PROGRAM STUDI
ANALISIS LAPORAN KEUANGAN
OLEH
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Transaksi antar perusahaan afiliasi yang melibatkan penjualan dan pembelian aktiva
tetap menimbulkan laba dan rugi yang belum direalisasi bagi entitas yang belum
dikonsolidasikan. Laba dan rugi tersebut dieliminasi (ditangguhkan) dalam pelaporan hasil
operasi dan posisi keuangan dan hasil operasi induk perusahaan. Penyesuaian yang
diperlukan dalam mengeliminasi pengaruh laba antar perusahaan atas aktiva tetap serupa, tapi
tidak sama, dengan penyesuaian-penyesuaian untuk laba persediaan yang belum direalisasi.
Laba persediaan yang belum direalisasi akan menjadi benar dengan sendirinya selama lebih
dari dua periode, tetapi laba dan rugi yang belum direalisasi atas aktiva tetap memengaruhi
laporan keuangan sampai aktiva yang bersangkutan dijual kepada pihak luar atau habis
terpakai oleh afiliasi pembeli.
Dalam makalah ini akan membahas teransaksi jual-beli aset antarperusahaan
dan dampaknya terhadap pendapatan investasi serta penyusunan kertas kerja laporan
keuangan konsolidasi. Pada pembahasan selanjutnya, penjualan yang dilakukan entitas
induk kepada entitas anak disebut downstream dan apabila entitas anak sebagai pihak
penjual disebut dengan istilah”upstream”. Aset entitas induk yang berasal dari entitas
anak, dan aset entitas anak yang berasal dari entitas induk atau dari entitas anak
lainnya dalam suatu konsolidasi disebut antarperusahaan.
1.3. Tujuan
Transfer aset mengharuskan pihak yang menerima mencatat aset itu sebesar
nilai buku yang dicatat pihak yang member. Hal ini berbeda dengan transaksi jual-beli
di mana pihak pembeli akan membukakan aset yang diperoleh sebesar harga
perolehannya, yang bagi penjualan harga tersebut merupakan harga pokok ditambah
keuntungan penjualan. Laporan konsolidasi, yang memandang transaksi jual-beli
sebagai transfer atau pindah tangan aset, mengharuskan laba pihak penjual yang
melekat dalam aset yang terdapat dalam neraca pembelian harus dieliminasi agar
transaksi jual-beli antarperusahaan tersaji sebagai transfer aset. Laba yang berasal dari
jual-beli antarperusahaan yang melekat dalam aset pembeli selanjutnya disebut laba
antarperusahaan ini tidak diakui karena sudut pandang konsolidasi yang dianggap
induk-anak sebagai satu memandang laba antraperusahaan sebagai laba dari diri
sendiri.
Laba antarperusahaan ada sepanjang entitas induk atau anak memiliki aset yang
barasal dari transaksi jual-beli antarperusahaan . Misalkan pada tanggal 1/7/2011
entitas induk menjual aset kepada entitas anak dengan harga Rp10 juta di mana harga
pokoknya bagi penjual adalah Rp6 juta. Entitas anak akan mencatat nilai aset yang
diperoleh sebesar harga perolehannya, yakni Rp10 juta.
1. Apabila dalam tahun bejalan (sebelum tanggal laporan konsolidasi) entitas anak
menjual aset tersebut seluruhnya kepada pihak eksternal, tidak ada laba
antarperusahaan karena aset sudah dimiliki pihak eksternal laba pihak penjual
sebesar Rp4 juta telah terealisasi dari pihak eksternal.
2. Apabila pihak pembeli masih memiliki aset antarperusahaan tersebut pada
tanggal laporan konsolidasi (tanggal 31 Desember), maka laba pihak penjual
sebesar Rp4 juta merupakan laba antra perusahaaan, karena pembeli dan
penjual dalam hubungan induk-anak dianggap satu dari sudut pandang
konsolidasi. Aset entitas anak yang berasal dari entitas induk atau sebaliknya
dianggap sebagai pindah tempat saja, bukan dari pembelian. Laba pihak penjual
tidak diakui dari sudut pandang konsolidasi. Apabila pada tahun berikutnya
(tahun 2012) pihak pembeli menjual aset antarperusahaan tersebut kepada
pihak eksternal, maka laba pihak penjual sebesar Rp4 juta tersebut tidak lagi
dianggap laba antarperusahaan karena telah terealisasi dengan pihak eksternal.
