Anda di halaman 1dari 9

PENYEBAB KERUSAKAN DAN

PELAPUKAN BESERTA
PENANGANANNYA: STUDI ATAS
FAKTOR BIOTIK DAN ABIOTIK DI
CANDI BOROBUDUR
Oleh: Muhammad Hasmi Yanuardi
Dosen Jurusan Sejarah FIS UNJ

Abstrak
Bangunan Candi Borobudur merupakan salah satu bangunan yang dilindungi dan
menjadi warisan dunia oleh UNESCO. Sebagai negara pemilik asli warisan tersebut,
Indonesia berkewajiban menjaga dan melestarikannya. Sebagai bangunan yang
berbahan dasar batu andesit dan berada di lokasi terbuka, Candi Borobudur menjadi
rentan terhadap pengaruh luar yang dapat merusak baik secara fisis maupun
kimiawi. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi bisa berupa faktor biotis dan
faktor abiotis. Berbagai cara telah dilakukan guna menjaga kelestarian Candi
Borobudur, dari restorasi sampai dengan pembersihan-pembersihan baik di
lingkungan candi maupun di permukaan tembok batu dari berbagai gangguan
seperti lumut, ganggang, dan juga air.

Latar Belakang candi tersebut berada, tetapi juga


Candi Borobudur merupakan bernilai penting bagi peradaban dunia.
sebuah bangunan peninggalan sejarah Berdasarkan data sejarah, Candi
berlatar belakang agama Budha yang Borobudur sudah beberapa kali
dibangun sekitar tahun 800 masehi mengalami pemugaran. Pemugaran
ketika wilayah Jawa Tengah dipimpin pertama berlangsung pada tahun 1907
oleh seorang raja dari Dinasti sampai 1911, ketika Indonesia masih
Syailendra. 1 Candi Borobudur berada pada masa Hindia Belanda, oleh
merupakan salah satu dari enam Th. Van Erp dan pemugaran kedua di
warisan dunia (World Heritage) di tahun 1973-1983 oleh pemerintah
Indonesia yang oleh UNESCO Indonesia yang dibantu UNESCO
ditetapkan pada tahun 1991 dengan beserta beberapa negara donor. Pada
nomor 592/1992. Sebagai sebuah pemugaran yang pertama, van Erp
warisan dunia, Candi Borobudur bertujuan mencegah runtuhnya
menjadi bernilai penting bukan saja bagi tembok-tembok bangunan dan
Indonesia sebagai negara di mana lokasi mencegah hilangnya data arkeologis
dengan memperbaiki bagian Arupadatu
dan stupa induk. Sedangkan pada tahap
1
Unesco, The Restoration of Borobudur (Paris: yang kedua tersebut bertujuan
United Nations Educational, Scientific and memperbaiki dan mengembalikan
Cultural Organization, 2005), hln. 38. bagian tubuh candi atau Rupadatu.2

Jurnal Sejarah Lontar 29 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2009


