Anda di halaman 1dari 22

Bias dan Faktor

Perancu (Confounding
Factor)
Oleh : Sri Novita Lubis, SKM, M.Kes

Fakultas Kesehatan Masyarakat-USU-2016

Pengertian Bias
Bias didefinisikan sebagai kesalahan
sistematis dalam studi epidemiologi
yang menghasilkan perkiraan yang
salah tentang hubungan antara
paparan dan hasil/outcome .
Distorsi

Memperbesar
Memperkecil
Meniadakan

Pengaruh
paparan yang
sebenarnya

Sumber Bias
Sumber bias dibagi 2 :
1. Bias seleksi (Selection bias)
2. Bias informasi (Information bias)
3. Bias kerancuan (Confounding bias)

Bias Seleksi
Distorsi efek berkaitan dengan cara
pemilihan subyek kedalam populasi studi.
Bias seleksi merupakan masalah penting
dalam kasus - kontrol dan kohort
retrospektif, sementara itu tidak mungkin
terjadi dalam sebuah studi kohort
prospektif . Pengamatan terhadap
kelompok bias ini termasuk daya ingat ,
pewawancara, tindak lanjut dan kesalahan
klasifikasi .

Contoh Bias Seleksi :


- Kelompok pembanding tidak berasal basis studi yang sama
- Kelompok pembanding tidak merepresentasikan populasi

3 karakteristik penting bias seleksi :


1. Terjadi ketika menggunakan kriteria yang berbeda
dalam prosedur seleksi subyek
2. Besar dan arahnya seringkali tidak dapat
diperkirakan
3. Bias ini, sekali terjadi tidak dapat dikendalikan,
melainkan hanya dapat dicegah.

Jenis Bias Seleksi


1. Prevalence-incidence bias
Bias ini muncul ketika kasus umum digunakan untuk studi hubungan
paparan-penyakit dan itu direlasikan pada dua fenomena.
Seseorang didiagnosa dengan suatu penyakit, mereka mungkin
mengubah kebiasaannya yang berhubungan dengan penyakit.
Cth : penelitian cross-sectional pada pasien penyakit jantung di RS
akan melewatkan pasien yang meninggal karena penyakit jantung
dalam perjalanan ke RS, sehingga kesimpulan akan tingkat
keparahan penyakit berkurang.
2. Berkson Bias (Bias Diagnostik)
Bias ini muncul sebelum subjek diidentifikasi untuk penelitian.
Contoh : penelitian case-control dengan outcome : penyakit paru dan
paparan : rokok. Radiologis yang aware akan status pasien yang
merokok akan lebih teliti mengamati adanya abnormalitas pada
gambaran x-ray pasien.

3. Healthy Worker Effect (Bias Pekerja Sehat)


Bias yang terjadi akibat dari penggunaan para pekerja
sehat sebagai kelompok kasus atau kelompok terpapar
di satu pihak, atau penggunaan populasi umum
sebagai kelompok kontrol atau kelompok tidak
terpapar di pihak lain.
4. Detection Bias
Faktor risiko diselidiki sendiri dapat menyebabkan
peningkatan investigasi diagnostik dan meningkatkan
kemungkinan bahwa penyakit ini diidentifikasi
seseorang . Contohnya adalah wanita dengan penyakit
payudara jinak yang menjalani program tindak lanjut
rinci yang akan mendeteksi kanker pada tahap awal.

5. Bias loss to follow-up


Desain dan implementasi studi seharusnya mencoba
untuk meminimalkan dropout dan kita seharusnya
bertujuan untuk memastikan bahwa semua kelompok
diikuti secara menyeluruh.
Single atau double blinding seharusnya digunakan
untuk memastikan follow-up yang sama pada semua
subjek penelitian.
Contoh : studi kohort terhadap efektifitas CT untuk
mengukur insiden kanker paru pada populasi perokok
dan bukan perokok. Setelah penelitian berlangsung
sekian tahun, kontrol subjek akan menurun
motivasinya untuk terus terlibat. Sementara, perokok
mungkin menderita comorbid diseases, sehingga
tindak lanjut berpartisipasi dalam studi.

Penanggulangan Bias Seleksi


1. Sedapat mungkin menggunakan data insiden
2. Pada studi kasus kontrol, pilihlah kontrol dari
populasi asal yang aktual (actual base population)
darimana kasus studi tersebut muncul
3. Pada studi kasus kontrol yang tidak berbasis pada
populasi,
dapat
dipertimbangkan
untuk
menggunakan lebih dari 1 jenis populasi kontrol
4. Terapkan kriteria kelayakan yang sama untuk
memilih semua subyek studi.
5. Usahakan agar semua subyek potensial menjalani
prosedur diagnostik yang sama dan mendapat
peluang deteksi dan pelaporan kasus yang sama.

6.
7.
8.

