Anda di halaman 1dari 29

KONSERVASI SUMBER DAYA AIR

Diajukan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester (UTS) mata kuliah Pengembangan
Sumber Daya Air yang diampu oleh Drs. Odih Supratman, M.T.

Oleh :

LARITA SEPTIANI

(1700975)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK SIPIL’

FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

2019
PEMBAHASAN

Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan
keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan
kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu
sekarang maupun yang akan datang. Konservasi sumber daya air sebagai salah satu upaya
pengelolaan sumber daya air dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan
kelangsungan dan keberadaan sumber daya air, termasuk daya dukung, daya tampung, dan
fungsinya.
Konservasi sumber daya air dapat dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan
pelestarian sumber daya air, pengawetan air, pengelolaan kualitas air, serta pengendalian
pencemaran air, dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah
sungai, dan dipakai sebagai acuan dalam perencanaan tata ruang. Konservasi sumber daya
air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungn air tanah, sistem irigasi, daerah
tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan dan kawasan
pantai.

3.1. Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air

Perlindungan dan pelestarian sumber air dapat dilaksanakan secara vegetatif maupun
teknis. Cara vegetatif misalnya, melakukan penanaman vegetasi di sekitar daerah tangkapan
air atau daerah sempadan sumber air, pembuatan lubang biopori untuk resapan air. Cara
teknis misalnya, membangun bangunan pengendali sedimen (check dam), perkuatan tebing
sumber air (memasang talud/bronjongan). Usaha perlindungan dan pelestarian sumber air
yang dilakukan secara vegetatif dan teknis diharapkan harus memperhatikan kondisi budaya,
sosial, dan ekonomi masyarakat setempat.
Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air dijadikan dasar dalam penatagunaan
lahan. Kawasan-kawasan sumber air dipetakan dan dimasukan dalam arahan penatagunaan
lahan (arahan sempadan), untuk dijadikan pedoman bagi pelaku pembangunan atau pihak-
pihak yang hendak membangun di kawasan sekitar sumber air, sehingga fungsi sumber air
tidak terganggu.
Gambar 1. Contoh area hijau yang perlu dilindungi

Upaya pelestarian sumber air yang menjadi dasar dalam penatagunaan lahan, secara
umum dapat dilakukan melalui :

Pemeliharaan dan mempertahankan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air
Pengendalian pemanfaatan sumber air, berupa perizinan yang ketat, atau pelarangan
pemanfaatan sumber air:
Pengisian air pada sumber air, seperti pemindahan aliran air dari satu daerah aliran
sungai ke daerah aliran sungai lainnya, dengan pekerjaan sudetan, interkoneksi, atau
suplesi, serta melakukan imbuhan air tanah
Pengaturan sarana dan prasarana sanitasi, seperti pengelolaan air limbah dan
persampahan
Perlindungan sumber air, dalam kaitannya dengan kegiatan pembangunan dan
pemanfaatan lahan di sekitar sumber air
Pengendalian pemanfaatan lahan di daerah hulu
Pengaturan daerah sempadan sumber air
Rehabilitasi hutan dan lahan pertanian
Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam

Metode pelestarian sumber daya air yang dapat dilakukan melalui pendekatan
sosial, ekonomi, dan budaya, adalah sebagai berikut:
1. Cara Vegetatif
Pelestarian sumber daya air secara vegetatif ini menggunakan tanaman,
tumbuhan atau sisa tanaman sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi laju
erosi, dengan cara mengurangi daya rusak butiran air hujan yang jatuh dan
daya rusak aliran permukaan.

Gambar 2. Contoh Cara vegetatif tentang konsep system budidaya lorong untuk
mengendalikan erosi

Pelestarian sumber daya air dengan cara ini menjalankan fungsinya melalui :
a) Pengurangan daya rusak butiran air hujan yang jatuh, karena proses intersepsi
butiran air hujan oleh daun atau tajuk tanaman
b) Pengurangan volume air permukaan, karena meningkatnya kapasitas infiltrasi
oleh perakaran tanaman
c) Memperlambat aliran air permukaan, karena meningkatnya panjang lintasan
aliran permukaan oleh keberadaan tanaman
d) Pengurangan daya rusak aliran air permukaan, karena pengurangan kecepatan
dan volume aliran air permukaan karena meningkatnya panjang lintasan dan
kekasaran permukaan.

2. Cara Mekanis
Pelestarian sumber daya air dengan cara ini pada prinsipnya adalah mengurangi
banyaknya butiran tanah yang hilang karena erosi, serta memanfaatkan air hujan yang
jatuh seefisien mungkin, mengendalikan kelebihan air di musim hujan, dan
menyediakan air yang cukup di musim kemarau. Pelestarian sumber daya air secara
mekanis mempunyai fungsi :
a. Memperlambat aliran air permukaan
b. Menampung dan mengalirkan aliran air permukaan, sehingga tidak merusak
c. Memperbesar kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah
d. Menyediakan air bagi tanaman.