Sebagai bangunan yang berada di mengubah bentuk benda disebut
lapangan terbuka dan terbuat dari bahan sebagai physical deterioration atau
bangunan porous (bahan dari batu), dalam bahasa umum dikenal dengan
Candi Borobudur rentan terkena istilah pelapukan. Jadi, pelapukan
berbagai masalah yang berkaitan menyebabkan perubahan benda dalam
dengan persoalan kerusakan dan dua hal yaitu baik fisik maupun
pelapukan. Pemicu persoalan tersebut kimiawinya. Pelapukan tersebut dapat
bisa terjadi disebabkan berbagai faktor, disebabkan oleh endapan kristal garam
seperti faktor biotis dan abiotis. yang menempel pada dinding-dinding
Faktor biotis dan abiotis batuan, bisa karena rembesan air hujan
merupakan faktor yang disebabkan maupun kapilarisasi air tanah.4
pengaruh lingkungan. Faktor tersebut Berdasarkan faktor lingkungan
dapat menyebabkan terjadinya tersebut, penulis di dalam makalah ini
degradasi terhadap bangunan candi. mencoba membahas sejauhmana
Degradasi lingkungan yang berasal dari faktor-faktor lingkungan tersebut
faktor biotis dapat berupa ganggang mempengaruhi kondisi bangunan Candi
(algae), lumut (moss), lumut kerak Borobudur yang berbahan batu andesit.
(lichens), tanaman tingkat tinggi, Persoalan mengenai faktor lingkungan
bakteri, fungi, dan aktinomycetes. terhadap bangunan Candi Borobudur
Sedangkan faktor abiotis dapat berupa perlu dikaji karena selain candi tersebut
iklim, air, bencana alam, dan memang menjadi warisan dunia yang
vandalisme.3 Degradasi yang dialami perlu dilindungi dan menjadi objek
oleh batuan dapat berupa kerusakan wisata, maka segala hal yang dapat
secara fisik atau yang disebut secara mengakibatkan degradasi baik alami
teknis sebagai physical damage. maupun tidak perlu mendapat
Kerusakan semacam ini (physical perhatian. Sehingga dengan mengetahui
damage) hanya berupa kerusakan persoalan yang mengakibatkan
struktur atau konstruksi pada benda degradasi atas bangunan candi dapat
(bangunan/batu) tetapi tidak diketahui pemecahan persoalannya.
menyebabkan perubahan pada susunan
kimiawi benda. Sedangkan degradasi Landasan Konsep dan Teori
batuan/benda yang disebabkan adanya Sebelum membahas persoalan
perubahan pada unsur-unsur kimia lingkungan yang dialami Candi
penyusun benda yang kemudian Borobudur sebagai bangunan porous
yang berada di lingkungan terbuka,
beberapa pandangan atau landasan teori
2
Baca Wiwit Kasiyati, SS. dan Drs. Marsis mengenai kerusakan dan preservasi
Sutopo, M.Si., ‘Balai Konservasi Peninggalan secara umum akan dibahas berikut ini.
Borobudur: Visi dan Tantangan Ke Depan’
dalam Jurnal Konservasi Benda Cagar Budaya
Borobudur, Vol I (No. 1 Desember 2007), hlm.
5. 4
C. A. Price, Stone Conservation: An Overview
3
Hubertus Sadirin, “Peranan Faktor of Current Research (Santa Monica, California:
Lingkungan dalam Proses Degradasi Bahan The J. Paul Getty Trust, 1996), hln. 4-7. Baca
Benda Cagar Budaya”, Diktat acuan mata juga John Ashurst dan Nicola Ashurst,
kuliah Konservasi Bangunan dan Situs, Practical Building Conservation: English
Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu Heritage Technical Handbook. Vol .1 Stone
Pengetahuan Budaya, Program Pascasarjana Masonry ( Aldershot, England: Gower
Universitas Indonesia, Jakarta, t.t., hln. 3-7. Technical Press Ltd., 1988), hln. 1-3.

Jurnal Sejarah Lontar 30 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2009


