Anda di halaman 1dari 27

TRANSAKSI ANTAR PERUSAHAAN

ASET TETAP

Oleh :

Adi Marta 1610313210001 Faris Imani Wibowo 1610313210016

Aditya Noor Rahman 1610313210002 Ainun Jariah 1610313220004

Arsyad Ramadhani 1610313210009 Ana Fathul Jannah 1610313220005

Bayu Tirta 1610313210010 Anggraini Novitawati 1610313220006

Damar Yahkin Petra Butar Butar 1610313210012 Anisa Rizki Dwiritanti 1610313220007

Devina Andini Octavia 1610313120013

Fadel Muhammad Reinaldy 1610313210015

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
2018
PENDAHULUAN

Salah satu alasan entitas induk menguasai saham entitas lain adalah untuk kepentingan
bisnis, seperti mendapatkan pemasok (supplier) tetap atau pelemparan produknya (integrasi
vertikal). Transaksi jual-beli antara entitas induk-anak sering terjadi, baik atas barang dagang
maupun aset lainnya. Tidak jarang terjadi integrasi hulu-hilir antara entitas induk-anak. Sebagai
contoh, seluruh bahan mentah entitas induk berasal dari entitas anak tertentu, sedangkan hasil
produksi entitas induk dilempar pada entitas anak lainnya dalam kelompok yang memiliki lebih
dari satu entitas anak.

Bab ini akan membahas transaksi jual-beli aset antarperusahaan dan dampaknya terhadap
pendapatan investasi serta penyusunan kertas kerja laporan keuangan konsolidasi. Pada
pembahasan selanjutnya, penjualan yang dilakukan entitas induk kepada entitas anak disebut
downstream dan apabila entitas anak sebagai pihak penjual disebut dengan istilah “upstream".
Aset entitas induk yang berasal dari entitas anak, dan aset entitas anak yang berasal dari entitas
induk atau dari entitas anak lainnya dalam satu konsolidasi disebut aset antarperusahaan.

LABA ANTARPERUSAHAAN

Dalam bab terdahulu telah dijelaskan bahwa laporan konsolidasi memandang seluruh
entitas dalam hubungan induk-anak sebagai satu, sehingga setiap transaksi antarperusahaan
dieliminasi. Jual-beli antarperusahaan merupakan salah satu transaksi yang harus dieliminasi
dalam kertas kerja konsolidasi. Dalam sudut pandang konsolidasi, jual-beli antarperusahaan
dipandang sebagai transfer atau pindah tangan saja. Dalam kenyataannnya, secara hukum entitas
induk dan anak adalah dua entitas yang berbeda. PSAK 7 tahun 2010 mengenai Pengungkapan
Pihak-pihak Berelasi, mensyaratkan transaksi pihak-pihak berelasi yang meliputi entitas induk
dan anak dilakukan menurut ketentuan yang setara dengan yang berlaku dalam transaksi yang
wajar. Dengan kata lain, prinsip "arms length transaction” juga harus diterapkan dalam transaksi
antara entitas induk dan anak. Dengan prinsip ini apabila entitas induk menjual barang dagang
kepada entitas anak atau sebaliknya, harga jual antara entitas induk dan anak harus sama dengan
harga kepada pihak-pihak yang tidak memiliki hubungan istimewa atau pihak eksternal.
Keuntungan penjualan induk-anak harus sama dengan keuntungan penjualan kepada pihak
ekstenal. Akan tetapi, untuk kepentingan penyusunan laporan konsolidasi yang menganggap
entitas induk dan anak satu, laba tersebut dianggap laba atas diri sendiri sehingga harus
dieliminasi.

Transfer aset mengharuskan pihak yang menerima mencatat aset itu sebesar nilai buku
yang dicatat pihak yang memberi. Hal ini berbeda dengan transaksi jual-beli di mana pembeli
akan membukukan aset yang diperoleh sebesar harga perolehannya, yang bagi penjual harga
tersebut merupakan harga pokok ditambah keuntungan penjualan. Laporan konsolidasi, yang
memandang transaksi jual-beli sebagai transfer atau pindah tangan aset, mengharuskan laba
pihak penjual yang melekat dalam aset yang terdapat dalam neraca pembeli harus dieliminasi
agar transaksi jual-beli antarperusahaan tersaji sebagai transfer aset. Laba yang berasal dari jual-
beli antarperusahaan yang melekat dalam aset selanjutnya disebut laba antarperusahaan. Laba
antarperusahaan ini tidak diakui karena sudut pandang konsolidasi yang menganggap induk-anak
sebagai satu memandang laba antarperusahaan sebagai laba dari diri sendiri.

Laba antarperusahaan ada sepanjang entitas induk atau anak memiliki aset berasal dari
transaksi jual-beli antarperusahaan. Misalkan pada tanggal 1/7/2011 entitas induk menjual aset
kepada entitas anak dengan harga Rp10 juta di mana harga pokoknya bagi penjual adalah Rp6
juta. Entitas anak akan mencatat nilai aset yang diperoleh sebesar harga perolehannya, yakni
Rp10 juta.

1. Apabila dalam tahun berjalan (sebelum tanggal laporan konsolidasi) entitas anak menjual aset
tersebut seluruhnya kepada pihak eksternal, tidak ada laba antarperusahaan karena aset sudah
dimiliki pihak eksternal. Laba pihak penjual sebesar Rp4 juta telah terealisasi dari pihak
eksternal.
2. Apabila pihak pembeli masih memiliki aset antarperusahaan tersebut pada tanggal laporan
konsolidasi (tanggal 31 Desember), maka laba pihak penjual sebesar Rp4 juta merupakan laba
antarperusahaan, karena pembeli dan penjual dalam hubungan induk-anak dianggap satu dari
sudut pandang konsolidasi. Aset entitas anak yang berasal dari entitas induk atau sebaliknya
dianggap sebagai pindah tempat saja, bukan dari pembelian. Laba pihak penjual tidak diakui
dari sudut pandang konsolidasi. Apabila pada tahun berikutnya (tahun 2012) pihak pembeli
menjual aset antarperusahaan tersebut kepada pihak eksternal, maka laba pihak penjual
sebesar Rp4 juta tersebut tidak lagi dianggap laba antarperusahaan karena telah terealisasi
dengan pihak eksternal.
Transaksi jual-beli aset antarperusahaan dipandang sebagai transaksi dengan diri sendiri
dari sudut pandang konsolidasi karena entitas induk dan anak adalah satu. Konsolidasi hanya
akan menganggap sebagai transaksi riil apabila penjualan tersebut dilakukan kepada pihak
eksternal atau piha-pihak di luar hubungan induk-anak.