Transaksi jual-beli aset antarperusahaan dipandang sebagai transaksi dengan diri
sendiri dari sudut pandang konsolidasi karena entitas induk dan anak adalah satu.
Konsolidasi hanya akan menggap sebagai transaksi riil apabila penjualan tersebut
dilakukan kepada pihak eksternal atau pihak-pihak di luar hubungan induk-anak.
Laba antarperusahaan atas aset biasanya tertanam dalam bentuk persediaan dan
aset tetap seperti tanah, bangunan, peralatan, dan lainnya. Persedian merupakan aset
yang dibeli untuk dijual kembali. Bila pada akhir tahun terdapat persediaan yang
merupakan aset antarperusahaan, maka dalam persediaan tersebut terdapat laba
antarperusahaan yang harus dikoreksi. Persediaan merupakan aset lancar yang dalam
satu tahun sudah terjual pada kondisi normal, sehingga laba antarperusahaan atas
persediaan akhir akan terealisasi dalam tahun berikutnya. Penjualan tahun berjalan
pertama kali bersumber dari persediaan awal, baru kemudian dari pembelian atau
produksi selama tahun berjalan. Karena itu, laba antarperusahaan atas persediaan akhir
direalisasi atas persediaan awal tahun berikutnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa:
Laba antarperusahaan atas aset tetap yang memiliki umur tidak terbatas hanya
akan terealisasi apabila aset tetap tersebut telah berpinda tangan ke pihak ke-3 yang
biasanya terjadi melalui proses penjualan. Laba antarperusahaan atas aset tetap yang
memiliki umur terbatas dapat terealisasi dengan dua cara:
1. Pindah tangan ke pihak eksternal (biasanya melalui proses penjualan).
2. Masa pemakaian atau umur ekonomis aset tetap tersebut telah habis. Laba
antarperusahaan akan terealisasi selama terdapat aset entitas induk atau anak yang
berasal dari transaksi antarperusahaan.apabila aset tersebut sudah tidak lagidimiliki
pihak pembeli, laba antarperusahaan sudah terealisasi. Aset tetap yang sudah habis
masa pakainya secara akuntansi sudah bernilai nol sekalipun secara fisik aset tersebut
masih ada. Apabila nilai buku aset tersebut telah nol, itu berartinya aset tersebut sudah
tidak terdapat lagi dalam hubungan induk-anak melalui proses alamiah (penyusutan),
sehingga laba antarperusahaan juga sudah terealisasi secara alamiah. Karena proses
aset tetap menjadi nol bertahap seiring dengan umur aset tetap tersebut, laba
antarperusahaan juga terealisasi secara bertahap bertahap berdasarkan umurnya.
Misalkan terjadi transaksi jual beli aset tetap antarperusahaan dengan laba penjualan
sebesar Rp50 juta. Aset tetap tersebut berumur 10 tahun dan tidak dijual hingga habis
umur ekonomisnya. Apabila jual-beli aset tersebut dilakukan pada akhir tahun,
penundaan dan realisasi laba antarperusahaan ditunjukkan dalam peraga 5-1
PERAGA 5-1
Laba Antarperusahaan
Tahun Direalisasi Ditunda
Akhir Tahun 1 - 50.000.000
Akhir Tahun 2 5.000.000 45.000.000
Akhir Tahun 3 5.000.000 40.000.000
Akhir Tahun 4 5.000.000 35.000.000
Akhir Tahun 5 5.000.000 30.000.000
Akhir Tahun 6 5.000.000 25.000.000
Akhir Tahun 7 5.000.000 20.000.000
Akhir Tahun 8 5.000.000 15.000.000
Akhir Tahun 9 5.000.000 10.000.000
Akhir Tahun 10 5.000.000 5.000.000
Akhir Tahun 11 5.000.000 -
Pada tahun transaksi (Tahun 1), laba antarperusahaan belum terealisasi seperti
diperlihatkan dalam peraga 5-1 karena nilai aset belum berkurang melalui proses
penyusutan. Pada akhir tahun ke-2 hingga ke-11, laba antarperusahaan terealisasi per
tahun sebesar Rp5000000 seiring dengan proses penyusutan. Apabila jual-beli aset
dilakukan pada awal tahun, realisasi laba antarperusahaan diperlihatkan dalam peraga
5-2
PERAGA 5-2
Koreksi pendapatan investasi secara otomatis akan mengurangi nilai investasi dalam
saham karena menurut metode ekuitas, perubahan nilai investasi dipengaruhi oleh
pendapatan investasi selain fakta-fakta lainnya seperti deviden.