Adapun usaha pelestarian sumber daya air secara mekanis, antara lain :

a) Pengolahan tanah menurut garis kontur

Gambar 3. Strip menurut garis kontur

Pengolahan tanah / penanaman mengikuti garis kontur dilakukan pada lahan


miring untuk mengurangi erosi dan aliran permukaan. Garis kontur adalah suatu
garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang tingginya sama dan
berpotongan tegak lurus dengan arah kemiringan lahan. Bangunan dan tanaman
dibuat sepanang garis kontur dan disesuaikan dengan keadaan permukaan lahan.
Penanaman pada garis kontur dapat mencakup pula pembuatan perangkap
tanah, teras bangku atau teras guludan, atau penanaman larikan. Pengolahan
tanah dan penanaman mengikuti kontur banyak dipromosikan di berbagai daerah
di Indonesia dalam mengembangkan pertanian yang berkelanjutan.
 Keuntungan : Mengurangi aliran permukaan dan erosi; Mengurangi
kehilangan unsur hara ; Mempercepat pengolahan tanah apabila
menggunakan tenaga ternak atau traktor karena luku atau alat pengolah tanah
yang lain.
 Kelemahan : Penentuan garis kontur yang kurang tepat dapat memperbesar
resiko terjadinya erosi ; Diperlukan keterampilan khusus yang memadai
untuk menentukan garis kontur; Membutuhkan pengerahan tenaga kerja
yang cukup intensif.
b) Pembuatan terasering
Pembuatan terasering bermanfaat untuk meningkatkan peresapan air ke dalam
tanah dan mengurangi jumlah aliran permukaan sehingga memperkecil
resiko pengikisan oleh air. Selain memiliki manfaat, pembuatan terasering juga
mempunyai fungsi tertentu.

Gambar 4. Terasering

Berikut adalah beberapa fungsi dari terasering :


o Menjaga dan meningkatkan kestabilan lereng.
o Memperbanyak resapan air hujan ke dalam tanah
o Mengurangi run off atau kecepatan aliran air di permukaan
o Mempermudah perawatan atau konservasi lereng
o Mengurangi panjang lereng atau memperkecil tingkat kemiringan lereng.
o Mengendalikan arah aliran air menuju ke daerah yang lebih rendah
o Menampung dan menahan air pada lahan miring

c) Pembuatan saluran air


Dalam lingkup rekayasa sipil, drainase dibatasi sebagai serangkaian
bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan
air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara
optimal sesuai dengan kepentingan. Dalam tata ruang, drainase berperan penting
untuk mengatur pasokan air demi pencegahan banjir. Drainase juga bagian dari
usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas.
d) Pembuatan Sumur Resapan
Sumur resapan merupakan sumur atau lubang pada permukaan tanah yang
dibuat untuk menampung air hujan agar dapat meresap ke dalam tanah. Sumur
resapan ini kebalikan dari sumur air minum. Sumur resapan merupakan lubang
untuk memasukkan air ke dalam tanah, sedangkan sumur air minum berfungsi
untuk menaikkan air tanah ke permukaan. Dengan demikian, konstruksi dan
kedalamannya berbeda. Sumur resapan digali dengan kedalaman di atas muka air
tanah, sedangkan sumur air minum digali lebih dalam lagi atau di bawah muka
air tanah.

Gambar 5. Sumur Resapan dan Embung

Penerapan sumur resapan sangat dianjurkan dalam kehidupan sehari-hari.


Beberapa fungsi sumur resapan bagi kehidupan manusia adalah sebacial
pengendali banjir, melindungi dan memperbaiki (konservasi) air tanah, serta
menekan laju erosi.
Sumur resapan dapat dikatakan sebagai suatu rekayasa teknik konservasi air,
berupa bangunan yang dibuat sedemikian rupa sehingga menyerupai bentuk
sumur galian dengan kedalaman tertentu. Fungsi utama dari sumur resapan ini
adalah sebagai tempat menampung air hujan dan meresapkannya ke dalam tanah.
e) Pembuatan dam pengendali.

Gambar 6. Dam Pengendali

Dam penahan adalah bendungan kecil yang lolos air dengan kontruksi bronjong
batu atau crucuk kayu/bamboo yang dibuat pada alur jurang dengan tinggi
maksimum 4m. Manfaat DAM Penahan adalah untuk mengendalikan endapan
dan aliran air permukaan dari Daerah Tangkapan Air (Catchment Area) di bagian
hulu serta meningkatkan permukaan air tanah di bagian hilirnya.