Di dalam penanganan terhadap in the case of an art site it is to
benda atau bangunan cagar budaya take steps to prevent the art
sering dikenal berbagai istilah yang finding further, but not
berkaitan dengan proses kegiatan repainting or touching it up, or
tersebut, di antaranya adalah trying to reconstruct the
konservasi, dan preservasi. Definisi original surroundings.
konservasi berdasarkan salah satu Preservation simply means
literatur sebagai berikut : taking steps to maintain the
Conservation basically aims to status quo.7
prevent objects disintegrating once
they have been exposed to the Berdasarkan definisi tersebut,
atmosphere and to discover the pokok kegiatan preservasi adalah
true nature of the original
mencegah kerusakan lebih lanjut dengan
artefact. 5
cara merawat dan menanggulangi
pengaruh faktor lingkungan yang
Jadi, tujuan dari kegiatan mengancam kondisi bangunan.
konservasi adalah mencegah kerusakan Sehingga dengan begitu, walau berupaya
benda dari lingkungan sekitarnya dan
mengatasi persoalan yang mengancam
berupaya menemukan/ kondisi bangunan, tidak dibenarkan
mempertahankan keaslian suatu benda. mengubah keaslian bangunan yang
Konservasi dalam pengertian lain dipreservasi. Benda cagar budaya pada
diartikan sebagai suatu tindakan dasarnya memiliki empat aspek keaslian
perawatan dengan cara pengawetan (keautentikan) menurut Bernard
yang dilakukan terhadap benda cagar Fielden dan Jukaletto (1972) dan tidak
budaya (bangunan/situs) yang telah jauh berbeda dengan isi Piagam Venesia
mengalami kerusakan/pelapukan. 6 1964 (Venice Charter 1964) pada Bagian
Dilihat dari kedua definisi tersebut, Konservasi ayat 4 sampai dengan ayat
pada intinya tidak ada perbedaan. 8, yaitu:
Tindakan tersebut dilandasi ide dasar 1) Nilai keaslian bahan
untuk mencegah kerusakan. (authenticity in material);
Sedangkan definisi preservasi 2) Nilai keaslian disain
adalah seperti berikut: (authenticity in design);
Preservation is aimed, 3) Nilai keaslian teknologi
essentially, at maintaining a pengerjaan (authenticity in
place as it now is…In the case of workmanship);
the ruins of a mining town, 4) Nilai keaslian tata letak
preservation is to take steps to (authenticity in setting).8
prevent further deterioration, Secara teori penyebab kerusakan
but not rebuilding the buildings;
dapat dibedakan kedalam dua jenis,
pertama adalah kerusakan secara fisik
5
J.M. Cronyn, The Elements of Archaeological (physical damage) dan yang kedua
Conservation (London and New
York:Routledge, 1990), hln. 1-4.
6
Baca Hubertus Sadirin, Diktat Perkuliahan 7
Michael Pearson and Sharon Sullivan,
“Konservasi Bangunan dan Situs”, Program Looking After Heritage Places: The Basics of
Studi Arkeologi, Program Pascasarjana Heritage Planning for Managers, Landowners
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya and Administrators (Melbourne: Melbourne
Universitas Indonesia, Depok. 2008. University Press, 1995), hlm. 233.

Jurnal Sejarah Lontar 31 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2009


