Bab II Crs Paralisis Hipokalemi
Bab II Crs Paralisis Hipokalemi
0
LAPORAN KASUS
I. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. H
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 28 tahun
Alamat : Kampung Baru RT.18
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
MRS : 05 November 2015
Tanggal Pemeriksaan : 07 November 2015
Keluhan Utama
Seluruh badan tidak bisa digerakkan
Keluhan tambahan
Mual, muntah, lemas.
1
hilang sensari rasa. Keluhan ini bukan yang pertama dialami os, os sudah pernah
mengalami keluhan yang sama sebanyak dua kali, keluhan pertama dialami os ±
2 tahun yang lalu, keluahan kedua ± 3 bulan yang lalu, dan keluahan berulang
lagi saat ini.
Keluhan juga disertai oleh demam, demam tidak terlalu tinggi, demam naik
turun, demam turun mencapai suhu normal, suhu demam sama disetiap waktu,
demam disertai menggigil, tidak ada perdarahan gusi (-), nyeri BAK (-), BAB
dalam batas normal.
Riwayat trauma disangkal, ada anggota keluarga yang mengalami keluhan
yang sama seperti yang os rasakan. Os sudah berobat ke dokter setempat, dan
diberi obat, tetapi os tidak mengetahui apa nama dan jenis obatnya, namun tidak
ada perubahan pada gejala os, os akhirnya dibawa berobat ke RSUD Rd.
Mattaher.
2
Riwayat Penyakit dalam keluarga
Ada anggota keluarga os yang mengalami penyakit atau keluhan yang sama
dengan os. Penyakit keturunan darah tinggi (-), kencing manis (-), jantung (-).
3
Kelenjar getah bening
Kelenjar getah bening submandibula, leher, aksila, dan inguinal tidak ada
pembesaran dan tidak ada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval simetris, ekspresi datar, rambut tidak mudah dicabut, alopesia (-),
malar rash (-), deformitas (-), muka sembab (-). Nyeri tekan saraf (-).
Mata
Exopthalmus/enophtal : tidak ada Lensa : dbn
Tekanan bola mata : tidak dilakukan Fundus :-
Kelopak : edema (-/-) visus : dbn
Conjungtiva : anemis (-/-) Lapangan penglihatan : dbn
Sklera : ikterik (-/-)
Kornea : dbn
Pupil : isokor
Hidung
Bagian luar : dbn Selaput lender : dbn
Septum : dbn Penyumbatan :dbn
Ingus : dbn Perdarahan : dbn
Telinga
Tophi : dbn selaput : dbn
Lubang : dbn pendengaran : dbn
Cairan : dbn lain-lain
Nyeri tekan di proc. : dbn
Mastoideus : dbn
Mulut
Bibir : kering (+) Bau pernafasan : dbn
Gigigeligi : dbn Palatum : dbn
Gusi : perdarahan (-)
Selaput lender : dbn
4
Lidah : dbn
Leher
Kelenjar Getah bening : dbn Trakea : dbn
Kelenjar gondok : dbn Tumor :-
Tekanan vena jugularis : 5-2mmhg Lain-lain
Kaku kuduk :-
Thorax
Bentuk : Simetris
Pergerakan dinding dada : Tidak ada yang tertinggal
Spider nevi :-
Paru-paru
Inspeksi : statis, dinamis simetris, kanan = kiri
Gerakan kedua belah pihak : Simetris
Dalam pernafasan : biasa
Jenis pernafasan : torako abdominal
Kecepatan pernafasan : 20 x menit
5
Abdomen
Inspeksi : datar, venektasi vena (-), spider nevi (-), skiatrik (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastrium (+), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani,
Auskultasi : bising usus (+) normal
Alat kelamin
Tidak ada kelainan
Ekstremitas atas
Warna : sawo matang
Kuku : dbn
Tremor :-
Eritema palmaris : -
