Diajukan untuk memenuhi Ujian Tengah Semester (UTS) mata kuliah Pengembangan
Sumber Daya Air yang diampu oleh Drs. Odih Supratman, M.T.
Oleh :
LARITA SEPTIANI
(1700975)
BANDUNG
2019
PEMBAHASAN
Konservasi sumber daya air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan
keadaan, sifat, dan fungsi sumber daya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan
kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu
sekarang maupun yang akan datang. Konservasi sumber daya air sebagai salah satu upaya
pengelolaan sumber daya air dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan
kelangsungan dan keberadaan sumber daya air, termasuk daya dukung, daya tampung, dan
fungsinya.
Konservasi sumber daya air dapat dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan
pelestarian sumber daya air, pengawetan air, pengelolaan kualitas air, serta pengendalian
pencemaran air, dengan mengacu pada pola pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah
sungai, dan dipakai sebagai acuan dalam perencanaan tata ruang. Konservasi sumber daya
air dilaksanakan pada sungai, danau, waduk, rawa, cekungn air tanah, sistem irigasi, daerah
tangkapan air, kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, kawasan hutan dan kawasan
pantai.
Perlindungan dan pelestarian sumber air dapat dilaksanakan secara vegetatif maupun
teknis. Cara vegetatif misalnya, melakukan penanaman vegetasi di sekitar daerah tangkapan
air atau daerah sempadan sumber air, pembuatan lubang biopori untuk resapan air. Cara
teknis misalnya, membangun bangunan pengendali sedimen (check dam), perkuatan tebing
sumber air (memasang talud/bronjongan). Usaha perlindungan dan pelestarian sumber air
yang dilakukan secara vegetatif dan teknis diharapkan harus memperhatikan kondisi budaya,
sosial, dan ekonomi masyarakat setempat.
Upaya perlindungan dan pelestarian sumber air dijadikan dasar dalam penatagunaan
lahan. Kawasan-kawasan sumber air dipetakan dan dimasukan dalam arahan penatagunaan
lahan (arahan sempadan), untuk dijadikan pedoman bagi pelaku pembangunan atau pihak-
pihak yang hendak membangun di kawasan sekitar sumber air, sehingga fungsi sumber air
tidak terganggu.
Gambar 1. Contoh area hijau yang perlu dilindungi
Upaya pelestarian sumber air yang menjadi dasar dalam penatagunaan lahan, secara
umum dapat dilakukan melalui :
Pemeliharaan dan mempertahankan fungsi resapan air dan daerah tangkapan air
Pengendalian pemanfaatan sumber air, berupa perizinan yang ketat, atau pelarangan
pemanfaatan sumber air:
Pengisian air pada sumber air, seperti pemindahan aliran air dari satu daerah aliran
sungai ke daerah aliran sungai lainnya, dengan pekerjaan sudetan, interkoneksi, atau
suplesi, serta melakukan imbuhan air tanah
Pengaturan sarana dan prasarana sanitasi, seperti pengelolaan air limbah dan
persampahan
Perlindungan sumber air, dalam kaitannya dengan kegiatan pembangunan dan
pemanfaatan lahan di sekitar sumber air
Pengendalian pemanfaatan lahan di daerah hulu
Pengaturan daerah sempadan sumber air
Rehabilitasi hutan dan lahan pertanian
Pelestarian hutan lindung, kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam
Metode pelestarian sumber daya air yang dapat dilakukan melalui pendekatan
sosial, ekonomi, dan budaya, adalah sebagai berikut:
1. Cara Vegetatif
Pelestarian sumber daya air secara vegetatif ini menggunakan tanaman,
tumbuhan atau sisa tanaman sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi laju
erosi, dengan cara mengurangi daya rusak butiran air hujan yang jatuh dan
daya rusak aliran permukaan.
Gambar 2. Contoh Cara vegetatif tentang konsep system budidaya lorong untuk
mengendalikan erosi
Pelestarian sumber daya air dengan cara ini menjalankan fungsinya melalui :
a) Pengurangan daya rusak butiran air hujan yang jatuh, karena proses intersepsi
butiran air hujan oleh daun atau tajuk tanaman
b) Pengurangan volume air permukaan, karena meningkatnya kapasitas infiltrasi
oleh perakaran tanaman
c) Memperlambat aliran air permukaan, karena meningkatnya panjang lintasan
aliran permukaan oleh keberadaan tanaman
d) Pengurangan daya rusak aliran air permukaan, karena pengurangan kecepatan
dan volume aliran air permukaan karena meningkatnya panjang lintasan dan
kekasaran permukaan.
2. Cara Mekanis
Pelestarian sumber daya air dengan cara ini pada prinsipnya adalah mengurangi
banyaknya butiran tanah yang hilang karena erosi, serta memanfaatkan air hujan yang
jatuh seefisien mungkin, mengendalikan kelebihan air di musim hujan, dan
menyediakan air yang cukup di musim kemarau. Pelestarian sumber daya air secara
mekanis mempunyai fungsi :
a. Memperlambat aliran air permukaan
b. Menampung dan mengalirkan aliran air permukaan, sehingga tidak merusak
c. Memperbesar kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah
d. Menyediakan air bagi tanaman.
Adapun usaha pelestarian sumber daya air secara mekanis, antara lain :
Gambar 4. Terasering
Dam penahan adalah bendungan kecil yang lolos air dengan kontruksi bronjong
batu atau crucuk kayu/bamboo yang dibuat pada alur jurang dengan tinggi
maksimum 4m. Manfaat DAM Penahan adalah untuk mengendalikan endapan
dan aliran air permukaan dari Daerah Tangkapan Air (Catchment Area) di bagian
hulu serta meningkatkan permukaan air tanah di bagian hilirnya.
3. Cara Kimiawi
Pelestarian sumber daya air dengan cara ini pada prinsipnya adalah memperkuat
struktur permukaan tanah dengan mencampur bahan kimiawi atau pemantap tanah,
sehingga tidak mudah tererosi oleh butiran atau aliran air hujan. Bahan pemantap tanah
yang dapat dipakai untuk pelestarian sumber daya air harus mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
a. Mempunyai sifat yang adhesif, serta dapat bercampur dengan tanah secara
b. Dapat merubah sifat hidropobik tanah, sehingga dapat merubah kurva penahanan air
tanah
c. Dapat meningkatkan kapasitas tukar kation tanah,
d. Daya tahan sebagai pemantap tanah cukup memadai
e. Tidak bersifat racun
3.2. Upaya Pengawetan Air
Pengawetan air dimaksudkan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan air atau
kuantitas air, baik air permukaan maupun air tanah sesuai dengan fungsi dan manfaatnya.
1. Pengelolaan Kuantitas Air Permukaan
pengelolaan kuantitas air permukaan dimaksudkan untuk mempertahankan dan
meningkatkan potensi/kuantitas air permukaan yang tersedia, sebagai salah satu cara
untuk melakukan konservasi sumber daya air, sebagai berikut:
a. Pengendalian Aliran Permukaan
Pengendalian air permukaan dilakukan dengan memperpanjang waktu air tertahan
dipermukaan tanah dan meningkatkan air yang dapat masuk ke dalam tanah.
Berdasarkan hasil penelitian air permukaan pada tanaman di lahan kering untuk
bebagai jenis tanah dan berbagai metode konservasi yang berbeda (Pusat Penelitian
Tanah, Bogor), dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi yang besar antara
penurunan aliran permukaan dengan penerapan metode konservasi, terutama untuk
lahan kering/tegalan dengan permeabilitas yang rendah.
b. Pemanenan Air Hujan
Pemanenan air hujan dalam skala kecil dilakukan untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga dan ternak, terutama menjelang dan selama musim kemarau panjang, dengan
mengumpulkan air hujan yang mengucur dari atap rumah. Air hujan yang berkualitas
baik dapat dikumpulkan dari atap rumah yang bersih dan terbuat dari bahan yang tahan
korosi, demikian pula dengan bak penampungnya. Sebaiknya air hujan yang jatuh pada
awal musim hujan tidak dimasukan ke dalam bak penampung air hujan.
Untuk skala yang lebih besar, pemanenan air hujan pada dasarnya dapat dilakukan di
daerah tangkapan air, dengan menampung aliran permukaan pada suatu kawasan
kedalam suatu bak penampungan. Besarnya air hujan yang dapat dipanen dipengaruhi
oleh topografi dan kemampuan lapisan tanah atas dalam menahan air hujan yang jatuh.
Persiapan pemanenan air hujan dari suatu lahan yang luas, dapat dikemukakan sebagai
berikut :
Membuat saluran sejajar dengan garis kontour
Membersihkan dan memadatkan bidang/lahan tangkapan air
Bila diperlukan dapat pula dilengkapi dengan saluran searah lereng
c. Meningkatkan Kapasitas Infiltrasi Tanah
Kapasitas infiltrasi tanah sangat mempengaruhi volume air yang dapat masuk ke
dalam tanah, dan dalam rangka konservasi sumber daya air, dapat ditingkatkan
dengan memperbaiki struktur tanah. Cara yang paling efektif dalam meningkatkan
kapasitas infiltrasi tanah adalah dengan menutup permukaan tanah dengan tanaman,
atau mencampurnya dengan bahan organic.
2. Pengelolaan Kuantitas Air Tanah
Pengelolaan kuantitas air tanah dimaksudkan untuk mempertahankan dan meningkatkan
potensi/kuantitas air tanah yang tersedia, sebagai salah satu cara untuk melakukan
konservasi sumber daya air, sebagai berikut :
a. Pengisian Air Tanah Secara Buatan
Meskipun bendungan telah dibangun di suatu sungai, sebagian air yang mengalir
dimusim hujan masih akan terbuang keluar waduk, dan kelebihan air ini dapat
dikonservasi melalui pengisian akuifer di dalam tanah secara buatan. Pengisian
buatan akuifer tersebut merupakan upaya meningkatkan yield total dan merupakan
salah satu sarana untuk manajemen sumber daya air. Simpanan air dalam tanah ini
merupakan sumber air yang dapat dihandalkan untuk menambah potensi sumber daya
air, dan kemampuan tanah untuk menyimpan air tergantung dari tinggi muka air tanah
dan poripori tanah.
c. Sifat Biologi
Air permukaan umumnya mengandung berbagai macam organisme hidup, sedangkan
air tanah relatif lebih bersih karena adanya proses penyaringan oleh akuifer.
Macroskopik, seperti ganggang dan rumput laut, dapat menurunkan kualitas air,
dalam hal rasa, warna dan bau, dapat dihilangkan dengan proses purifikasi.
Microsopik, seperti jamur dan alga dapat mempengaruhi kekeruhan dan warna
air, serta memberi andil terhadap rasa dan bau air yang tidak diinginkan, dapat
dikendalikan dengan sulfat atau chlorida.
Bakteri, baik yang menimbulkan penyakit (pathogen), maupun yang tidak
menimbulkan penyakit (non pathogen), kebeadaannya dapat diketahui dengan
melalui E-colli Test. Virus merupakan organisme penyebab infeksi, lebih kecil
dari bakteri, dapat dikendalikan dengan clorinasi dikombinasikan dengan
penonaktifan virus.
2. Pengelolaan Kualitas Air Irigasi
Klasifikasi air irigasi dikaitkan dengan daya hantar listrik, dibedakan atas 4
kelompok, yakni :
c). Akumulasi Garam Dalam Tanah, terutama pada daerah irigasi dengan curah hujan
yang rendah untuk pencucian garam dalam tanah yang terbatas, sehingga cenderung
terjadi penumpukan garam pada lahan pertanian, dan dapat menurunkan tingkat
pertumbuhan tanaman.
Kondisi Sungai Blukar saat ini diperkirakan telah mengalami penurunan kualitas air
disebabkan berbagai aktivitas manusia yang berada di daerah tangkapan airnya. Penelitian
ini bertujuan untuk menganalisis kualitas air Sungai Blukar berdasarkan baku mutu kualitas
air sungai menurut PP Nomor 82 Tahun 2001 dan merumuskan prioritas strategi
pengendalian pencemaran air sungai yang perlu dilakukan. Sungai sebagai daerah
penelitian ditetapkan sepanjang 18,70 km.
Perubahan pola pemanfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan permukiman
serta meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi hidrologis
dalam suatu Daerah Aliran Sungai. Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan
menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai.
Kualitas air sungai diukur dan diamati pada 7 titik pengambilan sampel. Analisis
kualitas air dilakukan dengan menggunakan metode indeks pencemaran. Analisis prioritas
strategi pengendalian pencemaran air dengan AHP.
Hasilnya yaitu :
1. Parameter BOD di titik 3,4,5,6 dan 7 serta parameter COD di titik 7 telah melebihi baku
mutu air sungai Kelas II menurut PP nomor 82 Tahun 2001.
2. Telah terjadi penurunan kualitas air Blukar dari hulu ke hilir yang ditandai dengan nilai
indeks pencemaran yang cenderung semakin meningkat berdasarkan kriteria sungai Kelas
II menurut PP nomor 82 Tahun 2001. Nilai indeks pencemaran berkisar antara 0,49
sampai 3,28. Status mutu air sungai Blukar telah tercemar dengan status cemar ringan.
3. Untuk menjaga kualitas air pada kondisi alamiahnya diperlukan strategi pengendalian
pencemaran air sungai yang difokuskan pada (a) peningkatan peran masyarakat baik
masyarakat umum, petani maupun industri dalam upaya pengendalian pencemaran air.
(b) peningkatan koordinasi antar instansi yang berkaitan dengan pengendalian
pencemaran air, serta (c) mengintegrasikan kebijakan pengendalian pencemaran air dalam
penataan ruang.
Penelitian dilakukan di Sungai Blukar, Kabupaten Kendal. Panjang sungai Blukar
sebagai lokasi penelitian adalah sepanjang ± 18,70 km dimulai dari Bendung Sojomerto
yang berlokasi di Kecamatan Gemuh sampai dengan Desa Tanjungmojo Kecamatan
Kangkung. Analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Lingkungan Badan
Lingkungan Hidup Kota Semarang. Pengambilan sampel air sungai dilakukan pada
tanggal 16 Juli 2012. Parameter yang diukur dan diamati meliputi parameter fisika, kimia
dan mikrobiologi. Penelitian kualitas air dilakukan dengan membagi sungai menjadi 6
segmen dimulai dari bendung Sojomerto Kecamatan gemuh dengan 7 titik lokasi
pengambilan sampel. Pembagian segmentasi sungai berdasarkan pada pola penggunaan
lahan yang ada dengan tetap memperhatikan kemudahan akses, biaya dan waktu sehingga
ditentukan titik yang mewakili kualitas air sungai.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas air sungai Blukar serta
merumuskan prioritas strategi pengendalian pencemaran air sungai.
Gambar 11. Peta Lokasi Pengambilan Sampel
HASIL : Kualitas air sungai Hasil analisis kualitas air sungai di 7 titik lokasi pengambilan
sampel adalah sebagai berikut :
Berdasarkan hasil pengujian sampel air sungai menunjukkan bila dibandingkan dengan
baku mutu air sungai Kelas I parameter yang melebihi baku mutu adalah BOD, COD dan Total
Coliform, sedangkan bila dibandingkan dengan baku mutu air sungai Kelas II parameter yang
melebihi baku mutu adalah BOD dan COD. Konsentrasi BOD yang tinggi terjadi di titik 3,4,5,6
dan 7.konsentrasi COD tinggi terjadi di titik 7. Pada titik 3 konsentrasi BOD, COD dan Total
Coliform lebih tinggi jika dibandingkan dengan titik 2 dan titik 4. Hal ini berkaitan dengan
aktivitas masyarakat di segmen 2 (ruas antara titik 2 dan titik 3) yang menggunakan air sungai
Blukar sebagai tempat mandi, cuci dan buang air besar.
Kondisi ini terjadi di Desa Sojomerto Kecamatan Gemuh, Desa Kedunggading Kecamatan
Ringinarum dan Desa Galih Kecamatan Gemuh. Aktivitas masyarakt tersebut menyebabkan
peningkatan bahan organik ke dalam air sungai. Eksistensi bakteri total Coliform dalam air
sungai berkaitan dengan pembuangan limbah domestik. Hal ini sejalan dengan penelitian
Atmojo (2004) yang menyatakan bahwa eksistensi bakteri total coliform tertinggi ditemukan di
perairan Banjir Kanal Timur, Semarang yang berasal dari aktivitas domestik. George
Tchobanoglous (1979) menyatakan bahwa limbah domestik mempunyai karakteristik antara
lain kekeruhan, TSS, BOD, DO,COD, dan parameter Coliform. Selain itu, (Chapra, 1997)
menyatakan bahwa kelompok bakteri coliform merupakan salah satu indikator adanya
kontaminan limbah domestik dalam perairan.
Konsentrasi BOD, dan COD tertinggi ditemukan di titik 7. Titik 7 merupakan lokasi
pengambilan sampel di Desa Tanjungmojo Kecamatan Kangkung setelah industri pengolahan
ikan. Hal ini kemungkinan disebabkan aktivitas industri yang membuang air limbahnya ke
sungai Blukar sehingga menyumbang konsentrasi bahan organik dalam air sungai.
Status Mutu air Sungai:
Indeks pencemaran merupakan salah satu metoda yang digunakan untuk menentukan status
mutu air suatu sumber air. Status mutu air menunjukkan tingkat kondisi mutu air sumber air
dalam kondisi cemar atau kondisi baik dengan membandingkan dengan baku mutu yang telah
ditetapkan. Hasil perhitungan indeks pencemaran sungai Blukar adalah sebagai berikut:
Gambar 15. Indeks Pencemaran Berdasar status mutu air Sungai Kelas I
Gambar 16. Indeks Pencemaran Berdasar status mutu air Sungai Kelas II
Gambar 17. Indeks Pencemaran Berdasar status mutu air Sungai Kelas III
Gambar 18. Indeks Pencemaran Berdasar status mutu air Sungai Kelas IV
Dari hasil perhitungan indeks pencemaran tersebut di atas menunjukkan bahwa telah terjadi
penurunan kualitas air sungai Blukar dari hulu ke hilir. Kualitas air sungai yang paling buruk
terjadi di titik 7 yaitu berlokasi di Desa Tanjungmojo Kecamatan Kangkung setelah industri
pengolahan ikan dengan kondisi mutu air sungai telah tercemar ringan. Nilai indeks pencemaran
dari hulu ke hilir cenderung mengalami peningkatan meskipun di beberapa titik pengambilan
sampel mengalami fluktuasi. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kualitas air sungai Blukar
berkaitan dengan penggunaan lahan dan aktivitas masyarakat di sekitarnya. Pada titik
pengambilan sampel 2 nilai indeks pencemaran justru menurun bila dibandingkan nilai indeks
pencemaran pada titik 1.
Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai
Strategi pengendalian pencemaran air merupakan upaya yang dilakukan dalam rangka
pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran air serta pemulihan kualitas air sesuai
kondisi alaminya sehingga kualitas air sungai terjaga sesuai dengan peruntukkannya. Strategi
pengendalian pencemaran air memerlukan serangkaian kriteria dan alternatif untuk mencapai
tujuan yang diinginkan sesuai dengan kondisi dan kemampuan sumber daya yang ada.
Strategi pengendalian pencemaran air dirumuskan berdasarkan wawancara mendalam
dengan keyperson serta berdasarkan hasil AHP (Analytic Hierarchy Process) . Kriteria dan
alternatif untuk mencapai tujuan strategi pengendalian pencemaran air disusun berdasarkan
hasil survey lapangan serta diskusi terhadap keyperson yang berkompeten dalam pengendalian
pencemaran air.
Rumusan hasil survey dan pengamatan di lapangan yang dilanjutkan dengan wawancara
mendalam terhadap keyperson dalam upaya pengendalian pencemaran air adalah sebagai
berikut :
a. Perilaku masyarakat menyumbang terjadinya pencemaran air sungai.
b. Belum optimalnya koordinasi antar intansi yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya
air dan pengendalian pencemaran air
c. Diperlukan instrumen di tingkat kebijakan yang dapat dijadikan pedoman program
pengendalian pencemaran air.
d. Perlunya kegiatan nyata di lapangan baik berupa pembangunan system sanitasi masyarakat
maupun konservasi vegetatif.
Dari hasil rumusan diatas disusun 3 aspek utama yang berkaitan dengan strategi
pengendalian pencemaran air, yaitu :
a. Aspek managemen perencanaan
b. Aspek sosial kelembagaan
c. Aspek lingkungan/ekologi Pendapat para keyperson kemudian dianalisis dan dikuantifikasi
dengan alat analisis AHP terhadap ketiga aspek yang berkaitan dengan strategi pengendalian
pencemaran air.
Hasil analisis adalah sebagai berikut :
Kesimpulan
Konservasi sumber daya air sebagai salah satu upaya pengelolaan sumber daya air
dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan kelangsungan dan keberadaan sumber
daya air, termasuk daya dukung, daya tampung, dan fungsinya. Konservasi sumber daya air
dapat dilakukan melalui kegiatan perlindungan dan pelestarian sumber daya air, pengawetan
air, pengelolaan kualitas air, serta pengendalian pencemaran air, dengan mengacu pada pola
pengelolaan sumber daya air pada setiap wilayah sungai, dan dipakai sebagai acuan dalam
perencanaan tata ruang.
a. Kualitas air sungai Blukar dari hulu ke hilir telah mengalami penurunan kualitas air
sungai yang ditunjukkan parameter BOD dan COD melebihi baku mutu di titik 3,4,5,6
dan 7 berdasarkan mutu air sungai Kelas II menurut Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001.
b. Kualitas air sungai Blukar dari hulu ke hilir berdasarkan analisis mutu air sungai dengan
metode indeks pencemaran menunjukkan telah mengalami penurunan kualitas air
dimana pada wilayah hilir tercemar ringan.
c. Kondisi kualitas air sungai Blukar berkaitan dengan aktivitas masyarakat di daerah
tangkapan airnya.
d. Strategi pengendalian pencemaran air sungai diprioritaskan pada peningkatan peran
masyarakat baik masyarakat umum, petani maupun industri dalam upaya pengendalian
pencemaran air melalui kegiatan sanitasi berbasis masyarakat, pengurangan penggunaan
pupuk tunggal dan pestisida serta pengelolaan limbah industri.
a. Perlu dilakukan perhitungan daya tampung beban pencemaran sungai Blukar berdasarkan
peruntukkan air sungai per segmen sehingga dapat ditentukan beban pencemaran
maksimum yang diperbolehkan bagi masing-masing sumber pencemar. Daya tampung
beban pencemaran dapat digunakan sebagai dasar penetapan izin lokasi bagi usaha dan/atau
kegiatan, penetapan izin lingkungan yang berkaitan dengan pembuangan air limbah ke
sumber air, penetapan kebijakan dalam pengendalian pencemaran air, dan penyusunan
RTRW.
b. Diperlukan peningkatan koordinasi antar instansi yang berkaitan dengan pengendalian
pencemaran air. Peningkatan koordinasi dapat dilakukan dengan penerapan persyaratan
prinsip prinsip pengendalian pencemaran air terhadap rencana usaha/kegiatan yang
mengajukan perizinan.
c. Untuk melaksanakan program dan kegiatan secara terpadu dan terkoordinir diperlukan suatu
pedoman berupa rencana induk pengelolaan sumber daya air berbasis Daerah Aliran Sungai
termasuk pembagian peran antar instansi.
DAFTAR PUSTAKA