Laba antarperusahaan atas aset biasanya tertanam dalam bentuk persediaan dan aset tetap
seperti tanah, bangunan, peralatan, dan lainnya. Persediaan merupakan aset yang dibeli untuk
dijual kembali. Bila pada akhir tahun terdapat persediaan yang merupakan aset antarperusahaan,
maka dalam persediaan tersebut terdapat laba antarperusahaan yang harus dikoreksi. Persediaan
merupakan aset lancar yang dalam satu tahun sudah terjual pada kondisi normal, sehingga laba
antarperusahaan atas persediaan akhir akan terealisasi dalam tahun berikutnya. Persediaan akhir
tahun berjalan akan menjadi persediaan awal tahun berikutnya. Penjualan tahun berjalan pertama
kali bersumber dari persediaan awal, baru kemudian dari pembelian atau produksi selama tahun
berjalan. Karena itu, laba antarperusahaan atas persediaan akhir direalisasi atas persediaan awal
tahun berikutnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa:

 Bila terdapat persediaan akhir antarperusahaan, diperlukan koreksi untuk menunda laba
antarperusahaan karena laba tersebut tidak diakui.
 Bila terdapat persediaan awal, laba antarperusahaan harus direalisasi karena dalam tahun
berjalan persediaan tersebut telah terjual sehingga perlu dilakukan koreksi. Dalam periode
sebelumnya laba tersebut telah ditunda atau ditangguhkan (persediaan akhir).

Berbeda dengan persediaan, aset tetap pada dasarnya dibeli untuk digunakan dalam
operasi normal dan tidak dijual kembali walaupun dalam prakteknya entitas kerap menjual aset
tetapnya. Menurut masa pemakaiannya, aset tetap dibagi dua yakni aset tetap yang memiliki
masa pakai tidak terbatas (tidak memiliki umur ekonomis) dan aset yang memiliki masa pakai
terbatas (aset yang memiliki umur ekonomis).

Laba antarperusahaan atas aset tetap yang memiliki umur tidak terbatas hanya akan
terealisasi apabila aset tetap tersebut telah berpisah tangan ke pihak ke-3 yang biasanya terjadi
melalui proses penjualan. Laba antar perusahaan atas aset tetap yang memiliki umur terbatas
dapat terealisasi dengan dua cara:

1. Pindah tangan ke pihak eksternal (biasanya melalui proses penjualan).


2. Masa pemakaian atau umur ekonomis aset tetap tersebut telah habis. Laba antar perusahaan
akan terealisasi selama terdapat aset entitas induk atau anak yang berasal dari transaksi
antarperusahaan. Apabila aset tersebut sudah tidak lagi dimiliki pihak pembeli, laba
antarperusahaan sudah terealisasi. Aset tetap yang sudah habis masa pakainya secara
akuntansi sudah bernilai nol sekalipun secara fisik aset tersebut masih ada. Apabila nilai buku
aset tersebut telah nol, itu berartinya aset tersebut sudah tidak terdapat lagi dalam hubungan
induk-anak melalui proses alamiah (penyusutan), sehingga laba antarperusahaan juga sudah
terealisasi secara ilmiah. Karena proses aset tetap menjadi nol bertahap seiring dengan umur
aset tetap tersebut, laba antarperusahaan juga terealisasi secara bertahap berdasarkan umurnya.
Misalkan terjadi transaksi jual beli aset tetap perusahaan dengan laba penjualan sebesar Rp50
juta. Aset tetap tersebut berumur 10 tahun dan tidak dijual hingga habis umur ekonomisnya.
Apabila jual-beli aset tersebut dilakukan pada akhir tahun, penundaan dan realisasi laba
antarperusahaan ditunjukkan dalam Peraga 5-1.

PERAGA 5-1

Laba Antar Perusahaan – Aset Tetap


(Penjualan akhir tahun)
Laba Antarperusahaan
Tahun Direalisasi Ditunda
Akhir Tahun 1 --- 50.000.000
Akhir Tahun 2 5.000.000 45.000.000
Akhir Tahun 3 5.000.000 40.000.000
Akhir Tahun 4 5.000.000 35.000.000
Akhir Tahun 5 5.000.000 30.000.000
Akhir Tahun 6 5.000.000 25.000.000
Akhir Tahun 7 5.000.000 20.000.000
Akhir Tahun 8 5.000.000 15.000.000
Akhir Tahun 9 5.000.000 10.000.000
Akhir Tahun 10 5.000.000 5.000.000
Akhir Tahun 11 5.000.000 ---
Pada tahun transaksi (tahun 1), laba antarperusahaan belum terealisasi seperti di
perlihatkan dalam peraga 5-1 karena nilai aset belum berkurang melalui proses penyusutan.
Pada akhir tahun ke-2 hingga ke- 11, Laba antarperusahaan terealisasi per tahun sebesar Rp
5.000.000 seiring dengan proses penyusutan. Apabila jual-beli aset dilakukan pada awal tahun,
realisasi laba antarperusahaan diperlihatkan dalam peraga 5-2.

Laba Antarperusahaan – Aset Tetap


(penjualan Awal Tahun)

Laba Antarperusahaan

Tahun Direalisasi Ditunda

Akhir Tahun 1 5.000.000 45.000.000


Akhir Tahun 2 5.000.000 40.000.000
Akhir Tahun 3 5.000.000 35.000.000
Akhir Tahun 4 5.000.000 30.000.000
Akhir Tahun 5 5.000.000 25.000.000
Akhir Tahun 6 5.000.000 20.000.000
Akhir Tahun 7 5.000.000 15.000.000
Akhir Tahun 8 5.000.000 10.000.000
Akhir Tahun 9 5.000.000 5.000.000
Akhir Tahun 10 5.000.000 -

LABA ANTARPERUSAHAAN DAN PENDAPATAN INVESTASI

laba antarperusahaan tidak di akui untuk kepentingan panyusunan laporan konsolidasi,


sehingga harus di eleminasi. Pendapatan investasi menurut metode ekuitas berasal dari laba
entitas anak. Kesalahan dalam perhitungan laba entitas anak akan menyebabkan entitas induk
melakukan kesalahan dalam pencatatan pendapatan investasi yang memrlukan koreksi. Adanya
laba antarperusahaan menyebabkan entitas induk harus melakukan koreksi atas pendapatan
investasinya. Laba antarperusahaan menyebabkan laba tercatat berlebih sehingga pendapatan
investasi juga di catat terlalu besar dan harus dikoreksi sebagai berikut :

Pendapatan Investasi xxx


Investasi dalam saham xxx
koreksi pendapatan investasi secara otomatis akan mengurangi nilai investasi dalam saham
karena menurut metode ekuitas, perubahan nilai investasi dipengaruhi oleh pendapatan investasi
selain faktor-faktor lainnya seperti dividen.

