralis
1) Origo di procesus tranversus bagian depan
2) Insertio di procesus jugularis os accipitale
3) Inervasinya dari n. Cervicalis.
Kelima otot tersebut berfungsi menyelaraskan posisi dan kinematik sendi kepala.
f. m. Sternocleidomastoideus
1) Origo di caput longum dari permukaan ventral sternum, caput breve dari 1/3
sternal clavicula.
2) Insertio di lingkar belakang procesus mastoideus dan ½ bagian lateral linea
nuchalis superior.
3) Inervasi dari n. accesorius pleksus cervicalis dan fungsinya menegakkan
kepala, fleksi leher, rotasi leher ke sisi berlawanan.
g. m. Scalenus anterior
1) Origo di tubercula anterior dari procesus tranversi VC 3-6.
2) Insertio di tuberculum musculi scaleni anterior costa I.
3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya
thorax mengangkat 2 tulang rusuk sebelah cranial (otot-otot inspirasi), tulang
belakang flexi lateral tulang belakang leher.
h. m. Scalenus medius
1) Origo di tubercula anterior dari procesus tranversi semua VC.
2) Insertio caput breve pada costa I, lateral dari m. Scalenus anterior, belakang
sulkus arteria subclavia
3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya
thorax mengangkat 2 tukang rusuk sebelah cranial (otototot inspirasi), tulang
belakang flexi lateral tulang belakang leher.
i. m. Scalenus anterior
1) Origo di tubercula posterior dari procesus tranversi semua VC 5-6
2) Insertio bertendon pendek dan pipih pada tepi atas costa II dan III
3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya
mengangkat 2 tukang rusuk sebelah cranial (otot-otot inspirasi), tulang belakang
flexi lateral tulang belakang leher.

9
j. m. longus capitis
1) Origo di tubercula anterior dari procesus tranversi semua C3-6
2) Insertio di permukaan luar pars basilaris ossis occipitalis
3) Inervasi dari cabang pleksus cervicalis dan pleksus brachialis dan fungsinya
flexi leher.

B. Patologi
1. Definis
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas
tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC
(2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur servikal
yaitu suatu kondisi vertebra servikal dimana vertebra mengalami fraktur atau
dislokasi, kedua kondisi ini dapat menyebabkan tekanan pada medula spinalis,
dan mengakibatkan disfungsi neurovaskuler.
2. Etiologi
Penyebab trauma tulang belakang adalah kecelakaan lalu lintas (44%),
kecelakaan olah raga(22%),terjatuh dari ketinggian(24%), kecelakaan kerja.
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun
mempunyai cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan.
Fraktur dapat diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat peristiwa trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran
ataupenarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada
tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada
kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur
komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

10
b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan benda lain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan
pada tibia, fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon
tentara yang berjalan baris-berbaris dalam jarak jauh.
c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak
(misalnya oleh tumor) atau tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
3. Patofisiologi
Penyebab tersering terjadinya cedera tulang belakang cervical adalah
kecelakaan mobil, kecelakaan motor, jatuh, cedera olah raga, dan luka akibat
tembakan atau pisau. Menurut mekanisme terjadinya cidera, cidera servikal di
bagi atas fleksi, fleksi rotasi, ekstensi, kompresi aksial. Cidera cervical atas
adalah fraktura atau dislokasi yang mengenai Basis Occiput-C2. Cidera tulang
belakang cervical bawah termasuk fraktura dan dislokasi ruas tulang belakang
C3-C7. Ruas tulang belakang C5 adalah yang tersering mengalami fraktur.
C1 hanya berupa cincin tulang yang terdiri atas arcus anterior yang tebal
dan arcus posterior yang tipis, serta masa lateralis pada masing-masing sisinya.
Tulang ini berartikulasi dengan kondilus occipitalis membentuk articulatio
atlanto-occipitalis, tempat berlangsungnya gerakan mengangguk. Dibawah,
tulang ini beratikulasi dengan C2, membentuk articulasio atlanto-axialis,
tempat berlangsungnya gerakan memutar kepala. Ketika cidera terjadi fraktur
tunggal atau multiple pada cincin C1 dan dislokasi atlanto-occipitalis sehingga
menyebabkan ketidakmampuan menggerakkan kepala dan kerusakan pada
batang otak. Cedera pada C1 dan C2 menyebabkan ventilasi spontan tidak
efektif.
Pada C3-C5 dapat terjadi kerusakan nervus frenikus sehingga dapat terjadi
hilangnya inervasi otot pernafasan aksesori dan otot interkostal yang dapat
menyebabkan komplience paru menurun.
Pada C4-C7 dapat terjadi kerusakan tulang sehingga terjadi penjepitan
medula spinalis oleh ligamentum flavum di posterior dan kompresi