3. Cara Kimiawi
Pelestarian sumber daya air dengan cara ini pada prinsipnya adalah memperkuat
struktur permukaan tanah dengan mencampur bahan kimiawi atau pemantap tanah,
sehingga tidak mudah tererosi oleh butiran atau aliran air hujan. Bahan pemantap tanah
yang dapat dipakai untuk pelestarian sumber daya air harus mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
a. Mempunyai sifat yang adhesif, serta dapat bercampur dengan tanah secara
b. Dapat merubah sifat hidropobik tanah, sehingga dapat merubah kurva penahanan air
tanah
c. Dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah,
d. Daya tahan sebagai pemantap tanah cukup memadai
e. Tidak bersifat racun
3.2. Upaya Pengawetan Air
Pengawetan air dimaksudkan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau
kuantitas air, baik air permukaan maupun air tanah sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
1. Pengelolaan Kuantitas Air Permukaan
pengelolaan kuantitas air permukaan dimaksudkan untuk mempertahankan dan
meningkatkan potensi/kuantitas air permukaan yang tersedia, sebagai salah satu cara
untuk melakukan konservasi sumber daya air, sebagai berikut:
a. Pengendalian Aliran Permukaan
Pengendalian air permukaan dilakukan dengan memperpanjang waktu air tertahan
dipermukaan tanah dan meningkatkan air yang dapat masuk ke dalam tanah.
Berdasarkan hasil penelitian air permukaan pada tanaman di lahan kering untuk
bebagai jenis tanah dan berbagai metode konservasi yang berbeda (Pusat Penelitian
Tanah, Bogor), dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang besar antara
penurunan aliran permukaan dengan penerapan metode konservasi, terutama untuk
lahan kering/tegalan dengan permeabilitas yang rendah.
b. Pemanenan Air Hujan
Pemanenan air hujan dalam skala kecil dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga dan ternak, terutama menjelang dan selama musim kemarau panjang, dengan
mengumpulkan air hujan yang mengucur dari atap rumah. Air hujan yang berkualitas
baik dapat dikumpulkan dari atap rumah yang bersih dan terbuat dari bahan yang tahan
korosi, demikian pula dengan bak penampungnya. Sebaiknya air hujan yang jatuh pada
awal musim hujan tidak dimasukan ke dalam bak penampung air hujan.
Untuk skala yang lebih besar, pemanenan air hujan pada dasarnya dapat dilakukan di
daerah tangkapan air, dengan menampung aliran permukaan pada suatu kawasan
kedalam suatu bak penampungan. Besarnya air hujan yang dapat dipanen dipengaruhi
oleh topografi dan kemampuan lapisan tanah atas dalam menahan air hujan yang jatuh.
Persiapan pemanenan air hujan dari suatu lahan yang luas, dapat dikemukakan sebagai
berikut :
Membuat saluran sejajar dengan garis kontour
Membersihkan dan memadatkan bidang/lahan tangkapan air
Bila diperlukan dapat pula dilengkapi dengan saluran searah lereng
c. Meningkatkan Kapasitas Infiltrasi Tanah
Kapasitas infiltrasi tanah sangat mempengaruhi volume air yang dapat masuk ke
dalam tanah, dan dalam rangka konservasi sumber daya air, dapat ditingkatkan
dengan memperbaiki struktur tanah. Cara yang paling efektif dalam meningkatkan
kapasitas infiltrasi tanah adalah dengan menutup permukaan tanah dengan tanaman,
atau mencampurnya dengan bahan organic.
2. Pengelolaan Kuantitas Air Tanah
Pengelolaan kuantitas air tanah dimaksudkan untuk mempertahankan dan meningkatkan
potensi/kuantitas air tanah yang tersedia, sebagai salah satu cara untuk melakukan
konservasi sumber daya air, sebagai berikut :
a. Pengisian Air Tanah Secara Buatan
Meskipun bendungan telah dibangun di suatu sungai, sebagian air yang mengalir
dimusim hujan masih akan terbuang keluar waduk, dan kelebihan air ini dapat
dikonservasi melalui pengisian akuifer di dalam tanah secara buatan. Pengisian
buatan akuifer tersebut merupakan upaya meningkatkan yield total dan merupakan
salah satu sarana untuk manajemen sumber daya air. Simpanan air dalam tanah ini
merupakan sumber air yang dapat dihandalkan untuk menambah potensi sumber daya
air, dan kemampuan tanah untuk menyimpan air tergantung dari tinggi muka air tanah
dan poripori tanah.

Gambar 7. Pengisian Air Tanah secara buatan


Syarat-syarat fisik yang diperlukan untuk pengisian air tanah secara buatan, antara
lain :
 Tersedia akuifer dengan kapasitas dan permeabilitas yang memadai
 Tersedia cukup air untuk melakukan pengisian
 Pemompaan air tidak boleh berlebihan, agar tingkat pengimbuhannya tidak
rendah
 Kualitas air yang akan diisikan cukup memadai bila dibandingkan dengan air
tanah yang ada
Pengisian resevoir air tanah secara buatan ini dapat dipakai untuk :
o Menyimpan kelebihan air permukaan menjadi air tanah
o Memperbaiki kualitas air tanah dengan mencampur air tanah lokal dengan air
pengisian
o Membentuk tabir tekanan untuk mencegah instrusi air laut
o Meningkatkan produksi pertanian karena lebih terjaminnya air irigasi
o Menurunkan biaya pemompaan air tanah karena kedalaman air tanah yang
relatif menjadi kecil
o Mencegah terjadinya penurunan muka tanah