Jurnal penyesuaian (adjustment) ini adalah kebalikan dari jurnal yang dicatat pada
tahun lalu. Jurnal ini dibuat untuk merealisasi laba antarperusahaan yang telah ditunda
sebelumnya. Dampak laba antarperusahaan terhadap investasi dan nilai investasi
secara detail dijelaskan sebagai berikut :
Laba entitas induk sebesar Rp40 juta dalam penjualan downstream ini
memelukan koreksi karena aset antarperusahaan masih berada di perusahaan anak
pada tanggal laporan konsolidasi. Laba antarperusahaan ini seluruhnya dikoreksi
dengan mengurangkannya dari pendapatan investasi karena laba tersebut berasal dari
entitas induk. Jadi, koreksi pendapatan investasi dalam penjualan downstream
merupakan laba antarperusahaan. Jurnal penyesuaian (adjustment) entitas induk atas
laba antarperusahaan ini adalah sebagai berikut:
Dalam kasus tersebut, bila laba antarperusahaan bersal dari penjualan upstream,
pendapatan investasi dikoreksi sebesar Rp36 juta (90% x Rp.40 juta). Laba entitas anak
(sebagai pihak penjual) mempengaruhi pendapatan investasi 90%, sehingga koreksi
laba anatrperusahaan yang berasal dari entitas anak akan mengharuskan entitas induk
mengoreksi pendapatan investasi 90% dari laba antarperusahaan tersebut dengan
jurnal sebagai berikut :
PERAGA 5-3
b) Barang Dagang
Jual-beli barang dagang menimbulkan akun “penjualan” bagi pihak penjual.
Sementara itu, penjualan kredit akan memunculkan piutang usaha yang dicatat dengan
jurnal sebagai berikut:
HPP xxx
Persediaan xxx
Sedangkan dari sisi pembeli, jual-beli barang dagang memunculkan akun pembelia
yang dicatat dengan metode periodic sebagai berikut:
Pembelian xxx
Utang Usaha xxx
Apabila perusahaan menggunakan metode perpetual, pencatatannya adalah sebagai
berikut:
Persediaan xxx
Utang Usaha xxx
1. Akun “penjualan” dan akun “pembelian (jika diterapkan metode periodik)” atau “HPP
(jika diterapkan metode perpetual)”
2. Akun “utang usaha” dan akun “piutang” atas penjualan-pembelian yang belum dilunasi.
3. Laba antarperusahaan dan persediaan. Laba antarperusahaan atas persediaan pada
akhir tahun dieliminasi dengan mengurangi nilai persediaan pada harga pokoknya. Laba
penjualan akan mengecil jika HPP bertambah, sehingga laba penjualan dieliminasi
dengan mendebet HPP.
Jurnal eliminasinya adalah sebagai berikut:
HPP xxx
Persediaan xxx
Persediaan akhir akan menjadi persediaan awal pada tahun berikutnya dan
dijual dalam tahun berjalan. Pada saat persediaan awal dijual, laba antarperusahaan
yang telah ditunda pada tahun sebelumnya akan direalisasi.pada tahun lalu, pendapatan
investasi telah berkurang besar dampaknya laba antarperusahaan atas persediaan akhir
terhadap pendapatan investasi (jika laba antarperusahaan merupakan penjualan
downstream, pendapatan dikoreksi 100% sedangkan bila yang terjadi penjualan
upstream, laba antarperusahaan berdampak terhadap pendapatan investasi sebesar
persentase kepemilikan entitas induk atas sahamberhak suara entitas anak).