Apabila pada tahun berikutnya laba antarperusahaan terealisasi pihak pembeli dalam
hubungan induk-anak telah menjual aset tersebut kepada pihak eksternal, maka laba yang telah
pada tahun lalu direalisasi. Entitas induk harus mengembalikan nilai investasi yang telah
dikurangi pada tahun lalu dengan jurnal peneysuain (adjustment) berikut :

Investasi dalam saham biasa xxx


pendapatan investasi xxx
Jurnal penyesuain (adjustment) ini adalah kebalikan dari jurnal yang dicatat pada tahun lalu.
Jurnal ini dibuat untuk merealisasi laba antarperusahaan yang telah ditunda sebelumnya. Dampak
laba antaperusahaan terhadap pendapatan investasi dan nilai investasi secara detail dijelaskan
sebagai berikut :

a. pendapatan investasi dan nilai investasi dalam saham berkurang


- Bila terdapat persediaan akhir yang berasal dari transaksi antarperusahaan.
- Keuntungan penjual aset tetap antarperusahaan tahun berjalan baik yang memiliki
umur ekonomis maupun tidak memiliki umur ekonomis.
b. pendapatan investasi dan nilai investasi bertambah
- Bila terdapat persediaan awar antarperusahaan (penjualan tahun berjalan berasal dari
persediaan awal)
- Pada saat penjualan aset antarperusahaan yang tidak memiliki umur ekonomis kepada
pihak eksternal.
- Jika laba anterperusahaan diamortisasi untuk aset tetap antarperusahaan yang
memiliki umur ekonomis.

Perhitungan pendapatan investasi akan lebih kompleks bila terdapat laba antarperusahaan, yang
disajikan sebagai berikut :

Laba yang diumumkan entitas anak xxx


Amortisasi selisih investasi dengan nilaibuku xxx
-undervalue xxx
-overvalue xxx
-Intangible asset xxx
Laba-rugi antarperusahaan xxx
Amortisasi laba-rugi antarperusahaan xxx
Pendapatan Investasi xxx

LABA ANTARPERUSAHAAN – PENJUALAN DOWNSTREAM DAN UPSTREAM


Koreksi atas pendapatan investasi harus dilakukan karena laba anatrperusahaan
jumlahnya sama dengan dampak laba antarperusahaan terhadap pendapatan investasi. Dampak
laba antarperusahaan atas pendapatan investasi berbeda penjualan downstream dan penjualan
upstream.

Laba antarperusahaan atas penjualan downstream menyebabkan entitas induk memiliki


laba atas aset antarperusahaan milik entitas anak. Misalkan PT Indira memiliki 90% saham biasa
PT Andika. Pada tahun 2012, PT Andika mengumumkan laba sebesar Rp200.000.000, dan
terjadinya penjualan antarperusahaan – downstream yang menghasilkan laba atarperusahaan atas
aset sebesar Rp 40.000.000. hingga tanggal laporan konsolidasi, aset tersebut masih dimiliki
pihak pembeli (PT Andika).

Laba entitas induk sebesar rp 40.000.000 dalam penjualan dowstream ini memerlukan
koreksi karena aset antarperusahaan masih berada di perusahaan anak pada tanggal laporan
kosolidasi. Laba antarperusahaan ini seluruhnya dikoreksi dengan mengurangkannya dari
pendapatan investasi dalam penjualan karena laba tersebut berasal dari entitas induk. Jadi,
koreksi pendapatan investasi dalam penjualan downstream merupakan laba antarperusahaan.
jurnal penyesuaian entitas induk atas laba antarperusahaan sebagai berikut :

pendapatan Investasi Rp 40.000.000


Investasi dalam saham PT Andika Rp 40.000.000
laba perusahaan upstream berarti laba tersebut adalah laba entitas anak atas aset entitas induk.
Laba perusahaan dari penjualan upstream akan mempengaruhi pendapatan investasi sebesar
persentase kepemilikan entitas induk atas saham entitas anak, sehingga pendapatan investasi
harus dikoreksi sebesar :

laba antarperusahaan x persentase kepemilikan entitas induk


Dalam kasus tersebut, bila laba antarperusahaan berasal dari penjualan upstream, pendapatan
investasi dikoreksi sebesar Rp 36.000.000 (90% x Rp 40.000.000). laba entitas anak (sebagai
pihak penjual) mempengaruhi pendap[atan investasi sebesar 90%, sehingga koreksi laba
antarperusahaan yang berasal dari entitas anak akan mengharuskan entitas induk mengoreksi
pendapatan investasi 90% dari laba antarperusahaan tersebut dengan jurnal :

pendapatan investasi Rp 36.000.000


investasi dalam saham PT Andika Rp 36.000.000
Dampak laba antarperusahaan dalam penjualan downstream dan penjualan upstream di
perlihatkan pada peraga 5-3

Perbedaan Laba Antarperusahaan

atas Penjualan Downstream dan Upstream

Downstream Upstream

Laba entitas anak Rp 200.000.000 Rp 200.000.000


Koreksi laba antarperusahaan - (40.000.000)
Laba setelah di koreksi Rp 200.000.000 Rp 160.000.000
Pendapatan investasi (90% x 200)-40) 140.000.000
Pendapatan investasi (90% x 160) Rp 144.000.000