adalah pelapukan baik fisis maupun dilihat sebagai sebuah kumpulan
kimiawi (physical and chemical individu organisme. Organisme renik
deterioration). Kerusakan fisik adalah atau kecil itu berupa algae, yang
kerusakan struktur benda, seperti merupakan jenis tumbuhan yang hidup
kehancuran batu akibat pendinginan, di daerah yang lembab, baik di laut
abrasi tulang-tulang muda oleh aliran maupun di udara terbuka. Organisme
air, atau perubahan akibat tekanan dari yang kedua adalah fungi yang
pengangkatan tanah. Pelapukan fisis merupakan organisme sederhana yang
dan kimiawi adalah perubahan komposisi biasa ditemukan sepanjang filamen sel
kimiawi benda; air dan udara berkarat (hyphae). Kelompok besar fungi
besi, hancurnya plester kapur asam, berperan dalam kerusakan material
hancurnya bakteri dari kulit.9 yang mengandung fungi. Lichens adalah
Agen yang memiliki pengaruh organisme yang tumbuh dalam koloni-
terhadap benda/bangunan dapat berupa koloni yang dapat dilihat dengan mata
makhluk hidup dan juga lingkungan. telanjang. Lichens adalah simbiose
Makhluk hidup atau organisme itu antara fungi dan algae yang dapat
sendiri tidak terlepas dari pengaruh bertahan di lingkungan yang kering dan
lingkungan di sekitarnya juga. Jadi, basah. Bakteri terdiri dari sekelompok
masing-masing faktor saling organisme sel tunggal yang berukuran
mempengaruhi dan berdampak pada 1-2 mikrometer Keberadaannya dapat
benda/bangunan. Organisme yang tidak terlihat mata tetapi umumnya
dapat mempengaruhi bisa berupa sering dapat diketahui dari bau yang
binatang yang besar dan tanaman- khas yang dikeluarkannya.10
tanaman dan juga berupa organisme
kecil (renik). Lingkungan Arkeologis Penyebab
Kerusakan
Mikro-organisme Penyebab kerusakan yang berasal
Organisme kecil merupakan dari lingkungan dan bukan berupa unsur
organisme yang sangat peka terhadap biotik adalah disebut abiotik. Faktor
perubahan lingkungan, tetapi sebagian yang berperan dalam hal ini adalah
organisme dapat beradaptasi dalam ikilim: suhu udara, kelembaban udara,
menghadapi lingkungan yang kadar penyinaran, penguapan, polusi udara;
keasamannya berubah dengan cepat, air: air hujan, air rembesan, air kapiler;
pengeringan atau kurangnya kadar bencana alam; banjir, gempa bumi,
oksigen. Masing-masing individu kebakaran; dan vandalisme: corat-
organisme umumnya tidak dapat dilihat coret, goresan, perusakan, pemindahan,
secar satu persatu, namun secara umum pencurian.11
Batu merupakan suatu benda yang
umumnya berat, stabil, dan memiliki
8
Hubertus Sadirin, “Peranan Faktor
Lingkungan dalam Proses Degradasi Bahan
Benda Cagar Budaya”, Diktat acuan mata 10
Ibid., hln. 15-16.
kuliah Konservasi Bangunan dan Situs, 11
Baca Hubertus Sadirin, Diktat Perkuliahan
Program Studi Arkeologi, Fakultas Ilmu
“Konservasi Bangunan dan Situs: Peranan
Pengetahuan Budaya, Program Pascasarjana
Faktor Lingkungan dalam Proses Degradasi
Universitas Indonesia, Jakarta, t.t., hlm. 1.
Bahan”, Program Studi Arkeologi, Program
9
Cronyn, The Elements of Archaeological Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan
Conservation, hln. 14. Budaya Universitas Indonesia, Depok. 2008.

Jurnal Sejarah Lontar 32 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2009


tingkat porositas yang berbeda-beda Foto 2
tergantung tingkat dan jenis batuannya.
Candi Borobudur dibangun dengan
menggunakan jenis batu andesit yang
memiliki permukaan kasar, cenderung
berwarna gelap tetapi tidak hitam,
memiliki tingkat porositas antara 14-
30%, tingkat silikon dioksida (SiO2)
diantara 52% dan 66%. Silika adalah
silikon dioksida yang terjadi dalam Kondisi salah satu sudut batuan di Candi
berbagai macam bentuk mineral baik Borobudur dilihat dari jarak dekat terdapat
crystalline (kuarsa dan kristobalit) dan jasad makroskopis berupa lumut (moss),
air, cryptocrystalline (batu api, ganggang (algae), dan protolichens.
kalsedon, batu akik, dll).12 Foto 3

Hasil Pengamatan Kondisi di


Lapangan (Survai)
Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan langsung di lapangan, dalam
hal ini di Candi Borobudur, penulis
mengamati beberapa faktor yang terkait
dengan penyebab kerusakan dan
pelapukan seperti yang telah disebutkan
Keberadaan mikrobia berupa jasad
di awal penjelasan makalah ini, yaitu
makroskopis jenis ganggang (algae) dan
faktor biotis dan abiotis. Pada halaman lumut sejati (moss), dan lumut kerak
berikut merupakan foto/gambaran (lichens).
hasil pengamatan mengenai faktor biotis
dan abiotis di Candi Borobudur yang Foto 4
sempat penulis amati.

Foto 1

Kondisi Relief Batu di Candi Borobudur


yang mengalami

12
Baca Hubertus Sadirin dan Ratnaesih
Maulana, Diktat Perkuliahan “Konservasi
Bangunan dan Situs: Sifat-Sifat Alami
Bahan”, Program Studi Arkeologi, Program
Pascasarjana Fakultas Ilmu Pengetahuan
Kondisi keterawatan Candi Borobudur
Budaya Universitas Indonesia, Depok. 2008
dilihat dari dekat saat kondisi cuaca cerah dan Cronyn, The Elements of Archaeological
(5 Mei 2008) Conservation, hln. 102.