b. Pengendalian Pengambilan Air Tanah


Pengambilan air tanah melalui sumur-sumur akan menyebabkan lengkung penurunan
muka air tanah. Makin besar laju pengambilan air tanah akan semakin curam lengkung
permukaan air tanah di sekitar sumur-sumur tersebut, sampai terjadi keseimbangan
baru bila terjadi pengisian di daerah resapan. Keseimbangan baru ini akan terjadi bila
laju pengambilan air tanah lebih kecil dari pengisian air hujan di daerah resapan, namun
bila laju pengambilan air tanah lebih besar dari pengisiannya maka lengkung
penurunan muka air tanah di antara sumur-sumur tersebut akan semakin curam, dan
akan terjadi penurunan muka tanah secara permanen. Untuk itu dalam kerangka
konservasi sumber daya air, maka pemanfaatan air tanah harus dapat dikendalikan, dan
disesuaikan dengan besarnya pengimbuhan atau pengisian oleh air hujan di daerah
resapan.
3.3. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
3.3.1 Pengelolaan Kualitas Air
Pengelolaan kualitas air dimaksudkan untuk mempertahankan dan memulihkan
kualitas air yang masuk dan yang berada pada sumber air, dengan cara memperbaiki
kualitas air pada sumber air dan prasarana sumber air.
1.Kualitas Air
Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air terhadap penggunaan tertentu dalam
memenuhi kebutuhan manusia dan lingkungannya, kualitas air dapat dibedakan atas sifat
dan karakteristiknya sebagai berikut :
a. Sifat Fisik
Karakteristik fisik yang mempengaruhi kualitas air antara lain :
Bahan-bahan padat, diukur dengan melakukan penyaringan, pengendapan dan
penguapan, zat padat ini dapat mempengaruhi kualitas air.
Kandungan sedimen, mempengaruhi tingkat/proses pendangkalan saluran, sungai
dan waduk, serta mempengaruhi biaya pengolahan air bersih. Air tanah dan air
waduk yang kurang mengandung sedimen, kurang baik untuk air irigasi.
Kekeruhan, karena adanya kandungan material yang kasat mata dalam air, seperti
tanah liat, lempung, bahan organik dan non organik, tingkat kekeruhan air diukur
dengan turbidmeter
Warna, air murni tidak berwarna, dan warna air diakibatkan oleh adanya material
yang larut atau koloid dalam suspensi atau mineral. Sinar matahari secara alamiah
mempunyai sufat disinfeksi dan mengelantang terhadap bahan pewarna air, tapi
sifatnya terbatas.
Bau dan rasa, rasa dalam air biasanya akibat adanya garam-garam terlarut. Bau
dan rasa dalam air pada umumnya disebabkan keberadaan mikro-organisme,
bahan organik, bahan mineral, dan gas terlarut. Untuk menghilangkan bau dan rasa
yang tidak dikehendaki dapat dilakukan aerasi, pemakaian potassium
permanganat, pemakaian karbon aktif, koagulasi, sedimentasi, dan filtrasi.
Temperatur, tergantung dari sumbernya, temperatur normal/alami di daerah tropis
berkisar antara 20 - 30 0 C.
b. Sifat Kimia
Kandungan zat kimia yang berpengaruh terhadap kesesuaian penggunaan air, antara
lain :
1) pH, sebagai pengukur sifat keasaman dan kebasaan air, dapat diukur dengan
potensiometer untuk mengukur potensi listrik yang dibangkitkan oleh ion H+ atau
bahan celup penunjuk warna seperti methyl orange atau phenolphthalerin. Air
murni mempunyai nilai pH = 7, sedangkan air dengan pH nilai diatas 7 bersifat
asam, dan dibawah nilai 7 bersifat basa.
2) Alkalinitas, karena adanya garam-garam alkalin yang berada di kandungan air,
seperti karbonat dan bikarbonat dari kalsium, sodium dan magnesium, yang
dinyatakan dalam mg/lt ekivalen kalsium karbonat.
3) Kesadahan, terkait dengan penyediaan air bersih, air dengan kesadahan tinggi
memerlukan sabun lebih banyak sebelum membentuk busa. Kesadahan air
sementara karena keberadaan kalsium dan magnesium bikarbonat dapat
dihilangkan dengan mendidihkan air atau menambah kapur dalam air, sedangkan
kesadahan permanen karena kalsium, magnesium sulfat, chlorida dan nitrat dapat
dilunakkan dengan perlakuan khusus.

c. Sifat Biologi
Air permukaan umumnya mengandung berbagai macam organisme hidup, sedangkan
air tanah relatif lebih bersih karena adanya proses penyaringan oleh akuifer.
Macroskopik, seperti ganggang dan rumput laut, dapat menurunkan kualitas air,
dalam hal rasa, warna dan bau, dapat dihilangkan dengan proses purifikasi.
Microsopik, seperti jamur dan alga dapat mempengaruhi kekeruhan dan warna
air, serta memberi andil terhadap rasa dan bau air yang tidak diinginkan, dapat
dikendalikan dengan sulfat atau chlorida.
Bakteri, baik yang menimbulkan penyakit (pathogen), maupun yang tidak
menimbulkan penyakit (non pathogen), kebeadaannya dapat diketahui dengan
melalui E-colli Test. Virus merupakan organisme penyebab infeksi, lebih kecil
dari bakteri, dapat dikendalikan dengan clorinasi dikombinasikan dengan
penonaktifan virus.
2. Pengelolaan Kualitas Air Irigasi

Gambar 8. Air Irigasi

Pengelolaan kualitas air untuk irigasi pada dasarnya adalah mempertahankan


kualitas air, baik air pemukaan maupun air tanah agar memenuhi syarat untuk dipakai
sebagai air irigasi. Kualitas air sungai di daerah tropis pada umumnya telah memenuhi
syarat untuk air irigasi, kecuali sungai yang melalui daerah industri, atau yang telah
tercemar oleh limbah industri yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.
Pemberian air irigasi dengan kualitas yang baik, dapat memperbaiki struktur tanah,
karena kandungan kalsium dalam air, dan proses pencucian garamgaram yang
dikandung dalam tanah.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kesesuaian air irigasi antara lain :
a) Konsentrasi Total Garam Terlarut, dinyatakan dengan daya hantar listrik, dengan
unit satuan decisiemens per meter (dS/m) atau milimhos per sentimeter
(mmhos/cm).

Klasifikasi air irigasi dikaitkan dengan daya hantar listrik, dibedakan atas 4
kelompok, yakni :

 Sanilitas rendah, 0,1 - 0,25 dS/m


 Sanilitas sedang, 0,25 - 0,75 dS/m
 Sanilitas tinggi, 0,75 - 2,25 dS/m
 Sanilitas sangat tinggi, 2,25 - 5,00 dS/m
Konsentrasi garam yang berlebihan dalam air irigasi akan berpengaruh negatif
terhadap :
o Mengurangi aktifitas osmosis tanaman, sehingga mengurangi
penyerapan nutrisi dari tanah
o Mempengaruhi proses metabolisme melalui reaksi kimianya
o Mengurangi permeabilitas tanah
o Mencegah atau mengurangi aerasi
o Mengurangi/ mencegah sistem drainase tanah
b). Nisbah Serapan Sodium (Sodium Absorption Rasio–SAR), merupakan
perbandingan antara jumlah sodium relatif dengan kation-kation lain. Klasifikasi air
irigasi, dikaitkan dengan nilai SAR dapat dibedakan atas 4 kelompok, yaitu :
 Sodium rendah (1 - 10), dapat dipakai untuk irigasi berbagai jenis tanaman
 Sodium sedang (10 - 18), dapat dipakai untuk irigasi, bila dilakukan pencucian
tanah yang memada
 Sodium tinggi (18 - 26), tidak dapat dipakai untuk irigasi, yang sistem
drainasenya tidak baik
 Sodium sangat tinggi (> 26), tidak sesuai untuk irigasi dalam keadaan normal

c). Akumulasi Garam Dalam Tanah, terutama pada daerah irigasi dengan curah hujan
yang rendah untuk pencucian garam dalam tanah yang terbatas, sehingga cenderung
terjadi penumpukan garam pada lahan pertanian, dan dapat menurunkan tingkat
pertumbuhan tanaman.