TRANSAKSI ANTARPERUSAHAAN – ASET DAN KERTAS KERJA KONSOLIDASI

 Transaksi Antarperusahaan – Barang Dagang dan Aset Tetap

kertas kerja konsolidasi harus mengeliminasi setiap transaksi antarperusahaan dan dampaknya
sehingga laporan konsolidasi menggambarkan kesatuan entitas induk dan anak. Transaksi aset
antar peruahaan menyebabkan keterkaitan akun-akun laporan keuangan entitas induk dan anak
dalam kertas kerja konsolidasi. Keterkaitan akun-akun antar perusahaan itu didasarkan pada jenis
asset. Penjualan barang dagang bagi pihak penjual menimbulkan akun penjualan, sedangkan bagi
pembeli menimbulkan akun pembelian jika menggunakan metode periodik, dan akun persediaan
jika menggunakan metode perpetual. Penjualan aset tetap tidak dicatat sebagai penjualan tetapi
dengan pengkreditan akun aset tetap, sedangkan pembelian memunculkan akun aset tetap bagi
pembeli. Karena perbedaan pencatatan transaksi jual beli barng dagang dan aset tetap,
penghapusan akun antarperusahaan juga berbeda untuk transaksi jual beli antarperusahaan atas
kedua aset tersebut.

b. Barang dagang

jual beli barang dagang memunculkan akun penjualan bagi penjual. Sementara penjualan kredit
memunculkan akun piutang usaha dengan jurnal sebagai berikut:

Piutang Usaha xxx

Penjualan xxx

Jika perusahaan memakai metode perpetual, maka arus keluar persediaan dicatat sebagai berikut:

HPP xxx

Persediaan xxx

Sedangkan transaksi pembelian bagi pembeli memunculkan akun pembelian yang dicatat dengan
metode periodik sebagai berikut:

Pembelian xxx

Utang Usaha xxx

Jika perusahaan memakai metode perpetual maka pencatatannya sebagai berikut:

Persediaan xxx

Utang Usaha xxx

Transaksi jual beli antarperusahaan menyebabkan keterkaitan akun-akun perusahaan


dalam hubungan induk-anak:
1. Muncul akun penjualan dan pembelian jika dengan metode periodik atau HPP jika dengan
metode perpetual.

2. akun utang usaha dan piutang atas transaksi yang belum dilunasi.

3. laba antarperusahaan dan persediaan. Laba antarperusahaan atas persediaan pada akhir tahun
dieliminasi dengan mengurangi nilai persediaan pada harga pokoknya. Laba penjualan berkurang
jika HPP bertambah, sehingga laba penjualan dieliminasi dengan mendebet HPP. Jurnal
eliminasinya sebagai berikut:

HPP xxx

Persediaan xxx

Persediaan akhir akan menjadi persedian awal pada tahun berikutnya dan dijual di tahun
berjalan. Pada saat persediaan awal dijual, laba antarperusahaan yang telah ditunda pada tahun
sebelumnya akan direalisasi. Pada tahun lalu, pendapatan investasi telah berkurang sebesar
dampak laba antar perusahaanatas perediaan akhir terhadap pendapatan investasi (jika laba antar
perusahaan merupakan merupakan penjualan downstream, pendapatan dikoreksi 100%
sedangkan bila yang terjadi penjualan upstream, laba antarperusahaan berdampak terhadap
pendapatan investasi sebesar persentase kepemilikan induk atas saham berhak suara entitas
anak). Pendapatan tahun lalu telah di closing pada nilai investasi. Karena itu nilai investasi akan
tercatat lebih kecil sebesar dampak laba antarperusahaan sehingga tidak mencerminkan kekayaan
entitas anak yang dimiliki, dalam penyusunan kertas kerja konsolidasi, akun investasi dalam
saham harus didebet sebesar laba antarperusahaan atas persediaan awal karena persediaan awal
merupakan persediaan akhir tahun sebelumnya, yang telah menyebabkan nilai investasi tercatat
terlalu kecil. Apabila persediaan awal dihasilkan dari penjualan downstream, ayat jurnalnya
sebagai berikut:

Investasi dalam saham xxx

HPP xxx
Sedangkan untuk penjualan upstream, ayat jurnlnya yaitu:

Investasi dalam saham biasa xxx

Kepentingan nonpengendali xxx

HPP xxx

Contoh:

Entitas induk menguasai 80% saham entitas anak. Pada tahun 2011, terjadi jual beli
antarperusahaan sebear Rp10 juta di mana penjual menerapkan tingkat gross profit 40% atas
penjualan. Persediaan dicatat dengan metode perpetual. Pada akhir tahun pihak pembeli masih
memiliki 25% barang dagangan tersebut. Hingga akhir tahun, jual beli barang dagangan
tersebutbaru dibayar Rp7 juta. Pada 2012 terjadi jual beli antarperusahaan sebesar Rp15 juta
tunai dengan gross profit sama dengan 2011. Pada 2012 pembeli masih memiliki persediaan
akhir sebesar Rp5.000.000.

Selama 2011 penjual akan menjurnal penjualan sebagai berikut:

Kas Rp7.000.000

Piutang Usaha Rp3.000.000

Penjualan Rp10.000.000

Perusahaan menerapkan metode perpetual, sehingga terdapat jurnal untuk mencatat pengurangan
persediaan barang dagang sebagai berikut:

HPP Rp6.000.000

Persediaan Rp6.000.000
Pencatatan pembelian oleh pihak pembeli:

Persediaan Rp10.000.000

Utang Usaha Rp3.000.000

Kas Rp7.000.000

Dalam pembuatan kertas kerja konsolidasi tahun 2011, akun penjualan, HPP, piutang
usaha, dan utang usaha adalah akun-akun antarperuahaan yang harus dieliminasi sebagai berikut:

1. Penjualan Rp10.000.000

HPP Rp10.000.000

2. Utang Usaha Rp3.000.000

Piutang Usaha Rp3.000.000

Karena pembeli masih memiliki 25% barang dagangan yang dibeli (Rp2.500.000), maka
terdapat laba antar perusahaan sebesar 40% x Rp2.500.000 = Rp1.000.000. laba antarperusahaan
ini harus dieliminasi dalam kertas kerja dengan jurnal ebagai berikut:

HPP Rp1.000.000

Persediaan Rp1.000.000

Pada 2012 persediaan akhir menjadi persediaan awal pembeli sehingga penyusunan kerta kerja
konsolidasi 2012 mengeliminasi akun-akun antarperusahaan sebagai berikut:

1. jual beli antarperusahaan

Penjualan Rp15.000.000

HPP Rp15.000.000

Jual beli antarperusahaan dilakukan per kas sehingga tidak ada utang piutang antarperusahaan.
2. Realisasi laba antar perusahaan dalam persediaan awal

Laba antar perusahaan dalam persediaan akhir tahun 2011 telah mengurangi nili entitas induk
pada akhir tahun 2011. Pada pembukuan tahun 2012 persediaan tersebut menjadi persediaan
awal sehingga laba antarperusahaan yang telah ditunda tahun lalu harus direalisasi pada 2012.
Realisasi laba antar perusahaan berbeda antara penjualan downstream dan upstream.

