Anda di halaman 1dari 6

LANGKAH-LANGKAH PADA STUDI KOHORT

Pada penelitian kohort tahapan kegiatan dilakukan sebagai berikut:


1. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis
2. Menetapkan kohort
3. Memilih kelompok kontrol
4. Menentukan variabel penelitian
5. Mengamati terjadinya efek
6. Menganalisis hasil

1. Merumuskan Pertanyaan dan Hipotesis


Hal pertama yang harus dilakukan peneliti adalah merumuskan masalah
atau pertanyaan penelitian serta hipotesis yang sesuai. Sebagai contoh suatu studi
kohort akan meneliti apakah terdapat hubungan antara ibu perokok pasif (ayah
merokok) dengan kelahiran kecil untuk masa kehamilan (KMK) pada bayi yang
dilahirkan. Hipotesis yang sesuai adalah 'kebiasaan merokok pada ayah
berhubungan dengan peningkatan kejadian kelahiran KMK'. Dari formulasi
masalah serta hipotesis itu tercermin bahwa yang dianggap faktor risiko adalah
kebiasaan merokok ayah, dan efek yang diteliti adalah kelahiran bayi KMK.
2. Menetapkan Kohort
Pertimbangan yang dipergunakan dalam penetapan populasi dan sampel
penelitian sama seperti penelitian observasional pada umumnya. Ciri utama desain
kohort adalah tersedianya kelompok subyek tanpa efek tertentu pada awal studi.
Subyek dipilih dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria pemilihan
(eligibility criteria), dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang jelas.
Syarat umum agar seseorang dapat dimasukkan dalam studi kohort dengan
pembanding intemal adalah: (1) subyek tidak menderita efek yang diteliti: dan (2)
belum terpajan faktor risiko yang diteliti. Untuk identifikasi subyek yang tidak sakit
atau belum menderita efek ini sangat diperlukan kecermatan. Peneliti harus yakin
bahwa subyek yang dipilih benar bebas dari efek yang akan diselidiki sehingga
apabila pada pengamatan subyek tersebut menjadi sakit atau mengalami efek maka
hal tersebut terjadi akibat terpajan dengan faktor risiko yang dipelajari. Alat
diagnostik yang kurang akurat akan mengakibatkan efek negatif palsu pada awal
studi.
Kadang tidak mudah menetapkan atau menyingkirkan adanya efek pada
subyek yang akan direkrut (inception cohort); pelbagai cara dapat dipergunakan
untuk maksud tersebut, termasuk dengan anamnesis, pemeriksaan fisis,
pemeriksaan laboratorium, sitologi, pencitraan, dan lain-lainnya. Umumnya
prosedur unfuk menetapkan subyek masuk ke dalam kohort di satu sisi harus
bersifat sederhana, aman dan murah, di lain sisi harus pula mempunyai keandalan
dan kesahihan yang baik. Namun hal ini tidak mudah, termasuk di antaranya
penentuan masuknya subyek ke dalam studi kohort untuk menentukan perjalanan
penyakit bila awal penyakit sulit ditentukan seperti pada kebanyakan kasus
keganasan. Dalam keadaan tertentu saat diagnosis ditegakkan menjadi satu-satunya
opsi yang mungkin untuk memasukkan subyek ke dalam studi kohort yang
direncanakan.
Subyek dapat dipilih dari populasi-terjangkau berdasarkan pada
pelbagai alasan sesuai dengan pertanyaan penelitian. Mungkin subyek direkrut
berdasar pada geografi, dari kelompok tertentu misalnya kelompok profesi, rumah
sakit, masyarakat yang baru saja terkena bencana, dan lain sebagainya. Penetapan
sampel harus dilakukan dengan cara yang benar bila penelitian dilakukan tidak pada
seluruh subyek dalam populasi-terjangkau. Untuk mengurangi besar sampel
periode penelitian, serta biaya, maka diperlukan seleksi terhadap sampel dengan
cara memilih kelompok subyek yang menunjukkan insidens efek yang relatif tinggi.
Misalnya jangan menggunakan studi kohort prospektif bila ingin mengetahui
hubungan antara kebiasaan merokok pasif dengan kejadian kanker payudara.
Insidens kanker payudara sangat rendah, sehingga untuk menemukan satu orang
pasien kanker payudara perlu dilakukan pengamatan terhadap ribuan subyek
penelitian dalam waktu lama.
3. Memilih Kelompok Kontrol
Pada studi kohort prospektif dengan kontrol internal, kelompok kontrol
terbentuk secara alamiah, yaitu bagian dari kohort yang selama follow-up tidak
terpajan faktor risiko yang dipelajari. Studi kohort dengan kelompok pembanding
internal ini mempunyai keuntungan yaitu:
 Kedua kelompok berasal dari populasi yang sama
 Kedua kelompok dilakukan follow-up dengan prosedur yang sama
Dalam praktik perbedaan antara kelompok dengan dan tanpa faktor risiko
dapat merupakan faktor risiko internal (misalnya akibat kerentanan seseorang
terhadap suatu penyakit) maupun faktor risiko eksternal yaitu faktor lingkungan
yang mempermudah seseorang menderita penyakit. Kadang perbedaan antara
kelompok hanya terletak pada derajat pajanan, misalnya antara perokok aktif
dengan perokok pasif.
Pada rancangan penelitian kohort, pemilihan subyek umumnya tidak
memerlukan teknik matching dengan kelompok terpajan, terutama apabila jumlah
subyek yang diteliti cukup besar atau bila proporsi subyek dengan faktor risiko jauh