3.3.2 Pengendalian Pencemaran Air


Pengendalian pencemaran air dimaksudkan untuk mempertahankan dan memulihkan
kualitas air yang masuk dan yang berada pada sumber air, dengan cara mencegah masuknya
pencemaran air pada sumber air dan prasarana sumber air.
1. Sumber Pencemar
Berbagai jenis limbah yang terjadi karena proses alam dan/atau aktifitas manusia, dan
dapat mencemari air dan sumber air, antara lain :
a. Limbah Domestik,
Meliputi air buangan sanitari, dari toilet, dapur, restoran, hotel, rumah sakit, laundry
dan sebagainya, yang dibuang ke saluran drainase atau sungai. Limbah ini terutama
mengandung bahan organik yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikro
organisme, bakteri yang berbahaya, serta bahan detergen yang dapat mengganggu atau
mematikan kehidupan organisme air dan merusak lingkungan.
b. Limbah Industri
Sering mengandung bahan kimia seperti asam, alkali, minyak, phenol, dan mercury
yang dapat masuk/diserap kedalam rantai makanan tumbuhan, dan hewan air, dan
bahkan sampai ke tubuh manusia.
c. Limbah Pertanian
Karena penggunaan pupuk, pestisida dan herbisida yang berkelebihan pada usaha
pertanian. Limbah ini di dalam air sulit, atau memerlukan waktu yang lama untuk
terdegradasi oleh mikro organisme. Limbah pertanian dapat pula berupa kotoran
hewan, sisa makanan ternak dan poultry.
d. Sedimen/atau Lumpur
Karena erosi tanah yang terbawa hanyut oleh aliran permukaan ke sistem
saluran/sungai, dapat menyebabkan kekeruhan air yang dapat mengurangi penetrasi
sinar matahari kedalam air. Hal tersebut menyebabkan proses fotosintesis tumbuhan
dalam air tidak dapat berlangsung dengan baik, kandungan oksigen dalam air akan
menurun dan kandungan karbondioksida akan meningkat, dan dapat mempengaruhi
kehidupan hewan air. Pada dasarnya pencemaran air tersebut di atas dapat
dikendalikan, dan tehnologi yang ada dapat mengeluarkan cemaran dan bakteri dari
dalam air.
2. Pengendalian Pencemaran
a. Cara Teknis
Pengendalian pencemaran air secara teknis dapat dilakukan dengan cara preventif
maupun kuratif. Tindakan preventif ditujukan untuk menjaga regim sungai, dimana
limbah buangan yang masuk kedalamnya sudah dalam kondisi yang baik. Beberapa
tindakan preventif yang dapat dilakukan untuk mengendalikan pencemaran air, antara
lain :
1) Pengolahan air limbah

Gambar 9. Diagram Pengolahan air limbah

Pengolahan limbah domestik dipengaruhi oleh karakteristik bahan padat yang


dikandungnya dan ketersediaan fasilitas buangan. Limbah domestik perlu diolah
lebih dulu sebelum dibuang ke sungai, terutama pada musim kemarau dimana debit
sungai relatif kecil. Untuk menghilangkan atau mendekomposisi polutan padat yang
terdapat dalam air limbah domestik, air limbah tersebut diolah melalui proses fisik,
biologi dan kimia. Pertama kali air limbah dialirkan melalui saringan untuk
memisahkan polutan padat yang berukuran besar, yang umumnya mencakup 1/3 dari
beban polutan. Kemudian air limbah tersebut dilewatkan pada kolam pengendapan
untuk mengendapkan pasir dan kerikil, dan selanjutnya dialirkan ke tangki
pengendapan besar dan diendapkan untuk beberapa saat, sehingga sisa material padat
yang lolos akan mengendap di dasar tangki atau terapung di permukaan sebagai busa
atau sampah. Air yang berada di kedua komponen tersebut dikeluarkan dari tangki,
dan diklorinasi untuk membunuh bakteri yang ada, untuk selanjutnya dialirkan ke
sungai. Sedangkan endapan yang terjadi dikeluarkan dari tangki dan dikeringkan
untuk dijadikan pupuk atau bahan yang bermanfaat lainnya.
2) Pemilihan Lokasi industry
Jenis-jenis industri yang membuang air limbah dalam jumlah yang besar, seperti
industri baja, kertas dan sebagainya, akan lebih baik bila ditempatkan pada lokasi-
lokasi tertentu dimana biaya sosialnya rendah.
3) Penggunaan kembali
Pengolahan air limbah khususnya untuk industri lebih baik dilakukan di lokasi
industri itu sendiri, sehingga biaya pengolahan limbah dapat dimasukan dalam biaya
operasi/produksi, dan air limbah yang telah diolah tersebut dapat dipergunakan
kembali (recyling). Dengan cara ini konservasi sumber daya air akan dapat berjalan
dengan baik, dan kebutuhan air yang semakin meningkat akan dapat dipenuhi.
4) Penempatan lokasi buangan yang tepat
Pembuangan air limbah harus berada pada suatu lokasi yang cukup tersedia air
pengencernya, sehingga tidak membahayakan air di badan air penerima. Lebih baik
bila lokasi buangan berada di bagian hilir suatu kota atau permukiman, sehingga
kemungkinan pencemaran terhadap pengambilan air baku untuk air minum tidak
terjadi.
5) Pengendalian Limbah pertanian
Pemakaian pupuk dan insektisida dalam dosis dan waktu yang tepat, yang disertai
dengan sistem drainase yang memadai, sehingga sisa air buangan dari areal pertanian
dapat mengalir lancar, dan tidak terjadi genangan air dan pengendapan garam dalam
tanah.
Selain cara preventif tersebut di atas, pengendalian pencemaran air dapat pula dilakukan
dengan cara kuratif. Kemampuan air untuk mengembalikan kualitas dirinya sendiri
tergantung dari besarnya cemaran yang dikandungnya. Tergantung pada besar kecilnya
cemaran yang timbul, serta karakteristik sungai, maka pemurnian kembali air sungai yang
besar dapat berlangsung dalam beberapa hari.
b. Cara Non-teknis
Cara ini dilakukan dengan membuat peraturan perundangan yang dapat merencanakan,
mengatur dan mengawasi berbagai kegiatan sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi
pencemaran lingkungan sebagai akibat dari kegiatan tersebut. Selain itu hal lain yang tidak
kalah penting adalah pelaksanaannya, serta menanamkan perilaku disiplin bagi semua
pihak terkait dan masyarakat, dalam mencegah terjadinya pencemaran air. Semua pihak
yang terkait dan masyarakat dituntut untuk berdisiplin, dan bertanggung jawab terhadap
pelestarian lingkungan, dengan tidak membuang sampah atau limbah sembarangan, yang
dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.
3.4. Contoh Kasus Kegiatan Pengendalian Pencemaran Air
Kasus yang diamati disini adalah Kegiatan Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar,
Kabupaten Kendal.
Contoh Kasus Kegiatan : Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar, Kab. Kendal
Deskripsi Lokasi : Sungai Blukar yang merupakan Sungai Utama di DAS Blukar