Penjualan downstream

Investasi dalam saham biasa Rp1.000.000

Pendapatan investasi Rp1.000.000

Penjualan upstream.

Misal perusahaan anak dikuasai 80% :

Investasi dalam saham biasa (80% x 1 juta) Rp800.000

Kepentingan nonpengendali (20% x 1 juta) Rp200.000

HPP Rp1.000.000

3. laba antarperusahaan dalam persediaan akhir

persediaan akhir pembeli sebesar Rp5 juta mengandung laba milik penjual sebesar 40 % x
Rp5.000.000 = Rp2.000.000, sehingga laba antarperusahaan ini harus dieliminasi dengan jurnal
sebagai berikut:

HPP Rp2.000.000

Persediaan Rp2.000.000
C. Aset Tetap

Pihak yang melakukan penjualan aset akan mengkredit "aset" dan "keuntungan" serta
mendebet "kas" atau "piutang" dan "rugi penjualan" pada saat transaksi penjualan terjadi. Pihak
pembeli akan mendebet “aset” daalam pembukuannya dan mengkredit “kas” atau “utang"
Transaksi jual-beli aset antarperusahaan menyebabkan aset tetap hasil penjualan menjadi
akun hubungan induk-anak. Keuntungan penjualan aset tetap dieliminasi dari laporan laba-rugi
pihak penjual dengan mengurangi nilai aset tetap pada harga pokoknya.

Aset Tetap yang Tidak Disusutkan

Misalkan terjadi penjualan downstream tanah antara PT Indah dengan PT Andi, yaitu
perusahaan anak yang dikuasai 80 % pada tanggal 1 Maret 2012 dengan harga penjualan Rp.500
juta di mana harga pokoknya bagi PT Andi adalah Rp400 juta. Pencatatan PT Indah pada tanggal
1 Maret 2012 adalah sebagai berikut:

Kas Rp 500.000000

Tanah Rp 400.000.000

Keuntungan RP 100.000.000

PT Andi akan melakukan pencatatan pada tanggal1 Maret 2012 sebagai berikut

Tanah Rp 500.000.000

Kas Rp 500 000.000

Laporan keuangan individu PT Andi yang berakhir 31 Desember 2012 mencatat tanah
senilai Rp500 juta, sedangkan dalam laporan keuangan PT Indah terdapat keuntungan sebesar
Rp100 juta. Kertas kerja konsolidasi harus mengeliminasi keuntungan sebesar Rp100 juta
tersebut dengan mengurangi nilai tanah menjadi sebesar harga pokoknya bagi pihak penjual,
yaitu dengan jurnal eliminasi sebagai berikut :

Keuntungan Rp 100.000.000

Tanah Rp100.000.000
Salah satu perbedaan antara aset tetap dan persediaan adalah bahwa persediaan dibeli
untuk dijual kembali, sedangkan aset tetap dimaksudkan untuk dipakai dalam operasi normal
perusahaan. Aset tetap yang dibeli akan tetap ada dalam neraca pihak pembeli hingga aset
tersebut habis masa manfaatnya atau dijual atau disumbangkan. Tanah senilai Rp500 juta
tersebut pada tahun-tahun setelah transaksi jual-beli akan tetap menjadi akun hubungan induk-
anak selama masih berada dalam perusahaan induk, sehingga keuntungan sebesar Rp100 juta
tetap harus dieliminasi dengan mengurangkan nilai aset tetap itu.

Kertas kerja konsolidasi tahun 2013 harus mengeliminasi tanah senilai Rp100 juta untuk
mengembalikannya ke harga pokoknya.Akun "keuntungan penjualan tanah" sebesar Rp100 juta
untuk tahun 2012 telah di closing ke akun riil, yakni kekayaan pemegang saham atau ekuitas
berdasarkan siklus akuntansi.Pendapatan Investasi PT Indah tahun 2012 telah dikurangi dengan
laba antarperusahaan dari penjualan tanah sebesar Rp100 juta.Pengurangan pendapatan investasi
ini menyebabkan saldo investasi yang dicatat PT Indah lebih kecil Rp100 juta dibanding
kekayaan entitas anak yang dimiliki, sehingga kertas kerja konsolidasi per 31 Desember 2013
harus mendebet akun "investasi dalam saham" induk untuk mengeliminasi tanah PT
Andi.Jurnalnya adalah sebagai berikut

Investasi dalam saham Rp 100.000.000

Tanah Rp 100.000.000

Jurnal eliminasi ini harus tetap dilakukan dalam kertas kerja laporan konsolidasi tahun-
tahun berikutnya selama tanah tersebut masih berada pada PT Andi atau belumberpindah tangan.

Jika dalam kasus ini yang terjadi adalah penjualan upstream, laporan keuangan entitas
induk akan menyajikan aset senilai Rp500 juta dan laporan laba-rugi entitas anak menyajikan
keuntungan penjualan tanah sebesar Rp100 juta.Dalam penyusunan kertas kerja konsolidasi
tahun 2012, dilakukan eliminasi atas keuntungan antarperusahaan tersebut dengan jurnal sebagai
berikut:

Keuntungan penjualan tanah Rp100.000.000

Tanah Rp 100.000.000
Laba antarperusahaan atas penjualan upstream ini berasal dari entitas anak karena merupakan
pihak penjual. Koreksi laba entitas anak akibat laba antarperusahaan mengharuskan entitas induk
menyesuaikan dengan pendapatan investasinya, yakni sebesar dampak laba antarperusahaan itu
terhadap pendapatan investasi.Dampak laba entitas anak terhadap pendapatan investasi sebesar
persentase kepemilikan entitas induk atas saham entitas anak.