Pendapatan investasi tahun lalu telah di closing pada nilai investasi. Karena itu, nilai
investasi akan tercatat lebih kecil sebesar dampak laba antarperuahaan sehingga tidak
mencerminkan kekayaan perusahaan anak yang dimiliki. Dalam penyusunan kertas
kerja konsolidasi, akun “investasi dalam saham” harus didebet sebesar laba
antarperusahaan atas persediaan awal karena persediaan awal merupakan persediaan
akhir tahun sebelumnya, yang telah menyebabkan nilai investasi tercatat terlalu kecil.
Apabila persediaan awal dihasilkan dari penjualan downstream, dibuat ayat jurnal
sebagai berikut:
Contoh:
Entitas induk menguasai 80% saham entitas anak. Pada tahun 2011, terjadi jual-
beli barang dagang antarperusahaan sebesar Rp10 juta di mana pihak penjual
menerapkan tingkat gross profit 40% atas penjualan. Persediaan dicatat dengan
metode perpetual. Pada akhir tahun, pihak pembeli masih memiliki 25% barang dagang
tersebut. Hingga akhir tahun, jual-beli barang dagang itu baru di bayar Rp7 juta. Pada
tahun 2012, terjadi jual-beli antarperusahaan sebesar Rp15 juta tunai dengan tingkat
gross profit yang sama dengan tahun 2011, pada akhit tahun 2012, pihak pembeli masih
memiliki persediaan akhir senilai Rp.5000000.
Selama tahun 2011, pihak penjual akan menjurnal penjualan barang dagang
sebagai berikut:
Kas Rp 7.000.000
Piutang Usaha RP 3.000.000
Penjualan Rp 10.000.000
Persediaan Rp 10.000.000
Utang Usaha Rp 3.000.000
Kas Rp 7.000.000
Dalam pembuatan kertas kerja konsolidasi tahun 2011, akun “penjualan” dan
akun “HPP”, serta akun “piutang usaha” dan akun “utang usaha” adalah akun-akun
antarperusahaan yang harus dieliminasi sebagai berikut:
1 Penjualan Rp 10.000.000
HPP Rp 10.000.000
Karena pihak pembeli masih memiliki 25% dari barang dagang yang dibeli
(Rp2.500.000), maka terdapat laba antarperusahaan sebesar 40% x2500000 = Rp
1000000. Laba antarperusahaan ini harus dieliminasi dalam kertas kerja dengan jurnal
sebagai berikut:
HPP Rp 1.000.000
Persediaan Rp 1.000.000
Pada tahun 2012, persediaan akhir menjadi persediaan awal pihak pembeli
sehingga penyusutan kertas kerja konsolidasi tahun 2012 mengeliminasi akun-akun
antarperusahaan sebagai berikut:
1. Jual-beli antarperusahaan
Penjualan Rp 15.000.000
HPP Rp 15.000.000
Penjualan upstream.
HPP Rp 2.000.000
Persediaan Rp 2.000.000
c) Aset Tetap
Pihak yang melakukan penjualan aset akan mengkredit “aset” dan “keuntungan”
serta mendebet “kas” atau “piutang” dan “rugi penjualan” pada saat transaksi penjualan
terjadi. Pihak pembeli akan mendebet “aset” dalam pembukuannya dn mengkredit “kas”
atau “utang”.
Misalkan terjadi penjualan downstream tanah antara PT Indah dengan PT Andi, yaitu
perusahaan anak yang dikuasai 80%, pada tanggal 1 Maret 2012 dengan harga
penjualan Rp 500 juta di mana harga pokoknya bagi PT Andi adalah Rp 400 juta.