Gambar 10. DAS Blukar

Kondisi Sungai Blukar saat ini diperkirakan telah mengalami penurunan kualitas air
disebabkan berbagai aktivitas manusia yang berada di daerah tangkapan airnya. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air Sungai Blukar berdasarkan baku mutu kualitas
air sungai menurut PP Nomor 82 Tahun 2001 dan merumuskan prioritas strategi
pengendalian pencemaran air sungai yang perlu dilakukan. Sungai sebagai daerah
penelitian ditetapkan sepanjang 18,70 km.
Perubahan pola pemanfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan permukiman
serta meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi hidrologis
dalam suatu Daerah Aliran Sungai. Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan
menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai.
Kualitas air sungai diukur dan diamati pada 7 titik pengambilan sampel. Analisis
kualitas air dilakukan dengan menggunakan metode indeks pencemaran. Analisis prioritas
strategi pengendalian pencemaran air dengan AHP.
Hasilnya yaitu :
1. Parameter BOD di titik 3,4,5,6 dan 7 serta parameter COD di titik 7 telah melebihi baku
mutu air sungai Kelas II menurut PP nomor 82 Tahun 2001.
2. Telah terjadi penurunan kualitas air Blukar dari hulu ke hilir yang ditandai dengan nilai
indeks pencemaran yang cenderung semakin meningkat berdasarkan kriteria sungai Kelas
II menurut PP nomor 82 Tahun 2001. Nilai indeks pencemaran berkisar antara 0,49
sampai 3,28. Status mutu air sungai Blukar telah tercemar dengan status cemar ringan.
3. Untuk menjaga kualitas air pada kondisi alamiahnya diperlukan strategi pengendalian
pencemaran air sungai yang difokuskan pada (a) peningkatan peran masyarakat baik
masyarakat umum, petani maupun industri dalam upaya pengendalian pencemaran air.
(b) peningkatan koordinasi antar instansi yang berkaitan dengan pengendalian
pencemaran air, serta (c) mengintegrasikan kebijakan pengendalian pencemaran air dalam
penataan ruang.
Penelitian dilakukan di Sungai Blukar, Kabupaten Kendal. Panjang sungai Blukar
sebagai lokasi penelitian adalah sepanjang ± 18,70 km dimulai dari Bendung Sojomerto
yang berlokasi di Kecamatan Gemuh sampai dengan Desa Tanjungmojo Kecamatan
Kangkung. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Lingkungan Badan
Lingkungan Hidup Kota Semarang. Pengambilan sampel air sungai dilakukan pada
tanggal 16 Juli 2012. Parameter yang diukur dan diamati meliputi parameter fisika, kimia
dan mikrobiologi. Penelitian kualitas air dilakukan dengan membagi sungai menjadi 6
segmen dimulai dari bendung Sojomerto Kecamatan gemuh dengan 7 titik lokasi
pengambilan sampel. Pembagian segmentasi sungai berdasarkan pada pola penggunaan
lahan yang ada dengan tetap memperhatikan kemudahan akses, biaya dan waktu sehingga
ditentukan titik yang mewakili kualitas air sungai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas air sungai Blukar serta
merumuskan prioritas strategi pengendalian pencemaran air sungai.
Gambar 11. Peta Lokasi Pengambilan Sampel

HASIL : Kualitas air sungai Hasil analisis kualitas air sungai di 7 titik lokasi pengambilan
sampel adalah sebagai berikut :

Gambar.12. Konsentrasi BOD di Sungai Blukar


Gambar 13. Konsentrasi BOD di Sungai Blukar

Gambar 14. Konsentrasi Total Coliform di Sungai Blukar

Berdasarkan hasil pengujian sampel air sungai menunjukkan bila dibandingkan dengan
baku mutu air sungai Kelas I parameter yang melebihi baku mutu adalah BOD, COD dan Total
Coliform, sedangkan bila dibandingkan dengan baku mutu air sungai Kelas II parameter yang
melebihi baku mutu adalah BOD dan COD. Konsentrasi BOD yang tinggi terjadi di titik 3,4,5,6
dan 7.konsentrasi COD tinggi terjadi di titik 7. Pada titik 3 konsentrasi BOD, COD dan Total
Coliform lebih tinggi jika dibandingkan dengan titik 2 dan titik 4. Hal ini berkaitan dengan
aktivitas masyarakat di segmen 2 (ruas antara titik 2 dan titik 3) yang menggunakan air sungai
Blukar sebagai tempat mandi, cuci dan buang air besar.
Kondisi ini terjadi di Desa Sojomerto Kecamatan Gemuh, Desa Kedunggading Kecamatan
Ringinarum dan Desa Galih Kecamatan Gemuh. Aktivitas masyarakt tersebut menyebabkan
peningkatan bahan organik ke dalam air sungai. Eksistensi bakteri total Coliform dalam air
sungai berkaitan dengan pembuangan limbah domestik. Hal ini sejalan dengan penelitian
Atmojo (2004) yang menyatakan bahwa eksistensi bakteri total coliform tertinggi ditemukan di
perairan Banjir Kanal Timur, Semarang yang berasal dari aktivitas domestik. George
Tchobanoglous (1979) menyatakan bahwa limbah domestik mempunyai karakteristik antara
lain kekeruhan, TSS, BOD, DO,COD, dan parameter Coliform. Selain itu, (Chapra, 1997)
menyatakan bahwa kelompok bakteri coliform merupakan salah satu indikator adanya
kontaminan limbah domestik dalam perairan.
Konsentrasi BOD, dan COD tertinggi ditemukan di titik 7. Titik 7 merupakan lokasi
pengambilan sampel di Desa Tanjungmojo Kecamatan Kangkung setelah industri pengolahan
ikan. Hal ini kemungkinan disebabkan aktivitas industri yang membuang air limbahnya ke
sungai Blukar sehingga menyumbang konsentrasi bahan organik dalam air sungai.
Status Mutu air Sungai:
Indeks pencemaran merupakan salah satu metoda yang digunakan untuk menentukan status
mutu air suatu sumber air. Status mutu air menunjukkan tingkat kondisi mutu air sumber air
dalam kondisi cemar atau kondisi baik dengan membandingkan dengan baku mutu yang telah
ditetapkan. Hasil perhitungan indeks pencemaran sungai Blukar adalah sebagai berikut:

Gambar 15. Indeks Pencemaran Berdasar status mutu air Sungai Kelas I

Gambar 16. Indeks Pencemaran Berdasar status mutu air Sungai Kelas II
Gambar 17. Indeks Pencemaran Berdasar status mutu air Sungai Kelas III

Gambar 18. Indeks Pencemaran Berdasar status mutu air Sungai Kelas IV

Dari hasil perhitungan indeks pencemaran tersebut di atas menunjukkan bahwa telah terjadi
penurunan kualitas air sungai Blukar dari hulu ke hilir. Kualitas air sungai yang paling buruk
terjadi di titik 7 yaitu berlokasi di Desa Tanjungmojo Kecamatan Kangkung setelah industri
pengolahan ikan dengan kondisi mutu air sungai telah tercemar ringan. Nilai indeks pencemaran
dari hulu ke hilir cenderung mengalami peningkatan meskipun di beberapa titik pengambilan
sampel mengalami fluktuasi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kualitas air sungai Blukar
berkaitan dengan penggunaan lahan dan aktivitas masyarakat di sekitarnya. Pada titik
pengambilan sampel 2 nilai indeks pencemaran justru menurun bila dibandingkan nilai indeks
pencemaran pada titik 1.
Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai
Strategi pengendalian pencemaran air merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran air serta pemulihan kualitas air sesuai
kondisi alaminya sehingga kualitas air sungai terjaga sesuai dengan peruntukkannya. Strategi
pengendalian pencemaran air memerlukan serangkaian kriteria dan alternatif untuk mencapai
tujuan yang diinginkan sesuai dengan kondisi dan kemampuan sumber daya yang ada.
Strategi pengendalian pencemaran air dirumuskan berdasarkan wawancara mendalam
dengan keyperson serta berdasarkan hasil AHP (Analytic Hierarchy Process) . Kriteria dan
alternatif untuk mencapai tujuan strategi pengendalian pencemaran air disusun berdasarkan
hasil survey lapangan serta diskusi terhadap keyperson yang berkompeten dalam pengendalian
pencemaran air.
Rumusan hasil survey dan pengamatan di lapangan yang dilanjutkan dengan wawancara
mendalam terhadap keyperson dalam upaya pengendalian pencemaran air adalah sebagai
berikut :
a. Perilaku masyarakat menyumbang terjadinya pencemaran air sungai.
b. Belum optimalnya koordinasi antar intansi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya
air dan pengendalian pencemaran air
c. Diperlukan instrumen di tingkat kebijakan yang dapat dijadikan pedoman program
pengendalian pencemaran air.
d. Perlunya kegiatan nyata di lapangan baik berupa pembangunan system sanitasi masyarakat
maupun konservasi vegetatif.
Dari hasil rumusan diatas disusun 3 aspek utama yang berkaitan dengan strategi
pengendalian pencemaran air, yaitu :
a. Aspek managemen perencanaan
b. Aspek sosial kelembagaan
c. Aspek lingkungan/ekologi Pendapat para keyperson kemudian dianalisis dan dikuantifikasi
dengan alat analisis AHP terhadap ketiga aspek yang berkaitan dengan strategi pengendalian
pencemaran air.
Hasil analisis adalah sebagai berikut :

Gambar 19. Kriteria Pengendalian Pencemaran Air


Aspek sosial kelembagaan menjadi aspek prioritas dalam pengendalian pencemaran air
dikarenakan pemanfaatan sumber daya alam dan kualitas lingkungan berkaitan dengan pola
perilaku masyarakat di sekitarnya. Begitu pula dengan kondisi dan kualitas air sungai Blukar,
dipengaruhi oleh masukkan buangan air limbah yang berasal dari daerah tangkapan airnya
yang dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat di dalamnya.
Aspek managemen perencanaan menjadi aspek prioritas kedua. Hal ini mengindikasikan
bahwa dalam strategi pengendalian pencemaran air diperlukan suatu instrumen kebijakan yang
dijadikan pedoman dalam pengendalian pencemaran termasuk pembagian peran antar instansi
terkait. Aspek ekologi menjadi prioritas ketiga, bahwa dalam melakukan upaya pencegahan
pencemaran air dapat dilakukan melalui perbaikan kualitas lingkungan sekitar sumber air.