Jurnal Sejarah Lontar 33 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2009


Foto 5 Namun untuk semut diperkirakan
terdapat di sela-sela bebatuan, namun
keberadaannya tidak mengganggu
kondisi batuan.
Sedangkan faktor abiotis yang
sangat mengganggu kondisi batu candi
yang berada di alam terbuka adalah air.
Air yang dapat berasal dari air hujan, air
rembesan, dan air kapiler merupakan
persoalan yang dialami Candi Borobudur
Kondisi permukaan dinding batu Candi karena dapat menyebabkan pelapukan
Borobudur yang mengandung jasad
pada dinding batu, seperti di foto 4, 5,
makroskopis, seperti lumut (moss), dan
dan 6. Selain itu juga, air dapat
ganggang (algae).
menyebabkan munculnya persoalan
Foto 6 yang berasal dari faktor biotis. Hal
tersebut dapat terjadi karena adanya
kondisi batuan yang lembab, sehingga
dapat memunculkan lumut dan
ganggang. Rembesan air umumnya
terjadi di bagian-bagian dinding/tembok
yang retak, sambungan, atau di dasar
dinding yang umumnya kurang terkena
sinar matahari.
Air yang berasal dari air hujan
ketika meresap ke dalam pori-pori
Kondisi permukaan batu yang batuan dapat menyebabkan air tersebut
mengalami degradasi akibat faktor air
menjadi asam, sehingga menyebabkan
yang menyebabkan munculnya lumut
(moss), ganggang (algae), dan kanker pelapukan pada permukaan dinding-
batu (ulcer). dinding tembok batu. Pada tahap itu
muncullah yang dinamakan kanker batu
Analisis dan Penanganan (ulcer). Kanker batu yang masih
Kondisi yang dialami batuan Candi tertutup dinamakan postule (kanker/
Borobudur berdasarkan pengamatan bisul batu yang masih tertutup) dan
baik langsung maupun melalui foto menjadi alveole (kanker/bisul batu
tersebut, mengalami beberapa yang telah pecah/terbuka) setelah
persoalan. Persoalan yang pertama mengalami proses biokimiawi dan
adalah kerusakan yang terjadi endapan garam dari air tersebut
disebabkan baik faktor biotis dan abiotis. bercampur dengan protonema lumut.
Faktor biotis yang terjadi adalah karena Kondisi semacam itu dapat dilihat pada
disebabkan adanya jasad makroskopis foto 4 dan 6.
seperti ganggang (algae), lumut (moss), Kondisi abiotis lainnya seperti
lumut kerak (lichens) dan tanaman iklim, baik mikro maupun makro: suhu
perdu seperti spermatophyte dan udara, kelembaban udara, penyinaran,
pteridophyta. Sedangkan tanaman penguapan, dan polusi udara memang
tingkat tinggi dan jenis serangga seperti memiliki dampak baik langsung maupun
rayap, kumbang, labah-labah tidak ada. tidak langsung terhadap objek

Jurnal Sejarah Lontar 34 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2009