Koreksi laba entitas anak sebesar Rp100 juta atas penjualan upstream tahun 2012
mengharuskan entitas induk mengoreksi pendapatan investasinya sebesar Rp80 juta (Rp100juta x
80% kepemilikan PT Indah atas PT Andi . Pengurangan pendapatan sebesar Rp80 juta ini
menyebabkan nilai investasi PT Indah atas saham PT Andi berselisih dengan 80% kekayaan PT
Andi yang dimiliki, karena laporan keuangan individu PT Andi mengakui keuntungan tersebut
dan meng-closing-nya ke laba ditahan per 31 Desember 2012. Dalam penyusunan laporan
konsolidasi per 31 Desember 2013, kertas kerja konsolidasi harus mengoreksi dampak laba
antarperusahaan terhadap nilai investsi PT Indah sebesar Rp80 juta

dan Rp20 juta sebagai saldo Kepentingan Nonpengendali dengan jurnal sebagai berikut:

Investasi dalam saham PT Andi Rp 80.000.000

Kepentingan nonpengendali Rp 20.000.000

Tanah Rp 100.000.000

Pada tahun-tahun berikutnya, jurnal eliminasi ini tetap dibuat dalam kertas kerja konsolidasi
selama entitas induk masih memiliki tanah yang berasal dari entitas anak tersebut.

Aset Tetap yang Memiliki Umur Ekonomis

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa transaksi aset tetap antarperusahaan mempengaruhi


laporan konsolidasi tahun-tahun setelah kepemilikan, sepanjang aset tetap tersebut masih
terdapat di neraca pihak pembeli. Kertas kerja konsolidasi harus tetap mengeliminasi laba
antarperusahaan sampai aset tersebut tidak terdapat lagi pada pembeli. Dalam kasus sebelumnya,
jika pihak pembeli menjual tanah itu kepada perusahaan di luar hubungan induk-anak, laba
antarperusahaan telah terealisasi. Sepanjang terdapat aset tetap entitas induk yang berasal dari
entitas anak atau sebaliknya, selama itu pula laba antarperusahaan harus dieliminasi dalam kertas
kerja konsolidasi.

Aset yang memiliki umur ekonomis akan mengalami penyusutan, sehingga dalam jangka
waktu tertentu nilai bukunya akan menjadi nol atau terhapus dari neraca sekalipun aset tersebut
tidak dijual. Jadi, transaksi aset antarperusahaan yang memiliki umur ekonomis hanya akan
mempengaruhi kertas kerja konsolidasi maksimum selama umur ekonomis aset tersebut, jika
tidak dijual kepada pihak eksternal sebelum umur ekonomisnya habis.

Misalkan pada tanggal 1 Juli 2013 terjadi transaksi penjualan downstream atas peralatan
seharga Rp600 juta antara PT Impal dan PT Abia, yaitu perusahaan anak yang sahamnya
dikuasai 90 % oleh PT impal , di mana harga pokoknya bagi pihak penjual adalah Rp450 juta.
Aset tetap tersebut masih memiliki umur ekonomis 6 tahun, dan disusutkan dengan metode garis
lurus. Dalam penyusunan kertas kerja konsolidasi per 31 Desember 2013, eliminasi dilakukan
sebagai berikut:

Keuntungan Rp 150.000.000

Peralatan Rp 150.000.000

Keuntungan penjualan sebesar Rp150 juta yang melekat dalam peralatan pada neraca pihak
pembeli menyebabkan penyusutan per tahun tercatat terlalu besar Rp150 juta/6 tahun Rp25 juta
atas transaksi aset antarperusahaan tersebut. Karena konsolidasi memandang transaksi aset
antarperusahaan sebagai transfer aset, maka harus dilakukan koreksi penyusutan sebesar Rp25
juta per tahun. Jadi, kertas kerja konsolidasi harus mengurangi akumulasi penyusutan Rp25 juta
per tahun. Untuk tahun 2013, koreksi akumulasi penyusutan adalah Rp12.5 juta untuk setengah
tahun karena transaksi jual-beli dilakukan pada pertengahar tahun dengan jurnal:

Akumulasi penyusutan Rp 12.500.000

Beban penyusutan Rp 12.500.000

Dalam penyusunan kertas kerja per 31 Desember 2014, beban penyusutan harus dikoreksi satu
tahun penuh sebesar Rp25 juta dengan jurnal

Akumulasi penyusutan Rp 25.000.000


Beban penyusutan Rp 25.000.000

Selain koreksi beban penyusutan, kertas kerja tahun 2014 juga harus mengoreksi laba
antarperusahaan yang terdapat dalam peralatan. Laba antarperusahaan telah teramortisasi sebesar
Rp12,5 juta pada tahun lalu, sehingga laba antarperusahaan kini bersaldo Rp137,5 juta. Laba
antarperusahaan yang ditunda ini menyebabkan catatan investasi entitas induk lebih kecil,
sehingga harus dikoreksi pada nilai peralatan dengan jurnal:

Investasi dalam saham Rp. 137.500.000


Akumulasi Penyusutan Rp 12.500.000
Peralatan Rp 150.000.000

PERAGA 5-4

Tahun Nilai Awal Tahun Amortisasi Sepanjang Akumulasi


Tahun Amortisasi
1 Juli 2013 150.000.000 12.500.000 12.500.000
2014 137.500.000 25.000.000 37.500.000
2015 112.500.000 25.000.000 62.500.000
2016 87.500.000 25.000.000 87.500.000
2017 62.500.000 25.000.000 112.500.000
2018 37.500.000 25.000.000 137.500.000
2019 12.500.000 12.500.000 150.000.000

Pada tahun-tahun berikutnya, laba antarperusahaan akan terus diamortisasi hingga menjadi nol
ketika umur kenonomisnya habis yang diperlihatkan pada peraga 5-4. Jurnal eliminasi pada
kertas Kerja per 31 Desember 2016 berdasarkan Tabel 5-4 adalah :

Akumulasi Penyusutan Rp 25.000.000


Beban Penyusutan Rp 25.000.000
Investasi dalam saham Rp 87.500.000
Akumulasi Penyusutan 62.500.000
Peralatan Rp 150.000.000
Apabila transaksi asset tetap antara PT Impal dan PT Abia merupakan penjualan upstream dalam
kertas kerja tahun 2013 atau tahun transaksi, keuntungan antarperusahaan dieliminasi sebagai
penagguhan dengan jurnal sebagai berikut :