Gambar 20. Prioritas alternatif Pengendalian Pencemaran Air

Diperlukan peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat dalam menjaga


kualitas sumber daya air dengan cara pencegahan terjadinya pencemaran air sungai. Hal ini
dikarenakan kondisi dan kualitas air.
Untuk melaksanakan program dan kegiatan secara terpadu dan terkoordinir diperlukan
suatu pedoman berupa rencana induk pengelolaan sumber daya air berbasis Daerah Aliran
Sungai termasuk pembagian peran antar instansi. Nilai inconsistency ratio secara
keseluruhan sebesar 0,04 < 0,1 (batas maksimum) sehingga hasil pendapat gabungan
konsisten dan analisis dapat diterima. Hasil analisis AHP tersebut selanjutnya digunakan
sebagai salah satu pertimbangan dalam penyusunan strategi pengendalian pencemaran air
sungai Blukar.
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Konservasi sumber daya air sebagai salah satu upaya pengelolaan sumber daya air
dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan dan keberadaan sumber
daya air, termasuk daya dukung, daya tampung, dan fungsinya. Konservasi sumber daya air
dapat dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pengawetan
air, pengelolaan kualitas air, serta pengendalian pencemaran air, dengan mengacu pada pola
pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai, dan dipakai sebagai acuan dalam
perencanaan tata ruang.

Kesimpulan untuk Contoh Kasus:

a. Kualitas air sungai Blukar dari hulu ke hilir telah mengalami penurunan kualitas air
sungai yang ditunjukkan parameter BOD dan COD melebihi baku mutu di titik 3,4,5,6
dan 7 berdasarkan mutu air sungai Kelas II menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001.
b. Kualitas air sungai Blukar dari hulu ke hilir berdasarkan analisis mutu air sungai dengan
metode indeks pencemaran menunjukkan telah mengalami penurunan kualitas air
dimana pada wilayah hilir tercemar ringan.
c. Kondisi kualitas air sungai Blukar berkaitan dengan aktivitas masyarakat di daerah
tangkapan airnya.
d. Strategi pengendalian pencemaran air sungai diprioritaskan pada peningkatan peran
masyarakat baik masyarakat umum, petani maupun industri dalam upaya pengendalian
pencemaran air melalui kegiatan sanitasi berbasis masyarakat, pengurangan penggunaan
pupuk tunggal dan pestisida serta pengelolaan limbah industri.

Saran dan Rekomendasi

a. Perlu dilakukan perhitungan daya tampung beban pencemaran sungai Blukar berdasarkan
peruntukkan air sungai per segmen sehingga dapat ditentukan beban pencemaran
maksimum yang diperbolehkan bagi masing-masing sumber pencemar. Daya tampung
beban pencemaran dapat digunakan sebagai dasar penetapan izin lokasi bagi usaha dan/atau
kegiatan, penetapan izin lingkungan yang berkaitan dengan pembuangan air limbah ke
sumber air, penetapan kebijakan dalam pengendalian pencemaran air, dan penyusunan
RTRW.
b. Diperlukan peningkatan koordinasi antar instansi yang berkaitan dengan pengendalian
pencemaran air. Peningkatan koordinasi dapat dilakukan dengan penerapan persyaratan
prinsip prinsip pengendalian pencemaran air terhadap rencana usaha/kegiatan yang
mengajukan perizinan.
c. Untuk melaksanakan program dan kegiatan secara terpadu dan terkoordinir diperlukan suatu
pedoman berupa rencana induk pengelolaan sumber daya air berbasis Daerah Aliran Sungai
termasuk pembagian peran antar instansi.
DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.


Kodoarie, Robert J & Roestam Sjarief. (2005). Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu.
Yogyakarta : Penerbit Andi.
Linsley, Ray K., Frazini, Joseph B., & Djoko Sasongko. (1995). Teknik Sumber Daya Air.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Notodihardjo, Mardjono. (1989). Pengembangan Wilayah Sungai Di Indonesia. Jakarta :
Badan Penerbit PU.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 11A Tahun 2006 tentang Pembagian Wilayah
Sungai. Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 1991 tentang Sungai.
Suripin. (2002). Sumber Daya Tanah dan Air. Yogyakarta : Penerbit Andi. Undang - Undang
RI No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
Atmojo, T. Yuni. Bachtiar, T. Radjasa, O.K. Sabdono, A. 2003. Kandungan Koprostanol dan
Bakteri Coliform pada Lingkungan Perairan Sungai, Muara dan Pantai di Banjir Kanal
Timur, Semarang pada Monsun Timur. Jurnal Ilmu Kelautan, Vol 9, No. I, pp : 54-60
Chapra, S. C., 1997. Surface Water Quality Modelling, McGraw-Hill, Singapore
Eko Harsono. 2010. Evaluasi Kemampuan Pulih Diri Oksigen Terlarut Air Sungai Citarum
Hulu. Jurnal Limnotek. Vol 17

Anda mungkin juga menyukai