bangunan. Seperti kelembaban udara Berdasarkan metode dan teknik
memang merupakan faktor yang tidak konservasi terhadap bangunan
terhindarkan di wilayah yang beriklim khususnya benda/bangunan cagar
tropis, namun hal tersebut dapat diatasi budaya harus dilakukan secara hati-hati
dengan pembersihan rutin terhadap agar tidak merusak material bangunan.
faktor-faktor yang ditimbulkannya, Metode dan teknik yang dmaksud dapat
terlebih-lebih bila bangunan/objek berupa pertolongan pertama,
sering mengalami penyinaran. pembersihan, perbaikan, konsolidasi,
Penguapan, terutama yang berasal dari pengawetan, dan perlindungan.
air bawah tanah di Candi Borobudur Berdasarkan pengamatan yang telah
ketika dalam proses restorasi telah dipaparkan, faktor biotis yang ada
diantisipasi dengan memasang telihat adalah ganggang, lumut sejati,
lempengan tembaga yang mencegah dan lumut kerak. Cara pembersihan
rembesan dan penguapan air. ganggang adalah dengan dengan
Sedangkan polusi udara di Candi pembersihan basah dan berbahan sikat
Borobudur relatif dapat diminimalkan dan air bersih. Pembersihan terhadap
dengan adanya pembagian zona-zona, lumut sejati adalah dengan metode
sehingga polusi dari kendaraan misalnya pembersihan kimiawi atau steam
dapat dibatasi, begitu juga cleaning (air panas bertekanan) dan
pembangunan yang berada di sekitar menggunakan bahan air, sikat ijuk,
candi. herbisidae, Lumut kerak dibersihkan
Bencana alam seperti banjir, dengan cara kimiawi dan menggunakan
gempa bumi dan kebakaran sejauh ini bahan air, sikat ijuk, agensia pembersih
di Candi Borobudur tidak terjadi, –AC322 (+clay). Baik lumut sejati
terlebih-lebih selain candi berada di atas maupun lumut kerak ketika setelah
bukit sehingga terhindar dari banjir, dibersihkan kemudian harus di periksa
bangunannya pun terbuat dari batu yang menggunakan kertas pH yang berfungsi
tidak mudah terbakar seperti bahan dari untuk memeriksa pembersihan terakhir
kayu. sampai bersifat netral dan sudah
Persoalan kerusakan dan terbebas dari sisi-sisa bahan kimia apa
perusakan akibat vandalisme, seperti tidak.13
corat-coret, goresan, pemindahan, Sedangkan pembersihan terhadap
perusakan, dan pencurian juga djadikan faktor abiotis seperti endapan air garam
perhatian dalam menjaga kondisi dapat berupa pembersihan kimiawi
keaslian bangunan. Upaya untuk untuk di permukaan batu, fisik untuk di
mencegahnya adalah dengan dalam pori-pori benda/batu, dan
penempatan satuan pengamanan mekanis untuk endapan garam yang
(satpam) di pintu-pintu tertentu, mengeras. Bahan-bahan/alat
pelarangan membawa benda-benda disesuaikan dengan permasalahan
tajam, termasuk alat-alat untuk seperti penggunaan asam sitrat, sikat,
mencoret-coret, seperti spidol, cat,
kapur, dan sebagainya. Adapun 13
Baca Hubertus Sadirin, Diktat Perkuliahan
berkaitan dengan pencurian dan “Konservasi Bangunan dan Situs: Konservasi
perusakan telah ada peraturan dan Bahan Bangunan Porous”, Program Studi
hukum yang mengaturnya. Arkeologi, Program Pascasarjana Fakultas
Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia, Depok. 2008.

Jurnal Sejarah Lontar 35 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2009