lebih besar ketimbang kelompok kontrol. Dalam beberapa hal tertentu teknik
matching perlu dilakukan misalnya bila peneliti ingin mengetahui besamya pajanan
secara akurat. Penelitian dengan besar sampel yang terbatas atau proporsi subyek
yang terpajan yang lebih kecil dibanding dengan kontrol juga membutuhkan teknik
matching. Matching dapat dilakukan terhadap variabel umur, jenis kelamin, ras,
keadaan lingkungan. Namun apabila confounding variable banyak, teknik matching
sulit dilakukan dan bila dipaksakan akibatnya diperoleh beberapa subkelompok
dengan jumlah subyek dalam subkelompok terlalu kecil sehingga tidak dapat
diambil simpulan definitif.
4. MnNcInENTIFIKASI VARIABEL PENETITIAN
Seperti halnya dalam desain penelitian lain untuk mempelajari etiologi atau
faktor risiko, faktor risiko dan efek yang dipelajari dalam studi kohort harus
didefinisikan dengan jelas. Pada penelitian kohort, faktor risiko dapat berupa faktor
internal, yakni faktor yang menyebabkan predisposisi atau sebagai predileksi
timbulnya penyakit atau efek tertentu. Namun faktor risiko juga dapat berupa faktor
risiko eksternal, yaitu faktor lingkungan yang memudahkan individu terjangkit
penyakit tertentu. Penyakit atau efek yang terjadi selalu merupakan variabel
dependen. Jenis variabel lain yang tidak diteliti juga harus diidentifikasi, karena
mungkin merupakan variabel perancu (confounding variables) yang harus
diperhatikan untuk disingkirkan dalam desain atau dalam analisis. Meski dalam
studi kohort dapat diidentifikasi beberapa faktor risiko sekaligus yakni dengan
teknik statistika multivariat, namun sebaiknya jumlah faktor risiko yang dipelajari
dibatasi, untuk meningkatkan potensi penelitian dalam mencari hubungan antara
pajanan (faktor risiko) dengan kejadian efek.
5. Mengamati Timbulnya Efek
Kedua kelompok subyek diobservasi dalam periode tertentu. Lama waktu
yang diperlukan untuk pengamatan prospektif tersebut bergantung kepada
karateristik penyakit atau efek yang diteliti, yang hanya dapat ditentukan dengan
pemahaman yang baik tentang patogenesis dan perjalanan alamiah penyakit. Untuk
jenis penyakit keganasan, misalnya, timbulnya kanker hati pada subyek dengan
HBs-Ag positif dibutuhkan pengamatan puluhan tahun. Sebaliknya hubungan
antara merokok dan bayi berat lahir kecil untuk masa kehamilan hanya memerlukan
pengamatan 9 bulan; pengamatan dalam studi kohort dapat hanya beberapa hari,
misalnya hubungan-antara trauma lahir dengan hiperbilirubinemia pada bayi yang
baru lahir.
Hambatan yang sering terjadi pada penelitian kohort adalah hilangnya
subyek dari pengamatan (loss to follow-up), yang lebih sering terjadi pada studi
yang memerlukan pengamatan yang lama. Makin lama masa pengamatan makin
besar kemungkinan terjadinya Ioss to follow-up. Karenanya bila dari awal telah
diketahui bahwa subyek akan pindah tempaf sebaiknya ia tidak disertakan. Kiat lain
adalah mencatat alamat kantor, alamat kerabat terdekat, agar bila subyek pindah
tempat dapat ditelusuri dengan cara mendatangi, menulis surat atau dengan
menghubungi lewat telepon.
Pada studi kohort dengan matching, apabila satu subyek hilang dari
pengamatan maka pasangannya harus dikeluarkan pula dari penelitian. Bila
persentase subyek yang hilang dari pengamatan tinggi sehingga yang tersisa hanya
sedikit, maka penelitian harus dianggap gagal, tidak dapat diperoleh simpulan
definitif. Pada studi klinis subyek yang hilang dari pengamatan seyogyanya tidak
lebih dari 10%; untuk penelitian lapangan angka 15% atau 20% mungkin masih
berterima. Pendapat yang lebih moderat untuk semua desain drop out sampai 20%
masih dapat diterima.
Pengamatan timbulnya efek yang diteliti dapat dilakukan dengan
pengamatan tunggal atau pengamatan berkala. Pada cara pertama, pengamatan
hanya dilakukan satu kali yaitu pada akhir masa penelitian. Pada pengamatan
berkala, subyek diamati secara periodik menurut interval waktu tertentu sampai
akhir penelitian. Selain itu dapat pula dilaksanakan perbandingan antara kelompok
terpajan dengan kelompok kontrol dengan memasukkan dimensi waktu sebagai unit
analisis sehingga merupakan perbandingan antara dua kesintasan. Penilaian
terhadap timbulnya efek harus berdasarkan kriteria pada baku yang telah disusun
dalam proposal. Untuk mengurangi bias, idealnya orang yang menilai terjadinya
efek tidak boleh mengetahui subyek dengan atau tanpa faktor risiko (tersamar,
blinded); namun hal ini seringkali tidak dapat dilaksanakan.
6. Menganalisis Hasil
Pada penelitian kohort sederhana, besaran efek yang diperoleh
menggambarkan insidens kejadian pada masing-masing kelompok. Perbandingan
insidens penyakit antara kelompok dengan faktor risiko dengan kelompok tanpa
faktor risiko disebut risiko relatif (relatiae risk) atau rasio risiko (risk ratio), yang
dengan mudah dapat disimak pada skema rancangan studi kohort yang tertera pada
Gambar 9-2.