Pencatatan PT Indah pada tanggal 1Maret 2012 adalah sebagai berikut:
Kas Rp 500.000.000
Tanah Rp 400.000.000
Keuntungan Rp 100.000.000
PT Andi akan melakukan pencatatan pada tanggal 1 Maret 2012 sebagai berikut:
Tanah Rp 500.000.000
Kas Rp 500.000.000
Keuntungan Rp 100.000.000
Tanah Rp 100.000.000
Salah satu perbedaan antara aset tetap dan persediaan adalah bahwa persediaan
dibeli untuk dijual kembali, sedangkan aset tetap dimasudkan untuk dipakai dalam
operasi normal perusahaan. Aset tetap yang dibeli akan tetap ada dalam neraca pihak
pembeli hingga aset tersebut hasil masa manfaatnya atau dijual atau dijual atau
disumbangkan. Tanah senilai Rp500 juta tersebut pada tahun-tahun setelah transaksi
jual-beli akan tetap menjadi akun hubungan induk-anak selama masih berada dalam
perusahaan induk, sehingga keuntungan sebesar Rp100 juta tetap harus dieliminasi
dengan mengurangikan nilai aset tetap itu.
Kertas kerja konsolidasi tahun 2013 harus mengeliminasi tanah senilai Rp100
juta untuk mengembalikannya ke harga pokoknya. Akun “keuntungan penjualan tanah”
sebesar Rp100 juta untuk tahun 2012 telah di closing ke akun riil, yakni kekayaan
pemegang saham atau ekuitas berdasarkan sikelus akuntansi. Pendapatan investasi PT
Indah tahun 2012 telah dikurangi dengan laba antarperusahaan dari penjualan tanah
sebesar Rp100 juta. Pengurangan pendapatan investasi ini menyebabkan saldo
investasi yang dicatat PT Indah lebih kecil Rp100 juta disbanding kekayaan entitas anak
yang dimiliki, sehingga kertas kerja konsolidasi per 31 Desember 2013 harus mendebet
akun “investasi dalam saham” induk untuk mengeliminasi tanah PT Andi. Jurnal adalah
sebagai berikut:
Tanah Rp 100.000.000
Jurnal eliminasi ini harus tetap dilakukan dalam kertas kerja laporan konsolidasi
tahun-tahun berikutnya selama tanah tersebut masih berada pada PT Andi atau belum
berpindah tangan.
Jika dalam kasus ini yang terjadi adalah penjualan upstream, laporan keuangan
entitas induk akan menyajikan aset senilai Rp500 juta dan laporan laba-rugi entitas
anak menyajikan keuangan penjualan tanah sebesar Rp100 juta. Dalam penyusunan
kertas kerja konsolidasi tahun 2012, dilakukan eliminsi atas keuntungan
antarperusahaan tersebut dengan jurnal sebagai berikut:
Tanah Rp 100.000.000
Laba antarperusahaan atas penjualan upstream ini berasal dari entitas anak
karena merupakan pihak penjual. Koreksi laba entitas anak akibat laba
antarperusahaan mengharuskan entitas induk menyesuaikan dengan pendapatan
investasi,yakni sebesar dampak laba antarperusahaanitu terhadap pendapatan
investasi. Dampak laba entitas anak terhadap pendapatan investasi sebesar persentase
kepemilikan entitas induk atas saham entitas anak.