Keuntungan penjualan peralatan Rp 150.000.000


Peralatan Rp 150.000.000

Beban penyustan juga dikoreksi untuk setengah tahun, yang dijurnal sebagai berikut :

Akumulasi Penyusutan Rp. 12.500.000


Beban Penyusutan Rp 12.500.000

Laba antarperusahaan atas penjualan peralatan terealisasi selama periode 6 tahun. Pada
tahun 2013, laba antarperusahaan telah terelasisasi ½ tahun atau Rp 12,5 juta sehingga laba
antarperusahaan menjadi Rp 137,5 juta (Rp150 Juta - Rp12,5 Juta). Koreksi laba induk sebesar
90%-nya atau Rp123.750.000, sehingga pendapatan investasi harus dikurangi sebesar jumlah
tersebut. Koreksi pendapatan investasi akan menurunkan nilai investasi pada akhir tahun 2013,
yang membuat nilai investasi dalam catatan entitas induk lebih kecil Rp123.750.000 dari 90%
kekayaan entitas anak yang dimiliki. Pada kertas kerja konsolidasi tahun 2014, laba antar
perusahaan atas perlatan dieliminasi dengan mendebet investasi dalam saham. Jurnalnya adalah :

Akumulasi penyusutan Rp 12.500.000


Investasi dalam saham Rp 123.750.000
Kepentingan nonpengendali Rp 13.750.000
Peralatan Rp 150.000.000

Selain itu, koreksi atas beban penyusutan tahun berjalan juga harus dilakukan dengan jurnal
sebagai berikut :

Akumulasi penyusutan Rp 25.000.000


Beban penyusutan Rp 25.000.000

Pada tahun-tahun berikutnya, laba antarperusahaan yang muncul dalam kerta kerja konsolidasi
akan semakin kecil hingga menjadi nol pada akhir penggunaan peralatan.
CONTOH MENYELURUH

Untuk mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai dampak transaksi antarperusahaan, berikut


ini disajikan contoh aplikasi transaksi antarperusahaan dalam penjualan downstream dan
upstream atas barang dagang serta asset tetap. Sebagai contoh, PT Luica mengakusisi 90%
saham PT Angelica pada tanggal 31 Desember 2012. Kekayaan PT Angelica pada tanggal
tersebut adalah :

Akusisi dilakukan dengan total harga perolehan Rp531 miliar atas 90% dari harga yang wajar.
Selisih harga perolehan dan nilai buku seisebabkan oleh goodwill. Penurunan nilai (impairment)
goodwill terjadi 20% pada tahun 2014.
Laporan keuangan PT Lucia dan perusahaan anaknya, PT Angelica, yang dimiliki 90%
pada akhir tahun 2014 disajikan dalam Peraga 5-5.
Hubungan induk dan anak antara PT Luica dan PT Angelica terjadi sejak tanggal 31
Desember 2013. Harga akusisi yang wajar atas kekayaan PT Angelica adalah RP531 miliar/90%,
yakni Rp590 miliar. Harga akusisi tersebut menimbulkan goodwill sebesar Rp10 miliar.
Penurunan nilai goodwill baru terjadi pada tahun 2014 sebesar 20% atau Rp2 miliar yang
dialokasikan ke entitas induk Rp1,8 miliar.
Pendapatan investasi Periode 2014

Pendapatan investasi PT Luica tahun 2014 dipengaruhi oleh goodwill yangh diimpair Rp2 miliar,
serta laba antarperusahaan dalam persediaan awal dan akhir atas penjualan downstream,
keuntungan penjualan tanah upstream, dan realisasi laba antarperusahaan atas peralatan yang
transaksinya terjadi pada tahun lalu, Berikut disajikan perhitungan pendapatan investasi tahun
2014 :

Dalam bab 2 telah dijelaskan bahwa nilai investasi merupakan cerminan dari nilai buku
kekayaan investee atau entitas anak yang dimiliki. Apabila pada saat akusisi terdapat selisih
investasi, nilai investasi setelah akusisi merupakan penjumlahan nilai buku kekayaan entitas anak
yangh dimiliki dan selisih investasi yang belum diamortisasi pada tanggal dimaksud. Apabila
terdapat laba antarperusahaan yang ditangguhkan, nilai investasi lebih kecil sebesar laba yang
ditangguhkan tersebut. Nilai investasi dapat dihitung sebagai berikut :

Dalam penyusunan kertas kerja laporan konsolidasi per 31 Desember 2014, selisih investasi yang
merupakan goodwill sudah diimpair Rp2 miliar atau Rp1,8 miliar dialokasikan untuk entitas
indux, sehingga saldo goodwill per 31/12/2014 menjadi Rp8 miliar, atau Rp7,2 miliar goodwill
milik entitas induk. Laba antarperusahaan yang ditangguhkan terdapat dalam persediaan akhir,
tanah dan peralatan, tetapi laba antarperusahaan dalam peralatan telah teramortisasi 2 tahun
sehingga nilainya berkurang karena telah terealisasi. Nilai investasi PT Lucia dalam saham PT
Angelica per 31/12/2014 adalah sebagai berikut (dalam jutaan) :

Perhitungan nilai investasi tersebut juga dapat dilakukan dengan mengikuti alur investasi
disajikan pada peraga 5-6 (dalam jutaan rupiah )

PERAGA 5-6

Investasi 31 Desember 2018 Rp


531.000
Kenaikan kekayaan anak per 31/12/2013 (90% X (Rp 100 – 18.000
80)
Laba antarperusahaan – persediaan akhir (10.000)
Laba antarperusahaan – Peralatan (90% X Rp 8.000) (7.200)
Realisasi laba antarperusahaan – Peralatan (90% X Rp 900
1.000)
Nilai investasi 1/1/2014 Rp
532.700
Laba tahun 2014(90% X Rp 100.000) 90.000
Penurunan nilai goodwill (1.800)
Laba antarperusahaan – persediaan awal 10.000
Laba antarperusahaan – persediaan akhir (16.000)
Realisasi laba antar perusahaan – peralatan (90% x Rp 900
1.000)
Laba antarperusahaan – tanah (90% x Rp 5.000) (4.500)
Dividen tahun 2014 (90% x Rp 80.000) (72.000)
Nilai investasi 31/12/2014 Rp
539.300
Penyusunan Kertas Kerja Konsolidasi

Kertas kerja laporan konsolidasi PT Lucia dan PT Angelica taun 2014 disaikan dalam peraga 5-
7 . Jurnal eliminasi dibuat sebagai berikut :

1. Eliminasi atas pendapatan inestasi (induk) dan laba yang dibagi anak
Pendapatan inestasi Rp 78.600.000.000
Dividen Rp 72.000.000.000
Investasi dalam saham Rp 6.600.000.000
2. Alokasi laba kepentingan nonpengendali . Laba kepentingan nonpengendali dipengaruhi
oleh keuntungan penjualan upstream tanah sebesar Rp 5 miliar yang arus ditangguhkan,
dan realisasi laba antarperusahaan Rp 1 miliar dari penjualan upstream tahun lalu Laba
kepentingan nonpengendali adalah

Laba entitas anak ( 10% x Rp 100 miliar) Rp 10.000.000.000


Penurunan nilai goodwill (10% x Rp 2 miliar) (200.000.000)
Laba antarperusahaan – tanah 10% x Rp 5 miliar (500.000.000)
Laba antarperusahaan- peralatan 10% x (Rp 8 M/8 thn ) 100.000.000
Pendapatan investasi tahun 2014 Rp 9.400.000.000

jurnal alokasi laba kepentingan nonpengendali adalah sebagai berikut :


Laba kepentingan nonpengendali Rp 9.400.000.000
Dividen Rp 8.000.000.000
Kpentingan nonpengendali 1.400.000.000
3. Eliminasi saldo awal Nilai investasi per 1/1/2014 seperti disajikan dalam Peraga 5- 6
adalah Rp 532.700.000, tetapi nilai ini disesuaikan dengan dampak realisasi laba
antarperusahaan dalam persediaan awal sebesar Rp 10 miliar pada jurnal eliminasi
No.7 dan laba antarperusahaan dalam peralatan sebesar Rp 6,3 miliar pada jurnal
eliminasi No .10, yang meningkatkan saldo investasi sehingga nilai investasi yang
harus di eliminasi berjumlah Rp 549 miliar.

Modal saham Rp 400.000.000.000


Agio saham 100.000.000.000
Laba ditahan 100.000.000.000
Goodwill 10.000.000.000
Investasi dalam saham biasa Rp 549.000.000.000
Kepentingan nonpenegndali 10 %(Rp 610 juta) 61.000.000.000

4. Penurunan nilai goodwill pada tahun 2014 sebesar Rp 2 miliar


Beban operasi Rp 2.000.000.000
Goodwill Rp 2.000.000.000
5. Penjualan antarperusahaan sebesar Rp 400 miliar
Penjualan Rp 400.000.000.000
HPP Rp 400.000.000.000
6. Utang – piutang usaha antarperusahaan sebesar Rp 100 miliar

Utang usaha Rp 100.000.000.000


Piutang usaha Rp 100.000.000.000
7. Realisasi laba antarperusahaan dalam persediaan awal sebesar Rp 10 miliar (40% x Rp
25 miliar
Investasi dalam saham Rp 10.000.000.000
HPP Rp 10.000.000.000
8. Pengeliminasian laba antarperusahaan dalam persediaan akhir sebesar Rp 16 miliar
(40% x Rp 40 miilar)
HPP Rp 16.000.000.000
Persediaan Rp 16.000.000.000
9. Laba antarperusahaan dalam tanah atas penjualan upstream tahun berjalan sebesar Rp 5
miliar
Keuntungan penjualan Tanah Rp 5.000.000.000
Tanah Rp 5.000.000.000
Kertas Kerja konsolidasi
PT Lucia dan PT Angelica
Per 31/ 12/2014 (dalam ribuan)
Laporan Laba - Rugi PT Lucia PT Angelica Eliminasi konsolidasi

Penjualan 1.400.000 5.000.000 400.000 1.500.000

Keuntungan penjualan tanah 5.000 5.000


Pendapatan dari PT Angelica 78.600 78.600

HPP ( 350.000) (300.000) 16.000 400.000 (256.000)


10.000
Beban Penyusutan (760.000) (40.000) 1000 (799.000)

Beban Operasi lainnya (68.400) (65.000) 2.000 (135.400)

Laba kep nonpengendali 9.400 (9.400)

Laba bersih 300.200 100.000 300.200

Laba ditahan 1/1/ 2014 150.000 100.000 100.000 150.000

Dividen (160.000) (80.000) 80.000 (160.000)

Laba ditahan 31/12/ 2014 290.200 120.000 290.200

kas 70.900 80.000 149.900


piutang 140.000 70.000 100.000 110.000

persediaan 90.000 50.000 16.000 124.000

Tanah dan bangunan 370.000 450.000 5.000 815.000


Peralatan 170.000 140.000 8.000 302.000

Akumulasi penyusutan (40.000) (50.000) 2.000 (88.000)


Investasi saham PT Angelica 539.300 - 10.000 6.600
6300 549.000

Goodwill 10.000 2.000 8.000

Total Aktiva 1.340.200 740.000 1.420.900


Utang usaha 250.000 120.000 100.000 270.000

Modal saham 800.000 400.000 400.000 800.000

Agio Saham 100.000 100.000

Laba ditahan 290.200 120.000 290.200

Kepentingan nonpengendali 700 1.400


61.000 60.700
Total pasiva 1.320.000 740.000 1.240.000 1.240.000 1.420.900

10. Pengembalian nilai investasi akibat laba antarperusahaan sebesar Rp 6,3 miliar dan
kepentingan nonpengendali Rp 700 juta akibat laba antarperusahaan tahun lalu atas
peralatan sebesar Rp 8 miliar yang telah direalisasi 1 miliar
Akumulasi penyusutan Rp 1.000.000.000
Investasi dalam saham 6.300.000.000
Kepentingan nonpengendali 700.000.000
Peralatan Rp 8.000.000.000
11. Amortisasi laba antarperusahaan dalam peralatan sebesar Rp 8 miliar / 8 tahun
Akumulasi penyusutan Rp 1.000.000.000
Beban penyusutan Rp 1.000.000.000

Anda mungkin juga menyukai