kertas pH, air bersih, bubur kertas organisme kecil yang tumbuh di
merang, sikat, aquadest, scalpel/ permukaan batu.
spatula, bor gigi, dan asam khlorida Lokasi candi yang di alam terbuka
kadar rendah (0,1-0,5%).14 menyebabkan air dengan mudah
Khusus di Candi Borobudur, meresap dan masuk ke dalam pori-pori
menggunakan lapisan kedap air batu, terutama air yang berasal dari
(watertight layer), lapisan saringan hujan. Kondisi basah dan lembab akibat
(filter layer), penahan kapilarisasi air air menyebabkan organisme seperti
tanah (anticapilary system), dan sistem lumut, dan algae tumbuh subur.
drainase (drainage system). Upaya Berbagai upaya perbaikan kondisi
perlindungan terhadap resapan air bangunan telah disinggung sebelumnya.
hujan adalah dengan metode olesan/ Namun pembersihan tersebut
semprotan dan dengan bahan zat mengandung prinsip beberapa prinsip
penolak air/silicon resin (water yaitu: jika mungkin dilakukan dalam
repellent).15 keadaan kering, pembersihan secara
basah menggunakan air bersih (tidak
Penutup ada garam-garam terlarut), salinitas air
Sebagai benda cagar budaya yang (pH) harus netral, air pembersihan
juga menjadi warisan dunia, Candi harus dilokalisasi, dan menggunakan
Borobudur mendapat perhatian lebih peralatan yang tidak dapat merusak
daripada benda/bangunan/situs lainnya permukaan benda.16
yang juga cagar budaya tetapi belum Selain itu, upaya pembersihan
menjadi warisan dunia. Berbagai upaya harus mengandung prinsip minimum
dilakukan untuk menjaga kondisi intervention, yang artinya upaya
bangunan agar tetap stabil dan pembersihan tersebut sedapat mungkin
terpelihara. Upaya yang telah dilakukan hanya meminimalkan efek dari mikroba
antara lain dengan cara pemugaran penggaggu tersebut. Bila dianggap telah
struktur/restorasi agar fondasi yang aman dari gangguan dan penyebabnya
labil menjadi lebih kuat dan dengan cara upaya pembersihan harus dihentikan,
pembersihan dan pengawasan secara tidak boleh berlebihan yang dapat
rutin kondisi fisik candi. Walau sudah menyebabkan over-cleaning.
mengalami pemugaran dan dianggap
telah jauh lebih baik kestabilan Daftar Pustaka
strukturnya, namun persolan yang
perlu dicermati adalah gangguan- Ashurst, John dan Nicola Ashurst.
gangguan akibat faktor biotis dan abiotis. 1988. Practical Building
Faktor-faktor tersebut kerap Conservation: English Heritage
terjadi karena keberadaan bangunan Technical Handbook. Vol. 1
candi yang berada di lapangan terbuka Stone Masonry, Aldershot,
dan lokasi wilayah yang beriklim tropis England: Gower Technical Press
cenderung sering mengalami kondisi Ltd.
lembab. Kondisi lembab inilah yang
menjadi pemicu munculnya organisme-

14
Ibid.
15
Ibid. 16
Baca Hubertus Sadirin, loc. Cit.

Jurnal Sejarah Lontar 36 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2009


Cronyn, J.M. 1990. The Elements of
Archaeological Conservation,
London and New York:
Routledge.
Kasiyati, Wiwit.,SS. dan Drs. Marsis
Sutopo, M.Si., 2007. ‘Balai
Konservasi Peninggalan
Borobudur: Visi dan Tantangan
Ke Depan’ dalam Jurnal
Konservasi Benda Cagar Budaya
Borobudur, Vol I, No. 1
Desember, hln. 5.
Pearson, Michael and Sharon Sullivan.
1995. Looking After Heritage
Places: The Basics of Heritage
Planning for Managers,
Landowners and
Administrators, Melbourne:
Melbourne University Press.
Price, C.A. 1996. Stone Conservation:
An Overview of Current
Research, Santa Monica,
California: The J. Paul Getty
Trust.
Sadirin, Hubertus. t.t. “Peranan
Faktor Lingkungan dalam Proses
Degradasi Bahan Benda Cagar
Budaya”, Diktat acuan mata
kuliah Konservasi Bangunan dan
Situs, Program Studi Arkeologi,
Fakultas Ilmu Pengetahuan
Budaya, Program Pascasarjana
Universitas Indonesia, Jakarta.
Sadirin, Hubertus. 2008. Diktat
Perkuliahan “Konservasi
Bangunan dan Situs”, Program
Studi Arkeologi, Program
Pascasarjana Fakultas Ilmu
Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia, Depok.
Unesco. 2005. The Restoration of
Borobudur, Paris: United
Nations Educational, Scientific
and Cultural Organization.

Jurnal Sejarah Lontar 37 Vol. 6 No. 2 Juli - Desember 2009

Anda mungkin juga menyukai