Reflek fisiologis : + (dbn)
Ekstremitas bawah
Luka :- varises :-
Parut :- gerakan : dbn
Sendi : nyeri - suhu raba : dbn
Kekuatan :+5 lain-lain
Edema :-
Refleks fisiologis : + ( dbn)
Refleks patologis : -
IV. Pemeriksaan penunjang (05 November 2015)
A. laboratorium
Darah rutin
WBC 8,4 103/mm3 (3,5-10)
RBC 5,96 106/mm3 (3,8-5,8)
HGB 12 g/dl (11,0-16,5)
HCT 37,9 % (35-50)
PLT 568 103/mm3 (150-390)
PCT 0,179 % (0,100-0,500)
6
MCV 84 um3 (80-97)
MCH 28 pq (26,5-33,5)
MCHC 32,1 g/dl (31,5-35,0)
RDW 10,2 % (10-15)
MPV 6,8 um3 (6,5-11)
PDW 14,6 % (10-18)
Kimia klinik
Darah (05 November 2015)
Glukosa sewaktu 129 mg/dl
Faal Ginjal
Ureum 73 mg/dl
Kreatinin 1,2 mg/dl
Pemeriksaan Elektrolit
Natrium (Na) 138,03 mmol/L (135-148)
Kalium (K) 1,37 mmol/L (3,5- 5,3)
Chlorida (Cl) 106,21 mmol/L (98-110)
Calsium (Ca) 1,26 mmol/L (1,19-1,23)
V. Diagnosis Kerja
Paralisis periodik hipokalemi
VI. Penatalaksanaan
Non farmakologis
Istirahat
Makanan lunak
Makanan tinggi kalsium 5-10 g/hari
Diet rendah karbohidrat 60-80 g/hari
Diet rendah garam 2,3 g/hari
Farmakologis
IVFD RL 20 gtt/ menit
Bolus KCL 4,5 mEq dalam 5% manitol, iv pelan
7
Koreksi KCL 25 mEq/kolf/12 jam ( 50mEq/L/24jam)
Acetazolamide 3x250mg
X. Prognosis
Quo ad vitam dubia ad bonam
Quo ad functionam dubia ad bonam
8
P : IVFD RL 20 gtt/ menit
Koreksi KCL 25 mEq/kolf/12 jam ( 50mEq/L/24jam)
Acetazolamide 3x250mg
07 November 2015
S : Kelemahan sudah sangat berkurang, os sudah bisa menggerakkan tangan dan
badan, dan kaki, mual (-), muntah (-).
O : KU : sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/70 mmhg T : 36,50C
N : 84x/menit RR : 18 x/menit
A : Paralisis periodik hipokalemi
P : IVFD RL 20 gtt/ menit
Koreksi KCL 25 mEq/kolf/12 jam ( 50mEq/L/24jam)
Acetazolamide 3x250mg
08 November 2015
S : Kelemahan sudah tidak ada, os sudah bisa berjalan ke kamar mandi
O : KU : sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/70 mmhg T : 360C
N : 88x/menit RR : 16 x/menit
A : Paralisis periodik hipokalemi
9
P : IVFD RL 20 gtt/ menit
Koreksi KCL 25 mEq/kolf/12 jam ( 50mEq/L/24jam)
Acetazolamide 3x250mg
09 November 2015
S : Os sudah tampak lebih segar dan membaik
O : KU : sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/70 mmhg T : 36,20C
N : 84x/menit RR : 18 x/menit
A : Paralisis periodik hipokalemi
P : IVFD RL 20 gtt/ menit
Koreksi KCL 25 mEq/kolf/12 jam ( 50mEq/L/24jam)
Acetazolamide 3x250mg
10
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Paralisis periodik hipokalemik (PPH) adalah kelainan yang ditandai
kelemahan otot akut karena hipokalemia yang terjadi secara episodik. Sebagian besar
PPH merupakan PPH primer atau familial. PPH sekunder bersifat sporadik dan
biasanya berhubungan dengan penyakit tertentu atau keracunan.
Periodik paralisis hipokalemi merupakan kelainan pada membran sel yang
sekarang ini dikenal sebagai salah satu kelompok kelainan penyakit chanellopathies
pada otot skeletal. Kelainan ini dikarakteristikkan dengan terjadinya suatu episodik
kelemahan tiba-tiba yang diakibatkan gangguan pada kadar kalium serum. Periodik
paralisis ini dapat terjadi pada suatu keadaan hiperkalemia atau hypokalemia.