Koreksi laba entitas anak sebesar Rp100 juta atas penjualan upstream tahun
2012 menghapuskan entitas induk mengkoreksi pendapatan investasinya sebesar Rp80
juta (Rp100 juta x 80%) kepemilikan PT Indah atas PT Andi. Pengurangan pendapatan
sebesar Rp80 juta ini menyebabkan nilai investasi PT Indah atas saham PT Andi
berselisi dengan 80% kekayaan PT Andi yang dimiliki,karena laporan keuangan
individu PT Andi mengkui keuntungan tersebut dan meng-closing-nya ke laba ditanah
per 31 Desember 2012. Dalam penyusunan laporan konsolidasi per 31 Desember 2013,
kertas kerja konsolidasi harus mengkoreksi dampak laba antarperusahaan terhadap
nilai investasi PT Indah sebesar Rp80 juta dan Rp20 juta sebagai saldo kepentingan
Nonpengendali dengan jurnal sebagai berikut:
Misalkan pada tanggal 1 Juli 2013 terjadi teransaksi penjualan downstream atas
peralatan seharga Rp600 juta antara PT Impal dan PT Abia, yaitu perusahaan anak yang
sahamnya dikuasai 90% oleh PT Impal, di mana harga pokoknya bagi pihak penjual
adalah Rp450 juta. Aset tetap tersebut masih memiliki umur ekonomis 6 tahun, dan
disusutkan dengan metode garis lurus. Dalam penyusunan kertas kerja konsolidasi per
31 Desember 2013, eliminasi dilakukan sebagai berikut:
Keuntungan Rp 150.000.000
Peralatan Rp 150.000.000
Keuntungan penjualan sebesar Rp150 juta yang melekat dalam peralatan dalam
neraca pihak pembeli menyebabkan penyusutan per tahun tercatat terlalu besar Rp150
juta/6 tahun = Rp25 juta atas transaksi aset antarperusahaan tersebut. Karena
konsolidasi memandang transaksi aset antarperusahaan sebagai transfer aset, maka
harus dilakukan koreksi penyusutan sebesar Rp25 juta per tahun. Jadi, kertas kerja
konsolidasi harus mengurangi akumulasi penyusutan Rp25 juta per tahun. Untuk tahun
2013, koreksi akumulasi penyusutan adalah Rp12,5 juta untuk setengah tahun karena
treansaksi jual-beli dilakukan pada pertengahan tahun dengan jurnal:
Selain koreksi beban penyusutan, kertas kerja tahun 2014 juga harus
mengkoreksi laba antarperusahaan yang terdapat dalam peralatan. Laba
antarperusahaan telah teramortisasi sebesar Rp12,5 juta pada tahun lalu, sehingga laba
antarperusahaan kini bersaldo Rp137,5 juta. Laba antarperusahaan yang ditunda ini
menyebabkan catatan investasi entitas induk laba kecil, sehingga harus dikoreksi pada
nilai peralatan dengan jurnal: Investasi dalam saham Rp. 137.500.000
PERAGA 5-4
Amortisasi Akumulasi
Tahun Nilai Awal tahun
Sepanjang tahun Amortisasi
1 juli 2013 150.000.000 12.500.000 12.500.000
2014 137.500.000 25.000.000 37.500.000
2015 112.500.000 25.000.000 62.500.000
2016 87.500.000 25.000.000 87.500.000
2017 62.500.000 25.000.000 112.500.000
2018 37.500.000 25.000.000 137.500.000
2019 12.500.000 12. 500.000 150.000.000
Peralatan Rp.150.000.000
Apabila transaksi asset tetap antara PT Impal dan PT Abia merupakan penjualan
upstream dalam kertas kerja tahun 2013 atau tahun transaksi, keuntungan
antarperusahaan dieliminasi sebagai penangguhan dengan jurnal sebagai berikut :
Peralatan Rp.150.000.000
Beban penyusutan juga dikoreksi untuk setengah tahun, yang dijurnal sebagai berikut :
Laba antarperusahaan atas penjualan peralatan terelisasi selama periode 6 tahun. Pada
tahun 2013, laba antarperusahaan telah terealisasi ½ tahun atau Rp.12,5 juta sehingga
laba antarperusahaan menjadi Rp.137,5 juta (Rp150 juta – Rp.12,5 juta). Koreksi laba
antarperusahaan atas penjualan upstream ini mempengaruhi pendapatan investasi
entitas induk sebesar 90%-nya atau Rp.123.750.000, sehingga pendapatan investasi
harus dikurangi sebesar jumlah tersebut. Koreksi pendapatan investasi akan
menurunkan nilai investasi pada akhir tahun 2013, yang membuat nilai investasi dalam
catatan entitas induk lebih kecil Rp.123.750.000 dari 90% kekayaan entitas anak yang
dimiliki. Pada kertas kerja konsolidasi tahun 2014, laba antarperusahaan atas peralatan
dieliminasi dengan mendebet investasi dalam saham. Jurnalnya adalah :
Selain itu, koreksi atas beban penyusutan tahun berjalan juga harus dilakukan dengan
jurnal sebagai berikut :
Pada tahun-tahun berikutnya, laba antarperusahaan yang muncul dalam kertas kerja
konsolidasi akan semakin kecil hingga menjadi nol pada akhir pengunaan peralatan.