Minimalkan non-respons atau non-partisipasi


dan loss to follow-up.
Kumpulkan sebanyak mungkin informasi
tentang riwayat pajanan, termasuk waktu dan
alasan perubahan status pajanan.
Upayakan agar penyakit didiagnosis tanpa
pengaruh dari pengetahuan tentang status
pajanan (secara blind)

Bias Informasi
Kesalahan sistematis dalam : mengamati, memilih
instrumen, mengukur, membuat klasifikasi,mencatat
informasi, dan membuat interpretasi tentang paparan
maupun penyakit, sehingga mengakibatkan distorsi
penaksiran pengaruh paparan terhadap penyakit.

Sumber bias informasi :


Variasi subjek
Variasi pengamat
Kekurangan alat (deficiency tools)
Kesalahan teknis dalam pengukuran

Jenis Bias Informasi


1.Recall Bias
Bias recall disebabkan oleh perbedaan akurasi
mengingat peristiwa masa lalu dengan kasus dan
kontrol.
Ada kecenderungan bagi orang-orang yang sakit (atau
keluarga mereka ) untuk mengingat paparan masa lalu
lebih efisien daripada orang yang sehat.
Contoh :
wanita dengan ca payudara lebih mungkin untuk
mengingat sejarah keluarga yang positif daripada
kontrol , desain penelitian retrospektif yang cenderung
melebih-lebihkan efek ukuran dari sejarah keluarga
sebagai faktor risiko . Bias ini bisa dihindari dengan
desain prospektif.

2. Interviewer Bias
Bias pewawancara terjadi jika subjek
diwawancara dalam survei atau pada medical
record yang diinterpretasi oleh investigator.
Cara untuk mengurangi bias pewawancara adalah
investigator yang mengumpulkan informasi harus
berbeda dengan yang melakukan interpretasi
hasil test.

Mengontrol Bias Informasi


Blinding
Mencegah investigator ataupun pewawancara untuk
mengetahui kasus/kontrol atau paparan maupun bukan
paparan
Form of survey
Surat lebih efektif daripada telepon atau wawancara
tatap muka
Kuisioner
Menggunakan beberapa pertanyaan untuk menanyakan
informasi yang sama sebagai double check.
Akurasi
Beberapa kali pemeriksaan pada medical record untuk
mengumpulkan data diagnosa dari berbagai sumber..

Confounding Bias
Yi : distorsi dalam menaksir pengaruh paparan
terhadap penyakit akibat tercampurnya
pengaruh sebuah atau beberapa variabel luar.
Confounder (perancu)
Faktor ketiga yang berhubungan dengan paparan
dan outcome, dan mempengaruhi
sebahagian/seluruh hubungan antara keduanya.

Asosiasi Antara paparan, outcome, dan


variabel perancu

Dua kondisi yang harus ditemui pada confounding factor :


1.Berhubungan dengan paparan
2.Berhubungan dengan outcome
3.Bukan merupakan konsekuensi dari paparan (bukan variabel
antara)

Contoh : Asosiasi antara merokok, kanker,


dan polusi

Strategi Pengendalian Confounding


Factor
1. Mencegah sebelum data dikumpulkan dengan
melakukan randomisasi, restriksi, dan matching.
2. Memperhitungkan pengaruhnya dalam analisis
data (stratifikasi dan analisis multivariat).

Restriksi
Menerapkan kriteria inklusi dan eksklusi dalam memilih
subjek untuk penelitian, sehingga semua subjek
penelitian memiliki level atau kategori faktor perancu
yang sama.
Karena level atau kategori faktor perancu yang sudah
sama antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol,
maka faktor perancu tsb tidak menyebabkan kerancuan.

Kelemahan :
1. Pembatasan terlalu ketat dan dilakukan pada banyak
variabel perancu akan memangkas ukuran sampel.
2. Membatasi kemampuan generalisasi hasil penelitian.

Matching
Pemasangan antara kasus dan kontrol.
Dilakukan pada beberapa variabel yang berpotensi sebagai
confounder, dengan tujuan mengurangi resiko confounding.
Keuntungan :
1. Mengeliminasi perancu kuat (umur, JK)
2. Mengeliminasi pengaruh variabel perancu yang sulit diukur
3. Dapat digunakan saat jumlah kasus terbatas
Kelemahan :
1. Overmatching
2. Sulit, butuh waktu banyak
3. Teknik analisis khusus pasangan

Randomisasi
Cara efektif menghilangkan pengaruh confounding.
Confounding terbagi seimbang antara kelompok penelitian
Berlaku bila confounding tidak diketahui sebelum penelitian.
Keuntungan :
1. Menghasilkan kelompok yang sama, termasuk variabelvariabel yang tidak diantisipasi, didefinisikan, ataupun diukur.
2. Bila setelah randomisasi terjadi pajanan variabel lain, asalkan
probabilitas untuk kedua grup sama, maka tidak banyak
berpengaruh.
Kelemahan :
1. Jika jumlah kelompok kecil setiap kelompok masih bervariasi
akibat probablitas.
2. Lemah untuk analisis bersifat eksplanatori.

Anda mungkin juga menyukai