Paralisis hipokalemi merupakan penyebab dari acute flacid paralisis dimana
terjadi kelemahan otot yang ringan sampai berat hingga mengancam jiwa seperti
cardiac aritmia dan kelumpuhan otot pernapasan. Beberapa hal yang mendasari
terjadinya hipokalemi paralisis antaralain tirotoksikosis, renal tubular acidosis,
Gitelman Syndrome, keracunan barium, pemakaian obat golongan diuretik dan diare,
namun dari beberapa kasus sulit untuk diidentifikasi penyebabnya.
EPIDEMIOLOGI
Insidensinya yaitu 1 dari 100.000 periodik paralisis hipokalemi banyak terjadi
pada pria daripada wanita dengan rasio 3-4 : 1. Usia terjadinya serangan pertama
bervariasi dari 1-20 tahun, frekuensi serangan terbanyak di usia 15-35 tahun dan
kemudian menurun dengan peningkatan usia.
ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya paralisis hipokalemi dibagi menjadi 2 yaitu idiopatik
periodik paralisis hipokalemi disertai tirotoksikosis dan secondary periodik paralisis
hipokalemi tanpa tirotoksikosis. Selain itu faktor genetik juga mempengaruhi
11
terjadinya paralisis hipokalemi, terdapat 2 bentuk dari hipokalemic periodik paralysis
yaitu familial hipokalemi dan sporadik hipokalemi. Familial hipokalemi diturunkan
secara autosomal dominan, kebanyakan kasus dinegara Barat dan sebaliknya di Asia
kasus terbanyak adalah sporadik hipokalemi yang disebabkan oleh tirotoksikosis
hipokalemi.
PATOFISIOLOGI
Paralisis periodik hipokalemik familial (PPHF) terjadi karena adanya
redistribusi kalium ekstraselular ke dalam cairan intraselular secara akut tanpa defisit
kalium tubuh total. Kelemahan otot terjadi karena kegagalan otot rangka dalam
menjaga potensial istirahat (resting potensial) akibat adanya mutasi gen CACNL1A3,
SCN4A, dan KCNE3,yakni gen yang mengontrol gerbang kanal ion (voltagegated ion
channel) natrium, kalsium, dan kalium pada membran sel otot.
Kadar kalium plasma adalah hasil keseimbangan antara asupan kalium dari
luar, ekskresi kalium, dan distribusi kalium di ruang intra- dan ekstraselular. Sekitar
98% kalium total tubuh berada di ruang intraselular, terutama di sel otot rangka.
Secara fisiologis, kadar kalium intrasel dipertahankan dalam rentang nilai 120-140
mEq/L melalui kerja enzim Na+ - K+-ATPase. Kanal ion di membran sel otot berfungsi
sebagai pori tempat keluar-masuknya ion dari/ke sel otot. Dalam keadaan
depolarisasi, gerbang kanal ion akan menutup dan bersifat impermeabel terhadap ion
Na+ dan K+, sedangkan dalam keadaan repolarisasi (istirahat), gerbang kanal ion
akan membuka, memungkinkan keluar-masuknya ion natrium dan kalium serta
menjaganya dalam keadaan seimbang. Mutasi gen yang mengontrol kanal ion ini
akan menyebabkan influks K+ berlebihan ke dalam sel otot rangka dan turunnya
influks kalsium ke dalam sel otot rangka. sehingga sel otot tidak dapat tereksitasi
secara elektrik, menimbulkan kelemahan sampai paralisis. Mekanisme peningkatan
influks kalium ke dalam sel pada mutasi gen ini belum jelas dipahami. Sampai saat
ini, 30 mutasi telah teridentifikasi pada gen yang mengontrol kanal ion. Tes DNA
dapat mendeteksi beberapa mutasi; laboratorium komersial hanya dapat mengidentii
12
kasi 2 atau 3 mutasi tersering pada PPHF sehingga tes DNA negatif tidak dapat
menyingkirkan diagnosis.
Kalium
Kalium memiliki fungsi mempertahankan membran potensial elektrik dalam
tubuh dan menghantarkan aliran saraf di otot.
Kalium mempunyai peranan yang dominan dalam hal eksitabilitas sel, terutama sel otot
jantung, saraf, dan ototlurik. Kalium mempunyai peran vital di tingkat sel dan merupakan ion
utama intrasel. Ion ini akan masuk ke dalam sel dengan cara transport aktif, yang
memerlukan energi. Fungsi kalium akan nampak jelas bila fungsi tersebut terutama
berhubungan dengan aktivitas otot jantung, otot lurik, dan ginjal. Eksitabilitas sel sebanding dengan
rasio kadar kalium di dalam dan di luar sel. Berarti bahwa setiap perubahan dari rasio
ini akan mempengaruhi fungsi dari sel.
Kadar kalium normal intrasel adalah 135 - 150 mEq/L dan ekstrasel adalah 3,5 -
5,5 mEq/L. Perbedaan kadar yang sangat besar ini dapat bertahan, tergantung pada
metabolisme sel. Dengan demikian situasi di dalam sel adalah elektronegatif dan terdapat
membrane potensial istirahat kurang lebih sebesar -90 mvolt.
MANIFESTASI KLINIS
Durasi dan frekuensi serangan paralisis pada PPHF sangat bervariasi, mulai
dari beberapa kali setahun sampai dengan hampir setiap hari, sedangkan durasi
serangan mulai dari beberapa jam sampai beberapa hari. Kelemahan atau paralisis
otot pada PPHF biasanya timbul pada kadar kalium plasma <2,5 mEq/L. Manifestasi
PPHF antara lain berupa kelemahan atau paralisis episodik yang intermiten pada
tungkai, kemudian menjalar ke lengan. Serangan muncul setelah tidur/istirahat dan
jarang timbul saat, tetapi dapat dicetuskan oleh, latihan fisik. Ciri khas paralisis pada
PPHF adalah kekuatan otot secara berangsur membaik pascakoreksi kalium.
13
Otot yang sering terkena adalah otot bahu dan pinggul; dapat juga mengenai
otot lengan, kaki, dan mata. Otot diafragma dan otot jantung jarang terkena; pernah
juga dilaporkan kasus yang mengenai otot menelan dan otot pernapasan.
Kelainan elektrokardiograi (EKG) yang dapat timbul pada PPHF berupa
pendataran gelombang T, supresi segmen ST, munculnya gelombang U, sampai
dengan aritmia berupa vibrilasi ventrikel, takikardia supraventrikular, dan blok
jantung.
PENDEKATAN DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan apabila timbul kelemahan otot disertai kadar kalium
plasma yang rendah (<3,0 mEq/L) dan kelemahan otot membaik setelah pemberian
kalium.
Riwayat PPHF dalam keluarga dapat menyokong diagnosis, tetapi ketiadaan
riwayat keluarga juga tidak menyingkirkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan ialah EKG, elektromiograi (EMG), dan biopsi otot. Biopsi otot
menunjukkan hasil normal saat di luar serangan, tetapi saat serangan, dapat
ditemukan miopati vakuolar, yaitu vakuola retikulum endoplasma otot berdilatasi
dengan sitoplasma sel otot penuh terisi glikogen, dan ukuran serat otot bervariasi.
Pemeriksaan kadar kalium urin saat serangan sangat penting untuk
membedakan PPHF dengan paralisis hipokalemik karena sebab lain, yaitu hilangnya
kalium melalui urin. Ekskresi kalium yang rendah dan tidak ada kelainan asam basa
merupakan pertanda PPHF. Sebaliknya, pasien dengan ekskresi kalium meningkat
disertai kelainan asam basa darah mengarah ke diagnosis non-PPHF.
Pemeriksaan transtubular potassium concentration gradient (TPCG) atau
transtubular K+ concentration ([K+]) gradient (TTKG) digunakan untuk
membedakan penyebab PPH, apakah akibat kehilangan kalium melalui urin atau
karena proses perpindahan kalium ke ruang intraselular (chanellopathy).
14
Pemeriksaan TTKG dilakukan saat terjadi serangan. Dalam kondisi normal,
ginjal akan merespons hipokalemia dengan cara menurunkan ekskresi kalium untuk
menjaga homeostasis. Jika dalam keadaan kalium plasma rendah, tetapi dijumpai
ekskresi kalium urin yang tinggi (lebih dari 20 mmol/L), PPHP terjadi akibat proses
di ginjal.
Jika TTKG >3, PPH diakibatkan oleh kehilangan kalium melalui ginjal.
Namun, jika TTKG <2, PPH terjadi karena proses perpindahan kalium ke ruang
intraselular.
15
PENCETUS
Serangan PPH dapat ditimbulkan oleh asupan tinggi karbohidrat, insulin, stres
emosional, pemakaian obat tertentu (seperti amfoterisin-B, adrenalin, relaksan otot,
beta-bloker, tranquilizer, analgesik, antihistamin, antiasma puf aerosol, dan obat
anestesi lokal. Diet tinggi karbohidrat dijumpai pada makanan atau minuman manis,
seperti permen, kue, soft drinks, dan jus buah. Makanan tinggi karbohidrat dapat
diproses dengan cepat oleh tubuh, menyebabkan peningkatan cepat kadar gula darah.
Insulin akan memasukkan glukosa darah ke dalam sel bersamaan dengan masuknya
kalium sehingga menyebabkan turunnya kadar kalium plasma. Pencetus lainnya
adalah aktivitas fisik, tidur, dan cuaca dingin atau panas.
16
ANALISIS KASUS
17
distalnya. Terkecuali, kelemahan ini dapat juga terjadi sebaliknya dimana
kelemahan lebih dulu terjadi pada lengan yang kemudian diikuti
kelemahan pada kedua tungkai. Otot-otot lain yang jarang sekali lumpuh
diantaranya otot-otot dari mata, wajah, lidah, pharing, laring, diafragma,
dan spingter, namun pada kasus tertentu kelemahan ini dapat saja terjadi.
Saat puncak dari serangan kelemahan otot, refleks tendon menjadi
menurun dan terus berkurang menjadi hilang sama sekali dan reflek
kutaneus masih tetap ada. Rasa sensoris masih baik. Setelah serangan
berakhir, kekuatan otot secara umum pulih biasanya dimulai dari otot yang
terakhir kali menjadi lemah.
Riwayat trauma disangkal, ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang
sama seperti yang os rasakan.
Periodik paralisis merupakan kelainan neuromuscular yang jarang serta
diturunkan, yang secara karakteristik ditandai dengan serangan episodik
dari kelemahan otot. Berbagai kepustakaan membagi kelainan ini secara
bervariasi, kelainan ini dapat dibedakan sebagai primer atau sekunder.
Pada yang primer secara umum dikarakteristikkan dengan : (1). kelainan
yang diturunkan; (2). sering berhubungan dengan kadar kalium di dalam
darah; (3). kadang disertai miotonia; (4) miotonia dan periodik paralisis
tersebut disebabkan karena defek dari ion channels. Pada kelainan
sekunder suatu keadaan hipokalemi dapat disebabkan oleh beberapa
keadaan diantaranya : asupan kalium yang kurang, renal tubular asidosis,
gangguan gastrointestinal seperti diare, intoksikasi obat seperti
amphotericin B dan barium, dan hipertiroid. Pada kasus ini dapat kita lihat
kemungkinan penyebab hipokalemi pada pasien ini adalah karena kelainan
yang diturunkan.
18
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kelemahan pada kedua tungkai, hal ini sesuai
dengan kepustakaan dimakan dikatakan bahwa pada periodik paralisis ini
ditandai dengan kelemahan dari otot-otot skeletal episodik tanpa gangguan dari
sensoris yang berhubungan dengan kadar kalium yang rendah di dalam darah.
Pada refleks fisiologis tidak didapatkan peningkatan refleks, hal ini
menyingkirkan semua diagnosis banding dari lesi UMN.
Gejala hipokalemi ini terutama terjadi kelainan di otot. Konsentrasi kalium
serum pada 3,0-3,5 mEq/L berhubungan dengan suatu keadaan klinis
seperti kelemahan otot ringan, fatigue, dan mialgia. Pada konsentrasi
serum kalium 2,5-3,0 mEq/L kelemahan otot menjadi lebih berat terutama
pada bagian proximal dari tungkai. Ketika serum kalium turun hingga
dibawah dari 2,5 mEq/L maka dapat terjadi kerusakan struktural dari otot,
termasuk rhabdomiolisis dan miogobinuria. Peningkatan osmolaritas
serum dapat menjadi suatu prediktor terjadinya rhabdomiolisis. Selain itu
suatu keadaan hipokalemia dapat mengganggu kerja dari organ lain,
terutama sekali jantung yang banyak sekali mengandung otot dan
berpengaruh terhadap perubahan kadar kalium serum. Perubahan kerja
jantung ini dapat kita deteksi dari pemeriksaan elektrokardiogram(EKG).
Perubahan pada EKG ini dapat mulai terjadi pada kadar kalium serum
dibawah 3,5 dan 3,0 mEq/L. Kelainan yang terjadi berupa inversi
gelombang T, timbulnya gelombang U dan ST depresi, pemanjangan dari
PR, QRS, dan QT interval. Pada pasien ini didapatkan tanda kelemahan
otot yang menyeluruh dengan kadar kalium yang rendah. Namun tidak
dilakukan pemeriksaan EKG pada pasien ini, sehingga tidak bisa dinilai
apakah ada kelainan pada jantung atau tidak akibat hipokaleminya.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hipokalemia, dengan kadar kalsium
1,37 mmol/L hal ini menunjukkan kelemahan otot pada pasien terjadi karena
hipokalemia.
19
Menurut kepustakaan periodik paralise adalah kelainan yang ditandai
dengan hilangnya kekuatan otot, umumnya terkait dengan abnormalitas K+
dan abnormalnya respon akibat perubahan K+ dalam serum. Periodik
paralise dapat dikelompokkan menjadi (1) Periodik paralise hipokalemia
yang dapat disebabkan oleh : genetik, hipertiroid, hiperaldosteronism,
gagal ginjal kronik dan idiopatik, (2) Periodik paralise hiperkalemia. (3).
Periodik paralise normokalemia.
Hipokalemia merupakan kelainan elektrolit yang sering terjadi pada
praktek klinis yang didefinisikan dengan kadar kalium serum kurang dari
3,5 mEq/L, pada hipokalemia sedang kadar kalium serum 2,5-3 mEq/L,
dan hipokalemia berat kadar kalium serumnya kurang dari 2,5 mEq/L. 6
Keadaan ini dapat dicetuskan melalui berbagai mekanisme, termasuk
asupan yang tidak adekuat, pengeluaran berlebihan melalui ginjal atau
gastrointestinal, obat-obatan, dan perpindahan transelular (perpindahan
kalium dari serum ke intraselular).
20
jenis tersebut yang banyak diresepkan, dosis dimulai dari 125 mg/hari dan secara
bertahap ditingkatkan hingga dosis yang dibutuhkan maksimum 1500 mg/hari. Pasien
yang tidak berespon dengan pemberian acetazolamide dapat diberikan penghambat
carbonic anhidrase yang lebih poten seperti, dichlorphenamide 50 hingga 150
mg/hari atau pemberian diuretik hemat kalium seperti spironolactone atau triamterine
(keduanya dalam dosis 25 hingga 100 mg/hari). Pemberian rutin kalium chlorida
(KCL) 5 hingga 10 g per hari secara oral yang dilarutkan dengan cairan tanpa
pemanis dapat mencegah timbulnya serangan pada kebanyakan pasien. Pada suatu
serangan HypoPP yang akut atau berat, KCL dapat diberikan melalui intravena
dengan dosis inisial 0,05 hingga 0,1 mEq/KgBB dalam bolus pelan, diikuti dengan
pemberian KCL dalam 5 % manitol dengan dosis 20 hingga 40 mEq, hindari
pemberian dalam larutan glukosa sebagai cairan pembawa. Kepustakaan lain KCL
dapat diberikan dengan dosis 50 mEq/L dalam 250 cc larutan 5 % manitol.
21
Berikut algoritma mengenai diagnostik dan tatalaksana dari periodik paralisis.
Pada pasien ini terapi yang diberikan yaitu pemberian KCL peroral disertai
KCL melalui intravena pada saat akut. Dan setelah keadaan membaik terapi KCL
22
diberikan per oral sambil memantau status klinis pasien, kadar kalium serum, dan
pemeriksaan penunjang lain untuk menyingkirkan patologi lain yang dapat
menyebabkan hipokalemi. Dan setelah dua hari perawatan pasien pulih sempurna,
dan pemeriksaan penunjang didapatkan hasil dalam batas normal pasien dipulangkan.
23
DAFTAR PUSTAKA
24