11
osteosif/material diskus dari anterior yang bisa menyebabkan nekrosis dan
menstimulasi pelepasan mediator kimia yang menyebabkan kerusakan myelin
dan akson, sehingga terjadi gangguan sensorik motorik. Lesi pada C5-C7 dapat
mempengaruhi intercostal, parasternal, scalenus, otot2 abdominal. Intak pada
diafragma, otot trapezius, dan sebagian pectoralis mayor.
Cedera pada tulang servikal dapat menimbulkan lesi atau cedera pada
medulla spinalis yang dapat terjadi beberapa menit setelah adanya benturang
keras mengenai medulla spinalis. Saat ini, secara histologis medulla spinalis
masih normal. Dalam waktu 24-48 jam kemudian terjadi nekrosis fokal dan
inflamasi. Pada waktu cedera terjadi disrupsi mekanik akson dan neuron. Ini
disebut cedera neural primer. Disamping itu juga terjadi perubahan fisiologis
dan patologis progresif akibat cedera neural sekunder.
Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan atau trauma pada servikal maka
akan terjadi kerusakan secara struktural yang mengakibatkan gangguan pada
saraf spinal dan pembuluh darah disekitarnya yang akan menghambat suplai
O2 ke medulla spinalis atau akan terjadi ischemik pada jaringan tersebut.
Karena terjadi ischemik pada jaringan tersebut, dalam beberapa menit atau jam
kemudian akan ada pelepasan vasoactive agent dan cellular enzym yang
menyebabkan konstriksi kapiler pada pusat substansi abu-abu medula spinalis.
Ini merupakan permulaan dari cedera neural sekunder pada cedera medula
spinalis. Selanjutnya adalah peningkatan level Ca pada intraselular yang
mengakibatkan kerusakan pada endotel pembuluh darah yang dalam beberapa
jam kemudian dapat menimbulakan aneurisma dan ruptur pada pembuluh
darah di medula spinal. Peningkatan potasium pada ekstraseluler yang
mengakibatkan terjadinya depolarisasi pada sel (Conduction Block). Hipoxia
akan merangsang pelepasan katekolamin sehingga terjadi perdarahan dan
nekrosis pada sel.
Di tingkat selular, adnya kerusakan mitokondria akibat defisit suplai O2
dapat merangsang pelepasan superoksid (radikal bebas), disertai terjadinya
ketidakseimbangan elektrolit, dan pelepasan mediator inflamasi dapat
mengakibatkan terjadinya kematian sel (apoptosis) dengan manifestasi sel

12
mengkerut dan kromatin nuclear yang padat.
4. Gambaran Klinis
Lewis (2006) menyampaikan manifestasi klinik adalah sebagai berikut:
a. Nyeri
Nyeri dirasakan langsung setelah terjadi trauma. Hal ini dikarenakan adanya
spasme otot, tekanan dari patahan tulang atau kerusakan jaringan sekitarnya.
b. Bengkak/edama
Edema muncul lebih cepat dikarenakan cairan serosa yang terlokalisir pada
daerah fraktur dan extravasi daerah di jaringan sekitarnya.
c. Memar/ekimosis
Merupakan perubahan warna kulit sebagai akibat dari extravasi daerah di
jaringan sekitarnya.
d. Spasme otot
Merupakan kontraksi otot involunter yang terjadi disekitar fraktur.
e. Penurunan sensasi
Terjadi karena kerusakan syaraf, terkenanya syaraf karena edema.
f. Gangguan fungsi
Terjadi karena ketidakstabilan tulang yang fraktur, nyeri atau spasme otot.
paralysis dapat terjadi karena kerusakan syaraf.
g. Mobilitas abnormal
Adalah pergerakan yang terjadi pada bagian-bagian yang pada kondisi
normalnya tidak terjadi pergerakan. Ini terjadi pada fraktur tulang panjang.
h. Krepitasi
Merupakan rasa gemeretak yang terjadi jika bagian-bagaian tulang
digerakkan.
i. Deformitas
Abnormalnya posisi dari tulang sebagai hasil dari kecelakaan atau trauma
dan pergerakan otot yang mendorong fragmen tulang ke posisi abnormal,
akan menyebabkan tulang kehilangan bentuk normalnya.
j. Shock hipovolemik
Shock terjadi sebagai kompensasi jika terjadi perdarahan hebat.

13
C. Intervensi Fisioterapi
1. TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation)
a. Pengertian TENS
TENS merupakan alat stimulasi elektris maksudnya alat yg mengubah arus
listrik menjadi stimulasi untuk terapi. TENS memberikan arus listrik dengan
amplitudo sampai dengan 50mA dengan frekuensi 10-250Hz, banyak
digunakan untuk terapi pengurangan rasa sakit.
b. Bentuk pulsa TENS :
1) Monophasic mempunyai bentuk gelombang rectanguler, trianguler dan
gelombang separuh sinus searah.
2) Biphasic bentuk pulsa rectanguler biphasic simetris dan sinusoidal
biphasic simetris; pola polyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan bentuk
interferensi atau campuran.
c. Penempatan Elektroda
1) Di sekitar lokasi nyeri : Cara ini paling mudah dan paling sering digunakan,
sebab metode ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa
memperhatikan karakter dan letak yang paling optimal dalam hubungannya
dengan jaringan penyebab nyeri.
2) Dermatome : Penempatan pada area dermatome yang terlibat, Penempatan
pada lokasi spesifik dalam area dermatome, Penempatan pada dua tempat
yaitu di anterior dan di posterior dari suatu area dermatome tertentu.
d. Prosedur penggunaan TENS
1) Tingkat analgesia-sensoris: frekuensi 50-150 Hz, durasi pulsa <200 (60-
100) mikrodetik, durasi 1 jam.
2) Tingkat analgesia untuk rasa nyeri: frekuensi 150 Hz, durasi pulsa >150
mikrodetik, dusari 15-30 menit.
3) Pembebasan opiet endogen: frekuensi 1-5hz, durasi pulsa 200-300
mikrodetik, durasi 30-45 menit.
e. Indikasi TENS
1. Trauma musculoskeletal baik akut maupun kronik
2. Nyeri kepala

14
3. Nyeri pasca operasi
4. Nyeri pasca melahirkan
5. Nyeri miofasial
6. Nyeri visceral
7. Nyeri yang berhubungan dengan sindroma deprivasi
sensorik :
a) Neuralgia
b) Kausalgia
c) Nyeri phantom
f. Kontraindikasi TENS
1. Penyakit vaskuler (arteri maupun vena)
2. Adanya kecenderungan pendarahan (pada area yang diterapi)
3. Keganasan (pada daerah/ area yang diterapi)
4. Pasien beralat pacu jantung
5. Kehamilan (bila terapi diberikan pada daerah abdomen atau panggul)
6. Luka terbuka yang sangat lebar
7. Kondisi infeksi
g. Efek fisiologis
1.) Mengurangi nyeri
TENS merangsang sel neuron sensory yang diameter besar untuk masuk lebih
dahulu ke gate (pintu masuk) di subtansia gelatinosa dan menghambat sel
nociceptive yang berdiameter kecil untuk memberikan informasi ke otak,
sehingga rangsang nyeri tidak sampai ke otak dan membuat nyeri berkurang.
2.) Meningkatkan aliran darah dan pertukaran cairan.
2. Positioning
Setiap posisi atau gerak dari pasien harus selalu berada dalam lingkup pola
penyembuhan atau berlawanan dengan pola spastisitas yang timbul kemudian,
posisi dan latihan gerak dalam pola penyembuhan harus sejak dini
dilaksanakan.Pengaturan posisi yang benar dengan posisi anatomis, ini
bermanfaat untuk menghambat pola sinergis dan spastisitas ketika adanya
peningkatan tonus.

15
3. Breathing Exercise
Latihan pernapasan yang dilakukan dengan teknik deep breathing dan chest
expantion secara aktif. Tujuan dari latihan pernapasan ini antara lain: (1)
menambah atau meningkatkan ekspansi thorak, (2) memelihara ventilasi, (3)
mempertahankan kapasitas vital, (4) mencegah komplikasi paru, (5) relaksasi.
Pada teknik deep breathing, pasien diminta melakukan inspirasi dan ekspirasi
secara maksimal dengan kombinasi gerakan-gerakan pada lengan secara
bilateral sedangkan pada teknik chest expantion dilakukan seperti latihan
pernapasan biasa dengan diberi tahanan manual. Latihan pernapasan ini
dilakukan dengan pengulangan sebanyak tiga kali atau sesuai toleransi pasien
(Hollis dan Fletcher, 1999).
4. Passive exercise
Suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang dihasilkan oleh
tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot. Semua
gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien.Efek pada latihan ini
adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot, memelihara dan
meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot, mencegah perlengketan
jaringan.
5. Neck Cailliet Exercise
Neck Cailliet Exercise adalah salah satu terapi latihan isometrik kontraksi
dengan menahan tahanan maksimal dan diakhiri dengan relaksasi. Metoda Neck
Cailliet Exercise dapat digunakan untuk mengatasi spasme otot dan untuk
memelihara atau meningkatkan kekuatan otot leher untuk memperoleh
ketahanan statis dan dinamis leher, memelihara luas gerak sendi dan kelenturan
leher, serta memperoleh postur yang benar dengan terkoreksinya muscle
imbalance. Metode ini mula – mula intinya berupa latihan isometric untuk otot
– otot leher, namun dalam perkembangannya ditambah dengan latihan postur
untuk mengurangi lordosis leher dan forward head posture: latihan stretching
untuk otot – otot leher dan otot – otot bahu.

16
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
A. Identitas Umum
Nama : Nn. SA
Umur : 22 tahun
Tanggal lahir : 15/05/1996
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Enrekang
Agama : Islam
No.RM : 881284
Kamar : 9 Bed 1
a. Pemeriksaan Vital Sign :
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Denyut Nadi : 84x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Suhu : 36,7ºC
B. Anamnesis Khusus
Keluhan utama : Nyeri pada leher
Gambaran nyeri : Tertusuk-tusuk
RPP :
Pasien mengeluh nyeri pada leher belakangnya setelah mengalami
kecelakaan mobil. Mobil pasien terguling saat akan menabrak sebuah
rumah. Dan pasien merupakan penumpang di mobil tersebut. Riwayat
pingsan ( - ), riwayat muntah ( - ), riwayat batuk lama ( - ), riwayat hipertensi
( - ), riwayat DM ( - ).
C. Inspeksi/Observasi
a. Statis :
1. Pasien menggunakan neck collar.
2. Pasien dalam posisi berbaring telentang dan tidak menggunakan bantal.
b. Dinamis :

17
1. Pasien tidak bisa menggerakkan lehernya, menengok ke kiri ke kanan.
2. Pasien tidak mampu duduk dan berdiri lama.
D. Pemeriksaan Fungsi Gerak Dasar
1. Gerak Aktif
Gerak aktif adalah gerakan yang dilakukan sendiri oleh penderita, sesuai
petunjuk terapis. Terapis memperhatikan LGS (Luas Gerak Sendi) dan
kesulitan gerakan ketika pasien melakukan gerakan.
2. Gerak Pasif
Gerak pasif adalah suatu gerakan terapis terhadap pasien yang dilakukan
oleh terapis tanpa melibatkan pasien secara aktif. Sebelum melakukan
gerakan, usahakan agar region yang akan degerakkan dalam keadaan rileks
dan pada saat digerakan usahakan mencapai ROM seoptimal mungkin dengan
memperhatikan keluhan pasien, sehingga pada satu sisi akan terjadi
penguluran dan pada sisi yang lain mengalami kompresi.
3. Gerak Isometrik Melawan Tahanan ( TIMT )
Gerak Isometrik Melawan Tahanan ( TIMT ) / Resisted Isometric
Movement ( RIM ) atau tes provokasi nyeri adalah gerakan yang ditujukan
pada musculotendinogen dan neurogen. Caranya, pasien melakukan gerakan
dengan melawan tahanan yang diberikan oleh pemeriksa tanpa terjadi
gerakan yang merubah posisi ROM sendi pada region yang diperiksa.
E. Pemeriksaan Spesifik dan Pengukuran
1. Palpasi
Pada pemeriksaan selanjutnya palpasi diperlukan untuk mersakan permukaan
otot dengan sentuhan terapis. Dimana teknik pelaksanaannya itu dengan
meraba atau memberikan sentuhan pada daerah tertentu yang akan di periksa
dengan memperhatikan beberapa hal. Pada saat palpasi yang perlu
diperhatikan adalah, ketegangan otot, suhu, pembengkakan/oedema dan
tekstur permukaan pada kulitnya.
2. Tes sensibilitas
a. Raba ringan (tes kasar/halus)

18
Tes Raba ringan menggunakan kapas atau tissue, caranyadengan
menyentuh atau mengusap. Respon pasien mengenai rangsangan dengan
menjawab ya atau tidak
b. Nyeri ( Diskriminasi tajam / Tumpul )
Tes dengan menggunakan peniti dan paper clip, tusukan ujung tajam dan
ujung tumpul secara random ( tempat rangsangan jangan terlalu dekat ).
Dengan tekanan yang ringan dan sama. Hati-hati dengan tajam jangan
menusuk kulit. Respon pasien menjawab setiap rangsangan sebagai (
tajam, tumpul, atau tidak terasa )
3. Pengukuran Nyeri
Pengukuran derajat nyeri dapat menggunakan VAS (Visual Analogue Scala).
VAS merupakan salah satu cara pemeriksaan derajat nyeri selain VDS
(Verbal Descriptive Scale) dan skala 5 tingkat. Pengukuran VAS dengan cara
pasien diminta untuk menunjukkan satu titik pada garis skala nyeri yang telah
diberi nomor dari nol sampai sepuluh (0 - 10), jarak setiap nomor sama. Salah
satu ujung garis menunjukkan tidak nyeri (titik nol), dan ujung yang lain
menunjukkan nyeri hebat (titik sepuluh), kemudian titik tengah dari garis
tersebut menunjukkan rasa nyeri yang sedang.

4. Pengukuran ROM
Tes ini bertujuan untuk mengetahui gerakan sendi dengan menggunakan alat
bantu Goniometer. Dalam literature telah ditetapkan kriteria normal ROM
untuk masing-masing persendian, meskipun demikian ROM normal pada
masing-masing individu berbeda, disesuaikan dengan usia dan ukuran badan
seseorang. Prosedur Pengukuran ROM :
a. Posisi anatomis (tubuh tegak, lengan lurus disamping tubuh, lengan
bawah dan tangan menghadap ke depan).
b. Sendi yang diukur terbebas dari pakaian.

19
c. Beri penjelasan & contoh gerakan yang akan dilakukan.
d. Berikan gerakan pasif untuk menghilangkan gerakan subtitusi dan
ketegangan.
e. Berikan stabilisasi pada segmen bagian proksimal.
f. Tentukan axis gerak dengan cara melakukan palpasi pada bagian tulang
sebelah lateral sendi.
g. Letakkan tangkai goniometer yang statis paralel dengan aksis
longitudinal segmen tubuh yang bergerak.
h. Pastikan axis goniometer tepat pada axis gerakan sendi.
i. Baca dan catat hasil pemeriksaan ROM.

Joint-ROM Metode International Standard Orthopedic


Measurement (ISOM)
GERAKAN LETAK GONIOMETER ROM HASIL
NORMAL PENGUKURAN
CERVICAL
Ekstensi/Fleksi Temporomandibular joint S. 40º - 0º - 40º
Lat.Fleksi ka/ki Garis tengah F. 45º - 0º - 45º
proc.mastoideus
Rotasi ka/ki Garis tengah hidung R. 50º - 0º - 50º

6. Pengukuran Kekuatan Otot (MMT)


Pengukuran kekuatan otot ini dilakukan untuk membantu menegakkan
diagnosa fisioterapi dan jenis latihan yang diberikan, dan dapat menentukan
prognosis pasien serta dapat digunakan sebagai bahan evaluasi.Maka
pemeriksaan kekuatan otot dianggap penting. Parameter yang digunakan
untuk mengetahui nilai kekuatan otot adalah pemeriksaan kekuatan otot
secara manual atau manual muscle testing (MMT) dengan ketentuan sebagai
berikut :

20
Nilai Keterangan
Nilai 0 Otot benar-benar diam pada palpasi atau inspeksi
visual (tidak ada kontraksi)
Nilai 1 Otot ada kontraksi, baik dilihat secara visual atau
palpasi, ada kontraksi satu atau lebih dari satu otot
Nilai 2 Gerak pada posisi yang meminimalkan gaya gravitasi.
Posisi ini sering digambarkan sebagai bidang
horizontal gerakan tidak full ROM
Nilai 3 Gerak melawan gravitasi dan full ROM
Nilai 4 Resistance Minimal
Nilai 5 Resistance Maksimal

F.Pemeriksaan penunjang
Foto x-ray polos

G. Algoritma assrsment fisioterapi


Terlampir ...
H. Diagnosa Fisioterapi
Limitasi Gerak Cervical et causa Compression Fracture Vertebra Cervical 5.

21
I. Problematik Fisioterapi
1. Impairment
a. Nyeri pada leher.
b. Adanya keterbatasan gerak pada cervikal.
2. Fungtional limitation
a. Pasien kesulitan menengok/menoleh ke kiri atau ke kanan secara
langsung.
3. Participation retriction
a. Pasien tidak bisa ikut berpartisipasi dalam kegiatan sosial di
lingkungannya dan juga dalam keluarganya karena kondisinya yang
sedang bedrest.
J. Tujuan intervensi fisioterapi
1. Tujuan jangka pendek
a. Untuk mengurangi nyeri pada leher.
b. Untuk membantu meningkatkan ROM pasien.
c. Untuk mencegah kontraktur.
2. Tujuan jangka panjang

a. Untuk mengembalikan kemampuan fungsional pasien dan


mempertahankan kemampuan fungsional bagian tubuh yang sehat
agar pasien dapat ikut berpartisipasi di dalam lingkungannya.
K. Rencana program intervensi fisioterapi
1. TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation)
TENS merupakan alat stimulasi elektris maksudnya alat yg mengubah
arus listrik menjadi stimulasi untuk terapi. TENS memberikan arus listrik
dengan amplitudo sampai dengan 50mA dengan frekuensi 10-250Hz,
banyak digunakan untuk terapi pengurangan rasa sakit/nyeri.
2. Positioning
Setiap posisi atau gerak dari pasien harus selalu berada dalam lingkup
pola penyembuhan atau berlawanan dengan pola spastisitas yang timbul
kemudian, posisi dan latihan gerak dalam pola penyembuhan harus sejak
dini dilaksanakan.Pengaturan posisi yang benar dengan posisi anatomis,

22
ini bermanfaat untuk menghambat pola sinergis dan spastisitas ketika
adanya peningkatan tonus.
3. Breathing Exercise
Latihan pernapasan yang dilakukan dengan teknik deep breathing dan
chest expantion secara aktif. Pada teknik deep breathing, pasien diminta
melakukan inspirasi dan ekspirasi secara maksimal dengan kombinasi
gerakan-gerakan pada lengan secara bilateral sedangkan pada teknik
chest expantion dilakukan seperti latihan pernapasan biasa dengan diberi
tahanan manual. Latihan pernapasan ini dilakukan dengan pengulangan
sebanyak tiga kali atau sesuai toleransi pasien.
4. Passive exercise
Suatu latihan yang digunakan dengan gerakan yang dihasilkan oleh
tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot atau aktifitas otot.
Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi pasien.Efek
pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi otot,
memelihara dan meningkatkan LGS, mencegah pemendekan otot,
mencegah perlengketan jaringan.

23
BAB IV
PENUTUP

KESIMPULAN
Vertebra dimulai dari cranium sampai pada apex coccigeus, membentuk
skeleton dari leher, punggung dan bagian utama dari skeleton (tulang cranium, costa
dan sternum). Fungsi vertebra yaitu melindungi medulla spinalis dan serabut syaraf,
menyokong berat badan dan berperan dalam perubahan posisi tubuh. Vertebra pada
orang dewasa terdiri dari 33 vertebra dengan pembagian 5 regio yaitu 7 cervical, 12
thoracal, 5 lumbal, 5 sacral, 4 coccigeal.
Cervikal disusun oleh 3 sendi penyusun yaitu : atlanto-occipital joint (C0-C1),
atlanto-axial joint Cervikal atlanto-axial joint (C1-C2), dan vertebrae joint (C2-
C7). Region ini merupakan (C1-C2), dan vertebrae joint (C2-C7). Region ini
merupakan region yang paling sering bergerak dari seluruh bagian tulang vertebra.
Hal itu dapat terlihat dari perannya yaitu untuk mengatur sendi dan memfasilitasi
posisi dari kepala, termasuk penglihatan (vision), pendengaran, penciuman dan
keseimbangan tubuh.
Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas
tulang, sedangkan menurut Boenges, ME., Moorhouse, MF dan Geissler, AC
(2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang.
Fraktur adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Fraktur servikal yaitu
suatu kondisi vertebra servikal dimana vertebra mengalami fraktur atau dislokasi,
kedua kondisi ini dapat menyebabkan tekanan pada medula spinalis, dan
mengakibatkan disfungsi neurovaskuler.
Adapun beberapa intervensi fisioterapi yang diberikan ialah TENS, positioning,
breathing exercise dan juga passive exercise.

24
Algorhitma Assessmen Pada Kondisi Limitasi Gerak Cervical et causa
Compression Fracture Vertebra Cervical 5.

History Taking
Pasien mengeluh nyeri pada leher belakangnya setelah mengalami kecelakaan mobil. Mobil
pasien terguling saat akan menabrak sebuah rumah. Dan pasien merupakan penumpang di
mobil tersebut. Riwayat pingsan ( - ), riwayat muntah ( - ), riwayat batuk lama ( - ), riwayat
hipertensi ( - ), riwayat DM ( - )

Inspeksi
a. Statis :
1. Pasien menggunakan neck collar.
2. Pasien dalam posisi berbaring telentang dan tidak menggunakan bantal.
b. Dinamis :
1. Pasien tidak bisa menggerakkan lehernya, menengok ke kiri ke kanan.
2. Pasien tidak mampu duduk dan berdiri lama.

Pemeriksaan fisik

PFGD :
Tes sensorik :
Pengukuran Nyeri
Gerak aktif Pengukuran ROM
Palpasi Tes halus/kasar
Gerak pasif VAS
Tes tajam/tumpul
TIMT

Pemeriksaan penunjang:

X-Ray vertebra cervikal

Diagnosa ICF :
Limitasi Gerak Cervical et causa Compression Fracture Vertebra Cervical 5.

25
DAFTAR PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang. https://rsop.co.id/anatomi-dan-


fisiologi-tulang-belakang-bagian-1/. Akses tanggal : 1 Mei 2019

Ervan, Hartanto Sumarno, SST FT. Anatomi Fungsional Vertebrae.


November 15, 2011.
http://fisioterapishartanto.blogspot.co.id/2011/11/anatomi-fungsional-
vertebra.html . Akses tanggal : 1 Mei 2019

Adhim.2010. Diagnosis dan Penanganan Fraktur Servikal.http/www.fik-


unipdu.web.id. Diakses tanggal 1 Mei 2019
Pal Singh, Arun.2009 .Basic Anatomy of Upper Cervical Spine.
http://boneandspine.com/musculoskeletal-anatomy/basic-anatomy-of-upper-
cervical-spine/. Diakses tanggal 1 Mei 2019
Snell, Richard S. 1997. Anatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi
ke-5. Terjemahan Asli Jan Tambayong. Jakarta: EGC.

26

Anda mungkin juga menyukai