Setelah pengamatan selesai, dari kedua kelompok penelitian akan diperoleh


4 subkelompok subyek yaitu:
Sel a: subyek dengan faktor risiko, mengalami efek
Sel b: subyek dengan faktor risiko, tidak mengalami efek
Sel c: subyek tanpa faktor risiko, mengalami efek
Sel a: subyek tanpa faktor risiko, tidak mengalami efek
Risiko relatif (RR) = a/(a+b):c/(c+d)
Seperti halnya studi cross-sectional dan kasus-kontrol, maka interval
kepercayaan risiko relatif perlu disertakan, agar hasil penelitian dapat diinterpretasi
dengan memadai. Interpretasi nilai RR, dengan nilai interval kepercayaannya sama
dengan pada studi prevalens dan kasus-kontrol.
Bila diinginkan perbedaan proporsi antara kedua kelompok dapat dilakukan
analisis dengan menggunakan uji kai-kuadrat atau sejenisnya, akan tetapi hal ini
jarang dihitung karena perhitungan RR dianggap lebih bernilai dan lebih informatif
dalam analisis hasil penelitian. Pada uji kai-kuadrat hanya diperoleh nllai p, yakni
apakah angka kejadian efek pada kedua kelompok berbeda secara statistika
bermakna, yakni apakah hasil yang diperoleh tersebut terjadi semata-mata oleh
karena faktor peluang. Di sisi lain RR menunjukkan berapa kali insidens pada
subyek dengan faktor risiko lebih tinggi dibanding insidens pada subyek tanpa
faktor risiko.
Pengolahan data dengan memasukkan unsur waktu dapat diterapkan bila
lama observasi antara satu subyek dengan subyek lainnya tidak sama. Untuk
analisis statistika digunakan satuan unit analisis subyek-waktu (analisis kesintasan).

Referensi
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis
edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai